Anda di halaman 1dari 37

MODUL PEMBELAJARAN

FALSAFAH KEPERAWATAN

TIM PENYUSUN
SYLVIE PUSPITA, S.Kep., Ns., M.Kep
RONI SETIAWAN, S.Kep., Ns

Modul IDK I STIKES HUSADA JOMBANG


MODUL PEMBELAJARAN
FALSAFAH KEPERAWATAN

Tim Penyusun:
SYLVIE PUSPITA, S.Kep., Ns., M.Kep
RONI SETIAWAN, S.Kep., Ns

Penerbit: SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
berkat dan karunia dan hidayahNya. Akhirnya Penulis mampu menyelesaikan penyusunan
modul Falsafah dan Teori Keperawatan dengan metode pembelajaran Kurikulum
disepadankan dengan KKNI 2015. Modul ini disusun sebagai salah satu media pembelajaran
bagi mahasiswa dalam mata kuliah Falsafah dan Teori Keperawatan yang menjelaskan kepada
mahasiswa tentang metode pembelajaran, penilain selama pembelajaran dan materi
pembelajaran. Dengan adanya modul ini diharapkan mahasiswa dapat belajar secara mandiri
dan mengerti akan tujuan pembelajaran.
Penyusunan modul ini belum sempurna, penulis dengan kerendahan hati penulis
mengharapkan kritikan dan saran yang dapat menyempurnakan modul pembelajaran ini.
Semoga modul ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan memberikan perkembangan positif
dalam pendidikan keperawatan.

Jombang, Agustus 2019

Tim Penyusun

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


iii
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................iii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................................iii
URAIAN MODUL................................................................ Error! Bookmark not defined.
1.1. Deskripsi Modul .......................................................................................................... 1
1.2. Tujuan Modul .............................................................................................................. 1
1.3. Informasi Mata Kuliah ................................................................................................. 1
1.6. Rancangan Pembelajaran ............................................................................................. 2
1.7. Langkah-langkah pembelajaran Small Group discussion (SGD): ............................... 3
1.8. Peran Dan Tugas Mahasiswa ....................................................................................... 4
1.9. Laporan Tugas ............................................................................................................. 4
1.10. Evaluasi ........................................................................................................................ 5
1.10.1. Penilaian Formatif ................................................................................................ 5
1.10.2. Penilaian Sumatif.................................................................................................. 5
MATERI PERKULIAHAN .................................................................................................... 6
2.1. Definisi Falsafah ...................................................................................................... 6
2.2. Definisi Ilmu ............................................................................................................ 8
2.3. Definisi Filsafat Ilmu ............................................................................................... 9
2.4. Objek Kajian Filsafat Ilmu ..................................................................................... 11
2.5. Tujuan Belajar Filsafat Ilmu .................................................................................. 15
2.6. Fungsi dan Arah filsafat Ilmu................................................................................. 16
2.7. Hubungan antara Filsafat dan Ilmu ........................................................................ 16
2.8. Epistimologi, Ontologi, Aksiologi, Pengetahuan Filsafat ...................................... 18
2.9. Hakikat Pengetahuan Filsafat ................................................................................. 23
2.10. Terjadinya Pengetahuan ......................................................................................... 24
2.11. Cara Memperoleh Pengetahuan Filsafat ................................................................ 27
2.12. Ukuran Kebenaran Filsafat..................................................................................... 27
2.13. Cara Filsafat Menyelesaikan Masalah.................................................................... 28
2.14. Manfaat Menggunakan Ilmu Falsafat .................................................................... 28
2.15. Kesimpulan............................................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 33

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Deskripsi Modul

Modul ini sebagai panduan mahasiswa dalam materi Falsafah, paradigma dan
konseptual model dan teori keperawatan, serta prinsip-prinsip pendekatan holistik
dalam konteks keperawatan.

1.2. Tujuan Modul


Setelah menggunakan modul ini mahasiswa mampu menjelaskan tentang materi
Falsafah dan Teori Keperawatan. Mata kuliah ini dimanfaatkan sebagai:
1.2.1. Memperjelas tentang falsafah yang berkonteks kesehatan.
1.2.2. Penjelasan tentang materi perkuliahan paradigm keperawatan.
1.2.3. Penjelasam tentang konseptual dan teori keperawatan.

1.3. Informasi Mata Kuliah


Materi : Falsafah dan Teori Keperawatan
Pertemuan : 13 kali pertemuan
Sasaran : Mahasiswa Keperawatan Semester I

1.4. Deskripsi Mata Kuliah


Fokus pada pemahaman keperawatan dasar mahasiswa mampu memahami tentang
Falsafah, paradigma dan konseptual model dan teori keperawatan, serta prinsip-
prinsip pendekatan holistik dalam konteks keperawatan.

1.5. Standart Kompetesi:


Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran Falsafah dan Teori Keperawatan,
mahasiswa mampu:

1.5.1. Memahami falsafah keperawatan

1.5.2. Menerapkan konsep paradigma keperawatan

1.5.3. Menerapkan berbagai teori keperawatan terpilih dalam berbagai situasi

1.5.4. Menganalisis upaya pelayanan kesehatan utama


1.5.5. Menganalisis prinsip-prinsip pendekatan secara holistik dalam konteks
keperawatan
MODUL STIKES HUSADA JOMBANG
1
1.6. Rancangan Pembelajaran
Kemampuan
Strategi
Minggu akhir yang Bahan kajian
pembelajaran
diharapkan
I-II Mahasiswa mampu 1. Pengertian falsafah dan Ceramah
Menerapkan paradigma keperawatan Discovery learning
falsafah, konsep 2. Konsep manusia
paradigma 3. Konsep keperawatan
keperawatan 4. Konsep sehat sakit
5. Faktor yang
mempengarui status
kesehatan
6. Rentang sakit dan
tahapan proses sakit
7. Dampak sakit dan
perilaku sakit
8. Komponen dan
paradigma keperawatan
III Mahasiswa mampu Falsafah, Paradigma dan Ceramah
menganalisis paradigma keperawatan Discovery learning
falsafah, konsep 1. Definisi Teori dan Teori
paradigma Keperawatan
keperawatan 2. Komponen suatu teori
3. Hubungan paradigma
dan teori keperawatan
4. Jenis atau tingkatan
teori

IV-V Mahasiswa mampu Teori keperawatan : Ceramah


menerapkan teori 1. Nightingale Discovery learning
keperawatan dalam 2. Henderson Cooperative Learning
asuhan keperawatan 3. Peplau,
4. Abdellah
5. Orlando
6. Hall
7. Wiendenbach
VI-VII Mahasiswa mampu Teori keperawatan : Ceramah
menerapkan teori 1. Woendenbach (1964) Discovery learning
keperawatan dalam 2. Levine (1966) Cooperative Learning
asuhan keperawatan 3. Johnson (1968)
4. Rogers (1970)
5. Orem (1971)
a. Teori keperawatan
orem
b. Perawatan diri
sendiri (self care)
c. Teori sistem
keperawatan

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


2
6. King (1971)
7. Travelbee (1971)
VII-IX Mahasiswa mampu Teori keperawatan Ceramah
menerapkan teori 1. Neuman (1972) Discovery learning
keperawatan dalam 2. Petterson dan zderad Cooperative Learning
asuhan keperawatan (1976)
3. Leininger ( 1978)
4. Roy (1979)
5. Watson (1979)
6. Parse (1981)
Teori middle range
X-XI Mahasiswa mampu 1. Pengertian perawatan Ceramah
Menganalisis upaya utama dan sistem Discovery learning
peningkatan pelayanan kesehatan Cooperative Learning
kesehatan dan utama
pelayanan kesehatn 2. Peran perawat dalam
utama peningkatan kesehatan
3. Macam-macam
pencegahan kesehatan
XII-XIII Mahasiswa mampu 1. Konsep holistic care : Ceramah
menganalisis holisme, humanism Discovery learning
prinsip-prinsip 2. Pengertian dan proses Cooperative Learning
pendekatan secara berubah
holistik dalam 3. Teori-teori perubahan
konteks keperawatan a. Kurt levin (1951)
b. Rogers E.(1962)
c. Lippit (1973)
d. Tipe perubahan
e. Proses terjadinya
perubahan
4. Motivasi dalam
perubahan
5. Strategi dalam
perubahan
6. Model-model
perubahan
7. Hambatan dalam
perubahan
8. Perubahan dalam
keperawatan

1.7. Langkah-langkah pembelajaran Small Group discussion (SGD):


1.7.1. Identifikasi dan mencari kata-kata sulit dari kasus (mahasiswa
mendaftar/menuliskan kata-kata sulit atau pertanyaan tanpa diskusi).
1.7.2. Definisikan masalah yang akan didiskusikan (mahasiswa mungkin memiliki
pandangan/pendapat yang beragam dari kasus, mahasiswa menuliskan daftar
masalah yang disetujui kelompok)
MODUL STIKES HUSADA JOMBANG
3
1.7.3. Sesi ‘brainstorming’ untuk mendiskusikan masalah. (mahasiswa memberikan
penjelasan berdasar pada pengetahuan dasar, dan menuliskan jawaban atas
permasalahan yang ditemukan)
1.7.4. Penyusunan penjelasan menjadi solusi yang bersifat tentative/belum pasti
(mahasiswa menuliskan dan mengorganisasikan penjelasan)
1.7.5. Penyusunan penjelasan menjadi solusi yang bersifat tentative/belum pasti
(mahasiswa menuliskan dan mengorganisasikan penjelasan)
1.7.6. Menyusun tujuan pembelajaran (tutor mengarahkan tujuan pembelajaran yang
terfokus, dapat dicapai, komprehensif dan sesuai)
1.7.7. Belajar mandiri (mahasiswa menggabungkan informasi dari berbagai macam
sumber yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Buku teks, jurnal, artikel,
internet, dll)
1.7.8. ‘Group sharing’ (mahasiswa mengidentifikasi semua referensi yang dimiliki
dan berbagi hasil dengan anggota kelompok lainnya, tutor mengevaluasi proses
pembelajaran baik perorangan maupun kelompok)

1.8. Peran Dan Tugas Mahasiswa


Dalam proses pembelajaran ini masing-masing mahasiswa mempunyai peran sebagai:
1.8.1. Ketua, bertugas:
a. Memimpin kelompok dalam proses diskusi
b. Mempertahankan dinamika kelompok
c. Memotivasi partisipasi anggota kelompok
d. Memastikan agar laporan selesai dan menjadi catatan yang akurat
e. Sekretaris, bertugas:
f. Berpartisipasi dalam diskusi
g. Mencatat sumber-sumber belajar pada kelompok
h. Mencatat hasil diskusi kelompok
i. Anggota, bertugas:
j. Mengikuti dan berpartisipasi proses diskusi
k. Mendengar aktif dan menghormati anggota lain yang mengutarakan
pendapat
l. Menanyakan pertanyaan terbuka
m. Mencari semua tujuan pembelajaran
n. Berbagi informasi dengan anggota kelompok yang lain

1.9. Laporan Tugas


1.9.1. Laporan diketik dengan Ms. Word (ukuran kertas A4 margin Left: 3; Right:
Top: 2.5; Bottom 2, 5).
1.9.2. Susunan penulisan:

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


4
1) Halaman depan/cover: Judul, logo umm, nama kelas dan kelompok,
daftar nama dan NIM anggota kelompok, nama program studi, fakultas
dan universitas).
2) Isi:
a. Kasus
b. Kata-kata sulit dari kasus.
c. Definisikan masalah
d. Daftar pertanyaan  jawaban dari hasil reference
e. Daftar pustaka
f. Membuat 10 soal multiple choice dan jawabanya dari laporan yang
telah dikerjakan.
1.9.3. Tugas dikumpulkan paling lambat 4 hari setelah diskusi.

1.10. Evaluasi

1.10.1. Penilaian Formatif


Penilaiannya meliputi:
a. Nilai pelaksanaan diskusi tutorial
Pada diskusi tutorial mahasiswa akan dinilai berdasarkan kehadiran,
aktifitas dan kreativitas, sikap dan interaksi serta relevansi.
b. Nilai laporan
Laporan hasil diskusi
c. Nilai UTS/UAS
Ujian tengah/akhir semester

1.10.2. Penilaian Sumatif


Prosentase penilaian adalah sebagai berikut:
a. Diskusi (keaktifan dan kecakapan) 20 %
b. Laporan 20 %
c. UTS dan UAS 60 %
Total 100 %

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


5
BAB II

MATERI PERKULIAHAN

2.1. Definisi Falsafah


Istilah filsafat bisa ditinjau dari dua segi, semantik dan praktis. Dari segi
semantik perkataan filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia yang berarti
philos = cinta, suka (loving) dan Sophia = pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi
philosopia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran.
Maksudnya, setiap orang yang berfilsafah akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta
kepada pengetahuan disebut philosopher dalam bahasa Arab disebut failasuf. Dari
segi praktis filsafat berarti alam pikiran atau alam berfikir. Berfilsafat artinya
berpikir. Namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat maknanya
berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.

Rene Descartes, seorang pelopor filsafat modern dan pelopor pembaharuan


pada abad ke 17 terkenal dengan ucapannya, “Cogito ergo Sum” yang bararti karena
berpikir, maka saya ada sebagai landasan filsafatnya. Berfilsafat berarti berpangkal
kepada suatu kebenaran yang fundamental atau pengalaman yang asasi. Menurut
Prof. dr. N. Driyarkara S. J. Filasafat adalah pikiran manusia yang radikal, dengan
mengesampingkan pendapat-pendapat dan pendirian-pendirian yang diterima saja
dengan mencoba memperlihatkan pandangan yang merupakan akar dari lain-lain
pandangan dan sikap praktis. Pandangan kepada sebab-sebab yang terakhir atau sebab
pertama (filsafat causes), dan tidak diarahkan kepada sebab yang terdekat (secondary
causes), sepanjang kemungkinan yang ada pada budi nurani manusia sesuai
kemampuannya.

Alfred Narth Whichead mendefinisikan filsafat adalah keinsyafan dan


pandangan jauh kedepan dan suatu kesadaran akan hidup. Pendeknya, kesadaran akan
kepentingan yang memberikan semangat kepada seluruh usaha peradaban manusia.
Beberapa pendapat para ahli mengenai filsafat yaitu :

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


6
1) Plato salah seorang murid Socrates yang hidup antara 427 – 347 Sebelum
Masehi mengartikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala yang
ada, serta pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
2) Aristoteles (382 – 322 S.M) murid Plato, mendefinisikan filsafat sebagai
ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan
estetika. Dia juga berpendapat bahwa filsafat itu menyelidiki sebab dan
asas segala benda.
3) Cicero (106 – 43 S.M). filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang
maha agung dan usaha-usaha mencapai hal tersebut.
4) Al Farabi (870 – 950 M). seorang Filsuf Muslim mendefinidikan Filsafat
sebagai ilmu pengetahuan tentang alam maujud, bagaimana hakikatnya
yang sebenarnya.
5) Immanuel Kant (1724 – 1804). Mendefinisikan Filsafat sebagai ilmu
pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya
empat persoalan yaitu :
a) Metafisika (apa yang dapat kita ketahui).
b) Etika (apa yang boleh kita kerjakan).
c) Agama (sampai dimanakah pengharapan kita)
d) Antropologi (apakah yang dinamakan manusia).
6) H.C Webb dalam bukunya History of Philosophy menyatakan bahwa
filsafat mengandung pengertian penyelidikan. Tidak hanya penyelidikan
hal-hal yang khusus dan tertentu saja, bahkan lebih-lebih mengenai sifat
– hakekat baik dari dunia kita, maupun dari cara hidup yang seharusnya
kita selenggarakan di dunia ini.
7) Harold H. Titus dalam bukunya Living Issues in Philosophy
mengemukakan beberapa pengertian filsafat yaitu :
a) Philosophy is an attitude toward life and universe (Filsafat adalah
sikap terhadap kehidupan dan alam semesta).
b) Philosophy is a method of reflective thinking and reasoned
inquiry (Filsafat adalah suatu metode berfikir reflektif dan
pengkajian secara rasional)

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


7
c) Philosophy is a group of problems (Filsafat adalah sekelompok
masalah)
d) Philosophy is a group of systems of thought (Filsafat adalah
serangkaian sistem berfikir)

2.2. Definisi Ilmu


Dalam Ensiklopedia Indonesia, Ilmu didefinisikan sebagai berikut : ilmu
Pengetahuan adalah suatu system dari pelbagai pengetahuan yang masing-masing
mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian rupa menurut
asas-asas tertentu, hingga menjadi kesatuan; suatu system dari pelbagai pengetahuan
yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang
dilakukan dan memberikan pemjelasan yang sistematis yang dapat
dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan sebab-sebab hal/kejadian itu. Harsojo,
Guru Besar antropolog di Universitas Pajajaran mendefinikan ilmu adalah akumulasi
pengetahuan yang disistematisasikan suatu pendekatan atau metode pendekatan
terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu
yang pada prinsipnya dapat diamati panca indera manusia.
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima –
ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui, sementara itu secara istilah ilmu diartikan
sebagai Idroku syai bi haqiqotih(mengetahui sesuatu secara hakiki). Dalam bahasa
Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan
dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science(berasal dari bahasa lati dari
kata Scio, Scire yang berarti tahu) umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan
dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang
sama. Sementara itu The Liang Gie menyatakan dilihat dari ruang lingkupnya
pengertian ilmu adalah sebagai berikut :
1) Ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebutkan segenap pengetahuan
ilmiah yang dipandang sebagai suatu kebulatan. Jadi ilmu mengacu pada ilmu
seumumnya.
2) Ilmu menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang
mempelajari pokok soal tertentu, ilmu berarti cabang ilmu khusus
Harsoyo mendefinisikan ilmu dengan melihat pada sudut proses historis dan
pendekatannya yaitu :

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


8
1) Ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematiskan atau kesatuan
pengetahuan yang terorganisasikan
2) Ilmu dapat pula dilihat sebagai suatu pendekatan atau suatu metode pendekatan
terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan
waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia.
Lebih jauh dengan memperhatikan pengertian-pengertian Ilmu sebagaimana
diungkapkan di atas, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan berkaitan dengan
pengertian ilmu yaitu :
1) Ilmu adalah sejenis pengetahuan
2) Tersusun atau disusun secara sistematis
3) Sistimatisasi dilakukan dengan menggunakan metode tertentu
4) Pemerolehannya dilakukan dengan cara studi, observasi, eksperimen.

Dengan demikian sesuatu yang bersifat pengetahuan biasa dapat menjadi suatu
pengetahuan ilmiah bila telah disusun secara sistematis serta mempunyai metode
berfikir yang jelas, karena pada dasarnya ilmu yang berkembang dewasa ini
merupakan akumulasi dari pengalaman/pengetahuan manusia yang terus difikirkan,
disistimatisasikan, serta diorganisir sehingga terbentuk menjadi suatu disiplin yang
mempunyai kekhasan dalam objeknya

2.3. Definisi Filsafat Ilmu

Dari penjelasan tentang definisi dari filsafat dan definisi dari Ilmu maka para
ahli telah banyak mengemukakan definisi/pengertian filsafat ilmu dengan sudut
pandangnya masing-masing, dan setiap sudut pandang tersebut amat penting guna
pemahaman yang komprehensif tentang makna filsafat ilmu, berikut ini akan
dikemukakan beberapa definisi filsafat ilmu.

Jujun S. Suriasumantri menyatakan bahwa filsafat ilmu merupakan bagian dari


epistemology yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu. Dalam bentuk pertanyaan,
pada dasar filsafat ilmu merupakan telahaan berkaitan dengan objek apa yang ditelaah
oleh ilmu (ontologi), bagaimana proses pemerolehan ilmu (epistemologi), dan
bagaimana manfaat ilmu (axiologi), oleh karena itu lingkup induk telaahan filsafat
ilmu adalah :

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


9
Ontologi berkaitan tentang apa obyek yang ditelaah ilmu, dalam kajian ini
mencakup masalah realitas dan penampakan (reality and appearance), serta bagaimana
hubungan ke dua hal tersebut dengan subjek/manusia. Epistemologi berkaitan dengan
bagaimana proses diperolehnya ilmu, bagaimana prosedurnya untuk memperoleh
pengetahuan ilmiah yang benar. Axiologi berkaitan dengan apa manfaat ilmu,
bagaimana hubungan etika dengan ilmu, serta bagaimana mengaplikasikan ilmu dalam
kehidupan. Peter Caw memberikan makna filsafat ilmu sebagai bagian dari filsafat
yang kegiatannya menelaah ilmu dalam kontek keseluruhan pengalaman manusia.
Steven R. Toulmin memaknai filsafat ilmu sebagai suatu disiplin yang diarahkan
untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan prosedur penelitian ilmiah,
penentuan argumen, dan anggapan-anggapan metafisik guna menilai dasar-dasar
validitas ilmu dari sudut pandang logika formal, dan metodologi praktis serta
metafisika.

Sementara itu White Beck lebih melihat filsafat ilmu sebagai kajian dan
evaluasi terhadap metode ilmiah untuk dapat difahami makna ilmu itu sendiri secara
keseluruhan, Masalah kajian atas metode ilmiah juga dikemukakan oleh Michael V.
Berry setelah mengungkapkan dua kajian lainnya yaitu logika teori ilmiah serta
hubungan antara teori dan eksperimen. Demikian juga halnya Benyamin yang
memasukan masalah metodologi dalam kajian filsafat ilmu disamping posisi ilmu itu
sendiri dalam konstelasi umum disiplin intelektual (keilmuan).

Menurut The Liang Gie, filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif
terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu
maupun hubungan ilmu dengan segala segi kehidupan manusia. Pengertian ini sangat
umum dan cakupannya luas, hal yang penting untuk difahami adalah bahwa filsafat
ilmu itu merupakan telaah kefilsafatan terhadap hal-hal yang berkaitan/menyangkut
ilmu, dan bukan kajian di dalam struktur ilmu itu sendiri. Terdapat beberapa istilah
dalam pustaka yang dipadankan dengan Filsafat ilmu seperti : Theory of science,
meta science, methodology, dan science of science, semua istilah tersebut nampaknya
menunjukan perbedaan dalam titik tekan pembahasan, namun semua itu pada dasarnya
tercakup dalam kajian filsafat ilmu.

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


10
Sementara itu Gahral Adian mendefinisikan filsafat ilmu sebagai cabang
filsafat yang mencoba mengkaji ilmu pengetahuan (ilmu) dari segi ciri-ciri dan cara
pemerolehannya. Filsafat ilmu selalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
mendasar/radikal terhadap ilmu seperti tentang apa ciri-ciri spesifik yang
menyebabkan sesuatu disebut ilmu, serta apa bedanya ilmu dengan pengetahuan biasa,
dan bagaimana cara pemerolehan ilmu, pertanyaan – pertanyaan tersebut dimaksudkan
untuk membongkar serta mengkaji asumsi-asumsi ilmu yang biasanya diterima begitu
saja (taken for granted), Dengan demikian filsafat ilmu merupakan jawaban filsafat
atas pertanyaan ilmu atau filsafat ilmu merupakan upaya penjelasan dan penelaahan
secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan ilmu.

Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan tentang apa itu filsafat
ilmu. Filsafat ilmu merupakan kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu,
sehingga filsafat ilmu perlu menjawab beberapa persoalan seperti landasan ontologis,
epistimologis dan aksiologis. Filsafat ilmu adalah proses berpikir secara mendalam
dan sungguh-sungguh mengenai hal-hal yang berkaitan dengan proses pendidikan dan
bidang keilmuan tertentu. Filsafat ilmu merupakan perenungan yang mempelajari ilmu
secara lebih mendalam, mengenai sebab akibat dan sebagainya.

2.4. Objek Kajian Filsafat Ilmu

Pada dasarnya, setiap ilmu memiliki dua macam objek , yaitu objek material
dan objek formal. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan,
seperti tubuh manusia adalah objek material ilmu kedokteran. Filsafat sebagai proses
berpikir yang sistematis dan adil juga memiliki objek material dan objek formal.
Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang
tampak dan ada yang tidak tampak. Objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang
ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan
adapun, objek formal, dan rasional adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal
dan rasional tentang segala yang ada. Setelah berjalan beberapa lama kajian yang
terkait dengan hal yang empiris semakain bercabang dan berkembang, sehingga
menimbulkan spesialisasi dan menampakkan kegunaan yang peraktis.

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


11
Dalam perspektif ini dapat diuraikan bahwa filsafat ilmu pada prinsipnya
memiliki dua obyek substantif dan dua obyek instrumentatif, yaitu:

2.4.1. Obyek Subtantif, yang terdiri dari dua hal,yaitu :


1) Fakta (Kenyataan)

Data empirik sensual tersebut harus obyektif tidak boleh masuk


subyektifitas peneliti. Fakta itu yang faktual ada phenomenology. Fakta
bukan sekedar data empirik sensual, tetapi data yang sudah dimaknai atau
diinterpretasikan, sehingga ada subyektifitas peneliti. Tetapi subyektifitas
di sini tidak berarti sesuai selera peneliti, subyektif disini dalam arti tetap
selektif sejak dari pengumpulan data, analisis sampai pada kesimpulan..
Data selektifnya mungkin berupa ide , moral dan lain-lain. Orang
mengamati terkait langsung dengan perhatiannya dan juga terkait pada
konsep-konsep yang dimiliki. Kenyataan itu terkonstruk dalam moral
realism, sesuatu itu sebagai nyata apabila ada korespondensi dan
koherensi antara empiri dengan skema rasional.

2) Kebenaran

Yang empirik faktual koheren dengan kebenaran transenden


berupa wahyu. Pragamatisme, mengakui kebenaran apabila faktual
berfungsi. Rumusan substantif tentang kebenaran ada beberapa teori,
menurut Michael Williams ada lima teori yang relevan tentang
kebenaran, yaitu:

a) Kebenaran Preposisi, yaitu teori kebenaran yang didasarkan pada


kebenaran proposisinya baik proposisi formal maupun proposisi
materialnya.
b) Kebenaran Korespondensi, teori kebenaran yang mendasarkan suatu
kebenaran pada adanya korespondensi antara pernyataan dengan
kenyataan (fakta yang satu dengan fakta yang lain). Selanjutnya teori
ini kemudian berkembang menjadi teori Kebenaran Struktural
Paradigmatik, yaitu teori kebenaran yang mendasarkan suatu

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


12
kebenaran pada upaya mengkonstruk beragam konsep dalam tatanan
struktur teori (struktur ilmu/structure of science) tertentu yang kokoh
untuk menyederhanakan yang kompleks atau sering
c) Kebenaran Koherensi atau Konsistensi, yaitu teori kebenaran yang
medasarkan suatu kebenaran pada adanya kesesuaian suatu
pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih
dahulu diketahui, diterima dan diakui kebenarannya.
d) Kebenaran Performatif, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa
sesuatu itu dianggap benar apabila dapat diaktualisasikan dalam
tindakan.
e) Kebenaran Pragmatik, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa
sesuatu itu benar apabila mempunyai kegunaan praktis. Dengan kata
lain sesuatu itu dianggap benar apabila mendatangkan manfaat dan
salah apabila tidak mendatangkan manfaat.

2.4.2. Obyek Instrumentatif, yang terdiri dari dua hal yaitu:

1) Konfirmasi

Fungsi ilmu adalah untuk menjelaskan, memprediksi proses dan


produk yang akan datang atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan
tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut dengan
menggunakan landasan: asumsi, postulat atau axioma yang sudah
dipastikan benar. Pemaknaan juga dapat ditampilkan sebagai konfirmi
probabilistik dengan menggunakan metode induktif, deduktif, reflektif.
Dalam ontologi dikenal pembuktian a priori dan a posteriori.

2) Logika Inferensi

Studi logika adalah studi tentang tipe-tipe tata pikir. Pada mulanya
logika dibangun oleh Aristoteles (384-322 SM) dengan mengetengahkan
tiga prinsip atau hukum pemikiran, yaitu : Principium Identitatis (Qanun
Dzatiyah), Principium Countradictionis (Qanun Ghairiyah), dan
Principium Exclutii Tertii (Qanun Imtina’). Logika ini sering juga disebut

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


13
dengan logika Inferensi karena kontribusi utama logika Aristoteles
tersebut adalah untuk membuat dan menguji inferensi. Dalam
perkembangan selanjutnya Logika Aristoteles juga sering disebut dengan
logika tradisional. Dalam hubungan ini Harold H. Titus menerapkan ilmu
pengetahuan mengisi filsafat dengan sejumlah besar materi aktual dan
deskriptif yang sangat perlu dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak
ilmuan yang juga filsuf. Para filosof terlatih dalam metode ilmiah dan
sering pula menuntut minat khusus dalam beberapa disiplin ilmu.

Beberapa pendapat ahli tentang objek kajian filsafat ilmu :

1)) Edward Madden menyatakan bahwa lingkup atau bidang kajian


filsafat ilmu adalah:
a) Probabilitas
a)) Induksi
b)) Hipotesis
c)) Ernest Nagel menyatakan bahwa lingkup atau bidang kajian
filsafat ilmu adalah:
 Logical pattern exhibited by explanation in the sciences
 Construction of scientific concepts
 Validation of scientific conclusions

2)) Scheffer menyatakan bahwa lingkup atau bidang kajian filsafat ilmu
adalah:
a) The role of science in society
b) The world pictured by science
c) The foundations of science
Objek kajian filsafat ilmu sebagaimana diungkapkan di atas di
dalamnya sebenarnya menunjukan masalah-masalah yang dikaji dalam
filsafat ilmu, masalah-masalah dalam filsafat ilmu pada dasarnya
menunjukan topik-topik kajian yang pastinya dapat masuk ke dalam
salah satu lingkup filsafat ilmu. Adapun masalah-masalah yang berada
dalam lingkup filsafat ilmu adalah (Ismaun) :
a) masalah-masalah metafisis tentang ilmu
MODUL STIKES HUSADA JOMBANG
14
b) masalah-masalah epistemologis tentang ilmu
c) masalah-masalah metodologis tentang ilmu
d) masalah-masalah logis tentang ilmu
e) masalah-masalah etis tentang ilmu
f) masalah-masalah tentang estetika

Metafisika merupakan telaahan atau teori tentang yang ada,


istilah metafisika ini terkadang dipadankan dengan ontologi jika
demikian, karena sebenarnya metafisika juga mencakup telaahan
lainnya seperti telaahan tentang bukti-bukti adanya Tuhan.
Epistemologi merupakan teori pengetahuan dalam arti umum baik itu
kajian mengenai pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah, maupun
pengetahuan filosofis. Metodologi ilmu adalah telaahan atas metode
yang dipergunakan oleh suatu ilmu, baik dilihat dari struktur logikanya,
maupun dalam hal validitas metodenya. Masalah logis berkaitan
dengan telaahan mengenai kaidah-kaidah berfikir benar, terutama
berkenaan dengan metode deduksi.

Problem etis berkaitan dengan aspek-aspek moral dari suatu


ilmu, apakah ilmu itu hanya untuk ilmu, ataukah ilmu juga perlu
memperhatikan kemanfaatannya dan kaidah-kaidah moral masyarakat.
Sementara itu masalah estetis berkaitan dengan dimensi keindahan atau
nilai-nilai keindahan dari suatu ilmu, terutama bila berkaitan dengan
aspek aplikasinya dalam kehidupan masyarakat.

2.5. Tujuan Belajar Filsafat Ilmu

Tujuan yang akan dicapai dalam proses belajar filsafat ilmu bagi mahasiswa
dan dosen adalah :

2.5.1. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat
memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


15
2.5.2. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di
berbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu
kontemporer secara historis.
2.5.3. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di
perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan non
ilmiah.
2.5.4. Mendorong para calon ilmuan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan
mengembangkannya.
2.5.5. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama
tidak ada pertentangan.

2.6. Fungsi dan Arah filsafat Ilmu

Fungsi atau manfaat dari mempelajari tentang filsafat ilmu adalah sebagai berikut :

2.6.1. Melatih berfikir radikal tentang hakekat ilmu


2.6.2. Melatih berfikir reflektif di dalam lingkup ilmu
2.6.3. Menghindarkan diri dari memutlakan kebenaran ilmiah, dan menganggap
bahwa ilmu sebagai satu-satunya cara memperoleh kebenaran
2.6.4. Menghidarkan diri dari egoisme ilmiah, yakni tidak menghargai sudut pandang
lain di luar bidang ilmunya.

2.7. Hubungan antara Filsafat dan Ilmu


2.7.1. Persamaan filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut:

1) Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek


selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
2) Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang
ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan
sebab-sebabnya.
3) Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang
bergandengan.
4) Keduanya mempunyai metode dan sistem.

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


16
5) Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya
timbul dari hasrat manusia (objektivitas), akan pengetahuan yang
mendalam.
6) keduanya menggunakan cara berfikir reflektif dalam upaya menghadapi
atau memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut
baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berfikiran terbuka serta sangat
konsern pada kebenaran, disamping perhatiannya pada pengetahuan yang
terorganisisr dan sistematis
2.7.2. Perbedaan filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut:

1) Objek material (lapangan) filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu


segala sesuatu yang ada (realita) sedangkan objek material ilmu
(pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. Artinya, ilmu itu
hanya erfokus pada disiplin bidang masing-masing secara kaku dan
terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam
disiplin tertentu.
2) Objek formal (sudut pandangan) filsafat itu bersifat non-fragmentaris,
karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas,
mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fregmentaris, spesifik
dan intensif. Disamping itu, objek formal ilmu itu bersifat teknik, yang
berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan
realita.
3) Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan daya
spekulasi, kritis dan pengawasan. Sedangkan ilmu haruslah diadakan riset
lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada
kegunaan pragmatis, sedang kegunaan filsafat timbul dari nilainya.
4) Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan
pada pengalaman realitassehari-hari. Sedangkan ilmu bersifat diskursif,
yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
5) Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, yang mutlak, dan mendalam
sampai mendasar (primary cause). Sedangkan ilmu menunjukkan sebab-
sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder
(secondary cause).

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


17
6) Ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan
deskriptif dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen
dan klasifikasi data pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan
hukum-hukum atas gejala-gejala tersebut. Sedangkan filsafat berupaya
mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif
dan mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia
2.7.3. Hubungan filsafat dengan ilmu adalah sebagai berikut:

1) Filasafat mempunyai objek yang lebih luas, sifatnya universal, sedangkan


ilmu-ilmu pengatahuan objeknya terbatas, khusus lapangannya saja.
2) Filsafat hendak memberikan pengetahuan, insight / pemahaman yang lebih
dalam dengan menunjukkan sebab-sebab yang terakhir, sedangkan ilmu
pengetahuan juga menunjukkan sebab-sebab tetapi tidak begitu mendalam.
Dengan suatu kalimat dapat dikatakan :

a) Ilmu pengetahuan mengatakan “bagaimana” barang-barang itu (to


know how . . . technical know how, managerial know how . . .
secondary causes, and proximate explanation ).
b) Filsafat mengatakan “ apa” barang-barang itu (to know what and why .
. . first causes, highest principles, and ultimate explanation).

3) Filsafat memberikan sintesis kepada ilmu-ilmu pengetahuan yang khusus,


mempersatukan, dan mengkoordinasikannya.
4) Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan ilmu pengetahuan,
tetapi sudut pandangnya berlainan. Jadi merupakan dua pengetahuan yang
tersendiri.

2.8. Epistimologi, Ontologi, Aksiologi, Pengetahuan Filsafat

Ontologi filsafat membicarakan hakikat filsafat, yaitu apa pengetahuan filsafat


itu sebenarnya. Struktur filsafat dibahas juga disini. Yang dimaksud struktur filsafat
disini ialah cabang-cabang filsafat serta isi (yaitu teori) dalam setiap cabang itu. Yang
dibicarakan disini hanyalah cabang-cabang saja, itupun hanya sebagian. Dalam
hakikat pengetahuan filsafat, Hatta mengatakan bahwa pengertian filsafat lebih baik
tidak dibicarakan lebih dulu, nanti bila orang telah banyak mempelajari filsafat orang
MODUL STIKES HUSADA JOMBANG
18
itu akan mengerti dengan sendirinya apa filsafat itu (Hatta, Alam Pikiran Yunani,
1966, I:3). Langeveld juga berpendapat seperti itu. Katanya, setelah orang berfilsafat
sendiri, barulah ia maklum apa filsafat itu, makin dalam ia berfilsafat akan semakin
mengerti ia apa filsafat itu (Langeveld, Menuju ke Pemikiran Filsafat, 1961:9).
Filsafat terdiri atas tiga cabang besar yaitu: ontologi, epistimologi, dan aksiologi.
Ketiga cabang itu sebenarnya merupakan satu kesatuan :

1) Ontologi membicarakan hakikat (segala sesuatu), ini berupa pengetahuan tentang


hakikat segala sesuatu.
2) Epistimologi membicarakan cara memperoleh pengetahuan itu.
3) Aksiologi membicarakan guna pengetahuan itu.

Ontologi mencakup banyak sekali filsafat, mungkin semua filsafat masuk


disini, misalnya Logika, Metafisika, Kosmologi, Teologi, Antropologi, Etika,
Estetika, Filsafat Pendidikan, Filsafat Hukum dan lain-lain. Epistimologi hanya
mencakup satu bidang saja yang disebut epistimologi yang membicarakan cara
memperoleh pengetahuan filsafat. Ini berlaku bagi setiap cabang filsafat. Sedangkan
Aksiologi hanya mencakup satu bidang filsafat yaitu aksiologi yang membicarakan
guna pengetahuan filsafat. Ini berlaku bagi semua cabang filsafat. Inilah kerangka
struktur filsafat. Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis tidak empiris.
Pernyataan ini menjelaskan bahwa ukuran kebenaran filsafat itu ialah logis tidaknya
pengetahuan itu. Bila logis berarti benar dan bila tidak logis berarti salah. Ada hal
yang patut diingat. Kita tidak boleh menuntut bukti empiris untuk membuktukan
kebenaran filsafat. Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis dan tidak
empiris. Bila logis dan tidak empiris itu adalah pengetahuan sains. Kebenaran teori
filsafat ditentukan oleh logis dan tidaknya teori itu. Ukuran logis dan tidaknya
tersebut akan terlihat pada argumen yang menghasilkan kesimpulan teori itu.

2.8.1. Ontologi Pengetahuan Filsafat

Ontologi filsafat membicarakan hakikat filsafat, yaitu apa pengetahuan


filsafat itu sebenarnya. Struktur filsafat dibahas juga disini. Yang dimaksud
struktur filsafat disini ialah cabang-cabang filsafat serta isi (yaitu teori) dalam
setiap cabang itu. Yang dibicarakan disini hanyalah cabang-cabang saja, itupun

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


19
hanya sebagian. Teori dalam setiap cabang tentu sangat banyak dan itu tidak
dibicarakan disini. Struktur dalam arti cabang-cabang filsafat sering juga disebut
sistematika filsafat. Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan
penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Jadi ontology adalah the theory of
being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Sedangkan
Noeng Muhadjir dalam bukunya Filsafat ilmu mengatakan, ontology membahas
tentang yang ada,yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi
membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta
universal. Ontologi berusaha mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan,
menurut istilah, ontology ialh ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada,
yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret mauun
rohani/abstrak.

Ontologi filsafat membicarakan hakikat filsafat, yaitu apa pengetahuan


filsafat itu sebenarnya. Struktur filsafat dibahas juga disini. Yang dimaksud
struktur filsafat disini ialah cabang-cabang filsafat serta isi (yaitu teori) dalam
setiap cabang itu. Yang dibicarakan disini hanyalah cabang-cabang saja, itupun
hanya sebagian. Teori dalam setiap cabang tentu sangat banyak dan itu tidak
dibicarakan disini. Struktur dalam arti cabang-cabang filsafat sering juga disebut
sistematika filsafat.

Di dalam pemahaman ontology dapat diketemukan pandangan-pandangan


pokok pemikiran sebagai berikut:

1) Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari selruh kenyataan itu
hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai
sumber yang asal, baik yang asal beupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat
masing-masing bebas dan berdiri sendiri.
2) Dualisme
Pandangan ini mengatakan bahwa hakikat itu ada dua. Aliran ini disebut
dualism. Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat
sebagai asal sumbernya.
3) Pluralisme
MODUL STIKES HUSADA JOMBANG
20
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam
bentuk itu semuanya nyata.
4) Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah
doktrin yang tidak mengakui validitas alternative yang positif.
5) Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda. Baik hakikat materi maupun hakikat rohani. Timbulnya alirqan ini
dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara
konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal.
2.8.2. Epistimologi Pengetahuan Filsafat
Epistimologi filsafat membicarakan tiga hal, yaitu objek filsafat (yaitu
yang dipikirkan), cara memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran kebenaran
(pengetahuan) filsafat. Istilah Epistemologi di dalam bahasa inggris di kenal
dengan istilah “Theory of knowledge”. Epistemologi berasal dari asal kata
“episteme” dan ”logos”. Epistime berarti pengetahuan, dan logos berarti teori.
Dalam rumusan yang lebih rinci di sebutkan bahwa epistemologi merupakan
salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalan dan radikal tentang
asal mula pengetahuan, structure, metode, dan validitas pengetahuan.

Di samping itu terdapat beberapa istilah yang maksudnya sama dengan


epistemologi ialah:

1) Gnosiologi
2) Logikal material
3) Criteriologi

Keseluruhan istilah tersebut di atas di dalam bahasa Indonesia pada


umumnya disebut filsafat pengetahuan. Dalam rumusan lain di sdebutkan
bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari soal tentang
watak,batas –batas dan berlakunyailmu pengetahuan: demikian rumusan yang
di ajukan oleh J.A.N. Mulder. Sebenarnya banyak ahli filsafat (filosof) maupun
sarjana filsafat yang merumuskan tentang epistemologi atau filsafat
MODUL STIKES HUSADA JOMBANG
21
pengetahuan. Apabila keseluruhan rumusan tersebut di renungkan maka dapat
di fahami bahwa prinsipnya epistemologi adalah bagian filsafat yang
membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, batas – batas, sifat metode dan keahlian pengetahuan. Oleh
karena itu sistematika penulisan epitemologi adalah terjadinya
pengetahuan,teori kebenaran, metode – metode ilmiah dan aliran – aliran teori
pengetahuan.

2.8.3. Aksiologi Pengetahuan Filsafat

Dalam aksiologi diuraikan dua hal, yang pertama tentang kegunaan


pengetahuan filsafat dan yang kedua tentang cara filsafat menyelesaikan
masalah. Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena
dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara
lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa
dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu.
singkatnya ilmu merupakan sarana untuk mencapai tujuan hidupnya. Untuk
mengetahui kegunaan filsafat, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat
sebagai tiga hal, pertama filsafat sebagai kumpulan teori filsafat, kedua filsafat
sebagai metode pemecahan masalah, dan ketiga filsafat sebagai pandangan
hidup (philosophy of life).

Mengetahui teori-teori filsafat amat perlu karena dunia dibentuk oleh


teori-teori itu. Jika anda tidak senang pada komunisme maka anda harus
mengetahui Marxsisme, karena teori filsafat untuk komunisme itu ada dalam
Maxsisme. Jika anda menyenangi ajaran syi’äh Dua Belas di Iran, maka anda
hendaknya mengetahui filsafat Mulla Shadra. Begitulah kira-kira. Dan jika
anda hendak membenuk dunia, baik dunia besar maupun dunia kecil (diri
sendiri), maka anda tidak dapat mengelak dari penggunaan teori filsafat. Jadi,
mengetahui teori-teori filsafat amatlah perlu. Filsafat sebagai teori filsafat juga
perlu dipelajari oleh orang yang akan menjadi pengajar dalam bidang filsafat.
Yang amat penting juga ialah filsafat sebagai methodology, yaitu cara
memecahkan masalah yang dihadapi. Disini filsafat digunakan sebagai satu
cara atau model pemecahan masalah secara mendalam dan universal. Filsafat
MODUL STIKES HUSADA JOMBANG
22
selalu mencari sebab terakhir dan dari sudut pandang seluas-luasnya. Hal ini
diuraikan pada bagian lain sesudah ini.

2.9. Hakikat Pengetahuan Filsafat

Hatta mengatakan bahwa pengertian filsafat lebih baik tidak dibicarakan lebih
dulu, nanti bila orang telah banyak mempelajari filsafat orang itu akan mengerti
dengan sendirinya apa filsafat itu (Hatta, Alam Pikiran Yunani, 1966, I:3). Langeveld
juga berpendapat seperti itu. Katanya, setelah orang berfilsafat sendiri, barulah ia
maklum apa filsafat itu, makin dalam ia berfilsafat akan semakin mengerti ia apa
filsafat itu (Langeveld, Menuju ke Pemikiran Filsafat, 1961:9). Pendapat Hatta dan
Langeveld itu benar, tetapi apa salahnya mencoba menjelaskan pengertian filsafat
dalam bentuk suatu uraian. Dalam uraian itu diharapkan pembaca mengetahui apa
filsafat itu, sekalipun belum lengkap. Dan dari situ akan dapat ditangkap apa itu
pengetahuan filsafat. Poedjawijatna (Pembimbing ke Alam Filsafat, 1974:11)
mendefinisikan filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab
yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan akal pikiran belaka.
Hasbullah Bakry (Sistematik Filsafat, 1971:11) mengatakan bahwa filsafat sejenis
pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan,
alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang
bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap
manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.

Definisi Poedjawijatna dan Hasbullah Bakry menjelaskan satu hal yang


penting yaitu bahwa filsafat itu pengetahuan yang diperoleh dari berpikir. Ciri khas
filsafat ialah ia diperoleh dengan berpikir dan hasilnya berupa pemikiran (yang logis
tetapi tidak empiris). Apa yang diingatkan oleh Hatta dan Langeveld memang ada
benarnya. Kita sebenarnya tidak cukup hanya mengatkan filsafat itu hasil pemikiran
yang tidak empiris, karena pernyataan itu memang belum lengkap. Bertnard Russel
menyatakan bahwa filsafat adalah the atemp to answer ultimate question critically
(Joe Park, Selected Reading in the Philosophy of Education, 1960:10). D. C. Mulder
(Pembimbing ke Dalam Ilmu Filsafat, 1966: 10) mendefinisikan filsafat sebagai
pengetahuan teoritis tentang susunan kenyataan sebagai keseluruhan. William james
(Encyclopedia of Philosophy, 1967:219) menyimpulkan bahwa filsafat ialah a
MODUL STIKES HUSADA JOMBANG
23
collective name for question which have asked them. Namun dengan mengatakan
bahwa filsafat ialah hasil pemikiran yang hanya logis, kita telah menyebutkan intisari
filsafat. Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan logis dan tidak empiris. Filsafat terdiri
atas tiga cabang besar yaitu: ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Ketiga cabang itu
sebenarnya merupakan satu kesatuan :

1) Ontologi membicarakan hakikat (segala sesuatu), ini berupa pengetahuan


tentang hakikat segala sesuatu.
2) Epistimologi membicarakan cara memperoleh pengetahuan itu.
3) Aksiologi membicarakan guna pengetahuan itu.

Ontologi mencakup banyak sekali filsafat, mungkin semua filsafat masuk


disini, misalnya Logika, Metafisika, Kosmologi, Teologi, Antropologi, Etika, Estetika,
Filsafat Pendidikan, Filsafat Hukum dan lain-lain. Epistimologi hanya mencakup satu
bidang saja yang disebut epistimologi yang membicarakan cara memperoleh
pengetahuan filsafat. Ini berlaku bagi setiap cabang filsafat. Sedangkan Aksiologi
hanya mencakup satu bidang filsafat yaitu aksiologi yang membicarakan guna
pengetahuan filsafat. Ini berlaku bagi semua cabang filsafat. Inilah kerangka struktur
filsafat.

2.10. Terjadinya Pengetahuan

Proses terjadinya pengetahuan menjadi masalah mendasar dalam epistemologi


sebab hal ini akan mewarnai pemikiran kefilsafatannya. Pandangan yang sederhana
dalam memikirkan proses terjadinya pengetahuan yaitu dalam sifatnya baik a priori
maupun a posteriori. Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa
adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indra maupun pengalaman batin.
Sedangkan a posteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman.
Di dalam mengetahui memerlukan alat yaitu: pengalaman indra (sence experience);
nalar (reason); otoritas (authority); intuisi (intitution); wahyu (revelation); dan
keyakinan (faith). Sepanjang sejarah kefilsafatan alat – alat untuk mengetahui tersebut
memiliki peranan masing – masing baik secara sendiri – sendiri maupun berpasangan
satu sama lain tergantung kepada filosof atau faham yang di anutnya. Dalam hal ini
dapat di lihat bukti – bukti sebagai berikut.

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


24
Pengetahuan di dapatkan dari pengamatan. Di dalam pengamatan indrawi tidak
dapat di tetapkan apa yang subjektif dan apa yang objektif. Jika kesan–kesan subjektif
di anggap sebagai kebenaran, hal itu mengakibatkan adanya gambaran–gambaran
yang kacau di dalam imajinasi. Segala pengetahuan di mulai dengan gambaran–
gambaran indrawi. Gambaran–gambaran itu kemudian di tingkatkan sampai kepada
tingkatan–tingkatan yang lebih tinggi, yaitu pengetahuan rasional dan pengetahuan
intuitif. Di dalam pengetahuan rasional orang hanya mengambil kesimpulan–
kesimpulan, tetapi di dalam pengetahuan intuitif orang memandang kepada idea–idea
yang berkaitan dengan Allah. Disini orang di masukkan ke dalam keharusan ilahi yang
kekal. Demikian menurut Baruch Spinoza sebagai salah seorang tokoh Resiesinalisme.
Pandangan Spinoza agak berbeda dengan pandangan Thomas Hobbes sebagai salah
seorang tokoh empirisme yang hidup pada tahun 1588 -1679. Menurutnya pengenalan
atau pengetahuan di peroleh karena pengalaman. Pengalaman adalah awal segala
pengetahuan. Juga awal pengetahuan tentang asas–asas yang di peroleh dan di
teguhkan oleh pengalaman. Segala ilmu pengetahuan di turunkan dari pengalaman.
Hanya pengalamanlah yang memberi jaminan akan kepastian.

Pengalaman dengan akal hanya mempunyai fungsi mekanisme semata – mata


sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan
pengurangan. Pengenalan dengan akal mukai dengan memakai kata–kata ( pengertian–
pengertian), yang hanya mewujudkan tanda–tanda yang menurut adat saja, dan
menjadikan roh manusia dapat memiliki gambaran dari hal – hal yang di ucapkan
dengan kata–kata itu. Pengertian–pengertian umum hanyalah nama saja, yaitu nama–
nama bagi gambaran–ganbaran ingatan tersebut, bukan nama–nama bendanya. Nama–
nama itu tidak mempunyai nilai objektif. Pendapat atau pertimbangan adalah
penggabungan dua nama, sedang silogisme adalah suatu soal hitung, di mana orang
bekerja dengan tiga nama. Yang di sebut pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas
segala pengamatan, yang di simpan di dalam ingatan dan di tentukan dengan suatu
pengharapan akan masa depan, sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa yang
lampau. Pengamatan inderawi terjadi karena gerak benda – benda di luar kita
menyebabkan adanya suatu gerak di dalam indera kita. Gerak ini di teruskan kepada
otak dan dari otak di teruskan ke jantung. Di dalam jantung timbulah suatu reaksi

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


25
suatu gerak dalam jurusan yang sebaliknya. Pengmatan yang sebenarnya terjadi pada
awal gerak reaksi tadi.

Sasaran yang diamati adalah sifat–sifat inderawi. Penginderaan disebabkan


karena tekanan objek atau sasaran. Kualitas di dalam objek–objek, yang sesuai dengan
penginderaan kita, bergerak menekan indera kita. Warna yang kita lihat, suara yang
kita dengar, bukan berada di dalam objek, melainkan di dalam subjeknya. Sifat sifat
inderawi tidak memberi gambaran tentang sebab yang menimbulkan penginderaan.
Ingatan, rasa senang dan todak senang dan segala gejala jiwani, bersandar semata–
mata pada asosiasi gambaran–gambaran yang murni bersifat mekanis. Sementara itu
salah seorang tokoh empirisme yang lain berpendapat bahwa segala pengetahuan
datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu. Akal (rasio) adalah pasif pada waktu
pengetahuan di dapatkan. Akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri.
Semula akal serupa dengan secarik kertas yang tanpa tulisan, yang menerima segala
sesuatu yang datang dari pengalaman. Locke tidak membedakan antara pengetahuan
inderawi dan pengetahuan akalis. Satu – satunya sasaran atau objek pengetahuan
adalah gagasan – gagasan atau ide – ide yang timbulnya karena pengalaman lahiriah
(sensation) dan karena pengalaman bathiniah ( reflection). Pengalamn lahiriah
mengajarkan kepada kita tentang hal – hal yang di luar kita, sedangkan pengalaman
batiniah mengajarkan tentang keadaan – keadaan psikis kita sendiri. Kedua macam
pengalaman ini jalin menjalin. Pengalaman lahiriah menghasilkan gejala–gejala psikis
yang harus di tanggapi oleh pengalaman batiniah.

Objek–objek pengalaman lahiriah itu mula – mula menjadi isi pengalaman,


karena di hisapkan oleh pengalaman bathiniah, artinya objek – objek itu tampil dalam
kesadaran. Dengan demikian menganal adalah identik dengan mengenal secara sadar.
Dalam hal ini Locke sama dengan Descrates. Segala sesuatu yang berada di luar kita
menimbulkan didalam diri kita gagasan – gagasan dari pengalaman lahiriah. Tujuan
berfilsafat ialah menemukan kebenaran yang sebenarnya, yang terdalam. Jika hasil
pemikiran itu disusun, maka susunan itulah yang kita sebut Sistematika Filsafat.
Sistematika atau struktur filsafat dalam garis besar terdiri atas ontologi, epistimologi
dan aksiologi. Isi setiap cabang filsafat ditentukan oleh objek apa yang diteliti
(dipikirkan)-nya. Jika ia memikirkan pendidikan maka jadilah Filsafat Pendidikan.
Jika ia memikirkan hukum maka jadilah Filsafata Hukum, dan lain sebagainya. Inilah
MODUL STIKES HUSADA JOMBANG
26
objek filsafat. Objek penelitian filsafat lebih luas dari objek penelitian sains. Sains
hanya meneliti objek yang ada, sedangkan filsafat meneliti objek yang ada dan
mungkin ada. Sebenarnya masih ada objek lain yang disebut objek forma yang
menjelaskan sifat kemendalaman penelitian filsafat.

2.11. Cara Memperoleh Pengetahuan Filsafat

Pertama-tama filosof harus membicarakan (mempertanggung jawabkan) cara


mereka memperoleh pengetahuan filsafat. Yang menyebabkan kita hormat kepada
para filosof antara lain ialah karena ketelitian mereka sebelum mencari pengetahuan
mereka membicarakan dan mempertanggungjawabkannya lebih dahulu cara
memperoleh pengetahuan tersebut. Sifat itu sering kurang dipedulikan oleh
kebanyakan orang. Pada umumnya orang mementingkan apa yang diperoleh atau
diketahui, bukan cara memperoleh atau mengetahuinya. Ini gegabah, para filosof
bukan orang yang gegabah. Berfilsafat ialah berfikir. Berfikir itu tentu menggunakan
akal. Menjadi persoalan, apa sebenarnya akal itu.

John Locke (Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, II, 1973:111) mempersoalkan


hal ini. Ia melihat, pada zamannya akal telah digunakan secara terlalu bebas, telah
digunakan sampai diluar batas kemampuan akal. Hasilnya ialah kekacauan pemikiran
pada masa itu. Manusia memperoleh pengetahuan filsafat dengan berpikir secara
mendalam tentang sesuatu yang abstrak. Mungkin juga objek pemikirannya sesuatu
yang konjret, tetapi yang hendak diketahuinya ialah bagian “di belakang” objek
konkret itu. Dus abstrak juga. Secara mendalam artinya ia hendak mengetahui bagian
yang abstrak sesuatu itu, ia ingin mengetahui sedalam-dalamnya. Dikatakan mendalam
tatkala ia sudah berhenti smpai tanda tanya. Dia tidak dapat maju lagi, di situlah orang
berhenti, dan ia telah mengetahui sesuatu itu secara mendalam. Jadi jelas, mendalam
bagi seseorang belum tentu mendalam bagi orang lain.

2.12. Ukuran Kebenaran Filsafat


Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis tidak empiris. Pernyataan ini
menjelaskan bahwa ukuran kebenaran filsafat itu ialah logis tidaknya pengetahuan itu.
Bila logis berarti benar dan bila tidak logis berarti salah. Ada hal yang patut diingat.
Kita tidak boleh menuntut bukti empiris untuk membuktukan kebenaran filsafat.

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


27
Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis dan tidak empiris. Bila logis dan
tidak empiris itu adalah pengetahuan sains. Kebenaran teori filsafat ditentukan oleh
logis dan tidaknya teori itu. Ukuran logis dan tidaknya tersebut akan terlihat pada
argumen yang menghasilkan kesimpulan teori itu. Fungsi argumen dalam filsafat
sangatlah penting, sama dengan fungsi data pada pengetahuan sains. Bobot teori
filsafat justru terletak pada kekuatan argumen bukan pada kekuatan konklusi. Karena
argumen itu menjadi kesatuan dengan konklusi, maka boleh juga diterima pendapat
yang mengatakan bahwa filsafat itu argumen. Kebenaran konklusi ditentukan oleh
argumennya.

2.13. Cara Filsafat Menyelesaikan Masalah


Kegunaan filsafat yang lain ialah sebagai methodology, maksudnya sebagai
metode dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah bahkan sebagai metode dalam
memandang dunia ( world view). Dalam hidup kita banyak menghadapi masalah.
Masalah artinya kesulitan. Kehidupan akan lebih enak jika masalah itu terselesaikan.
Ada banyak cara dalam menyelesaikan masalah, mulai dari yang sederhana sampai
yang rumit. Sesuai dengan sifatnya, filsafat menyelesaikan masalah secara mendalam
dan universal. Penyelesaian filsafat bersifat mendalam, artinya ia ingin mencari asal
masalah. Universal artinya filsafat ingin masalah itu dilihat dalam hubungan seluas-
luasnya agar nantinya penyelesaian itu cepat dan berakibat seluas mungkin.

2.14. Manfaat Menggunakan Ilmu Falsafat

Tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika
(kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisika (hakikat keaslian). Oleh
karena itu, dengan berfilsafat, seseorang akan lebih menjadi manusia, karena terus
melakukan perenungan akan menganalisa hakikat jasmani dan hakikat rohani manusia
dalam kehidupan di dunia agar bertindak bijaksana. Dengan berfilsafat seseorang
dapat memaknai makna hakikat hidup manusia, baik dalam lingkup pribadi maupun
sosial. Kebiasaan menganalisis segala sesuatu dalam hidup seperti yang diajarkan
dalam metode berfilsafat, akan menjadikan seseorang cerdas, kritis, sistematis, dan
objektif dalam melihat dan memecahkan beragam problema kehidupan, sehingga
mampu meraih kualitas, keunggulan dan kebahagiaan hidup.

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


28
Belajar filsafat akan melatih seseorang untuk mampu meningkatkan kualitas
berfikir secara mandiri, mampu membangun pribadi yang berkarakter, tidak mudah
terpengaruh oleh faktor eksternal, tetapi disisi lain masih mampu mengakui harkat
martabat orang lain, mengakui keberagaman dan keunggulan orang lain. Dengan
berfilsafat manusia selalu dilatih, dididik untuk berpikir secara universal,
multidimensional, komprehensif, dan mendalam. Belajar filsafat akan memberikan
dasar-dasar semua bidang kajian pengetahuan, memberikan pandangan yang sintesis
atau pemahaman atas hakikat kesatuan semua pengetahuan dan kehidupan manusia
lebih dipimpin oleh pengetahuan yang baik.

Berfilsafat ialah berusaha menemukan kebenaran tentang segala sesuatu


dengan menggunakan pemikiran secara serius. Plato menghendaki kepala negara
seharusnya seorang filsuf. Belajar filsafat merupakan salah satu bentuk latihan untuk
memperoleh kemampuan memecahkan masalah secara serius, menemukan akar
persoalan yang terdalam, menemukan sebab terakhir satu penampakan. Filsafat
memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan persoalan-
persoalan dalam hidup sehari-hari, memberikan pandangan yang luas, merupakan
sarana latihan untuk berpikir sendiri, memberikan dasar-dasar untuk hidup kita sendiri
(terutama dalam etika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan dan lainnya, seperti
sosiologi, Ilmu jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainya.

Manfaatnya filsafat adalah sebagai alat mencari kebenaran dari gejala


fenomena yang ada, mempertahankan, menunjang dan melawan/berdiri netral
terhadap pandangan filsafat lainnya. Memberikan pengertian tentang cara hidup,
pandangan hidup dan pandangan dunia. Memberikan ajaran tentang moral dan etika
yang berguna dalam kehidupan. Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk
kehidupan. Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai
aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dll.

Jadi untuk memahami landasan filosofik dalam memahami berbagai konsep


dan teori suatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori
ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam 2 fungsi, yaitu:
Sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendeskripsikan relasi normatif antara

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


29
hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupa menjelaskan
berbagai fenomena kecil ataupun besar sederhana.

Apabila dijabarkan, berikut ini manfaat atau kegunaan dari filsafat secara umum:

1) Diperoleh pengertian yang mendalam tentang manusia dan dunia


2) Diperoleh kemampuan untuk menganalisis secara terbuka dan kritis tentang
berbagai gejala dari bermacam pandangan
3) Diperoleh dasar metode dan wawasan yang lebih mendalam serta kritis dalam
melaksanakan studi pada ilmu-ilmu khusus
4) Diperoleh kenikmatan yang tinggi dalam berfilsafat (Plato)
5) Dengan berfilsafat manusia berpikir dan karena berpikir maka manusia ada.
Menurut Rene Descartes : karena berpikir maka saya ada (cogito ergo sum)
6) Diperoleh kesadaran akan kepentingan yang memberi semangat kepada seluruh
usaha peradaban (Alfred North Whitehead)
7) Filsafat merupakan sumber penyelidikan berdasarkan eksistensi tentang manusia
(Maurice Marleau Ponty)

Kegunaan filsafat secara khusus ( dalam lingkungan sosial budaya Indonesia menurut
Franz Magnis Suseno), meliputi:

1) Menghadapi tantangan modernisasi melalui perubahan pandangan hidup, nilai-


nilai dan norma filsafat agar dapat bersikap terbuka dan kritis;
2) Filsafat merupakan sarana yang baik untuk menggali kebudayaan, tradisi, dan
filsafat Indonesia serta untuk mengimplementasikannya;
3) kritik yang membangun terhadap berbagai ketidakadilan sosial dan pelanggaran
hak asasi manusia;
4) Merupakan dasar yang paling luas dan kritis dalam kehidupan intelektual di
lingkungan akademis;
5) Menyediakan dasar dan sarana bagi peningkatan hubungan antar umat beragama
berdasarkan Pancasila..

Manfaat lainnya dalam kaitannya terhadap ilmu:

1) Agar tidak terjebak dalam bahaya arogansi intelektual;


MODUL STIKES HUSADA JOMBANG
30
2) Kritis terhadap aktivitas ilmu / keilmuan;
3) Merefleksikan, menguji, mengkritik asumsi dan metode ilmu terus menerus
sehingga ilmuwan tetap berada dalam koridor yang benar;
4) Mempertanggungjawabkan metode keilmuwan secara logis dan rasional;
5) Memecahkan masalah keilmuwan secara cerdas dan valid;
6) Berfikir sintesis aplikatif (lintas ilmu kontekstual);

2.15. Kesimpulan

Dari pembahasan tentang pengertian dan ruang lingkup filsafat ilmu, maka
dapat kita ambil kesimpilan bahwa filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala
sesuatu yang ada (realita) sedangkan obyek material ilmu (pengetahuan ilmiah) itu
bersifat khusus dan empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang
masing-masing secara kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak
terkotak-kotak dalam disiplin tertentu. Filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena
mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan
mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik dan intensif. Filsafat sebagai
induk dari segala ilmu membangun kerangka berfikir dengan meletakkan tiga dasar
utama, yaitu ontologi, epistimologi dan axiologi. Maka Filsafat Ilmu merupakan
bagian dari epistimologi (filsafat ilmu pengetahuan yang secara spesifik mengkaji
hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah).

Ontologi filsafat membicarakan hakikat filsafat, yaitu apa pengetahuan filsafat


itu sebenarnya. Struktur filsafat dibahas juga disini. Yang dimaksud struktur filsafat
disini ialah cabang-cabang filsafat serta isi (yaitu teori) dalam setiap cabang itu. Yang
dibicarakan disini hanyalah cabang-cabang saja, itupun hanya sebagian. Teori dalam
setiap cabang tentu sangat banyak dan itu tidak dibicarakan disini. Struktur dalam arti
cabang-cabang filsafat sering juga disebut sistematika filsafat. Di dalam pemahaman
ontology dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut:
Monoisme, Dualisme, Pluralisme, Nihilisme, dan Agnostisisme. Epistimologi filsafat
membicarakan tiga hal, yaitu objek filsafat (yaitu yang dipikirkan), cara memperoleh
pengetahuan filsafat dan ukuran kebenaran (pengetahuan) filsafat. Istilah Epistemologi
di dalam bahasa inggris di kenal dengan istilah “Theory of knowledge”. Epistemologi
berasal dari asal kata “episteme” dan ”logos”.
MODUL STIKES HUSADA JOMBANG
31
Epistime berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Dalam rumusan yang
lebih rinci di sebutkan bahwa epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang
mengkaji secara mendalan dan radikal tentang asal mula pengetahuan, structure,
metode, dan validitas pengetahuan. Pengetahuan di dapatkan dari pengamatan. Di
dalam pengamatan indrawi tidak dapat di tetapkan apa yang subjektif dan apa yang
objektif. Jika kesan–kesan subjektif di anggap sebagai kebenaran, hal itu
mengakibatkan adanya gambaran–gambaran yang kacau di dalam imajinasi. Segala
pengetahuan di mulai dengan gambaran–gambaran indrawi. Gambaran–gambaran itu
kemudian di tingkatkan sampai kepada tingkatan–tingkatan yang lebih tinggi, yaitu
pengetahuan rasional dan pengetahuan intuitif. Di dalam pengetahuan rasional orang
hanya mengambil kesimpulan–kesimpulan, tetapi di dalam pengetahuan intuitif orang
memandang kepada idea–idea yang berkaitan dengan Allah.

Disini orang di masukkan ke dalam keharusan ilahi yang kekal. Demikian


menurut Baruch Spinoza sebagai salah seorang tokoh Resiesinalisme. Kegunaan
filsafat yang lain ialah sebagai methodology, maksudnya sebagai metode dalam
menghadapi dan menyelesaikan masalah bahkan sebagai metode dalam memandang
dunia ( world view). Dalam hidup kita banyak menghadapi masalah. Masalah artinya
kesulitan. Kehidupan akan lebih enak jika masalah itu terselesaikan. Ada banyak cara
dalam menyelesaikan masalah, mulai dari yang sederhana sampai yang rumit. Sesuai
dengan sifatnya, filsafat menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal.
Penyelesaian filsafat bersifat mendalam, artinya ia ingin mencari asal masalah.
Universal artinya filsafat ingin masalah itu dilihat dalam hubungan seluas-luasnya
agar nantinya penyelesaian itu cepat dan berakibat seluas mungkin.

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


32
DAFTAR PUSTAKA

Kozier, B., Erb, G.,Berwan, A.J., & Burke,K. (2008). Fundamentals of


Nursing:Concepts, Process, and Practice. New Jersey: Prentice Hall Health.

Potter, P.A. & Perry,A.G. (2009). Fundamentals of Nursing. 7th Edition.


Singapore:Elsevier Pte.Ltd.

Rubenfeld, M.G. & Scheffer, B.K. (1999)Critical Thinking in Nursing: An Alternative


Approach, 2nd Ed. Philadelphia: Lippincott.

Rubenfeld, M.G. & Scheffer, B.K. (2010)Critical Thinking Tactics for nurses, 2nd
Ed.Jones and Bartlett Publishers.

Tomey, A.M. & Alligood, M.R. (2010). Nursing Theorists and Their Work. Philadelphia:
Mosby, Inc.

MODUL STIKES HUSADA JOMBANG


33

Anda mungkin juga menyukai