Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH BERPIKIR KRITIS DALAM MANAJEMEN

KASUS KEPERAWATAN ANAK

OLEH :

1. NI WAYAN RESMIATI (20)


2. DEWA AYU SRI UTAMI (21)

KELAS B/PROGRAM STUDI PROFESI NERS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga penulis
berhasil menyelesaikan makalah ini puji syukur tepat pada waktunya yang
berjudul “Berpikir Kritis Dalam Manajemen Kasus Keperawatan
Anak”
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu di harapkan demi kesempurnaan makalah ini..
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai
akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa merestui segala usaha
kita.

Denpasar, 18 Juni 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................2

C. Tujuan Penulisan...................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3

A. Definisi Berpikir Kritis.........................................................................3

B. Karakteristik berpikir kritis...................................................................3

C. faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis................................. 4

D. penerapan berpikir kritis dalam keperawatan....................................... 6

E. Tahap – tahap berpikir kritis dalam keperawatan.................................7

F. Definisi manajemen kasus..................................................................10

G. Tujuan manajemen kasus....................................................................11

H. Kelebihan manajemen kasus...............................................................12

I. Kekurangan manajemen kasus............................................................12

iii
J. Sistem pelayanan di Rumah Sakit menggunakan manajemen kasus
13

BAB III PENUTUP.........................................................................................14

A. Simpulan................................................................................................14

B. Saran......................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................15

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berpikir kritis merupakan pemikiran berorientasi pada tujuan terarah,dan
reflektif. Pemikiran ini ditujukan pada diri yang berfokus pada apa yang harus
diyakini atau dilakukan pada situasi tertentu. Berpikir kritis melibatkan sikap dan
keterampilan, perawat menggunakan berpikir kritis untuk mengumpulkan dan
menginterprestasikan informasi, mempertimbangkan kebutuhan pasien dan
menentukan intervensi yang tepat dan asuhan keperawatan yang tepat. Diperlukan
latihan untuk membuat berpikirkritis menjadi komponen integral penalaran klinis
yang utuh yang dimiliki perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan.
Keperawatan anak adalah pelayanan profesional yang didasarkan pada
ilmu keperawatan anak dan tehnik keperawatan anak berbentuk pelayanan bio-
psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan pada anak 0-18 tahun dalam
keadaan sehat maupun sakit dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan. Pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan melibatkan keluarga
dan tenaga kesehatan lain sesuai dengan lingkup kewenangan dan tanggung
jawabnya. Asuhan keperawatan merupakan suatu pendekatan untuk pemecahan
masalah pada pasien dengan memberikan pelayanan keperawatan perawat sebagai
bagian dari pemberi pelayanan kesehatan yaitu memberi asuhan keperawatan
dengan menggunakan proses keperawatan selalu dituntut untuk berpikir kritis
dalam melakukan proses keperawatan dengan kasus yang memberikan gambaran
kepada perawat tentang pemberian asuhan keperawatan yang bermutu.
Manajemen kasus adalah suatu layanan yang mengaitkan serta
mengkoordinasikan bantuan dari institusi dan lembaga yang memberikan
dukungan medis, psikososial dan praktis bagi individu yang membutuhkan dan
dapat membantu proses keperawatan yang digunakan seorang perawat untuk
membantu memecahkan masalah pasien. Untuk melakukan proses perawatan
perawat dituntut melakukan aktifitas kognitif dalam berpikir kritis yang
diperlukan beberapa komponen pengetauhan, pengalaman, kompetensi sikap dan

1
professi berpikir kritis dalam proses keperawatan mulai dari tahap,pengkajian,
diagnosis keperawatan, perencanaan keperawatan,pelaksanaan dan evaluasi yang
merupakan 2rofessi praktik keperawatan professional. Diperlukan latihan untuk
membuat berpikir kritis menjadi komponen integral penalaran klinis yang utuh
yang dimiliki perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Berpikir Kritis
1) Apa itu berpikir kritis ?
2) Apa saja karakteristik dari berpikir kritis ?
3) Apa saja factor – factor yang mempengaruhi berpikir kritis ?
4) Bagaimana penerapan berpikir kritis dalam keperawatan ?
5) Apa saja tahap-tahap berpikir kritis dalam keperawatan ?

2. Manajemen kasus pada keperawatan anak


1) Apa itu definisi manajemen kasus ?
2) Apa saja tujuan manajemen kasus ?
3) Apa saja kelebihan dari manajemen kasus ?
4) Apa saja kekurangan dari manajemen kasus ?
5) Bagaimana sistem pelayanan di rumah sakit menggunakan manajemen
kasus ?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa lebih memahami
pengetahuan dan pengaplikasian dari topik pembahasan mengenai berpikir kritis
dalam manajemen kasus pada keperawatan anak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Berpikir Kritis


2.1.1 Definisi Berpikir Kritis
Berpikir kritis merupakan proses mental untuk menganalisis dan
mengevaluasi informasi. Informasi tersebut didapatkan dari hasil pengamatan,
pengamalam, akal sehat atau komunikasi. Berpikir kritis merupakan proses
berpikir berpikir intelektual dimana pemikir dengan sengaja menilai kualitas
pemikirannya, pemikir menggunakan pemikiran yang reflektif, interpenden,
jernih, dan rasional. Menurut Halpen ( dalam Achmad, 2007 ).
Menurut para ahli Pery dan Potter (2005), berpikir kritis adalah suatu
proses dimana seseorang atau individu dituntut untuk menginterfensikan atau
mengefaluasi informasi untuk membuat sebuah penilain atau keputusan
berdasarkan kemampuan,menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman.

2.1.2 Karakteristik berpikir kritis


Karakteristik berpikir kritis adalah:
1. Konseptualisasi
Konseptualisasi artinya : proses intelektual membentuk suatu konsep. 
Sedangkan konsep adalah fenomena atau pandangan mental  tentang
realitas, pikiran-pikiran tentang kejadian, objek atribut, dan sejenisnya.
Dengan demikian konseptualisasi merupakan pikiran abstrak yang
digenerilisasi secara otomatis menjadi simbol-simbol dan disimpan dalam
otak.
2. Rasional dan Beralasan
Artinya argumen yang diberikan selalu berdasarkan analisis dan mempunyai
dasar kuat dari fakta fenomena nyata.
3. Reflektif
Artinya bahwa seseorang pemikir kritis tidak menggunakan asumsi atau
presepsi dalam berpikir atau mengambil keputusan tetapi akan menyediakan

3
waktu untuk mengumpulkan data dan menganalisisnya berdasarkan disiplin
ilmu. Fakta dan kejadian.
4. Bangian dari suatu sikap
Yaitu pemahaman dari suatu sikap yang harus diambil pemikir kritis akan
selalu menguji apakah sesuatu yang dihadapi itu lebih baik atau lebih buruk
dibanding yang lain.
5. Kemandirian berpikir
Seorang berpikir kritis selalu berpikir dalam dirinya tidak pasif menerima
pemikiran dan keyakinan orang lain menganalisis semua isu, memutuskan
secara benar dan dapat dipercaya.
6. Berpikir adil dan terbuka
Yaitu mencoba untuk beruubah dari pemikiran yang salah dan kurang
menguntungkan menjadi benar dan lebih baik. 
7. Pengambilan keputusan berdasarkan keyakinan
Berpikir kritis dingunakan untuk mengevaluasi suatu argumentasi dan
kesimpulan, mencipta suatu pemikiran baru dan alternatif solusi tindakan
yang akan diambil.
8. Watak (dispositions)
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap
skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap
berbagai data dan pendapat, respek tehadap  kejelasan dan ketelitian,
mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap
ketika terdapat sebuah pendapat yang diangapnya baik.
9. Kriteria (criteria)
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk
sampai kearah mana maka harus menemukan sesuatu untuk  diputuskan atau
dipercayai.meskipun sebuah argumen dapat disusun dari berapa sumber
pembelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita
akan menerapkan standarlisasi maka haruslah berdasarkan relenfansi,
keakuratan fakta-fakta, berdasarkan sumber yang kredibel, teliti tidak benas

4
dari logika yang keliru, logika yang konsisten dan pertimbangan yang
matang.
10. Sudut pandang
Yaitu cara memandang atau menafkirkan dunia ini, yang akan menentukan
kontruksi makna.seseorang yang berfikir dengan kritis akan memandang
sebuah penomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.

2.1.3 Faktor – factor yang mempengaruhi berpikir kritis


Kemampuan berpikir kritis setiap orang itu berbeda-beda. Banyak faktor
yang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir perawat. Rubenfeld &
Scheffer (2007/1999) dan Maryam, Setiawati, Ekasari (2008) menyatakan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan berpikri kritis seseorang,
yaitu:
1. Kondisi fisik
Kondisi fisik sanagt mempengaruhi kemampuan seseorang dalam berpikir
kritis.
2. Keyakinan diri/motivasi
Lewin (1935) dalam Maryam, Setiawati, Ekasari (2008) mengatakan
motivasi sebagai pergerakan positif atau negative menuju pencapaian
tujuan.
3. Kecemasan
Kecemasan dapat mempengaruhi kualitas pemikiran seseorang. Rubenfeld
& Scheffer (2007/1999) menyatakan bahwa peningkatan kecemasan dapat
menurunkan kemampuan berpikir dan sangat membatasi model inquiry
(penyelidikan), new ideas and creativity (ide baru kreativitas), dan knowing
how you think (tahu bagaimana kamu berpikir).
4. Kebiasaan dan rutinitas
Salah satu faktor yang dapat menurunkan kemampuan berpikir kritis adalah
terjebak dalam rutinitas, dan cara tersering yang membuat kita terjebak
dalam rutinitas adalah penggunaan model kebiasaan yang berlebihan.
Rubendfeld & Scheffer (2007/1999) menyatakan bahwa kebiasaan dapat

5
menghambat penggunaan inquiry (penyelidikan) new ideas and creativity
(ide baru dan kreativitas).
5. Perkembangan intelektual
Perkembangan intelektual berkenaan dengan kecerdasan. Kecerdasan adalah
kemampuan mental seseorang untuk merespons dan menyelesaikan suatu
persoalan, menghubungkan atau menyatukan satu hal dengan yang lain, dan
dapat merespons dengan baik terhadap stimulus. Di dalamnya terdiri dari
penilaian (judgement), pengertian (comprehension), penalaran (reasoning).
6. Konsistensi
Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat harus mampu
menggunakan keterampilan berpikir mereka, menaikkan kekuatannya
sampai tingkat tinggi dan selalu menjadi pemikir hebat.
7. Perasaan
Perasaan atau emosi biasanya diidentifikasi dalam satu kata yaitu sedih,
lega, senang, frustasi, bingung, marah, dan lain-lain.
8. Pengalaman
Pengalaman dalam hidup merupakan asset yang berharga dalam mempelajri
keperawatan.

2.1.4 Penerapan berpikir kritis pada keperawatan

Ada 4 hal pokok penerapan berfikir kritis dalam keperawatan, yaitu:


1. Penggunaan bahasa dalam keperawatan
Berfikir kritis adalah kemampuan menggunakan bahasa secara reflektif.
perawat menggunakan bahasa verbal dan nonverbal dalam mengekspresikan
idea, fikiran, info, fakta, perasaan, keyakinan dan sikapnya terhadap klien,
sesama perawat, profesi. Secara nonverbal saat melakukan pedokumentasian
keperawatan.
2. Argumentasi dalam keperawatan
Sehari-hari perawat dihadapkan pada situasi harus berargumentasi untuk
menemukan, menjelaskan kebenaran, mengklarifikasi isu, memberikan
penjelasan, mempertahankan terhadap suatu tuntutan/tuduhan. Badman and

6
Badman (1988) argumentasi terkait dengan konsep berfikir dalam
keperawatan berhubungan dengan situasi perdebatan, upaya untuk
mempengaruhi individu ataupun kelompok.
3. Pengambilan keputusan dalam keperawatan
Sehari-hari perawat harus mengambil keputusan yang tepat.
4. Penerapan proses keperawatan
Perawat berfikir kritis pada setiap langkah proses keperawatan
a. Pengkajian: mengumpulkan data, melakukan observasi dalam
pengumpulan data berfikir kritis, mengelola dan mengkatagorikan data
menggunakan ilmu-ilmu lain.
b. Perumusan diagnosa keperawatan: tahap pengambilan keputusan yang
paling kritis, menentukan masalah dan dengan argumen yaitu secara
rasional.
c. Perencanaan keperawatan: menggunakan pengetahuan untuk
mengembangkan hasil yang diharapkan, keterampilan guna mensintesa
ilmu yang dimiliki untuk memilih tindakan.
d. Pelaksanaan keperawatan: pelaksanaan tindakan keperawatan adalkah
keterampilan dalam menguji hipotesa, tindakasn nyata yang menentukan
tingkat keberhasilan.
e. Evaluasi keperawatan: mengkaji efektifitas tindakan, perawat harus
dapat mengambil keputusan tentang pemenuhan kebutuhan dasar klien.

2.1.5 Tahap – tahap berpikir kritis dalam proses keperawatan

Berikut ini tahap-tahap dari berpikir kritis antara lain :


1. Pendekatan Berpikir Kritis Untuk Pengkajian
Dalam lingkungan perawatan kesehatan yang kompleks sekarang ini,
perawat harus mampu memecahkan masalah secara akurat, menyeluruh, dan
cepat. Hal ini berarti bahwa perawat harus mampu menelaah informasi
dalam jumlah yang sangat banyak untuk membuat penilaian kritis.
Penting artinya bagi perawat untuk belajar berpikir secara kritis tentang apa
yang harus dikaji. Penilaian mandiri tentang kapan pertanyaan atau

7
pengukuran diperlukan adalah dipengaruhi oleh pengetahuan  dan
pengalaman klinik perawat (Gordon, 1994).
2. Berpikir Kritis dan Proses Diagnostik Keperawatan
Berpikir kritis adalah pemeriksaan data, pengumpulan informasi dari
literatur, pengorganisasian pengamatan, dan penelitian atas pengalaman
masa lalu (Bandman & Bandman, 1995). Penggunaannya dalam perumusan
diagnosa keperawatan adalah penting. Pada saat asuhan keperawatan meluas
ke dalam berbagai lingkungan perawatan kesehatan, makin banyak aspek
berpikir kritis diperlukan dalam pertimbangan dan penilaian diagnostic
(Gordon, 1994).
Proses diagnostik ini memadukan ketrampilan berpikir kritis dalam langkah-
langkah pembuatan keputusan yang digunakan perawat untuk
mengembangkan pernyataan diagnostik (Carnevali, 1984; Carnevali &
Thomas, 1993). Proses ini mencakup analisis dan interpretasi data
pengkajian, identifikasi masalah, dan merumuskan diagnosa keperawatan.
3. Berpikir Kritis dan Merancang Intervensi Keperawatan
Memilih intervensi keperawatan yang sesuai adalah proses pembuatan
keputusan (Bulechek & McCloskey, 1990). Perawat secara kritis
mengevaluasi data pengkajian, prioritas, pengetahuan, dan pengalaman
untuk memilih tindakan yang akan secara berhasil memenuhi tujuan dan
hasil yang diperkirakan yang telah ditetapkan (Gordon, 1994; Gordon et al,
1994).
4. Keterampilan Berpikir Kritis dan Pengimplementasian Intervensi
Keperawatan
Perawat membuat dua jenis keputusan yang besar dalam proses
keperawatan. Proses diagnostik menentukan kekuatan dan masalah klien
saat pembuatan konklusi pengkajian dan sepanjang fase diagnostic
(Bandman & Bandman, 1994; Mc Farland dan Mc Farlane, 1989). Perawat
kemudian menggunakan pendekatan metodis, sistematis, yang didasarkan
pada riset untuk merencanakan dan memilih intervensi yang sesuai
(Bulechek & McCloskey, 1995; Gordon, 1987, 1994).

8
Peserta didik harus cermat memilih intervensi yang dirancang untuk
mencapai hasil yang diharapkan dan mengetahui perbedaan antara intervensi
perawat dan intervensi dokter.
5. Revisi Rencana Perawatan dan Berpikir Kritis
Sejalan dengan telah dievaluasinya tujuan, penyesuaian terhadap rencana
asuhan dibuat sesuai dengan keperluan. Jika tujuan telah terpenuhi dengan
baik, bagian dari rencana asuhan tersebut dihentikan. Tujuan yang tidak
terpenuhi dan tujuan yang sebagian terpenuhi mengharuskan perawat untuk
mengaktifkan kembali urutan dari proses keperawatan. Setelah perawat
mengkaji klien kembali, diagnosa keperawatan dapat dimodifikasi atau
ditambahkan dengan tujuan, hasil yang diharapkan sesuai, dan intervensi
ditegakkan. Perawat juga menetapkan kembali prioritas.
Hal ini merupakan langkah penting dalam berpikir kritis mengetahui
bagaimana klien mengalami kemajuan dan bagaimana masalah dapat
teratasi atau memburuk. Perawat dengan cermat memantau dan deteksi dini
terhadap masalah adalah pertahankan garis depan klien (Benner, 1984).

2.2 Manajemen kasus dalam manajemen keperawatan anak


Keperawatan anak merupakan keyakinan atau pandangan yang dimiliki
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan pada anak yang berfokus
pada keluarga (family centered care), pencegahan terhadap trauma (atrumatic
care), dan manajemen kasus. Dalam dunia keperawatan anak, perawat perlu
memahami, menginggat adanya beberapa prinsip yang berbeda dalam
penerapan asuhan dikarenakan anak bukan miniatur orang dewasa tetapi
sebagai individu yang unik (Hidayat, 2005). Keluarga merupakan unsur
penting dalam perawatan anak mengingat anak bagian dari keluarga, dalam
keperawatan anak harus mengenal keluarga sebagai tempat tinggal atau sebagai
konstanta tetap dalam kehidupan anak (Wong,Perry & Hockenbery, 2002).
Sebagai perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan anak, harus
mampu memfasilitasi keluarga dalam berbagai bentuk pelayanan kesehatan
baik berupa pemberian tindakan keperawatan langsung maupun pemberian

9
pendidikan kesehatan pada anak. Selain itu, keperawatan anak perlu
memperhatikan kehidupan sosial, budaya dan ekonomi keluarga karena tingkat
sosial, budaya dan ekonomi dari keluarga dapat menentukan pola kehidupan
anak selanjutnya faktor-faktor tersebut sangat menentukan perkembangan anak
dalam kehidupan di masyarakat.

2.2.1 Definisi managemen kasus


Case management didefinisikan sebagai suatu proses perencanaan,
koordinasi, pengelolaan, dan penelaahan asuhan seorang pasien. Tujuan umum
adalah untuk mengembangkan cara-cara yang efisien dengan biaya efektif dalam
mengkoordinasikan pelayanan-pelayanan yang meningkatkan kualitas hidup
(Ross, Curry, dan Goodwin, 2011). Suatu model klinis untuk manajemen strategi
kendali mutu dan biaya, dibuat untuk memfasilitasi hasil pasien yang diharapkan
dalam lama perawatan yang layak/ patut dan dengan manajemen sumber daya
yang sesuai (Cesta, 2009). Manajemen kasus merupakan suatu sistem pelayanan
yang mengkoordinasikan dan melanjutkan suatu jaringan dukungan-dukungan
formal dan informal serta aktifitas-aktifitas yang direncanakan untuk
mengoptimalkan fungsi dan kesejahteraan orang dengan kebutuhan- kebutuhan
yang beraneka ragam ( Moxley, 2008).
Manajemen kasus Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan
yang berfokus pada kesejahteraan sehingga perawat bertanggung jawab secara
komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan anak (mengolah kasus)
misalnya: anak merasakan gangguan psikologis, rasa cemas dan takut; praktik
keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan keluarga melalui upaya
mencegah, mengkaji, mengintervensi, dan meningkatkan kesejahteraan hidup
dengan menggunakan proses keperawatan yang sesuai dengan aspek moral (etik)
dan aspek hukum (legal) (Supartini, 2004). Kemampuan perawat dalam
memberikan pendidikan dan ketrampilan dalam mengelola kasus keperawatan
pada anak selama di hospitalisasi akan mampu memberikan keterlibatan

10
keluarga khususnya orang tua pasien dalam melakukan perawatan terhadap
anaknya.

2.2.2 Tujuan managemen kasus


Menurut Tappen, R.M (l995) Tujuan manajemen kasus adalah sebagai berikut :
1. Menetapkan pencapaian tujuan asuhan keperawatan dengan standar yang
berfokus pada keluarga.
Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan keluarga untuk
mencegah, mengkaji, mengintervensi, dan meningkatkan kesejahteraan hidup
dengan menggunakan proses keperawatan yang sesuai dengan aspek moral
(etik) dan aspek hukum (legal).
2. Memfasilitasi ketergantungan pasien sesingkat mungkin
Anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain
sesuai dengan usia tumbuh kembang. Kebutuhan tersebut dapat meliputi
kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, dan spiritual; berorientasi pada upaya
promotif dan preventif. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya
pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian pada anak
3. Menggunakan sumber daya seefisien mungkin
4. Efesiensi biaya
5. Memfasilitasi secara berkesinambungan asuhan dengan tim lainya
Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik. Prinsip
ini mengandung arti bahwa tidak boleh memandang anak dari ukuran fisik
saja, anak mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan menuju proses
kematangan; anak mempunyai kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangan.
Jadi asuhan perawatan pada anak tidak dapat berproses secara maksimal jika
tidak ada kerja tim seperti dokter, analis kesehatan, ahli gizi, bidan dan yang
lainnya.
6. Pengembangan profesionalisme dan kepuasan kerja.
Kerja tim sangat berperan penting dalam asuhan perawatan anak sehingga
berkembangnya petugas professional pada bidangnya dan mencapai kepuasan
tersendiri.

11
7. Memfasilitasi alih ilmu pengetahuan.
Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada
kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab komprehensif dalam
dalam memberikan asuhan keperawatan anak, jadi perawat harus lebih
banyak menimbang ilmu pengetahuan agar tercapai asuhan keperawatan yang
maksimal.

2.2.3 Kelebihan Manajemen Kasus pada Keperawatan anak


Menurut Gillies (1998) Kelebihan manajemen kasus adalah sebagai berikut:
1) Bersifat continue dan conprehensife perawat dalam metode kasus
mendapatkan akutanbilitas dalam metode perawat dalam metode kasus
terhadap pasien perawat, dokter dan rumah sakit. Keuntungan yang dirasakan
adalah pasien merasa dimanusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara
individu. Selain itu asuhan diberikan bermutu tinggi dan tercapai pelayanan
yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan
advokasi sehingga pasien merasa puas.
2) Dokter juga merasa puas dengan model primer karena senantiasa
mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yang selalu diperbaruhi dan
komprehensif.
3) Masalah pasien dan keluarga dapat dipahami oleh perawat.
4) Kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai.

2.2.4 Kekurangan Manajemen Kasus pada Keperawatan Anak


Menurut Nursalam (2009) Kekurangan manajement kasus sebagai berikut:
1) Kemampuan tenaga perawat pelaksanaan dan siswa perawat yang terbatas
sehingga tidak mampu memberikan asuhan secara menyeluruh.
2) Membutuhkan banyak tenaga
3) Beban kerja tinggi terutama jika klien banyak sehingga tugas rutin yang
sederhana terlewatkan.

12
4) Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat
penanggungjawab klien bertugas.

2.2.5 Sistem pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Case management nursing


Menurut Russel C. Swanburg (1994) Sistem pelayanan keperawatan di Rumah
Sakit Case management nursing adalah:
1) Perawat sebagai coordinator
Peran perawat sebagai coordinator keperawatan atau manajer kasus
dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi
pelayanan kesehatan dari tim kesehaan sehiga pemberian pelayanan
kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien (A. Aziz
Alimul Hidayat, 2007).
2) Perawat sebagai integrator
Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan memandang
manusia sebagai makhluk holistik yang meliputi bio-psiko-sosio-spiritual-
kultural. Hal ini merupakan prinsip keperawatan bahwa asuhan keperawatan
tidak hanya memperhatikan aspek biologis tetapi juga aspek- aspek yang lain
(Asmadi, 2008).
3) Perawat sebagai kolaborator
Perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang
terdiri dari dokter fisioterapis, ahli gizi, dan lain-lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi
atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya. Dan
merencanakan asuhan yang akan diberikan mulai pasien diterima sampai
pulang, perawat menjadi manajer kasus yang menjadi tanggung jawabanya,
melalui disusunnya critical pathway untuk pasien yang menjadi tanggung
jawabnya.
4) Case manager menjamin agar pasien memperoleh pertolongan dan perawatan
yang dibutuhkan secara lintas fungsi.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang
berfokus pada kesejahteraan sehingga perawat bertanggung jawab secara
komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan anak (mengolah
kasus) misalnya: anak merasakan gangguan psikologis, rasa cemas dan
takut; praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan
keluarga melalui upaya mencegah, mengkaji, mengintervensi, dan
meningkatkan kesejahteraan hidup dengan menggunakan proses
keperawatan yang sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum
(legal). Kemampuan perawat dalam memberikan pendidikan dan
ketrampilan dalam mengelola kasus keperawatan pada anak selama di
hospitalisasi akan mampu memberikan keterlibatan keluarga khususnya
orang tua pasien dalam melakukan perawatan terhadap anaknya.
3.2 Saran
Sebagai mahasiswa makalah ini bisa dipahami dan untuk menambah
kemampuan membuat asuhan keperawatan yang lebih komprehensif saat
praktik di lapangan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, E. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran. EGC: Jakarta

Edi Yuswantoro, Retty Ratnawati, dan Setyoadi. Jurnal Ilmu Keperawatan –


Volume 3, No. 2, November 2015

Engel,Joice Alih Bahasa : Teres, (1999), Pengkajian Pediatrik, Edisi 2 : Jakarta


EGC.

Gartinah T, dkk. 1999. Keperawatan dan Praktik Keperawatan. Jakarta: PPNI

Hidayat, A.A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba


Medika.

Kurniawati, Sri. 2009. Persepsi Perawat terhadap Prinsip Perawatan atraumatik


Pada Anak di Ruang III RSU Dr.Pirngadi Medan 2009. Skripsi. Medan: Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatra Utara

Kyle,Terri dan Carman,Susan (2015) “keperawatan pediatric”, Edisi 2.Vol.1 :


Jakarta

Morgan K (1999), Pediatric Care Plan, St. Louis, Springhause.

Potter, Perry. 2010. Fundamental of Nursing buku 1 edisi 7. Jakarta : Selemba


Medika

Rosa M Sacharin (1996), Prinsip Keperawatan Pediatric, Edisi II. Jakarta EGC.

Ross, Curry, Goodwin, 2011. Case management. What it is and how it can best be
implemented. Diakses dari www.kingsfund.org.uk

Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC

Wong, D.L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

15

Anda mungkin juga menyukai