Disusun oleh:
TIM PENYUSUN
BAB I
PENDAHULUAN
1
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
BAB II
MATERI DAN METODE PEMBELAJARAN
2
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
3
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
4
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
BAB III
EVALUASI
3.1.2 Remediasi
Jika nilai OSCE mahasiswa berada di bawah NBL Ujian OSCE (nilai minimal 70)
untuk tiap station maka dilakukan 1 kali remedial di minggu remedial pada akhir
semester dengan ketentuan:
1. Apabila setelah remediasi, nilai akhir modul masih berada di bawah nilai batas
lulus modul, maka mahasiswa harus mengulang modul.
2. Nilai remediasi maksimal adalah 70 atau sama dengan nilai batas lulus modul.
5
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
3. Mahasiswa yang dapat mengikuti remedial adalah mereka yang nilainya dibawah
NBL. Bagi mereka yang tidak memenuhi syarat kehadiran 100% atau melakukan
pelanggaran pada saat ujian maupun praktek harian tidak dapat mengikuti
remedial.
6
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
7
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
BAB IV
PENGELOLA MODUL, NARASUMBER DAN REFERENSI
A. Pengelola Modul
Pengelola Modul terdiri atas :
1. Penyusun Modul
Koordinator : dr. Francisca Diana Alexandra, M.Sc
Sekretaris : dr. Tisha Oedoy, Sp.PK
Sekretariat : Asoka Heriningtyas, S.Pd
2. Pelaksana Modul
Tutor :
- dr. Francisca Diana Alexandra, M.Sc
- dr. Dewi Klarita Furtuna, M.Ked. Klin, Sp.MK
- dr. Angeline Novia Toemon, M.Imun
- dr. Austin Bertilova Carmelita, M.Imun
- dr. Astrid Teresa, Sp.KK
- dr. Ratna Widayati, M.Biomed
- dr. Galih Indra Permana
- dr. Anna Marthea
- dr. Ervi Audina Munthe
- dr. I Gede Hary Eka Adnyana, M.Biomed., Sp.OG
- dr. Tisha Oedoy, Sp.PK
- dr. Indria Augustina, M.Si
B. Narasumber
No Materi Kelas Narasumber Waktu
a. Teknik anamnesis dr. Dewi Klarita Furtuna,
terkait keluhan A M.Ked Klin, Sp.MK
musculoskeletal dan Modul Gangguan Sistem
1 akibat kecacatan Muskuloskeletal
b. Pembalutan dan (23 Agustus 2021 - 2
pembidaian B dr. Astrid Teresa, Sp.KK
Oktober 2021)
a. (Hecting) dan dasar- A dr. Galih Indra Permana
dasar bedah.
2 b. Bedah Minor (Insisi
dan Eksisi Tumor B
dr. Angeline Novia
Jinak) Toemon, M.Imun
a. Teknik anamnesis
A dr. Tisha Patricia, Sp.PK
terkait keluhan
3 Hemapoetik Modul Gangguan Sistem
dr. Ervi Audina Munthe
b. Pemeriksaan darah B Hemopoetik dan
rutin (Hb dan LED) Limforetikuler
a. Pemasangan kateter dr. Ratna Widayati, (4 Oktober 2021 – 13
A
intravena M.Biomed November 2021)
4 b. Teknik injeksi dan
dr. Anna Marthea
pemeriksaan rumple B
Veronicha
leed
8
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
C. Sumber Referensi
1. Supariasa, Bakri B, Fajar I. Penilaian Status Gizi. Penerbit EGC. Jakarta 2002:26-
86
2. Bickley, Lynn S and Szilagyi, Peter G.. 2003. Bate’s Guide to Physical
Examination and History Taking 8thed. Lippincott Williams and Wilkins.
Philadelphia
3. Gleadle, Jonathan. 2003. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Alih bahasa:
Rahmalia, Annisa, Penerbit Erlangga. Jakarta
4. Graham Douglas, Fiona Nicol, Colin Robertson 2005. Macleod’s Clinical
examination 11thed. Churchill. Livingstone.
5. Brown, barbara A. (1973) Priciples and procedures, p. 66 – 72, Lea and Febiger,
Philadelphia.
6. Soeprono, Bharoto Winardi, Ketrampilan Pemeriksaan Ginekologik. Modul
Skills-Lab. Semester 8. Laboratorium Ketrampilan Medik Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1997; 21-64.
7. Wiknjosastro, Hanifa, Anatomi Alat Kandungan dalam Ilmu Kebidanan (Eds :
Hanifa W., Abdul Bari Saifuddin, Trijatmo Rochimhadhi). Edisi III.. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1991; 31-44.
8. Wiknjosastro, Hanifa, Anatomi Panggul dan Isinya dalam Ilmu Kandungan (Eds :
Hanifa W., Abdul Bari Saifuddin, Sudraji Sumapraja). Cetakan ke3. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1991; 1-25.
9. Hudono, Suwito Tjondro, Pemeriksaan Ginekologik dalam Ilmu Kandungan (Eds:
Hanifa W., Abdul Bari Saifuddin, Sudraji Sumapraja). Cetakan ke-3. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1991; 93-123.
9
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
BAB V
Anamnesis pada sistem muskuloskeletal harus memperhatikan dua hal, yaitu aspek
komunikasi dan aspek anamnesis itu sendiri, sama seperti anamnesis pada sistem-sistem lain.
Sebelum mempelajari ketrampilan Anamnesis pada gangguan sistem muskuloskeletal,
pelajari kembali point-point penting dalam Anamnesis secara umum yang telah dipelajari
pada Fase 1. Untuk aspek anamnesis pada sistem muskuloskeletal, hal-hal yang harus
ditanyakan formatnya sama dengan anamnesis pada umumnya, yang berbeda hanya pada
penggalian mendalam tentang keluhan utamanya (riwayat penyakit sekarang dan keluhan
penyerta).
Perlu selalu diingat bahwa keluhan yang muncul pada sistem muskuloskeletal tidak
harus bersumber dari sistem muskuloskeletal, bisa saja disebabkan oleh sistem lain. Dengan
demikian, pemahaman ketrampilan anamnesis suatu sistem harus dengan terus
mengintegrasikannya dengan pemahaman ketrampilan anamnesis sistem-sistem lain,
terutama yang sudah dipelajari sebelumnya. Penjelasan berikut ini hanya panduan,
diharapkan mahasiswa bisa mengembangkannya lebih lanjut untuk memperkaya anamnesis
sistem. Selain itu, untuk memudahkan mengingat dan memahami berbagai diagnosis banding
yang bisa muncul, dianjurkan untuk membuat pohon anamnesis menuju diagnosis banding
berdasarkan penjelasan tiap keluhan utama yang diberikan pada modul ketrampilan ini.
Sesuai dengan Anamnesis secara umum yang telah dipelajari, berikut ini adalah
panduan anamnesis untuk gangguan sistem muskuloskeletal:
1) Anamnesis identitas pasien, yaitu nama lengkap, umur, jenis kelamin, alamat, dan
pekerjaan.
2) Menanyakan keluhan utama. Pada gangguan sistem muskuloskeletal, keluhan utama yang
sering muncul adalah:
Nyeri leher
Nyeri bahu
Nyeri lengan dan tangan
Nyeri punggung bawah (low back pain)
Nyeri bokong, panggul, dan paha
Nyeri lutut dan betis
Nyeri kaki
10
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
11
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Nyeri Leher
Nyeri leher bisa dikategorikan berdasarkan lokasi. Sebagian besar nyeri leher
bersumber di bagian posterior leher, yaitu di struktur otot, syaraf, atau tulangnya. Nyeri yang
berasal dari struktur otot, pembuluh darah, kelenjar, serta trakhea dan esofagus bisa dirasakan
di bagian anterior leher. Selain itu, nyeri leher juga bisa diakibatkan oleh nyeri alih (referred
pain) dari bagian tubuh lain.
Berikut ini adalah beberapa istilah untuk nyeri leher:
Nyeri leher anterior adalah nyeri di bagian depan leher, yang bisa bersumber dari kelenjar
limfonodi servikal, otot sternoklavikular, trakhea, faring, arteri karotis, tiroid, atau
esofagus. Nyeri alih dari jantung, paru-paru, atau perikardium biasanya juga dirasakan di
bagian anterior leher.
Nyeri leher posterior adalah nyeri yang dirasakan di satu atau kedua sisi otot paraspinal
atau di otot trapezius, yang bisa disebabkan oleh herniasi diskus servikalis, penekanan
radix syaraf, hipertrofi atau penebalan sendi zygapofisis, dan stenosis spinalis kongenital.
Kaku leher (neck stiffness) adalah istilah umum untuk penurunan mobilitas leher,
biasanya diakibatkan oleh artritis sendi zygapofisis atau trauma leher dengan spasme otot
leher atau otot trapezius. Penyebab lain adalah polimyalgia rematik, infeksi lokal, dan
meningitis.
Neuralgia oksipital adalah nyeri yang dirasakan di basis cranii di pertemuan antara tulang
oksipital dan corpus tulang atlas. Nyeri bisa menjalar ke belakang kepala sesuai distribusi
radix nervus servikalis kedua. Nyeri biasanya dialihkan ke verteks kepala atau dahi.
Whiplash adalah trauma akselerasi atau deselerasi cepat pada jaringan lunak atau struktur
tulang leher.
Chronic neck overuse, misalnya akibat hiperekstensi leher kronis karena bekerja
menengadah dalam waktu lama, atau hiperekstensi leher untuk memfokuskan penglihatan
saat membaca, dan sebagainya.
Polimyalgia rematik merupakan kondisi inflamasi yang menyebabkan nyeri dan kekakuan
leher dan bahu.
Saat menemukan pasien dengan nyeri leher (apalagi pasien tidak sadar dengan tanda
trauma di leher), paling awal adalah kita harus menentukan apakah ini kondisi yang
mengancam jiwa atau menyebabkan disabilitas. Bila leher stabil secara mekanis dan tidak ada
risiko fraktur leher, trauma medulla spinalis atau gangguan saluran nafas, barulah dilakukan
stratifikasi nyeri leher berdasarkan penggalian keluhan di bawah ini. Apabila ternyata pasien
berisiko untuk mengalami fraktur leher, trauma medulla spinalis atau gangguan saluran nafas,
maka tindakan basic life support (A, B, C) harus dilakukan terlebih dahulu.
12
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Begitu pasien memberikan keluhan utama nyeri leher, lakukan penggalian tentang
keluhan tersebut berdasarkan penggalian riwayat penyakit sekarang, yaitu:
Onset dan durasi.
Frekuensi: apakah sakitnya terus-menerus atau hilang-timbul? Apakah ada waktu tertentu
munculnya?
Nyeri leher yang muncul secara intermitten selama berminggu-minggu atau berbulan-
bulan bisa disebabkan oleh artritis leher kronis ataupun chronic neck overuse.
Sifat munculnya nyeri leher: apakah nyeri lehernya akut atau kronis? Nyeri leher akut
biasanya disebabkan oleh kondisi akut akibat trauma atau eksaserbasi akut dari kondisi
kronis, sedangkan kondisi lain biasanya menyebabkan nyeri leher kronis.
Sifat nyeri leher: Tanyakan tentang keparahan nyeri, riwayat trauma/aktivitas
repetitif/gejala yang berhubungan dengan nyeri, gerakan/posisi yang memperberat nyeri,
serta kemungkinan adanya rasa kesemutan/kelemahan lokal.
Keparahan nyeri (nyeri ringan/sedang/berat, kalau perlu pasien diminta untuk
menentukan keparahan nyerinya pada skala 0 sampai 10, dimana 0 adalah tidak nyeri
dan 10 adalah nyeri yang sangat hebat). Nyeri hebat (skala 6 atau lebih) bisa
disebabkan oleh fraktur servikal, whiplash akut, spasme otot paraspinal, eksaserbasi
akut dari artritis leher, atau eksaserbasi akut dari sindrom chronic neck overuse. Nyeri
ringan bisa disebabkan oleh artritis leher yang kronis atau cronic neck overuse.
Nyeri leher yang terjadi sesudah trauma akut bisa disebabkan oleh whiplash akut,
herniasi diskus servikalis akut, fraktur serviks, dan eksaserbasi akut dari artritis leher
kronis.
Nyeri leher yang terjadi sesudah trauma minor atau tertidur dengan posisi yang salah
bisa diakibatkan oleh artritis leher kronis atau chronic neck overuse.
Nyeri leher yang bertambah bila mengunyah bisa disebabkan oleh gangguan sendi
temporomandibular dan parotitis.
Nyeri leher yang muncul apabila menelan bisa disebabkan oleh faringitis, esofagitis,
dan artritis rematoid.
Nyeri leher yang diikuti sensasi adanya sesuatu yang tersangkut di tenggorokan bisa
disebabkan oleh obstruksi saluran nafas, aspirasi benda asing, dan ansietas.
Nyeri leher yang bertambah bila leher digerakkan bisa disebabkan oleh artritis leher
kronis, chronic neck overuse, dan polimyalgia rematik.
Nyeri leher yang bertambah berat bila ada aktivitas fisik bisa disebabkan oleh angina.
Nyeri leher yang disertai dengan rasa kebas/kesemutan/kelemahan di lengan, bahu,
tangan, atau kesemutan yang dirasakan naik-turun di tulang belakang saat leher
difleksikan atau diekstensikan bisa disebabkan oleh hernia diskus servikalis,
osteomyelitis vertebra, stenosis servikal, radikulopati servikal, dan sklerosis multipel.
Nyeri leher yang disertai dengan demam bisa disebabkan oleh faringitis, meningitis,
dan osteomyelitis.
Nyeri leher yang disertai dengan adanya rash yang nyeri di leher disebabkan oleh
herpes zoster.
Nyeri leher dengan sesak nafas bisa diakibatkan oleh obstruksi saluran nafas, aspirasi
benda asing, dan ansietas.
13
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Nyeri leher dengan adanya benjolan bisa disebabkan oleh keganasan, struma, dan
limfadenopati.
Nyeri leher yang timbul dengan menekan limfonodi servikalis anterior, bisa
disebabkan oleh limfadenitis.
Nyeri leher yang timbul dengan daerah rahang di depan telinga bisa disebabkan oleh
parotitis dan gangguan sendi temporomandibular.
Nyeri leher yang timbul saat menekan bagian bawah leher depan bisa disebabkan oleh
tioriditis atau artritis rematoid.
Lokasi nyeri leher: pasien diminta untuk menunjukkan lokasi nyeri lehernya, kemudian
diminta untuk menunjukkan penjalaran nyerinya, apabila ada. Apabila pasien sulit
menunjukkan lokasi tepat nyerinya, pertimbangkan kemungkinan adanya nyeri alih
(referred pain) dari paru-paru, dada bagian atas, jantung, atau mediastinum.
Nyeri leher yang berlokasi di posterior leher atau di otot antara leher dan bahu (otot
trapezius) bisa diakibatkan oleh whiplash ringan, fraktur serviks, chronic neck
overuse, artritis leher kronis, stenosis servikalis, gangguan pada diskus servikalis,
atau polimyalgia rematik.
Nyeri yang menjalar dari leher (atau otot trapezius) ke bahu atau lengan biasanya
disebabkan oleh nyeri radiks servikalis.
Nyeri yang berlokasi di sisi atau di anterior leher bisa diakibatkan oleh banyak hal,
seperti limfadenopati/limfadenitis, spasme otot sternoklavikular, nyeri sendi
temporomandibularis, nyeri arteri karotis, faringitis, trakheitis, esofagitis, benda asing
di saluran nafas, inflamasi kartilago tiroid, polikondritis, tiroiditis, herpes zoster,
perikarditis, diseksi aorta, dan angina.
Nyeri yang berlokasi di basis oksipital bisa disebabkan oleh neuralgia oksipital dan
migren.
Hubungan dengan fungsi fisiologis: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang
diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, dan
sebagainya.
Akibat terhadap aktivitas sehari-hari: tidak bisa melakukan aktivitas ringan/sedang/berat
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi nyeri leher: minum obat tertentu (lengkap
dengan dosis dan durasi pemakaian obat), serta hasil dari upaya yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan (apakah membaik, tetap, atau memburuk).
Nyeri Bahu
Nyeri bahu bisa disebabkan oleh berbagai struktur di sekitar bahu, seperti tulang
(skapula, humerus, klavikula), sendi (sendi glenohumeralis, akromioklavikularis,
sternoklavikularis), ligamen (ligamen akromioklavikularis, korakoklavikularis,
glenohumeralis), otot (otot trapezius, deltoideus, levator skapula, romboideus, rotator cuff,
triseps brachii, serratus anterior, pektoralis, teres mayor, latissimus dorsi), tendon (tendon
biseps, supraspinarus, infraspinatus, subskapularis, teres minor), bursa (bursa subakromialis,
bursa subkorakoid), dan syaraf (nervus subskapularis, nervus thorakalis longus, dan nervus
skapularis dorsi).
14
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Penyebab tersering nyeri bahu adalah impingement syndrome, robekan rotator cuff,
dan frozen shoulder. Pasien berusia muda biasanya lebih sering menderita impingement
syndrome, tendinitis, trauma, dan ketidakstabilan sendi. Pasien berusia tua umumnya lebih
sering menderita robekan rotator cuff.
Nyeri bahu juga bisa merupakan penjalaran dari kondisi lain, misalnya gangguan
tulang servikal, angina pektoris/infark myokard, perikarditis, diseksi aorta, emboli paru,
pneumothoraks, pneumonia, pleuritis, Pancoast tumor, neoplasma di mediastinum dan
abdomen, gangguan esofagus, infark limpa, ruptur limpa, abses subfrenik, abses hati,
kolesistitis, ulkus peptik, dan pankreatitis.
Begitu pasien memberikan keluhan utama nyeri bahu, lakukan penggalian tentang
keluhan tersebut berdasarkan penggalian riwayat penyakit sekarang, yaitu:
Onset dan durasi. Onset nyeri bahu yang mendadak bisa disebabkan oleh trauma, robekan
tendon, infeksi, artritis akut, dan nyeri alih (referred pain) akut.
Frekuensi: apakah sakitnya terus-menerus atau hilang-timbul? Apakah ada waktu tertentu
munculnya? Waktu munculnya bisa dikaitkan dengan penyebabnya, misalnya aktivitas
atau trauma tertentu. Nyeri bahu yang terus-menerus bisa diakibatkan oleh frozen
shoulder, fraktur, infeksi, dan tumor.
Sifat munculnya nyeri bahu: apakah nyeri bahunya akut atau kronis?
Sifat nyeri bahu: Tanyakan tentang keparahan nyeri, riwayat trauma/aktivitas
repetitif/gejala yang berhubungan dengan nyeri, gerakan/posisi yang memperberat nyeri
(pasien bisa diminta untuk menggerakan sendi bahu di berbagai bidang sendi), serta
kemungkinan adanya rasa kesemutan/kelemahan lokal. Apabila nyeri tidak dieksaserbasi
oleh gerakan, kemungkinan besar nyerinya adalah nyeri alih (referred pain).
Keparahan nyeri (nyeri ringan/sedang/berat, kalau perlu pasien diminta untuk
menentukan keparahan nyerinya pada skala 0 sampai 10, dimana 0 adalah tidak nyeri
dan 10 adalah nyeri yang sangat hebat).
Nyeri bahu yang terjadi sesudah trauma bahu atau jatuh, bisa disebabkan oleh
robekan tendon, kontusio, perdarahan, subluksasi, dislokasi, dan fraktur.
15
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Nyeri bahu yang diakibatkan oleh usaha menggerakkan lengan bisa disebabkan oleh
jepitan atau robekan rotator cuff, artritis, dan polimyalgia rematik.
Nyeri bahu yang disertai dengan pembengkakan bisa diakibatkan oleh artritis, infeksi,
perdarahan sendi, dan tumor maligna. Bila pembengkakannya monoartikular,
mungkin disebabkan oleh osteoartritis, gout, pesudogout, infeksi, keganasan, dan
perdarahan sendi. Bila pembengkakannya poliartikular, bisa disebabkan oleh artritis
rematoid dan gout.
Nyeri bahu yang disertai dengan demam, berkeringat malam atau penurunan berat
badan bisa diakibatkan oleh nyeri alih (referred pain) dari penyakit di dada atau
abdomen, gangguan sistemik, dan infeksi lokal (artritis septik atau abses jaringan
lunak).
Nyeri bahu dengan rasa kaku yang berlangsung > 60 menit di pagi hari (morning
stiffness) yang berkurang dengan aktivitas dan memburuk bila diistirahatkan biasanya
disebabkan oleh polimyalgia rematik atau artritis sistemik (misalnya artritis
rematoid).
Nyeri bahu dengan kekakuan yang konstan biasanya disebabkan oleh frozen shoulder.
Nyeri bahu yang disertai dengan sesak nafas bisa disebabkan oleh penyakit jantung
atau paru-paru.
Nyeri bahu dengan riwayat penggunaan kortikosteroid dosis tinggi mungkin
disebabkan oleh osteonekrosis.
Nyeri bahu yang bertambah berat dengan gerakan bahu pada semua bidang gerak
biasanya disebabkan oleh artritis dan frozen shoulder. Nyeri bahu yang terjadi dengan
gerakan bahu hanya pada bidang tertentu bisa diakibatkan oleh tendinitis dan
penjepitan tendon.
Nyeri bahu yang bertambah dengan mengangkat tangan di atas kepala biasanya
disebabkan oleh impingement syndrome. Nyeri bahu yang timbul akibat aktivitas
repetitif mengangkat tangan biasanya disebabkan oleh impingement syndrome,
tendinitis, dan robekan otot atau tendon.
Nyeri bahu yang bertambah dengan gerakan leher bisa disebabkan oleh radikulopati
servikal.
Nyeri bahu dengan kelemahan/rasa kebas/kesemutan/rasa terbakar/rasa ditusuk-tusuk
pada lengan biasanya disebabkan oleh radikulopati atau neuropati servikal.
Nyeri bahu dengan bahu yang tidak stabil disebabkan oleh dislokasi atau subluksasi.
Lokasi nyeri bahu: pasien diminta untuk menunjukkan lokasi nyeri bahunya, kemudian
diminta untuk menunjukkan penjalaran nyerinya, apabila ada. Lokasi nyeri bahu bisa
menunjukkan kemungkinan struktur muskuloskeletal mana yang mengakibatkan nyeri.
Apabila pasien sulit menunjukkan lokasi tepat nyerinya, pertimbangkan kemungkinan
adanya nyeri alih (referred pain).
Nyeri deltoid lateral biasanya menunjukkan adanya impingement syndrome.
Nyeri bahu depan bisa diakibatkan oleh gangguan sendi akromioklavikularis, sendi
glenohumeralis, atau gangguan pada tendon di bagian anterior (misalnya tendinitis
biseps).
Nyeri di aksilla bisa disebabkan oleh nyeri alih (referred pain) dari mediastinum.
16
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Hubungan dengan fungsi fisiologis: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang
diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, dan
sebagainya.
Akibat terhadap aktivitas sehari-hari: tidak bisa melakukan aktivitas ringan/sedang/berat
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi nyeri bahu: minum obat tertentu (lengkap
dengan dosis dan durasi pemakaian obat), serta hasil dari upaya yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan (apakah membaik, tetap, atau memburuk).
17
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Thoracic outlet syndromei adalah kompresi syaraf dan pembuluh darah (yang menyuplai
lengan) di daerah bahu akibat gerakan repetitif lengan di atas kepala atau diekstensikan ke
depan.
Penggalian tentang keluhan nyeri lengan dan tangan berdasarkan penggalian riwayat
penyakit sekarang, yaitu:
Onset dan durasi.
Onset yang mendadak (dalam beberapa menit atau jam) bisa disebabkan oleh proses
infeksi akut, trauma, gout, proses vaskular, dan referred pain.
Onset yang gradual atau perlahan bisa disebabkan oleh artritis, tendinitis, bursitis,
artritis rematoid, dan nyeri neuropatik.
Frekuensi: apakah sakitnya terus-menerus atau hilang-timbul? Apakah ada waktu tertentu
munculnya? Nyeri yang terus-menerus bisa diakibatkan oleh artritis rematoid,
osteoartritis, dan infeksi. Nyeri yang terasa paling hebat pada malam hari bisa diakibatkan
oleh carpal tunnel syndrome. Nyeri yang terasa sehari sesudah aktivitas dilakukan sering
diakibatkan oleh epikondilitis.
Sifat munculnya nyeri lengan/tangan: apakah nyerinya akut atau kronis?
Sifat nyeri lengan/tangan: Tanyakan tentang keparahan nyeri, kualitas nyeri, riwayat
pekerjaan/aktivitas/trauma/gejala yang berhubungan dengan nyeri, gerakan/posisi yang
memperberat nyeri, serta kemungkinan adanya rasa kesemutan/kelemahan lokal.
Keparahan nyeri (nyeri ringan/sedang/berat, kalau perlu pasien diminta untuk
menentukan keparahan nyerinya pada skala 0 sampai 10, dimana 0 adalah tidak nyeri
dan 10 adalah nyeri yang sangat hebat). Nyeri hebat bisa disebabkan oleh artritis (saat
istirahat), osteomyelitis (saat bergerak), gout, infeksi, dan trauma.
Kualitas nyeri. Nyeri tajam bisa diakibatkan oleh neuropati akibat terjepitnya syaraf.
Nyeri terbakar bisa diakibatkan oleh nyeri neuropatik. Nyeri yang berdenyut bisa
diakibatkan oleh gangguan inflamatorik atau vaskular.
Nyeri yang berhubungan dengan pekerjaan. Bila pasien bekerja pada sebuah roda
berjalan di pabrik, mungkin disebabkan oleh thoracic outlet syndrome akibat gerakan
bahu yang repetitif. Bila pekerjaannya menjahit atau mengoperasikan komputer, bisa
disebabkan oleh carpal tunnel syndrome akibat gerakan pergelangan tangan yang
repetitif. Bila pekerjaannya operator gergaji listrik atau bor pneumatik, bisa
disebabkan oleh Raynaud’s syndrome akibat paparan kronis terhadap vibrasi. Bila
pekerjaannya menggunakan palu, gergaji atau obeng, bisa disebabkan oleh
DeQuervain tendinitis dan trigger finger.
Nyeri yang berhubungan dengan aktivitas di saat tidak bekerja. Bila pasien suka main
golf atau tennis, bisa diakibatkan oleh epikondilitis medial atau lateral. Bila pasien
adalah peminum alkohol, bisa disebabkan oleh olecranon bursitis (drinker’s elbow)
akibat trauma berulang karena sering bersandar ke bar. Bila pasien adalah pemain
musik, bisa disebabkan oleh cubital tunnel syndrome, terutama pada pemain
saksofon. Bila pasien senang berdiam diri di depan televisi dan suka merokok, bisa
disebabkan oleh penyakit arteri koroner.
Nyeri yang berhubungan dengan aktivitas yang dilakukan berjam-jam atau berhari-
hari atau berminggu-minggu atau nyeri yang timbul sesudah melakukan aktivitas
yang sudah lama tidak dilakukan biasanya diakibatkan oleh overuse syndrome.
Nyeri disertai pembengkakan sendi (kesulitan melepas cincin, memakai arloji) sering
terjadi pada artritis rematoid dan gout.
Nyeri yang dirasakan saat adanya gerakan biasanya terjadi pada efusi sendi, seperti
pada osteoartritis.
18
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Nyeri yang dirasakan saat istirahat biasanya diakibatkan oleh proses inflamasi seperti
artritis rematoid.
Nyeri lengan yang diinduksi oleh bersin, batuk, hiperekstensi leher, mungkin
disebabkan oleh radikulopati servikal.
Nyeri lengan yang diinduksi atau bertambah dengan gerakan memutar kepala atau
fleksi lateral leher biasanya disebabkan oleh lesi servikalis.
Nyeri lengan sesudah makan bisa disebabkan oleh GERD.
Nyeri yang disebabkan oleh sentuhan ringan bisa disebabkan oleh nyeri neuropatik
(misalnya entrapment neuropathy).
Nyeri yang muncul bila memegang suatu obyek dalam waktu lama bisa disebabkan
oleh carpal tunnel syndrome dan intersection syndrome.
Nyeri yang timbul sesudah paparan terhadap dingin bisa disebabkan oleh Raynaud’s
phenomenon.
Nyeri yang disertai dengan demam dan menggigil bisa disebabkan oleh artritis septik.
Nyeri yang disertai rasa kesemutan, kebas, atau rasa terbakar di lengan bisa
disebabkan oleh nyeri neuropatik (misalnya entrapment neuropathy) dan neuropati
perifer.
Nyeri lengan kiri dengan sesak nafas, nyeri dada, pusing atau palpitasi diakibatkan
oleh penyakit jantung iskemik atau kondisi kardiopulmoner lain, selain itu bisa juga
disebabkan oleh fatigue dan ansietas.
Lokasi nyeri lengan/tangan: pasien diminta untuk menunjukkan lokasi nyerinya. Lokasi
nyeri bisa menunjukkan kemungkinan struktur muskuloskeletal mana yang
mengakibatkan nyeri.
Nyeri pada sekitar sendi bisa disebabkan oleh struktur periartikular, seperti tendinitis,
bursitis, dan gangguan tulang. Nyeri akibat gangguan sendi biasanya terasa langsung
di sendi, bukan pada tulang di sekitar sendi.
Nyeri pada siku bisa diakibatkan oleh artritis septik, gout atau pseudogout, trauma,
nyeri neuropatik karena entrapment neuropathy, dan epikondilitis medial atau lateral.
Nyeri pada pergelangan tangan bisa diakibatkan oleh neuropati karena entrapment
neuropathy (misalnya nervus medianus) dan tendinitis.
Nyeri pada sendi metakarpofalangealis bisa diakibatkan oleh artritis rematoid dan
kadang-kadang gout.
Nyeri pada sendi interfalang proksimal bisa diakibatkan oleh artritis rematoid,
Bouchard nodes pada osteoartritis (sering tidak nyeri).
Nyeri pada sendi interfalang distal bisa diakibatkan oleh osteoartritis (Heberden node
yang lebih sering tidak nyeri), dan artritis psoriatik.
Nyeri pada sendi karpometakarpal jari pertama bisa disebabkan oleh osteoartritis.
Nyeri pada tiga jari pertama biasanya disebabkan oleh carpal tunnel syndrome akibat
kompresi nervus medianus di pergelangan tangan.
Nyeri di sisi ulnar tangan bisa disebabkan oleh lesi nervus ulnaris (biasanya di siku)
atau lesi pleksus brachialis.
Nyeri di jari atau ujung jari bisa disebabkan oleh Raynaud’s phenomenon/disease.
Nyeri di sepanjang ekstremitas, baik pada sendi dan otot bisa disebabkan oleh lesi
syaraf atau pembuluh darah, kompresi radix syaraf, thoracic outlet syndrome, lesi
syaraf perifer, referred pain, dan penyakit jantung iskemik.
Hubungan dengan fungsi fisiologis: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang
diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, dan
sebagainya.
Akibat terhadap aktivitas sehari-hari: tidak bisa melakukan aktivitas ringan/sedang/berat
19
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi nyeri lengan/tangan: minum obat tertentu
(lengkap dengan dosis dan durasi pemakaian obat), serta hasil dari upaya yang dilakukan
untuk mengurangi keluhan (apakah membaik, tetap, atau memburuk).
Pada sebagian besar pasien, nyeri punggung bawah adalah gangguan yang bersifat
self-limiting dan biasanya cepat sembuh. Nyeri punggung bawah paling sering disebabkan
oleh sebab mekanis, dan dari sebab mekanis ini, sebagian besar bersifat nonspesifik atau
bersumber dari sistem muskuloskeletal, kemudian oleh gangguan degeneratif, herniasi diskus,
fraktur kompresi osteoporotik, stenosis spinal, spondilolistesis, fraktur vertebra traumatik,
dan penyakit kongenital. Sedangkan penyebab nonmekanis bisa disebabkan oleh neoplasia,
artritis inflamatorik (misalnya spondilitis ankilosa), infeksi (misalnya osteomyelitis), dan
Paget’s disease of bone. Penyakit lain yang bisa menyebabkan nyeri alih (referred pain) ke
punggung bawah adalah aneurisma aorta, penyakit ginjal (nefrolitiasis, pyelonefritis, abses
perinefrika), penyakit saluran cerna (pankreatitis, kolesistitis, perforasi ulkus peptik), dan
gangguan urogenital (misalnya endometriosis, chronic pelvic inflammatory disease, dan
prostatitis).
Berikut ini adalah beberapa istilah untuk gangguan dengan ciri nyeri punggung
bawah:
Sciatica adalah nyeri yang menjalar menuruni tungkai bawah sampai melewati lutut,
sesuai distribusi nervus ischiadicus/sciatic, paling sering disebabkan oleh kompresi radix
syaraf L4, L5, atau S1.
Stenosis spinal adalah penyempitan canalis spinalis yang mengakibatkan kompresi korda
spinalis atau cauda equina. Sebagian besar terjadi pada pasien usia tua dengan perubahan
degeneratif tulang belakang.
Cauda equina syndrome adalah radikulopati kompresif akut pada radix nervus sakralis
yang menyusun cauda equina. Gejalanya bisa berupa nyeri punggung yang hebat,
inkontinensia urine dan fecalis, saddle anesthesia, dan kelemahan tungkai.
Nyeri punggung bawah yang konstan dan memburuk dengan adanya gerakan
biasanya disebabkan oleh sebab mekanis, sedangkan nyeri punggung bawah yang
konstan tetapi bertambah buruk dengan istirahat biasanya disebabkan oleh sebab non-
mekanis.
Nyeri punggung bawah yang kronis pada pasien dengan riwayat kanker atau berusia >
50 tahun dengan penurunan berat badan yang signifikan yang tidak diketahui
penyebabnya, perlu dipertimbangkan adanya malignansi.
Nyeri punggung bawah pada pasien dengan riwayat penggunaan kortikosteroid
selama > 1 bulan, ada trauma yang baru saja terjadi, berusia > 70 tahun, bisa
mengarahkan pada fraktur kompresi osteoporotik.
Nyeri punggung bawah yang terus meningkat saat berjalan, atau berkurang dengan
duduk atau membungkuk ke depan biasanya disebabkan oleh stenosis spinal.
Nyeri punggung bawah pada pasien yang barus saja mendapat obat injeksi, atau
mengkonsumsi obat imunosupresan, atau terpasang infus atau kateter, mungkin
disebabkan oleh osteomyelitis vertebra atau abses paraspinal.
Nyeri punggung bawah pada pasien yang mengalami kekakuan di pagi, nyerinya
berkurang dengan aktivitas fisik, keluhan dirasakan minimal sudah 3 bulan, dan
biasanya muncul sejak pasien berusia < 35 tahun, bisa mengarahkan pada
spondiloartropati.
Nyeri punggung bawah yang berhubungan dengan siklus haid bisa disebabkan oleh
endometriosis.
Nyeri punggung bawah yang menjalar sepanjang tungkai sampai melewati lutut bisa
disebabkan oleh sciatica, yang diakibatkan oleh iritasi atau kompresi radix syaraf L4-
5,S1 akibat herniasi diskus.
Nyeri punggung bawah yang disertai dengan mual dan muntah bisa disebabkan oleh
perforasi ulkus peptik aau pyelonefritis.
Nyeri punggung bawah yang disertai dengan nyeri abdomen bisa disebabkan oleh
pyelonefritis, appendisitis retrosekal, atau abses divertikular.
Nyeri punggung bawah yang disertai dengan demam bisa disebabkan oleh
osteomyelitis, abses paraspinal, dan pyelonefritis.
Nyeri punggung bawah yang disertai dengan disuria bisa disebabkan oleh
pyelonefritis dan nefrolitiasis.
Nyeri punggung bawah dengan inkotinensia urine atau inkontinensia fecalis, atau
saddle anesthesia, bisa mengarahkan pada cauda equina syndrome.
Lokasi nyeri punggung bawah: pasien diminta untuk menunjukkan lokasi nyerinya.
Lokasi nyeri bisa menunjukkan kemungkinan struktur mana yang mengakibatkan nyeri.
Hubungan dengan fungsi fisiologis: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang
diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, dan
sebagainya.
Akibat terhadap aktivitas sehari-hari: tidak bisa melakukan aktivitas ringan/sedang/berat
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi nyeri punggung bawah: minum obat tertentu
(lengkap dengan dosis dan durasi pemakaian obat), serta hasil dari upaya yang dilakukan
untuk mengurangi keluhan (apakah membaik, tetap, atau memburuk).
21
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Penggalian tentang keluhan nyeri bokong, panggul, dan paha berdasarkan penggalian
riwayat penyakit sekarang, yaitu:
Onset dan durasi.
Frekuensi: apakah sakitnya terus-menerus atau hilang-timbul? Apakah ada waktu tertentu
munculnya?
Sifat munculnya nyeri: apakah nyerinya akut atau kronis? Nyeri yang timbul mendadak
(beberapa menit atau beberapa jam) bisa disebabkan oleh infeksi akut, trauma, proses
vaskuler, nyeri alih, dan proses inflamasi. Nyeri yang timbul secara perlahan-lahan bisa
disebabkan oleh tendinitis, bursitis, artritis rematoid, dan nyeri neuropatik.
22
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
23
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Nyeri yang diikuti dengan ketidakmampuan mengangkat beban bisa disebabkan oleh
fraktur panggul dan nekrosis aseptik caput femoris.
Nyeri dengan warna kemerahan dan pembengkakan paha, terutama di atas vena
femoralis communis bisa disebabkan oleh trombosis vena profunda, yang bisa
mengarah pada komplikasi kardiopulmonal. Trauma lokal dan infeksi kulit lokal juga
bisa menyebabkan kondisi ini.
Nyeri yang diinduksi atau diperburuk oleh bersin, batuk, duduk atau hiperekstensi
punggung bisa disebabkan oleh nyeri pada radix syaraf lumbalis. Nyeri yang
diinduksi atau diperberat oleh mengangkat kaki lurus ke atas bisa disebabkan oleh lesi
vertebra lumbalis. Nyeri yang diinduksi atau diperberat oleh selama peregangan bisa
disebabkan oleh inflamasi tendon atau bursa, dan sciatica/ischialgia. Nyeri yang
diinduksi atau diperberat oleh sentuhan ringan bisa disebabkan oleh nyeri neuropatik,
seperti entrapment neuropathy.
Nyeri yang bertambah dengan penggunaan sendi yang lama biasanya disebabkan oleh
osteoartritis.
Lokasi nyeri: pasien diminta untuk menunjukkan lokasi nyerinya. Lokasi nyeri bisa
menunjukkan kemungkinan struktur mana yang mengakibatkan nyeri.
Nyeri akibat gangguan sendi biasanya dirasakan langsung di sendinya, tidak dari
tulang-tulang di sekitar sendi.
Nyeri di bokong bisa disebabkan oleh coccidynia, sciatica (ischialgia), dan sindrom
piriformis.
Nyeri di panggul bisa disebabkan oleh osteoartritis, fraktur panggul, nekrosis aseptik
panggul, dan artritis rematoid.
Nyeri di paha bagian depan bisa disebabkan oleh entrapment neuropathy, meralgia
parestetika, radikulopati lumbalis (L2/L3), regangan atau robekan otot quadriseps,
dan regangan adduktor panggul (hip adductor strain).
Nyeri di paha bagian lateral bisa disebabkan oleh bursitis trochanterica dan
entrapment neuropathy.
Nyeri di paha bagian medial bisa disebabkan oleh trombosis vena profunda, dan
bursitis atau tendinitis iliopsoas.
Nyeri di paha bagian posterior bisa disebabkan oleh regangan otot hamstring
(hamstring strain), dan sindrom tuberositas ischii.
Nyeri di sepanjang ekstremitas bawah di otot dan sendinya bisa disebabkan oleh lesi
pembuluh darah seperti trombosis vena profunda dan kompresi radix syaraf.
Hubungan dengan fungsi fisiologis: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang
diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, dan
sebagainya.
Akibat terhadap aktivitas sehari-hari: tidak bisa melakukan aktivitas ringan/sedang/berat
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi nyeri: minum obat tertentu (lengkap dengan
dosis dan durasi pemakaian obat), serta hasil dari upaya yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan (apakah membaik, tetap, atau memburuk).
24
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Etiologi nyeri lutut tergantung pada lokasi anatomis nyeri. Penyebab yang paling
sering sampai yang jarang untuk nyeri lutut adalah osteoartritis, trauma meniskus, trauma
ligamen kolateral, trauma ligamen krusiatus, gout, fraktur, keseleo/sprain dan robekan otot,
artritis rematoid, artritis infeksiosa, dan pseudogout. Nyeri di anterior lutut bisa disebabkan
oleh sindrom patellofemoralis, bursitis prepatella, fraktur patella, tendinitis patella, strain otot
quadriseps femoris, dan osteoartritis. Nyeri di posterior lutut bisa disebabkan oleh hamstring
strain, bursitis, trombosis vena profunda, dan aneurisma poplitea. Nyeri di medial lutut bisa
disebabkan oleh robekan meniskus medialis, sprain ligamen kolateral medialis, bursitis
anserina, hamstring strain, dan sindrom patellofemoralis. Nyeri di lateral lutut bisa
disebabkan oleh robekan meniskus lateralis, robekan ligamen kolateral lateralis, strain otot
biseps femoris, serta dislokasi/fraktur caput fibula.
Nyeri betis lebih jarang terjadi, dan lebih sering pada pasien geriatri. Penyebab nyeri
betis antara lain adalah klaudikasio intermitten, trombosis vena profunda, entrapment arteri
poplitea, robekan atau kontusio otot gastrocnemius atau soleus, sarkoma jaringan lunak,
hematom otot, dan sindrom kompartemen.
Penggalian tentang keluhan nyeri lutut dan betis berdasarkan penggalian riwayat
penyakit sekarang, yaitu:
Onset dan durasi.
Frekuensi: apakah sakitnya terus-menerus atau hilang-timbul? Apakah ada waktu tertentu
munculnya?
Sifat munculnya nyeri: apakah nyerinya akut atau kronis? Nyeri lutut yang akut (< 1
minggu) bisa disebabkan oleh fraktur, kontusio, robekan ligamen atau meniskus,
subluksasi patella, dan dislokasi. Nyeri lutut yang kronis bisa disebabkan oleh
osteoartritis, tumor, sindrom overuse, septic knee.
Sifat nyeri: Tanyakan tentang keparahan nyeri, riwayat aktivitas/gejala yang berhubungan
dengan nyeri, serta gerakan/posisi yang memperberat atau mengurangi nyeri.
Keparahan nyeri (nyeri ringan/sedang/berat, kalau perlu pasien diminta untuk
menentukan keparahan nyerinya pada skala 0 sampai 10, dimana 0 adalah tidak nyeri
dan 10 adalah nyeri yang sangat hebat).
Nyeri lutut dengan lutut yang terpuntir, rasa ada bunyi meletup (popping), ada
pembengkakan yang muncul dengan cepat, bisa disebabkan oleh trauma ligamen.
Nyeri lutut dengan lutut terkunci saat posisi fleksi, ada bunyi “klik” saat berjalan,
pembengkakan yang muncul sesudah beberapa jam atau beberapa hari, biasanya
25
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
disebabkan oleh trauma meniskus. Pada osteoartritis juga bisa terjadi lutut terkunci
(pseudolocking).
Nyeri lutut dengan tidak ada riwayat trauma, tetapi sendi lutut nyeri, bengkak dan
hangat, dan riwayat aktivitas seksual berisiko, bisa disebabkan oleh artritis
gonokokkus dan artritis reaktif.
Nyeri lutut dengan kekakuan yang berlangsung < 15 menit dan bertambah hebat
dengan adanya aktivitas sendi, disebabkan oleh osteoartritis.
Nyeri lutut sesudah trauma lutut bisa disebabkan oleh fraktur lutut.
Nyeri lutut yang sangat hebat, sendi terasa hangat, disertai demam, bisa disebabkan
oleh artritis septik.
Nyeri lutut dengan rasa dingin dan pucat di distal lutut diakibatkan oleh gangguan
vaskuler.
Nyeri lutut dengan kelemahan dan hilangnya sensasi di distal lutut bisa disebabkan
oleh kerusakan syaraf.
Nyeri betis yang terjadi saat berjalan dan berkurang dengan istirahat bisa disebabkan
oleh klaudikasio intermitten.
Nyeri betis sesudah tirah baring > 3 hari dalam 4 minggu terakhir, atau sesudah
melakukan perjalanan panjang yang mengharuskan duduk selama berjam-jam, atau
baru saja menjalani pembedahan, ada riwayat trombosis pada keluarga, pengguna
kontrasepsi oral, dan pengguna steroid atau hormon untuk bodybulding, biasanya
disebabkan oleh trombosis vena profunda.
Nyeri betis sesudah trauma pada betis atau berolahraga, bisa diakibatkan oleh robekan
atau kontusio otot gastrocnemius atau soleus.
Nyeri betis unilateral disertai dengan nyeri paha, bokong, atau panggul, bisa
disebabkan oleh entrapment arteri poplitea. Nyeri betis unilateral dengan kemerahan
dan hangat juga bisa terjadi pada trombosis vena profunda dan selulitis.
Lokasi nyeri: pasien diminta untuk menunjukkan lokasi nyerinya. Lokasi nyeri bisa
menunjukkan kemungkinan struktur mana yang mengakibatkan nyeri.
Hubungan dengan fungsi fisiologis: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang
diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, dan
sebagainya.
Akibat terhadap aktivitas sehari-hari: tidak bisa melakukan aktivitas ringan/sedang/berat
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi nyeri: minum obat tertentu (lengkap dengan
dosis dan durasi pemakaian obat), serta hasil dari upaya yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan (apakah membaik, tetap, atau memburuk).
26
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Nyeri Kaki
Nyeri kaki paling sering disebabkan oleh kallus, hipertrofi kuku, deformitas hallux,
dan hilangnya nadi arteri. Nyeri kaki bagian depan bisa disebabkan oleh pembengkakan
tulang di basis sendi jari I kaki (bunion), hammer toe, claw toe, kuku tumbuh ke dalam,
metatarsalgia, neuroma interdigital, dan hallux rigidus. Nyeri kaki bagian tengah bisa
disebabkan oleh osteoartritis, fasiitis plantar, fibroma plantar, dan tarsal tunnel syndrom.
Nyeri kaki bagian belakang bisa disebabkan oleh fasciitis plantar, bursitis tumit belakang, dan
tendinitis Achilles.
Nyeri pergelangan kaki lateral bisa disebabkan oleh sprain ligamen lateralis, fraktur
fibula distal, ketidakstabilan pergelangan kaki kronis, dan tendinitis peronei. Nyeri
pergelangan kaki medial bisa disebabkan oleh sprain ligamen deltoideus, tendinitis tibia
posterior, tarsal tunnel syndrome, dan fraktur distal tibia. Nyeri pergelangan kaki posterior
bisa disebabkan oleh tendinitis Achilles dan ruptur tendon Achilles. Nyeri pergelangan kaki
kronis bisa disebabkan oleh artritis dan sinovitis subtalus.
27
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Nyeri dengan rasa kesemutan dan terbakar di telapak kaki dan kram arkus kaki, bisa
disebabkan oleh tarsal tunnel syndrome.
Nyeri kaki dengan demam, ulserasi dan kemerahan kulit, bisa disebabkan oleh
selulitis dan artritis septik.
Nyeri kaki dengan riwayat trauma dan ketidakmampuan menanggung beban badan
bisa disebabkan oleh fraktur dan sprain.
Nyeri pergelangan kaki dengan pergelangan yang terpuntir atau rotasi, terutama
sesudah jatuh pada sisi kaki, bisa diakibatkan oleh sprain pergelangan kaki dan
fraktur pergelangan kaki.
Nyeri pergelangan kaki dengan benjolan di punggung tumit, biasanya disebabkan
oleh bursitis pra-Achilles.
Nyeri belakang pergelangan kaki yang terasa saat naik tangga, biasanya disebabkan
oleh bursitis retrokalkaneus.
Nyeri pergelangan dengan pembengkakan di belakang pergelangan dan sepatu yang
menggesek bagian dalam pergelangan kaki, biasanya disebabkan oleh tenosinovitis
tibialis posterior.
Nyeri pergelangan pada penari atau olahragawan bisa disebabkan oleh ketidakstabilan
pergelangan kaki dan osteoartritis.
Nyeri pergelangan kaki dengan ketidakmampuan berjalan > 4 langkah segera sesudah
trauma, bisa disebabkan oleh fraktur pergelangan, atau hanya sprain.
Nyeri pergelangan kaki dengan rasa ditembak atau ditendang di belakang
pergelangan, kadang tedengar bunyi “pop”, terjadi mendadak, bisa disebabkan oleh
ruptur atau kontusion tendon Achilles.
Lokasi nyeri: pasien diminta untuk menunjukkan lokasi nyerinya. Lokasi nyeri bisa
menunjukkan kemungkinan struktur mana yang mengakibatkan nyeri.
Hubungan dengan fungsi fisiologis: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang
diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, dan
sebagainya.
Akibat terhadap aktivitas sehari-hari: tidak bisa melakukan aktivitas ringan/sedang/berat
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi nyeri: minum obat tertentu (lengkap dengan
dosis dan durasi pemakaian obat), serta hasil dari upaya yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan (apakah membaik, tetap, atau memburuk).
28
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
BAB VI
PENDAHULUAN
Ginjal terletak pada regio posterior, dilindungi oleh iga dan infeksi pada sistem
uropoetik merupakan salah satu masalah kesehatan akut yang sering terjadi dan paling sering
terjadi pada perempuan. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah keadaan dimana kuman tumbuh
dan berkembang biak dalam saluran kemih dalam jumlah yang bermakna. Infeksi saluran
kemih dapat berlangsung dengan gejala (simtomatis) atau tanpa gejala (asimtomatis). Untuk
menegakkan diagnosa kelainan pada sisitem uropetik, seorang dokter harus dapat melakukan
pemeriksaan dasar dengan seksama dan sistematis. Kelainan-kelainan pada sistem uropoetik
mempunyai kaitan erat dengan organ-organ lain serta seringkali memberikan manifestasi
klinis pada keadaan umum sehingga pasien dengan kelainan tersebut harus dihadapi secara
keseluruhan harus dihadapi baik anamnesis maupun pemeriksaan fisik.
29
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Nyeri penis
adalah nyeri pada daerah penis yang basanya didapatkan pada parafimosis,
dan keradangan pada glans penis. Sedangkan nyeri pada saat ereksi
disebabkan oleh penyakit peyronie’s atau priapismus.
b. Keluhan miksi
Urgensi
adalah sangat ingin kencing akibat hiperaktivitas atau iritasi vesika. Biasanya
disebabkan oleh keradangan, obstruksi atau neurogenik bladder.
Hesitansi
adalah sulit untuk memulai kencing sehingga perlu mengejan. Biasanya tejadi
akibat obstruksi intravesika (batu,saluran kemih/prostate)
Pancaran melemah/mengecil.
Pancaran melemah merupakan gejala obsteuksi inteavesika, sedangkan
pancaran mengecil dan deras menunjukkan adanya penyempitan uretra
(striktur).
Terminal dribbling
adalah didapatkannya tetesan-tetesan urin pada akhir miksi yang disebabkan
oleh obstruksi intrvesika.
Intermitten
adalah terputus-putusnya pancaran urin pada saat miksi yang merupakan
gejala obstruksi atau gangguan neurogenik.
Retensio urin
adalah ketidakmampuan vesika untuk mengelurakan urin yang telah
melampaui batas maksimalnya.
Polakisuria/frekuensi
adalah peningkatan signifikasi frekuensi kencing karena iritasi vesika urinaria
(perlu dibedakan dengan poliuri dari volume urin)
Poliuria
adalah peningkatan frekuensi dan volume urin.
Disuria
adalah perasan nyeri saat kencing karena iritasi pada vesika uriaria
Enuresis
adalah keluarnya urin secara tidak disadari pada saat tidur. Jika terjadi pada
usia lebih dari 5 tahun merupakan keaadaa patologis.
Inkontinensia urin
adalah ketidakmampuan seseorang untuk menahan urin yang keluar dari
vesika baik disadari maupun tidak disadari. Terdapat beberapa macam
inkotinensia urin yaitu paradoksa inkontinensia yang keluar pada saat vesika
penuh (akibat obstruksi infravesika), stress inkontinensia yang keluar pada
saat tekanan intra abdominal meningkat (akibat kelemahan otot panggul), urge
inkontinensia yang keluar pada saat ingin kencing (akibat sistitis atau
neurogenik) dan true inkontinensia (pada fistula vesiko/ureto-vagina, ureter
ektopik atau kerusakan sfinkter eksterna).
30
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Faktor Risiko
1. Riwayat diabetes melitus
2. Riwayat kencing batu (urolitiasis)
3. Higiene pribadi buruk
4. Riwayat keputihan
5. Kehamilan
6. Riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya
7. Riwayat pemakaian kontrasepsi diafragma
8. Kebiasaan menahan kencing
9. Hubungan seksual
10. Anomali struktur saluran kemih
31
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
BAB VII
Darah merupakan bagian dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total.
Darah berbentuk cairan yang berwarna merah dan agak kental. Darah merupakan bagian
penting dari system transport karena darah mengalir keseluruh tubuh kita dan berhubungan
langsung dengan sel-sel tubuh kita.Warna merah itu keadaannya tidak tetap tergantung pada
banyaknya oksigen dan karbondioksida didalamnya. Adanya oksigen dalam darah diambil
dengan jalan bernafas dan zat ini sangat berguna pada peristiwa pembakaran atau
metabolisme di dalam tubuh
Fungsi darah
1. Mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan dan CO2 dari jaringan ke paru-paru.
2. Mengangkut sari makanan yang diserap dari usus halus keseluruh tubuh.
3. Mengangkut sisa metabolisme menuju alat ekskresi.
4. Berhubungan dengan kekebalan tubuh karena didalamnya terkandung
lekosit,antibodi, dan subtansi protektif lainnya.
5. Mengangkut ekskresi hormon dari organ satu ke organ lainnya.
6. Mengatur keseimbangan air dalam tubuh.
7. Mengatur suhu tubuh.
8. Mengatur keseimbangan tekanan osmotik
9. Mengatur keseimbangan asam basa tubuh.
10. Mengatur keseimbangan ion-ion dalam tubuh
32
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
6. Selanjutnya pada orang dewasa pembentukan sel darah diluar sumsum tulang
(extramedullary hemopoiesis) masih dapat terjadi bila sumsum tulang mengalami
kerusakan atau mengalami fibrosis.
7. Sampai dengan usia 5 tahun, pada dasarnya semua tulang dapat menjadi tempat
pembentukan sel darah. Tetapi sumsum tulang dari tulang panjang, kecuali bagian
proksimal humerus dan tibia, tidak lagi membentuk sel darah setelah usia mencapai
20 tahun.
8. Setelah usia 20 tahun, sel darah diproduksi terutama pada tulang belakang, sternum,
tulang iga dan ileum.
9. 75% sel pada sumsum tulang menghasilkan sel darah putih (leukosit) dan hanya 25%
menghasilkan eritrosit.
10. Jumlah eritrosit dalam sirkulasi 500 kali lebih banyak dari leukosit. Hal ini
disebabkan oleh karena usia leukosit dalam sirkulasi lebih pendek (hanya beberapa
hari) sedangkan erotrosit hanya 120 hari.
33
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
CHECKLIST ANAMNESIS
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
Aspek komunikasi
1 Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2 Mendengarkan secara aktif
3 Tidak memotong pembicaraan pasien selama masih
relevan
4 Menggunakan bahasa yang bisa dipahami pasien
5 Mempertahankan kontak mata dengan pasien
6 Menunjukkan empati
Aspek anamnesis
1 Menanyakan identitas pasien: nama, umur, jenis
kelamin, alamat, pekerjaan
2 Menanyakan keluhan utama
3 Menggali riwayat penyakit sekarang
Onset
Frekuensi
Sifat munculnya keluhan
Durasi
Sifat keluhan
Lokasi
Hubungan dengan fungsi fisiologis lain
Akibat terhadap aktivitas sehari-hari
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan
4 Menggali riwayat penyakit dahulu:
Ada tidaknya penyakit seperti ini sebelumnya
Penyakit lain yang pernah diderita
5 Menggali riwayat penyakit keluarga
Ada tidaknya penyakit serupa
6 Menanyakan keluhan penyerta (berdasarkan sistem)
7 Membuat resume anamnesis
8 Menyadari keterbatasan diri dengan merujuk jika
tidak mampu
Keterangan:
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi kurang benar
2 = dilakukan dengan benar
34
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
BAB VIII
DASAR-DASAR BEDAH
PENDAHULUAN
a) Instrumen pemotong,
Alat ini dibedakan menjadi 2 yaitu skalpel dan gunting.
Pisau bedah=Skalpel
Skalpel disebut juga pisau bedah atau pisau operasi. Dalam beberapa literatur
skalpel dinamakan juga Bistoury atau Bistouries, namun ada yang menyatakan
perbedaan antara Skalpel dengan Bistoury, dimana yang dimaksud dengan Skalpel
adalah pisau operasi yang tidak tajam (konveks), sedangkan yang tajam maupun yang
probe pointed (tumpul) disebut Bistouries.
Pada pisau bedah model lama, mata pisau (blade) dan gagang (handle) bersatu,
sehingga bila mata pisau tumpul harus diasah kembali. Pada model baru, mata pisau
dapat diganti. Biasanya mata pisau hanya untuk sekali pakai.
Berdasarkan ukuran dan bentuk ukuran baik besarnya gagang atau bilahnya
bermacam-macam yaitu ukuran Scalpel handle no. 3, 4, 3L, 4L, 5 dan 7, 8, 9.
Terdapat dua nomor gagang pisau yang sering dipakai, yaitu gagang nomor 4 (untuk
mata pisau besar) dan gagang nomor 3 (untuk mata pisau kecil).
Guna pisau bedah ini adalah untuk menyayat berbagai organ/bagian tubuh.
Mata pisau disesuaikan dengan bagian tubuh yang akan disayat.
35
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Gunting
Gunting adalah suatu alat yang digunakan untuk memotong suatu barang atau
suatu benda. Tergantung dari macam benda yang akan digunting, maka dibuatlah
gunting-gunting khusus dengan nama yang khusus pula. Dalam bahasa Inggris
gunting disebut Scissors, dalam bahasa Belanda disebut Schaar atau scharen,
sedangkan dalam bahasa Jerman disebut Scheren.
36
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
3. Gunting runcing, kedua ujungnya runcing untuk mendeseksi dengan cermat dan
berdasarkan bilahnya dibedakan : bilah lengkung dan bilah lurus.
4. Gunting balutan, benang, bentuk gunting biasanya khusus, bilahnya tebal ujungnya
tumpul. Gunting jaringan tidak boleh dipakai untuk menggunting kasa dan benang
serta balutan.
Cara memegang gunting, apabila dipegang dengan tangan kanan jari-jarinya tidak
diimasukkan lebih jauh dari sendi distal. Tetapi jika dipegang dengan tangan kiri
maka harus dimasukkan lebih jauh dari sendi distal karena gerakan menekan
dilakukan oleh ibu jari.
37
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
b) Instrumen Pemegang
Instrumen ini dibedakan 3 macam yaitu :
1. Pemegang jarum,
Alat ini dinamakan juga Needle Holder atau Naald Voeder. Alat ini digunakan
sebagai pemegang jarum jahit (nald heacting) serta penyimpul benang. Alat ini
biasanya dilengkapi dengan pengunci dibagian belakang, ukurannya bermacam-
macam, yaitu pendek, sedang dan panjang demikian juga ukuran bilahnya. Pemegang
jarum harus dipakai sesuai dengan ukuran jarum yang dipegangnya.
Jenis yang digunakan bervariasi, yaitu tipe Crille Wood (bentuk seperti klem) dan
tipe Mthew Kusten (bentuk segitiga).
Ukuran panjang alat ini bermacam-macam mulai dari 12 cm, 12,5 cm, 13 cm, 14
cm, 15 cm, 16 cm, 17 cm, 17,5 cm, 18 cm, 20 cm, 21 cm 23,5 cm, 25 cm, 26 cm dan
26,5 cm. Nomor panjang yang paling sering diminta adalah 14 – 21 cm.
38
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
2. Pinset, alat ini digunakan untuk memegang dan menahan jaringan pada waktu
diseksi. Pinset ini dibedakan 3 macam :
a. Pinset Chirrurgis (Chirurgische Pincet) adalah pinset yang bergigi tajam yang
dapat dipakai untuk memegang jaringan dengan baik hanya memerlukan tekanan
minimal misal : subcutan, otot, fascia. Tetapi tidak dapat memegang struktur yang
dapat berlubang (peritonium, pleura). Gigi pinset ini terdapat pada kedua belah
ujungnya, ada yang bergigi 1 x 2, 2 x 3, 3 x 4. Pinset bergigi 1 x 2 artinya ujung
pinset yang satu bergigi 1 dan ujung sebelah lainnya bergigi 2.
b. Pinset Anatomis atau Anatomische Pincet atau Thumb Forceps atau Dissecting
Forceps. Pinset ini pada bagian dalam kedua belah ujungnya tidak bergigi, namun
bergaris-garis horizontal, biasanya digunakan memegang sepon untuk
membersihkan luka. Jika pada bagian dalam ujungnya tersebut bergaris-garis
vertikal maka dinamakan LIGATURE FORCEPS Tipe OCHSNER. Pinset ini ada
yang lurus dan ada yang bengkok dengan ukuran panjang mulai 4,5 inchi, 5 inchi,
5,5 inchi, 6, 7, 8, 10 dan 12 inchi.
39
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Gambar 4.16. Jenis dan Tipe Pinset Chirrurgis dan Pinset Anatomis
c) Instrumen Penarik
Ada jenis yang harus dipegang dengan tangan maupun ada yang dibiarkan terpasang
tanpa dipegang. Panjang dan lebar bilah serta bentuk gagangnya bervariasi. Apabila
penarik ini mempunyai ujung runcing tidak boleh digunakan dekat pembuluh darah atau
organ berongga.
B. Teknik Aseptik
Komplikasi yang perlu diwaspadai dan dicegah pada pembedahan adalah infeksi.
Salah satu cara mencegah itu adalah Teknik Kerja Aseptik. Teknik aseptik adalah satu
cara untuk memperoleh dan memelihara keadaan steril. Dasar dari teknik ini adalah
bahwa infeksi berasal dari luar tubuh, karena itu teknik aseptik yang dipakai adalah
mencegah masuknya infeksi dari luar melalui tempat pembedahan. Prosedurnya ada 3
bagian yaitu :
1. Mencuci hamakan tempat kerja/pembedahan
2. Mencuci hamakan bagian tubuh yang kontak dengan tempat kerja
3. Sterilisasi alat-alat yang digunakan dalam pembedahan.
40
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Kulit :
1. Dicuci dari kotoran.
2. Dibasuh dengan larutan antiseptik (misalnya : yodium, jodofor, alkohol, mercuri
klorida, heksakloroform).
3. Cara membasuhnya dari dalam keluar, lamanya 5-10 menit.
Tangan :
Teknik pencucian tangan
Tujuan :
menghilangkan kotoran
menghilangkan lemak
menghilangkan/mematikan bakteri
Cara :
Cuci tangan dengan menggunkan bahan antiseptik yang dicampur dengan
detergen (sebagai pembersih dan desinfektan) misalnya dengan Hibizcrub atau
larutan betadin.
Kuku, kulit telapak tangan disikat secara hati-hati, sedangkan kulit punggung
tangan dan lengan tidak perlu disikat, cincin dilepaskan. Pencucian dilakukan
pada air yang mengalir, pembilasan dilakukan setelah 2 menit pemberian
antiseptik.
Posisi tangan harus lebih tinggi dari pada siku, dan tangan dibiarkan kering.
41
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Alat-alat yang sudah disterilkan selama pembedahan ditempatkan pada tempat khusus
yang steril pula.
1) Pengenalan benang
42
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Bahan benang dibedakan ada yang dapat diserap oleh jaringan sehingga tidak
perlu dilepas, sedangkan bahan yang tidak diserap jaringan harus diambil. Jenis
benang yang dapat diserap antara lain : kolagen, catgut, asam poliglikolat (Dexon),
poliglaktin (Vicryl), dan polidioksanon (PDS). Jenis benang yang tidak dapat diserap
antara lain : sutera (multifilamen), benang baja (monofilamen), Nilon (Ethilon), dan
polipropilen.
Ukuran benang baku yang ditetapkan oleh USP & BP (United State
Pharmacopoei & Brithish Pharmacopoeia) dari nomor kecil 11/0 (benang mikro)
sampai yang terbesar nomor 6 atau ukuran menurut metrik yang terbagi dalam satuan
sepersepuluh milimeter dari 0,1 sampai 8.
2) Pengenalan Jarum
Ada jarum yang dirancang dipegang dengan tangan tetapi adapula jarum yang
dirancang dipegang dengan instrumen. Bahannya terbuat dari baja tahan karat yang
ditutup lapisan yang memudahkan jarum tersebut menembus jaringan.
Ada 3 komponen dasar jarum yaitu bagian belakang, bagian tengah dan
bagian ujung. Bagian belakang yang berhubungan dengan benang, ada yang tidak
berlubang (jenis atraumatik) dan ada yang berlubang (jenis Mayo, jenis French).
Tubuh jarum dapat berbentuk lurus atau lengkung dengan pelbagai ukuran panjang,
diameter serta bentuk penampang. Jarum lurus dapat dipakai pada setiap situasi asal
tidak membelok, biasa dipakai untuk menjahit kulit. Jarum lengkung dapat digunakan
untuk menjahit kulit atau struktur yang lebih dalam. Kelengkungan jarum bermacam-
macam antara lain ¼, 3/8, ½ atau 5/8 lingkaran.
Kedalaman jaringan yang akan dijahit menentukan kelengkungan jarum
tersebut makin dalam jarum yang dipakai makin melengkung. Ujung jarum bentuknya
bermacam-macam, yaitu :
a. Jarum berujung “taper” traumanya paling minimal dapat dipakai untuk menjahit
jaringan lunak (peritonium).
b. Jarum berujung “cutting” (mempunyai 3 sisi tajam), dapat dipakai untuk menjahit
jaringan liat (kulit, tendo).
c. Jarum berujung tapercut (tubuh ramping, dengan 3 sisi tajam), dipakai pada
jaringan liat dengan luka minimal.
d. Jarum taper berujung tumpul, dipakai untuk menjahit jaringan yang rapuh (hepar,
ginjal).
3) Pembuatan Simpul
Dalam membuat simoul yang perlu diketahui adalah (1) jenis simpul, (2)
membuat simpul dengan satu tangan, (3) membuat simpul dengan dua tangan dan (4)
membuat simpul dengan instrumen, (5) memotong benang.
(1) Jenis simpul.
Jenis dan nama simpul dapat dilihat pada gambar 2 berikut :
A. Square knot
B. Surgeon’s knot
C. Granny knot
43
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Gambar 4.18. Jenis simpul A. square knot; B. Surgeon’s knot; C. Granny knot
44
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
4) Penutupan Luka
Luka dapat ditautkan dengan jahitan sederhana atau matras, terputus atau jelujur.
Jahitan sederhana
dapat dibuat terpisah atau jelujur.
Jahitan matras
dapat berupa matras vertikal, horizontal, terputus maupun jelujur.
Jahitan terputus
banyak dipakai untuk menjahit luka di kulit, karena apabila ada pus (cairan)
dapat dilepas satu atau dua jahitan dan membiarkan yang lain.
45
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Menjahit subcutis
Menjahit lemak subcutis dilakukan dengan jahitan terputus sederhana dengan simpul
terkubur.
Cara :
1. Pada jahitan ini lintasan jarum dimulai dan diakhiri didalam luka.
2. Mengangkat tepi luka dengan pinset bergigi sehingga pertemuan antara lemak dan
dermis jelas.
3. Jahitan dimulai dari sisi jauh operator.
4. Jarum lengkung berujung “taper” dengan benang dapat diserap ditusukkan jauh ke
jaringan lemak sampai keluar dekat permukaan.
5. Posisi tangan pemegang jarum pronasi maksimal lalu jarum ditembuskan dengan
gerak supinasi.
46
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
6. Setelah nomor 4, klem pemegang jarum dipindah untuk menjepit kembali dan
dengan gerakan pronasi serta supinasi jarum ditusukkan dari arah permukaan ke
lapisan dalam sisi yang lain.
7. Kemudian dibuat simpul dan dipotong.
47
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
TOTAL NILAI
TOTAL NILAI
5. Menentukan dan mampu membuat simpul yang baik serta memotong benang
Melakukan tindakan menutup luka dengan kasa steril yang diberi larutan
6.
antiseptik
7. Melakukan cuci tangan
TOTAL NILAI
48
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
TOTAL NILAI
49
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
BAB IX
PEMBALUTAN
Membalut adalah tindakan medis untuk menyangga atau menahan bagian tubuh
tertentu agar tidak bergeser atau berubah dari posisi yang dikehendaki.
Tujuan
1. Menahan sesuatu – misalnya bidai (spalk), kasa penutup luka, dan sebagainya – agar
tidak bergeser dari tempatnya
2. menahan pembengkakan (menghentikan pendarahan: pembalut tekanan)
3. Menyokong bagian tubuh yang cedera dan mencegah agar bagian tubuh itu tidak
bergerak
4. Menutup bagian tubuh agar tidak terkontaminasi
Macam
1. Mitella (pembalut segitiga)
2. Dasi (cravat)
3. Pita (pembalut gulung)
4. Plester (pembalut berperekat)
5. Pembalut lainnya
6. Kassa steril
1) Mitella
Bahan pembalut dari kain yang berbentuk segitiga sama kaki dengan berbagai ukuran.
Panjang kaki antara 50-100 cm.
Pembalut ini dipergunakan pada bagian tubuh yang terbentuk bulat atau untuk
menggantung bagian anggota yang cedera.
Pembalut ini biasa dipakai pada cedera di kepala, bahu, dada, siku, telapak tangan,
pinggul, telapak kaki, dan untuk menggantung lengan.
Dapat dilipat-lipat sejajar dengan alasnya dan menjadi pembalut bentuk dasi.
50
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
2) Dasi
Merupakan mitella yang dilipat-lipat dari salah satu segitiga agar beberapa lapis
dan berbentuk seperti pita dengan kedua ujung-ujungnya lancip dan lebarnya
antara 5-10 cm.
Pembalut ini biasa dipergunakan untuk membalut mata, dahi (atau bagian kepala
yang lain), rahang, ketiak, lengan, siku, paha, lutut, betis, dan kaki terkilir.
3) Pita
Dapat terbuat dari kain katun, kain kasa, flanel atau bahan elastis. Yang paling
sering adalah kassa. Hal ini dikarenakan kasa mudah meyerap air dan darah, serta
tidak mudah kendor.
Macam ukuran lebar pembalut dan penggunaannya:
- 2,5 cm untuk jari-jari
- 5 cm untuk leher dan pergelangan tangan
- 7,5 cm untuk kepala, lengan atas, lengan bawah, betis dan kaki
- 10 cm untuk paha dan sendi pinggul
- 10-15 cm untuk dada, perut dan punggung
4) Plester
Pembalut ini untuk merekatkan penutup luka, untuk fiksasi pada sendi yang
terkilir, untuk merekatkan pada kelainan patah tulang
Khusus untuk menutup luka biasa dilengkapi dengan obat antiseptik
5) Pembalut
Beberapa pembalut yang spesifik
Snelverband: pembalut pita yang sudah ditambahi dengan kassa penutup luka
dan steril, baru dibuka pada saat akan digunakan, sering dipakai pada luka-
luka lebar yang terdapat pada badan.
Sofratulle: kassa steril yang telah direndam dengan obat pembunuh kuman.
Biasa dipergunakan pada luka-luka kecil.
51
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
6) Kassa steril
Kassa yang dipotong dengan berbagai ukuran untuk menutup luka kecil yang
sudah diberi obat-obatan antibiotik atau antiseptik.
Setelah ditutup, kasa itu kemudian baru dibalut
Prosedur Pembalutan:
1. Perhatikan tempat atau letak yang akan dibalut dengan menjawab pertanyaan ini.
Bagian dari tubuh yang mana?
Luka terbuka atau tidak?
Bagaimana luas luka?
Perlu dibatasi gerak bagian tubuh tertentu atau tidak?
2. Pilih jenis pembalut yang akan dipergunakan. Dapat satu atau kombinasi.
3. Sebelum dibalut, jika luka terbuka perlu diberi desinfektan atau dibalut dengan pembalut
yang mengandung desifektan. Jika terjadi disposisi/dislokasi perlu direposisi.
4. Tentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan :
Dapat membatasi pergeseran/gerak bagian tubuh yang memang perlu difiksasi
Sesedikit mungkin membatasi gerak bagian tubuh yang lain.
Usahakan posisi balutan paling nyaman untuk kegiatan pokok penderita.
Tidak mengganggu peredaran darah, misalnya pada balutan berlapis, yang paling
bawah letaknya di sebelah distal.
Tidak mudah kendor atau lepas
Cara Membalut
1. Dengan Mitella
Salah satu sisi mitellla dilipat 3-4 cm sebanyak satu sampai tiga kali.
Pertengahan sisi yang telah terlipat diletakkan di luar bagian yang akan dibalut, lalu
ditarik secukupnya, dan kedua ujung sisi itu diikatkan.
Salah satu ujung bebas ditarik dan dapat diikatkan pada ikatan, atau diikat pada
tempat lain maupun dibiarkan bebas. Hal ini tergantung tempat dan kepentingannya.
52
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
2. Dengan Dasi
Pembalut mitella dilipat-lipat dari salah satu sisi sehingga berbentuk pita dengan
masing-masing ujung lancip.
Bebatkan pada tempat yang akan dibalut sampai kedua ujungnya dapat diikatkan
Diusahakan agar balutan tidak mudah kendor, dengan cara sebelum diikat arahnya
saling menarik
Kedua ujungnya diikatkan secukupnya
3. Dengan Pita
Berdasarkan besar bagian tubuh yang akan dibalut, maka dipilih pembalutan pita
ukuran lebar yang sesuai
Balutan pita biasanya beberapa lapis, dimulai dari salah satu ujung yang diletakkan
dari proksimal ke distal menutup sepanjang bagian tubuh, yang akan dibalut lalu dari
distal ke proksimal dibebatkan dengan arah bebatan saling menyilang dan tumpang
tindih antara bebatan yang satu dengan bebatan berikutnya.
Kemudian ujung yang dalam tadi diatas diikat dengan ujung yang lain secukupnya
53
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
4. Dengan Plester
Luka Terbuka
Luka diberi obat antiseptik
Tutup luka dengan kassa
Baru letakkan pembalut plester
54
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
55
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
56
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
57
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
58
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
1. DASI (cravat)
Merupakan mitella yang dilipat-lipat dari salah satu ujungnya sehingga berbentuk
pita dengan kedua ujung-ujungnya lancip dan lebarnya antara 5-10 cm.
Pembalut ini biasa dipergunakan untuk membalut mata, dahi (atau bagian kepala
yang lain), rahang, ketiak, lengan, siku, paha, lutut, betis, dan kaki yang terkilir.
Cara membalut:
o Bebatkan pada tempat yang akan dibalut sampai kedua ujungnya dapat diikatkan
o Diusahakan agar balutan tidak mudah kendor, dengan cara sebelum diikat
arahnya saling menarik
o Kedua ujung diikatkan secukupnya.
59
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
60
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
61
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
62
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
63
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
4. PEMBALUT LAINNYA
Snelverband: pembalut pita yang sudah ditambah kasa penutup luka, dan steril. Baru
dibuka saat akan digunakan, sering dipakai untuk menutup luka-luka lebar.
Sofratulle: kasa steril yang sudah direndam dalam antibiotika. Digunakan untuk
menutup luka-luka kecil.
5. KASSA STERIL
Kasa steril ialah potongan-potongan pembalut kasa yang sudah disterilkan dan
dibungkus sepotong demi sepotong. Pembungkus tidak boleh dibuka sebelum
digunakan.
Digunakan untuk menutup luka-luka kecil yang sudah didisinfeksi atau diobati
(misalnya sudah ditutupi sofratulle), yaitu sebelum luka dibalut atau diplester.
Prosedur Pembalutan:
1. Perhatikan tempat atau letak bagian tubuh yang akan dibalut dengan menjawab
pertanyaan ini:
Bagian dari tubuh yang mana? (untuk menentukan macam pembalut yang digunakan
dan ukuran pembalut bila menggunakan pita)
Luka terbuka atau tidak? (untuk perawatan luka dan menghentikan perdarahan)
Bagaimana luas luka? (untuk menentukan macam pembalut)
Perlu dibatasi gerak bagian tubuh tertentu atau tidak? (untuk menentukan perlu
dibidai/tidak?)
2. Pilih jenis pembalut yang akan digunakan. Dapat satu atau kombinasi.
64
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
3. Sebelum dibalut, jika luka terbuka perlu diberi desinfektan atau dibalut dengan pembalut
yang mengandung desinfektan. Jika terjadi disposisi/dislokasi perlu direposisi. Urut-
urutan tindakan desinfeksi luka terbuka:
Letakkan sepotong kasa steril di tengah luka (tidak usah ditekan) untuk melindungi
luka selama didesinfeksi.
Kulit sekitar luka dibasuh dengan air, disabun dan dicuci dengan zat antiseptik.
Kasa penutup luka diambil kembali. Luka disiram dengan air steril untuk membasuh
bekuan darah dan kotoran yang terdapat di dalamnya.
Dengan menggunakan pinset steril (dibakar atau direbus lebih dahulu) kotoran yang
tidak hanyut ketika disiram dibersihkan.
Tutup lukanya dengan sehelai sofratulle atau kasa steril biasa. Kemudian di atasnya
dilapisi dengan kasa yang agak tebal dan lembut.
Kemudian berikan balutan yang menekan.
Apabila terjadi pendarahan, tindakan penghentian pendarahan dapat dilakukan dengan
cara:
Pembalut tekan, dipertahankan sampai pendarahan berhenti atau sampai pertolongan
yang lebih mantap dapat diberikan.
Penekanan dengan jari tangan di pangkal arteri yang terluka. Penekanan paling lama
15 menit.
Pengikatan dengan tourniquet.
o Digunakan bila pendarahan sangat sulit dihentikan dengan cara biasa.
o Lokasi pemasangan: lima jari di bawah ketiak (untuk pendarahan di lengan) dan
lima jari di bawah lipat paha (untuk pendarahan di kaki)
o Cara: lilitkan torniket di tempat yang dikehendaki, sebelumnya dialasi dengan
kain atau kasa untuk mencegah lecet di kulit yang terkena torniket. Untuk torniket
kain, perlu dikencangkan dengan sepotong kayu. Tanda torniket sudah kencang
ialah menghilangnya denyut nadi di distal dan kulit menjadi pucat kekuningan.
o Setiap 10 menit torniket dikendorkan selama 30 detik, sementara luka ditekan
dengan kasa steril.
Elevasi bagian yang terluka
65
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
PEMBIDAIAN
Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat
tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah
tidak bergerak (immobilisasi), memberikan istirahat dan mengurangi rasa sakit. Maksud dari
immobilisasi adalah:
1) Ujung-ujung dari ruas patah tulang yang tajam tersebut tidak merusak jaringan
lemah, otot-otot, pembuluh darah, maupun syaraf.
2) Tidak menimbulkan rasa nyeri yang hebat, berarti pula mencegah terjadinya
syok karena rasa nyeri yang hebat.
3) Tidak membuat luka terbuka pada bagian tulang yang patah sehingga
mencegah terjadinya indfeksi tulang.
Pembidaian tidak hanya dilakkukan untuk immobilisasi tulang yang patah tetapi juga
untuk sendi yang baru direposisi setelah mengalami dislokasi. Sebuah sendi yang pernah
mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor sehingga gampang
mengalami dislokasi kembali, untuk itu setelah diperbaiki sebaiknya untuk sementara waktu
dilakukan pembidaian.
Prinsip pembidaian
1. Lakukan pembidaian di mana anggota badan mengalami cedera (korban jangan
dipindahkan sebelum dibidai). Korban dengan dugaan fraktur lebih aman dipindahkan ke
tandu medis darurat setelah dilakukan tindakan perawatan luka, pembalutan dan
pembidaian.
2. Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu harus
dipastikan dulu ada tidaknya patah tulang. Kemungkinan fraktur harus selalu dipikirkan
setiap terjadi kecelakaan akibat benturan yang keras. Apabila ada keraguan, perlakukan
sebagai fraktur.
Tanda dan gejala patah tulang:
Adanya tanda ruda paksa pada bagian tubuh yang diduga terjadi patah tulang:
pembengkakan, memar, rasa nyeri.
Nyeri sumbu: apabila diberi tekanan yang arahnya sejajar dengan tulang yang patah
akan memberikan nyeri yang hebat pada penderita.
Deformitas: apabila dibandingkan dengan bagian tulang yang sehat terlihat tidak sama
bentuk dan panjangnya.
Bagian tulang yang patah tidak dapat berfungsi dengan baik atau sama sekali tidak
dapat digunakan lagi.
3. Melewati minimal dua sendi yang berbatasan.
Prosedur Pembidaian
1. Siapkan alat-alat selengkapnya
2. Apabila penderita mengalami fraktur terbuka, hentikan perdarahan dan rawat lukanya
dengan cara menutup dengan kasa steril dan membalutnya.
3. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang, diukur dahulu
pada sendi yang sehat.
4. Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan. Memakai bantalan di antara bagian
yang patah agar tidak terjadi kerusakan jaringan kulit, pembuluh darah, atau penekanan
syaraf, terutama pada bagian tubuh yang ada tonjolan tulang.
66
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
5. Mengikat bidai dengan pengikat kain (dapat kain, baju, kopel, dll) dimulai dari sebelah
atas dan bawah fraktur. Tiap ikatan tidak boleh menyilang tepat di atas bagian fraktur.
Simpul ikatan jatuh pada permukaan bidainya, tidak pada permukaan anggota tubuh yang
dibidai.
6. Ikatan jangan terlalu keras atau kendor. Ikatan harus cukup jumlahnya agar secara
keseluruhan bagian tubuh yang patah tidak bergerak.
7. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
8. Sepatu, gelang, jam tangan dan alat pengikat perlu dilepas.
Syarat pembidaian
1. Siapkan alat-alat selengkapnya
2. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang, diukur lebih
dahulu pada anggota badan yang tidak sakit
3. Ikatan jangan terlalu keras atau kendor
4. Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan
5. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah
6. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah bidai
7. Sepatu, gelang, jam tangan dan alat pengikat perlu dilepas.
Beberapa patah tulang yang memerlukan pertolongan dengan pembidaian adalah patah tulang
tungkai bawah, dan patah tulang tungkai atas
67
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
68
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Pembalutan
Taraf
Kemampuan
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Meminta ijin kepada pasien untuk melakukan pembalutan
69
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Pembidaian
Taraf
No Aspek yang dinilai Kemampuan
0 1 2
1 Meminta ijin kepada pasien
2 Melakukan cuci tangan
3 Memeriksa bagian tubuh yang akan dibidai
Memilih dan mempersiapkan bidai yang sudah dibalut dengan
4
pembalut
Melakukan pembidaian melewati dua sendi dengan jumlah
5
ikatan yang cukup
Hasil pembidaian:
1. harus cukup jumlahnya
6
2. dimulai dari atas atau bawah tempat yang patah
3. tidak kendor atau keras
7 Mencuci tangan setelah melakukan tindakan
Menyadari keterbatasan diri dengan merujuk pasien dan
8
melakukan edukasi terkait penyakitnya
Keterangan:
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan, tetapi tidak benar/tidak lengkap
2 = dilakukan dengan benar
70
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
BAB X
Bedah minor adalah salah satu kegiatan pembedahan untuk tumor tumor jinak dan
dilakukan dengan anestesi lokal. Insisi adalah sayatan yang dilakukan pada jaringan dengan
instrumen yang tajam tanpa melakukan pengangkatan organ atau jaringan tersebut. Eksisi
adalah salah satu tindakan bedah untuk membuang jaringan dengan cara memotong.
Tindakan ini bertujuan untuk biopsi, pengangkatan tumor jinak atau untuk memperbaiki
penampilan secara kosmetik.
Insisi
Syarat insisi adalah memberikan akses yang baik dengan angka kegagalan rendah di
samping tidak berpengaruh buruk terhadap kosmetik. Pilihan insisi yang benar adalah yang
memberikan paparan terbaik untuk masingmasing operasi. Oleh karena itu banyak cara untuk
memasuki rongga peritoneum, tergantung pada organ dan jenis operasinya. Beberapa insisi
abdomen untuk pembedahan elektif diperlihatkan di bawah.
Insisi median (midline) memungkinkan akses cepat, dengan kehilangan darah
minimum dan mudah ditutup. Insisi paramediana perlu waktu lebih lama untuk mengerjakan
dan menutup serta kehilangan darah sedikit lebih banyak namun angka komplikasi lebih
rendah. Insisi transversal bisa dengan memotong otot (misal Kocher) atau memisah otot
(misal Lanz) tetapi walaupun memberikan akses yang baik, memerlukan waktu operasi lebih
lama. Di samping itu, kehilangan darah lebih banyak
Insisi dilakukan sebagai akses awal menuju daerah tujuan operasi. Insisi dilakukan
setelah mengkaji kembali diagnosa dan tujuan terapi bedah. Perencanaan insisi harus
disertai dengan perencanaan penutupan defek yang ditimbulkannya. Pengambilam masa di
subkutis yang tidak membuang kulit mungkin tidak akan menimbulkan masalah saat
penutupan defek, tetapi jika kulit ikut diambil maka ada kemungkinan timbul masalah saat
penutupan luka apalagi jika jariongsan kulit yang diambil luas. Menurut bentuknya insisi
dikelompokan menjadi :
1) Insisi Linier
Insisi dalam satu lintasan atau garis lurus, atau melengkung. Insisi ini
digunakan jika daerah operasi atau masa yang diambil tidak melekat/ berhubungan
dengan kulit. Misalnya mengambil masa lipoma yang letaknya di subkutis maka insisi
linier digunakan sebagai akses masuk dan diseksi sebagai lanjutan untuk evakuasi
masa.
71
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Digunakan sebagai akses jika target operasi masa yang akan diambil
berhubungan atau berada di kulit. Misalnya skin tag, granuloma, atau keloid.
Dilakukan juga untuk massa dilokasi lebih dalam dari kulit tetapi berhubungan
dengan kulit misalnya kista aterom, atau masa di subkutis lainnya yang terinfeksi
sampai kulit sehingga kulit diatasnya harus dibuang. Pada pembuatannya tentukan
lebih dulu lebar dan incisi sesuai dengan lesi, kemudian panjang insisi harus ≥ 3x
lebar
3) Insisi S atau Z
Insisi dalam satu lintasan berbentuk huruf S atau Z (tidak berbetuk lurus).
Insisi ini digunakan jika daerah operasi atau masa yang diambil biasanya tidak
berhubungan dengan kulit tetapi letaknya di persendian. Misalnya mengambil masa
Becker cyst di fosa poplitea. Insisi ini digunakan sebagai akses masuk dan diseksi
sebagai lanjutan jika masa sudah ditemukan. Tujuan dari bentuk yang tidak lurus
adalah untuk mencegah terjadinya kontraktur seteleh luka sembuh.
72
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
4) Insisi tangensial/transversal
- Insisi secara mendatar, sejajar dengan masa. Dilakukan pada masa solid yang
letaknya di kulit.
- Untuk bedah minor, insisi ini dilakukan pada insisi klavus dimana klavus
ditipiskan dahulu sampai inti yang masuk ditemukan yang dilanjutkan dengan
insisi ellips.
5) Insisi Poligonal
Digunakan sebagai akses sekaligus diseksi tajam jika target operasi masa yang
akan diambil berhubungan atau berada di kulit. Dibuat banyak sisi tajam atau
poligonal bertujuan untuk menghabiskan akar-akaran dari masa yang dibuang.
Misalnya tumor ganas kulit. Poligonal juga berfungsi untuk mengecek tiap sisi
apakah bebas dari masa tumor atau tidak.
Penutupan Defek
Pengambilan masa bersamaan dengan kulit diatasnya menimbulkan deffek
yang dapat ditutup dengan mendekatkan tepi luka. Mungkin juga jika defek terlalu
lebar maka kedua tepi luka tidak dapat didekatkan. Untuk itulah diperlukan teknik
khusus untuk menutup defek.
Sekali lagi, petutupan defek ini harus difikirkan saat merencanakan insisi,
bagaimana kemungkinan defek yang terjadi dan cara untuk menutupnya. Dengan
demikian, pada saat insisi telah tergambar rencana teknik penutupan defeknya.
Adapun teknik yang dapat dipakai adalah, advancement, flaps, STSG (split thickness
skin graff ), FTSG (full thickness) dan lain-lain.
Menutup defek dengan cara mendekatkan 2 sisi insisi. Dilakukan jika masing-
masing tepi longgar. Jika tidak maka dilakukan pembebasan jaringan subkutis dari
masing-masing tepi agar menjadi longgar sehingga masing-masi tepi bisa bertemu
sehingga jahitan tidak terlalu tegang /tension.
73
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
74
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
- Bandingkan kedua ujung insisi yang lancip dengan lengkung. Dog ear
terbentuk dari insisi yang lebih lengkung.
Gambar diatas mengoreksi dog ear dengan membuat insisi elips pada tepi
sayatan sebelumnya, sedangkan gambar bawah membuat insisi dua segitiga.
75
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
Keterampilan Universal Precaution
1. Memeriksa tumor dan merencanakan teknik bedahnya
2. Melakukan penandaan garis bedah
3. - Melakukan teknik sterilisasi (memakai alat perlindungan diri,
melakukan cuci tangan steril & Memakai sarung tangan / glove)
4. Melakukan disinfeksi luka
5. Meletakkan duk lubang yg steril diatas luka
6. Tidak menyentuh / memegang benda2 diluar area steril
Keterampilan Pengenalan Alat
7. Mampu menyebut nama dan fungsi alat bedah
8. Memegang dan memakai instrumen pemotong (skalpel & gunting)
9. Memegang dan memakai instrumen pemegang (pinset, hemostatic
forceps, needle holder, klem kain, retraktor, dll)
10. Memegang dan memakai instrumen
Keterampilan Teknik Anestesi Lokal
11. Menentukan teknik anestesi & jenis anestetik yang sesuai
12. Membuka kontainer obat anestetik
13. Memilih syringe & needle yang sesuai
14. Mengeluarkan udara dari syringe
15. Menusukkan needle 45º hingga mencapai sub-kutan
16. Menyuntikkan obat anestetik sambil menggerakkan needle
17. Menganestesi seluruh tepi lapangan operasi (terutama sepanjang
garis insisi & bawah lesi )
Keterampilan Teknik Insisi
18. Pemilihan ukuran & jenis mata skalpel / bisturi yang sesuai
19. Meregangkan kulit
20. Melakukan insisi tunggal dg kekuatan terukur
21. Insisi sejajar garis Langer / RSTL kulit
22. Insisi dengan skalpel tegak 90º pada arah kiri-kanan
23. Insisi tanpa memotong saraf dan pembuluh darah
24. Menghentikan perdarahan
Keterampilan Teknik Eksisi Ellips
18. Penandaan garis bedah dg bentuk ellips yang proporsional
19. Melakukan insisi diluar garis bedah
20. Membebaskan tumor dengan insisi dasar luka
21. Menghentikan perdarahan
22. Menjahit luka
Keterampilan Teknik Ekstirpasi
18. Penandaan garis bedah yang proporsional
19. Melakukan insisi lurus di garis tengah tumor
20. Membebaskan tumor dengan eksisi tumpul & tajam
21. Tidak memecahkan kapsul tumor
76
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Keterangan :
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan tetapi kurang benar
2 : dilakukan dengan benar
77
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
BAB XI
Ada dua metode yang dapat diterima dalam hemoglobinometri klinik, yaitu
Oksihemoglobin dan Sianmethemoglobin yang keduanya diukur menggunakan
spektrofotometrik. Metode oksihemoglobin hanya mengukur semua hemoglobin yang dapat
diubah menjadi oksihemoglobin, sedang karboksihemoglobin dan senyawa hemoglobin yang
lain tidak terukur. International committee for standardization in hematology (ICSH)
merekomendasikan metode sianmethemoglobin karena selain mudah dilakukan juga
mempunyai standar yang stabil dan hampir semua jenis hemoglobin dapat terukur kecuali
sulfhemoglobin.
A. Metode Sahli
Dasar reaksi metode ini adalah pembentukan hematin – asam. Pembentukan hematin
asam merupakan salah satu cara penetapan Hemoglobin (Hb) secara visual. Darah
diencerkan dengan larutan HCl sehingga Hb berubah menjadi hematin asam. Larutan
tersebut kemudian dilarutkan dengan aquadest sampai warnanya sama dengan warna standar
lalu kadar Hb ditentukan dengan melihat nilainya.
78
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Dasar reaksi dari metode pemeriksaan ini adalah Ferrisianida mengubah ion ferro
(Fe ) pada Hb menjadi ion ferri (Fe3+) sehingga terbentuk methemoglobin yang bereaksi
2+
dengan KCN membentuk pigmen stabil yaitu sianmethemoglobin. Intensitas warna yang
terbentuk diukur dengan fotometer pada λ 540 nm.
Penggunaan kalium emolysi fosfat dimaksudkan untuk menjaga agar pH tetap stabil
sehingga reaksi dapat berlangsung sempurna. Deterjen berfungsi mempercepat emolysis
darah serta mencegah kekeruhan yang timbul akibat adanya protein plasma.
Dilakukan pengenceran larutan standar 100, 75, 50, 25 dan 0% dengan pelarut
Drabkin dan sebagai blanko adalah larutan Drabkin. Setelah masing-masing tercampur
sempurna lalu dibiarkan pada suhu kamar selama 3 menit dan dibaca pada λ 540 nm.
Dibuat kurva dengan kadar Hb sebagai absis dan serapan sebagai ordinat lalu diplotkan
pada kurva tera. Atau menggunakan faktor, rumus mencari faktor adalah sebagai berikut:
79
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Faktor :
Pengawasan mutu :
Hemolisat yang diperdagangkan atau dibuat sendiri dengan standar hemisianida, CV
optimal = 3% dan CV rutin tidak boleh lebih dari 6%.
Sumber kesalahan :
1. Adanya bekuan darah
2. Darah lipemik menyebabkan hasil tinggi palsu
3. Leukositosis berat menyebabkan rendah palsu
4. Reagen Drabkin rusak
5. Fotometer yang kurang baik.
Metode Westergren
Nilai normal LED dengan metode ini untuk wanita 0 – 20 mm/jam dan laki-laki 0 – 15
mm/jam
Sumber kesalahan :
1. Pengisian tabung tidak tepat tanda 0. Sebaiknya diralat pada pembacaan hasil akhir
2. Kelebihan antikoagulan, menyebabkan LED turun
3. Bila lebih dari 1 jam, hasil akan meningkat
4. Kenaikan / penurunan suhu akan menaikkan / menurunkan hasil
5. Kemiringan tabung akan menaikkan hasil
6. Gelembung udara akan mengakibatkan kesalahan hasil
7. Adanya koagulan fibrin / jendalan mengakibatkan kesalahan hasil
80
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
81
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Skor
No Aspek yang dinilai
0 1 2
A Persiapan
1 Pemeriksa mengenakan sarung tangan
Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan
2
kadar Hb
B Penetapan Hb Sahli
Memasukkan HCl 0,1 N pada tabung pengencer sampai
1
setinggi skala terbawah (tanda 2).
Memasukkan 20µl spesimen darah dengan cara memasukkan
2
ujung mikropipet sampai ke dasar tabung
Mencampur isi tabung dengan cara menghisap dan
3
mengeluarkan ke dalam tabung pengencer.
4 Meletakkan tabung pengencer ke dalam komparator
Menambahkan aquades tetes demi tetes sampai warna larutan
5 sama dengan warna gelas standar sambil diaduk dengan
batang pengaduk.
Membaca warna larutan 3 menit kemudian pada jarak
6
sepanjang lengan atas dengan latar belakang cahaya.
82
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Skor
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Pemeriksa mengenakan sarung tangan
Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan untuk
2
pemeriksaan LED
Mencampur spesimen hingga homogen dan tidak ada
3
hemolisis
4 Membersihkan tabung westergren dan mengeringkannya
Mengisikan spesimen ke dalam tabung westergreen pada
5 rak dengan posisi tegak lurus serta menjauhkan dari
getaran dan sinar matahari langsung
Memeriksa tabung westergren satu jam kemudian dan
6
mencatat penurunan eritrosit dalam mm
7 Membersihkan alat yang telah digunakan.
83
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
BAB XII
Pemeriksaan rumple leed (RL test) bertujuan untuk mendeteksi kelainan vaskuler dan
trombosit. Pasien dengan kelainan vaskuler biasanya datang dengan perdarahan kulit.
Kelainan kulit yang tampak biasanya berupa petekie dan purpura. Akan tetapi ada juga
pasien yang tidak menunjukkan kelainan kulit sehingga perlu dideteksi dengan RL test.
Test rumple leed atau dikenal juga dengan percobaan pembendungan atau uji
tourniquet adalah salah satu pemeriksaan yang sering dilakukan dalam bidang hematologi.
Prosedur ini diberikan kepada mahasiswa agar mereka dapat memahami bahwa tes RL dapat
dipakai untuk menguji ketahanan kapiler dan fungsi trombosit sehingga dapat menjadi salah
satu cara diagnostik mengetahui adanya kelainan dalam proses hemostasis primer atau pada
pasien dengan tendensi perdarahan. Ketahanan kapiler dapat menurun pada penderita DHF,
ITP, Purpura dan scurvy.
Walaupun tes ini tidak memiliki spesifikasi yang tinggi, namun WHO
merekomendasikan tes ini untuk membantu diagnosis dengue hemorrhagic fever.
Tes tourniquet mempunyai nilai yang rendah dalam diagnosa dari infeksi demam
dengue di rumah sakit, namun ketika digunakan pada komunitas, hasil positif dari tes
tourniquet sangat membantu dalam memprediksi adanya infeksi dengue, tetapi hasil yang
negatif dari tes tourniquet tidak menyingkirkan adanya kemungkinan infeksi dengue.
84
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
BAB XIII
Tujuan Pembelajaran
Pendahuluan
Salah satu penatalaksanaan suatu keluhan dan penyakit yang diderita oleh seorang
penderita adalah pemberian obat-obatan atau terapi medikamentosa. Terapi medikamentosa
dapat diberikan secara oral (melalui mulut agar diabsorpsi oleh saluran cerna) atau secara
parenteral (melalui selain mulut). Terapi parenteral umumnya dilakukan jika terapi peroral
tidak memungkinkan misalnya pada keadaan penderita yang tidak sadar, atau pada keadaan
dimana obat-obatan harus segera diberikan agar efek terapeutik yang diharapkan cepat
terlihat misalnya pada keadaan gawat darurat. Tindakan ini dilakukan dengan jalan
memasukkan bahan atau obat-obatan melalui perantaraan suatu jarum dan alat pendorongnya
(suntikan atau spuit injeksi) langsung ke dalam pembuluh darah, jaringan kulit, subkutan
ataupun otot. Prosedur semacam ini lebih dikenal dengan tindakan injeksi.
Teknik Injeksi
Berdasarkan tujuan dan tempat pemberiannya, injeksi dibedakan atas :
1) Injeksi intramuskular (ke dalam otot)
2) Injeksi intrakutan atau intradermis (ke dalam kulit)
3) Injeksi subkutan atau hipodemis (ke dalam jaringan lemak subkutan atau
hypodemis)
4) Injeksi intravena (ke dalam vena)
85
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Di antara ketiga cara pertama, perbedaan teknik berada pada besar sudut insersi
jarum terhadap permukaan kulit dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Teknik suntikan ini adalah suntikan umum yang digunakan oleh tenaga kesehatan,
relatif mudah dilakukan dan aman. Obat diinjeksikan ke dalam lapisan otot. Resorpsi obat
akan terjadi dalam 10-30 menit. Tempat injeksi yang lazim dilakukan adalah di
bokong/pantat (regio glutea), lengan atas sebelah luar (regio deltoid), lengan atas sebelah
dalam (otot triceps), dan paha depan (otot rectus femoris). Obat yang sering diberikan secara
intramuskuler misalnya : vitamin, vaksin, antibiotik, antipiretik, hormon-hormon kelamin dan
lain-lain
86
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
4. Lepaskan penutup jarum, lalu tusukkanlah spuit + jarum pada daerah tersebut sampai
ujung jarum terendam dalam cairan obat. Angkatlah Vial obat dengan tangan kiri dan
peganglah bagian pompa spuit dengan tangan kanan, sampai pada posisi dimana letah
Vial obat lebih tinggi dari spuit. Tariklah ujung jarum ke belakang jika pada posisi ini
ujung jarum tidak terendam lagi dalam cairan obat.
5. Lakukan aspirasi cairan obat dengan cara menarik pompa spuit ke belakang sampai
tinggi permukaan cairan obat di dalam spuit lebih dari 2 cc.
6. Cabut jarum dari Vial obat, pasangkan tutup jarum kembali, lalu lepaskan jarum beserta
penutupnya dari spuit. Gantilah jarum dengan jarum baru lalu posisikan spuit tegak lurus
dengan arah jarum ke atas. Hilangkan gelembung udara yang ada di dalam cairan obat
pada spuit dengan cara memukul spuit dengan jari beberapa kali. Doronglah pompa spuit
ke depan/atas sampai rongga udara dan cairan obat ke luar sedikit melalui lubang jarum.
Pastikan dan tepatkan volume cairan obat dengan mencocokkan batas cairan obat dalam
spuit dengan skala yang terdapat pada dinding spuit.
7. Siapkan naracoba dengan posis tengkurap rileks dan buatlah daerah tempat suntikan
sebebas mungkin dari pakaian yang menutupinya (lihat Gambar 6.1, bagian B). Daerah
di regio glutea yang paling aman untuk injeksi adalah daerah segitiga seperti terlihat
pada Gambar 6.1..A. Patokan lain yang dipakai adalah pada daerah 1/3 cranial lateral
pada garis khayal yang melintang miring dari SIAS (Spina Ilaca Anteriorr Superior) ke
tulang ekor (os coocygeus).
8. Lakukan tindakan asepsis pada tempat yang dipilih untuk diinjeksi.
9. Regangkan kulit di atas area injeksi. Jarum akan lebih mudah ditusukkan bila kulit
teregang. Dengan teregangnya kulit, maka secara mekanis akan membantu mengurangi
sensitivitas ujung-ujung saraf di permukaan kulit.
10. Spuit dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan
11. Jarum ditusukkan dengan cepat melalui kulit dan subkutan sampai ke dalam otot dengan
jarum tegak lurus terhadap permukaan kulit, atau pangkal jarum menyentuh kulit dengan
arah tegak lurus permukaan kulit (lihat Gambar 6.1 C dan D).
87
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Gambar. Arah jarum tegak lurus permukaan kulit pada injeksi intramuskuler
12. Setelah jarum berada dalam lapisan otot, lakukan aspirasi untuk mengetahui apakah
jarum mengenai pembuluh darah atau tidak. Jika tidak ada darah yang terhisap atau
aspirasi negatif, injeksikan cairan obat sampai habis ke dalam otot pelan-pelan.
13. Cabut spuit + jarum dari tempat suntikannya, lalu tutupi bekas luka suntikan dengan
kapas alkohol 70% sambil masase area injeksi secara sirkuler menggunakan kapas
alkohol kurang lebih 5 detik agar obat dapat diabsorpsi lebih cepat.
14. Buanglah spuit injeksi beserta jarumnya dan kapas alkohol 70% yang telah terpakai ke
dalam bengkok. Periksa kembali kelengkapan peralatan dan Vial cairan obat.
15. Mintalah naracoba mengenakan dan merapikan kembali pakaiannya, dan bangun dari
posisi berbaring tengkurap untuk duduk. Tanyakan apakah ada keluhan selain nyeri pada
bokong bekas suntikan tadi.Tunggulah sekitar 15 menit untuk mengevaluasi kondisi
penderita.
PERHATIAN
Aspirasi harus selalu dilakukan sebelum menginjeksikan obat, karena obat yang
seharusnya masuk ke dalam otot atau jaringan lemak subkutan dapat menjadi emboli
yang berbahaya bila masuk ke dalam pembuluh darah.
Pastikan semua obat dalam spuit habis diinjeksikan ke dalam otot, karena sisa obat dalam
spuit dapat menyebabkan iritasi subkutan saat jarum ditarik keluar.
Jika pasien mendapatkan suntikan berulang, lakukan di sisi yang berbeda.
88
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Gambar 6.2. Lokasi injeksi intramuskuler di regio gluteus (kuadran superior lateral)
89
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Organ penting yang mungkin terkena adalah arteri brachialis atau nervus radialis. Hal ini
terjadi apabila kita menyuntik lebih jauh ke bawah daripada yang seharusnya.
Minta pasien untuk meletakkan tangannya di pinggul (seperti gaya seorang peragawati),
dengan demikian tonus ototnya akan berada kondisi yang mudah untuk disuntik dan dapat
mengurangi nyeri.
2) Injeksi Intrakutan/intradermal
Teknik injeksi ini sering digunakan untuk pemberian imunisasi BCG dan tes kulit
(skin test) sebelum pemberian antibiotika tertentu atau untuk test alergi. Teknik ini relatif
lebih sulit daripada injeksi intramuskular. Tempat injeksi yang lazim dilakukan adalah di
kulit lengan atas sebelah volar (regio antebrachium anterior). Berbeda dengan teknik injeksi
intramuskular yang menggunakan spuit 3,5 cc dan jarum dengan ukuran 11/4 inchi, teknik
injeksi intrakutan ini lebih mudah menggunakan spuit injeksi dengan ukuran 1 cc (spuit
tuberculin) dengan jarum kecil (25/26 gauge) dengan panjang ½ inchi.
Prosedur (Injeksi intrakutan pada lengan atas volar; lihat Gambar 6.2)
1. Persiapkan peralatan dan vial cairan obat seperti langkah 1 sampai 6 pada prosedur injeksi
i.m di atas, namun jumlah cairan obat yang diaspirasi dari Vial obat hanya 1 cc.
2. Persiapkan naracoba untuk serelaks mungkin, posisi dapat duduk atau berbaring, lengan
lurus dengan bagian volar lengan bawah naracoba menghadap operator.
3. Lakukan tindakan asepsis dengan kapas alkohol 70%.
90
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
4. Tusukkan spuit + jarum pada kulit sesuperfisial mungkin dengan cara mempertahan arah
jarum sejajar/separalel mungkin dengan permukaan kulit. Doronglah pompa spuit untuk
mengalirkan cairan obat, tanpa melakukan aspirasi terlebih dahulu. Jika ujung jarum yang
ditusukkan benar masuk ke dalam kulit (intrakutan), maka segera setelah cairan obat
masuk akan terbentuk gelembung kecil pada kulit tersebut dan biasanya tanpa perdarahan.
Jika tidak terbentuk maka ujung jarum mungkin terlalu dalam masuk ke dalam lapisan
subkutan.
Pada injeksi untuk imunisasi BCG atau tes kulit tidak dianjurkan menekan atau memijat
bagian gelembung yang terbentuk tersebut. Pada test kulit buatlah lingkaran dengan
diameter 5 cm mengelilingi tempat injeksi tadi, dan tunggu sekitar 5 – 10 menit untuk
melihat reaksi yang terjadi.
3) Injeksi Subkutan
Teknik injeksi ini hampir serupa dengan teknik injeksi intrakutan. Perbedaannya
hanya pada ukuran spuit dan jarum injeksi dan tempat injeksinya. Teknik injeksi ini dapat
dilakukan pada lengan atas (regio brachium) sebelah extensor dan pada daerah belakang paha
sebelah lateral (regio femoralis posterior lateral). Area deltoid dipilih bila volume obat yang
diinjeksikan sebanyak 0.5 – 1.0 mL atau kurang. Jika volume obat lebih dari itu (sampai
maksimal 3 mL) biasanya dipilih di area vastus lateralis.
91
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Teknik ini dapat menggunakan spuit ukuran 2, 3 atau 5 cc dengan ukuran jarum ½
sampai 1 inchi (no. 22 gauge atau lebih kecil). Teknik ini biasanya dilakukan untuk
pemberian obat-obatan yang kecepatan absorpsinya dikehendaki lebih lambat dibandingkan
injeksi intramuskuler atau efeknya diharapkan bertahan lebih lama. Obat yang diinjeksikan
secara subkutan harus obat-obat yang dapat diabsorpsi dengan sempurna supaya tidak
menimbulkan iritasi jaringan lemak subkutan. Contoh obatnya seperti epinefrin atau
adrenalin pada terapi asma bronkhiale akut atau pada keadaan shock.
Gambar. Area injeksi subkutan; kiri : area deltoid, kanan : area vastus lateralis
5. Buanglah spuit injeksi beserta jarumnya dan kapas alkohol 70% yang telah terpakai ke
dalam bengkok. Periksa kembali kelengkapan peralatan dan Vial cairan obat.
92
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
4) Injeksi Intravena
Teknik injeksi ini digunakan pada keadaan dimana efek obat diperlukan secepat
mungkin. Oleh karena obat langsung masuk ke dalam pembuluh darah tanpa melalui
perantaraan jaringan lain, maka teknik injeksi ini relatif mempunyai komplikasi yang lebih
besar daripada teknik injeksi lainnya. Tempat yang lazim dipilih adalah vena mediana atau
basilika pada lengan bawah volar dan vena-vena pada dorsum manus, vena malleolaris
anterior pada dorsum pedism, vena-vena pada tungkai dan vena femoralis. Teknik ini dapat
menggunakan spuit ukuran 2, 3 atau 5 cc dengan ukuran jarum 1¼ atau 1½ inchi.
Jenis obat yang diberikan dengan injeksi intravena adalah antibiotik, cairan intravena,
diuretik, antihistamin, antiemetik, kemoterapi, darah dan produk darah. Untuk injeksi bolus,
vena yang dipilih antara lain vena mediana cubitii dengan alasan lokasi superficial, terfiksir
dan mudah dimunculkan. Untuk infus intermiten dan kontinyu dipilih dipilih vena yang lurus
(menetap) dan paling distal atau dimasukkan melalui jalur intravena yang sudah terpasang.
Prosedur (Gambar 6.4, injeksi pada vena mediana atau basilica dan vena malleolaris
anterior):
1. Persiapkan peralatan dan vial cairan obat seperti langkah 1 sampai 6 pada prosedur
injeksi i.m di atas, jumlah cairan obat yang diaspirasi dari Vial obat hanya 1 cc.
2. Persiapkan naracoba untuk serelaks mungkin, posisi dapat duduk atau berbaring, lengan
dalam posisi supinasi dan sedikit flexi pada sendi siku.
3. Pasanglah torniquet pada lengan atas untuk membendung vena basilika dan vena
mediana. Identifikasi penonjolan vena tersebut dan kemudian lakukan tindakan asepsis
dengan kapas alkohol 70% pada kulit di atas vena tersebut
4. Tusukkan spuit + jarum pada kulit di atas vena tersebut dengan arah jarum diusahakan
separalel mungkin dengan vena.
5. Segera setelah ujung jarum masuk ke dalam lumen vena dan darah masuk dan bercampur
dengan cairan obat di dalam spuit, lepaskanlah torniquet.
6. Doronglah pompa spuit untuk mengalirkan cairan obat secara perlahan-lahan.
93
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
7. Persiapkan kapas alkohol 70%, lalu dengan hati-hati cabut spuit + jarum dari vena.
Bersamaan ujung jarum lepas dari vena, tempelkan kapas alkohol 70% untuk mencegah
darah keluar, lalu tekanlah beberapa saat.
8. Lipat siku naracoba, dan mintalah naracoba memegang dan menekan kapas alkohol 70%
tadi. Pertahankan posisi ini selama kurang lebih 5 menit agar luka tusukan menutup
dengan sendirinya akibat proses koagulasi.
9. Buanglah spuit injeksi beserta jarumnya dan kapas alkohol 70% yang telah terpakai ke
dalam bengkok. Periksa kembali kelengkapan peralatan dan Vial cairan obat.
PERHATIAN
Di setiap ruang praktek dokter, ruang injeksi di rumah sakit atau dalam tray alat-alat injeksi
harus tersedia peralatan dan obat-obat emergensi untuk mengatasi keadaan darurat yang
mungkin terjadi pasca injeksi, misalnya shock anafilaktik atau cardiac arrest.
Obat darurat yang harus disediakan adalah adrenalin 1:1000 (ampul adrenalin 1 mL) yang
disuntikkan secara intramuskuler.
94
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
NILAI
No ASPEK YANG DINILAI 0 1 2
Nilai :
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi belum benar dan lengkap
2 = dilakukan dengan benar dan lengkap
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1. Menjelaskan tindakan injeksi kepada naracoba (pasien) atau
orang tua pasien
2. Meminta persetujuan pasien
3. Menyiapkan peralatan : spuit, kapas beralkohol,obat (cairan)
& bengkok
4. Memasang jarum & memeriksa keutuhan pompa spuit
5. Melakukan asepsis vial obat & memasukkan obat ke spuit
6. Menghilangkan gelembung udara (memukul spuit dengan
jari) & mendorong pompa spuit sampai cairan obat ke luar
sedikit melalui jarum serta memastikan sampai volume obat
yang diinginkan
7. Menyiapkan naracoba (pasien) dengan posisi tengkurap
rileks & memperkirakan daerah yang paling aman untuk
8. injeksi
9. Melakukan asepsis pada daerah yang dipilih
95
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Nilai :
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi belum benar dan lengkap
2 = dilakukan dengan benar dan lengkap
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1. Menjelaskan tindakan injeksi kepada naracoba (pasien)
atau orang tua pasien
2. Meminta persetujuan pasien
3. Menyiapkan peralatan injeksi (spuit, kapas alkohol, cairan
obat dan bengkok)
4. Memeriksa spuit dengan cara mendorong dan menarik
beberapa kali dan mengencangkan posisi jarum pada spuit
dengan cara memutar jarum.
5. Mengambil obat sebanyak 1 cc dan melakukan aspirasi.
6. Mempersiapkan naracoba, posisi duduk / berbaring dengan
posisi lengan dalam keadaan pronasi.
7. Melakukan tindakan asepsis dengan kapas alkohol 70%
pada lengan kira-kira 10 cm diatas siku
8. Memegang kulit dengan cara mencabut dengan tangan kiri.
9. Memasukkan jarum antara dua jari tangan kiri dengan
arah miring sampai lapisan subcutan. Melakukan aspirasi
dan mengalirkan obat dengan perlahan-lahan
10. Mencabut spuit + jarum dan melakukan asepsis pada bekas
suntikan
Nilai : 0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi belum benar dan lengkap
2 = dilakukan dengan benar dan lengkap
96
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1. Menjelaskan tindakan injeksi kepada naracoba (pasien) atau orang tua
pasien
2. Meminta persetujuan pasien
3. Meminta pasien untuk rileks & tenang
4. Memasang torniquet pada lengan dengan pasien
5. Melakukan tindakan asepsis dengan kapas alkohol
6. Memasukkan spuit + jarum pada kulit diatas vena tersebut.
7. Melepaskan torniquet
8. Mendorong pompa spuit
9. Mencabut spuit + jarum dengan hati-hati
10. Membuang spuit injeksi + jarum ke dalam bengkok
Nilai : 0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi belum benar dan lengkap
2 = dilakukan dengan benar dan lengkap
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
Menjelaskan tindakan injeksi kepada naracoba (pasien) atau orang tua
pasien
Meminta persetujuan pasien
Menyiapkan peralatan : spuit, kapas beralkohol,obat (cairan) & bengkok
Melakukan asepsis vial obat & memasukkan obat ke spuit
Menghilangkan gelembung udara (memukul spuit dengan jari) &
mendorong pompa spuit sampai cairan obat ke luar sedikit melalui jarum
serta memastikan sampai volume obat yang diinginkan
Menyiapkan naracoba (pasien) dengan posisi posisi lengan lurus, bagian
anterior lengan bawah naracoba menghadap operator
Melakukan asepsis pada daerah injeksi
Menusukan jarum spuit ke kulit, posisi jarum sejajar permukaan kulit
Memasukkan cairan obat ke intrakutan dan melihat hasilnya (terbentuk
gelembung kecil di kulit)
Mencabut jarum
Membuang spuit & kapas yang sudah dipakai ke dalam bengkok,lalu
memeriksa kelengkapan alat
Meminta naracoba mengenakan & merapikan pakaian, lalu bangun &
duduk
Nilai :
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi belum benar dan lengkap
2 = dilakukan dengan benar dan lengkap
97
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
BAB XIV
Pendahuluan
Pemasangan infus intravena adalah suatu tindakan bedah sederhana yang bertujuan
untuk memberikan jalan bagi keperluan terapi baik terapi cairan dan transfusi maupun terapi
medikamentosa. Untuk keperluan terapi cairan dan transfusi, tindakan ini sering dilakukan
antara lain untuk resusitasi cairan agar fungsi hemodinamik cairan tubuh kembali normal
pada keadaan dehidrasi, shock, perdarahan dan lain sebagainya. Untuk tujuan terapi
medikamentosa, tindakan ini dilakukan agar efek terapeutik suatu obat yang diberikan cepat
timbul misalnya pada keadaan gawat darurat. Selain itu tindakan ini juga berguna pada
pemberian obat-obatan tertentu yang tidak bisa diberikan peroral, sehingga disebut juga terapi
parenteral.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tindakan ini adalah sterilitas (tindakan aseptik),
fiksasi dan kecepatan aliran. Sterilitas mutlak dilakukan supaya mikroba atau jasad renik
tidak masuk ke dalam tubuh. Untuk itu tempat pemasukan harus disucihamakan, jarum harus
tetap steril, tempat penampung darah harus steril dan penusukan vena harus dijamin bahwa
fiksasi cukup baik sehingga kanula atau jarum tidak mudah bergerak atau tercabut. Dalam
rangka fiksasi ini maka perlu dipertimbangkan pemilihan tempat vena yang akan dipunksi.
Pemilihan tempat ini juga mempertimbangkan ukuran dan mudahnya vena tersebut dapat
terlihat. Pada orang dewasa biasanya vena superfisial di lengan dan tungkai
Pengenalan dan pemilihan bahan dan peralatan yang harus dikuasai untuk tindakan
infus intravena meliputi pengenalan dan pemilihan :
1) Cairan infus
2) Infusion set
3) Jarum infus
1) Cairan infus
98
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Darrow,
Natrium Laktat 1/6 Molar,
NaHCO3 7,5% dan 8,4% (Bik-Nat),
dan larutan Dialysis.
Larutan Protein
Termasuk jenis larutan ini adalah :
Larutan L-asam amino 350 Kcal,
L-asam amino 600 Kcal + Sorbitol,
L-asam amino 500 Kcal + Sorbitol, dan
L-asam amino 1000 Kcal.
Plasma Expander
Termasuk jenis ini adalah :
Dextran 70,
Dextran 40,
Human Albumin 5% dan 25%,
Human Plasma,
Gelatin (dengan jembatan Urea) dan PVP.
Infusion set adalah suatu alat berbentung pipa yang biasanya terbuat dari plastik
dimana satu ujung berhubungan dengan botol/tabung cairan infus dan ujung yang lain
berhubungan dengan jarum infus. Bagian atau ujung yang berhubungan dengan botol cairan
infus berbentuk tabung melebar yang berfungsi untuk mengatur kecepatan tetesan infus.
Bagian yang lain yang berhubungan dengan jarum infus pada ujungnya terdapat tabung karet
elastis tempat injeksi/suntikan jarum untuk memberikan obat dan cairan lain melalui jarum
spuit injeksi. Pada pertengahan pipa plastik infusion set terdapat klem yang berfungsi untuk
mengatur kecepatan tetesan cairan infus.Sekarang infusion set ini sudah bersifat dispossible
untuk sekali pakai.
99
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Jarum infus yang diproduksi sekarang ada 2 macam yakni yang tanpa plastik kateter
dan yang menggunakan plastik kateter. Jarum infus tanpa plastik kateter biasanya dilengkapi
dengan karet plastik elastik berbentuk sayap (wing) pada pangkal jarum sebagai alat fiksasi
jarum pada permukaan kulit sehingga jarum tidak bergerak kemana-mana. Jarum infus
berbentuk demikian dikenal dengan istilah Wing Needle. Jarum infus yang dilengkapi plastik
kateter atau kanula sekarang sudah menjadi pilihan utama dibanding wing needle, karena
relatif kurang traumatik bagi kulit pasien dan menimbulkan reaksi jaringan yang minimal.
Jarum pada jarum infus jenis ini sebenarnya hanya sebagai penuntun (trokar) ke dalam
pembuluh darah, dan dapat dilepas jika kanula sudah berada di dalam pembuluh darah. Jarum
jenis ini dikenal luas dengan beberapa nama merk dagang Surflo ® dan Abbocath®,
Medicath®, dan Vennocath®. Dibanding wing needle, Surflo® pemasangannya lebih sulit dan
memerlukan teknik-teknik tertentu. Baik wing needle maupun Surflo mempunyai ukuran dari
nomor 14, 16, 18, 20, 22 dan 24 dimana semakin besar nomor semakin kecil diameter
jarumnya. Pemilihan ukuran jarum tergantung kondisi fisiopatologis pasien, kebiasaan, umur
dan keperluan pemberian. Pada keadaan syok sebaiknya menggunakan nomor 14 atau 16,
pada keadaan untuk memberikan kalori dan glukosa ke dalam sirkulasi sebaiknya
menggunakan nomor 20.
100
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Semua pembuluh darah vena di tubuh dapat dijadikan lokasi infus. Namun yang
dipilih biasanya adalah pembuluh darah ekstremitas khususnya lengan, terutama bila jangka
waktu pemberiannya lama agar mudah merawatnya. Ada 3 syarat yang harus diperhatikan
dalam pemilihan lokalisasi vena yang diinfus yakni (1) pada bagian sedistal mungkin, (2)
lurus atau tidak bercabang, dan (3) tidak pada persendian. Jika yang dipilih adalah vena yang
terletak dipersendian, maka diperlukan suatu alat untuk memfiksasi sendi tersebut agar
kateter infus tadi tidak mudah terlepas. Khusus pada bayi dipilih adalah vena-vena pada
kepala atau pada vena umbilikalis (infus tali pusat). Lokalisasi vena tempat punksi kateter
dapat dilihat pada gambar-gambar berikut :
101
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
2) Ambillah botol cairan infus, bukalah kemasannya, dan periksalah etiketnya sesuai atau
tidak dengan yang diperlukan, kualitas cairannya, apakah ada kekekuhan, perubahan
warna, partikel-partikel kotoran dan sebagainya serta tanggal kadaluwarsanya. Letakkan
botol cairan infus di tempat yang lebih tinggi dari lengan naracoba, biasanya pada
tempat gantungan infus yang sudah tersedia di samping tempat tidur dekat naracoba.
102
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
3) Bukalah infus set, pasanglah bagian pengatur tetesan pada cairan infus ditempatnya
dengan menusukkan bagian yang tajam ke tempatnya pada puncak botol infus. Tutuplah
klem pengatur tetesan semaksimal mungkin, lalu alirkan cairan ke dalam tabung
pengatur tetesan sampai pada batas yang ada atau sekitar ½ bagian tabung tersebut.
4) Bukalah klem infus semaksimal mungkin dan alirkan cairan infus melewati pipa infus
sampai seluruh pipa terisi cairan. Usahakan jangan sampai ada gelembung udara di
dalam pipa infus tersebut. Tutup kembali Klem infus secara maksimal.
5) Jika menggunakan wing needle bukalah jarum dari kemasannya, lalu sambungkan pipa
wing needle ke ujung pipa infus, bukalah klem untuk mengalirkan cairan infus sampai
mengalir keluar dari ujung jarum.
7) Siapkan naracoba dalam keadaan duduk atau berbaring, terutama harus dalam keadaan
rileks. Letakkan perlak kecil di bawah tempat pemasangan.
10) Lakukan tindakan asepsis pada daerah sekitar vena yang akan dipunksi dengan kapas
alkohol 70%.
11) Pasanglah torniquet pada bagian proksimal ekstremitas yang akan dipunksi venanya
untuk membendung aliran vena sehingga memungkinkan penonjolan vena yang dipilih
dari permukaan kulit. Jika vena yang diinginkan terletak profundal maka biasanya tidak
mudah untuk terlihat, maka lakukanlah perabaaan, tepukan ringan atau pijatan ringan
(milking) pada pembuluh vena tersebut agar lebih menonjol.
12) Bukalah pelindung jarum pada Surflo ®/Abbocath® atau Wing Needle. Lakukan tusukan
pada permukaan vena tersebut dengan arah jarum miring dengan arah pemukaan lubang
jarum menghadap ke atas dengan kedalaman yang cukup untuk menembus kulit sampai
menembus dinding aterior vena dan jarum masuk ke dalam vena. Untuk menghindari
ujung jarum menembus dinding posterior vena, setelah dirasa ujung jarum telah masuk
lumen vena, putarlah jarum 180o agar lubang jarum menghadap ke bawah/dinding
posterior vena. Jika jarum telah tepat masuk ke dalam lumen vena maka akan terlihat
darah mengalir mengisi penuh bagian pangkal jarum yang berbentuk pipa buntu (pada
Surflo® atau Abbocath®) atau darah akan mengalir sampai tercampur dengan cairan
infus yang mengisi pipa plastik pada Wing Needle. Untuk Surflo® atau Abbocath® :
tariklah sedikit ke belakang bagian jarum (trokar) dan lepaskan tourniket kemudian
doronglah ke depan bagian plastik (kanula) yang terletak di sebelah luarnya secara hati-
hati sampai pangkalnya sehingga seluruh panjang kanula masuk ke dalam lumen vena
dengan arah sejajar dengan permukaan vena (lihat Gambar 6, 7 dan 8).
13) Segera bukalah klem secara maksimal agar cairan infus mengalir deras masuk ke dalam
vena. Amati lengan penderita apakah terjadi ekstravasasi atau tidak. Jika terjadi
ekstravasasi maka akan tampak penonjolan kulit disekitar vena tersebut dan tetesan
menjadi lambat sampai berhenti sama sekali. Kontrol ulang sekali lagi untuk
103
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
memastikannya. Jika terjadi ekstravasasi cabut kanula dari vena tersebut, dan lakukan
pengulangan punksi pada vena yang sama dengan tempat yang lebih proksimal atau
pada vena lain yang baru pada tempat yang lain.
14) Apabila telah berhasil, tempelkanlah kasa yang telah diberi disenfektan (betadin)
kemudian dipasang dibawah kanula kateter intravena, pasangkan plester di atas tempat
tusukan pada vena dan lakukan fiksasi sekali lagi membentuk simpul kupu-kupu dengan
menggunakan plester secara melingkar pada pipa infus set sedemikian rupa agar
menjamin aliran cairan yang lancar.
15) Aturlah tetesan infus yang diinginkan dengan mengatur klem infus. Tempelkan label
pada botol cairan infus yang berisi identitas penderita, jenis dan jumlah cairan yang
diberikan selama 24 jam, tandai botol cairan yang keberapa, dan kecepatan tetesan
cairan permenit serta jadual pemberiannya.
16) Periksalah kembali peralatan dan bersihkan kotoran yang ada seperti tetesan darah
ataupun tetesan cairan infus yang mungkin ada dan melekat pada lengan dan sekitar
naracoba.
Pedoman Tambahan
Ada beberapa pedoman tambahan dalam pemberian infus, yaitu :
a. Cairan dengan konsentrasi tinggi labih dari 10% selalu diberikan melalui jarum
dengan ukuran yang besar atau melalui pipa CVP.
b. Larutan Gula konsentrasi 5% sebagai cairan standar pelarut.
c. Cairan elektrolit yang pekat (misalnya KCl) selalu disuplai dalam ampul dan
pemberiannya harus diencerkan terlebih dahulu pada botol infus. Tidak bolah
langsung secara intravena.
d. Larutan asam-amino harus diberikan bersama atau sesudah (piggy-back) cairan
gula/kalori.
e. Kanula infus paling lama dipakai dalam waktu 72 jam, sedangkan jarum wing
needle paling lama 48 jam.
104
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Perhitungan jumlah tetesan sangat tergantung kebutuhan dan jadual pemberian cairan
infus perhari. Tetesan dalam satuan jumlah tetesan permenit yang ditentukan dari jumlah
cairan infus yang dibutuhkan.
Infus set yang tersedia ada 2 jenis yaitu infuse set makro dan infuse set mikro. Perhitungan
jumlah tetesan sebagai berikut :
- infuse set makro : 1 cc = 15 tetes atau 20 tetes (tergantung pada produk yang
digunakan)
- infuse set mikro : 1 cc = 60 tetes (khusus untuk ana kurang dari 12 bulan)
105
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Skor
No Aspek yang Dinilai
0 1 2
1 Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2 Membuka kemasan infus set
3 Memutar klem pengatur tetesan sampai selang tertutup
4 Menjaga sterilitas penusuk botol
5 Membuka penutup botol infus
6 Menusukkan ujung penusuk infus set ke botol secara tegak lurus
7 Menekan chamber sampai cairan terisi setengah
8 Menaikkan ujung infus set sejajar chamber
9 Memutar klem pengatur tetesan agar udara mudah keluar
10 Meletakkan botol pada tempatnya
Skor
No Aspek yang Dinilai
0 1 2
1 Mencuci tangan secara aseptik
2 Menyiapkan kapas, alkohol 70%, dan jarum infus
3 Menentukan lokasi pemasangan infus
4 Melakukan stewing
5 Melakukan tindakan asepsis pada lokasi pemasangan infus
6 Menusukkan jarum pada kulit lokasi pemasangan infus
7 Memperhatikan pangkal jarum
8 Melepaskan torniket
9 Menarik jarum (trokar) ke luar
10 Memasukkan kanula masuk ke dalam lumen vena
12 Menghubungkan pangkal kanula dengan selang infus
13 Membuka pengatur tetesan (klem) secara maksimal
14 Memiksasi karet dan selang infus
15 Mengatur kembali tetesan sesuai dengan jumlah cairan yang
diberikan
Keterangan :
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan, tetapi tidak benar
2 = dilakukan dengan benar
106
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
BAB XV
Disuria
Disuria didefinisikan sebagai pengalaman nyeri, terbakar, atau tidak nyaman pada saat
atau segera setelah kencing. Meski memiliki diagnosis banding yang banyak, disuria paling
sering terjadi karena inflamasi atau infeksi dari kandung kemih dan atau uretra.
Infeksi saluran kemih (ISK), termasuk uretra, kandung kemih dan prostat, sejauh ini
yang paling sering menyebabkan disuria. Data yang mengkaitkan prevalensi relatif penyebab
lain disuria belum dipublikasikan. Wanita lebih sering mengalami disuria dibandingkan
dengan pria; hampir 25% wanita dewasa mengalami episode akut disuria tiap tahun. Keluhan
lebih sering pada usia wanita muda yang aktif secara seksual. Pada laki-laki insidensi ISK
meningkat seiring dengan peningkatan usia. Pada wanita dengan disuria dan adanya cairan
vagina, vulvovaginitis lebih sering terjadi daripada ISK. Sebaliknya, pada wanita dengan
disuria tanpa gejala pada vagina, ISK lebih sering terjadi.
ISK cenderung berulang pada beberapa pasien, terutama wanita muda yang aktif
secara seksual. Sehingga, untuk beberapa pasien, anamnesis mungkin penanda penting
dengan mengenali bahwa pasien memiliki gejala serupa sebelumnya. Pada beberapa kondisi,
selalu berguna untuk membandingkan gejala yang terkini dengan riwayat terdahulu. Jika
gejala berulang pada wanita yang mengalami sistitis sebelumnya, infeksi terjadi pada 90%
pasien.
Efisiensi sangat penting dalam melakukan anamnesis pada pasien dengan disuria.
Karena sebagian besar pasien mengalami etiologi dari infeksi, cobalah untuk
mengkonfirmasikan adanya ISK tanpa memperpanjang anamnesis yang tidak perlu. Masuk
akal untuk memulai hipotesis bahwa ada infeksi yang didukung dengan adanya gambaran
seperti berikut: disuria, nyeri suprapubik ringan, sering kencing dan tidak dapat menahan
kencing, dan urin berkabut.
Meski sebagian besar pasien dengan disuria mengalami ISK bawah, dokter harus tetap
memikirkan diagnosis alternatif sehingga diagnosis yang serius dapat disingkirkan. Meski
gejala yang serius jarang pada pasien dengan disuria, penting untuk mempertimbangkan hal
tersebut, terutama jika aspek anamnesis merupakan atipikal untuk infeksi.
Kombinasi gejala tertentu sangat berguna dalam diagnosis sistitis. Sebagai contoh,
pada wanita, adanya disuria dan sering kencing tanpa sekret atau iritasi vagina
memungkinkan diagnosis sistitis pada lebih dari 90% kasus. Sebaliknya, iritasi atau sekret
vagina menurunkan kemungkinan sistitis sekitar 20%.
107
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
108
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Hematuria
Sedikit gejala lebih membahayakan pada pasien daripada urin yang berwarna merah
atau coklat. Prioritas awal adalah untuk menentukan apakah perubahan warna disebabkan
darah dalam urin atau sebab lain. Diagnosis gross hematuria, atau darah yang terlihat dalam
urine, harus dikonfirmasi dengan sentrifugasi spesimen urin.
Hematuri mikroskopis biasanya tidak disadari oleh pasien, tetapi sering sering
terdiagnosis pada urinalisis rutin selama penapisan untuk meyakinkan diagnosis. Badan
kesehatan merekomendasikan penapisan rutin untuk hematuria mikroskopis. Badan tersebut
mencatat bahwa hematuri mikroskopis memiliki nilai prediksi yang rendah untuk kanker
kandung kemih, meski pada pasien dengan risiko tinggi, dan bahwa tidak ada bukti bahwa
deteksi dini meningkatkan prognosis.
Peningkatan usia (terutama usia lebih tua dari 40-50 tahun) dan jenis kelamian pria
berhubungan dengan peningkatan insidensi keganasan. Gejala penyerta (penurunan berat
badan, kehilangan napsu makan, kelelahan kronis) mengindikasikan keganasan atau infeksi
kronis. Berbagai faktor pada riwayat pribadi dan sosial dapat menyebabkan peningkatan
risiko keganasan dan penyakit serius lain seperti paparan pewarna anilin pada kulit, ban atau
109
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
industri karet, riwayat pengobatan dengan siklofosfamid atau radiasi pelvis, mengkonsumsi
sediaan herbal untuk menurunkan berat badan yang mengandung asam aristolokik. Riwayat
ketulian atau penyakit ginjal keluarga mengindikasikan penyakit keturunan.
Semua pasien meskipun hanya sekali mengalami gross hematuria harus menjalani
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh diikuti dengan evaluasi urologi atau
nefrologi kecuali penyebab sementara, dan sembuh sendiri dapat diidentifikasi (trauma,
infeksi, menstruasi, akibat olahraga). Meski pasien mengalami penyebab sementara, jika ada
faktor risiko serius untuk keganasan, evaluasi lanjut harus dipertimbangkan.
Darah di urin dapat karena iritasi dan dapat menyebabkan disuria, meski tidak
ditemukan adanya ISK atau penyakit batu ginjal. Prognosis hamturia tergantung pada
etiologi. Keganasan genitourinari lanjut (metastasis) menyebabkan kematian pada sebagian
besar pasien. Keganasan yang terlokalisasi dapat diterapi pada sebagian besar pasien, dengan
angka kesembuhan tergantung pada tempat keganasannya. Glomerulonefritis akut progresif
terjadi pada sekitar 10% pasien dengan nefropati IgA, penyebab tersering hematuria
mikroskopis. Pada 20-30% kasus, gagal ginjal kronis muncul dalam 1-2 dekade. Sisanya
berlanjut mengalami gross hematuria atau hematuria mikroskopis tetapi disfungsi ginjal yang
serius tidak terjadi. Mayoritas kasus glomerulonefritis paska infeksi sembuh dalam hitungan
minggu atau bulan, di mana bentuk lain glomerulonefritis (membranoproliferatif, progresif
cepat) dapat berkembang cepat menjadi gagal ginjal ireversibel kecuali dengan terapi
imunosupresan.
110
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Nyeri Pinggang
Nyeri pinggang mengarah pada nyeri yang terjadi tepat di bawah iga 12, menuju sudut
kostovertebra dan daerah lateral dari sudut tersebut. Pasien sering mendeskripsikan nyeri
pinggang sebagai nyeri punggung atas unilateral. Diagnosis banding awal tergantung pada
usia pasien, jenis kelamin, dan penyakit penyerta. Tetapi, nefrolitiasis, pielonefritis dan
regangan otot terjadi pada sebagian besar kasus.
Sayangnya hanya ada sedikit data untuk prevalensi berbagai penyebab nyeri
pinggang. Lebih jauh, pasien jarang mengeluhkan nyeri pinggang kepada dokter, lebih sering
sebagai nyeri punggung.
Nyeri pinggang sering disebabkan oleh obstruksi mendadak ureter oleh batu ginjal
atau kolik ginjal. Nyeri kolik ginjal cenderung mendadak, parah, dan menguras tenaga.
Karena batu dapat turun melalui sistem kolektivus, nyeri juga dapat terjadi pada abdomen
111
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
kuadran bawah dan genitalia. Disuria, sering kencing, rasa ingin kencing, dan hematuria
merupakan keluhan yang dapat mengikuti urolitiasis.
Penyebab muskuloskeletal dari nyeri pinggang sering kali sangat jelas secara klinis.
Pasien biasanya mengeluhkan kondisi yang memicu keluhan seperti mengayunkan tongkat
kasti atau mengangkat benda yang berat. Nyeri pinggang yang berhubungan dengan
gambaran yang unik seperti nyeri dada pleuritis, batuk, atau keringat malam, memerlukan
perhatian yang serius. Nyeri pinggang dengan urinalisis yang normal harus cepat menjadi
perhatian patologi di luar ginjal. Perhatian yang sangat serius harus diberikan pada pasien
dengan riwayat yang mengindikasikan hipotensi, seperti pusing, pingsan, atau bingung.
Perdarahan retroperitoneal dapat menyebabkan nyeri pinggang dan hipotensi. Mortalitasnya
cukup tinggi untuk pasien tersebut, meski diagnosis dini telah dibuat. Penyebab serius nyeri
pinggang cenderung jarang. Untungnya, urinalisis yang cepat mempersempit diagnosis
banding awal.
112
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Keluarnya urin dengan tidak sengaja merupakan hal yang sering ditemukan pada
wanita dan pria, mengenai sekitar 5% pria dan 30% wanita berumur kurang dari 64 tahun,
dan 15% pria dan 50% wanita yang berumur lebih tua dari 64 tahun. Jika terjadi
inkontinensia urin berat, hal ini bisa terjadi dari isolasi sosial, depresi, dan bahkan
institusionalisasi.
Prevalensi IU bervariasi berdasar umur dan jenis kelamin. Aktivitas yang berlebihan
dari kandung kemih – dengan atau tanpa inkontinensia – memiliki prevalensi yang sama
antara pria dan wanita, meningkat dari sekitar 5% pada mereka yang berusia antara 25-34
tahun sampai sekitar 30% setelah berumur 74 tahun. Tetapi, prevalensi IU karena
hiperaktivitas kandung kemih meningkat lebih cepat berdasarkan umur pada wanita
113
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
dibandingkan pada pria, pada usia 75% wanita dua kali lebih besar mengalami IU. IU terjadi
terutama pada wanita terjadi karena kelemahan dasar panggul, tetapi pada pria yang mengalai
kerusakan spingter internal akibat pembedahan prostat atau instrumentasi.
Beberapa pasien merasa malu karena mengalami IU, dan tidak akan melaporkan
kecuali ditanya. Anamnesis merupakan alat diagnostik yang paling efektif untuk mendeteksi
IU, meski sensitivitas dan spesifisitasnya bervariasi tergantung dari bagaimana cara
menanyakannya dan prevalensi subtipe inkontinensia yang spesifik usia.
IU akut yang berhubungan dengan penyebab yang reversibel memiliki prognosis yang
baik. IU dapat diatasi dengan latihan peregangan kandung kemih, yang sama efektifnya
dengan pemberian obat. Teknik pembedahan yang lebih baru dan spinter buatan memperbaiki
prognosis untuk pasien dengan IU berat karena disfungsi dasar panggul atau inkompetensi
spinter.
114
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
DAFTAR TILIK
No KETERANGAN 0 1 2
A Aspek komunikasi
1 Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2 Mendengarkan secara aktif
3 Tidak memotong pembicaraan pasien selama masih relevan
4 Menggunakan bahasa yang bisa dipahami pasien
5 Mempertahankan kontak mata dengan pasien
6 Menunjukkan empati
Aspek anamnesis
1 Menanyakan identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan
2 Menanyakan keluhan utama (nyeri kencing, kencing darah, nyeri
pinggang, inkontinensia urin)
3 Menggali riwayat penyakit sekarang
Nyeri kencing:
Durasi keluhan
Onset mendadak atau bertahap
Keluhan memburuk di awal, atau akhir kencing
Kencing sulit ditahan
Rasa terbakar, nyeri saat kencing
Frekuensi kencing
Karakteristik urin: volume urin tiap kencing, warna, bau amonia
Keluhan nyeri suprapubik
Keluhan penyerta:
o cairan uretra (pria) atau vagina (wanita),
o nyeri saat berhubungan badan
o nyeri pinggang
o rasa tidak nyaman di daerah perineum dan atau rectum
o demam
Kencing darah
Onset
Riwayat keluhan dahulu
Darah di awal, akhir, atau sepanjang kencing
Didahului oleh aktivitas berat, cedera, pemasangan kateter,
menstruasi (wanita)
Karakteristik urin: bekuan, bentuk bekuan (pipa atau bulat)
Keluhan penyerta:
o Demam
o Rasa nyeri atau terbakar saat kencing
o Rasa nyeri tajam saat kencing di atas kemaluan
o Nyeri supra pubik
o Nyeri pinggang atau punggung
o Sering kencing saat malam hari
o Penurunan aliran kencing
115
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Nyeri pinggang
Onset mendadak atau bertahap
Durasi
Lokasi (unilateral atau bilateral)
Karakteristik nyeri: derajat nyeri, sifat nyeri (hilang timbul), rasa
terbakar, rasa nyeri (tumpul tajam)
Factor pemicu (aktivitas fisik, makan banyak lemak)
Keluhan penyerta:
o Nyeri menyebar ke daerah lain (penis, vagina, abdomen)
o Keluhan kencing (kualitas, kuantitas kencing, darah)
o Keluhan saluran cerna (diare, mual, muntah, obstipasi)
o Keluhan kardivaskular (palpitasi)
o Keluhan kulit (ruam, nyeri sentuh)
o Keluhan saluran napas (batuk, nyeri memburuk saat
inspirasi)
o Demam
Inkontinensia urin (IU)
Onset perlahan atau mendadak
Durasi antar IU
IU saat
o Menuju toilet, Menunggu toilet yang masih dipakai orang
lain, Menunda kencing
o Saat duduk atau berbaring, batuk, tertawa, bersin
o Menangkat benda berat
o Bangkit dari duduk
o Olahraga
Volume urin
Keluhan penyerta:
o Riwayat penggunaan obat, pembedahan (prostatektomi),
radiasi, makanan dan minuman, melahirkan, pemasangan
kateter
o Nyeri kencing
o Keluhan saluran cerna (konstipasi)
o Keluhan psikologis
4 Menggali riwayat penyakit dahulu:
Ada tidaknya penyakit seperti ini sebelumnya
Penyakit lain yang pernah diderita (operasi, trauma, ISK, dll)
5 Menanyakan riwayat mengkonsumsi obat
6 Membuat resume anamnesis
Keterangan:
1. tidak dilakukan
2. dilakukan tapi tidak benar/tidak lengkap
3. dilakukan dengan benar
116
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
BAB XVI
PENDAHULUAN
Struktur luar dari sistem reproduksi pria terdiri dari penis, skrotum dan testis. Penis
terdiri dari:
Akar (menempel pada dinding perut)
Batang (bagian tengah penis)
Gland (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut)
Lubang uretra berada di ujung gland penis. Dasar gland penis disebut korona. Pada
pria yang tidak disunat, kulit depan (preputium) membentang dari korona menutupi gland
penis. (Gambar 1)
Skrotum merupakan kantung berkulit tipis yang mengelilingi dan melindungi testis.
Skrotum juga bertindak sebagai pengontrol suhu untuk testis. Karena agar sperma terbentuk
secara normal, testis harus memiliki suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan suhu
tubuh. Otot kremaster pada dinding skrotum akan mengendur sehingga testis akan jauh dari
tubuh (suhu menjadi lebih dingin) atau skrotum akan mengencang sehingga testis lebih dekat
dengan tubuh (suhu menjadi lebih hangat).
Testis berbentuk lonjong dengan ukuran sebesar buah zaitun dan terletak di dalam
skrotum. Biasanya testis kiri lebih rendah daripada testis kanan. Testis memiliki 2 fungsi
yaitu menghasilkan sperma dan membuat testosterone. (Gambar 2)
117
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
1. GENITALIA EKSTERNA
Penis harus diinspeksi. Pada pria yang sudah mengalami pubertas, distribusi rambut
pubis harus diperhatikan. Jika masih ada preputium, maka harus ditarik dan dilakukan
pemeriksaan pada orifisium uretra eksterna. Gland penis diinspeksi untuk mengetahui adanya
jaringan parut atau perlukaan, chancres, dan cairan uretra dan dilakukan pula perabaan
kelenjar limfa inguinal. Anomaly tersering dari genitalia eksterna adalah hipospadia di mana
terjadi malposisi dari urifisium uretra. Hal ini bisa terjadi pada 1 di antara 300 anak laki-laki.
Fimosis adalah suatu kondisi di mana terjadi kontraktur dari preputium sehingga tidak bias
ditarik melebihi gland penis. Hal ini merupakan predisposisi terjadi balanitis dan dapat cukup
parah untuk menyebabkan obstruksi pada aliran urin.
Pemeriksaan genitalia eksterna pria meliputi pemeriksaan inspeksi dan palpasi penis,
orificium uretra eksterna, skrotum dan testis. Inspeksi dan palpasi genitalia eksterna pria
dilakukan dengan posisi pasien berdiri di depan tempat duduk pemeriksa. Pemeriksaan dapat
diulang dalam posisi pasien berbaring.
2. TESTES
Testes harus diperiksa baik pada posisi berbaring maupun pada posisi berdiri. Pasien
lebih merasa nyaman jika berbaring dan lebih mudah untuk melakukan palpasi testes, tetapi
pasien juga harus diperiksa saat berdiri untuk mengetahui adanya varicocel. Varicocel adalah
pelebaran vena dari fleksus pampiniformis. Pada pria normal, testis sebelah kiri mengantung
lebih rendah daripada sebelah kanan. Testes tidak boleh diraba secara kasar untuk
menentukan ukuran, permukaan dan konsistensinya. Perkiraan ukuran harus ditentukan,
118
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
tetapi hanya setelah ratusan kali perabaan dapat ditentukan rentang ukuran testes yang
normal. Rata-rata ukuran panjang testes adalah 4,5 cm dengan lebar 2,5 cm, dan normalnya
sensitive meskipun terhadap tekanan yang ringan. Jika salah satu testis berukuran lebih kecil,
hal ini mengindikasikan adanya riwayat infeksi atau cedera. Gondongan (mumps) dan sifilis
merupakan infeksi yang sering memberikan pengaruh pada testes.
Jika testes berukuran lebih dari normal, harus dicurigai adanya tumor, terutama jika
permukaannya tidak rata. Tumor testes biasanya tidak nyeri dan tidak lunak. Pembengkakan
pada skrotum harus diperika dengan cara yang sama untuk melakukan pemeriksaan
pembengkakan lainnya. Skrotum biasanya terisi oleh cairan dan dapat dikonfirmasi dengan
pemeriksaan transluminasi. Hidrokel, spermatokel, dan kista epididimis merupakan
kemungkinan utama penyebab pembengkakan tersebut. Kondisi ini dapat didiagnosis dari
hubungan anatominya terhadap testes.
3. CRYPTORCHIDISME
Pada testes yang tidak turun, testes bias berada di kanal inguinal, bias pula di dalam
abdomen. Testes tidak masuk ke kantung testes terjadi pada 10% kelahiran anak laki-laki,
pada 2% usia 1 tahun, tetapi sesudah cryptorchidisme unilateral atau bilateral pada pubertas
hanya ditemukan sebanyak 0,3%. Undescenden testes harus dibedakan dengan testes ektopik
di mana testes terletak di luar dari jalur normal turunnya testes. Tempat yang sering dari
testes ektopik adalah perineum, daerah femoral dan superficial inguinal. Penting untuk
menegakkan diagnosis cryptorchidism pada usia dini karena testes yang tidak turun
menyebabkan infertilitas secara bermakna dan meningkatkan risiko keganasan. Sampai usia 5
tahun, undescenden testes menunjukkan maturasi tubulus seminalis yang normal, tetapi
antara usia 6-10 tahun hanya 8% yang normal dan usia 11 tahun, seluruhnya adalah
abnormal.
Jika kedua testes berukuran kecil akibat hipoganidsime, kemungkinan bias terjadi
kegagalan gonadotropin-hipotalamus primer atau sekunder. Penyebab terseringkegagalan
testes primer adalah sindrom Klinefelter. Pada kondisi ini,ditemukan adanya atrofi tubulus
seminiferus dengan komplikasi azoosperma, sedangkan sel Leydig biasanya terhindar
sehingga produksi androgen tidak terpengaruh. Sindrom ini sering berhubungan dengan
ginekomastia sehingga payudara harus diperiksa dengan seksama. Jika seseorang memiliki
testes yang kecil, gambaran fisik eunochoidisme harus dicari yaitu tinggi yang berlebihan,
distribusi rambut seperti wanita, suara dengan nada tinggi, genitalia infantile, dan perawakan
seperti wanita.
119
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
4. KANTUNG HERNIA
Pemeriksaan ini harus selalu dilakukan dan menjadi bagian yang penting pada pasien
dengan obstruksi usus.
Pada saat melakukan palpasi skrotum, pemeriksa juga harus melakukan palpasi testis
dengan menilai ada/tidak, ukuran, posisi, dan bentuk testis/jaringan lain yang ada di
sekitarnya. Testis normal berbentuk oval, teraba licin dan letaknya agak di tengah skrotum.
Sedangkan epididimis akan teraba normal di belakang lateral dari testis. Jika terdapat
undescenden testis maka tidak akan teraba testis pada skrotum karena lokasinya masih berada
di inguinal/regio abdomen
120
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
121
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
CEKLIST
No KETERANGAN 0 1 2
A Persetujuan Pemeriksaan
1 Jelaskan tentang prosedur pemeriksaan
2 Jelaskan tentang tujuan pemeriksaan
3 Jelaskan bahwa proses pemeriksaan mungkin akan menimbulkan
perasaan khawatir atau kurang menyenangkan tetapi pemeriksa
berusaha menghindari hal tersebut
4 Pastikan bahwa pasien telah mengerti prosedur dan tujuan
pemeriksaan
5 Pemeriksa memasang sarung tangan, setelah sebelumnya mencuci
tangan secara medik
B Pemeriksaan Inspeksi
1 Inspeksi umum rambut pubes
2 Inspeksi umum orificium uretra eksterna
3 Inspeksi umum keadaan penis
4 Inspeksi umum keadaan skrotum
C Pemeriksaan palpasi
1 Lakukan palpasi pada kelenjar getah bening inguinal. Nilai
ada/tidaknya massa/kelainan lain.
2 Dengan menggunakan jari pertama dan kedua dan atau jari ketiga,
lakukan palpasi di sepanjang batang penis dan skrotum. Nilai
ada/tidaknya massa/kelainan lain
3 Melakukan palpasi testis dengan menilai ada/tidak, ukuran, posisi,
dan bentuk testis/jaringan lain yang ada di sekitarnya
4 Palpasi daerah perineum. Nilai ada/tidaknya massa/kelainan lain
D Pemeriksaan hernia
1 Dengan menggunakan jari kelingking tangan kiri, memasukkan ke
skrotum kiri ke arah kranio lateral
2 Meminta pasien untuk batuk (berdehem)
3 Melakukan pemeriksaan pada skrotum kanan dengan
menggunakan jari kelingking kanan
E Pemeriksaan transluminasi
1 Dilakukan di ruang gelap dengan sumber cahaya yang kuat dan
kecil
2 Lampu tersebut ditempelkan di bagian bawah skrotum dan
perhatikan apakah skrotum yang diperiksa tembus sinar/tidak
F Mengakhiri Pemeriksaan
1 Jelaskan bahwa prosedur pemeriksaan telah selesai dan meminta
pasien duduk
2 Jelaskan hasil pemeriksaan
3 Mempersilahkan pasien kembali ke ruang tunggu
Keterangan:
0. tidak dilakukan
1. dilakukan tapi tidak benar/tidak lengkap
2. dilakukan dengan benar
122
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
BAB XVII
PENDAHULUAN
Kanker serviks adalah kanker ganas yang menyerang pada organ serviks pada wanita
dan menduduki urutan pertama di Indonesia. Nama lain kanker serviks adalah kanker leher
rahim atau kanker mulut rahim. Kanker serviks dalam perjalanannya termasuk jenis kanker
yang kronik dan progesif, artinya penyakit ini timbul dalam waktu yang lama dan terus
berlanjut bila tidak di hentikan segera. Sebenarnya kanker serviks dapat dideteksi sejak dini
dengan cara melakukan skrenning/ deteksi dini. Salah satu metoda yang sering di pakai
adalah dengan metoda Pap smear. Sebagai alternatif lain dari deteksi ini adalah dengan IVA
(Inspeksi Visual With Acetid Acid), yaitu dengan cara mengolesi serviks dengan asam cuka/
asam asetat 3-5 % dan di lihat perubahannya selama 1 menit. Pemeriksaan ini sangat efektif
untuk dilakukan di daerah yang jauh dari laboratorium Patologi Anatomi atau daerah
terpencil. Ada beberapa metoda dalam deteksi dini kanker serviks seperti table 1.
Dalam modul ini akan dibahas tentang Pap smear dan IVA dari segi cara persiapan,
pengambilan, pengiriman sampel dan pembacaan hasilnya.
PAP SMEAR
Pemeriksaan ini lebih dikenal dengan sebutan tes Pap atau Pap tes. Pap smear
dikenalkan oleh tuan Papanicolaou, meskipun yang menulis pertama adalah Aurel Babes.
Pemeriksaan ini merupakan bentuk dari deteksi dini/ skrinning massal dalam kanker serviks.
Indikator kasar dari keberhasilan skrinning tersebut adalah jumlah penderita pra kanker dan
kanker in-situ sama dengan jumlah kanker invasif. Di Amerika Serikat hampir 80 % dari
target populasi usia kelompok 30-50 tahun telah melakukan tes ini. Sedang di Indonesia
hanya 2 % dari target usia yang sama. Ketidak berhasilan tes Pap tersebut dikarenakan
banyak faktor, salah satunya adalah kendala pengambilan sampel. Dalam modul ini dibahas
tentang peralatan, cara pengambilan, fiksasi dan pengiriman sampel bahan Pap smear.
Alat dan bahan yang diperlukan untuk melakukan Pap smear adalah peralatan yang
biasanya tersedia di klinik atau poli KIA seperti berikut:
1. Meja periksa, bisa berupa meja periksa umum dan meja ginekologik
123
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
2. Lampu sorot (bisa senter, lampu kepala atau lampu portable khusus)
3. Spekulum/ cocor bebek (ukuran kecil, sedang dan besar) yang telah disterilkan
4. Alat pengambil (bisa salah satu dipakai, tergantung dari dana)
a. Spatula Ayre saja (ada yang dari bahan kayu dan plastik)
b. Kombinasi spatula Ayre dan sitobrush
c. Servik brush saja
5. Kaca objek (Kaca objek benda ujungnya kasar atau telah diselotipe dengan selotipe
kertas)
6. Alkohol 95% atau sprai alkohol untuk fiksasi
7. Botol/ tempat fiksasi
8. Pensil untuk menuliskan nama dan umur di selotipe kaca objek atau bagian yang kasar
9. Sarung tangan
Cara pengambilan
Tindakan/ cara pengambilan baik Pap smer dan IVA tergantung dari tujuan
pemeriksaan. Untuk skrinning kanker serviks, daerah anatomis sambungan skuamokolumnar/
SSK (peralihan antara ektoseviks dengan sel epitel skuamosa dan endoserviks dengan sel
selapis kolumnar tinggi) sangat penting untuk diperhatikan, karena hampir 90 % kelainan
praganas ada pada daerah tersebut. Letak sambungan skuamokolumnar tersebut berbeda
tergantung dari usia. Pada massa reproduktif, letak sambungan lebih kearah luar (sekitar
ostium uteri eksternum). Sedang pada usia premenopause dan menopause letaknya didalam
saluran/ kanalis servikalis (secara visual tidak terlihat).
Gambaran ini sangat penting untuk diterapkan dalam pengambilan sempel Pap smear.
Daerah lain yang harus diperhatikan adalah area/ zona transisi atau area tranformasi. Area
transisi didapat antara daerah SSK asal dan SSK sekarang. SSK asal didapat saat masih
mudah dan SSK sekarang didapat saat diperiksa sekarang yaitu peralihan antara ektoserviks
dan endoserviks.
Sediaan Pap smear dikatakan representatif dan layak dibaca bila ditemukan sel
komponen endoserviks dan ektoserviks. Sel yang tergolong komponen endoserviks adalah sel
endoserviks dan sel metaplastik yang disertai lender dalam jumlah cukup yang asalnya dari
sekret kelenjar endoserviks.
Syarat mutlak persiapan adalah dua hari sebelumnya pasien tidak boleh berhubungan
seksual, tidak boleh memakai obat topikal, tidak sedang haid dan tidak dibersihkan/ dibasuh
dengan air dll. Waktu yang paling baik adalah 7 hari setelah menstruasi akhir.
124
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
125
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
126
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
a. CIN I merupakan displasia ringan dimana ditemukan sel neoplasma pada kurang
dari sepertiga lapisan epitelium.
b. CIN II merupakan displasia sedang dimana melibatkan dua pertiga epitelium.
c. CIN III merupakan displasia berat atau karsinoma in situ yang dimana telah
melibatkan sampai ke basement membrane dari epithelium.
III. Klasifikasi Bethesda pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988. Setelah melalui
beberapa kali pembaharuan, maka saat ini digunakan klasifikasi Bethesda 2001.
Klasifikasi Bethesda 2001 adalah sebagai berikut (Marquardt, 2002):
1. Sel skuamosa
a. Atypical Squamous Cells Undetermined Significance (ASCUS).
b. Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion (LSIL).
c. High Grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL).
d. Squamous Cells Carcinoma.
2. Sel glandular
a. Atypical Endocervical Cells
b. Atypical Endometrial Cells
c. Atypical Glandular Cells
d. Adenokarsinoma Endoservikal In situ
e. Adenokarsinoma Endoserviks
f. Adenokarsinoma Endometrium
g. Adenokarsinoma Ekstrauterin
h. Adenokarsinoma yang tidak dapat ditentukan asalnya (NOS)
127
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
BAB XV
Inspeksi visual dengan asam asetat adalah pemeriksaan serviks secara visual/ kasat
mata/ mata telanjang dengan menggunakan asam cuka 3-5 % untuk mendeteksi abnomalitas
epitel mulut rahim. Daerah yang tidak normal akan terlihat warna putih (asetowhite), yang
mengindikasikan bahwa mulut rahim mungkin ada lesi prakanker. Keuntungan metoda IVA
dibanding dengan metoda deteksi dini yang lainnya adalah
1. Aman, tidak mahal dan mudah dilakukan
2. Akurasinya sama dengan beberapa metoda/ tes lainnya
3. Dapat dikerjakan oleh semua tenaga kesehatan asal sudah pernah dilatih
4. Hasilnya segera dapat diketahui, sehingga cepat diputuskan penatalaksanaannya
5. Alat dan bahan mudah didapat dan murah
6. Tidak bersifat invasif
Keterbatasan metode ini adalah tidak diketahuinya jenis perubahan sel pada serviks dan
kemungkinan terlewatkan untuk deteksi dini perubahan serviks di daerah endoserviks.
Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan IVA adalah peralatan yang biasanya
tersedia di klinik atau poli KIA seperti berikut:
1. Meja periksa, bisa berupa meja periksa umum dan meja ginekogik
2. Lampu sorot(bisa senter, lampu kepala atau lampu portable khusus)
3. Spekulum/ cocor bebek (ukuran kecil, sedang dan besar) yang telah disterilkan
4. Lidi kapas
5. Forcep/ korentang untuk mengambil kapas
6. Larutan asam asetat 3-5 % (sebaiknya tidak membuat sendiri oplosannya)
7. Sarung tangan
Syarat mutlak persiapan tidak ada, hanya tidak diperbolehkan dilakukan bila sedang
haid dan dihindari bila sedang hamil. Pengamatan daerah SSK/ area transisi/ area tranformasi
harus betul betul diperhatikan dengan benar.
Urutan pengambilan sampel sbb
1. Persiapan
a. Kosongkan kandung kencing lebih dahulu
b. Motivasi pasien agar relak dan tidak tegang, biasanya diterangkan cara pengambilan
sampel
c. Tanyakan berapa kali melahiran lewat bawah, untuk tujuan pemilihan alat spekulum/
cocor bebek
i. Belum pernah, sebaiknya pakai ukuran kecil
ii. 1-2 kali, sebaiknya pakai ukuran sedang
iii. Lebih dari 2 kali, sebaiknya pakai ukuran besar
d. Celana dalam/ CD dilepas
e. Cek semua alat sekali lagi
i. Spekulum apa sudah terkunci
128
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
129
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
DAFTAR TILIK
PAP SMEAR
No KETERANGAN 0 1 2
A PERSIAPAN PASIEN, ALAT & BAHAN HABIS PAKAI
1 Kosongkan kandung kencing dan lepas celana dalam
2 Menjelaskan prosedur cara pengambilan
3 Persiapan alat dan bahan habis pakai
4 Pilihan besarnya spekulum/ cocor bebek
B PROSES PENGAMBILAN SAMPEL
1 Pasien tidur litotomi/ lutut ditekuk
2 Cuci tangan dan pakai sarung tangan
3 Inspeksi organ genitalia luar
4 Pegang spekulum dengan tangan kanan dan tangan kiri buka labia
mayor
5 Masukkan spekulum miring hingga ada tahanan dan putar 90
derajad berlawanan jarum jam dan buka hingga terlihat seluruh
mulut rahim dan kunci
6 Masukan alat (spatula Ayre, sitobrush atau servek brush) pilih
yang diperlukan pada ostium uteri eksterna dan putar 360 derajad
sebanyak 3-5 kali
7 Oleskan pada kaca benda
8 Masukkan dalam cairan fiksasi segera
9 Lepaskan spekulum dgn cara miring dan taruh dalam wadah
C PENGIRIMAN
1 Ambil kaca objek dalam cairan fiksasi dan tiriskan hingga kering
2 Bungkus dalam kertas tissue dan isi formulir permintaan
Keterangan:
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan tapi tidak benar/ tidak lengkap
2 : dilakukan dengan benar
130
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
No KETERANGAN 0 1 2
A PERSIAPAN PASIEN, ALAT & BAHAN HABIS PAKAI
1 Kosongkan kandung kencing dan lepas celana dalam
2 Menjelaskan prosedur cara pengambilan
3 Persiapan alat dan bahan habis pakai
4 Pilihan besarnya spekulum/ cocor bebek
B PROSES PENGAMBILAN DAN PEMBACAA HASIL
1 Pasien tidur litotomi/ lutut ditekuk
2 Cuci tangan dan pakai sarung tangan
3 Inspeksi organ genitalia luar
4 Pegang spekulum dengan tangan kanan dan tangan kiri buka labia
mayor
5 Masukkan spekulum miring hingga ada tahanan dan putar 90
derajad berlawanan jarum jam dan buka hingga terlihat seluruh
mulut rahim dan kunci
6 Bersihkan semua lendir dan darah hingga bersih benar
7 Amati SSK/ area transisi/ area tranformasi (ada atau tidak
ditemukan)
8 Ambil kapas lidi dan celupkan ke dalam asam cuka
9 Oleskan merata ke area transisi bila perlu di ulang
10 Amati hasilnya setelah 1 menit (IVA positip atau negatip)
11 Beritahu pasien tentang hasil IVA
12 Lepas spekulum dengan cara miring dan taruh dalam wadah
nampan
Keterangan:
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan tapi tidak benar/ tidak lengkap
2 : dilakukan dengan benar
131
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
BAB XVIII
I. TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan umum
Mahasiswa mampu member ikan penjelasan indikasi dan
memperlihatkan cara pemasangan kateter yang benar.
Tujuan khusus
Mahasiswa mampu
1. Merencanakan dan mempersiapkan alat atau bahan untuk pemasangan
kateter.
2. Menerangkan ke pasien ( inform consent ) tentang pemer iksaan dan
tindakan yang akan dilakukan serta memint a persetujuan pas ien atas
tindakan tersebut.
3. Mahasiswa mampu memberikan penjelasan indikasi dan kontraindikasi
keteterisasi uretra
4. Mampu melakukan t indakan kateterisasi secara asept ik dan sist emat is.
132
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Dilihat dari segi ukurannya dikenal berbagai ukuran dari yang kecil
(untuk anak-anak) sampai yang besar (untuk dewasa). Ukuran kateter dinyatakan
dalam skala Cheriere’s (French). Ukuran ini merupakan ukuran diamet er luar
kateter. 1 Ch atau 1 Fr = 0,33 mm. 1 mm=3 Fr. Bahan kateter dapat berasal dari
loga m (stainleess), karet (lateks), silikon dan lateks dengan lapisan silicon.
Dewasa normal pemasangan kateter untuk drainase digunakan ukuran 16F – 18F.
Tindakan diagnosis:
1. Pada wanit a dewasa untuk memperoleh contoh urine u ntuk pemeriksan
kultur.
2. Untuk mengukur residu ( sisa ) urine setelah pasien miksi jika kandung
kemih t idak mampu sepenuhnya dikosongkan.
3. Untuk memasukan bahan kontras untu pemeriksaan radiologi.
4. Pemer iksaan urodinamik menentukan tekanan intra vesika
5. Untuk menilai produksi ur ine
Tujuan terapi :
1. Mengeluarkan ur ine dari kandung kemih pada keadaan obstruksi infra
vesika
2. Mengeluarkan urine pada disfungsi kandung kemih
3. Diversi urine setelah t indakan operasi sistem ur inar ia bagian bawah.
4. Sebagai splint set elah operasi rekonstruksi uretra
5. Memasukan obat-obatan intra vesika.
Perlu diperhat ikan bahwa kateter untuk diagnost ik segera dilepas setelah
tujuan pemasangan selesai, namun untuk terapi dipertahankan sampai tujuan
terpenuhi. Menurut lama pemakaian, kat eter dapat dipasang sement ara, art inya
setelah urin dikeluarkan, kateter langsung dicabut (contoh kateter logam dan
kateter jenis nelaton misal kateter Robinson). Namun dapat juga dipakai relat if
menetap beberapa hari (dauer cateter) sehingga perlu alat untuk memfiksasi
agar kateter t idak lepas, antara lain dengan balon pada ujung kateter yang dapat
di isi udara atau air sepert i pada kateter Foley. Pada kateter ini ada dua
lubang/saluran, salkuran pertama yang lebih besar untuk mengeluarkan urin,
saluran kedua lebih kecil untuk memasukkan udara/air untuk mengisi balon di
ujung kateter tersebut.
Di samping itu dikenal pula kateter t iga jalur “three way cat heter” yang
digunakan untuk ir igasi kandung kencing. Saluran pertama untuk memasukkan
cairan ir igasi, saluran kedua untuk mengeluarkan ur in dan saluran ket iga untuk
memasukkan cairan/udara untuk mengembangkan balon.
133
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Kateter uretra t idak boleh dipasang pada penderit a trauma yang dicurigai
adanya cedera uretra yang dit andai adanya keluar darah dari uretra, hematom
yang luas daerah perineal serta adanya perubahan letak prostat pada colok
dubur. Pemasangan kateter pada keadaan ini dit akutkan akan terjadi salah jalur
melalui cedera maupun menambah parahnya cedera.
1. Asepsis
2. Lubrikasi
3. Keamanan
134
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
4. Anatomi
Vesica Urinaria
135
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
sedangkan sudut caudalnya terdapat awal uretra. Tempat pada sudut cauda
antara awal uretra sampai OUI disebut trigonum vesica. Tiga buah saluran
bersambung dengan organ ini yaitu dua ureter yang bermuara ke vesica
urinar ia (VU) sebagai ost ium ureter dan uretra yang keluar dari VU
disebeah depan pada bangunan OUI. Daerah segit iga yang dibat asi dua
lubang ureter dan satu lubang uretra disebut trigonum VU. OUI
dikelilingi oleh serabut otot dari m. Det russor dan m. Trigonalis dan
membent uk m. Sfingter int erna vesicae. Pada perempuan kandung kemih
terletak di antara simfisis da uterus-vagina.
Uretra
1. Uretra Laki-laki
2. Uretra Perempuan
TAHAP PERSIAPAN
a. Persiapan pasien
1) Mengucapkan salam terapeut ik
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan
tindakan yang akan dilaksanakan.
136
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
TEKNIK PEMASANGAN
137
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
1. Pada laki-laki
Posisi pender ita berbaring, telentang
Cuci tangan, memakai sarung tangan
Desinfeksi sekit ar OUE, glands penis dan sekit arnya
Tutup duk steril berubang
Tangan kiri memegang penis
Tangan kanan :
- Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly.
- Memasukkan kateter (bisa dipegang atau dengan memakai pinset) ke
dalam uretra pelan-pean sampai ujungnya dalam perhitungan sudah
masuk vesika urinaria (sebaiknya sampai percabangan)
2. Pada perempuan:
Posisi litotomi
Membersihkan alat genit alia dengan kapas sublimat dengan menggunakan
pinset. Menggunakan tangan nondominan membuka vulva
138
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Kemudian tangan kanan memegang pinset dan mengambil satu buah kapas
sublimat.
Selanjut nya bersihkan labia mayora dari atas kebawah dimulai dari
sebelah kiri lalu kanan, kapas dibuang dalam bengkok, kemudian
bersihkan labia minora, klitoris, dan anus.
Letakkan pinset pada bengkok.
Lalu sekitar genital ditutupi dengan duk steril.
Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly.
Masukkan kateter kedalam uretra kira-kira 10 cm secara perlahan-lahan
dengan menggunakan pinset sampai urine keluar.
Balon kateter dikembangkan dengan memasukkan Cairan Nacl/aquades 5 -
10 cc atau sesuai ukuran yang tertulis di kateter.
Tarik sedikit kateter. Apabila pada saat ditar ik kateter terasa tertahan
berart i kateter sudah masuk pada kandung kemih
Lepaskan duk, sambungkan kateter dengan urine bag. Lalu ikat disisi
tempat tidur
Fiksasi kateter pada bagian sisi dalam paha pasien.
PERAWATAN
Sering kontrol perihal kelancaran keluarnya urin dan dinilai baik kualit as
maupun kuant it as secara periodik sesuai kebutuhan, dicatat di status
Usahakan lingkungan kering dan nyaman bagi pender ita
Pemer iksaan lab urin sesuai kebutuhan
Perawatan tempat masuknya kat eter dengan pencucian dan pemberian salep
ant ibiot ik/ant isept ik set iap hari
Kateter digant i 1 minggu sekali (foley chateter), hal -hal yang perlu
diperhat ikan untuk penggant ian kateter uretra meliput i :
- teknik pelepasan kateter terpasang
- teknik pemasangan kateter penggant i
1. Tindakan yang t idak asept ik, berakibat terjadinya infeksi saluran kemih
2. Cidera saluran uretra, akibat salah jalur atau terlalu memaksa saat
mendorong kateter. Bisa berakibat striktura uretra yang nant in ya akan
menyumbat saluran uretra permanen
139
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Hal-hal yang perlu diperhat ikan dalam hal pelepasan kateter adalah :
140
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
141
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
BAB XVI
2) Knee-elbow position.
Baik untuk perabaan prostat dan vesikula seminalis. Menempatkan penderit a
dalam posisi lutut – dada (menungging)
3) Dorsal position.
Pasien t idur dengan posisi setenga h duduk, Posisi lutut dit ekukkan (fleksi).
Telunjuk tangan kanan pemeriksa masuk kedubur dengan melint asi dibawah
paha kanan pasien. Untuk bimanual palpasi tangan kiri diatas supra pubis.
4) Lithotomy position.
Dilakukan pada meja operasi. Penderit a baring telentang dengan kedua paha
dalam keadaan fleksi dan abduksi. Bimanual dengan telunjuk kanan pada
rektum sedang tangan kiri pada supra pubis.
142
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
Waktu melakukan colok dubur ini kurang menyenangkan bagi pasien t idak
jarang terasa nyeri. Gunakan sarung tangan yang telah diberi pelicin. Untuk it u
sebelum melakukan pemer iksaan harus diberikan pesan bahwa :
“Saya akan melakukan pemeriksaan dalam melalui dubur anda bila terasa t idak
nyaman tolong buka mulut nafas dalam dan perlaha n keluarkan melalui mulut
anda”.
Baru telunjuk masuk melalui anu s,setelah melewat i spinkter telunjuk dirotasikan
kesekeliling mukosa anus.
Inspeksi
Inspeksi regio analis untuk melihat apakah ada dermat it is, ekzema, luka
garukan, tukak, pembengkakan, muara fistel, atau kelainan lain. Penderit a
diminta mengedan, anus dilebarkan sedikit dengan bantuan jari telunjuk tangan
yang sudah menggunakan sarung tangan dan bahan pelumas secukupnya. Dengan
tindakan ini maka hemoroid yang luar dapat terlihat, demiki an pula prolaps
selaput lendir, prolaps rektum, muara fist el, dan fisura anus
Perkusi
Lakukan perkusi dengan menggunakan kepalan tangan pada daerah
tuberositas ischii untuk menguji adanya inflamasi perirectal yang dalam.
Pemeriksaan Digital
Lumasi jari telunjuk dengan pelumas yang cukup banyak dioleskan pada
anus dan daerah disekitarnya termasuk rambut yang mungkin di sekit ar anus.
Pemer iksaan rektum dengan jari harus dilakukan secara halus dan telit i. Mula -
mula penderit a diberi penjelasan tentang prosedu r pemeriksaan yang akan
dilakukan dan diyakinkan bahwa pemer iksaan akan dilakukan dengan berhat i -
hat i.
Jar i telunjuk dalam keadaan ekstensi ditekankan pelan -pelan dengan sisi
volar pada daerah perineum pada anus dengan maksud agar sfingter ani
berelaksasi sehingga cukup untuk dapat memasukkan jar i ke dalam anus dan
rektum. Pada laki, dapat digunakan t it ik acuan berupa kelenjar prostat di
sebelah ventral, sedangkan pada perempuan tit ik acuan adalah serviks uteri yang
juga terdapat di ventral pada tempat yan g kira-kira sama.
143
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
144
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
145
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
PROSEDUR
1. Pemer iksa memakai hand schoen secara baik dan benar.
2. Posisi tergantung kondisi dan yang akan dinilai, standart dilakukan posisi
litotomi.
3. Lihat keadaan lokal sekeliling anus.
4. Hand schoen yang sudah tersedia dio lesi dengan jelly secukupnya lalu
dimasukan kedalam anus.
5. Pelan-pelan telunjuk yang telah pakai hand schoen didorong masuk, nilai
spincter anus ekterna.,dorong kedalam sampai ampula rect i.lalu rotasikan
telunjuk.
6. Nilai mukosa rektum dan keadaan sekelilingnya .
7. Kemudian nilai kondisi prostat.
8. Setelah selesai dan dirasa sudah cukup, kemudian keluarkan telunjuk dan
lihat apakah ada berlendir atau berdarah hand schoennya.
146
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Member i penjelasan tentang prosedur pemeriksaan
pada penderit a
2 Memint a penderit a mengosongkan kandung kemih
3 Mempersiapkan penderita dalam posisi sims
4 Menyiapkan alat dan bahan
5 Mencuci tangan secara asept ic
6 Memasang sarung tangan secar a asept ik
7 Melakukan inspeksi daerah anal, palpasi, dan perkusi
8 Melumur i jari telunjuk yang digunakan untuk
melakukan pemeriksaan dengan jelly
9 Mengambil posisi berdiri untuk melakukan
pemeriksaan
10 Memasukkan jari telunjuk ke dalam a nus perlahan
11 Memint a penderit a untuk mengedan
12 Melakukan palpasi struktur dalam anorektum
13 Menjelaskan hasil pemer iksaan colok dubur (inspeksi,
palpasi, perkusi, spingter ani externa, ampula rekt i,
prostat/uterus dan adneksa mukosa, nyer i sesuai posisi
litotomi, dan keadaan pada sarung tangan)
Jumlah
147
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Member i penjelasan tentang prosedur pemeriksaan
pada pender ita dan persiapan penderit a (posis i
litotomi)
2 Persiapan alat dan bahan
3 Melakukan cuci tangan
4 Memakai sarung tangan
5 Posisi pemeriksa di sebelah kiri penderit a
6 Melakukan desinfeksi dan beker ja secara asepsis
7 Menutup genit al dengan duk steril
8 Tangan kiri memegang penis secara tegak lurus,
9 Memasukkan campuran jeli ke dalam uretra dan
memencet ujung uretra agar jeli t idak keluar
10 Memegang kateter secara asept ik dengan tangan kanan
11 Memasukkan kateter sampai percabangan
12 Mengembangkan balon dengan memasukkan aquades
10 cc
13 Menarik kateter perlahan sampai terasa ada tahanan
dan memast ikan kebenaran posisi kateter dalam
kandung kencing
14 Memasang urin bag dan menempatkan penampung dan
saluran dengan benar
15 Member ikan kasa betadin pada tempat masuknya
kateter dan di bungkuskan mengelilingi glans penis
kemudian diplester secara melingkar
16 Melakukan fiksasi kateter ke arah SIAS
Jumlah
148
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Member i penjelasan tentang prosedur pemeriksaan pada
penderit a dan persiapan penderita (posisi lit otomi)
2 Persiapan alat dan bahan
3 Melakukan cuci tangan
4 Memakai sarung tangan
5 Posisi pemeriksa di sebelah kiri penderit a
6 Melakukan desinfeksi dan beker ja secara asepsis
7 Menutup genit al dengan duk steril
8 Tangan kiri membuka vulva
9 Mengoleskan jeli pada kateter
10 Memegang kateter secara asept ik dengan tangan kanan
11 Memasukkan kateter pada uretra sampai percabangan
kateter
12 Mengembangkan balon dengan memasukkan aquades 10 cc
13 Menarik kateter perlahan sampai terasa ada tahanan dan
memast ikan kebenaran posisi kateter dalam kandung
kencing
14 Memasang urin bag dan menempatkan penampung dan
saluran dengan benar
15 Melakukan fiksasi kateter dengan benar
Jumlah
149
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Persiapan penderit a (pemberit ahuan dan posisi) bila
sadar supaya menarik napas dalam
2 Persiapan alat dan bahan
3 Melakukan cuci tangan
4 Memakai sarung tangan
5 Posisi pemeriksa di sebelah kiri penderit a
6 Melepaskan fiksasi kasa betadin pada tempat
masuknya kateter
7 Melakukan desinfeksi pada orificium uretra externa
8 Melakukan pelepasan fiksasi pipa kateter dan pipa
urine bag
9 Menyedot cairan pada balon kateter dengan spuit dan
past ikan betul-betul telah habis
10 Menarik kateter secara perlahan sambil memberi
perintah menarik napas panjang dan memperhat ikan
adanya kesakit an
11 Menaruh kateter tercabut pada bengkok
Jumlah
150