Anda di halaman 1dari 151

BUKU PANDUAN KERJA MAHASISWA

KETERAMPILAN KLINIS DASAR III


(KURIKULUM 2015)

Disusun oleh:

TIM PENYUSUN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
Tahun Ajaran 2021/2022
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Modul Keterampilan Klinik Dasar (KKD) 3 dengan kode mata kuliah MKB 502503
akan dilaksanakan pada semester ke V tahun ke 3 dengan waktu 16-18 minggu. Pada modul
ini mahasiswa akan belajar tentang keterampilan klinik terkait dengan pemeriksaan penyakit
pada sistem musculoskeletal, sistem hemopoetik limforetikular serta sistem urologi. Pada
modul ini, mahasiswa diharapkan mampu melakukan teknik anamnesa untuk menggali
keluhan penyakit yang berhubungan dengan sistem tersebut, serta mampu melakukan teknik
pemeriksaan klinis untuk menunjang penegakan diagnosis.
Program pembelajaran aktif yang akan dilaksanakan yaitu dengan melakukan
pengembangan dan inovasi pendidikan. Salah satu yang telah disepakati untuk dikembangkan
dan dilaksanakan adalah program Early Clinical Exposure dalam bentuk Keterampilan Medik
dan Bedah Dasar. Program ini bertujuan untuk memaparkan pengetahuan, pengalaman, dan
kemampuan keterampilan klinik baik medik maupun bedah kepada mahasiswa kedokteran
sedini mungkin

1.2 TUJUAN MODUL


1.2.1 Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan modul ini mahasiswa harus mampu mengkolaborasikan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa penyakit dan
melakukan penatalaksanaan.

1.2.2 Tujuan Khusus


Setelah menyelesaikan modul ini, secara khusus mahasiswa diharap mampu:
1. Melakukan anamnesis secara efektif dan sistematis terkait keluhan pada sistem
musculoskeletal, hemopoetik limforetikular serta sistem uropoetik
2. Melakukan Penjahitan terhadap luka (Hecting) dan dasar-dasar bedah lainnya
3. Melakukan pembalutan dan pembidaian.
4. Melakukan Pembedahan Minor ( Insisi dan Eksisi Tumor Jinak)
5. Melakukan pemasangan kateter intravena
6. Melakukan berbagai macam teknik injeksi
7. Melakukan pemeriksaan rumple leed
8. Melakukan pemeriksaan darah rutin (Hb dan LED)
9. Melakukan Pemeriksaan Perianal, rectal tousae, dan palpasi prostat
10. Melakukan pemasangan kateter pada pria dan wanita

1
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAB II
MATERI DAN METODE PEMBELAJARAN

2.1 Materi Pembelajaran


2.1.1 Kuliah Klasikal
Dalam modul ini akan diberikan pemahaman teori terkait prinsip dasar pemeriksaan-
pemeriksaan yang akan dilakukan. Pemberian teori akan dilaksanakan bersamaan dengan
modul terkait pada semester berjalan. Skills lab terdiri atas keterampilan pemeriksaan fisik
diagnostik, keterampilan laboratorium, keterampilan prosedural dan keterampilan terapeutik.
Pada modul ini terdapat 12 topik keterampilan, dan masing-masing skill dilatihkan sebanyak
2 kali, selama 3 jam.

2.1.2 Praktek Keterampilan


Adapun materi skill lab yang akan dilatih yaitu:
1. Teknik anamnesis terkait keluhan musculoskeletal dan akibat kecacatan
2. Teknik anamnesis terkait keluhan uropoetik
3. Teknik anamnesis terkait keluhan Hemapoetik
4. Penjahitan terhadap luka (Hecting) dan dasar-dasar bedah.
5. Pembalutan dan pembidaian.
6. Bedah Minor (Insisi dan Eksisi Tumor Jinak)
7. Pemasangan kateter intravena
8. Teknik injeksi dan pemeriksaan rumple leed
9. Pemeriksaan darah rutin (Hb dan LED)
10. Pemeriksaan Perianal, rectal tousae, dan palpasi prostat
11. Pemeriksaan papsmear, IVA dan swab vagina
12. Pemasangan kateter pada pria dan wanita

2.2 Metode Pembelajaran


2.2.1 Kuliah terdiri atas :
a. Kuliah pendahuluan modul. Kuliah ini bertujuan untuk memberikan gambaran
secara umum (overview) mengenai modul keterampilan klinik dasar 2. Kuliah ini
berdurasi selama 1×50 menit dan diberikan hanya sekali pada waktu awal modul
keterampilan klinik dasar 1.Kuliah ini juga menjelaskan bagaimana cara belajar
dan mencari sumber belajar di modul ini.
b. Kuliah pengantar. Kuliah ini bertujuan memberikan pengetahuan terkait
keterampilan klinik dasar 2. Kuliah ini berdurasi antara 1 x 50 menit dan diberikan
sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan
c. Kuliah skill lab. Kuliah skill lab ini bertujuan memberi keterampilan klinis bagi
mahasiswa untuk mendapat penjelasan dan klarifikasi dari pakar terkait
keterampilan klinis yang ditentukan. Waktu yang diberikan adalah maksimal 2 x
50 menit, dilaksanakan pada saat modul terkait berjalan. Umpan balik dari

2
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

mahasiswa dikumpulkan saat introduksi dan setelah penyelenggaraan modul KKD


2 melalui sesi tatap muka.

2.2.2. Belajar Mandiri


Belajar Mandiri bertujuan agar mahasiswa dapat menguasai lingkup materi dengan
baik melalui cara belajar aktif dan mandiri. Mahasiswa diharapkan melaksanakan
proses belajar dengan tahapan sebagai berikut:
1. Mengkaji lingkup bahasan yang belum dikuasai dengan cara belajar mandiri,
membandingkan kemampuan diri dengan kemampuan yang dituntut dalam tujuan
modul
2. Mencari dan memelajari bahan pelajaran yang sesuai dengan tujuan modul dengan
cara membaca bahan pustaka atau bertanya kepada narasumber. Bahan pustaka
dapat berupa handout, buku, majalah, CD ROM atau informasi dari sumber
terpercaya di internet.
3. Melaksanakan aktualisasi konsep-konsep yang telah dipelajari dalam proses belajar
selanjutnya seperti diskusi
4. Berlatih melakukan teknik-teknik keterampilan yang telah diberikan secara mandiri
atau berkelompok diluar jadwal pertemuan tutorial.
Kegiatan belajar mandiri dilakukan dengan jumlah total 50-60 jam.

2.2.3 Praktikum/ Skill Lab


Praktikum dilaksanakan di laboratorium skill sesuai jadwal kegiatan. Mahasiswa
dibagi dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 8-12 mahasiswa, yang diatur
tersendiri oleh pengelola modul. Setiap kelompok praktikum akan dibimbing oleh
seorang tutor. Skill Lab terdiri atas 2 kali pertemuan tutorial untuk setiap skill dengan
alokasi waktu 150 menit/pertemuan.
1. Pertemuan pertama:
a. Pembukaan oleh tutor (5 menit). Tutor menjelaskan keterampilan yang
akan diajarkan dan ilustrasi kasus terkait keterampilan
b. Demonstrasi keterampilan oleh tutor ( 10 menit).
c. Mahasiswa berlatih melakukan keterampilan @10 menit. Mahasiswa lain
memperhatikan dan menilai keterampilan yang berlangsung (berdasarkan
cheklist). Tutor mengamati.
d. Tutor memberikan umpan balik selama 3-5 menit untuk masing-masing
mahasiswa.
2. Pertemuan kedua:
a. Pembukaan oleh tutor (5 menit). Tutor menjelaskan tujuan kegiatan.
b. Setiap mahasiswa memperagakan keterampilan @10 menit. Mahasiswa
lain memperhatikandan menilai keterampilan yang berlangsung
(berdasarkan cheklist). Tutor mengamati latihan. Pada pertemuan kedua
harus dilakukan penilaian terhadap kemajuan pencapaian tiap mahasiswa
(responsi)

3
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

c. Tutor memberikan umpan balik selama 3-5 menit untuk masing-masing


mahasiswa dan memberi tanda tangan pada logbook mahasiswa.

4
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAB III
EVALUASI

3.1 Sistem Evaluasi


Pada modul ini terdapat 2 jenis evaluasi yaitu evaluasi hasil belajar mahasiswa dan
evaluasi program pembelajaran.

3.1.1 Evaluasi hasil belajar Mahasiswa


A. Penilaian terdiri atau unsur:
1. Formatif
Prasyarat ujian :
i. Kehadiran di skills lab : 100%
ii. Etika pada skills lab : sufficient (berbasis checklist)
2. Sumatif, terdiri atas : pretest, postest dan ujian OSCE
NBL OSCE setiap keterampilan = 70
Nilai akhir modul = 80% nilai OSCE + 10% nilai pretest + 10% nilai postest
B. Standar Penilaian
Standar penilaian menggunakan Penilaian Acuan Patokan (PAP)/ criterion-reference
dengan nilai patokan berdasarkan aturan institusi, yakni:

NO Nilai Bobot Kisaran Nilai


1 A 4.0 80 – 100
2 B+ 3.5 75 – 79,99
3 B* 3.0 70 – 74,99
4 C+ 2.5 65 – 69,99
5 C 2.0 60 – 64,99
6 D 1.0 50 – 59,99
7 E 0 0 – 49,99
Keterangan:
*Nilai Batas Lulus Modul = B

3.1.2 Remediasi
Jika nilai OSCE mahasiswa berada di bawah NBL Ujian OSCE (nilai minimal 70)
untuk tiap station maka dilakukan 1 kali remedial di minggu remedial pada akhir
semester dengan ketentuan:
1. Apabila setelah remediasi, nilai akhir modul masih berada di bawah nilai batas
lulus modul, maka mahasiswa harus mengulang modul.
2. Nilai remediasi maksimal adalah 70 atau sama dengan nilai batas lulus modul.

5
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

3. Mahasiswa yang dapat mengikuti remedial adalah mereka yang nilainya dibawah
NBL. Bagi mereka yang tidak memenuhi syarat kehadiran 100% atau melakukan
pelanggaran pada saat ujian maupun praktek harian tidak dapat mengikuti
remedial.

3.2 Tata Tertib


a. Mahasiswa wajib mengikuti seluruh proses kegiatan skill lab 100%
b. Kelompok KKD menyesuaikan dengan kelompok modul semester V (kurikulum
2015) yang sedang berjalan.
c. Ketidakhadiran hanya diperkenankan apabila:
1. sakit yang dibuktikan dengan surat keterangan sakit dari dokter
2. mendapat musibah kematian keluarga inti dengan surat keterangan dari orang
tua/Wali
3. mendapat tugas dari fakultas/universitas dengan surat keterangan dari Ketua
Program Studi/Pembantu Dekan/Dekan/Rektor
d. Apabila tidak hadir dengan alasan yang tidak jelas pada saat skill lab./ujian skill lab
maka akan mendapat nilai nol (0)
e. Apabila tidak hadir dengan alasan seperti point (c) pada saat skill lab/ujian wajib
mengganti waktu skill lab/ujian dengan ketentuan administrasi yang telah ditetapkan
oleh MEU
f. Bagi mahasiswa yang tidak hadir dengan alasan seperti pada poin (c) maka wajib
segera melapor ke bagian/lab/MEU pada saat hadir kembali ke kampus dan
penggantian jadwal skill lab harus segera dilaksanakan secepatnya maksimal 3 hari
setelah masuk kembali
g. Ujian akhir modul akan dilaksanakan dalam bentuk OSCE.
h. Pada saat ujian mahasiswa harus sudah hadir 30 menit sebelum ujian dilaksanakan
sesuai jadual
i. Bagi mahasiswa yang terlambat hadir pada saat ujian maksimal 10 menit maka tidak
akan diperkenankan ikut ujian
j. Mahasiswa wajib mengenakan jas lab bersih dan sesuai dengan nama masing-masing
k. Pada saat ujian, mahasiswa tidak diperkenankan membawa Handphone, Tablet dan
alat komunikasi lain ke dalam ruang ujian.
l. Pada saat ujian, mahasiswa dilarang mengenakan jam tangan, membawa alat tulis dan
BHP kecuali atas permintaan panitia ujian.
m. Remedial ujian tulis dan skill lab hanya ditujukan bagi mahasiswa yang mendapat
nilai di bawah ketentuan dan secara administratif tidak ada pelanggaran (kehadiran,
etika)
n. Bagi mahasiswa yang melanggar ketentuan administratif dan etika maka dinyatakan
tidak lulus modul dan wajib mengulang pada tahun-tahun berikutnya.

3.3 Evaluasi Program Pembelajaran


 Tingkat kelulusan : 100 %

6
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

 Kualitas kelulusan : IP rata-rata mahasiswa dalam modul 3,00


 Kehadiran tutor : 100%
 Kepuasan mahasiswa terhadap kegiatan modul : 80%

7
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAB IV
PENGELOLA MODUL, NARASUMBER DAN REFERENSI

A. Pengelola Modul
Pengelola Modul terdiri atas :
1. Penyusun Modul
Koordinator : dr. Francisca Diana Alexandra, M.Sc
Sekretaris : dr. Tisha Oedoy, Sp.PK
Sekretariat : Asoka Heriningtyas, S.Pd
2. Pelaksana Modul
Tutor :
- dr. Francisca Diana Alexandra, M.Sc
- dr. Dewi Klarita Furtuna, M.Ked. Klin, Sp.MK
- dr. Angeline Novia Toemon, M.Imun
- dr. Austin Bertilova Carmelita, M.Imun
- dr. Astrid Teresa, Sp.KK
- dr. Ratna Widayati, M.Biomed
- dr. Galih Indra Permana
- dr. Anna Marthea
- dr. Ervi Audina Munthe
- dr. I Gede Hary Eka Adnyana, M.Biomed., Sp.OG
- dr. Tisha Oedoy, Sp.PK
- dr. Indria Augustina, M.Si

B. Narasumber
No Materi Kelas Narasumber Waktu
a. Teknik anamnesis dr. Dewi Klarita Furtuna,
terkait keluhan A M.Ked Klin, Sp.MK
musculoskeletal dan Modul Gangguan Sistem
1 akibat kecacatan Muskuloskeletal
b. Pembalutan dan (23 Agustus 2021 - 2
pembidaian B dr. Astrid Teresa, Sp.KK
Oktober 2021)
a. (Hecting) dan dasar- A dr. Galih Indra Permana
dasar bedah.
2 b. Bedah Minor (Insisi
dan Eksisi Tumor B
dr. Angeline Novia
Jinak) Toemon, M.Imun

a. Teknik anamnesis
A dr. Tisha Patricia, Sp.PK
terkait keluhan
3 Hemapoetik Modul Gangguan Sistem
dr. Ervi Audina Munthe
b. Pemeriksaan darah B Hemopoetik dan
rutin (Hb dan LED) Limforetikuler
a. Pemasangan kateter dr. Ratna Widayati, (4 Oktober 2021 – 13
A
intravena M.Biomed November 2021)
4 b. Teknik injeksi dan
dr. Anna Marthea
pemeriksaan rumple B
Veronicha
leed

8
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

a. Teknik anamnesis dr. Francisca Diana


A
terkait keluhan Alexandra, M.Sc
uropoetik
5 b. Pemasangan kateter
dr. Indria Augustina, Modul Gangguan Sistem
pada pria dan B
M.Si Urogenital
Wanita
(15 November 2021 - 23
dr. I Gde Hary Eka Desember 2021)
6 A Adnyana, M.Biomed,
Pemeriksaan papsmear,
Sp.OG
IVA dan swab vagina
dr. Austin Bertilova
B
Carmelita, M.Imun

C. Sumber Referensi

1. Supariasa, Bakri B, Fajar I. Penilaian Status Gizi. Penerbit EGC. Jakarta 2002:26-
86
2. Bickley, Lynn S and Szilagyi, Peter G.. 2003. Bate’s Guide to Physical
Examination and History Taking 8thed. Lippincott Williams and Wilkins.
Philadelphia
3. Gleadle, Jonathan. 2003. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Alih bahasa:
Rahmalia, Annisa, Penerbit Erlangga. Jakarta
4. Graham Douglas, Fiona Nicol, Colin Robertson 2005. Macleod’s Clinical
examination 11thed. Churchill. Livingstone.
5. Brown, barbara A. (1973) Priciples and procedures, p. 66 – 72, Lea and Febiger,
Philadelphia.
6. Soeprono, Bharoto Winardi, Ketrampilan Pemeriksaan Ginekologik. Modul
Skills-Lab. Semester 8. Laboratorium Ketrampilan Medik Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1997; 21-64.
7. Wiknjosastro, Hanifa, Anatomi Alat Kandungan dalam Ilmu Kebidanan (Eds :
Hanifa W., Abdul Bari Saifuddin, Trijatmo Rochimhadhi). Edisi III.. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1991; 31-44.
8. Wiknjosastro, Hanifa, Anatomi Panggul dan Isinya dalam Ilmu Kandungan (Eds :
Hanifa W., Abdul Bari Saifuddin, Sudraji Sumapraja). Cetakan ke3. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1991; 1-25.
9. Hudono, Suwito Tjondro, Pemeriksaan Ginekologik dalam Ilmu Kandungan (Eds:
Hanifa W., Abdul Bari Saifuddin, Sudraji Sumapraja). Cetakan ke-3. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1991; 93-123.

9
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAB V

ANAMNESIS PADA GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL

Anamnesis pada sistem muskuloskeletal harus memperhatikan dua hal, yaitu aspek
komunikasi dan aspek anamnesis itu sendiri, sama seperti anamnesis pada sistem-sistem lain.
Sebelum mempelajari ketrampilan Anamnesis pada gangguan sistem muskuloskeletal,
pelajari kembali point-point penting dalam Anamnesis secara umum yang telah dipelajari
pada Fase 1. Untuk aspek anamnesis pada sistem muskuloskeletal, hal-hal yang harus
ditanyakan formatnya sama dengan anamnesis pada umumnya, yang berbeda hanya pada
penggalian mendalam tentang keluhan utamanya (riwayat penyakit sekarang dan keluhan
penyerta).

Perlu selalu diingat bahwa keluhan yang muncul pada sistem muskuloskeletal tidak
harus bersumber dari sistem muskuloskeletal, bisa saja disebabkan oleh sistem lain. Dengan
demikian, pemahaman ketrampilan anamnesis suatu sistem harus dengan terus
mengintegrasikannya dengan pemahaman ketrampilan anamnesis sistem-sistem lain,
terutama yang sudah dipelajari sebelumnya. Penjelasan berikut ini hanya panduan,
diharapkan mahasiswa bisa mengembangkannya lebih lanjut untuk memperkaya anamnesis
sistem. Selain itu, untuk memudahkan mengingat dan memahami berbagai diagnosis banding
yang bisa muncul, dianjurkan untuk membuat pohon anamnesis menuju diagnosis banding
berdasarkan penjelasan tiap keluhan utama yang diberikan pada modul ketrampilan ini.

Sesuai dengan Anamnesis secara umum yang telah dipelajari, berikut ini adalah
panduan anamnesis untuk gangguan sistem muskuloskeletal:
1) Anamnesis identitas pasien, yaitu nama lengkap, umur, jenis kelamin, alamat, dan
pekerjaan.
2) Menanyakan keluhan utama. Pada gangguan sistem muskuloskeletal, keluhan utama yang
sering muncul adalah:
 Nyeri leher
 Nyeri bahu
 Nyeri lengan dan tangan
 Nyeri punggung bawah (low back pain)
 Nyeri bokong, panggul, dan paha
 Nyeri lutut dan betis
 Nyeri kaki

10
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

3) Menggali riwayat penyakit sekarang. Berdasarkan keluhan utama, dilakukan penggalian


lebih mendalam dengan menanyakan riwayat penyakit sekarang. Seperti pada waktu
anamnesis umum, hal-hal yang harus ditanyakan adalah:
 Onset: kapan pertama kali muncul keluhan.
 Frekuensi: berapa sering keluhan muncul.
 Sifat munculnya keluhan: apakah keluhan muncul secara akut (mendadak), kronis
(sudah lama), atau intermitten (hilang timbul).
 Durasi: sudah berapa lama menderita keluhan.
 Sifat sakit/keluhan utama: sakitnya seperti apa, merupakan penjelasan sifat dari
keluhan utama, yang biasanya spesifik untuk setiap keluhan utama di atas. Selain itu,
perlu ditanyakan juga, apa hal yang meperberat keluhan.
 Lokasi: di mana letak pasti keluhan, apakah tetap, atau berpindah-pindah/menjalar.
 Hubungan dengan fungsi fisiologis lain: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang
diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, kehilangan nafsu makan,
dan sebagainya.
 Akibat yang timbul terhadap aktivitas sehari-hari, seperti tidak dapat bekerja, hanya
bisa tiduran, dan sebagainya.
 Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan: pemberian obat/tindakan tertentu,
pengambilan posisi tertentu, dan sebagainya. Apabila diberikan obat, ditanyakan pula
berapa dosis yang diberikan dan sudah berapa lama. Pada saat membicarakan obat,
yang digali tidak hanya obat yang diberikan dokter, tetapi juga obat bebas yang
dikonsumsi sendiri oleh pasien, serta obat herbal. Digali pula bagaimana efek dari
upaya untuk mengurangi keluhan itu, apakah berhasil tapi tidak maksimal, atau tidak
berhasil sama sekali.
Di bagian berikutnya akan diberikan beberapa contoh penggalian mendalam terhadap
riwayat penyakit sekarang untuk masing-masing keluhan utama di atas.
4) Menggali riwayat penyakit dahulu, baik penyakit serupa maupun penyakit lain. Selain itu,
ditanyakan juga apakah pasien pernah harus rawat inap, dan karena apa, serta berapa
lama. Bila pernah mendapat pengobatan, ditanyakan riwayat pengobatan yang telah
dijalani. Selain itu, riwayat penggunaan obat dan alkohol juga penting ditanyakan.
5) Menggali penyakit keluarga, baik yang serupa dengan yang diderita sekarang, maupun
penyakit yang diturunkan.
6) Menanyakan keluhan penyerta (keluhan sistem) yang terkait dengan gangguan neurologi.
Penelusuran anamnesis sistem harus relevan dengan keluhan utama pasien dan dugaan
terhadap diagnosis yang akan ditegakkan, termasuk diagnosis bandingnya.
7) Membuat resume anamnesis. Pada tahap ini, jawaban yang diberikan oleh pasien
dirangkai menjadi suatu alur riwayat penyakit yang kronologis. Jawaban pasien tidak
harus semuanya dimasukkan ke dalam resume, harus dipilah-pilah yang berguna dalam
perencanaan pemeriksaan, diagnosis, atau terapi. Hasil anamnesis disusun dimulai dari
waktu dan tanggal anamnesis, identitas, keluhan utama (KU), riwayat penyakit sekarang
(RPS), riwayat penyakit dahulu (RPD), riwayat penyakit keluarga (RPK)/lingkungan
(RPL), dan anamnesis sistem. Diharapkan pada bagian akhir resume anamnesis,
penganamnesis sudah bisa membuat dugaan diagnosis/diagnosis banding

11
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Keluhan Utama yang Sering Berkaitan dengan Sistem Muskuloskeletal

Nyeri Leher

Nyeri leher bisa dikategorikan berdasarkan lokasi. Sebagian besar nyeri leher
bersumber di bagian posterior leher, yaitu di struktur otot, syaraf, atau tulangnya. Nyeri yang
berasal dari struktur otot, pembuluh darah, kelenjar, serta trakhea dan esofagus bisa dirasakan
di bagian anterior leher. Selain itu, nyeri leher juga bisa diakibatkan oleh nyeri alih (referred
pain) dari bagian tubuh lain.
Berikut ini adalah beberapa istilah untuk nyeri leher:
 Nyeri leher anterior adalah nyeri di bagian depan leher, yang bisa bersumber dari kelenjar
limfonodi servikal, otot sternoklavikular, trakhea, faring, arteri karotis, tiroid, atau
esofagus. Nyeri alih dari jantung, paru-paru, atau perikardium biasanya juga dirasakan di
bagian anterior leher.
 Nyeri leher posterior adalah nyeri yang dirasakan di satu atau kedua sisi otot paraspinal
atau di otot trapezius, yang bisa disebabkan oleh herniasi diskus servikalis, penekanan
radix syaraf, hipertrofi atau penebalan sendi zygapofisis, dan stenosis spinalis kongenital.
 Kaku leher (neck stiffness) adalah istilah umum untuk penurunan mobilitas leher,
biasanya diakibatkan oleh artritis sendi zygapofisis atau trauma leher dengan spasme otot
leher atau otot trapezius. Penyebab lain adalah polimyalgia rematik, infeksi lokal, dan
meningitis.
 Neuralgia oksipital adalah nyeri yang dirasakan di basis cranii di pertemuan antara tulang
oksipital dan corpus tulang atlas. Nyeri bisa menjalar ke belakang kepala sesuai distribusi
radix nervus servikalis kedua. Nyeri biasanya dialihkan ke verteks kepala atau dahi.
 Whiplash adalah trauma akselerasi atau deselerasi cepat pada jaringan lunak atau struktur
tulang leher.
 Chronic neck overuse, misalnya akibat hiperekstensi leher kronis karena bekerja
menengadah dalam waktu lama, atau hiperekstensi leher untuk memfokuskan penglihatan
saat membaca, dan sebagainya.
 Polimyalgia rematik merupakan kondisi inflamasi yang menyebabkan nyeri dan kekakuan
leher dan bahu.
Saat menemukan pasien dengan nyeri leher (apalagi pasien tidak sadar dengan tanda
trauma di leher), paling awal adalah kita harus menentukan apakah ini kondisi yang
mengancam jiwa atau menyebabkan disabilitas. Bila leher stabil secara mekanis dan tidak ada
risiko fraktur leher, trauma medulla spinalis atau gangguan saluran nafas, barulah dilakukan
stratifikasi nyeri leher berdasarkan penggalian keluhan di bawah ini. Apabila ternyata pasien
berisiko untuk mengalami fraktur leher, trauma medulla spinalis atau gangguan saluran nafas,
maka tindakan basic life support (A, B, C) harus dilakukan terlebih dahulu.

12
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Begitu pasien memberikan keluhan utama nyeri leher, lakukan penggalian tentang
keluhan tersebut berdasarkan penggalian riwayat penyakit sekarang, yaitu:
 Onset dan durasi.
 Frekuensi: apakah sakitnya terus-menerus atau hilang-timbul? Apakah ada waktu tertentu
munculnya?
 Nyeri leher yang muncul secara intermitten selama berminggu-minggu atau berbulan-
bulan bisa disebabkan oleh artritis leher kronis ataupun chronic neck overuse.
 Sifat munculnya nyeri leher: apakah nyeri lehernya akut atau kronis? Nyeri leher akut
biasanya disebabkan oleh kondisi akut akibat trauma atau eksaserbasi akut dari kondisi
kronis, sedangkan kondisi lain biasanya menyebabkan nyeri leher kronis.
 Sifat nyeri leher: Tanyakan tentang keparahan nyeri, riwayat trauma/aktivitas
repetitif/gejala yang berhubungan dengan nyeri, gerakan/posisi yang memperberat nyeri,
serta kemungkinan adanya rasa kesemutan/kelemahan lokal.
 Keparahan nyeri (nyeri ringan/sedang/berat, kalau perlu pasien diminta untuk
menentukan keparahan nyerinya pada skala 0 sampai 10, dimana 0 adalah tidak nyeri
dan 10 adalah nyeri yang sangat hebat). Nyeri hebat (skala 6 atau lebih) bisa
disebabkan oleh fraktur servikal, whiplash akut, spasme otot paraspinal, eksaserbasi
akut dari artritis leher, atau eksaserbasi akut dari sindrom chronic neck overuse. Nyeri
ringan bisa disebabkan oleh artritis leher yang kronis atau cronic neck overuse.
 Nyeri leher yang terjadi sesudah trauma akut bisa disebabkan oleh whiplash akut,
herniasi diskus servikalis akut, fraktur serviks, dan eksaserbasi akut dari artritis leher
kronis.
 Nyeri leher yang terjadi sesudah trauma minor atau tertidur dengan posisi yang salah
bisa diakibatkan oleh artritis leher kronis atau chronic neck overuse.
 Nyeri leher yang bertambah bila mengunyah bisa disebabkan oleh gangguan sendi
temporomandibular dan parotitis.
 Nyeri leher yang muncul apabila menelan bisa disebabkan oleh faringitis, esofagitis,
dan artritis rematoid.
 Nyeri leher yang diikuti sensasi adanya sesuatu yang tersangkut di tenggorokan bisa
disebabkan oleh obstruksi saluran nafas, aspirasi benda asing, dan ansietas.
 Nyeri leher yang bertambah bila leher digerakkan bisa disebabkan oleh artritis leher
kronis, chronic neck overuse, dan polimyalgia rematik.
 Nyeri leher yang bertambah berat bila ada aktivitas fisik bisa disebabkan oleh angina.
 Nyeri leher yang disertai dengan rasa kebas/kesemutan/kelemahan di lengan, bahu,
tangan, atau kesemutan yang dirasakan naik-turun di tulang belakang saat leher
difleksikan atau diekstensikan bisa disebabkan oleh hernia diskus servikalis,
osteomyelitis vertebra, stenosis servikal, radikulopati servikal, dan sklerosis multipel.
 Nyeri leher yang disertai dengan demam bisa disebabkan oleh faringitis, meningitis,
dan osteomyelitis.
 Nyeri leher yang disertai dengan adanya rash yang nyeri di leher disebabkan oleh
herpes zoster.
 Nyeri leher dengan sesak nafas bisa diakibatkan oleh obstruksi saluran nafas, aspirasi
benda asing, dan ansietas.

13
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

 Nyeri leher dengan adanya benjolan bisa disebabkan oleh keganasan, struma, dan
limfadenopati.
 Nyeri leher yang timbul dengan menekan limfonodi servikalis anterior, bisa
disebabkan oleh limfadenitis.
 Nyeri leher yang timbul dengan daerah rahang di depan telinga bisa disebabkan oleh
parotitis dan gangguan sendi temporomandibular.
 Nyeri leher yang timbul saat menekan bagian bawah leher depan bisa disebabkan oleh
tioriditis atau artritis rematoid.
 Lokasi nyeri leher: pasien diminta untuk menunjukkan lokasi nyeri lehernya, kemudian
diminta untuk menunjukkan penjalaran nyerinya, apabila ada. Apabila pasien sulit
menunjukkan lokasi tepat nyerinya, pertimbangkan kemungkinan adanya nyeri alih
(referred pain) dari paru-paru, dada bagian atas, jantung, atau mediastinum.
 Nyeri leher yang berlokasi di posterior leher atau di otot antara leher dan bahu (otot
trapezius) bisa diakibatkan oleh whiplash ringan, fraktur serviks, chronic neck
overuse, artritis leher kronis, stenosis servikalis, gangguan pada diskus servikalis,
atau polimyalgia rematik.
 Nyeri yang menjalar dari leher (atau otot trapezius) ke bahu atau lengan biasanya
disebabkan oleh nyeri radiks servikalis.
 Nyeri yang berlokasi di sisi atau di anterior leher bisa diakibatkan oleh banyak hal,
seperti limfadenopati/limfadenitis, spasme otot sternoklavikular, nyeri sendi
temporomandibularis, nyeri arteri karotis, faringitis, trakheitis, esofagitis, benda asing
di saluran nafas, inflamasi kartilago tiroid, polikondritis, tiroiditis, herpes zoster,
perikarditis, diseksi aorta, dan angina.
 Nyeri yang berlokasi di basis oksipital bisa disebabkan oleh neuralgia oksipital dan
migren.
 Hubungan dengan fungsi fisiologis: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang
diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, dan
sebagainya.
 Akibat terhadap aktivitas sehari-hari: tidak bisa melakukan aktivitas ringan/sedang/berat
 Upaya yang dilakukan untuk mengurangi nyeri leher: minum obat tertentu (lengkap
dengan dosis dan durasi pemakaian obat), serta hasil dari upaya yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan (apakah membaik, tetap, atau memburuk).

Nyeri Bahu

Nyeri bahu bisa disebabkan oleh berbagai struktur di sekitar bahu, seperti tulang
(skapula, humerus, klavikula), sendi (sendi glenohumeralis, akromioklavikularis,
sternoklavikularis), ligamen (ligamen akromioklavikularis, korakoklavikularis,
glenohumeralis), otot (otot trapezius, deltoideus, levator skapula, romboideus, rotator cuff,
triseps brachii, serratus anterior, pektoralis, teres mayor, latissimus dorsi), tendon (tendon
biseps, supraspinarus, infraspinatus, subskapularis, teres minor), bursa (bursa subakromialis,
bursa subkorakoid), dan syaraf (nervus subskapularis, nervus thorakalis longus, dan nervus
skapularis dorsi).

14
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Penyebab tersering nyeri bahu adalah impingement syndrome, robekan rotator cuff,
dan frozen shoulder. Pasien berusia muda biasanya lebih sering menderita impingement
syndrome, tendinitis, trauma, dan ketidakstabilan sendi. Pasien berusia tua umumnya lebih
sering menderita robekan rotator cuff.
Nyeri bahu juga bisa merupakan penjalaran dari kondisi lain, misalnya gangguan
tulang servikal, angina pektoris/infark myokard, perikarditis, diseksi aorta, emboli paru,
pneumothoraks, pneumonia, pleuritis, Pancoast tumor, neoplasma di mediastinum dan
abdomen, gangguan esofagus, infark limpa, ruptur limpa, abses subfrenik, abses hati,
kolesistitis, ulkus peptik, dan pankreatitis.

Berikut ini adalah beberapa istilah untuk nyeri bahu:


 Frozen shoulder (kapsulitis/kapsulitis adhesiva) adalah restriksi range of motion (ROM)
sendi glenohumeralis di semua bidang gerak, baik aktif maupun pasif, disertai dengan
rasa nyeri. Frozen shoulder sering terjadi pada pasien diabetes mellitus.
 Rotator cuff adalah struktur muskulotendinosa yang bergabung ke dalam kapsula sendi
glenohumeralis yang menentukan ROM dan kekuatan sendi. Rotator cuff terdiri dari
insersio tendon muskulus supraspinatus, infraspinatus, teres minor, dan subskapularis).
 Impingement syndrome (rotator cuff tendinitis) adalah gangguan/invasi rotator cuff oleh
akromion, ligamen korakoakromialis, processus korakoid, atau sendi akromioklavikularis
yang mengakibatkan edema, tendinitis, fibrosis, robekan, ruptur, dan osteofitosis. Kondisi
ini dibagi 3 stadium patologis, yaitu stadium 1 (dengan ciri adanya edema dan
perdarahan), stadium 2 (dengan ciri adanya fibrosis dan robekan parsial), dan stadium 3
(robekan komplit).

Begitu pasien memberikan keluhan utama nyeri bahu, lakukan penggalian tentang
keluhan tersebut berdasarkan penggalian riwayat penyakit sekarang, yaitu:
 Onset dan durasi. Onset nyeri bahu yang mendadak bisa disebabkan oleh trauma, robekan
tendon, infeksi, artritis akut, dan nyeri alih (referred pain) akut.
 Frekuensi: apakah sakitnya terus-menerus atau hilang-timbul? Apakah ada waktu tertentu
munculnya? Waktu munculnya bisa dikaitkan dengan penyebabnya, misalnya aktivitas
atau trauma tertentu. Nyeri bahu yang terus-menerus bisa diakibatkan oleh frozen
shoulder, fraktur, infeksi, dan tumor.
 Sifat munculnya nyeri bahu: apakah nyeri bahunya akut atau kronis?
 Sifat nyeri bahu: Tanyakan tentang keparahan nyeri, riwayat trauma/aktivitas
repetitif/gejala yang berhubungan dengan nyeri, gerakan/posisi yang memperberat nyeri
(pasien bisa diminta untuk menggerakan sendi bahu di berbagai bidang sendi), serta
kemungkinan adanya rasa kesemutan/kelemahan lokal. Apabila nyeri tidak dieksaserbasi
oleh gerakan, kemungkinan besar nyerinya adalah nyeri alih (referred pain).
 Keparahan nyeri (nyeri ringan/sedang/berat, kalau perlu pasien diminta untuk
menentukan keparahan nyerinya pada skala 0 sampai 10, dimana 0 adalah tidak nyeri
dan 10 adalah nyeri yang sangat hebat).
 Nyeri bahu yang terjadi sesudah trauma bahu atau jatuh, bisa disebabkan oleh
robekan tendon, kontusio, perdarahan, subluksasi, dislokasi, dan fraktur.

15
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

 Nyeri bahu yang diakibatkan oleh usaha menggerakkan lengan bisa disebabkan oleh
jepitan atau robekan rotator cuff, artritis, dan polimyalgia rematik.
 Nyeri bahu yang disertai dengan pembengkakan bisa diakibatkan oleh artritis, infeksi,
perdarahan sendi, dan tumor maligna. Bila pembengkakannya monoartikular,
mungkin disebabkan oleh osteoartritis, gout, pesudogout, infeksi, keganasan, dan
perdarahan sendi. Bila pembengkakannya poliartikular, bisa disebabkan oleh artritis
rematoid dan gout.
 Nyeri bahu yang disertai dengan demam, berkeringat malam atau penurunan berat
badan bisa diakibatkan oleh nyeri alih (referred pain) dari penyakit di dada atau
abdomen, gangguan sistemik, dan infeksi lokal (artritis septik atau abses jaringan
lunak).
 Nyeri bahu dengan rasa kaku yang berlangsung > 60 menit di pagi hari (morning
stiffness) yang berkurang dengan aktivitas dan memburuk bila diistirahatkan biasanya
disebabkan oleh polimyalgia rematik atau artritis sistemik (misalnya artritis
rematoid).
 Nyeri bahu dengan kekakuan yang konstan biasanya disebabkan oleh frozen shoulder.
 Nyeri bahu yang disertai dengan sesak nafas bisa disebabkan oleh penyakit jantung
atau paru-paru.
 Nyeri bahu dengan riwayat penggunaan kortikosteroid dosis tinggi mungkin
disebabkan oleh osteonekrosis.
 Nyeri bahu yang bertambah berat dengan gerakan bahu pada semua bidang gerak
biasanya disebabkan oleh artritis dan frozen shoulder. Nyeri bahu yang terjadi dengan
gerakan bahu hanya pada bidang tertentu bisa diakibatkan oleh tendinitis dan
penjepitan tendon.
 Nyeri bahu yang bertambah dengan mengangkat tangan di atas kepala biasanya
disebabkan oleh impingement syndrome. Nyeri bahu yang timbul akibat aktivitas
repetitif mengangkat tangan biasanya disebabkan oleh impingement syndrome,
tendinitis, dan robekan otot atau tendon.
 Nyeri bahu yang bertambah dengan gerakan leher bisa disebabkan oleh radikulopati
servikal.
 Nyeri bahu dengan kelemahan/rasa kebas/kesemutan/rasa terbakar/rasa ditusuk-tusuk
pada lengan biasanya disebabkan oleh radikulopati atau neuropati servikal.
 Nyeri bahu dengan bahu yang tidak stabil disebabkan oleh dislokasi atau subluksasi.
 Lokasi nyeri bahu: pasien diminta untuk menunjukkan lokasi nyeri bahunya, kemudian
diminta untuk menunjukkan penjalaran nyerinya, apabila ada. Lokasi nyeri bahu bisa
menunjukkan kemungkinan struktur muskuloskeletal mana yang mengakibatkan nyeri.
Apabila pasien sulit menunjukkan lokasi tepat nyerinya, pertimbangkan kemungkinan
adanya nyeri alih (referred pain).
 Nyeri deltoid lateral biasanya menunjukkan adanya impingement syndrome.
 Nyeri bahu depan bisa diakibatkan oleh gangguan sendi akromioklavikularis, sendi
glenohumeralis, atau gangguan pada tendon di bagian anterior (misalnya tendinitis
biseps).
 Nyeri di aksilla bisa disebabkan oleh nyeri alih (referred pain) dari mediastinum.

16
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

 Hubungan dengan fungsi fisiologis: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang
diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, dan
sebagainya.
 Akibat terhadap aktivitas sehari-hari: tidak bisa melakukan aktivitas ringan/sedang/berat
 Upaya yang dilakukan untuk mengurangi nyeri bahu: minum obat tertentu (lengkap
dengan dosis dan durasi pemakaian obat), serta hasil dari upaya yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan (apakah membaik, tetap, atau memburuk).

Nyeri Lengan dan Tangan

Nyeri di ekstremitas atas bisa diakibatkan oleh gangguan muskuloskeletal, penyakit


pembuluh darah atau syaraf perifer, infeksi lokal, atau nyeri alih (referred pain) dari struktur
di dada. Nyeri profunda yang berasal dari fascia, pembuluh darah, sendi, tendon, dan
periosteum sering terasa tumpul dan sulit dilokalisasi dengan jelas, dan biasanya diikuti oleh
persepsi adanya kaku sendi. Nyeri pada gangguan sendi siku dan pergelangan tangan
biasanya disebabkan inflamasi lokal akibat overuse syndrome atau aktivitas terkait pekerjaan.
Nyeri di sendi tangan sering diakibatkan oleh penyakit degeneratif atau inflamasi.
Berikut ini adalah beberapa istilah untuk nyeri lengan dan tangan:
 Entrapment neuropathy adalah nyeri dan hilangnya fungsi karena sebuah syaraf melewati
rongga fisiologis yang menyempit akibat trauma atau inflamasi akut atau kronis.
 Nyeri neuropatik adalah nyeri di suatu regio akibat hasil inflamasi atau trauma syaraf, dan
penyakit neurologis.
 Overuse syndrome adalah nyeri dan inflamasi akibat penggunaan struktur anatomis
regional secara intens dan repetitif dalam aktivitas kerja atau rekreasional.
 Epikondilitis adalah nyeri dan inflamasi daerah dimana tulang dan tendon bertemu.
 Tennis elbow/epikondilitis lateral adalah peregangan perlekatan otot ekstensor
pergelangan tangan di humerus, biasanya terjadi pada pemain tenis dengan teknik yang
buruk.
 Golfer’s elbow/epikondilitis medial adalah peregangan tendon fleksor kommunis. Apabila
nervus ulnaris terlibat, akan terasa kesemutan.
 Olecranon bursitis adalah adanya cairan inflamasi yang terakumulasi di bursa, yang
sering terjadi sesudah trauma lokal, bisa terjadi secara spontan pada pasien gout,
pseudogout atau artritis rematoid.
 Cubital tunnel syndrome adalah sindrom akibat kompresi nervus ulnaris saat melewati
siku, mengakibatkan nyeri. Orang yang melakukan fleksi siku secara repetitif saat
menarik engkol, menjangkau sesuatu atau mengangkat barang berisiko terkena sindrom
ini.
 Carpal tunnel syndrome adalah kompresi nervus medianus di dalam canalis carpi
pergelangan tangan dengan rasa nyeri dan hilangnya fungsi 2 atau 3 jari pertama di
tangan. Bisa diakibatkan oleh overuse, kehamilan, atau hipotiroidisme.
 DeQuervain tenosynovitis adalah kondisi peradangan akibat tindakan memegang atau
memeras secara repetitif yang menyebabkan pembengkakan sehingga tendon otot
abduktor pollicis longus dan ekstensor pollicis longus sulit bergeser di terowongan
sepanjang sisi pergelangan tangan di atas ibu jari.
 Intersection syndrome adalah tenosinovitis di pergelangan tangan, yaitu di kompartemen
dorsal pertama dan kedua.

17
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

 Thoracic outlet syndromei adalah kompresi syaraf dan pembuluh darah (yang menyuplai
lengan) di daerah bahu akibat gerakan repetitif lengan di atas kepala atau diekstensikan ke
depan.

Penggalian tentang keluhan nyeri lengan dan tangan berdasarkan penggalian riwayat
penyakit sekarang, yaitu:
 Onset dan durasi.
 Onset yang mendadak (dalam beberapa menit atau jam) bisa disebabkan oleh proses
infeksi akut, trauma, gout, proses vaskular, dan referred pain.
 Onset yang gradual atau perlahan bisa disebabkan oleh artritis, tendinitis, bursitis,
artritis rematoid, dan nyeri neuropatik.
 Frekuensi: apakah sakitnya terus-menerus atau hilang-timbul? Apakah ada waktu tertentu
munculnya? Nyeri yang terus-menerus bisa diakibatkan oleh artritis rematoid,
osteoartritis, dan infeksi. Nyeri yang terasa paling hebat pada malam hari bisa diakibatkan
oleh carpal tunnel syndrome. Nyeri yang terasa sehari sesudah aktivitas dilakukan sering
diakibatkan oleh epikondilitis.
 Sifat munculnya nyeri lengan/tangan: apakah nyerinya akut atau kronis?
 Sifat nyeri lengan/tangan: Tanyakan tentang keparahan nyeri, kualitas nyeri, riwayat
pekerjaan/aktivitas/trauma/gejala yang berhubungan dengan nyeri, gerakan/posisi yang
memperberat nyeri, serta kemungkinan adanya rasa kesemutan/kelemahan lokal.
 Keparahan nyeri (nyeri ringan/sedang/berat, kalau perlu pasien diminta untuk
menentukan keparahan nyerinya pada skala 0 sampai 10, dimana 0 adalah tidak nyeri
dan 10 adalah nyeri yang sangat hebat). Nyeri hebat bisa disebabkan oleh artritis (saat
istirahat), osteomyelitis (saat bergerak), gout, infeksi, dan trauma.
 Kualitas nyeri. Nyeri tajam bisa diakibatkan oleh neuropati akibat terjepitnya syaraf.
Nyeri terbakar bisa diakibatkan oleh nyeri neuropatik. Nyeri yang berdenyut bisa
diakibatkan oleh gangguan inflamatorik atau vaskular.
 Nyeri yang berhubungan dengan pekerjaan. Bila pasien bekerja pada sebuah roda
berjalan di pabrik, mungkin disebabkan oleh thoracic outlet syndrome akibat gerakan
bahu yang repetitif. Bila pekerjaannya menjahit atau mengoperasikan komputer, bisa
disebabkan oleh carpal tunnel syndrome akibat gerakan pergelangan tangan yang
repetitif. Bila pekerjaannya operator gergaji listrik atau bor pneumatik, bisa
disebabkan oleh Raynaud’s syndrome akibat paparan kronis terhadap vibrasi. Bila
pekerjaannya menggunakan palu, gergaji atau obeng, bisa disebabkan oleh
DeQuervain tendinitis dan trigger finger.
 Nyeri yang berhubungan dengan aktivitas di saat tidak bekerja. Bila pasien suka main
golf atau tennis, bisa diakibatkan oleh epikondilitis medial atau lateral. Bila pasien
adalah peminum alkohol, bisa disebabkan oleh olecranon bursitis (drinker’s elbow)
akibat trauma berulang karena sering bersandar ke bar. Bila pasien adalah pemain
musik, bisa disebabkan oleh cubital tunnel syndrome, terutama pada pemain
saksofon. Bila pasien senang berdiam diri di depan televisi dan suka merokok, bisa
disebabkan oleh penyakit arteri koroner.
 Nyeri yang berhubungan dengan aktivitas yang dilakukan berjam-jam atau berhari-
hari atau berminggu-minggu atau nyeri yang timbul sesudah melakukan aktivitas
yang sudah lama tidak dilakukan biasanya diakibatkan oleh overuse syndrome.
 Nyeri disertai pembengkakan sendi (kesulitan melepas cincin, memakai arloji) sering
terjadi pada artritis rematoid dan gout.
 Nyeri yang dirasakan saat adanya gerakan biasanya terjadi pada efusi sendi, seperti
pada osteoartritis.
18
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

 Nyeri yang dirasakan saat istirahat biasanya diakibatkan oleh proses inflamasi seperti
artritis rematoid.
 Nyeri lengan yang diinduksi oleh bersin, batuk, hiperekstensi leher, mungkin
disebabkan oleh radikulopati servikal.
 Nyeri lengan yang diinduksi atau bertambah dengan gerakan memutar kepala atau
fleksi lateral leher biasanya disebabkan oleh lesi servikalis.
 Nyeri lengan sesudah makan bisa disebabkan oleh GERD.
 Nyeri yang disebabkan oleh sentuhan ringan bisa disebabkan oleh nyeri neuropatik
(misalnya entrapment neuropathy).
 Nyeri yang muncul bila memegang suatu obyek dalam waktu lama bisa disebabkan
oleh carpal tunnel syndrome dan intersection syndrome.
 Nyeri yang timbul sesudah paparan terhadap dingin bisa disebabkan oleh Raynaud’s
phenomenon.
 Nyeri yang disertai dengan demam dan menggigil bisa disebabkan oleh artritis septik.
 Nyeri yang disertai rasa kesemutan, kebas, atau rasa terbakar di lengan bisa
disebabkan oleh nyeri neuropatik (misalnya entrapment neuropathy) dan neuropati
perifer.
 Nyeri lengan kiri dengan sesak nafas, nyeri dada, pusing atau palpitasi diakibatkan
oleh penyakit jantung iskemik atau kondisi kardiopulmoner lain, selain itu bisa juga
disebabkan oleh fatigue dan ansietas.
 Lokasi nyeri lengan/tangan: pasien diminta untuk menunjukkan lokasi nyerinya. Lokasi
nyeri bisa menunjukkan kemungkinan struktur muskuloskeletal mana yang
mengakibatkan nyeri.
 Nyeri pada sekitar sendi bisa disebabkan oleh struktur periartikular, seperti tendinitis,
bursitis, dan gangguan tulang. Nyeri akibat gangguan sendi biasanya terasa langsung
di sendi, bukan pada tulang di sekitar sendi.
 Nyeri pada siku bisa diakibatkan oleh artritis septik, gout atau pseudogout, trauma,
nyeri neuropatik karena entrapment neuropathy, dan epikondilitis medial atau lateral.
 Nyeri pada pergelangan tangan bisa diakibatkan oleh neuropati karena entrapment
neuropathy (misalnya nervus medianus) dan tendinitis.
 Nyeri pada sendi metakarpofalangealis bisa diakibatkan oleh artritis rematoid dan
kadang-kadang gout.
 Nyeri pada sendi interfalang proksimal bisa diakibatkan oleh artritis rematoid,
Bouchard nodes pada osteoartritis (sering tidak nyeri).
 Nyeri pada sendi interfalang distal bisa diakibatkan oleh osteoartritis (Heberden node
yang lebih sering tidak nyeri), dan artritis psoriatik.
 Nyeri pada sendi karpometakarpal jari pertama bisa disebabkan oleh osteoartritis.
 Nyeri pada tiga jari pertama biasanya disebabkan oleh carpal tunnel syndrome akibat
kompresi nervus medianus di pergelangan tangan.
 Nyeri di sisi ulnar tangan bisa disebabkan oleh lesi nervus ulnaris (biasanya di siku)
atau lesi pleksus brachialis.
 Nyeri di jari atau ujung jari bisa disebabkan oleh Raynaud’s phenomenon/disease.
 Nyeri di sepanjang ekstremitas, baik pada sendi dan otot bisa disebabkan oleh lesi
syaraf atau pembuluh darah, kompresi radix syaraf, thoracic outlet syndrome, lesi
syaraf perifer, referred pain, dan penyakit jantung iskemik.
 Hubungan dengan fungsi fisiologis: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang
diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, dan
sebagainya.
 Akibat terhadap aktivitas sehari-hari: tidak bisa melakukan aktivitas ringan/sedang/berat

19
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

 Upaya yang dilakukan untuk mengurangi nyeri lengan/tangan: minum obat tertentu
(lengkap dengan dosis dan durasi pemakaian obat), serta hasil dari upaya yang dilakukan
untuk mengurangi keluhan (apakah membaik, tetap, atau memburuk).

Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain/LBP)

Pada sebagian besar pasien, nyeri punggung bawah adalah gangguan yang bersifat
self-limiting dan biasanya cepat sembuh. Nyeri punggung bawah paling sering disebabkan
oleh sebab mekanis, dan dari sebab mekanis ini, sebagian besar bersifat nonspesifik atau
bersumber dari sistem muskuloskeletal, kemudian oleh gangguan degeneratif, herniasi diskus,
fraktur kompresi osteoporotik, stenosis spinal, spondilolistesis, fraktur vertebra traumatik,
dan penyakit kongenital. Sedangkan penyebab nonmekanis bisa disebabkan oleh neoplasia,
artritis inflamatorik (misalnya spondilitis ankilosa), infeksi (misalnya osteomyelitis), dan
Paget’s disease of bone. Penyakit lain yang bisa menyebabkan nyeri alih (referred pain) ke
punggung bawah adalah aneurisma aorta, penyakit ginjal (nefrolitiasis, pyelonefritis, abses
perinefrika), penyakit saluran cerna (pankreatitis, kolesistitis, perforasi ulkus peptik), dan
gangguan urogenital (misalnya endometriosis, chronic pelvic inflammatory disease, dan
prostatitis).

Berikut ini adalah beberapa istilah untuk gangguan dengan ciri nyeri punggung
bawah:
 Sciatica adalah nyeri yang menjalar menuruni tungkai bawah sampai melewati lutut,
sesuai distribusi nervus ischiadicus/sciatic, paling sering disebabkan oleh kompresi radix
syaraf L4, L5, atau S1.
 Stenosis spinal adalah penyempitan canalis spinalis yang mengakibatkan kompresi korda
spinalis atau cauda equina. Sebagian besar terjadi pada pasien usia tua dengan perubahan
degeneratif tulang belakang.
 Cauda equina syndrome adalah radikulopati kompresif akut pada radix nervus sakralis
yang menyusun cauda equina. Gejalanya bisa berupa nyeri punggung yang hebat,
inkontinensia urine dan fecalis, saddle anesthesia, dan kelemahan tungkai.

Penggalian tentang keluhan nyeri punggung bawah berdasarkan penggalian riwayat


penyakit sekarang, yaitu:
 Onset dan durasi.
 Frekuensi: apakah sakitnya terus-menerus atau hilang-timbul? Apakah ada waktu tertentu
munculnya?
 Sifat munculnya nyeri punggung bawah: apakah nyerinya akut atau kronis? Nyeri yang
timbul mendadak bisa disebabkan oleh penyebab mekanis dan fraktur. Nyeri yang
semakian bertambah sesudah berbulan-bulan bisa disebabkan oleh malignansi dan
spondiloartropati.
 Sifat nyeri punggung bawah: Tanyakan tentang keparahan nyeri, riwayat
penyakit/pengobatan/aktivitas/trauma/gejala yang berhubungan dengan nyeri, serta
gerakan/posisi yang memperberat atau mengurangi nyeri.
 Keparahan nyeri (nyeri ringan/sedang/berat, kalau perlu pasien diminta untuk
menentukan keparahan nyerinya pada skala 0 sampai 10, dimana 0 adalah tidak nyeri
dan 10 adalah nyeri yang sangat hebat). Nyeri yang berat sampai membuat tidak bisa
tidur di malam hari bisa disebabkan oleh malignansi dan spondiloartropati.
20
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

 Nyeri punggung bawah yang konstan dan memburuk dengan adanya gerakan
biasanya disebabkan oleh sebab mekanis, sedangkan nyeri punggung bawah yang
konstan tetapi bertambah buruk dengan istirahat biasanya disebabkan oleh sebab non-
mekanis.
 Nyeri punggung bawah yang kronis pada pasien dengan riwayat kanker atau berusia >
50 tahun dengan penurunan berat badan yang signifikan yang tidak diketahui
penyebabnya, perlu dipertimbangkan adanya malignansi.
 Nyeri punggung bawah pada pasien dengan riwayat penggunaan kortikosteroid
selama > 1 bulan, ada trauma yang baru saja terjadi, berusia > 70 tahun, bisa
mengarahkan pada fraktur kompresi osteoporotik.
 Nyeri punggung bawah yang terus meningkat saat berjalan, atau berkurang dengan
duduk atau membungkuk ke depan biasanya disebabkan oleh stenosis spinal.
 Nyeri punggung bawah pada pasien yang barus saja mendapat obat injeksi, atau
mengkonsumsi obat imunosupresan, atau terpasang infus atau kateter, mungkin
disebabkan oleh osteomyelitis vertebra atau abses paraspinal.
 Nyeri punggung bawah pada pasien yang mengalami kekakuan di pagi, nyerinya
berkurang dengan aktivitas fisik, keluhan dirasakan minimal sudah 3 bulan, dan
biasanya muncul sejak pasien berusia < 35 tahun, bisa mengarahkan pada
spondiloartropati.
 Nyeri punggung bawah yang berhubungan dengan siklus haid bisa disebabkan oleh
endometriosis.
 Nyeri punggung bawah yang menjalar sepanjang tungkai sampai melewati lutut bisa
disebabkan oleh sciatica, yang diakibatkan oleh iritasi atau kompresi radix syaraf L4-
5,S1 akibat herniasi diskus.
 Nyeri punggung bawah yang disertai dengan mual dan muntah bisa disebabkan oleh
perforasi ulkus peptik aau pyelonefritis.
 Nyeri punggung bawah yang disertai dengan nyeri abdomen bisa disebabkan oleh
pyelonefritis, appendisitis retrosekal, atau abses divertikular.
 Nyeri punggung bawah yang disertai dengan demam bisa disebabkan oleh
osteomyelitis, abses paraspinal, dan pyelonefritis.
 Nyeri punggung bawah yang disertai dengan disuria bisa disebabkan oleh
pyelonefritis dan nefrolitiasis.
 Nyeri punggung bawah dengan inkotinensia urine atau inkontinensia fecalis, atau
saddle anesthesia, bisa mengarahkan pada cauda equina syndrome.
 Lokasi nyeri punggung bawah: pasien diminta untuk menunjukkan lokasi nyerinya.
Lokasi nyeri bisa menunjukkan kemungkinan struktur mana yang mengakibatkan nyeri.
 Hubungan dengan fungsi fisiologis: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang
diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, dan
sebagainya.
 Akibat terhadap aktivitas sehari-hari: tidak bisa melakukan aktivitas ringan/sedang/berat
 Upaya yang dilakukan untuk mengurangi nyeri punggung bawah: minum obat tertentu
(lengkap dengan dosis dan durasi pemakaian obat), serta hasil dari upaya yang dilakukan
untuk mengurangi keluhan (apakah membaik, tetap, atau memburuk).

21
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Nyeri Bokong, Panggul dan Paha

Keluhan di ekstremitas bawah umumnya lebih mudah dilokalisasi dan umumnya


berhubungan dengan trauma dan overuse. Berikut ini adalah beberapa istilah untuk gangguan
dengan ciri nyeri bokong, panggul, dan paha:
 Strain atau regangan adalah robekan mikro pada serabut otot, sulit dibedakan dari robekan
otot.
 Coccydinia adalah nyeri di basis tulang belakang yang merupakan akibat dari berbagai
kondisi, mulai dari hipermobilitas vertebra sakralis sampai nyeri neuropatik akibat trauma
multipel. Coccydinia bisa terjadi sesudah jatuh, melahirkan, regangan repetitif dan
pembedahan.
 Sindrom tuberositas ischii/hamstring adalah nyeri di posterior paha, terutama saat atau
sesudah aktivitas seperti berlari. Trauma hamstring terjadi saat olahraga yang
memerlukan akselerasi cepat yang mendadak, seperti pemain bola dan pelari. Faktor
predisposisinya adalah pemanasan yang tidak adekuat, kelelahan, trauma sebelumnya,
ketidakseimbangan kekuatan, dan fleksibilitas yang buruk.
 Sindrom piriformis adalah spasma otot gluteus minor lewat mana nervus ischiadicus
lewat. Nyeri diakibatkan terperangkapnya nervus ischiadicus, terjadi terutama pada pasien
dengan kelainan berjalan, kelemahan otot postural, dan kehamilan.
 Meralgia parestetika atau sindrom nervus kutaneus femoralis lateralis adalah kerusakan
nervus kutaneus femoralis lateralis. Bisa akibat pembedahan crista iliaca, histerektomi,
herniorafi laparoskopik, bedah katup aorta, bedah bypass arteri koroner, dan pakaian
ketat.
 Regangan hamstring atau hamstring strain adalah regangan pada otot-otot panjang yang
terbentang di belakang paha (otot biseps femoris, semimembranosus dan semitendinosus).
Karena otot-otot ini akan menarik tungkai dan melipat lutut, sehingga bisa trauma selama
berlari, menendang dan meloncat.
 Bursitis trochanterica adalah inflamasi 1 bursa atau lebih dari 4 bursa yang ada di sekitar
trochanter mayor.
 Regangan aduktor panggul/hip adductor strain adalah trauma atau regangan otot yang
berjalan dari depan tulang panggul ke bagian medial paha. Otot-otot ini menstabilkan
panggul dan tungkai selama berlari. Nyeri dan kekakuan di selangkangan terasa di pagi
hari dan awal aktivitas atletik, dan bisa berkurang sesudah pemanasan, tapi bisa kambuh
lagi saat aktivitas.

Penggalian tentang keluhan nyeri bokong, panggul, dan paha berdasarkan penggalian
riwayat penyakit sekarang, yaitu:
 Onset dan durasi.
 Frekuensi: apakah sakitnya terus-menerus atau hilang-timbul? Apakah ada waktu tertentu
munculnya?
 Sifat munculnya nyeri: apakah nyerinya akut atau kronis? Nyeri yang timbul mendadak
(beberapa menit atau beberapa jam) bisa disebabkan oleh infeksi akut, trauma, proses
vaskuler, nyeri alih, dan proses inflamasi. Nyeri yang timbul secara perlahan-lahan bisa
disebabkan oleh tendinitis, bursitis, artritis rematoid, dan nyeri neuropatik.

22
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

 Sifat nyeri: Tanyakan tentang keparahan nyeri, kualitas nyeri, riwayat


pekerjaan/aktivitas/gejala yang berhubungan dengan nyeri, serta gerakan/posisi yang
memperberat atau mengurangi nyeri.
 Keparahan nyeri (nyeri ringan/sedang/berat, kalau perlu pasien diminta untuk
menentukan keparahan nyerinya pada skala 0 sampai 10, dimana 0 adalah tidak nyeri
dan 10 adalah nyeri yang sangat hebat). Nyeri berat bisa disebabkan oleh artritis (bila
saat istirahat), gout, infeksi, trauma, dan tumor.
 Kualitas nyeri. Nyeri yang stabil bisa disebabkan oleh artritis rematoid, osteoartritis
an infeksi. Nyeri tajam bisa diakibatkan oleh entrapment neuropathy. Nyeri seperti
terbakar bisa disebabkan oleh nyeri neuropatik. Nyeri yang berdenyut bisa disebabkan
oleh gangguan inflamasi atau vaskuler (misalnya trombosis vena profunda).
 Nyeri yang berhubungan dengan pekerjaan berupa aktivitas repetitif bisa
berhubungan dengan tendinitis atau bursitis, radikulopati lumbalis, dan herniasi
diskus.
 Nyeri yang berhubungan dengan pekerjaan dimana dalam tugasnya menggunakan
sabuk penyokong lumbal, sabuk pengangkat berat, atau penggunaan pakaian ketat
atau restriktif lainnya bisa dihubungkan dengan meralgia parestetika.
 Nyeri yang berhubungan dengan pekerjaan yang memerlukan gerakan meloncat dari
sebuah truk atau mesin berat bisa diakibatkan oleh osteoartritis akibat trauma minor
kronis pada pinggang.
 Nyeri yang berhubungan dengan aktivitas bermain bola, berlari, yudo, karate,
gimnastik, bisa diakibatkan oleh sindrom tuberositas ischii/hamstring akibat
pemanasan/peregangan otot yang tidak memadai. Bisa juga disebabkan oleh regangan
atau robekan otot quadriseps, atau regangan otot adduktor panggul (hip adductor
strain).
 Nyeri yang berhubungan dengan banyak perjalanan bermobil atau naik pesawat yang
panjang bisa mengarahkan pada trombosis vena profunda.
 Nyeri yang berhubungan dengan aktivitas juga bisa disebabkan oleh overuse akibat
melakukan aktivitas repetitif selama berjam-jam, berhari-hari, atau berminggu-
minggu, atau bisa juga timbul sesudah melakukan aktivitas yang sudah lama tidak
dilakukan. Sindrom overuse yang berkaitan dengan pekerjaan biasanya membaik
pada akhir minggu. Sindrom overuse yang berkaitan dengan olahraga biasanya
kebalikannya atau menunjukkan pola yang tidak menentu.
 Nyeri yang muncul hanya pada saat ada gerakan bisa diakibatkan oleh efusi pada
osteoartritis. Nyeri yang muncul saat istirahat menunjukkan adanya inflamasi seperti
pada artritis rematoid, bisa juga disebabkan oleh nyeri neuropatik.
 Nyeri yang terjadi saat naik tangga di malam hari bisa disebabkan oleh bursitis
trochanterica dan sindrom piriformis. Nyeri yang terjadi sesudah aktivitas selesai bisa
disebabkan oleh tendinitis dan regangan quadriseps atau hamstring.
 Nyeri yang bertambah berat di pagi hari disertai dengan kaku di pagi hari disebabkan
oleh artritis rematoid.
 Nyeri dengan warna kemerahan di kulit di atasnya bisa disebabkan oleh tendinitis.
 Nyeri disertai dengan demam atau menggigil bisa disebabkan oleh artritis septik.
 Nyeri dengan perasaan kebas, kesemutan atau rasa terbakar bisa disebabkan oleh
nyeri neuropatik seperti entrapment neuropathy, sciatica (ischialgia), dan meralgia
parestetika.
 Nyeri punggung dengan hilangnya kendali usus atau vesica urinaria (inkontinensia)
atau kelainan sensorik persisten bisa disebabkan oleh gangguan pada radix syaraf
lumbalis, metastasis pada epidural, dan ansietas.

23
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

 Nyeri yang diikuti dengan ketidakmampuan mengangkat beban bisa disebabkan oleh
fraktur panggul dan nekrosis aseptik caput femoris.
 Nyeri dengan warna kemerahan dan pembengkakan paha, terutama di atas vena
femoralis communis bisa disebabkan oleh trombosis vena profunda, yang bisa
mengarah pada komplikasi kardiopulmonal. Trauma lokal dan infeksi kulit lokal juga
bisa menyebabkan kondisi ini.
 Nyeri yang diinduksi atau diperburuk oleh bersin, batuk, duduk atau hiperekstensi
punggung bisa disebabkan oleh nyeri pada radix syaraf lumbalis. Nyeri yang
diinduksi atau diperberat oleh mengangkat kaki lurus ke atas bisa disebabkan oleh lesi
vertebra lumbalis. Nyeri yang diinduksi atau diperberat oleh selama peregangan bisa
disebabkan oleh inflamasi tendon atau bursa, dan sciatica/ischialgia. Nyeri yang
diinduksi atau diperberat oleh sentuhan ringan bisa disebabkan oleh nyeri neuropatik,
seperti entrapment neuropathy.
 Nyeri yang bertambah dengan penggunaan sendi yang lama biasanya disebabkan oleh
osteoartritis.

 Lokasi nyeri: pasien diminta untuk menunjukkan lokasi nyerinya. Lokasi nyeri bisa
menunjukkan kemungkinan struktur mana yang mengakibatkan nyeri.
 Nyeri akibat gangguan sendi biasanya dirasakan langsung di sendinya, tidak dari
tulang-tulang di sekitar sendi.
 Nyeri di bokong bisa disebabkan oleh coccidynia, sciatica (ischialgia), dan sindrom
piriformis.
 Nyeri di panggul bisa disebabkan oleh osteoartritis, fraktur panggul, nekrosis aseptik
panggul, dan artritis rematoid.
 Nyeri di paha bagian depan bisa disebabkan oleh entrapment neuropathy, meralgia
parestetika, radikulopati lumbalis (L2/L3), regangan atau robekan otot quadriseps,
dan regangan adduktor panggul (hip adductor strain).
 Nyeri di paha bagian lateral bisa disebabkan oleh bursitis trochanterica dan
entrapment neuropathy.
 Nyeri di paha bagian medial bisa disebabkan oleh trombosis vena profunda, dan
bursitis atau tendinitis iliopsoas.
 Nyeri di paha bagian posterior bisa disebabkan oleh regangan otot hamstring
(hamstring strain), dan sindrom tuberositas ischii.
 Nyeri di sepanjang ekstremitas bawah di otot dan sendinya bisa disebabkan oleh lesi
pembuluh darah seperti trombosis vena profunda dan kompresi radix syaraf.
 Hubungan dengan fungsi fisiologis: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang
diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, dan
sebagainya.
 Akibat terhadap aktivitas sehari-hari: tidak bisa melakukan aktivitas ringan/sedang/berat
 Upaya yang dilakukan untuk mengurangi nyeri: minum obat tertentu (lengkap dengan
dosis dan durasi pemakaian obat), serta hasil dari upaya yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan (apakah membaik, tetap, atau memburuk).

24
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Nyeri Lutut dan Betis

Etiologi nyeri lutut tergantung pada lokasi anatomis nyeri. Penyebab yang paling
sering sampai yang jarang untuk nyeri lutut adalah osteoartritis, trauma meniskus, trauma
ligamen kolateral, trauma ligamen krusiatus, gout, fraktur, keseleo/sprain dan robekan otot,
artritis rematoid, artritis infeksiosa, dan pseudogout. Nyeri di anterior lutut bisa disebabkan
oleh sindrom patellofemoralis, bursitis prepatella, fraktur patella, tendinitis patella, strain otot
quadriseps femoris, dan osteoartritis. Nyeri di posterior lutut bisa disebabkan oleh hamstring
strain, bursitis, trombosis vena profunda, dan aneurisma poplitea. Nyeri di medial lutut bisa
disebabkan oleh robekan meniskus medialis, sprain ligamen kolateral medialis, bursitis
anserina, hamstring strain, dan sindrom patellofemoralis. Nyeri di lateral lutut bisa
disebabkan oleh robekan meniskus lateralis, robekan ligamen kolateral lateralis, strain otot
biseps femoris, serta dislokasi/fraktur caput fibula.

Nyeri betis lebih jarang terjadi, dan lebih sering pada pasien geriatri. Penyebab nyeri
betis antara lain adalah klaudikasio intermitten, trombosis vena profunda, entrapment arteri
poplitea, robekan atau kontusio otot gastrocnemius atau soleus, sarkoma jaringan lunak,
hematom otot, dan sindrom kompartemen.

Penggalian tentang keluhan nyeri lutut dan betis berdasarkan penggalian riwayat
penyakit sekarang, yaitu:
 Onset dan durasi.
 Frekuensi: apakah sakitnya terus-menerus atau hilang-timbul? Apakah ada waktu tertentu
munculnya?
 Sifat munculnya nyeri: apakah nyerinya akut atau kronis? Nyeri lutut yang akut (< 1
minggu) bisa disebabkan oleh fraktur, kontusio, robekan ligamen atau meniskus,
subluksasi patella, dan dislokasi. Nyeri lutut yang kronis bisa disebabkan oleh
osteoartritis, tumor, sindrom overuse, septic knee.
 Sifat nyeri: Tanyakan tentang keparahan nyeri, riwayat aktivitas/gejala yang berhubungan
dengan nyeri, serta gerakan/posisi yang memperberat atau mengurangi nyeri.
 Keparahan nyeri (nyeri ringan/sedang/berat, kalau perlu pasien diminta untuk
menentukan keparahan nyerinya pada skala 0 sampai 10, dimana 0 adalah tidak nyeri
dan 10 adalah nyeri yang sangat hebat).
 Nyeri lutut dengan lutut yang terpuntir, rasa ada bunyi meletup (popping), ada
pembengkakan yang muncul dengan cepat, bisa disebabkan oleh trauma ligamen.
 Nyeri lutut dengan lutut terkunci saat posisi fleksi, ada bunyi “klik” saat berjalan,
pembengkakan yang muncul sesudah beberapa jam atau beberapa hari, biasanya

25
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

disebabkan oleh trauma meniskus. Pada osteoartritis juga bisa terjadi lutut terkunci
(pseudolocking).
 Nyeri lutut dengan tidak ada riwayat trauma, tetapi sendi lutut nyeri, bengkak dan
hangat, dan riwayat aktivitas seksual berisiko, bisa disebabkan oleh artritis
gonokokkus dan artritis reaktif.
 Nyeri lutut dengan kekakuan yang berlangsung < 15 menit dan bertambah hebat
dengan adanya aktivitas sendi, disebabkan oleh osteoartritis.
 Nyeri lutut sesudah trauma lutut bisa disebabkan oleh fraktur lutut.
 Nyeri lutut yang sangat hebat, sendi terasa hangat, disertai demam, bisa disebabkan
oleh artritis septik.
 Nyeri lutut dengan rasa dingin dan pucat di distal lutut diakibatkan oleh gangguan
vaskuler.
 Nyeri lutut dengan kelemahan dan hilangnya sensasi di distal lutut bisa disebabkan
oleh kerusakan syaraf.
 Nyeri betis yang terjadi saat berjalan dan berkurang dengan istirahat bisa disebabkan
oleh klaudikasio intermitten.
 Nyeri betis sesudah tirah baring > 3 hari dalam 4 minggu terakhir, atau sesudah
melakukan perjalanan panjang yang mengharuskan duduk selama berjam-jam, atau
baru saja menjalani pembedahan, ada riwayat trombosis pada keluarga, pengguna
kontrasepsi oral, dan pengguna steroid atau hormon untuk bodybulding, biasanya
disebabkan oleh trombosis vena profunda.
 Nyeri betis sesudah trauma pada betis atau berolahraga, bisa diakibatkan oleh robekan
atau kontusio otot gastrocnemius atau soleus.
 Nyeri betis unilateral disertai dengan nyeri paha, bokong, atau panggul, bisa
disebabkan oleh entrapment arteri poplitea. Nyeri betis unilateral dengan kemerahan
dan hangat juga bisa terjadi pada trombosis vena profunda dan selulitis.
 Lokasi nyeri: pasien diminta untuk menunjukkan lokasi nyerinya. Lokasi nyeri bisa
menunjukkan kemungkinan struktur mana yang mengakibatkan nyeri.
 Hubungan dengan fungsi fisiologis: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang
diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, dan
sebagainya.
 Akibat terhadap aktivitas sehari-hari: tidak bisa melakukan aktivitas ringan/sedang/berat
 Upaya yang dilakukan untuk mengurangi nyeri: minum obat tertentu (lengkap dengan
dosis dan durasi pemakaian obat), serta hasil dari upaya yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan (apakah membaik, tetap, atau memburuk).

26
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Nyeri Kaki

Nyeri kaki paling sering disebabkan oleh kallus, hipertrofi kuku, deformitas hallux,
dan hilangnya nadi arteri. Nyeri kaki bagian depan bisa disebabkan oleh pembengkakan
tulang di basis sendi jari I kaki (bunion), hammer toe, claw toe, kuku tumbuh ke dalam,
metatarsalgia, neuroma interdigital, dan hallux rigidus. Nyeri kaki bagian tengah bisa
disebabkan oleh osteoartritis, fasiitis plantar, fibroma plantar, dan tarsal tunnel syndrom.
Nyeri kaki bagian belakang bisa disebabkan oleh fasciitis plantar, bursitis tumit belakang, dan
tendinitis Achilles.

Nyeri pergelangan kaki lateral bisa disebabkan oleh sprain ligamen lateralis, fraktur
fibula distal, ketidakstabilan pergelangan kaki kronis, dan tendinitis peronei. Nyeri
pergelangan kaki medial bisa disebabkan oleh sprain ligamen deltoideus, tendinitis tibia
posterior, tarsal tunnel syndrome, dan fraktur distal tibia. Nyeri pergelangan kaki posterior
bisa disebabkan oleh tendinitis Achilles dan ruptur tendon Achilles. Nyeri pergelangan kaki
kronis bisa disebabkan oleh artritis dan sinovitis subtalus.

Penggalian tentang keluhan nyeri kaki berdasarkan penggalian riwayat penyakit


sekarang, yaitu:
 Onset dan durasi.
 Frekuensi: apakah sakitnya terus-menerus atau hilang-timbul? Apakah ada waktu tertentu
munculnya?
 Sifat munculnya nyeri: apakah nyerinya akut atau kronis?
 Sifat nyeri: Tanyakan tentang keparahan nyeri, riwayat aktivitas/gejala yang berhubungan
dengan nyeri, serta gerakan/posisi yang memperberat atau mengurangi nyeri.
 Keparahan nyeri (nyeri ringan/sedang/berat, kalau perlu pasien diminta untuk
menentukan keparahan nyerinya pada skala 0 sampai 10, dimana 0 adalah tidak nyeri
dan 10 adalah nyeri yang sangat hebat).
 Nyeri kaki disertai dengan kesulitan memakai sepatu biasanya disebabkan oleh
deformitas kaki, termasuk kista ganglion dan fibroma plantar.
 Nyeri kaki dengan gesekan sepatu pada hallux bisa diakibatkan oleh bunion. Bila
menggesek jari kaki lain, bisa disebabkan oleh hammer toe.
 Nyeri jari kaki hanya dengan selimut diletakkan di atasnya, bisa disebabkan oleh
gout.
 Nyeri kaki dengan kebas jari kaki, nyeri di antara jari, dan memakai sepatu yang ketat
menyebabkan jari kaki kesemutan, biasanya disebabkan oleh Morton neuroma.
 Nyeri kaki pada pasien penderita diabetes mellitus, dengan nyeri di malam hari,
nyerinya seperti terbakar, ada rasa kesemutan, dengan deformitas progresif bisa
disebabkan oleh diabetic foot.
 Nyeri di tumit sangat hebat saat berdiri, dan berkurang dengan menghilangkan beban
pada kaki, bisa disebabkan fasciitis plantar.

27
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

 Nyeri dengan rasa kesemutan dan terbakar di telapak kaki dan kram arkus kaki, bisa
disebabkan oleh tarsal tunnel syndrome.
 Nyeri kaki dengan demam, ulserasi dan kemerahan kulit, bisa disebabkan oleh
selulitis dan artritis septik.
 Nyeri kaki dengan riwayat trauma dan ketidakmampuan menanggung beban badan
bisa disebabkan oleh fraktur dan sprain.
 Nyeri pergelangan kaki dengan pergelangan yang terpuntir atau rotasi, terutama
sesudah jatuh pada sisi kaki, bisa diakibatkan oleh sprain pergelangan kaki dan
fraktur pergelangan kaki.
 Nyeri pergelangan kaki dengan benjolan di punggung tumit, biasanya disebabkan
oleh bursitis pra-Achilles.
 Nyeri belakang pergelangan kaki yang terasa saat naik tangga, biasanya disebabkan
oleh bursitis retrokalkaneus.
 Nyeri pergelangan dengan pembengkakan di belakang pergelangan dan sepatu yang
menggesek bagian dalam pergelangan kaki, biasanya disebabkan oleh tenosinovitis
tibialis posterior.
 Nyeri pergelangan pada penari atau olahragawan bisa disebabkan oleh ketidakstabilan
pergelangan kaki dan osteoartritis.
 Nyeri pergelangan kaki dengan ketidakmampuan berjalan > 4 langkah segera sesudah
trauma, bisa disebabkan oleh fraktur pergelangan, atau hanya sprain.
 Nyeri pergelangan kaki dengan rasa ditembak atau ditendang di belakang
pergelangan, kadang tedengar bunyi “pop”, terjadi mendadak, bisa disebabkan oleh
ruptur atau kontusion tendon Achilles.

 Lokasi nyeri: pasien diminta untuk menunjukkan lokasi nyerinya. Lokasi nyeri bisa
menunjukkan kemungkinan struktur mana yang mengakibatkan nyeri.
 Hubungan dengan fungsi fisiologis: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang
diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, dan
sebagainya.
 Akibat terhadap aktivitas sehari-hari: tidak bisa melakukan aktivitas ringan/sedang/berat
 Upaya yang dilakukan untuk mengurangi nyeri: minum obat tertentu (lengkap dengan
dosis dan durasi pemakaian obat), serta hasil dari upaya yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan (apakah membaik, tetap, atau memburuk).

28
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAB VI

ANAMNESIS PADA GANGGUAN SISTEM UROPOETIK

PENDAHULUAN

Ginjal terletak pada regio posterior, dilindungi oleh iga dan infeksi pada sistem
uropoetik merupakan salah satu masalah kesehatan akut yang sering terjadi dan paling sering
terjadi pada perempuan. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah keadaan dimana kuman tumbuh
dan berkembang biak dalam saluran kemih dalam jumlah yang bermakna. Infeksi saluran
kemih dapat berlangsung dengan gejala (simtomatis) atau tanpa gejala (asimtomatis). Untuk
menegakkan diagnosa kelainan pada sisitem uropetik, seorang dokter harus dapat melakukan
pemeriksaan dasar dengan seksama dan sistematis. Kelainan-kelainan pada sistem uropoetik
mempunyai kaitan erat dengan organ-organ lain serta seringkali memberikan manifestasi
klinis pada keadaan umum sehingga pasien dengan kelainan tersebut harus dihadapi secara
keseluruhan harus dihadapi baik anamnesis maupun pemeriksaan fisik.

Keluhan-keluhan pada sistem gangguan sistem uropoetik :


a. Nyeri
 Nyeri ginjal
 adalah nyeri yang terjadi akibat regangan kapsul ginjal yang biasanya sifat
terlokalisi di area kostovertebra. Nyeri ini dapat terjadi karena infeksi
(glomerulonefritis atau pielonefritis) akut yang menimbulkan edema, obstruksi
saluran kemih (batu atau tumor) yang mengakibatkan hidronefrosis atau tumor
ginjal.
 Nyeri kolik
 terjadi akibat spasme otot polos ureter karena peristaltiknya terhambat oleh
batu, bekuan darah atau benda asing lainnya. Nyeri ini sangat sakit, dirasakan
hilang timbul dan biasanya menjalar dari sudut kostovertebra ke dinding depan
abdomen, regio inginal, testis bahkan dapat sampai ke tungkai bawah.
 Nyeri vesika
 adalah nyeri akibat distensi vesika urinaria yang dirasakan di daerah supra
pubik akibat keradangan atau retensio.
 Nyeri prostat
 disebabkan oleh adanya keradangan atau abses yang dirasakan di area
perineum sampai ke daerah lumbosakral.
 Nyeri testis
 adalah nyeri pada daerah testis yang seringkali dirasakan hingga abdomen.
Nyeri akut dan tajam sering terjadi akibat taruma, torsio testis atau
epididimitis/orkitis akut. Sedangkan nyeri tumpul dapat disebabkan oleh
varikokel.

29
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

 Nyeri penis
 adalah nyeri pada daerah penis yang basanya didapatkan pada parafimosis,
dan keradangan pada glans penis. Sedangkan nyeri pada saat ereksi
disebabkan oleh penyakit peyronie’s atau priapismus.

b. Keluhan miksi
 Urgensi
 adalah sangat ingin kencing akibat hiperaktivitas atau iritasi vesika. Biasanya
disebabkan oleh keradangan, obstruksi atau neurogenik bladder.
 Hesitansi
 adalah sulit untuk memulai kencing sehingga perlu mengejan. Biasanya tejadi
akibat obstruksi intravesika (batu,saluran kemih/prostate)
 Pancaran melemah/mengecil.
 Pancaran melemah merupakan gejala obsteuksi inteavesika, sedangkan
pancaran mengecil dan deras menunjukkan adanya penyempitan uretra
(striktur).
 Terminal dribbling
 adalah didapatkannya tetesan-tetesan urin pada akhir miksi yang disebabkan
oleh obstruksi intrvesika.
 Intermitten
 adalah terputus-putusnya pancaran urin pada saat miksi yang merupakan
gejala obstruksi atau gangguan neurogenik.
 Retensio urin
 adalah ketidakmampuan vesika untuk mengelurakan urin yang telah
melampaui batas maksimalnya.
 Polakisuria/frekuensi
 adalah peningkatan signifikasi frekuensi kencing karena iritasi vesika urinaria
(perlu dibedakan dengan poliuri dari volume urin)
 Poliuria
 adalah peningkatan frekuensi dan volume urin.
 Disuria
 adalah perasan nyeri saat kencing karena iritasi pada vesika uriaria
 Enuresis
 adalah keluarnya urin secara tidak disadari pada saat tidur. Jika terjadi pada
usia lebih dari 5 tahun merupakan keaadaa patologis.
 Inkontinensia urin
 adalah ketidakmampuan seseorang untuk menahan urin yang keluar dari
vesika baik disadari maupun tidak disadari. Terdapat beberapa macam
inkotinensia urin yaitu paradoksa inkontinensia yang keluar pada saat vesika
penuh (akibat obstruksi infravesika), stress inkontinensia yang keluar pada
saat tekanan intra abdominal meningkat (akibat kelemahan otot panggul), urge
inkontinensia yang keluar pada saat ingin kencing (akibat sistitis atau
neurogenik) dan true inkontinensia (pada fistula vesiko/ureto-vagina, ureter
ektopik atau kerusakan sfinkter eksterna).

30
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Faktor Risiko
1. Riwayat diabetes melitus
2. Riwayat kencing batu (urolitiasis)
3. Higiene pribadi buruk
4. Riwayat keputihan
5. Kehamilan
6. Riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya
7. Riwayat pemakaian kontrasepsi diafragma
8. Kebiasaan menahan kencing
9. Hubungan seksual
10. Anomali struktur saluran kemih

31
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAB VII

ANAMNESIS PADA GANGGUAN SISTEM HEMAPOETIK


LIMFORETIKULER

Darah merupakan bagian dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total.
Darah berbentuk cairan yang berwarna merah dan agak kental. Darah merupakan bagian
penting dari system transport karena darah mengalir keseluruh tubuh kita dan berhubungan
langsung dengan sel-sel tubuh kita.Warna merah itu keadaannya tidak tetap tergantung pada
banyaknya oksigen dan karbondioksida didalamnya. Adanya oksigen dalam darah diambil
dengan jalan bernafas dan zat ini sangat berguna pada peristiwa pembakaran atau
metabolisme di dalam tubuh

Karakteristik fisik darah meliputi:


1. Viskositas atau kekentalan darah 4,5-5,5
2. Temperature 38 C
3. pH 7,37- 7,45
4. Salinitas 0,9%
5. Berat 8 % dari berat badan
6. Volume 5-6 liter (pria) 4-5 liter (wanita)

Fungsi darah
1. Mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan dan CO2 dari jaringan ke paru-paru.
2. Mengangkut sari makanan yang diserap dari usus halus keseluruh tubuh.
3. Mengangkut sisa metabolisme menuju alat ekskresi.
4. Berhubungan dengan kekebalan tubuh karena didalamnya terkandung
lekosit,antibodi, dan subtansi protektif lainnya.
5. Mengangkut ekskresi hormon dari organ satu ke organ lainnya.
6. Mengatur keseimbangan air dalam tubuh.
7. Mengatur suhu tubuh.
8. Mengatur keseimbangan tekanan osmotik
9. Mengatur keseimbangan asam basa tubuh.
10. Mengatur keseimbangan ion-ion dalam tubuh

Tempat Pembentukan Sel Darah


1. Pembentukan sel darah (hemopoiesis) terjadi pada awal masa embrional, sebagian
besar pada hati dan sebagian kecil pada limpa
2. Dari kehidupan fetus hingga bayi dilahirkan, pembentukan sel darah berlangsung
dalam 3 tahap, yaitu:
a. Pembentukan di saccus vitellinus,
b. Pembentukan di hati, kelenjar limfe, dan limpa,
c. Pembentukan di sumsum tulang
3. Pembentukan sel darah mulai terjadi pada sumsum tulang setelah minggu ke-20 masa
embrionik
4. Dengan bertambahnya usia janin, produksi sel darah semakin banyak terjadi pada
sumsumtulang dan peranan hati dan limpa semakin berkurang
5. Sesudah lahir, semua sel darah dibuat pada sumsum tulang, kecuali limfosit yang
jugadibentuk di kelenjar limfe, tymus, dan lien.

32
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

6. Selanjutnya pada orang dewasa pembentukan sel darah diluar sumsum tulang
(extramedullary hemopoiesis) masih dapat terjadi bila sumsum tulang mengalami
kerusakan atau mengalami fibrosis.
7. Sampai dengan usia 5 tahun, pada dasarnya semua tulang dapat menjadi tempat
pembentukan sel darah. Tetapi sumsum tulang dari tulang panjang, kecuali bagian
proksimal humerus dan tibia, tidak lagi membentuk sel darah setelah usia mencapai
20 tahun.
8. Setelah usia 20 tahun, sel darah diproduksi terutama pada tulang belakang, sternum,
tulang iga dan ileum.
9. 75% sel pada sumsum tulang menghasilkan sel darah putih (leukosit) dan hanya 25%
menghasilkan eritrosit.
10. Jumlah eritrosit dalam sirkulasi 500 kali lebih banyak dari leukosit. Hal ini
disebabkan oleh karena usia leukosit dalam sirkulasi lebih pendek (hanya beberapa
hari) sedangkan erotrosit hanya 120 hari.

Penggalian tentang keluhan pada sistem hemapoetik limforetikuler biasanya adanya


riwayat perdarahan berdasarkan penggalian riwayat penyakit sekarang, yaitu:
 Onset dan durasi.
 Frekuensi:
 Apakah perdarahan terus-menerus atau hilang-timbul? Apakah ada waktu tertentu
munculnya?
 Sifat munculnya perdarahan:
 Akut atau kronis?
 Sifat perdarahan:
 Tanyakan tentang keparahan perdarahan riwayat aktivitas/gejala yang berhubungan
dengan perdarahan, serta gerakan/posisi yang memperberat atau mengurangi
perdarahan.
 Keparahan perdarahan, banyak sedikit?
 Lokasi perdarahan.
 (lokalis atau tidak)
 Hubungan dengan fungsi fisiologis:
 Apakah ada gangguan sistem fisiologis yang diakibatkan oleh keluhan saat ini
 Akibat terhadap aktivitas sehari-hari:
 Tidak bisa melakukan aktivitas ringan/sedang/berat
 Upaya yang dilakukan untuk mengurangi perdarahan

33
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

CHECKLIST ANAMNESIS

Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
Aspek komunikasi
1 Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2 Mendengarkan secara aktif
3 Tidak memotong pembicaraan pasien selama masih
relevan
4 Menggunakan bahasa yang bisa dipahami pasien
5 Mempertahankan kontak mata dengan pasien
6 Menunjukkan empati
Aspek anamnesis
1 Menanyakan identitas pasien: nama, umur, jenis
kelamin, alamat, pekerjaan
2 Menanyakan keluhan utama
3 Menggali riwayat penyakit sekarang
 Onset
 Frekuensi
 Sifat munculnya keluhan
 Durasi
 Sifat keluhan
 Lokasi
 Hubungan dengan fungsi fisiologis lain
 Akibat terhadap aktivitas sehari-hari
 Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan
4 Menggali riwayat penyakit dahulu:
 Ada tidaknya penyakit seperti ini sebelumnya
 Penyakit lain yang pernah diderita
5 Menggali riwayat penyakit keluarga
 Ada tidaknya penyakit serupa
6 Menanyakan keluhan penyerta (berdasarkan sistem)
7 Membuat resume anamnesis
8 Menyadari keterbatasan diri dengan merujuk jika
tidak mampu

Keterangan:
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi kurang benar
2 = dilakukan dengan benar

34
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAB VIII

DASAR-DASAR BEDAH

PENDAHULUAN

Pembedahan dilakukan dengan menggunakan alat-alat. Seseorang yang melakukan


tindakan bedah harus memiliki pengetahuan mengenai alat yang digunakan. Selain itu, harus
memiliki pula pengetahuan mengenai sarana penunjang lainnya, misalnya sifat-sifat suatu
benda yang dipakai dalam operasi serta penggunaaan bahan khusus misalnya benang dan
jarum.

A. Alat Bedah Minor


Alat bedah sederhana dibedakan atas 3 instrumen yaitu instrumen pemotong, instrumen
pemegang dan instrumen penarik.

a) Instrumen pemotong,
Alat ini dibedakan menjadi 2 yaitu skalpel dan gunting.
 Pisau bedah=Skalpel
Skalpel disebut juga pisau bedah atau pisau operasi. Dalam beberapa literatur
skalpel dinamakan juga Bistoury atau Bistouries, namun ada yang menyatakan
perbedaan antara Skalpel dengan Bistoury, dimana yang dimaksud dengan Skalpel
adalah pisau operasi yang tidak tajam (konveks), sedangkan yang tajam maupun yang
probe pointed (tumpul) disebut Bistouries.
Pada pisau bedah model lama, mata pisau (blade) dan gagang (handle) bersatu,
sehingga bila mata pisau tumpul harus diasah kembali. Pada model baru, mata pisau
dapat diganti. Biasanya mata pisau hanya untuk sekali pakai.
Berdasarkan ukuran dan bentuk ukuran baik besarnya gagang atau bilahnya
bermacam-macam yaitu ukuran Scalpel handle no. 3, 4, 3L, 4L, 5 dan 7, 8, 9.
Terdapat dua nomor gagang pisau yang sering dipakai, yaitu gagang nomor 4 (untuk
mata pisau besar) dan gagang nomor 3 (untuk mata pisau kecil).
Guna pisau bedah ini adalah untuk menyayat berbagai organ/bagian tubuh.
Mata pisau disesuaikan dengan bagian tubuh yang akan disayat.

Gambar 4.1. Jenis pisau bedah model lama

35
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Gambar 4.2. Jenis pisau bedah model baru

Gambar 4.3. Bentuk dan mata pisau (blade)

 Gunting

Gunting adalah suatu alat yang digunakan untuk memotong suatu barang atau
suatu benda. Tergantung dari macam benda yang akan digunting, maka dibuatlah
gunting-gunting khusus dengan nama yang khusus pula. Dalam bahasa Inggris
gunting disebut Scissors, dalam bahasa Belanda disebut Schaar atau scharen,
sedangkan dalam bahasa Jerman disebut Scheren.

Bentuk dan besarnya gunting bermacam-macam tergantung penggunaannya. Bentuk


dan nama gunting berdasarkan kegunaannya dibedakan atas :
A. Bandage Scissors (gunting perban atau Gaas)
B. Ligature Scissors (gunting jahitan luka)
C. Dissecting Scissors (gunting jaringan)

Berdasarkan fungsinya, gunting dibedakan menjadi 4 macam yaitu :


1. Gunting Mayo, gunting yang berukuran besar biasa digunakan untuk membelah
fascia atau tendo; dan berdasar bentuknya dibedakan lengkung dan lurus.
2. Gunting Metzenbaum atau Macindoes, gunting yang berukuran halus untuk
mendeseksi dan memotong jaringan, berdasar bilahnya juga dibedakan lengkung
dan lurus. Kedua jenis gunting diatas kedua ujung atau salah satunya tumpul.

36
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

3. Gunting runcing, kedua ujungnya runcing untuk mendeseksi dengan cermat dan
berdasarkan bilahnya dibedakan : bilah lengkung dan bilah lurus.
4. Gunting balutan, benang, bentuk gunting biasanya khusus, bilahnya tebal ujungnya
tumpul. Gunting jaringan tidak boleh dipakai untuk menggunting kasa dan benang
serta balutan.

Cara memegang gunting, apabila dipegang dengan tangan kanan jari-jarinya tidak
diimasukkan lebih jauh dari sendi distal. Tetapi jika dipegang dengan tangan kiri
maka harus dimasukkan lebih jauh dari sendi distal karena gerakan menekan
dilakukan oleh ibu jari.

Gambar 4.4. Jenis Bandage Scissors

Gambar 4.5. Jenis Ligature Scissors

Gambar 4.6 Jenis Dissecting Scissors Tipe Metzenbaum

37
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Gambar 4.7 Jenis Mayo-Scissors

b) Instrumen Pemegang
Instrumen ini dibedakan 3 macam yaitu :

1. Pemegang jarum,
Alat ini dinamakan juga Needle Holder atau Naald Voeder. Alat ini digunakan
sebagai pemegang jarum jahit (nald heacting) serta penyimpul benang. Alat ini
biasanya dilengkapi dengan pengunci dibagian belakang, ukurannya bermacam-
macam, yaitu pendek, sedang dan panjang demikian juga ukuran bilahnya. Pemegang
jarum harus dipakai sesuai dengan ukuran jarum yang dipegangnya.
Jenis yang digunakan bervariasi, yaitu tipe Crille Wood (bentuk seperti klem) dan
tipe Mthew Kusten (bentuk segitiga).
Ukuran panjang alat ini bermacam-macam mulai dari 12 cm, 12,5 cm, 13 cm, 14
cm, 15 cm, 16 cm, 17 cm, 17,5 cm, 18 cm, 20 cm, 21 cm 23,5 cm, 25 cm, 26 cm dan
26,5 cm. Nomor panjang yang paling sering diminta adalah 14 – 21 cm.

Gambar 4.8 Jenis Needle Holder tipe Crille Wood

38
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Gambar 4.9. Jenis Needle Holder tipe Mathew Kusten

2. Pinset, alat ini digunakan untuk memegang dan menahan jaringan pada waktu
diseksi. Pinset ini dibedakan 3 macam :

a. Pinset Chirrurgis (Chirurgische Pincet) adalah pinset yang bergigi tajam yang
dapat dipakai untuk memegang jaringan dengan baik hanya memerlukan tekanan
minimal misal : subcutan, otot, fascia. Tetapi tidak dapat memegang struktur yang
dapat berlubang (peritonium, pleura). Gigi pinset ini terdapat pada kedua belah
ujungnya, ada yang bergigi 1 x 2, 2 x 3, 3 x 4. Pinset bergigi 1 x 2 artinya ujung
pinset yang satu bergigi 1 dan ujung sebelah lainnya bergigi 2.

b. Pinset Anatomis atau Anatomische Pincet atau Thumb Forceps atau Dissecting
Forceps. Pinset ini pada bagian dalam kedua belah ujungnya tidak bergigi, namun
bergaris-garis horizontal, biasanya digunakan memegang sepon untuk
membersihkan luka. Jika pada bagian dalam ujungnya tersebut bergaris-garis
vertikal maka dinamakan LIGATURE FORCEPS Tipe OCHSNER. Pinset ini ada
yang lurus dan ada yang bengkok dengan ukuran panjang mulai 4,5 inchi, 5 inchi,
5,5 inchi, 6, 7, 8, 10 dan 12 inchi.

39
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Gambar 4.16. Jenis dan Tipe Pinset Chirrurgis dan Pinset Anatomis

3. Klem, sebagai alat untuk penjepit, macam-macamnya adalah :


a. Klem arteri biasa dipakai sebagai penjepit arteri (hemostat) dilengkapi dengan
pengunci dengan bilah bergigi, ada yang lurus dan ada yang lengkung.
b. Klem bergigi halus atau tidak bergigi halus atau tidak bergigi (klem Allis) untuk
memegang kulit dan fascia atau dikenal dengan klem jaringan.
c. Klem Kocher, klem yang mempunyai bilah yang sangat kuat dipakai untuk
menarik jaringan yang sangat kuat.
d. Cunan, alat penjepit dengan ujung berbentuk cincin biasa dipakai untuk menjepit
kasa pembersih luka.

c) Instrumen Penarik
Ada jenis yang harus dipegang dengan tangan maupun ada yang dibiarkan terpasang
tanpa dipegang. Panjang dan lebar bilah serta bentuk gagangnya bervariasi. Apabila
penarik ini mempunyai ujung runcing tidak boleh digunakan dekat pembuluh darah atau
organ berongga.

B. Teknik Aseptik

Komplikasi yang perlu diwaspadai dan dicegah pada pembedahan adalah infeksi.
Salah satu cara mencegah itu adalah Teknik Kerja Aseptik. Teknik aseptik adalah satu
cara untuk memperoleh dan memelihara keadaan steril. Dasar dari teknik ini adalah
bahwa infeksi berasal dari luar tubuh, karena itu teknik aseptik yang dipakai adalah
mencegah masuknya infeksi dari luar melalui tempat pembedahan. Prosedurnya ada 3
bagian yaitu :
1. Mencuci hamakan tempat kerja/pembedahan
2. Mencuci hamakan bagian tubuh yang kontak dengan tempat kerja
3. Sterilisasi alat-alat yang digunakan dalam pembedahan.

40
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

1) Mencuci hamakan tempat pembedahan

Kulit :
1. Dicuci dari kotoran.
2. Dibasuh dengan larutan antiseptik (misalnya : yodium, jodofor, alkohol, mercuri
klorida, heksakloroform).
3. Cara membasuhnya dari dalam keluar, lamanya 5-10 menit.

Pemasangan kain penutup steril


 Pemasangan kain ini berguna untuk mengisolasi daerah pembedahan dari
daerah lain (tubuh lain) yang tidak steril. Kain ini biasanya ditengah ada
lubang dan lubang ini ditempatkan pada daerah pembedahan. Besarnya lubang
kain ini bermacam-macam tergantung kepentingannya.

2) Mencuci hamakan bagian tubuh yang kontak dengan tempat kerja

Tangan :
Teknik pencucian tangan
Tujuan :
 menghilangkan kotoran
 menghilangkan lemak
 menghilangkan/mematikan bakteri

Cara :
 Cuci tangan dengan menggunkan bahan antiseptik yang dicampur dengan
detergen (sebagai pembersih dan desinfektan) misalnya dengan Hibizcrub atau
larutan betadin.
 Kuku, kulit telapak tangan disikat secara hati-hati, sedangkan kulit punggung
tangan dan lengan tidak perlu disikat, cincin dilepaskan. Pencucian dilakukan
pada air yang mengalir, pembilasan dilakukan setelah 2 menit pemberian
antiseptik.
 Posisi tangan harus lebih tinggi dari pada siku, dan tangan dibiarkan kering.

Teknik menggunakan sarung tangan


Tujuan
 bagian yang kontak langsung dengan pembedahan harus steril.
Cara :
 Memakai jubah operasi
Sarung tangan diambil oleh tangan yang masih tertutup oleh lengan jubah; (sarung
tangan kanan diambil oleh tangan kiri dan sebaliknya), kemudian diletakkan
diujung tangan yang lain. Tangan didorong masuk kesarung tangan, sarung tangan
kedua diambil oleh tangan yang telah memakai sarung tangan, dan diletakkan
diujung tangan sisi yang lain, kemudian tangan pertama didorong masuk, dan
dibenahi sampai rapi dan posisi sarung tangan diluar jubah operasi.

 Tidak memakai jubah operasi


Yang perlu diperhatikan pada cara ini adalah agar bagian luar sarung tangan tidak
tersentuh oleh tangan dengan langsung. Oleh karena itu sarung tangan steril
biasanya pangkalnya dilipat keluar agar dapat dipakai pegangan pada saat
memakainya seperti pada gambar dibawah ini

41
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Bagian tubuh lain


Perlu diperhatikan petugas operasi untuk kerja aseptik biasanya memakai jubah
operasi steril, tutup kepala dan masker.

Sterilisasi alat-alat (instrumen) dan cairan


Macam-macam cara sterilisasi :
a. Autoclav Uap
Alat biasanya dibungkus klemudian dimasukkan dalam autoklap temperatur dinaikkan
sampai 120oC dengan tekanan 20-25 pm selama 15-30 menit.
b. Etilen oksida
Alat-alat yang tidak tahan panas, misalnya plastik, karet, mka diberi etilen oksid yang
dimasukkan dalam autoklap khusus, temperatur dinaikkan 50-60oCselama 3 jam.
c. Sterelisasi dingin
Dengan meredam alat-alat kedalam larutan formalin atau yodofor, tetapi setelah
direndam harus dibilas dengan cairan steril.
d. Radiasi sinar gama
Terutama untuk alat-alatyang mudah rusak kalau dipanaskan.
e. Filtrasi
Untuk bahan-bahan cair biasanya disterilkan dengan filtrasi melalui saringan milipore
berukuran 0,22 mikron.

Alat-alat yang sudah disterilkan selama pembedahan ditempatkan pada tempat khusus
yang steril pula.

C. Teknik Menjahit (Hecting)


Dalam prosedur penjahitan suatu luka, yang perlu diperhatikan adalah :
1. Pengenalan benang,
2. Pengenalan jarum,
3. Pembuatan simpul
4. Penutupan luka

1) Pengenalan benang

Yang perlu diperhatikan dalam memilih benang adalah karakteristik bahan


daya tahan dan reaksi jaringan terhadap bahan tersebut serta ukuran benang.
Karekteristik bahan benang ditentukan oleh kekuatan, daya regang dan elastisitas,
kehalusan permukaan, kapilaritas serta reaksi jaringan terhadap benang tersebut.

Bahan plastik seperti polipropilen tidak cocok digunakan di daerah-daerah


yang mendapat stres berulang kali, tetapi lebih cocok untuk menjahit kulit karena
tidak meninggalkan parut bekas benang tersebut. Bahan-bahan jenis elastis (poliester,
sutra) dapat menahan stress yang berulang-ulang, biasa dipakai untuk meligasi. Jika
benang permukaan kasar tidak dapat digunakan pada jaringan yang peka terhadap
iritasi (mata, mukosa usus) tetapi tidak memerlukan simpul yang terlalu banyak
sehingga cocok untuk jahitan jelujur. Bahan sintetis tidak menimbulkan reaksi
jaringan yang hebat sedangkan bahan organis dapat menimbulkan reaksi jaringan
yang hebat. Benang multifilamen akan menghisap cairan jaringan hal ini dapat
merupakan medium yang baik untuk menumbuhkan bakteri.

42
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Bahan benang dibedakan ada yang dapat diserap oleh jaringan sehingga tidak
perlu dilepas, sedangkan bahan yang tidak diserap jaringan harus diambil. Jenis
benang yang dapat diserap antara lain : kolagen, catgut, asam poliglikolat (Dexon),
poliglaktin (Vicryl), dan polidioksanon (PDS). Jenis benang yang tidak dapat diserap
antara lain : sutera (multifilamen), benang baja (monofilamen), Nilon (Ethilon), dan
polipropilen.

Ukuran benang baku yang ditetapkan oleh USP & BP (United State
Pharmacopoei & Brithish Pharmacopoeia) dari nomor kecil 11/0 (benang mikro)
sampai yang terbesar nomor 6 atau ukuran menurut metrik yang terbagi dalam satuan
sepersepuluh milimeter dari 0,1 sampai 8.

2) Pengenalan Jarum

Ada jarum yang dirancang dipegang dengan tangan tetapi adapula jarum yang
dirancang dipegang dengan instrumen. Bahannya terbuat dari baja tahan karat yang
ditutup lapisan yang memudahkan jarum tersebut menembus jaringan.
Ada 3 komponen dasar jarum yaitu bagian belakang, bagian tengah dan
bagian ujung. Bagian belakang yang berhubungan dengan benang, ada yang tidak
berlubang (jenis atraumatik) dan ada yang berlubang (jenis Mayo, jenis French).
Tubuh jarum dapat berbentuk lurus atau lengkung dengan pelbagai ukuran panjang,
diameter serta bentuk penampang. Jarum lurus dapat dipakai pada setiap situasi asal
tidak membelok, biasa dipakai untuk menjahit kulit. Jarum lengkung dapat digunakan
untuk menjahit kulit atau struktur yang lebih dalam. Kelengkungan jarum bermacam-
macam antara lain ¼, 3/8, ½ atau 5/8 lingkaran.
Kedalaman jaringan yang akan dijahit menentukan kelengkungan jarum
tersebut makin dalam jarum yang dipakai makin melengkung. Ujung jarum bentuknya
bermacam-macam, yaitu :
a. Jarum berujung “taper” traumanya paling minimal dapat dipakai untuk menjahit
jaringan lunak (peritonium).
b. Jarum berujung “cutting” (mempunyai 3 sisi tajam), dapat dipakai untuk menjahit
jaringan liat (kulit, tendo).
c. Jarum berujung tapercut (tubuh ramping, dengan 3 sisi tajam), dipakai pada
jaringan liat dengan luka minimal.
d. Jarum taper berujung tumpul, dipakai untuk menjahit jaringan yang rapuh (hepar,
ginjal).

3) Pembuatan Simpul

Dalam membuat simoul yang perlu diketahui adalah (1) jenis simpul, (2)
membuat simpul dengan satu tangan, (3) membuat simpul dengan dua tangan dan (4)
membuat simpul dengan instrumen, (5) memotong benang.
(1) Jenis simpul.
Jenis dan nama simpul dapat dilihat pada gambar 2 berikut :
A. Square knot
B. Surgeon’s knot
C. Granny knot

43
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Gambar 4.18. Jenis simpul A. square knot; B. Surgeon’s knot; C. Granny knot

(2) Membuat simpul dengan satu tangan


Teknik dan cara pembuatan simpul dengan 1 tangan terlihat pada Gambar 3.
berikut

Gambar 4.19. Membuat simpul dengan satu tangan

(3) Membuat simpul dengan dua tangan

Gambar. 4.20. Membuat simpul dengan dua tangan

44
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

(4) Membuat simpul dengan instrumen

Gambar 4.21. Membuat simpul dengan instrument

(5) Memotong benang


Pada luka benang dipotong sedikit mungkin dengan simpul. Caranya ujung
gunting yang terbuka disentuhkan ke benang dengan posisi siap memotong,
digeser sampai kesimpul, diputar miring 45o klemudian dikalubkan. Pada jahitan
jelujur dan jahitan struktur yang penting beneng simpul dipotong agak panjang
untuk mencegah simpul terurai, tetapi tetap harus lebih pendek terhadap jarak
jahitan berikutnya.
Perhatian :
1. Jika simpul terlalu ketat, luka akan terasa nyeri dan jahitan dapat
menimbulkan bekas.
2. Simpul harus diletakkan ditepi luka, disisi yang mempunyai vaskularisasi
lebih banyak.

4) Penutupan Luka
Luka dapat ditautkan dengan jahitan sederhana atau matras, terputus atau jelujur.
 Jahitan sederhana
 dapat dibuat terpisah atau jelujur.
 Jahitan matras
 dapat berupa matras vertikal, horizontal, terputus maupun jelujur.
 Jahitan terputus
 banyak dipakai untuk menjahit luka di kulit, karena apabila ada pus (cairan)
dapat dilepas satu atau dua jahitan dan membiarkan yang lain.

45
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

 Jahitan matras vertical


 berguna untuk merapatkan tepi luka secara tepat tetapi tidak boleh dipakai
pada tempat perdarahannya (vaskularisasi) kurang.
 Jahitan matras horizontal
 untuk menautkan fascia, tetapi tidak boleh untuk menjahit subcutis, karena
kulit akan bergelombang.
 Jahitan jelujur,
 lebih cepat dibuat serta lebih kuat tetapi kalau terputus seluruhnya akan
terbuka.
 Jahitan jelujur berkunci,
 ini merupakan jahitan jelujur dengan menyelipkan benang dibawah jahitan
yang telah terpasang. Cara ini dapat efektif dalam menghentikan perdarahan,
tetapi kadang-kadang jaringan mengalami iskemia.

Penggunaan jahitan terputus untuk menjahit kulit


Cara :
1. Gunakan pinset diseksi bergigi halus, untuk sedikit mengangkat tepi luka.
2. Jarum lengkung jenis “tapercut” dengan benang nilon monofilamen nomor 3/0
dipasang pada klem pemegang jarum. Pemasangan itu diletakkan antara 2/3 depan
dan 1/3 belakang, lalu gagang klem dikunci.
3. Dengan pergelangan tangan pronasi penuh, siku membentuk 90 o dan bahu
abduksi, jarum ditusukkan di kulit secara tegak lurus.
4. Penusukkan dilakukan 1 cm dari tepi luka, di dekat tempat yang dijepit pinset.
5. Kulit ditegakkan, dan dengan gerakan supinasi pergelangan serta adduksi bahu
yang serentak. Jarum didorong maju dalam arah melengkung sesuai dengan
lengkungan jarum, tetapi jangan terlalu dangkal.
6. Setelah jarum muncul kembali dibalaik kulit, jarum dijepit dengan klem
pemegang jarum dan ditarik keluar (penjepit ini tidak boleh pada ujungnya karena
dapat patah atau bengkok).
7. Benang ditarik terus sampai ujungnya tersisa 3-4 cm dari kulit.
8. Tusukkan lagi tepi luka yang lain dari dalam dengan kedalaman yang sama, dan
cara yang sama; setelah jarum muncul dikulit, ditarik lalu dibuat simpul ikatan
2x1x2 (surgeon knot).
9. Luka dibersihkan dan dinilai ketatnya ikatan.
10. Simpul ditarik ke tepi ke arah pada ujung benang yang lebih pendek.

Menjahit subcutis
Menjahit lemak subcutis dilakukan dengan jahitan terputus sederhana dengan simpul
terkubur.
Cara :
1. Pada jahitan ini lintasan jarum dimulai dan diakhiri didalam luka.
2. Mengangkat tepi luka dengan pinset bergigi sehingga pertemuan antara lemak dan
dermis jelas.
3. Jahitan dimulai dari sisi jauh operator.
4. Jarum lengkung berujung “taper” dengan benang dapat diserap ditusukkan jauh ke
jaringan lemak sampai keluar dekat permukaan.
5. Posisi tangan pemegang jarum pronasi maksimal lalu jarum ditembuskan dengan
gerak supinasi.

46
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

6. Setelah nomor 4, klem pemegang jarum dipindah untuk menjepit kembali dan
dengan gerakan pronasi serta supinasi jarum ditusukkan dari arah permukaan ke
lapisan dalam sisi yang lain.
7. Kemudian dibuat simpul dan dipotong.

47
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Checklist Melakukan Identifikasi Alat


Score
No Aspek yang Dinilai
0 1 2
1. Menyebutkan nama dan jenis alat yang ditentukan.
Menjelaskan fungsi alat dan kondidi klinis yang mempersyarati
2.
digunakannya alat yang bersangkutan
3. Memperagakan teknik menggunakan alat yang ditentukan

TOTAL NILAI

Checklist Mensucihamakan Tempat Pembedahan


Score
No Aspek yang Dinilai
0 1 2
1. Sebelum melakukan tindakan, melakukan cuci tangan terlebih dahulu
2. Meminta ijin kepada pasien
Menggunakan alat (pinset anatomis/klem arteri) yang tepat untuk memegang
3.
kapas/kassa.
Membersihkan luka/tempat pembedahan dengan larutan betadine dengan
4.
cara dari dalam ke arah luar
Membersihkan luka/tempat pembedahan dengan Alkohol 70% dengan cara
5.
dari dalam ke arah luar
6. Memasang duk steril pada tempat pembedahan .

TOTAL NILAI

Checklist Melakukan Tindakan Heacting Luka


Score
No Aspek yang Dinilai
0 1 2
Memilih jenis alat yang sesuai (Nadle Holder dan pinset) untuk melakukan
1.
tindakan Heacting pada luka yang telah ditentukan.
Memilih jenis jarum sesuai untuk melakukan tindakan Heacting pada luka
2.
yang telah ditentukan.
Memilih dan menggunakan jenis benang yang sesuai dengan jenis, keadaan
3.
dan lokasi luka serta kondisi klinis pasien
4. Melakukan langkah-langkah teknik Heacting yang sesuai

5. Menentukan dan mampu membuat simpul yang baik serta memotong benang
Melakukan tindakan menutup luka dengan kasa steril yang diberi larutan
6.
antiseptik
7. Melakukan cuci tangan

8. Memberikan informasi dan komunikasi terkait luka pada pasien

TOTAL NILAI

48
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Checklist Membuat Simpul dengan Tangan


Score
No Aspek yang Dinilai
0 1 2
1. Meletakkan posisi benang pada kedua tangan dengan tepat.
Melakukan langkah-langkah membuat simpul square knot dengan satu
2.
tangan
Melakukan langkah-langkah membuat simpul square knot dengan dua
3.
tangan
4. Melakukan langkah-langkah membuat simpul sergeon knot

TOTAL NILAI

Keterangan : 0 = tidak dilakukan


1 = dilakukan, tetapi tidak benar
2 = dilakukan dengan benar

49
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAB IX

PEMBALUTAN DAN PEMBIDAIAN

PEMBALUTAN

Membalut adalah tindakan medis untuk menyangga atau menahan bagian tubuh
tertentu agar tidak bergeser atau berubah dari posisi yang dikehendaki.
Tujuan
1. Menahan sesuatu – misalnya bidai (spalk), kasa penutup luka, dan sebagainya – agar
tidak bergeser dari tempatnya
2. menahan pembengkakan (menghentikan pendarahan: pembalut tekanan)
3. Menyokong bagian tubuh yang cedera dan mencegah agar bagian tubuh itu tidak
bergerak
4. Menutup bagian tubuh agar tidak terkontaminasi

Macam
1. Mitella (pembalut segitiga)
2. Dasi (cravat)
3. Pita (pembalut gulung)
4. Plester (pembalut berperekat)
5. Pembalut lainnya
6. Kassa steril

1) Mitella
 Bahan pembalut dari kain yang berbentuk segitiga sama kaki dengan berbagai ukuran.
Panjang kaki antara 50-100 cm.
 Pembalut ini dipergunakan pada bagian tubuh yang terbentuk bulat atau untuk
menggantung bagian anggota yang cedera.
 Pembalut ini biasa dipakai pada cedera di kepala, bahu, dada, siku, telapak tangan,
pinggul, telapak kaki, dan untuk menggantung lengan.
 Dapat dilipat-lipat sejajar dengan alasnya dan menjadi pembalut bentuk dasi.

50
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

2) Dasi

 Merupakan mitella yang dilipat-lipat dari salah satu segitiga agar beberapa lapis
dan berbentuk seperti pita dengan kedua ujung-ujungnya lancip dan lebarnya
antara 5-10 cm.
 Pembalut ini biasa dipergunakan untuk membalut mata, dahi (atau bagian kepala
yang lain), rahang, ketiak, lengan, siku, paha, lutut, betis, dan kaki terkilir.

3) Pita

 Dapat terbuat dari kain katun, kain kasa, flanel atau bahan elastis. Yang paling
sering adalah kassa. Hal ini dikarenakan kasa mudah meyerap air dan darah, serta
tidak mudah kendor.
 Macam ukuran lebar pembalut dan penggunaannya:
- 2,5 cm untuk jari-jari
- 5 cm untuk leher dan pergelangan tangan
- 7,5 cm untuk kepala, lengan atas, lengan bawah, betis dan kaki
- 10 cm untuk paha dan sendi pinggul
- 10-15 cm untuk dada, perut dan punggung

4) Plester
 Pembalut ini untuk merekatkan penutup luka, untuk fiksasi pada sendi yang
terkilir, untuk merekatkan pada kelainan patah tulang
 Khusus untuk menutup luka biasa dilengkapi dengan obat antiseptik

5) Pembalut
Beberapa pembalut yang spesifik
 Snelverband: pembalut pita yang sudah ditambahi dengan kassa penutup luka
dan steril, baru dibuka pada saat akan digunakan, sering dipakai pada luka-
luka lebar yang terdapat pada badan.
 Sofratulle: kassa steril yang telah direndam dengan obat pembunuh kuman.
Biasa dipergunakan pada luka-luka kecil.

51
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

6) Kassa steril
 Kassa yang dipotong dengan berbagai ukuran untuk menutup luka kecil yang
sudah diberi obat-obatan antibiotik atau antiseptik.
 Setelah ditutup, kasa itu kemudian baru dibalut

Prosedur Pembalutan:
1. Perhatikan tempat atau letak yang akan dibalut dengan menjawab pertanyaan ini.
 Bagian dari tubuh yang mana?
 Luka terbuka atau tidak?
 Bagaimana luas luka?
 Perlu dibatasi gerak bagian tubuh tertentu atau tidak?
2. Pilih jenis pembalut yang akan dipergunakan. Dapat satu atau kombinasi.
3. Sebelum dibalut, jika luka terbuka perlu diberi desinfektan atau dibalut dengan pembalut
yang mengandung desifektan. Jika terjadi disposisi/dislokasi perlu direposisi.
4. Tentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan :
 Dapat membatasi pergeseran/gerak bagian tubuh yang memang perlu difiksasi
 Sesedikit mungkin membatasi gerak bagian tubuh yang lain.
 Usahakan posisi balutan paling nyaman untuk kegiatan pokok penderita.
 Tidak mengganggu peredaran darah, misalnya pada balutan berlapis, yang paling
bawah letaknya di sebelah distal.
 Tidak mudah kendor atau lepas

Cara Membalut
1. Dengan Mitella
 Salah satu sisi mitellla dilipat 3-4 cm sebanyak satu sampai tiga kali.
 Pertengahan sisi yang telah terlipat diletakkan di luar bagian yang akan dibalut, lalu
ditarik secukupnya, dan kedua ujung sisi itu diikatkan.
 Salah satu ujung bebas ditarik dan dapat diikatkan pada ikatan, atau diikat pada
tempat lain maupun dibiarkan bebas. Hal ini tergantung tempat dan kepentingannya.

52
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

2. Dengan Dasi
 Pembalut mitella dilipat-lipat dari salah satu sisi sehingga berbentuk pita dengan
masing-masing ujung lancip.
 Bebatkan pada tempat yang akan dibalut sampai kedua ujungnya dapat diikatkan
 Diusahakan agar balutan tidak mudah kendor, dengan cara sebelum diikat arahnya
saling menarik
 Kedua ujungnya diikatkan secukupnya

3. Dengan Pita
 Berdasarkan besar bagian tubuh yang akan dibalut, maka dipilih pembalutan pita
ukuran lebar yang sesuai
 Balutan pita biasanya beberapa lapis, dimulai dari salah satu ujung yang diletakkan
dari proksimal ke distal menutup sepanjang bagian tubuh, yang akan dibalut lalu dari
distal ke proksimal dibebatkan dengan arah bebatan saling menyilang dan tumpang
tindih antara bebatan yang satu dengan bebatan berikutnya.
 Kemudian ujung yang dalam tadi diatas diikat dengan ujung yang lain secukupnya

53
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

4. Dengan Plester
Luka Terbuka
 Luka diberi obat antiseptik
 Tutup luka dengan kassa
 Baru letakkan pembalut plester

Luka terbuka longitudinal pada tapak tangan

Luka terbuka transversal pada tapak tangan

Untuk Fiksasi (patah tulang atau terkilir)


 balutan plester dibuat strapping dengan membebat berlapis-lapis dari distal ke
proksimal dan untuk membatasi gerakan perlu pita yang masing-masing ujungnya
difiksasi dengan plester

54
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

5. Dengan Pembalut Steril


 Biasanya dijual dalam bahan yang steril dan baru akan dibuka pada saat akan
digunakan

55
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

56
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

57
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

58
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

1. DASI (cravat)
 Merupakan mitella yang dilipat-lipat dari salah satu ujungnya sehingga berbentuk
pita dengan kedua ujung-ujungnya lancip dan lebarnya antara 5-10 cm.
 Pembalut ini biasa dipergunakan untuk membalut mata, dahi (atau bagian kepala
yang lain), rahang, ketiak, lengan, siku, paha, lutut, betis, dan kaki yang terkilir.
 Cara membalut:
o Bebatkan pada tempat yang akan dibalut sampai kedua ujungnya dapat diikatkan
o Diusahakan agar balutan tidak mudah kendor, dengan cara sebelum diikat
arahnya saling menarik
o Kedua ujung diikatkan secukupnya.

Membuat pembalut dasi (cravat)


dari mitella

59
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

2. PITA (pembalut gulung)


 Dapat terbuat dari kain katun, kain kasa, flanel atau bahan elastis. Yang paling sering
adalah kasa. Hal ini dikarenakan kasa mudah menyerap air dan darah, serta tidak
mudah kendor.
 Macam ukuran lebar pembalut dan penggunaannya:
o 2,5 cm : untuk jari-jari
o 5 cm : untuk leher dan pergelangan tangan
o 7,5 cm : untuk kepala, lengan atas, lengan bawah, betis dan kaki
o 10 cm : untuk paha dan sendi pinggul
o 10-15 cm : untuk dada, perut dan punggung.

60
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

 Cara membalut anggota badan (tangan/kaki):


- Sangga anggota badan yang cedera pada posisi tetap
- Pastikan bahwa perban tergulung kencang
- Balutan pita biasanya beberapa lapis, dimulai dari salah satu ujung yang
diletakkan dari proksimal ke distal menutup sepanjang bagian tubuh, yang akan
dibalut dari distal ke proksimal (terakhir ujung yang dalam tadi diikat dengan
ujung yang lain secukupnya). Atau bisa dimulai dari bawah luka (distal), lalu
balut lurus 2 kali.
- Dibebatkan terus ke proksimal dengan bebatan saling menyilang dan tumpang
tindih antara bebatan yang satu dengan bebatan berikutnya. Setiap balutan
menutupi duapertiga bagian sebelumnya.
- Selesaikan dengan membuat balutan lurus, lipat ujung perban, kunci dengan
peniti atau jepitan perban.

61
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

62
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

3. PLESTER (pembalut berperekat)


 Pembalut ini untuk merekatkan penutup luka, untuk fiksasi pada sendi yang terkilir,
untuk merekatkan pada kelainan patah tulang. Cara pembidaian langsung dengan
plester disebut strapping. Plester dibebatkan berlapis-lapis dari distal ke proksimal
dan untuk membatasi gerakan perlu pita yang masing-masing ujungnya difiksasi
dengan plester.
 Untuk menutup luka yang sederhana dapat dipakai plester yang sudah dilengkapi
dengan kasa yang mengandung antiseptik (Tensoplast, Band-aid, Handyplast dsb).
 Cara membalut luka terbuka dengan plester:
o luka diberi antiseptik
o tutup luka dengan kassa
o baru letakkan pembalut plester.

63
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

4. PEMBALUT LAINNYA
 Snelverband: pembalut pita yang sudah ditambah kasa penutup luka, dan steril. Baru
dibuka saat akan digunakan, sering dipakai untuk menutup luka-luka lebar.
 Sofratulle: kasa steril yang sudah direndam dalam antibiotika. Digunakan untuk
menutup luka-luka kecil.

5. KASSA STERIL
 Kasa steril ialah potongan-potongan pembalut kasa yang sudah disterilkan dan
dibungkus sepotong demi sepotong. Pembungkus tidak boleh dibuka sebelum
digunakan.
 Digunakan untuk menutup luka-luka kecil yang sudah didisinfeksi atau diobati
(misalnya sudah ditutupi sofratulle), yaitu sebelum luka dibalut atau diplester.

Prosedur Pembalutan:
1. Perhatikan tempat atau letak bagian tubuh yang akan dibalut dengan menjawab
pertanyaan ini:
 Bagian dari tubuh yang mana? (untuk menentukan macam pembalut yang digunakan
dan ukuran pembalut bila menggunakan pita)
 Luka terbuka atau tidak? (untuk perawatan luka dan menghentikan perdarahan)
 Bagaimana luas luka? (untuk menentukan macam pembalut)
 Perlu dibatasi gerak bagian tubuh tertentu atau tidak? (untuk menentukan perlu
dibidai/tidak?)
2. Pilih jenis pembalut yang akan digunakan. Dapat satu atau kombinasi.

64
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

3. Sebelum dibalut, jika luka terbuka perlu diberi desinfektan atau dibalut dengan pembalut
yang mengandung desinfektan. Jika terjadi disposisi/dislokasi perlu direposisi. Urut-
urutan tindakan desinfeksi luka terbuka:
 Letakkan sepotong kasa steril di tengah luka (tidak usah ditekan) untuk melindungi
luka selama didesinfeksi.
 Kulit sekitar luka dibasuh dengan air, disabun dan dicuci dengan zat antiseptik.
 Kasa penutup luka diambil kembali. Luka disiram dengan air steril untuk membasuh
bekuan darah dan kotoran yang terdapat di dalamnya.
 Dengan menggunakan pinset steril (dibakar atau direbus lebih dahulu) kotoran yang
tidak hanyut ketika disiram dibersihkan.
 Tutup lukanya dengan sehelai sofratulle atau kasa steril biasa. Kemudian di atasnya
dilapisi dengan kasa yang agak tebal dan lembut.
 Kemudian berikan balutan yang menekan.
Apabila terjadi pendarahan, tindakan penghentian pendarahan dapat dilakukan dengan
cara:
 Pembalut tekan, dipertahankan sampai pendarahan berhenti atau sampai pertolongan
yang lebih mantap dapat diberikan.
 Penekanan dengan jari tangan di pangkal arteri yang terluka. Penekanan paling lama
15 menit.
 Pengikatan dengan tourniquet.
o Digunakan bila pendarahan sangat sulit dihentikan dengan cara biasa.
o Lokasi pemasangan: lima jari di bawah ketiak (untuk pendarahan di lengan) dan
lima jari di bawah lipat paha (untuk pendarahan di kaki)
o Cara: lilitkan torniket di tempat yang dikehendaki, sebelumnya dialasi dengan
kain atau kasa untuk mencegah lecet di kulit yang terkena torniket. Untuk torniket
kain, perlu dikencangkan dengan sepotong kayu. Tanda torniket sudah kencang
ialah menghilangnya denyut nadi di distal dan kulit menjadi pucat kekuningan.
o Setiap 10 menit torniket dikendorkan selama 30 detik, sementara luka ditekan
dengan kasa steril.
 Elevasi bagian yang terluka

4. Tentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan:


 Dapat membatasi pergeseran/gerak bagian tubuh yang memang perlu difiksasi
 Sesedikit mungkin membatasi gerak bgaian tubuh yang lain
 Usahakan posisi balutan paling nyaman untuk kegiatan pokok penderita.
 Tidak mengganggu peredaran darah, misalnya balutan berlapis, yang paling bawah
letaknya di sebelah distal.
 Tidak mudah kendor atau lepas.

65
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

PEMBIDAIAN

Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat
tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah
tidak bergerak (immobilisasi), memberikan istirahat dan mengurangi rasa sakit. Maksud dari
immobilisasi adalah:
1) Ujung-ujung dari ruas patah tulang yang tajam tersebut tidak merusak jaringan
lemah, otot-otot, pembuluh darah, maupun syaraf.
2) Tidak menimbulkan rasa nyeri yang hebat, berarti pula mencegah terjadinya
syok karena rasa nyeri yang hebat.
3) Tidak membuat luka terbuka pada bagian tulang yang patah sehingga
mencegah terjadinya indfeksi tulang.

Pembidaian tidak hanya dilakkukan untuk immobilisasi tulang yang patah tetapi juga
untuk sendi yang baru direposisi setelah mengalami dislokasi. Sebuah sendi yang pernah
mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor sehingga gampang
mengalami dislokasi kembali, untuk itu setelah diperbaiki sebaiknya untuk sementara waktu
dilakukan pembidaian.

Prinsip pembidaian
1. Lakukan pembidaian di mana anggota badan mengalami cedera (korban jangan
dipindahkan sebelum dibidai). Korban dengan dugaan fraktur lebih aman dipindahkan ke
tandu medis darurat setelah dilakukan tindakan perawatan luka, pembalutan dan
pembidaian.
2. Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu harus
dipastikan dulu ada tidaknya patah tulang. Kemungkinan fraktur harus selalu dipikirkan
setiap terjadi kecelakaan akibat benturan yang keras. Apabila ada keraguan, perlakukan
sebagai fraktur.
Tanda dan gejala patah tulang:
 Adanya tanda ruda paksa pada bagian tubuh yang diduga terjadi patah tulang:
pembengkakan, memar, rasa nyeri.
 Nyeri sumbu: apabila diberi tekanan yang arahnya sejajar dengan tulang yang patah
akan memberikan nyeri yang hebat pada penderita.
 Deformitas: apabila dibandingkan dengan bagian tulang yang sehat terlihat tidak sama
bentuk dan panjangnya.
 Bagian tulang yang patah tidak dapat berfungsi dengan baik atau sama sekali tidak
dapat digunakan lagi.
3. Melewati minimal dua sendi yang berbatasan.

Prosedur Pembidaian
1. Siapkan alat-alat selengkapnya
2. Apabila penderita mengalami fraktur terbuka, hentikan perdarahan dan rawat lukanya
dengan cara menutup dengan kasa steril dan membalutnya.
3. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang, diukur dahulu
pada sendi yang sehat.
4. Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan. Memakai bantalan di antara bagian
yang patah agar tidak terjadi kerusakan jaringan kulit, pembuluh darah, atau penekanan
syaraf, terutama pada bagian tubuh yang ada tonjolan tulang.

66
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

5. Mengikat bidai dengan pengikat kain (dapat kain, baju, kopel, dll) dimulai dari sebelah
atas dan bawah fraktur. Tiap ikatan tidak boleh menyilang tepat di atas bagian fraktur.
Simpul ikatan jatuh pada permukaan bidainya, tidak pada permukaan anggota tubuh yang
dibidai.
6. Ikatan jangan terlalu keras atau kendor. Ikatan harus cukup jumlahnya agar secara
keseluruhan bagian tubuh yang patah tidak bergerak.
7. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
8. Sepatu, gelang, jam tangan dan alat pengikat perlu dilepas.

Syarat pembidaian
1. Siapkan alat-alat selengkapnya
2. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang, diukur lebih
dahulu pada anggota badan yang tidak sakit
3. Ikatan jangan terlalu keras atau kendor
4. Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan
5. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah
6. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah bidai
7. Sepatu, gelang, jam tangan dan alat pengikat perlu dilepas.

Beberapa patah tulang yang memerlukan pertolongan dengan pembidaian adalah patah tulang
tungkai bawah, dan patah tulang tungkai atas

67
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

68
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

CHECKLIST PEMBALUTAN DAN PEMBIDAIAN

Pembalutan

Taraf
Kemampuan
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Meminta ijin kepada pasien untuk melakukan pembalutan

2 Melakukan cuci tangan sebelum melakukan kegiatan


3 Memeriksa bagian tubuh yang akan dibalut/cedera (inspeksi
gerakan)
4 Melakukan tindakan pra-pembalutan(membersihkan luka,
mencukur, desinfeksi kasa steril)
5 Memilih jenis pembalutan yang tepat dan persiapan
pembalutan
6 Cara pembalutan dilakukan dengan benar, baik posisi maupun
arah pembalutan
7 Hasil balutan:
1. rapi
2. tidak mudah lepas
3. tidak mengganggu peredaran darah
4. tidak mengganggu anggota gerak lain

8 Melakukan cuci tangan setelah kegiatan


9 Menyadari keterbatasan diri dengan merujuk jika diperlukan
Jumlah

69
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Pembidaian

Taraf
No Aspek yang dinilai Kemampuan
0 1 2
1 Meminta ijin kepada pasien
2 Melakukan cuci tangan
3 Memeriksa bagian tubuh yang akan dibidai
Memilih dan mempersiapkan bidai yang sudah dibalut dengan
4
pembalut
Melakukan pembidaian melewati dua sendi dengan jumlah
5
ikatan yang cukup
Hasil pembidaian:
1. harus cukup jumlahnya
6
2. dimulai dari atas atau bawah tempat yang patah
3. tidak kendor atau keras
7 Mencuci tangan setelah melakukan tindakan
Menyadari keterbatasan diri dengan merujuk pasien dan
8
melakukan edukasi terkait penyakitnya
Keterangan:
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan, tetapi tidak benar/tidak lengkap
2 = dilakukan dengan benar

70
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAB X

BEDAH MINOR (INSISI DAN EKSISI TUMOR JINAK)

Bedah minor adalah salah satu kegiatan pembedahan untuk tumor tumor jinak dan
dilakukan dengan anestesi lokal. Insisi adalah sayatan yang dilakukan pada jaringan dengan
instrumen yang tajam tanpa melakukan pengangkatan organ atau jaringan tersebut. Eksisi
adalah salah satu tindakan bedah untuk membuang jaringan dengan cara memotong.
Tindakan ini bertujuan untuk biopsi, pengangkatan tumor jinak atau untuk memperbaiki
penampilan secara kosmetik.

Teknik bedah minor Eksisi


Eksisi adalah suatu tindakan pengangkatan massa tumor dan jaringan sehat di
sekitarnya atau pengangkatan sebagian dari jaringan dari organ dalam tubuh.

Teknik bedah minor Ekstirpasi


Ekstirpasi adalah tindakan pengangkatan seluruh massa tumor beserta kapsulnya atau
pengangkatan seluruh jaringan atau organ yang rusak.

Insisi
Syarat insisi adalah memberikan akses yang baik dengan angka kegagalan rendah di
samping tidak berpengaruh buruk terhadap kosmetik. Pilihan insisi yang benar adalah yang
memberikan paparan terbaik untuk masingmasing operasi. Oleh karena itu banyak cara untuk
memasuki rongga peritoneum, tergantung pada organ dan jenis operasinya. Beberapa insisi
abdomen untuk pembedahan elektif diperlihatkan di bawah.
Insisi median (midline) memungkinkan akses cepat, dengan kehilangan darah
minimum dan mudah ditutup. Insisi paramediana perlu waktu lebih lama untuk mengerjakan
dan menutup serta kehilangan darah sedikit lebih banyak namun angka komplikasi lebih
rendah. Insisi transversal bisa dengan memotong otot (misal Kocher) atau memisah otot
(misal Lanz) tetapi walaupun memberikan akses yang baik, memerlukan waktu operasi lebih
lama. Di samping itu, kehilangan darah lebih banyak
Insisi dilakukan sebagai akses awal menuju daerah tujuan operasi. Insisi dilakukan
setelah mengkaji kembali diagnosa dan tujuan terapi bedah. Perencanaan insisi harus
disertai dengan perencanaan penutupan defek yang ditimbulkannya. Pengambilam masa di
subkutis yang tidak membuang kulit mungkin tidak akan menimbulkan masalah saat
penutupan defek, tetapi jika kulit ikut diambil maka ada kemungkinan timbul masalah saat
penutupan luka apalagi jika jariongsan kulit yang diambil luas. Menurut bentuknya insisi
dikelompokan menjadi :

1) Insisi Linier
Insisi dalam satu lintasan atau garis lurus, atau melengkung. Insisi ini
digunakan jika daerah operasi atau masa yang diambil tidak melekat/ berhubungan
dengan kulit. Misalnya mengambil masa lipoma yang letaknya di subkutis maka insisi
linier digunakan sebagai akses masuk dan diseksi sebagai lanjutan untuk evakuasi
masa.

71
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Pastikan masa yang akan diambil tidak berhubungan dengan kulit.

2) Insisi elips atau bulat

Digunakan sebagai akses jika target operasi masa yang akan diambil
berhubungan atau berada di kulit. Misalnya skin tag, granuloma, atau keloid.
Dilakukan juga untuk massa dilokasi lebih dalam dari kulit tetapi berhubungan
dengan kulit misalnya kista aterom, atau masa di subkutis lainnya yang terinfeksi
sampai kulit sehingga kulit diatasnya harus dibuang. Pada pembuatannya tentukan
lebih dulu lebar dan incisi sesuai dengan lesi, kemudian panjang insisi harus ≥ 3x
lebar

Perhatikan ujung lancip tiapsisi


Jahitan tidak boleh sekaligus tetapi harus dua kali karena arah jarum harus tegak
lurus dengan tepi insisi
Untuk menghindari regangan dapat dikerjakan teknik “undermining”

3) Insisi S atau Z

Insisi dalam satu lintasan berbentuk huruf S atau Z (tidak berbetuk lurus).
Insisi ini digunakan jika daerah operasi atau masa yang diambil biasanya tidak
berhubungan dengan kulit tetapi letaknya di persendian. Misalnya mengambil masa
Becker cyst di fosa poplitea. Insisi ini digunakan sebagai akses masuk dan diseksi
sebagai lanjutan jika masa sudah ditemukan. Tujuan dari bentuk yang tidak lurus
adalah untuk mencegah terjadinya kontraktur seteleh luka sembuh.

72
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Perhatikan jahitan ditiap sudut.

Insisi dilakukan jika lokasi didaerah persendian dan masa


tidak berhubungan dengan kulit.

4) Insisi tangensial/transversal
- Insisi secara mendatar, sejajar dengan masa. Dilakukan pada masa solid yang
letaknya di kulit.
- Untuk bedah minor, insisi ini dilakukan pada insisi klavus dimana klavus
ditipiskan dahulu sampai inti yang masuk ditemukan yang dilanjutkan dengan
insisi ellips.

5) Insisi Poligonal

Digunakan sebagai akses sekaligus diseksi tajam jika target operasi masa yang
akan diambil berhubungan atau berada di kulit. Dibuat banyak sisi tajam atau
poligonal bertujuan untuk menghabiskan akar-akaran dari masa yang dibuang.
Misalnya tumor ganas kulit. Poligonal juga berfungsi untuk mengecek tiap sisi
apakah bebas dari masa tumor atau tidak.

Penutupan Defek
Pengambilan masa bersamaan dengan kulit diatasnya menimbulkan deffek
yang dapat ditutup dengan mendekatkan tepi luka. Mungkin juga jika defek terlalu
lebar maka kedua tepi luka tidak dapat didekatkan. Untuk itulah diperlukan teknik
khusus untuk menutup defek.
Sekali lagi, petutupan defek ini harus difikirkan saat merencanakan insisi,
bagaimana kemungkinan defek yang terjadi dan cara untuk menutupnya. Dengan
demikian, pada saat insisi telah tergambar rencana teknik penutupan defeknya.
Adapun teknik yang dapat dipakai adalah, advancement, flaps, STSG (split thickness
skin graff ), FTSG (full thickness) dan lain-lain.
Menutup defek dengan cara mendekatkan 2 sisi insisi. Dilakukan jika masing-
masing tepi longgar. Jika tidak maka dilakukan pembebasan jaringan subkutis dari
masing-masing tepi agar menjadi longgar sehingga masing-masi tepi bisa bertemu
sehingga jahitan tidak terlalu tegang /tension.

73
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Gambar penutupan defek dengan flap

Gambar advancement flaps dengan single pedicle

Gambar advancment flaps dengan 2 buah flaps

Koreksi Dog Ear


- Adakalanya diujung luka kulit lebih menonjol dan seakan seperti masa kulit.
- Kelebihan kulit ini menyerupai telinga anjing sehingga sering disebut dog ear.
- Antisipasi terbentuknya dog ear ini dilakukan saat insisi, yaitu ujung insisi
pada insisi elips diusahakan lebih lancip, tidak lengkung.

74
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

- Bandingkan kedua ujung insisi yang lancip dengan lengkung. Dog ear
terbentuk dari insisi yang lebih lengkung.

- Untuk memperbaikinya, luka operasi terlebih dahulu dijahit seperti biasa


untuk menilai sebesar apa ear dog yang terbentuk. Kemudiaan baru dikoreksi
dengan membuat insisi berikutnya seperti pada gambar dibawah ini

Gambar diatas mengoreksi dog ear dengan membuat insisi elips pada tepi
sayatan sebelumnya, sedangkan gambar bawah membuat insisi dua segitiga.

Dog ear pada ujung luka

75
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

CHECKLIST TEKNIK BEDAH MINOR

Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
Keterampilan Universal Precaution
1. Memeriksa tumor dan merencanakan teknik bedahnya
2. Melakukan penandaan garis bedah
3. - Melakukan teknik sterilisasi (memakai alat perlindungan diri,
melakukan cuci tangan steril & Memakai sarung tangan / glove)
4. Melakukan disinfeksi luka
5. Meletakkan duk lubang yg steril diatas luka
6. Tidak menyentuh / memegang benda2 diluar area steril
Keterampilan Pengenalan Alat
7. Mampu menyebut nama dan fungsi alat bedah
8. Memegang dan memakai instrumen pemotong (skalpel & gunting)
9. Memegang dan memakai instrumen pemegang (pinset, hemostatic
forceps, needle holder, klem kain, retraktor, dll)
10. Memegang dan memakai instrumen
Keterampilan Teknik Anestesi Lokal
11. Menentukan teknik anestesi & jenis anestetik yang sesuai
12. Membuka kontainer obat anestetik
13. Memilih syringe & needle yang sesuai
14. Mengeluarkan udara dari syringe
15. Menusukkan needle 45º hingga mencapai sub-kutan
16. Menyuntikkan obat anestetik sambil menggerakkan needle
17. Menganestesi seluruh tepi lapangan operasi (terutama sepanjang
garis insisi & bawah lesi )
Keterampilan Teknik Insisi
18. Pemilihan ukuran & jenis mata skalpel / bisturi yang sesuai
19. Meregangkan kulit
20. Melakukan insisi tunggal dg kekuatan terukur
21. Insisi sejajar garis Langer / RSTL kulit
22. Insisi dengan skalpel tegak 90º pada arah kiri-kanan
23. Insisi tanpa memotong saraf dan pembuluh darah
24. Menghentikan perdarahan
Keterampilan Teknik Eksisi Ellips
18. Penandaan garis bedah dg bentuk ellips yang proporsional
19. Melakukan insisi diluar garis bedah
20. Membebaskan tumor dengan insisi dasar luka
21. Menghentikan perdarahan
22. Menjahit luka
Keterampilan Teknik Ekstirpasi
18. Penandaan garis bedah yang proporsional
19. Melakukan insisi lurus di garis tengah tumor
20. Membebaskan tumor dengan eksisi tumpul & tajam
21. Tidak memecahkan kapsul tumor

76
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

22. Menghentikan perdarahan


23. Menjahit luka
Jumlah

Keterangan :
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan tetapi kurang benar
2 : dilakukan dengan benar

77
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAB XI

PEMERIKSAAN DARAH RUTIN

Penetapan Kadar Hemoglobin


Hemoglobin dapat ditetapkan dengan berbagai metode, antara lain metode Sahli,
Oksihemoglobin atau Sianmethemoglobin. Metode Sahli tidak dianjurkan lagi karena
mempunyai kesalahan besar. Alatnya tidak distandarisasi serta tidak semua jenis hemoglobin
dapat ditetapkan seperti karboksihemoglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin.

Ada dua metode yang dapat diterima dalam hemoglobinometri klinik, yaitu
Oksihemoglobin dan Sianmethemoglobin yang keduanya diukur menggunakan
spektrofotometrik. Metode oksihemoglobin hanya mengukur semua hemoglobin yang dapat
diubah menjadi oksihemoglobin, sedang karboksihemoglobin dan senyawa hemoglobin yang
lain tidak terukur. International committee for standardization in hematology (ICSH)
merekomendasikan metode sianmethemoglobin karena selain mudah dilakukan juga
mempunyai standar yang stabil dan hampir semua jenis hemoglobin dapat terukur kecuali
sulfhemoglobin.

A. Metode Sahli

Dasar reaksi metode ini adalah pembentukan hematin – asam. Pembentukan hematin
asam merupakan salah satu cara penetapan Hemoglobin (Hb) secara visual. Darah
diencerkan dengan larutan HCl sehingga Hb berubah menjadi hematin asam. Larutan
tersebut kemudian dilarutkan dengan aquadest sampai warnanya sama dengan warna standar
lalu kadar Hb ditentukan dengan melihat nilainya.

- Peralatan dan pereaksi :


a. Hemoglobinometer (komparator dengan standar Hb berbentuk gelas
lengkap disertai tabung pengencer berskala g%)
b. Larutan HCl 0,1 N
c. Aquadest
d. Mikropipet ukuran 20 mikroliter dan batang pengaduk dari
gelas.
- Spesimen : darah kapiler atau darah vena (darah EDTA)
- Sumber kesalahan :
a. Tidak semua Hb berubah menjadi hematin asam seperti karboksihemoglobin,
methemoglobin dan sulfhemoglobin
b. Cara visual mempunyai kesalahan inheren sebesar 15 – 30% sehingga tak
dapat digunakan untuk menghitung indeks eritrosit
c. Sumber kesalahan yang sering terjadi :
1) Kemampuan untuk membedakan warna tidak sama
2) Sumber cahaya yang kurang baik
3) Kelelahan mata
4) Alat yang kurang bersih
5) Ukuran pipet kurang tepat, perlu kalibrasi
6) Pemipetan yang kurang akurat

78
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

7) Warna gelas standar pucat/kotor dan lain sebagainya


8) Penyesuaian warna larutan yang diperiksa dalam komparator kurang
akurat

B. Metode Sianmethemoglobin (fotometrik)

Dasar reaksi dari metode pemeriksaan ini adalah Ferrisianida mengubah ion ferro
(Fe ) pada Hb menjadi ion ferri (Fe3+) sehingga terbentuk methemoglobin yang bereaksi
2+

dengan KCN membentuk pigmen stabil yaitu sianmethemoglobin. Intensitas warna yang
terbentuk diukur dengan fotometer pada λ 540 nm.

Penggunaan kalium emolysi fosfat dimaksudkan untuk menjaga agar pH tetap stabil
sehingga reaksi dapat berlangsung sempurna. Deterjen berfungsi mempercepat emolysis
darah serta mencegah kekeruhan yang timbul akibat adanya protein plasma.

- Alat dan reagen :


Terdiri dari mikropipet 20µl atau dapat digunakan pipet Sahli, pipet
volumetrik 5,0 ml. Tabung reaksi berukuran 75 x 10 mm dan spektrofotometer
berfilter λ 540 nm. Reagen yang digunakan adalah larutan Drabkin atau
modifikasinya.
Reagen Drabkin berisi :
1. Kalium ferisianida K3Fe(CN)6 200 mg
2. KCN 50 mg
3. Kalium hidrogen fosfat 140 mg
4. Deterjen 0,5 – 1,0 ml
5. Aquadest / deionized water ad 1.000 ml

- Spesimen : darah kapiler atau darah EDTA

Pembuatan kurva kalibrasi dan perhitungan faktor

Sebelum spektrofotometer digunakan untuk penetapan kadar hemoglobin


harus dikalibrasi dulu atau dihitung faktornya. Untuk keperluan tersebut diperlukan
larutan standar hemisianida (sianmethemoglobin) yang diencerkan dengan reagen
Drabkin. Kadar Hb dari larutan standar hemisianida dapat dihitung dalam g/dl sebagai
berikut :

Kadar Hb larutan standar = x

= Kadar hemisianida x 0,251 mg/dl

Dilakukan pengenceran larutan standar 100, 75, 50, 25 dan 0% dengan pelarut
Drabkin dan sebagai blanko adalah larutan Drabkin. Setelah masing-masing tercampur
sempurna lalu dibiarkan pada suhu kamar selama 3 menit dan dibaca pada λ 540 nm.
Dibuat kurva dengan kadar Hb sebagai absis dan serapan sebagai ordinat lalu diplotkan
pada kurva tera. Atau menggunakan faktor, rumus mencari faktor adalah sebagai berikut:

79
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Faktor :

Pengawasan mutu :
Hemolisat yang diperdagangkan atau dibuat sendiri dengan standar hemisianida, CV
optimal = 3% dan CV rutin tidak boleh lebih dari 6%.

Sumber kesalahan :
1. Adanya bekuan darah
2. Darah lipemik menyebabkan hasil tinggi palsu
3. Leukositosis berat menyebabkan rendah palsu
4. Reagen Drabkin rusak
5. Fotometer yang kurang baik.

Laju Endap Darah

Laju endap darah mengukur kecepatan sedimentasi eritrosit di dalam plasma.


Satuan LED adalah mm/jam. Cara pemeriksaan yang mendapat rekomensasi dari ICSH
adalah cara westergren. Proses LED berlangsung dalam 3 tahap. Tahap 1 terjadi penyusunan
letak sel-sel eritrosit (rouleaux formation) dimana kecepatan sedimentasi sangat sedikit.
Tahap kedua kecepatan sedimentasi agak cepat dan tahap ke-3 kecepatannya sangat rendah.

Metode Westergren

Nilai normal LED dengan metode ini untuk wanita 0 – 20 mm/jam dan laki-laki 0 – 15
mm/jam

Peralatan dan reagen :


1. Pipet westergreen lengkap dengan raknya
2. Larutan natrium sitrat sebagai antikoagulan :
- Tri natrium dihidrat 32,08 g
- Aquadest sampai 1,000 ml
Campurkan bahan sampai larut dan kemudian disaring, disimpan dalah suhu 4 o,
dan dapat stabil beberapa bulan. Bila terjadi kekeruhan tidak dapat digunakan lagi.
3. Larutan natrium chlorida 0,85%

Spesimen : darah vena dengan antikoagulan natrium sitrat perbandingan 4 : 1 (1,6


ml darah + 0,4 ml Na-sitrat), darah EDTA yang dicampur Na-klorida
0,85% perbandingan 4 : 1

Pengawasan mutu: Gunakan tabung westergren yang berkalibrasi baik

Sumber kesalahan :
1. Pengisian tabung tidak tepat tanda 0. Sebaiknya diralat pada pembacaan hasil akhir
2. Kelebihan antikoagulan, menyebabkan LED turun
3. Bila lebih dari 1 jam, hasil akan meningkat
4. Kenaikan / penurunan suhu akan menaikkan / menurunkan hasil
5. Kemiringan tabung akan menaikkan hasil
6. Gelembung udara akan mengakibatkan kesalahan hasil
7. Adanya koagulan fibrin / jendalan mengakibatkan kesalahan hasil

80
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

8. LED harus dikerjakan dalam waktu 2 jam setelah pengambilan


9. Hindari tercemarnya alkohol pada waktu mengambil darah vena
10. Pencucian tabung dilakukan dengan air, alkohol dan tahap air dengan aseton. Jangan
menggunakan deterjen / dikhromat.

81
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

CHECKLIST PENETAPAN KADAR HB

Skor
No Aspek yang dinilai
0 1 2
A Persiapan
1 Pemeriksa mengenakan sarung tangan
Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan
2
kadar Hb

B Penetapan Hb Sahli
Memasukkan HCl 0,1 N pada tabung pengencer sampai
1
setinggi skala terbawah (tanda 2).
Memasukkan 20µl spesimen darah dengan cara memasukkan
2
ujung mikropipet sampai ke dasar tabung
Mencampur isi tabung dengan cara menghisap dan
3
mengeluarkan ke dalam tabung pengencer.
4 Meletakkan tabung pengencer ke dalam komparator
Menambahkan aquades tetes demi tetes sampai warna larutan
5 sama dengan warna gelas standar sambil diaduk dengan
batang pengaduk.
Membaca warna larutan 3 menit kemudian pada jarak
6
sepanjang lengan atas dengan latar belakang cahaya.

C Metode Sianmethemoglobin (Fotometrik)


1 Memasukkan 5,0 ml reagen Drabkin ke dalam tabung reaksi
Memasukkan 20 µl darah / spesimen ke dalam tabung reaksi,
2
dan menghindari terbentuknya gelembung
Mencampurkan bahan tersebut hingga homogen dan
3
membiarkannya pada suhu kamar selama 3 – 5 menit
Membaca serapan pada λ 540 nm dengan reagen Drabkin
4
sebagai blanko.
Membaca kadar Hb pada kurva kalibrasi atau dihitung dengan
5
menggunakan faktor
D Penutup
Merendam alat-alat yang telah digunakan pada larutan
1.
disinfektan
2 Mengembalikan bahan-bahan kimia ke tempat semula
3 Membersihkan meja pemeriksaan dengan disinfektan

82
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

CHECKLIST PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH

Skor
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Pemeriksa mengenakan sarung tangan
Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan untuk
2
pemeriksaan LED
Mencampur spesimen hingga homogen dan tidak ada
3
hemolisis
4 Membersihkan tabung westergren dan mengeringkannya
Mengisikan spesimen ke dalam tabung westergreen pada
5 rak dengan posisi tegak lurus serta menjauhkan dari
getaran dan sinar matahari langsung
Memeriksa tabung westergren satu jam kemudian dan
6
mencatat penurunan eritrosit dalam mm
7 Membersihkan alat yang telah digunakan.

83
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAB XII

PEMERIKSAAN RUMPLE LEED (RUMPLE LEED TEST)

Pemeriksaan rumple leed (RL test) bertujuan untuk mendeteksi kelainan vaskuler dan
trombosit. Pasien dengan kelainan vaskuler biasanya datang dengan perdarahan kulit.
Kelainan kulit yang tampak biasanya berupa petekie dan purpura. Akan tetapi ada juga
pasien yang tidak menunjukkan kelainan kulit sehingga perlu dideteksi dengan RL test.

Test rumple leed atau dikenal juga dengan percobaan pembendungan atau uji
tourniquet adalah salah satu pemeriksaan yang sering dilakukan dalam bidang hematologi.
Prosedur ini diberikan kepada mahasiswa agar mereka dapat memahami bahwa tes RL dapat
dipakai untuk menguji ketahanan kapiler dan fungsi trombosit sehingga dapat menjadi salah
satu cara diagnostik mengetahui adanya kelainan dalam proses hemostasis primer atau pada
pasien dengan tendensi perdarahan. Ketahanan kapiler dapat menurun pada penderita DHF,
ITP, Purpura dan scurvy.

Walaupun tes ini tidak memiliki spesifikasi yang tinggi, namun WHO
merekomendasikan tes ini untuk membantu diagnosis dengue hemorrhagic fever.

Cara melakukan tes Rumpel Leed :


1. Penderita dalam posisi berbaring
2. Pasang manset dengan ukuran yang sesuai pada lengan kanan bagian atas
3. Periksalah tekanan darah sistolik dan diastolik penderita
4. Tentukan ukuran tekanan yang berada diantara sistolik dan diastolik
5. Pompa kembali tensimeter pada tekanan yang telah ditentukan (point 4)
6. Biarkan selama 5 – 10 menit (jangan sampai tekanan turun atau naik)
7. Buka pompa setelah prosedur 6 selesai
8. Lihatlah pada lengan bawah bagian volar, apakah terdapat bintik-bintik kemerahan
dalam diameter 5 cm.
9. Melakukan interpretasi hasil.

Interpretasi hasil tes Rumple Leed :


Pada pemeriksaan terdapat > 20 petekhie pada daerah lengan bawah dengan diameter
2,8 cm, maka dinyatakan anak positif DHF.
Kriteria : (+) jumlah petekhie ≥ 20
(±) jumlah petekhie 10 – 20
(-) jumlah petekhie ≤ 10

Tes tourniquet mempunyai nilai yang rendah dalam diagnosa dari infeksi demam
dengue di rumah sakit, namun ketika digunakan pada komunitas, hasil positif dari tes
tourniquet sangat membantu dalam memprediksi adanya infeksi dengue, tetapi hasil yang
negatif dari tes tourniquet tidak menyingkirkan adanya kemungkinan infeksi dengue.

84
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAB XIII

TEKNIK DASAR INJEKSI

Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari keterampilan teknik dasar injeksi ini mahasiswa diharapkan


mampu :
1. Mengetahui bermacam-macam teknik injeksi dan indikasinya.
2. Melakukan injeksi intramuskuler dengan benar.
3. Melakukan injeksi intravena dengan benar.
4. Melakukan injeksi subkutan dengan benar.
5. Melakukan injeksi Intradermal dengan benar.
6. Mengetahui tindakan untuk mengatasi komplikasi yang terjadi setelah pemberian
injeksi.

Pendahuluan
Salah satu penatalaksanaan suatu keluhan dan penyakit yang diderita oleh seorang
penderita adalah pemberian obat-obatan atau terapi medikamentosa. Terapi medikamentosa
dapat diberikan secara oral (melalui mulut agar diabsorpsi oleh saluran cerna) atau secara
parenteral (melalui selain mulut). Terapi parenteral umumnya dilakukan jika terapi peroral
tidak memungkinkan misalnya pada keadaan penderita yang tidak sadar, atau pada keadaan
dimana obat-obatan harus segera diberikan agar efek terapeutik yang diharapkan cepat
terlihat misalnya pada keadaan gawat darurat. Tindakan ini dilakukan dengan jalan
memasukkan bahan atau obat-obatan melalui perantaraan suatu jarum dan alat pendorongnya
(suntikan atau spuit injeksi) langsung ke dalam pembuluh darah, jaringan kulit, subkutan
ataupun otot. Prosedur semacam ini lebih dikenal dengan tindakan injeksi.

Kelemahan teknik injeksi adalah :


1) Lebih mahal.
2) Rasa nyeri yang ditimbulkan.
3) Sulit dilakukan oleh pasien sendiri.
4) Harus dilakukan secara aseptik karena risiko infeksi.
5) Risiko kerusakan pada pembuluh darah dan syaraf jika pemilihan tempat injeksi
dan teknik injeksi tidak tepat.
6) Komplikasi dan efek samping yang ditimbulkan biasanya onsetnya lebih cepat dan
lebih berat dibandingkan pemberian obat per oral.

Teknik Injeksi
Berdasarkan tujuan dan tempat pemberiannya, injeksi dibedakan atas :
1) Injeksi intramuskular (ke dalam otot)
2) Injeksi intrakutan atau intradermis (ke dalam kulit)
3) Injeksi subkutan atau hipodemis (ke dalam jaringan lemak subkutan atau
hypodemis)
4) Injeksi intravena (ke dalam vena)

85
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Di antara ketiga cara pertama, perbedaan teknik berada pada besar sudut insersi
jarum terhadap permukaan kulit dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar. Perbandingan sudut insersi jarum terhadap permukaan kulit : injeksi IM


(90°), subkutan (45°) dan intradermal (15°)
Prinsip dasar teknik injeksi adalah harus memiliki :
1. Penguasaan pengetahuan tentang anatomi kulit, jaringan kulit dan jaringan otot serta
distribusi pembuluh darah dan serabut saraf pada daerah-daerah tempat injeksi
2. Penguasaan prinsip-prinsip tindakan asepsis dan sterilitas instrumen
3. Penguasaan sifat-sifat obat-obatan yang digunakan.

1) Injeksi Intramuskular (i.m)

Teknik suntikan ini adalah suntikan umum yang digunakan oleh tenaga kesehatan,
relatif mudah dilakukan dan aman. Obat diinjeksikan ke dalam lapisan otot. Resorpsi obat
akan terjadi dalam 10-30 menit. Tempat injeksi yang lazim dilakukan adalah di
bokong/pantat (regio glutea), lengan atas sebelah luar (regio deltoid), lengan atas sebelah
dalam (otot triceps), dan paha depan (otot rectus femoris). Obat yang sering diberikan secara
intramuskuler misalnya : vitamin, vaksin, antibiotik, antipiretik, hormon-hormon kelamin dan
lain-lain

Prosedur (Injeksi i.m pada bokong lihat Gambar 6.1) :

1. Siapkan peralatan terdiri dari :


- Spuit injeksi dispossible 1 buah + 2 buah jarum 1¼ inchi
- Kapas alkohol 70%
- Cairan obat, dalam hal ini adalah larutan Delladryl Vial 10 cc 1 buah.
- Bengkok 1 buah
2. Pasang jarum pada spuit sekencang mungkin, dan periksalah keutuhan pompa spuit
dengan mendorong dan menariknya beberapa kali. Pastikan tidak terjadi kebocoran pada
sambungan jarum spuit maupun pada pangkal pompa spuit.
3. Bukalah kemasan Vial obat dan lepaskanlah penutup aluminium pada bagian atas tutup
Vial obat sehingga terlihat bagian karet dibawahnya. Lakukan tindakan asepsis dengan
kapas alkohol 70% pada bagian karet pada bagaian tutup Vial obat tersebut.

86
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

4. Lepaskan penutup jarum, lalu tusukkanlah spuit + jarum pada daerah tersebut sampai
ujung jarum terendam dalam cairan obat. Angkatlah Vial obat dengan tangan kiri dan
peganglah bagian pompa spuit dengan tangan kanan, sampai pada posisi dimana letah
Vial obat lebih tinggi dari spuit. Tariklah ujung jarum ke belakang jika pada posisi ini
ujung jarum tidak terendam lagi dalam cairan obat.
5. Lakukan aspirasi cairan obat dengan cara menarik pompa spuit ke belakang sampai
tinggi permukaan cairan obat di dalam spuit lebih dari 2 cc.
6. Cabut jarum dari Vial obat, pasangkan tutup jarum kembali, lalu lepaskan jarum beserta
penutupnya dari spuit. Gantilah jarum dengan jarum baru lalu posisikan spuit tegak lurus
dengan arah jarum ke atas. Hilangkan gelembung udara yang ada di dalam cairan obat
pada spuit dengan cara memukul spuit dengan jari beberapa kali. Doronglah pompa spuit
ke depan/atas sampai rongga udara dan cairan obat ke luar sedikit melalui lubang jarum.
Pastikan dan tepatkan volume cairan obat dengan mencocokkan batas cairan obat dalam
spuit dengan skala yang terdapat pada dinding spuit.
7. Siapkan naracoba dengan posis tengkurap rileks dan buatlah daerah tempat suntikan
sebebas mungkin dari pakaian yang menutupinya (lihat Gambar 6.1, bagian B). Daerah
di regio glutea yang paling aman untuk injeksi adalah daerah segitiga seperti terlihat
pada Gambar 6.1..A. Patokan lain yang dipakai adalah pada daerah 1/3 cranial lateral
pada garis khayal yang melintang miring dari SIAS (Spina Ilaca Anteriorr Superior) ke
tulang ekor (os coocygeus).
8. Lakukan tindakan asepsis pada tempat yang dipilih untuk diinjeksi.
9. Regangkan kulit di atas area injeksi. Jarum akan lebih mudah ditusukkan bila kulit
teregang. Dengan teregangnya kulit, maka secara mekanis akan membantu mengurangi
sensitivitas ujung-ujung saraf di permukaan kulit.
10. Spuit dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan

Gambar. Cara memegang spuit untuk injeksi intramuskuler

11. Jarum ditusukkan dengan cepat melalui kulit dan subkutan sampai ke dalam otot dengan
jarum tegak lurus terhadap permukaan kulit, atau pangkal jarum menyentuh kulit dengan
arah tegak lurus permukaan kulit (lihat Gambar 6.1 C dan D).

87
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Gambar. Arah jarum tegak lurus permukaan kulit pada injeksi intramuskuler
12. Setelah jarum berada dalam lapisan otot, lakukan aspirasi untuk mengetahui apakah
jarum mengenai pembuluh darah atau tidak. Jika tidak ada darah yang terhisap atau
aspirasi negatif, injeksikan cairan obat sampai habis ke dalam otot pelan-pelan.

Gambar. Cara melakukan aspirasi

13. Cabut spuit + jarum dari tempat suntikannya, lalu tutupi bekas luka suntikan dengan
kapas alkohol 70% sambil masase area injeksi secara sirkuler menggunakan kapas
alkohol kurang lebih 5 detik agar obat dapat diabsorpsi lebih cepat.
14. Buanglah spuit injeksi beserta jarumnya dan kapas alkohol 70% yang telah terpakai ke
dalam bengkok. Periksa kembali kelengkapan peralatan dan Vial cairan obat.
15. Mintalah naracoba mengenakan dan merapikan kembali pakaiannya, dan bangun dari
posisi berbaring tengkurap untuk duduk. Tanyakan apakah ada keluhan selain nyeri pada
bokong bekas suntikan tadi.Tunggulah sekitar 15 menit untuk mengevaluasi kondisi
penderita.

PERHATIAN
 Aspirasi harus selalu dilakukan sebelum menginjeksikan obat, karena obat yang
seharusnya masuk ke dalam otot atau jaringan lemak subkutan dapat menjadi emboli
yang berbahaya bila masuk ke dalam pembuluh darah.
 Pastikan semua obat dalam spuit habis diinjeksikan ke dalam otot, karena sisa obat dalam
spuit dapat menyebabkan iritasi subkutan saat jarum ditarik keluar.
 Jika pasien mendapatkan suntikan berulang, lakukan di sisi yang berbeda.

88
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Gambar 6.1. Prosedur dan Teknik Injeksi Intramuskular

Gambar 6.2. Lokasi injeksi intramuskuler di regio gluteus (kuadran superior lateral)

Prosedur injeksi regio deltoid


 Pasien dalam posisi duduk. Lokasi injeksi biasanya di pertengahan regio deltoid, 3
jari di bawah sendi bahu. Luas area suntikan paling sempit dibandingkan regio yang lain.
 Indikasi injeksi intramuskuler antara lain untuk menyuntikkan antibiotik, analgetik, anti
vomitus dan sebagainya.
 Volume obat yang diinjeksikan maksimal 1 mL.

89
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

 Organ penting yang mungkin terkena adalah arteri brachialis atau nervus radialis. Hal ini
terjadi apabila kita menyuntik lebih jauh ke bawah daripada yang seharusnya.
 Minta pasien untuk meletakkan tangannya di pinggul (seperti gaya seorang peragawati),
dengan demikian tonus ototnya akan berada kondisi yang mudah untuk disuntik dan dapat
mengurangi nyeri.

Gambar. Lokasi Injeksi Regio Deltoid

2) Injeksi Intrakutan/intradermal

Teknik injeksi ini sering digunakan untuk pemberian imunisasi BCG dan tes kulit
(skin test) sebelum pemberian antibiotika tertentu atau untuk test alergi. Teknik ini relatif
lebih sulit daripada injeksi intramuskular. Tempat injeksi yang lazim dilakukan adalah di
kulit lengan atas sebelah volar (regio antebrachium anterior). Berbeda dengan teknik injeksi
intramuskular yang menggunakan spuit 3,5 cc dan jarum dengan ukuran 11/4 inchi, teknik
injeksi intrakutan ini lebih mudah menggunakan spuit injeksi dengan ukuran 1 cc (spuit
tuberculin) dengan jarum kecil (25/26 gauge) dengan panjang ½ inchi.

Gambar. Posisi Jarum pada Injeksi Intradermal

Prosedur (Injeksi intrakutan pada lengan atas volar; lihat Gambar 6.2)
1. Persiapkan peralatan dan vial cairan obat seperti langkah 1 sampai 6 pada prosedur injeksi
i.m di atas, namun jumlah cairan obat yang diaspirasi dari Vial obat hanya 1 cc.
2. Persiapkan naracoba untuk serelaks mungkin, posisi dapat duduk atau berbaring, lengan
lurus dengan bagian volar lengan bawah naracoba menghadap operator.
3. Lakukan tindakan asepsis dengan kapas alkohol 70%.

90
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

4. Tusukkan spuit + jarum pada kulit sesuperfisial mungkin dengan cara mempertahan arah
jarum sejajar/separalel mungkin dengan permukaan kulit. Doronglah pompa spuit untuk
mengalirkan cairan obat, tanpa melakukan aspirasi terlebih dahulu. Jika ujung jarum yang
ditusukkan benar masuk ke dalam kulit (intrakutan), maka segera setelah cairan obat
masuk akan terbentuk gelembung kecil pada kulit tersebut dan biasanya tanpa perdarahan.
Jika tidak terbentuk maka ujung jarum mungkin terlalu dalam masuk ke dalam lapisan
subkutan.
Pada injeksi untuk imunisasi BCG atau tes kulit tidak dianjurkan menekan atau memijat
bagian gelembung yang terbentuk tersebut. Pada test kulit buatlah lingkaran dengan
diameter 5 cm mengelilingi tempat injeksi tadi, dan tunggu sekitar 5 – 10 menit untuk
melihat reaksi yang terjadi.

Gambar. Teknik injeksi intradermal


5. Buanglah spuit injeksi beserta jarumnya dan kapas alkohol 70% yang telah terpakai ke
dalam bengkok. Periksa kembali kelengkapan peralatan dan Vial cairan obat.

Gambar 6.2. Teknik Injeksi Intrakutan

3) Injeksi Subkutan

Teknik injeksi ini hampir serupa dengan teknik injeksi intrakutan. Perbedaannya
hanya pada ukuran spuit dan jarum injeksi dan tempat injeksinya. Teknik injeksi ini dapat
dilakukan pada lengan atas (regio brachium) sebelah extensor dan pada daerah belakang paha
sebelah lateral (regio femoralis posterior lateral). Area deltoid dipilih bila volume obat yang
diinjeksikan sebanyak 0.5 – 1.0 mL atau kurang. Jika volume obat lebih dari itu (sampai
maksimal 3 mL) biasanya dipilih di area vastus lateralis.

91
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Teknik ini dapat menggunakan spuit ukuran 2, 3 atau 5 cc dengan ukuran jarum ½
sampai 1 inchi (no. 22 gauge atau lebih kecil). Teknik ini biasanya dilakukan untuk
pemberian obat-obatan yang kecepatan absorpsinya dikehendaki lebih lambat dibandingkan
injeksi intramuskuler atau efeknya diharapkan bertahan lebih lama. Obat yang diinjeksikan
secara subkutan harus obat-obat yang dapat diabsorpsi dengan sempurna supaya tidak
menimbulkan iritasi jaringan lemak subkutan. Contoh obatnya seperti epinefrin atau
adrenalin pada terapi asma bronkhiale akut atau pada keadaan shock.

Gambar. Area injeksi subkutan; kiri : area deltoid, kanan : area vastus lateralis

Prosedur (pada lengan atas sebelah extensor lihat Gambar 6.3)


1. Persiapkan peralatan dan vial cairan obat seperti langkah 1 sampai 6 pada prosedur
injeksi i.m di atas, namun jumlah cairan obat yang diaspirasi dari Vial obat hanya 1 cc.
2. Persiapkan naracoba untuk serelaks mungkin, posisi dapat duduk atau berbaring, lengan
dalam posisi pronasi sehingga bagian ekstensor naracoba menghadap operator.
3. Lakukan tindakan asepsis dengan kapas alkohol 70% pada daerah yang dipilih untuk
injeksi, kira-kira 10 cm di atas siku.
4. Peganglah kulit pada bagian yang ditentukan dengan tangan kiri seperti mencubit (lihat
gambar 11) agar permukaan kulit terangkat. Tusukkan spuit + jarum pada kulit yang
terangkat di antara 2 jari tangan kiri tadi dengan arah miring sampai kira-kira ujung jarum
masuk ke lapisan subkutis (jaringan hipodermis). Tariklah sedikit pompa spuit untuk
melakukan aspirasi, untuk memastikan jarum tidak menembus pembuluh darah, lalu
doronglah pompa spuit untuk mengalirkan cairan obat sampai habis secara perlahan.
Cabut spuit + jarum lalu lepaskan pegangan tangan kiri, kemudian hapuslah tempat bekas
suntikan dengan kapas alkohol 70%.

Gambar. Injeksi subkutan, arah jarum membentuk sudut 45°

5. Buanglah spuit injeksi beserta jarumnya dan kapas alkohol 70% yang telah terpakai ke
dalam bengkok. Periksa kembali kelengkapan peralatan dan Vial cairan obat.

92
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

4) Injeksi Intravena

Teknik injeksi ini digunakan pada keadaan dimana efek obat diperlukan secepat
mungkin. Oleh karena obat langsung masuk ke dalam pembuluh darah tanpa melalui
perantaraan jaringan lain, maka teknik injeksi ini relatif mempunyai komplikasi yang lebih
besar daripada teknik injeksi lainnya. Tempat yang lazim dipilih adalah vena mediana atau
basilika pada lengan bawah volar dan vena-vena pada dorsum manus, vena malleolaris
anterior pada dorsum pedism, vena-vena pada tungkai dan vena femoralis. Teknik ini dapat
menggunakan spuit ukuran 2, 3 atau 5 cc dengan ukuran jarum 1¼ atau 1½ inchi.

Injeksi intravena dapat dilakukan secara :


1. Bolus : sejumlah kecil obat diinjeksikan sekaligus ke dalam pembuluh darah
menggunakan spuit perlahan-lahan.
2. Infus intermiten : sejumlah kecil obat dimasukkan ke dalam vena melalui cairan infus
dalam waktu tertentu, misalnya Digoksin dilarutkan dalam 100 mL cairan infus yang
diberikan secara intermiten).
3. Infus kontinyu : memasukkan cairan infus atau obat dalam jumlah cukup besar yang
dilarutkan dalam cairan infus dan diberikan dengan tetesan kontinyu.

Jenis obat yang diberikan dengan injeksi intravena adalah antibiotik, cairan intravena,
diuretik, antihistamin, antiemetik, kemoterapi, darah dan produk darah. Untuk injeksi bolus,
vena yang dipilih antara lain vena mediana cubitii dengan alasan lokasi superficial, terfiksir
dan mudah dimunculkan. Untuk infus intermiten dan kontinyu dipilih dipilih vena yang lurus
(menetap) dan paling distal atau dimasukkan melalui jalur intravena yang sudah terpasang.

Prosedur (Gambar 6.4, injeksi pada vena mediana atau basilica dan vena malleolaris
anterior):

1. Persiapkan peralatan dan vial cairan obat seperti langkah 1 sampai 6 pada prosedur
injeksi i.m di atas, jumlah cairan obat yang diaspirasi dari Vial obat hanya 1 cc.
2. Persiapkan naracoba untuk serelaks mungkin, posisi dapat duduk atau berbaring, lengan
dalam posisi supinasi dan sedikit flexi pada sendi siku.
3. Pasanglah torniquet pada lengan atas untuk membendung vena basilika dan vena
mediana. Identifikasi penonjolan vena tersebut dan kemudian lakukan tindakan asepsis
dengan kapas alkohol 70% pada kulit di atas vena tersebut

Gambar. Pemasangan torniquet

4. Tusukkan spuit + jarum pada kulit di atas vena tersebut dengan arah jarum diusahakan
separalel mungkin dengan vena.
5. Segera setelah ujung jarum masuk ke dalam lumen vena dan darah masuk dan bercampur
dengan cairan obat di dalam spuit, lepaskanlah torniquet.
6. Doronglah pompa spuit untuk mengalirkan cairan obat secara perlahan-lahan.

93
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

7. Persiapkan kapas alkohol 70%, lalu dengan hati-hati cabut spuit + jarum dari vena.
Bersamaan ujung jarum lepas dari vena, tempelkan kapas alkohol 70% untuk mencegah
darah keluar, lalu tekanlah beberapa saat.
8. Lipat siku naracoba, dan mintalah naracoba memegang dan menekan kapas alkohol 70%
tadi. Pertahankan posisi ini selama kurang lebih 5 menit agar luka tusukan menutup
dengan sendirinya akibat proses koagulasi.
9. Buanglah spuit injeksi beserta jarumnya dan kapas alkohol 70% yang telah terpakai ke
dalam bengkok. Periksa kembali kelengkapan peralatan dan Vial cairan obat.

Gambar 6.4. Teknik Injeksi Intravena

PERHATIAN
 Di setiap ruang praktek dokter, ruang injeksi di rumah sakit atau dalam tray alat-alat injeksi
harus tersedia peralatan dan obat-obat emergensi untuk mengatasi keadaan darurat yang
mungkin terjadi pasca injeksi, misalnya shock anafilaktik atau cardiac arrest.
 Obat darurat yang harus disediakan adalah adrenalin 1:1000 (ampul adrenalin 1 mL) yang
disuntikkan secara intramuskuler.

94
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

CHEKLIST PEMERIKSAAN RUMPLE LEED

NILAI
No ASPEK YANG DINILAI 0 1 2

1. Menjelaskan Tindakan yang akan dilakukan kepada


naracoba (pasien) atau orang tua pasien
2. Meminta persetujuan pasien
3. Meminta pasien untuk berbaring, rileks & tenang
4. Memasang manset pada lengan kanan atas pasien sesuai
dengan usia
5. Memeriksa tekanan darah pasien (menentukan besarnya
tekanan sistolik dan diastolik)
6. Menentukan ukuran tekanan yang berada diantara sistolik
dan diastolik
7. Memompa kembali tensimeter sampai air raksa berhenti
pada tekanan yang telah ditentukan (point 6)
8. Biarkan selama 5 – 10 menit (jaga jangan sampai tekanan
turun / naik drastis)
9. Membuka udara dari pompa tensimeter
10. Melihat pada lengan bawah bagian volar, apakah terdapat
bintik-bintik kemerahan dalam diameter 2,8 cm.
11. Melakukan interpretasi hasil

Nilai :
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi belum benar dan lengkap
2 = dilakukan dengan benar dan lengkap

Cheklist Injeksi dengan Teknik Intramuskular (I.M.)

NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1. Menjelaskan tindakan injeksi kepada naracoba (pasien) atau
orang tua pasien
2. Meminta persetujuan pasien
3. Menyiapkan peralatan : spuit, kapas beralkohol,obat (cairan)
& bengkok
4. Memasang jarum & memeriksa keutuhan pompa spuit
5. Melakukan asepsis vial obat & memasukkan obat ke spuit
6. Menghilangkan gelembung udara (memukul spuit dengan
jari) & mendorong pompa spuit sampai cairan obat ke luar
sedikit melalui jarum serta memastikan sampai volume obat
yang diinginkan
7. Menyiapkan naracoba (pasien) dengan posisi tengkurap
rileks & memperkirakan daerah yang paling aman untuk
8. injeksi
9. Melakukan asepsis pada daerah yang dipilih

95
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Menusukan jarum spuit ke kulit dengan posisi tegak lurus


10. permukaan kulit
Melakukan aspirasi beberapa kali, jika aspirasi negatif
11. dilanjutkan meninjeksikan obat sampai habis secara pelan-
pelan
12. Mencabut jarum & menutup bekas luka dengan kapas
beralkohol sambil memijat-mijat tempat injeksi
13. Membuang spuit & kapas yang sudah dipakai ke dalam
bengkok, lalu memeriksa kelengkapan alat
14. Meminta naracoba mengenakan & merapikan pakaian, lalu
bangun & duduk
Menanyakan ada keluhan selain nyeri & mengevaluasi
sampai 15 menit

Nilai :
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi belum benar dan lengkap
2 = dilakukan dengan benar dan lengkap

Cheklist Injeksi dengan Teknik Subcutan (S.C.)

NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1. Menjelaskan tindakan injeksi kepada naracoba (pasien)
atau orang tua pasien
2. Meminta persetujuan pasien
3. Menyiapkan peralatan injeksi (spuit, kapas alkohol, cairan
obat dan bengkok)
4. Memeriksa spuit dengan cara mendorong dan menarik
beberapa kali dan mengencangkan posisi jarum pada spuit
dengan cara memutar jarum.
5. Mengambil obat sebanyak 1 cc dan melakukan aspirasi.
6. Mempersiapkan naracoba, posisi duduk / berbaring dengan
posisi lengan dalam keadaan pronasi.
7. Melakukan tindakan asepsis dengan kapas alkohol 70%
pada lengan kira-kira 10 cm diatas siku
8. Memegang kulit dengan cara mencabut dengan tangan kiri.
9. Memasukkan jarum antara dua jari tangan kiri dengan
arah miring sampai lapisan subcutan. Melakukan aspirasi
dan mengalirkan obat dengan perlahan-lahan
10. Mencabut spuit + jarum dan melakukan asepsis pada bekas
suntikan
Nilai : 0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi belum benar dan lengkap
2 = dilakukan dengan benar dan lengkap

96
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Cheklist Injeksi dengan Teknik Injeksi Intravena (I.V.)

NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1. Menjelaskan tindakan injeksi kepada naracoba (pasien) atau orang tua
pasien
2. Meminta persetujuan pasien
3. Meminta pasien untuk rileks & tenang
4. Memasang torniquet pada lengan dengan pasien
5. Melakukan tindakan asepsis dengan kapas alkohol
6. Memasukkan spuit + jarum pada kulit diatas vena tersebut.
7. Melepaskan torniquet
8. Mendorong pompa spuit
9. Mencabut spuit + jarum dengan hati-hati
10. Membuang spuit injeksi + jarum ke dalam bengkok
Nilai : 0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi belum benar dan lengkap
2 = dilakukan dengan benar dan lengkap

Cheklist injeksi dengan teknik intrakutan

NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
Menjelaskan tindakan injeksi kepada naracoba (pasien) atau orang tua
pasien
Meminta persetujuan pasien
Menyiapkan peralatan : spuit, kapas beralkohol,obat (cairan) & bengkok
Melakukan asepsis vial obat & memasukkan obat ke spuit
Menghilangkan gelembung udara (memukul spuit dengan jari) &
mendorong pompa spuit sampai cairan obat ke luar sedikit melalui jarum
serta memastikan sampai volume obat yang diinginkan
Menyiapkan naracoba (pasien) dengan posisi posisi lengan lurus, bagian
anterior lengan bawah naracoba menghadap operator
Melakukan asepsis pada daerah injeksi
Menusukan jarum spuit ke kulit, posisi jarum sejajar permukaan kulit
Memasukkan cairan obat ke intrakutan dan melihat hasilnya (terbentuk
gelembung kecil di kulit)
Mencabut jarum
Membuang spuit & kapas yang sudah dipakai ke dalam bengkok,lalu
memeriksa kelengkapan alat
Meminta naracoba mengenakan & merapikan pakaian, lalu bangun &
duduk
Nilai :
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi belum benar dan lengkap
2 = dilakukan dengan benar dan lengkap

97
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAB XIV

TEKNIK PEMASANGAN DAN PEMBERIAN INFUS INTRAVENA

Pendahuluan

Pemasangan infus intravena adalah suatu tindakan bedah sederhana yang bertujuan
untuk memberikan jalan bagi keperluan terapi baik terapi cairan dan transfusi maupun terapi
medikamentosa. Untuk keperluan terapi cairan dan transfusi, tindakan ini sering dilakukan
antara lain untuk resusitasi cairan agar fungsi hemodinamik cairan tubuh kembali normal
pada keadaan dehidrasi, shock, perdarahan dan lain sebagainya. Untuk tujuan terapi
medikamentosa, tindakan ini dilakukan agar efek terapeutik suatu obat yang diberikan cepat
timbul misalnya pada keadaan gawat darurat. Selain itu tindakan ini juga berguna pada
pemberian obat-obatan tertentu yang tidak bisa diberikan peroral, sehingga disebut juga terapi
parenteral.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tindakan ini adalah sterilitas (tindakan aseptik),
fiksasi dan kecepatan aliran. Sterilitas mutlak dilakukan supaya mikroba atau jasad renik
tidak masuk ke dalam tubuh. Untuk itu tempat pemasukan harus disucihamakan, jarum harus
tetap steril, tempat penampung darah harus steril dan penusukan vena harus dijamin bahwa
fiksasi cukup baik sehingga kanula atau jarum tidak mudah bergerak atau tercabut. Dalam
rangka fiksasi ini maka perlu dipertimbangkan pemilihan tempat vena yang akan dipunksi.
Pemilihan tempat ini juga mempertimbangkan ukuran dan mudahnya vena tersebut dapat
terlihat. Pada orang dewasa biasanya vena superfisial di lengan dan tungkai

Teknik Pemasangan Intravena (Infus)

Ada beberapa hal yang mendasar yang merupakan prinsip-prinsip teknik


melaksanakan infus, yaitu pengenalan dan pemilihan bahan dan peralatan, serta pemilihan
tempat atau lokalisasi vena yang dipunksi.

Pengenalan dan pemilihan bahan dan peralatan yang harus dikuasai untuk tindakan
infus intravena meliputi pengenalan dan pemilihan :
1) Cairan infus
2) Infusion set
3) Jarum infus

1) Cairan infus

Cairan infus ada beberapa macam, tergantung bahan yang terkandung di


dalamnya. Berdasarkan bahan yang terkandung di dalamnya cairan infus digolongkan
atas :
 Elektrolit.
Termasuk golongan ini adalah:
 Larutan NaCl 0,9% (PZ),
 Ringer,
 Ringer Laktat,
 Hartmann,

98
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

 Darrow,
 Natrium Laktat 1/6 Molar,
 NaHCO3 7,5% dan 8,4% (Bik-Nat),
 dan larutan Dialysis.

 Karbohidrat dengan Elektrolit.


Termasuk jenis larutan ini adalah :
 Larutan Glukosa 5%, 10%, 20% dan 40%,
 Dextrose 5%, 10%, 20% dan 50%,
 Fruktose 5%,
 Maltose 10%,
 Ringer-Dextrose, Larutan Dextrose 5% dengan NaCl 0,9%,
 Larutan Dextrose 5% dengan NaCl 0,45%,
 Larutan Dextrose 5% dengan NaCl 0,225%, dan
 Larutan Dextrose 10% dengan NaCl 0,9%.

 Larutan Protein
Termasuk jenis larutan ini adalah :
 Larutan L-asam amino 350 Kcal,
 L-asam amino 600 Kcal + Sorbitol,
 L-asam amino 500 Kcal + Sorbitol, dan
 L-asam amino 1000 Kcal.

 Plasma Expander
Termasuk jenis ini adalah :
 Dextran 70,
 Dextran 40,
 Human Albumin 5% dan 25%,
 Human Plasma,
 Gelatin (dengan jembatan Urea) dan PVP.

Infusion set adalah suatu alat berbentung pipa yang biasanya terbuat dari plastik
dimana satu ujung berhubungan dengan botol/tabung cairan infus dan ujung yang lain
berhubungan dengan jarum infus. Bagian atau ujung yang berhubungan dengan botol cairan
infus berbentuk tabung melebar yang berfungsi untuk mengatur kecepatan tetesan infus.
Bagian yang lain yang berhubungan dengan jarum infus pada ujungnya terdapat tabung karet
elastis tempat injeksi/suntikan jarum untuk memberikan obat dan cairan lain melalui jarum
spuit injeksi. Pada pertengahan pipa plastik infusion set terdapat klem yang berfungsi untuk
mengatur kecepatan tetesan cairan infus.Sekarang infusion set ini sudah bersifat dispossible
untuk sekali pakai.

99
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Gambar 5.1. Infusion Set dan Botol Cairan Infus

Jarum infus yang diproduksi sekarang ada 2 macam yakni yang tanpa plastik kateter
dan yang menggunakan plastik kateter. Jarum infus tanpa plastik kateter biasanya dilengkapi
dengan karet plastik elastik berbentuk sayap (wing) pada pangkal jarum sebagai alat fiksasi
jarum pada permukaan kulit sehingga jarum tidak bergerak kemana-mana. Jarum infus
berbentuk demikian dikenal dengan istilah Wing Needle. Jarum infus yang dilengkapi plastik
kateter atau kanula sekarang sudah menjadi pilihan utama dibanding wing needle, karena
relatif kurang traumatik bagi kulit pasien dan menimbulkan reaksi jaringan yang minimal.
Jarum pada jarum infus jenis ini sebenarnya hanya sebagai penuntun (trokar) ke dalam
pembuluh darah, dan dapat dilepas jika kanula sudah berada di dalam pembuluh darah. Jarum
jenis ini dikenal luas dengan beberapa nama merk dagang Surflo ® dan Abbocath®,
Medicath®, dan Vennocath®. Dibanding wing needle, Surflo® pemasangannya lebih sulit dan
memerlukan teknik-teknik tertentu. Baik wing needle maupun Surflo mempunyai ukuran dari
nomor 14, 16, 18, 20, 22 dan 24 dimana semakin besar nomor semakin kecil diameter
jarumnya. Pemilihan ukuran jarum tergantung kondisi fisiopatologis pasien, kebiasaan, umur
dan keperluan pemberian. Pada keadaan syok sebaiknya menggunakan nomor 14 atau 16,
pada keadaan untuk memberikan kalori dan glukosa ke dalam sirkulasi sebaiknya
menggunakan nomor 20.

Gambar 5. 2 Skema komponen Infusion set dan Blood Transfusion set

100
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Pemilihan Tempat atau Lokalisasi vena yang dipunksi

Semua pembuluh darah vena di tubuh dapat dijadikan lokasi infus. Namun yang
dipilih biasanya adalah pembuluh darah ekstremitas khususnya lengan, terutama bila jangka
waktu pemberiannya lama agar mudah merawatnya. Ada 3 syarat yang harus diperhatikan
dalam pemilihan lokalisasi vena yang diinfus yakni (1) pada bagian sedistal mungkin, (2)
lurus atau tidak bercabang, dan (3) tidak pada persendian. Jika yang dipilih adalah vena yang
terletak dipersendian, maka diperlukan suatu alat untuk memfiksasi sendi tersebut agar
kateter infus tadi tidak mudah terlepas. Khusus pada bayi dipilih adalah vena-vena pada
kepala atau pada vena umbilikalis (infus tali pusat). Lokalisasi vena tempat punksi kateter
dapat dilihat pada gambar-gambar berikut :

Gambar 5.3. Lokasi vena-vena untuk kateterisasi pada extremitas inferior

101
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Gambar 5.4. Lokasi vena-vena untuk kateterisasi pada extremitas superior

Prosedur Pemasangan Infus Intravena

Langkah-langkah dalam tindakan infus Intravena adalah sebagai berikut :

1) Siapkan bahan dan peralatan infus yakni :


 Cairan infus RL (misal) 1 botol
 Infusion set 1 buah
 Surflo atau Wing Needle No. 20 masing-masing 1 buah
 Gunting pendek untuk memotong benang/kain 1 buah
 Kapas alkohol 70%
 Plester atau perekat adhesive lain 1 rol
 Kain Kasa Steril 1 buah
 Larutan Betadin ® sebagai antiseptik
 Torniquet 1 buah
 Spuit beserta jarum steril 1 buah
 Bengkok 1 buah
 Perlak kecil beserta alasnya 1 buah kalau perlu.
 Spalk 1 buah kalau perlu.

2) Ambillah botol cairan infus, bukalah kemasannya, dan periksalah etiketnya sesuai atau
tidak dengan yang diperlukan, kualitas cairannya, apakah ada kekekuhan, perubahan
warna, partikel-partikel kotoran dan sebagainya serta tanggal kadaluwarsanya. Letakkan
botol cairan infus di tempat yang lebih tinggi dari lengan naracoba, biasanya pada
tempat gantungan infus yang sudah tersedia di samping tempat tidur dekat naracoba.

102
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

3) Bukalah infus set, pasanglah bagian pengatur tetesan pada cairan infus ditempatnya
dengan menusukkan bagian yang tajam ke tempatnya pada puncak botol infus. Tutuplah
klem pengatur tetesan semaksimal mungkin, lalu alirkan cairan ke dalam tabung
pengatur tetesan sampai pada batas yang ada atau sekitar ½ bagian tabung tersebut.

4) Bukalah klem infus semaksimal mungkin dan alirkan cairan infus melewati pipa infus
sampai seluruh pipa terisi cairan. Usahakan jangan sampai ada gelembung udara di
dalam pipa infus tersebut. Tutup kembali Klem infus secara maksimal.

5) Jika menggunakan wing needle bukalah jarum dari kemasannya, lalu sambungkan pipa
wing needle ke ujung pipa infus, bukalah klem untuk mengalirkan cairan infus sampai
mengalir keluar dari ujung jarum.

6) Siapkan plester yang dipotong sepanjang kira-kira 10 cm sebanyak 3 buah.

7) Siapkan naracoba dalam keadaan duduk atau berbaring, terutama harus dalam keadaan
rileks. Letakkan perlak kecil di bawah tempat pemasangan.

8) Tentukan lokalisasi vena yang akan dipunksi pada extremitas.

9) Lakukan pencucian tangan secara aseptik.

10) Lakukan tindakan asepsis pada daerah sekitar vena yang akan dipunksi dengan kapas
alkohol 70%.

11) Pasanglah torniquet pada bagian proksimal ekstremitas yang akan dipunksi venanya
untuk membendung aliran vena sehingga memungkinkan penonjolan vena yang dipilih
dari permukaan kulit. Jika vena yang diinginkan terletak profundal maka biasanya tidak
mudah untuk terlihat, maka lakukanlah perabaaan, tepukan ringan atau pijatan ringan
(milking) pada pembuluh vena tersebut agar lebih menonjol.

12) Bukalah pelindung jarum pada Surflo ®/Abbocath® atau Wing Needle. Lakukan tusukan
pada permukaan vena tersebut dengan arah jarum miring dengan arah pemukaan lubang
jarum menghadap ke atas dengan kedalaman yang cukup untuk menembus kulit sampai
menembus dinding aterior vena dan jarum masuk ke dalam vena. Untuk menghindari
ujung jarum menembus dinding posterior vena, setelah dirasa ujung jarum telah masuk
lumen vena, putarlah jarum 180o agar lubang jarum menghadap ke bawah/dinding
posterior vena. Jika jarum telah tepat masuk ke dalam lumen vena maka akan terlihat
darah mengalir mengisi penuh bagian pangkal jarum yang berbentuk pipa buntu (pada
Surflo® atau Abbocath®) atau darah akan mengalir sampai tercampur dengan cairan
infus yang mengisi pipa plastik pada Wing Needle. Untuk Surflo® atau Abbocath® :
tariklah sedikit ke belakang bagian jarum (trokar) dan lepaskan tourniket kemudian
doronglah ke depan bagian plastik (kanula) yang terletak di sebelah luarnya secara hati-
hati sampai pangkalnya sehingga seluruh panjang kanula masuk ke dalam lumen vena
dengan arah sejajar dengan permukaan vena (lihat Gambar 6, 7 dan 8).

13) Segera bukalah klem secara maksimal agar cairan infus mengalir deras masuk ke dalam
vena. Amati lengan penderita apakah terjadi ekstravasasi atau tidak. Jika terjadi
ekstravasasi maka akan tampak penonjolan kulit disekitar vena tersebut dan tetesan
menjadi lambat sampai berhenti sama sekali. Kontrol ulang sekali lagi untuk

103
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

memastikannya. Jika terjadi ekstravasasi cabut kanula dari vena tersebut, dan lakukan
pengulangan punksi pada vena yang sama dengan tempat yang lebih proksimal atau
pada vena lain yang baru pada tempat yang lain.

14) Apabila telah berhasil, tempelkanlah kasa yang telah diberi disenfektan (betadin)
kemudian dipasang dibawah kanula kateter intravena, pasangkan plester di atas tempat
tusukan pada vena dan lakukan fiksasi sekali lagi membentuk simpul kupu-kupu dengan
menggunakan plester secara melingkar pada pipa infus set sedemikian rupa agar
menjamin aliran cairan yang lancar.

15) Aturlah tetesan infus yang diinginkan dengan mengatur klem infus. Tempelkan label
pada botol cairan infus yang berisi identitas penderita, jenis dan jumlah cairan yang
diberikan selama 24 jam, tandai botol cairan yang keberapa, dan kecepatan tetesan
cairan permenit serta jadual pemberiannya.

16) Periksalah kembali peralatan dan bersihkan kotoran yang ada seperti tetesan darah
ataupun tetesan cairan infus yang mungkin ada dan melekat pada lengan dan sekitar
naracoba.

Sumber-sumber Kegagalan Pemasangan Infus Intravena


Banyak hal yang dapat menyebabkan kegagalan melakukan infus yang bersumber dari :
1) Terjadi ekstravasasi jarum infus.
2) Pipa saluran infus tertekuk/terlipat atau buntu.
3) Pipa penyalur udara pada botol cairan infus tidak berfungsi
4) Tempat masuknya infus set ke dalam botol cairan melalui bagian jarum penusuk
kurang dalam sehingga tidak mencapai cairan infus.
5) Kateter atau jarum di dalam vena buntu atau terlipat.
6) Ekstremitas tempat masuknya infus pada keadaan fleksi, terjerat atau masih ada
“stewing”

Pedoman Tambahan
Ada beberapa pedoman tambahan dalam pemberian infus, yaitu :
a. Cairan dengan konsentrasi tinggi labih dari 10% selalu diberikan melalui jarum
dengan ukuran yang besar atau melalui pipa CVP.
b. Larutan Gula konsentrasi 5% sebagai cairan standar pelarut.
c. Cairan elektrolit yang pekat (misalnya KCl) selalu disuplai dalam ampul dan
pemberiannya harus diencerkan terlebih dahulu pada botol infus. Tidak bolah
langsung secara intravena.
d. Larutan asam-amino harus diberikan bersama atau sesudah (piggy-back) cairan
gula/kalori.
e. Kanula infus paling lama dipakai dalam waktu 72 jam, sedangkan jarum wing
needle paling lama 48 jam.

Kompilikasi pemasangan dan pemberian infus adalah :


1. Flebitis (radang vena)
2. Hematoma
3. Extravasasi
4. Infeksi lokal atau sistemik
5. Perlukaan pada serabut saraf.

104
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Cara Menghitung Tetesan

Perhitungan jumlah tetesan sangat tergantung kebutuhan dan jadual pemberian cairan
infus perhari. Tetesan dalam satuan jumlah tetesan permenit yang ditentukan dari jumlah
cairan infus yang dibutuhkan.

Infus set yang tersedia ada 2 jenis yaitu infuse set makro dan infuse set mikro. Perhitungan
jumlah tetesan sebagai berikut :
- infuse set makro : 1 cc = 15 tetes atau 20 tetes (tergantung pada produk yang
digunakan)
- infuse set mikro : 1 cc = 60 tetes (khusus untuk ana kurang dari 12 bulan)

Jumlah tetesan dicari dari rumus dibawah ini :


Jumlah cairan yang ingin dimasukkan (cc)
Tetesan/mnt = ------------------------------------------------------------------------------
Lamanya waktu pemberian infus (jam)x(60 dibagi jumlah tetesan per ml)

105
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Check List Teknik Persiapan Pemasangan Infus

Skor
No Aspek yang Dinilai
0 1 2
1 Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2 Membuka kemasan infus set
3 Memutar klem pengatur tetesan sampai selang tertutup
4 Menjaga sterilitas penusuk botol
5 Membuka penutup botol infus
6 Menusukkan ujung penusuk infus set ke botol secara tegak lurus
7 Menekan chamber sampai cairan terisi setengah
8 Menaikkan ujung infus set sejajar chamber
9 Memutar klem pengatur tetesan agar udara mudah keluar
10 Meletakkan botol pada tempatnya

Check List Teknik Pemasangan Infus

Skor
No Aspek yang Dinilai
0 1 2
1 Mencuci tangan secara aseptik
2 Menyiapkan kapas, alkohol 70%, dan jarum infus
3 Menentukan lokasi pemasangan infus
4 Melakukan stewing
5 Melakukan tindakan asepsis pada lokasi pemasangan infus
6 Menusukkan jarum pada kulit lokasi pemasangan infus
7 Memperhatikan pangkal jarum
8 Melepaskan torniket
9 Menarik jarum (trokar) ke luar
10 Memasukkan kanula masuk ke dalam lumen vena
12 Menghubungkan pangkal kanula dengan selang infus
13 Membuka pengatur tetesan (klem) secara maksimal
14 Memiksasi karet dan selang infus
15 Mengatur kembali tetesan sesuai dengan jumlah cairan yang
diberikan

Keterangan :
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan, tetapi tidak benar
2 = dilakukan dengan benar

106
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAB XV

ANAMNESIS GANGGUAN UROPOETIK

Disuria

Disuria didefinisikan sebagai pengalaman nyeri, terbakar, atau tidak nyaman pada saat
atau segera setelah kencing. Meski memiliki diagnosis banding yang banyak, disuria paling
sering terjadi karena inflamasi atau infeksi dari kandung kemih dan atau uretra.

Infeksi saluran kemih (ISK), termasuk uretra, kandung kemih dan prostat, sejauh ini
yang paling sering menyebabkan disuria. Data yang mengkaitkan prevalensi relatif penyebab
lain disuria belum dipublikasikan. Wanita lebih sering mengalami disuria dibandingkan
dengan pria; hampir 25% wanita dewasa mengalami episode akut disuria tiap tahun. Keluhan
lebih sering pada usia wanita muda yang aktif secara seksual. Pada laki-laki insidensi ISK
meningkat seiring dengan peningkatan usia. Pada wanita dengan disuria dan adanya cairan
vagina, vulvovaginitis lebih sering terjadi daripada ISK. Sebaliknya, pada wanita dengan
disuria tanpa gejala pada vagina, ISK lebih sering terjadi.

ISK cenderung berulang pada beberapa pasien, terutama wanita muda yang aktif
secara seksual. Sehingga, untuk beberapa pasien, anamnesis mungkin penanda penting
dengan mengenali bahwa pasien memiliki gejala serupa sebelumnya. Pada beberapa kondisi,
selalu berguna untuk membandingkan gejala yang terkini dengan riwayat terdahulu. Jika
gejala berulang pada wanita yang mengalami sistitis sebelumnya, infeksi terjadi pada 90%
pasien.

Efisiensi sangat penting dalam melakukan anamnesis pada pasien dengan disuria.
Karena sebagian besar pasien mengalami etiologi dari infeksi, cobalah untuk
mengkonfirmasikan adanya ISK tanpa memperpanjang anamnesis yang tidak perlu. Masuk
akal untuk memulai hipotesis bahwa ada infeksi yang didukung dengan adanya gambaran
seperti berikut: disuria, nyeri suprapubik ringan, sering kencing dan tidak dapat menahan
kencing, dan urin berkabut.

Meski sebagian besar pasien dengan disuria mengalami ISK bawah, dokter harus tetap
memikirkan diagnosis alternatif sehingga diagnosis yang serius dapat disingkirkan. Meski
gejala yang serius jarang pada pasien dengan disuria, penting untuk mempertimbangkan hal
tersebut, terutama jika aspek anamnesis merupakan atipikal untuk infeksi.

Kombinasi gejala tertentu sangat berguna dalam diagnosis sistitis. Sebagai contoh,
pada wanita, adanya disuria dan sering kencing tanpa sekret atau iritasi vagina
memungkinkan diagnosis sistitis pada lebih dari 90% kasus. Sebaliknya, iritasi atau sekret
vagina menurunkan kemungkinan sistitis sekitar 20%.

107
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

108
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Hematuria

Sedikit gejala lebih membahayakan pada pasien daripada urin yang berwarna merah
atau coklat. Prioritas awal adalah untuk menentukan apakah perubahan warna disebabkan
darah dalam urin atau sebab lain. Diagnosis gross hematuria, atau darah yang terlihat dalam
urine, harus dikonfirmasi dengan sentrifugasi spesimen urin.

Hematuri mikroskopis biasanya tidak disadari oleh pasien, tetapi sering sering
terdiagnosis pada urinalisis rutin selama penapisan untuk meyakinkan diagnosis. Badan
kesehatan merekomendasikan penapisan rutin untuk hematuria mikroskopis. Badan tersebut
mencatat bahwa hematuri mikroskopis memiliki nilai prediksi yang rendah untuk kanker
kandung kemih, meski pada pasien dengan risiko tinggi, dan bahwa tidak ada bukti bahwa
deteksi dini meningkatkan prognosis.

Diasumsikan bahwa diagnosis gross hematuria atau hematuria mikroskopis telah


ditetapkan. Meski prevalensi penyakit serius (contoh, keganasan) lebih tinggi pada pasien
dengan gross hematuri, mikroskopis hematuria juga mengindikasikan patologi genitourinari
yang bermakna. Anamnesis yang hati-hati penting pada evaluasi pasien dengan kedua kondisi
tersebut.

Pada 5 penelitian tentang prevalensi, persentase pasien dengan hematuria mikrsokopis


asimptomatik bervariasi dari 0,19%-16,1%. Beberapa penelitian mengindikasikan prevalensi
yang lebih tinggi pada usia yang lebih tua dan lebih tinggi pada wanita daripada pria.

Jika mempertimbangkan daftar etiologi yang banyak, penting untuk membagi


hematuria menjadi penyebab akibat glomerolus dan non glomerolus. Karena biopsi ginjal
tidak rutin dilakukan untuk mengevaluasi pasien dengan hematuria, sulit untuk menentukan
berapa persen pasien yang mengalami hematuria yang berasal dari glomerolus. Perkiraan
prevalensinya adalah 0,1%-14%.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan gross hematuria memiliki


kemungkinan yang lebih tinggi (sampai 4-7 kali lebih tinggi) mengalami keganasan daripada
mereka dengan hematuria mikroskopis. Prevalensi penyakit serius ini pada pasien dengan
hematuria mikroskopis tergantung pada populasi yang diteliti. Populasi umum memiliki
prevalensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang dirujuk ke urologis atau
nefrologis. Sebagai tambahan, pria yang lebih tua dengan faktor risiko memiliki prevalensi
yang lebih tinggi penyakit serius daripada pria yang lebih muda atau pada mereka yang tidak
memiliki faktor risiko. Pada berbagai penelitian, keganasan urologi telah diidentifikasi pada
sekitar 9% pria berusia >50 tahun dengan hematuria mikroskopis asimptomatik. Sebaliknya,
pada penelitian terhadap 636 pria Israel muda, hanya 0,1% mengalami neoplasia. Pada
penelitian prospektif dari 177 wanita yang berusia sekitar 22-87 tahun dengan hematuria
mikroskopis, tidak ada keganasan kandung kemih yang didiagnosis, dan hanya 2 pasien yang
mengalami penyakit serius. Pada penelitian populasi dari pasien dari semua usia dengan
hematuria mikroskopis di Minnesota, 0,5% lebih tinggi mengalami penyakit serius.

Peningkatan usia (terutama usia lebih tua dari 40-50 tahun) dan jenis kelamian pria
berhubungan dengan peningkatan insidensi keganasan. Gejala penyerta (penurunan berat
badan, kehilangan napsu makan, kelelahan kronis) mengindikasikan keganasan atau infeksi
kronis. Berbagai faktor pada riwayat pribadi dan sosial dapat menyebabkan peningkatan
risiko keganasan dan penyakit serius lain seperti paparan pewarna anilin pada kulit, ban atau

109
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

industri karet, riwayat pengobatan dengan siklofosfamid atau radiasi pelvis, mengkonsumsi
sediaan herbal untuk menurunkan berat badan yang mengandung asam aristolokik. Riwayat
ketulian atau penyakit ginjal keluarga mengindikasikan penyakit keturunan.

Semua pasien meskipun hanya sekali mengalami gross hematuria harus menjalani
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh diikuti dengan evaluasi urologi atau
nefrologi kecuali penyebab sementara, dan sembuh sendiri dapat diidentifikasi (trauma,
infeksi, menstruasi, akibat olahraga). Meski pasien mengalami penyebab sementara, jika ada
faktor risiko serius untuk keganasan, evaluasi lanjut harus dipertimbangkan.

Darah di urin dapat karena iritasi dan dapat menyebabkan disuria, meski tidak
ditemukan adanya ISK atau penyakit batu ginjal. Prognosis hamturia tergantung pada
etiologi. Keganasan genitourinari lanjut (metastasis) menyebabkan kematian pada sebagian
besar pasien. Keganasan yang terlokalisasi dapat diterapi pada sebagian besar pasien, dengan
angka kesembuhan tergantung pada tempat keganasannya. Glomerulonefritis akut progresif
terjadi pada sekitar 10% pasien dengan nefropati IgA, penyebab tersering hematuria
mikroskopis. Pada 20-30% kasus, gagal ginjal kronis muncul dalam 1-2 dekade. Sisanya
berlanjut mengalami gross hematuria atau hematuria mikroskopis tetapi disfungsi ginjal yang
serius tidak terjadi. Mayoritas kasus glomerulonefritis paska infeksi sembuh dalam hitungan
minggu atau bulan, di mana bentuk lain glomerulonefritis (membranoproliferatif, progresif
cepat) dapat berkembang cepat menjadi gagal ginjal ireversibel kecuali dengan terapi
imunosupresan.

110
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Nyeri Pinggang

Nyeri pinggang mengarah pada nyeri yang terjadi tepat di bawah iga 12, menuju sudut
kostovertebra dan daerah lateral dari sudut tersebut. Pasien sering mendeskripsikan nyeri
pinggang sebagai nyeri punggung atas unilateral. Diagnosis banding awal tergantung pada
usia pasien, jenis kelamin, dan penyakit penyerta. Tetapi, nefrolitiasis, pielonefritis dan
regangan otot terjadi pada sebagian besar kasus.

Anamnesis yang hati-hati sering mengindikasikan salah satu dari kemungkinan


tersebut atau memunculkan kecurigaan pada penyebab lain yang lebih jarang. Sebagai
contoh, riwayat fibrilasi atrium kronis meningkatkan kemungkinan emboli vaskular ginjal.
Infark lien sebagai penyebab dari nyeri pinggang kiri jarang terjadi tetapi harus
dipertimbangkan pada pasien dengan kecurigaan endokarditis.

Sayangnya hanya ada sedikit data untuk prevalensi berbagai penyebab nyeri
pinggang. Lebih jauh, pasien jarang mengeluhkan nyeri pinggang kepada dokter, lebih sering
sebagai nyeri punggung.

Nyeri pinggang sering disebabkan oleh obstruksi mendadak ureter oleh batu ginjal
atau kolik ginjal. Nyeri kolik ginjal cenderung mendadak, parah, dan menguras tenaga.
Karena batu dapat turun melalui sistem kolektivus, nyeri juga dapat terjadi pada abdomen

111
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

kuadran bawah dan genitalia. Disuria, sering kencing, rasa ingin kencing, dan hematuria
merupakan keluhan yang dapat mengikuti urolitiasis.

Pielonefritis biasanya menyebabkan nyeri pinggang, terutama pada wanita. Karena


wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada pria, wanita memiliki insidensi ISK yang
lebih tinggi; pielonefritis dapat terjadi sebagai infeksi yang naik ke salah satu atau kedua
ginjal. Nyeri disebabkan disebabkan oleh inflamasi ginjal dengan peregangan kapsul ginjal;
keluhan ini bisa tidak terlalu parah dan tidak terlalu jelas dibandingkan kolik ginjal. Riwayat
demam dan disuria mengindikasikan pielonefrritis, meski disuria tidak dapat terjadi pada
psaien dengan pemasangan kateter urin. Terkadang, batu ginjal dapat menghambat aliran
urin, menyebabkan munculnya pielonefritis. Beberapa pasien mengalami pielonefritis dan
nefrolitiasis, 2 penyebab paling sering dari nyeri pinggang.

Penyebab muskuloskeletal dari nyeri pinggang sering kali sangat jelas secara klinis.
Pasien biasanya mengeluhkan kondisi yang memicu keluhan seperti mengayunkan tongkat
kasti atau mengangkat benda yang berat. Nyeri pinggang yang berhubungan dengan
gambaran yang unik seperti nyeri dada pleuritis, batuk, atau keringat malam, memerlukan
perhatian yang serius. Nyeri pinggang dengan urinalisis yang normal harus cepat menjadi
perhatian patologi di luar ginjal. Perhatian yang sangat serius harus diberikan pada pasien
dengan riwayat yang mengindikasikan hipotensi, seperti pusing, pingsan, atau bingung.
Perdarahan retroperitoneal dapat menyebabkan nyeri pinggang dan hipotensi. Mortalitasnya
cukup tinggi untuk pasien tersebut, meski diagnosis dini telah dibuat. Penyebab serius nyeri
pinggang cenderung jarang. Untungnya, urinalisis yang cepat mempersempit diagnosis
banding awal.

Prognosis tergantung pada penyakit yang mendasari. Pasien dengan pielonefritis


biasanya sembuh dengan antibiotika. Pasien dengan nefrolitiasis dapat sembuh dengan
penanganan konservatif atau kadang memerlukan intervensi urologist (contoh litotripsi),
tergantung pada ukuran dan lokasi batu ginjal. Pasien dengan pembesaran aneurisma aorta
abdominalis tanpa shok memiliki prognosis yang lebih baik daripada mereka dengan shok
(mortalitas 22% vs 88%), memerlukan diagnosis dini.

112
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Inkontinensia Urin (IU)

Keluarnya urin dengan tidak sengaja merupakan hal yang sering ditemukan pada
wanita dan pria, mengenai sekitar 5% pria dan 30% wanita berumur kurang dari 64 tahun,
dan 15% pria dan 50% wanita yang berumur lebih tua dari 64 tahun. Jika terjadi
inkontinensia urin berat, hal ini bisa terjadi dari isolasi sosial, depresi, dan bahkan
institusionalisasi.

Prevalensi IU bervariasi berdasar umur dan jenis kelamin. Aktivitas yang berlebihan
dari kandung kemih – dengan atau tanpa inkontinensia – memiliki prevalensi yang sama
antara pria dan wanita, meningkat dari sekitar 5% pada mereka yang berusia antara 25-34
tahun sampai sekitar 30% setelah berumur 74 tahun. Tetapi, prevalensi IU karena
hiperaktivitas kandung kemih meningkat lebih cepat berdasarkan umur pada wanita

113
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

dibandingkan pada pria, pada usia 75% wanita dua kali lebih besar mengalami IU. IU terjadi
terutama pada wanita terjadi karena kelemahan dasar panggul, tetapi pada pria yang mengalai
kerusakan spingter internal akibat pembedahan prostat atau instrumentasi.

Beberapa pasien merasa malu karena mengalami IU, dan tidak akan melaporkan
kecuali ditanya. Anamnesis merupakan alat diagnostik yang paling efektif untuk mendeteksi
IU, meski sensitivitas dan spesifisitasnya bervariasi tergantung dari bagaimana cara
menanyakannya dan prevalensi subtipe inkontinensia yang spesifik usia.

IU akut yang berhubungan dengan penyebab yang reversibel memiliki prognosis yang
baik. IU dapat diatasi dengan latihan peregangan kandung kemih, yang sama efektifnya
dengan pemberian obat. Teknik pembedahan yang lebih baru dan spinter buatan memperbaiki
prognosis untuk pasien dengan IU berat karena disfungsi dasar panggul atau inkompetensi
spinter.

114
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

DAFTAR TILIK

ANAMNESIS KELUHAN UROGENITAL

No KETERANGAN 0 1 2
A Aspek komunikasi
1 Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2 Mendengarkan secara aktif
3 Tidak memotong pembicaraan pasien selama masih relevan
4 Menggunakan bahasa yang bisa dipahami pasien
5 Mempertahankan kontak mata dengan pasien
6 Menunjukkan empati
Aspek anamnesis
1 Menanyakan identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan
2 Menanyakan keluhan utama (nyeri kencing, kencing darah, nyeri
pinggang, inkontinensia urin)
3 Menggali riwayat penyakit sekarang
Nyeri kencing:
 Durasi keluhan
 Onset mendadak atau bertahap
 Keluhan memburuk di awal, atau akhir kencing
 Kencing sulit ditahan
 Rasa terbakar, nyeri saat kencing
 Frekuensi kencing
 Karakteristik urin: volume urin tiap kencing, warna, bau amonia
 Keluhan nyeri suprapubik
 Keluhan penyerta:
o cairan uretra (pria) atau vagina (wanita),
o nyeri saat berhubungan badan
o nyeri pinggang
o rasa tidak nyaman di daerah perineum dan atau rectum
o demam
Kencing darah
 Onset
 Riwayat keluhan dahulu
 Darah di awal, akhir, atau sepanjang kencing
 Didahului oleh aktivitas berat, cedera, pemasangan kateter,
menstruasi (wanita)
 Karakteristik urin: bekuan, bentuk bekuan (pipa atau bulat)
 Keluhan penyerta:
o Demam
o Rasa nyeri atau terbakar saat kencing
o Rasa nyeri tajam saat kencing di atas kemaluan
o Nyeri supra pubik
o Nyeri pinggang atau punggung
o Sering kencing saat malam hari
o Penurunan aliran kencing

115
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Nyeri pinggang
 Onset mendadak atau bertahap
 Durasi
 Lokasi (unilateral atau bilateral)
 Karakteristik nyeri: derajat nyeri, sifat nyeri (hilang timbul), rasa
terbakar, rasa nyeri (tumpul tajam)
 Factor pemicu (aktivitas fisik, makan banyak lemak)
 Keluhan penyerta:
o Nyeri menyebar ke daerah lain (penis, vagina, abdomen)
o Keluhan kencing (kualitas, kuantitas kencing, darah)
o Keluhan saluran cerna (diare, mual, muntah, obstipasi)
o Keluhan kardivaskular (palpitasi)
o Keluhan kulit (ruam, nyeri sentuh)
o Keluhan saluran napas (batuk, nyeri memburuk saat
inspirasi)
o Demam
Inkontinensia urin (IU)
 Onset perlahan atau mendadak
 Durasi antar IU
 IU saat
o Menuju toilet, Menunggu toilet yang masih dipakai orang
lain, Menunda kencing
o Saat duduk atau berbaring, batuk, tertawa, bersin
o Menangkat benda berat
o Bangkit dari duduk
o Olahraga
 Volume urin
 Keluhan penyerta:
o Riwayat penggunaan obat, pembedahan (prostatektomi),
radiasi, makanan dan minuman, melahirkan, pemasangan
kateter
o Nyeri kencing
o Keluhan saluran cerna (konstipasi)
o Keluhan psikologis
4 Menggali riwayat penyakit dahulu:
 Ada tidaknya penyakit seperti ini sebelumnya
 Penyakit lain yang pernah diderita (operasi, trauma, ISK, dll)
5 Menanyakan riwayat mengkonsumsi obat
6 Membuat resume anamnesis

Keterangan:
1. tidak dilakukan
2. dilakukan tapi tidak benar/tidak lengkap
3. dilakukan dengan benar

116
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAB XVI

PEMERIKSAAN GENITALIA PRIA

PENDAHULUAN

Struktur luar dari sistem reproduksi pria terdiri dari penis, skrotum dan testis. Penis
terdiri dari:
 Akar (menempel pada dinding perut)
 Batang (bagian tengah penis)
 Gland (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut)

Lubang uretra berada di ujung gland penis. Dasar gland penis disebut korona. Pada
pria yang tidak disunat, kulit depan (preputium) membentang dari korona menutupi gland
penis. (Gambar 1)

Gambar 1 Alat Reproduksi Eksterna Pria

Skrotum merupakan kantung berkulit tipis yang mengelilingi dan melindungi testis.
Skrotum juga bertindak sebagai pengontrol suhu untuk testis. Karena agar sperma terbentuk
secara normal, testis harus memiliki suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan suhu
tubuh. Otot kremaster pada dinding skrotum akan mengendur sehingga testis akan jauh dari
tubuh (suhu menjadi lebih dingin) atau skrotum akan mengencang sehingga testis lebih dekat
dengan tubuh (suhu menjadi lebih hangat).

Testis berbentuk lonjong dengan ukuran sebesar buah zaitun dan terletak di dalam
skrotum. Biasanya testis kiri lebih rendah daripada testis kanan. Testis memiliki 2 fungsi
yaitu menghasilkan sperma dan membuat testosterone. (Gambar 2)

117
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Gambar 2 Anatomi Testis

1. GENITALIA EKSTERNA

Penis harus diinspeksi. Pada pria yang sudah mengalami pubertas, distribusi rambut
pubis harus diperhatikan. Jika masih ada preputium, maka harus ditarik dan dilakukan
pemeriksaan pada orifisium uretra eksterna. Gland penis diinspeksi untuk mengetahui adanya
jaringan parut atau perlukaan, chancres, dan cairan uretra dan dilakukan pula perabaan
kelenjar limfa inguinal. Anomaly tersering dari genitalia eksterna adalah hipospadia di mana
terjadi malposisi dari urifisium uretra. Hal ini bisa terjadi pada 1 di antara 300 anak laki-laki.
Fimosis adalah suatu kondisi di mana terjadi kontraktur dari preputium sehingga tidak bias
ditarik melebihi gland penis. Hal ini merupakan predisposisi terjadi balanitis dan dapat cukup
parah untuk menyebabkan obstruksi pada aliran urin.

Pemeriksaan genitalia eksterna pria meliputi pemeriksaan inspeksi dan palpasi penis,
orificium uretra eksterna, skrotum dan testis. Inspeksi dan palpasi genitalia eksterna pria
dilakukan dengan posisi pasien berdiri di depan tempat duduk pemeriksa. Pemeriksaan dapat
diulang dalam posisi pasien berbaring.

Setelah inspeksi selesai dilakukan, dilanjutkan dengan pemeriksaan palpasi dengan


menggunakan jari pertama dan kedua dan atau jari ketiga. Lakukan palpasi di sepanjang
batang penis, skrotum dan perineum untuk menemukan kelainan yang mungkin ada. Jika
terdapat kelainan, identifikasi kelainan yang ada. Jika berupa benjolan/massa, identifikasi
ukuran, bentuk, lokasi, permukaan dan konsistensi.

2. TESTES

Testes harus diperiksa baik pada posisi berbaring maupun pada posisi berdiri. Pasien
lebih merasa nyaman jika berbaring dan lebih mudah untuk melakukan palpasi testes, tetapi
pasien juga harus diperiksa saat berdiri untuk mengetahui adanya varicocel. Varicocel adalah
pelebaran vena dari fleksus pampiniformis. Pada pria normal, testis sebelah kiri mengantung
lebih rendah daripada sebelah kanan. Testes tidak boleh diraba secara kasar untuk
menentukan ukuran, permukaan dan konsistensinya. Perkiraan ukuran harus ditentukan,

118
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

tetapi hanya setelah ratusan kali perabaan dapat ditentukan rentang ukuran testes yang
normal. Rata-rata ukuran panjang testes adalah 4,5 cm dengan lebar 2,5 cm, dan normalnya
sensitive meskipun terhadap tekanan yang ringan. Jika salah satu testis berukuran lebih kecil,
hal ini mengindikasikan adanya riwayat infeksi atau cedera. Gondongan (mumps) dan sifilis
merupakan infeksi yang sering memberikan pengaruh pada testes.

Epididimis dan spermaticcord juga harus diperika. Epididimis terletak posterolateral


dari testis di mana dia melekat. Spermatic cord dapat diperiksa dengan menggunakan ibu jari
dan jari telunjuk. Normalnya teraba lunak dan lurus. Beberapa infeksi yang dapat
mempengaruhi epididimis, E. Coli, staphylococcus dan streptococcus, dan tuberculosis
biasanya menyebabkan perubahan nodular spesifik pada epididimis dengan terjadi penebalan
dari cord. Adanya cairan di sekitar testes (hidrokel) harus dicari dan jika dicurigai ada cairan,
maka pemeriksaan konfirmasi harus dilakukan dengan transluminasi pada daerah dengan
senter kantong yang ditekankan ke daerah tersebut. Skrotum yang kosong pada salah satu
atau kedua sisi mengarah pada testes ektopik atau testes yang tidak turun (undescended
testes). Umumnya, testis yang tidak turun dapat teraba di saluran inguinal.

Jika testes berukuran lebih dari normal, harus dicurigai adanya tumor, terutama jika
permukaannya tidak rata. Tumor testes biasanya tidak nyeri dan tidak lunak. Pembengkakan
pada skrotum harus diperika dengan cara yang sama untuk melakukan pemeriksaan
pembengkakan lainnya. Skrotum biasanya terisi oleh cairan dan dapat dikonfirmasi dengan
pemeriksaan transluminasi. Hidrokel, spermatokel, dan kista epididimis merupakan
kemungkinan utama penyebab pembengkakan tersebut. Kondisi ini dapat didiagnosis dari
hubungan anatominya terhadap testes.

3. CRYPTORCHIDISME

Pada testes yang tidak turun, testes bias berada di kanal inguinal, bias pula di dalam
abdomen. Testes tidak masuk ke kantung testes terjadi pada 10% kelahiran anak laki-laki,
pada 2% usia 1 tahun, tetapi sesudah cryptorchidisme unilateral atau bilateral pada pubertas
hanya ditemukan sebanyak 0,3%. Undescenden testes harus dibedakan dengan testes ektopik
di mana testes terletak di luar dari jalur normal turunnya testes. Tempat yang sering dari
testes ektopik adalah perineum, daerah femoral dan superficial inguinal. Penting untuk
menegakkan diagnosis cryptorchidism pada usia dini karena testes yang tidak turun
menyebabkan infertilitas secara bermakna dan meningkatkan risiko keganasan. Sampai usia 5
tahun, undescenden testes menunjukkan maturasi tubulus seminalis yang normal, tetapi
antara usia 6-10 tahun hanya 8% yang normal dan usia 11 tahun, seluruhnya adalah
abnormal.

Jika kedua testes berukuran kecil akibat hipoganidsime, kemungkinan bias terjadi
kegagalan gonadotropin-hipotalamus primer atau sekunder. Penyebab terseringkegagalan
testes primer adalah sindrom Klinefelter. Pada kondisi ini,ditemukan adanya atrofi tubulus
seminiferus dengan komplikasi azoosperma, sedangkan sel Leydig biasanya terhindar
sehingga produksi androgen tidak terpengaruh. Sindrom ini sering berhubungan dengan
ginekomastia sehingga payudara harus diperiksa dengan seksama. Jika seseorang memiliki
testes yang kecil, gambaran fisik eunochoidisme harus dicari yaitu tinggi yang berlebihan,
distribusi rambut seperti wanita, suara dengan nada tinggi, genitalia infantile, dan perawakan
seperti wanita.

119
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

4. KANTUNG HERNIA

Pemeriksaan ini harus selalu dilakukan dan menjadi bagian yang penting pada pasien
dengan obstruksi usus.

4.1 Hernia inguinal tidak langsung


Normalnya cincin abdomen internal terletak 1,25 cm di atas ligamentum
inguinale, dan di antara simfisis pubis dan SIAS. Cincin abdomen eksternal terletak
1,25 cm di atas dan 1,25 cm lateral spina pubika dan tidak dapat dimasuki oleh ujung
jari. Hernia inguinal tidak langsung oblik dapat dilihat atau dirasakan sebagai tonjolan
yang terletak oblik di atas kanal inguinal. Pada pria, cincin abdominal eksterna dapat
diraba dengan memasukkan jari kelingking ke skrotum dan dengan adanya hernia
inguinal tidak langsung jari kelingking akan masuk ke cincin dan melewati inguinal ke
arah atas lateral. Pada wanita diagnosis lebih sulit dibuat tetapi impuls batuk dan
pembengkakan dapat dideteksi pada labium mayus.

4.2 Hernia inguinal langsung


Hernia inguinal langsung meninggalkan abdomen melalui segitiga Hesselbach,
diikat di bagian medial oleh bagian luar otot rektus abdominis, di bagian lateral oleh
arteri epigastrium profunda dan di bagian bawah oleh setengah dari ligamentum
inguinalis. Hernia terletak di atas ligamentum inguinalis dan tidak turun ke dalam
skrotum.
Berbeda dengan hernia inguinal tidak langsung, hernia langsung terletak di
belakang spermatic cord dan jari yang dimasukkan ke cincin abdominal eksterna
langsung masuk ke abdomen. Tekanan pada -cincin inguinal tidak langsung- akan
menghilangkan impuls batuk dari hernia inguinal tidak langsung tetapi tidak pada
hernia inguinal langsung. Pada pria, hernia inguinal harus dibedakan dari hidrokel,
hernia femoralis, undescenden testes, dan lipoma pada spermatic cord. Pada wanita
harus dibedakan dengan hernia femoralis dan hidrokel dari saluran Nuck.

4.3 Hernia femoralis


Hernia femoralis turun secara vertikal ke saluran femoralis sejauh bukaan
saphenous, di mana pada lokasi tertentu cenderung melengkung ke atas menuju
ligamentum inguinale. Impuls atau pembengkakan ditemukan di bawah ligamentum
inguinale dan di lateral tuberkel pubis. Diagnosis bandingnya adalah hernia inguinal,
dan abses psoas.

Setelah inspeksi selesai dilakukan, dilanjutkan dengan pemeriksaan palpasi dengan


menggunakan jari pertama dan kedua dan atau jari ketiga. Lakukan palpasi di sepanjang
batang penis, skrotum dan perineum untuk menemukan kelainan yang mungkin ada. Jika
terdapat kelainan, identifikasi kelainan yang ada. Jika berupa benjolan/massa, identifikasi
ukuran, bentuk, lokasi, permukaan dan konsistensi.

Pada saat melakukan palpasi skrotum, pemeriksa juga harus melakukan palpasi testis
dengan menilai ada/tidak, ukuran, posisi, dan bentuk testis/jaringan lain yang ada di
sekitarnya. Testis normal berbentuk oval, teraba licin dan letaknya agak di tengah skrotum.
Sedangkan epididimis akan teraba normal di belakang lateral dari testis. Jika terdapat
undescenden testis maka tidak akan teraba testis pada skrotum karena lokasinya masih berada
di inguinal/regio abdomen

120
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Jika terdapat pembesaran skrotum maka dilakukan pemeriksaan tranluminasi yang


dilakukan di ruang gelap dengan sumber cahaya yang kuat dan kecil (seperti lampu senter).
Lampu tersebut ditempelkan di bagian bawah skrotum dan perhatikan apakah skrotum yang
diperiksa tembus sinar/tidak. Jika pembesaran skrotum karena adanya massa padat maka
tidak akan tembus sinar. Tapi jika pembesaran skrotum karena cairan maka akan tembus
sinar.

121
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

CEKLIST

PEMERIKSAAN GENITALIA PRIA

No KETERANGAN 0 1 2
A Persetujuan Pemeriksaan
1 Jelaskan tentang prosedur pemeriksaan
2 Jelaskan tentang tujuan pemeriksaan
3 Jelaskan bahwa proses pemeriksaan mungkin akan menimbulkan
perasaan khawatir atau kurang menyenangkan tetapi pemeriksa
berusaha menghindari hal tersebut
4 Pastikan bahwa pasien telah mengerti prosedur dan tujuan
pemeriksaan
5 Pemeriksa memasang sarung tangan, setelah sebelumnya mencuci
tangan secara medik
B Pemeriksaan Inspeksi
1 Inspeksi umum rambut pubes
2 Inspeksi umum orificium uretra eksterna
3 Inspeksi umum keadaan penis
4 Inspeksi umum keadaan skrotum
C Pemeriksaan palpasi
1 Lakukan palpasi pada kelenjar getah bening inguinal. Nilai
ada/tidaknya massa/kelainan lain.
2 Dengan menggunakan jari pertama dan kedua dan atau jari ketiga,
lakukan palpasi di sepanjang batang penis dan skrotum. Nilai
ada/tidaknya massa/kelainan lain
3 Melakukan palpasi testis dengan menilai ada/tidak, ukuran, posisi,
dan bentuk testis/jaringan lain yang ada di sekitarnya
4 Palpasi daerah perineum. Nilai ada/tidaknya massa/kelainan lain
D Pemeriksaan hernia
1 Dengan menggunakan jari kelingking tangan kiri, memasukkan ke
skrotum kiri ke arah kranio lateral
2 Meminta pasien untuk batuk (berdehem)
3 Melakukan pemeriksaan pada skrotum kanan dengan
menggunakan jari kelingking kanan
E Pemeriksaan transluminasi
1 Dilakukan di ruang gelap dengan sumber cahaya yang kuat dan
kecil
2 Lampu tersebut ditempelkan di bagian bawah skrotum dan
perhatikan apakah skrotum yang diperiksa tembus sinar/tidak
F Mengakhiri Pemeriksaan
1 Jelaskan bahwa prosedur pemeriksaan telah selesai dan meminta
pasien duduk
2 Jelaskan hasil pemeriksaan
3 Mempersilahkan pasien kembali ke ruang tunggu
Keterangan:
0. tidak dilakukan
1. dilakukan tapi tidak benar/tidak lengkap
2. dilakukan dengan benar

122
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAB XVII

PEMERIKSAAN PAP SMEAR DAN IVA

PENDAHULUAN

Kanker serviks adalah kanker ganas yang menyerang pada organ serviks pada wanita
dan menduduki urutan pertama di Indonesia. Nama lain kanker serviks adalah kanker leher
rahim atau kanker mulut rahim. Kanker serviks dalam perjalanannya termasuk jenis kanker
yang kronik dan progesif, artinya penyakit ini timbul dalam waktu yang lama dan terus
berlanjut bila tidak di hentikan segera. Sebenarnya kanker serviks dapat dideteksi sejak dini
dengan cara melakukan skrenning/ deteksi dini. Salah satu metoda yang sering di pakai
adalah dengan metoda Pap smear. Sebagai alternatif lain dari deteksi ini adalah dengan IVA
(Inspeksi Visual With Acetid Acid), yaitu dengan cara mengolesi serviks dengan asam cuka/
asam asetat 3-5 % dan di lihat perubahannya selama 1 menit. Pemeriksaan ini sangat efektif
untuk dilakukan di daerah yang jauh dari laboratorium Patologi Anatomi atau daerah
terpencil. Ada beberapa metoda dalam deteksi dini kanker serviks seperti table 1.

Dalam modul ini akan dibahas tentang Pap smear dan IVA dari segi cara persiapan,
pengambilan, pengiriman sampel dan pembacaan hasilnya.

Tabel 1. Metoda deteksi dini kanker serviks


Metoda Aman Praktis Terjangkau Efektif Mudah
Pap smear YA TIDAK TIDAK YA TIDAK
IVA YA YA YA YA YA
Biospi TIDAK TIDAK TIDAK TIDAK TIDAK
Kolposkopi TIDAK TIDAK TIDAK TIDAK TIDAK

PAP SMEAR

Pemeriksaan ini lebih dikenal dengan sebutan tes Pap atau Pap tes. Pap smear
dikenalkan oleh tuan Papanicolaou, meskipun yang menulis pertama adalah Aurel Babes.
Pemeriksaan ini merupakan bentuk dari deteksi dini/ skrinning massal dalam kanker serviks.
Indikator kasar dari keberhasilan skrinning tersebut adalah jumlah penderita pra kanker dan
kanker in-situ sama dengan jumlah kanker invasif. Di Amerika Serikat hampir 80 % dari
target populasi usia kelompok 30-50 tahun telah melakukan tes ini. Sedang di Indonesia
hanya 2 % dari target usia yang sama. Ketidak berhasilan tes Pap tersebut dikarenakan
banyak faktor, salah satunya adalah kendala pengambilan sampel. Dalam modul ini dibahas
tentang peralatan, cara pengambilan, fiksasi dan pengiriman sampel bahan Pap smear.

Alat dan bahan

Alat dan bahan yang diperlukan untuk melakukan Pap smear adalah peralatan yang
biasanya tersedia di klinik atau poli KIA seperti berikut:
1. Meja periksa, bisa berupa meja periksa umum dan meja ginekologik

123
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

2. Lampu sorot (bisa senter, lampu kepala atau lampu portable khusus)
3. Spekulum/ cocor bebek (ukuran kecil, sedang dan besar) yang telah disterilkan
4. Alat pengambil (bisa salah satu dipakai, tergantung dari dana)
a. Spatula Ayre saja (ada yang dari bahan kayu dan plastik)
b. Kombinasi spatula Ayre dan sitobrush
c. Servik brush saja
5. Kaca objek (Kaca objek benda ujungnya kasar atau telah diselotipe dengan selotipe
kertas)
6. Alkohol 95% atau sprai alkohol untuk fiksasi
7. Botol/ tempat fiksasi
8. Pensil untuk menuliskan nama dan umur di selotipe kaca objek atau bagian yang kasar
9. Sarung tangan

Cara pengambilan

Tindakan/ cara pengambilan baik Pap smer dan IVA tergantung dari tujuan
pemeriksaan. Untuk skrinning kanker serviks, daerah anatomis sambungan skuamokolumnar/
SSK (peralihan antara ektoseviks dengan sel epitel skuamosa dan endoserviks dengan sel
selapis kolumnar tinggi) sangat penting untuk diperhatikan, karena hampir 90 % kelainan
praganas ada pada daerah tersebut. Letak sambungan skuamokolumnar tersebut berbeda
tergantung dari usia. Pada massa reproduktif, letak sambungan lebih kearah luar (sekitar
ostium uteri eksternum). Sedang pada usia premenopause dan menopause letaknya didalam
saluran/ kanalis servikalis (secara visual tidak terlihat).

Gambaran ini sangat penting untuk diterapkan dalam pengambilan sempel Pap smear.
Daerah lain yang harus diperhatikan adalah area/ zona transisi atau area tranformasi. Area
transisi didapat antara daerah SSK asal dan SSK sekarang. SSK asal didapat saat masih
mudah dan SSK sekarang didapat saat diperiksa sekarang yaitu peralihan antara ektoserviks
dan endoserviks.

Sediaan Pap smear dikatakan representatif dan layak dibaca bila ditemukan sel
komponen endoserviks dan ektoserviks. Sel yang tergolong komponen endoserviks adalah sel
endoserviks dan sel metaplastik yang disertai lender dalam jumlah cukup yang asalnya dari
sekret kelenjar endoserviks.

Syarat mutlak persiapan adalah dua hari sebelumnya pasien tidak boleh berhubungan
seksual, tidak boleh memakai obat topikal, tidak sedang haid dan tidak dibersihkan/ dibasuh
dengan air dll. Waktu yang paling baik adalah 7 hari setelah menstruasi akhir.

Urutan pengambilan sampel:


1. Persiapan
a. Kosongkan kandung kencing lebih dahulu, tetapi tidak boleh dibasuh sampai dalam
serviksnya, karena yang akan kita ambil sampelnya adalah lendir serviks yang ada
b. Motivasi pasien agar santai dan tidak tegang, biasanya diterangkan cara pengambilan
sampel
c. Tanyakan berapa kali melahirkan lewat bawah, untuk tujuan pemilihan alat spekulum/
cocor bebek
 Belum pernah, sebaiknya pakai ukuran kecil
 1-2 kali, sebaiknya pakai ukuran sedang

124
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

 Lebih dari 2 kali, sebaiknya pakai ukuran besar


d. Celana dalam/ CD dilepas
e. Cek semua alat sekali lagi
i. Kaca objek sudah ditulis nama dan umur
ii. Botol dan cairan fiksasi
iii. Spekulum apa sudah terkunci
iv. Alat pengambil apa yang mau dipakai
v. Lampu sorot

2. Proses pengambilan sampel


a. Pasien tidur dalam posisi lutut ditekuk/ litotomi pada meja periksa
b. Cuci tangan sampai rata dengan sabun sampai bersih, keringkan dan pakai sarung
tangan
c. Inspeksi/ pengamatan genitalia eksterna dan lihat apakah ada discharge/ lender
disekitar uretra dan labia mayor/ minor
d. Pegang spekulum dengan tangan kanan, sedang tangan kiri memegang/ melebarkan
labia mayor
e. Spekulum ditempelkan vulva bawah untuk adaptasi
f. Dengan hati-hati masukan spekulum dengan cara miring sepenuhnya sampai terasa
ada tahanan dan diputar 90 derajat berlawanan jarum jam. Buka spekulum sehingga
tampak jelas vagina bagian atas, forniks posterior, serviks uterus, dan kanalis
servikalis. (catatan: pada kasus dengan posisi leher rahim anterior dan posterior perlu
bantuan spatula untuk mendorongnya sehingga terlihat seluruh bagian leher rahim)
g. Bila leher rahim sudah terlihat seluruhnya, kunci spekul;um dengan posisi terbuka
sehingga tetap berada di tempatnya saat melihat leher rahim. Dengan cara ini petugas
memiliki satu tangan yang bebas bergerak
h. Ambil alat (tergantung jenis alat yang dipakai, pilih salah satu)
1) Bila memakai spatula Ayre saja (pengambilan 2 kali)
 Masuk ujung spatula Ayre yang berlekuk kedalam lubang mulut rahim
sedalam mungkin dan diputar 360 derajat sebanyak 3-5 kali dan oleskan rata
pada kaca benda pertama yang sudah ditulis nama dan umur
 Masukkan ujung spatula yang lancip kedalam lubang mulut rahin sedalam
mungkin dan putar 360 derajat sebanyak 3-5 kali dan oleskan rata pada kaca
benda kedua yang sudah ditulis nama dan umur
2) Bila memakai spatula Ayre dan sitobrush (pengambilan 2 kali)
 Masuk ujung spatula Ayre yang berlekuk kedalam lubang mulut rahim
sedalam mungkin dan diputar 360 derajat sebanyak 3-5 kali dan oleskan rata
pada kaca benda pertama yang sudah ditulis nama dan umur
 Masukan ujung sitobrush kedalam lubang mulut rahim sedalam mungkin dan
diputar 360 derajat sebanyak 3-5 kali dan oleskan rata pada kaca benda kedua
yang sudah ditulis nama dan umur
3) Bila memakai serviks brush (pengambilan 1 kali)
Masuk ujung serviks brush yang lancip kedalam lubang mulut rahim sedalam
mungkin dan bagian yang lainnya menempel pada sisi portio/ ektoserviks serta
diputar 360 derajat sebanyak 3-5 kali dan oleskan rata pada kaca benda yang sudah
ditulis nama dan umur.
i. Cara pengolesan pada kaca benda
 Apuskan searah saja, mulai dari tengah hingga ujung kaca (sisi atas, tengah &
bawah)
 Apusan yang zig-zag akan membuat jumlah sel sedikit

125
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

 Apusan yang berulang-ulang, akan membuat jumlah sel bertumpuk-tumpuk


 Bila mukosa atrofik/ menopause, basahi dulu spatula dan kaca dengan larutan
fisiologik dulu
j. Masukkan segera kaca objek ke dalam cairan fiksasi minimal selama 30 menit.
Sediaan apus jangan direndam dalam cairan fiksasi lebih dari 1 minggu karena akan
terjadi distorsi sel.
k. Lepaskan spekulum dengan cara posisi miring
l. Semua bahan habis pakai masukan/ buang dalam tempat sampah sedangkan peralatan
ditampung dalam nampan untuk di steril ulang
m. Setelah difiksasi selama 30 menit ambil kaca objek dan tiriskan kaca objek pada
udara terbuka agar kering
3. Pengiriman sampel
a. Setelah kering kaca objek di bungkus dengan kertas tissue agar tidak lengket
b. Pengiriman dengan pos agar tidak pecah, lindungi kaca objek dengan karton tebal
c. Isi formulir permintaan. Minimal yang harus diisi adalah nama, umur dan tanggal haid
terakhir, serta tanda-tangan pengambil sampel

Kesalahan yang sering terjadi antara lain:


1. Sediaan apus terlalu tipis, hanya sedikit sel didapat atau terlalu tebal. Solusi ambil ulang
dan banyak belajar lagi
2. Cairan fiksasi salah atau terlalu encer karena alkohol telah menguap. Solusi ganti cairan
dengan alkohol 95 % atau kembalikan segera alkohol tsb kedalam wadahnya dan ditutup
rapat
3. Sediaan telah kering karena tidak segera difiksasi. Solusi ambil ulang Pap smear
4. Sediaan apus hanya lendir, banyak darah dan sel radang (biasanya pada pasien yang
banyak lendir/ keputihan dan banyak darah karena erosi portio). Solusinya oleskan pada
2-3 kaca objek dan kaca objek yang terakhir yang dikirim
5. Menggunakan kaca benda yang tidak bersih sehingga ada kontaminasi. Solusi jangan
pakai kaca objek yang kotor
6. Kaca objek ketukar, biasanya pada skrinning massal dengan banyak kaca objek yang
diambil. Solusinya jangan lupa menulis nama dan umur terlebih dahulu

Interpretasi Hasil Pap Smear


• Terdapat banyak sistem dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan Pap Smear, sistem
Papanicolaou, sistem Cervical Intraepithelial Neoplasma (CIN), dan system Bethesda.
I. Klasifikasi Papanicolaou membagi hasil pemeriksaan menjadi 5 kelas (Saviano,
1993), yaitu:
 Kelas I : Tidak ada sel abnormal.
 Kelas II : Terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada indikasi adanya
keganasan.
 Kelas III : Gambaran sitologi yang dicurigai keganasan, displasia ringan sampai
sedang.
 Kelas IV : Gambaran sitologi dijumpai displasia berat.
 Kelas V : Keganasan.
II. Sistem CIN pertama kali dipublikasikan oleh Richart RM tahun 1973 di Amerika
Serikat (Tierner & Whooley, 2002). Pada sistem ini, pengelompokan hasil uji Pap
Smear terdiri dari (Feig, 2001):

126
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

a. CIN I merupakan displasia ringan dimana ditemukan sel neoplasma pada kurang
dari sepertiga lapisan epitelium.
b. CIN II merupakan displasia sedang dimana melibatkan dua pertiga epitelium.
c. CIN III merupakan displasia berat atau karsinoma in situ yang dimana telah
melibatkan sampai ke basement membrane dari epithelium.
III. Klasifikasi Bethesda pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988. Setelah melalui
beberapa kali pembaharuan, maka saat ini digunakan klasifikasi Bethesda 2001.
Klasifikasi Bethesda 2001 adalah sebagai berikut (Marquardt, 2002):
1. Sel skuamosa
a. Atypical Squamous Cells Undetermined Significance (ASCUS).
b. Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion (LSIL).
c. High Grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL).
d. Squamous Cells Carcinoma.
2. Sel glandular
a. Atypical Endocervical Cells
b. Atypical Endometrial Cells
c. Atypical Glandular Cells
d. Adenokarsinoma Endoservikal In situ
e. Adenokarsinoma Endoserviks
f. Adenokarsinoma Endometrium
g. Adenokarsinoma Ekstrauterin
h. Adenokarsinoma yang tidak dapat ditentukan asalnya (NOS)

Tabel klasifikasi Lesi prakanker


Klasifikasi Sitologi (untuk Klasifikasi Histologi (untuk diagnosis)
skrining)
NIS (Neoplasia
PAP Bethesda
Intraepitel Serviks)
Kelas I Normal Normal Normal
Kelas II ASC-US Atipia Atipia
ASC-H
Kelas III NIS 1 termasuk Koilositosis
LISDR
Condiloma
Kelas III LISDT NIS 2 Displasia sedang
Kelas III LISDT NIS 2 Displasia berat
Kelas IV Kelas III NIS 3 Karsinoma insitu
Kelas V Karsinoma Invasif Karsinoma Invasif Karsinoma Invasif

ASCUS : Atypical Squamous of Undetermined Significance


ASCH : Atypical Squamous cell cannot exclude a high grade squamous epithelial lesion
LISDR : Lesi intraepitel skuamosa derajad rendah (LSIL: Low grade intraephitelial lesion)
LISDT : Lesi intraepitel skuamosa derajad tinggi (HSIL: High grade intraephitelial lesion)

127
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAB XV

INSPEKSI VISUAL DENGAN ASAM ASETAT (IVA)

Inspeksi visual dengan asam asetat adalah pemeriksaan serviks secara visual/ kasat
mata/ mata telanjang dengan menggunakan asam cuka 3-5 % untuk mendeteksi abnomalitas
epitel mulut rahim. Daerah yang tidak normal akan terlihat warna putih (asetowhite), yang
mengindikasikan bahwa mulut rahim mungkin ada lesi prakanker. Keuntungan metoda IVA
dibanding dengan metoda deteksi dini yang lainnya adalah
1. Aman, tidak mahal dan mudah dilakukan
2. Akurasinya sama dengan beberapa metoda/ tes lainnya
3. Dapat dikerjakan oleh semua tenaga kesehatan asal sudah pernah dilatih
4. Hasilnya segera dapat diketahui, sehingga cepat diputuskan penatalaksanaannya
5. Alat dan bahan mudah didapat dan murah
6. Tidak bersifat invasif
Keterbatasan metode ini adalah tidak diketahuinya jenis perubahan sel pada serviks dan
kemungkinan terlewatkan untuk deteksi dini perubahan serviks di daerah endoserviks.

Alat dan bahan habis pakai

Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan IVA adalah peralatan yang biasanya
tersedia di klinik atau poli KIA seperti berikut:
1. Meja periksa, bisa berupa meja periksa umum dan meja ginekogik
2. Lampu sorot(bisa senter, lampu kepala atau lampu portable khusus)
3. Spekulum/ cocor bebek (ukuran kecil, sedang dan besar) yang telah disterilkan
4. Lidi kapas
5. Forcep/ korentang untuk mengambil kapas
6. Larutan asam asetat 3-5 % (sebaiknya tidak membuat sendiri oplosannya)
7. Sarung tangan

Cara pengambilan dan pembacaan hasil IVA

Syarat mutlak persiapan tidak ada, hanya tidak diperbolehkan dilakukan bila sedang
haid dan dihindari bila sedang hamil. Pengamatan daerah SSK/ area transisi/ area tranformasi
harus betul betul diperhatikan dengan benar.
Urutan pengambilan sampel sbb
1. Persiapan
a. Kosongkan kandung kencing lebih dahulu
b. Motivasi pasien agar relak dan tidak tegang, biasanya diterangkan cara pengambilan
sampel
c. Tanyakan berapa kali melahiran lewat bawah, untuk tujuan pemilihan alat spekulum/
cocor bebek
i. Belum pernah, sebaiknya pakai ukuran kecil
ii. 1-2 kali, sebaiknya pakai ukuran sedang
iii. Lebih dari 2 kali, sebaiknya pakai ukuran besar
d. Celana dalam/ CD dilepas
e. Cek semua alat sekali lagi
i. Spekulum apa sudah terkunci

128
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

ii. Lampu sorot


iii. Korentang, kapas dan lidih kapas
iv. Asam cuka dll
2. Proses pengambilan dan pembacaan hasil IVA
a. Pasien tidur dalam posisi lutut ditekuk/ litotomi pada meja periksa
b. Cuci tangan sampai rata dengan sabun sampai bersih, keringakan dan pakai sarung
tangan
c. Inspeksi/ pengamatan genitalia eksterna dan lihat apakah ada discharge/ lendir
disekitar uretra dan labia mayor/ minor
d. Pegang spekulum dengan tangan kanan, sedang tangan kiri memegang/ melebarkan
labia mayor
e. Spekulum ditempelkan vulva bawah untuk adaptasi.
f. Dengan hati-hati masukan spekulum dengan cara miring sepenuhnya atau sampai
terasa ada tahanan dan diputar 90 derajat berlawanan jarum jam. Buka spekulum
untuk melihat seluruh leher rahim. (catatan: pada kasus dengan posisi leher rahim
anterior dan posterior perlu bantuan spatula untuk mendorongnya sehingga terlihat
seluruh bagian leher rahimnya)
g. Bila leher rahim sudah terlihat seluruhnya, kunci spekulum dengan posisi terbuka
sehingga tetap berada di tempatnya saat melihat leher rahim. Dengan cara ini petugas
memiliki satu tangan yang bebas bergerak.
h. Bersihkan lendir dan darah dengan kapas memakai korentang hingga bersih dan tidak
ada sisa sama sekali (bila tidak bisa bersih, maka bagian yang tidak bersih tersebut
tidak ikut di nilai)
i. Arahkan lampu sorot sehingga terlihat daerah SSK dan area transisi jelas trerlihat
 Bila terlihat SSK, langsung oleskan asam cuka
 Bila tidak terlihat SSK, oleskan asam cuka, tetapi dengan catatan SSK tidak terlihat
 Bila curiga kanker langsung dirujuk
j. Basahi lidi kapas dengan asam cuka 3-5 % dan oleskan secara merata di area SSK dan
area transisi. Area endoserviks yang berwarna merah jangan di oles. Bila perlu
bisa diulang lagi hingga benar-benar rata terolesi dengan asam cuka
k. Amati selama 1 menit apakah ada perubahan warna yang terjadi. Bila ada perubahan
warna putih (acetowhite) disebut dengan IVA positif. Positif IVA bisa berupa bercak/
titik, bercak dan massa seperti pulau dengan ketebalan dan batas bervariasi (jelas
sampai tidak jelas). Bila ragu buat dengan IVA positif. (lihat table 2 dan CD)
l. Lepaskan spekulum dengan cara posisi miring
m. Beritahu hasil IVA pada pasien dengan segera
n. Semua bahan pakai masukan/ buang dalam tempat sampah dan peralatan ditampung
dalam nampan untuk di steril ulang

Tabel 2. Kategori klasifikasi temuan IVA


KLASIFIKASI
KRITERIA KLINIK
IVA
Halus, warna merah muda, seragam, tidak berfitur, ekstropion,
Negatif (-)
servisitis, ovula nabothian, dan lesi acetowhite tidak signifikan
Bercak putih (acetowhite epitel sangat jelas terlihat) dengan
batas yang tegas dan tinggi, tidak mengkilap (yang dibuktikan
Positif (+)
dengan pindahkan arah cahaya dan bercak ikut hilang), yang
terhubung atau meluas dari SSK
Kanker Massa kembang kol dan mudah berdarah/ nanah

129
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

DAFTAR TILIK

PAP SMEAR

No KETERANGAN 0 1 2
A PERSIAPAN PASIEN, ALAT & BAHAN HABIS PAKAI
1 Kosongkan kandung kencing dan lepas celana dalam
2 Menjelaskan prosedur cara pengambilan
3 Persiapan alat dan bahan habis pakai
4 Pilihan besarnya spekulum/ cocor bebek
B PROSES PENGAMBILAN SAMPEL
1 Pasien tidur litotomi/ lutut ditekuk
2 Cuci tangan dan pakai sarung tangan
3 Inspeksi organ genitalia luar
4 Pegang spekulum dengan tangan kanan dan tangan kiri buka labia
mayor
5 Masukkan spekulum miring hingga ada tahanan dan putar 90
derajad berlawanan jarum jam dan buka hingga terlihat seluruh
mulut rahim dan kunci
6 Masukan alat (spatula Ayre, sitobrush atau servek brush) pilih
yang diperlukan pada ostium uteri eksterna dan putar 360 derajad
sebanyak 3-5 kali
7 Oleskan pada kaca benda
8 Masukkan dalam cairan fiksasi segera
9 Lepaskan spekulum dgn cara miring dan taruh dalam wadah
C PENGIRIMAN
1 Ambil kaca objek dalam cairan fiksasi dan tiriskan hingga kering
2 Bungkus dalam kertas tissue dan isi formulir permintaan

Keterangan:
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan tapi tidak benar/ tidak lengkap
2 : dilakukan dengan benar

130
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

DAFTAR TILIK IVA

No KETERANGAN 0 1 2
A PERSIAPAN PASIEN, ALAT & BAHAN HABIS PAKAI
1 Kosongkan kandung kencing dan lepas celana dalam
2 Menjelaskan prosedur cara pengambilan
3 Persiapan alat dan bahan habis pakai
4 Pilihan besarnya spekulum/ cocor bebek
B PROSES PENGAMBILAN DAN PEMBACAA HASIL
1 Pasien tidur litotomi/ lutut ditekuk
2 Cuci tangan dan pakai sarung tangan
3 Inspeksi organ genitalia luar
4 Pegang spekulum dengan tangan kanan dan tangan kiri buka labia
mayor
5 Masukkan spekulum miring hingga ada tahanan dan putar 90
derajad berlawanan jarum jam dan buka hingga terlihat seluruh
mulut rahim dan kunci
6 Bersihkan semua lendir dan darah hingga bersih benar
7 Amati SSK/ area transisi/ area tranformasi (ada atau tidak
ditemukan)
8 Ambil kapas lidi dan celupkan ke dalam asam cuka
9 Oleskan merata ke area transisi bila perlu di ulang
10 Amati hasilnya setelah 1 menit (IVA positip atau negatip)
11 Beritahu pasien tentang hasil IVA
12 Lepas spekulum dengan cara miring dan taruh dalam wadah
nampan

Keterangan:
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan tapi tidak benar/ tidak lengkap
2 : dilakukan dengan benar

131
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAB XVIII

KETERAMPILAN PEMASANGAN KATETER URETRA DAN COLOK


DUBUR (REKTAL TOUCHER)

I. TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan umum
Mahasiswa mampu member ikan penjelasan indikasi dan
memperlihatkan cara pemasangan kateter yang benar.

Tujuan khusus
Mahasiswa mampu
1. Merencanakan dan mempersiapkan alat atau bahan untuk pemasangan
kateter.
2. Menerangkan ke pasien ( inform consent ) tentang pemer iksaan dan
tindakan yang akan dilakukan serta memint a persetujuan pas ien atas
tindakan tersebut.
3. Mahasiswa mampu memberikan penjelasan indikasi dan kontraindikasi
keteterisasi uretra
4. Mampu melakukan t indakan kateterisasi secara asept ik dan sist emat is.

PEMASANGAN KATETER URETRA

Kateter uretra merupakan suatu alat ke sehatan berbentuk pipa, terbuat


dari bahan lunak ( latek s, silikon), maupun bahan keras (logam). Kateterisasi
uretra adalah memasukan kateter kedalam kandung kencing me lalui uretra untuk
mengeluarkan air kencing dari kandung kencing dengan bermacam-macam
tujuan. Ist ilah kateterisasi uretra sudah dikenal sejak zaman Hipokrates yang
dikenal sebagai t indakan instrumentasi untuk mengeluarkan cairan dari tubuh.
Bernard memperkenalkan kateter yang terbuat dari ka ret pada tahun 1779,
sedangkan Foley membuat kateter menetap pada tahun 1930. Kateter Folley
inilah yang saat ini masih dipakai secara luas sebagai alat untuk mengeluarkan
urine dari vesica urinaria.

Gambar. Kateter Folley.

132
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Dilihat dari segi ukurannya dikenal berbagai ukuran dari yang kecil
(untuk anak-anak) sampai yang besar (untuk dewasa). Ukuran kateter dinyatakan
dalam skala Cheriere’s (French). Ukuran ini merupakan ukuran diamet er luar
kateter. 1 Ch atau 1 Fr = 0,33 mm. 1 mm=3 Fr. Bahan kateter dapat berasal dari
loga m (stainleess), karet (lateks), silikon dan lateks dengan lapisan silicon.
Dewasa normal pemasangan kateter untuk drainase digunakan ukuran 16F – 18F.

Kateter logam untuk laki-laki lebih panjang dibanding untuk


wanita,sedangkan kateter yang lunak t idak dibedakan at as dasar jenis kelamin.
Kateter dibedakan menurut ukuran, bentuk, bahan, s ifat pemakaian dan
percabangan.

Adapun indikasi dilakukannya pemasangan kateter adalah untuk tuju an


diagnosis dan terapi, yait u:

Tindakan diagnosis:
1. Pada wanit a dewasa untuk memperoleh contoh urine u ntuk pemeriksan
kultur.
2. Untuk mengukur residu ( sisa ) urine setelah pasien miksi jika kandung
kemih t idak mampu sepenuhnya dikosongkan.
3. Untuk memasukan bahan kontras untu pemeriksaan radiologi.
4. Pemer iksaan urodinamik menentukan tekanan intra vesika
5. Untuk menilai produksi ur ine

Tujuan terapi :
1. Mengeluarkan ur ine dari kandung kemih pada keadaan obstruksi infra
vesika
2. Mengeluarkan urine pada disfungsi kandung kemih
3. Diversi urine setelah t indakan operasi sistem ur inar ia bagian bawah.
4. Sebagai splint set elah operasi rekonstruksi uretra
5. Memasukan obat-obatan intra vesika.

Perlu diperhat ikan bahwa kateter untuk diagnost ik segera dilepas setelah
tujuan pemasangan selesai, namun untuk terapi dipertahankan sampai tujuan
terpenuhi. Menurut lama pemakaian, kat eter dapat dipasang sement ara, art inya
setelah urin dikeluarkan, kateter langsung dicabut (contoh kateter logam dan
kateter jenis nelaton misal kateter Robinson). Namun dapat juga dipakai relat if
menetap beberapa hari (dauer cateter) sehingga perlu alat untuk memfiksasi
agar kateter t idak lepas, antara lain dengan balon pada ujung kateter yang dapat
di isi udara atau air sepert i pada kateter Foley. Pada kateter ini ada dua
lubang/saluran, salkuran pertama yang lebih besar untuk mengeluarkan urin,
saluran kedua lebih kecil untuk memasukkan udara/air untuk mengisi balon di
ujung kateter tersebut.

Di samping itu dikenal pula kateter t iga jalur “three way cat heter” yang
digunakan untuk ir igasi kandung kencing. Saluran pertama untuk memasukkan
cairan ir igasi, saluran kedua untuk mengeluarkan ur in dan saluran ket iga untuk
memasukkan cairan/udara untuk mengembangkan balon.

133
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Kateter uretra digunakan untuk mengeluarkan urin dari kandung kencing


dengan tujuan baik terapi dan diagnost ik. Beberapa contoh yang memerluka n
pemasangan kateter uretra menetap sepert i adanya retensi urin akut atau kronis.
Monitoring urine out put pada operasi-operasi besar dan pasien krit is. Resusitasi
cairan pada syok hivovolemik dan dehidrasi. Sedangkan pemasangan kateter
sesaat misalnya pada pengosongan kandung kencing pada wanit a yang akan
melahirkan, t indakan diagnost ik untuk mengetahui volume residu ur in setelah
kencing sepuas-puasnya pada penderita yang dicurigai adanya retensi urin dan
untuk mengambil contoh ur in guna pemeriksaan labora torium tertentu.

Kateter uretra t idak boleh dipasang pada penderit a trauma yang dicurigai
adanya cedera uretra yang dit andai adanya keluar darah dari uretra, hematom
yang luas daerah perineal serta adanya perubahan letak prostat pada colok
dubur. Pemasangan kateter pada keadaan ini dit akutkan akan terjadi salah jalur
melalui cedera maupun menambah parahnya cedera.

Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum dan Sewaktu Pemasangan


Kateter

1. Asepsis

Pemasangan harus dengan teknik asepsis sepert i halnya t indaka n operasi,


karena kalau prinsip ini dilanggar akan berakibat terjadinya infeksi yang
menambah penderitaan. Disamping saat pemasangan, juga perawatan selanjut nya
pada kateter menetap harus selalu dihindarkan adanya kemungkinan infeksi
nosokomial sepert i dra inase tertutup (kat eter t idak boleh dibiarkan terbuka
bebas, harus selalu dihubungkan dengan botol penampung steril), perawatan
kateter pada tempat masuknya pada uretra (dibersihkan diberi salep
antobiot ika/ant isept ik, dit utup kasa steril). Posisi botol pe nampung yang harus
selalu lebih rendah dari kandung kencing agar t idakterjadi pembalikan aliran
yang dapat membawa kuman dari botol penampung ke daam kandung kencing.
Ant ibiot ik digunakan untuk profilakt ik dan terapuet ik.

2. Lubrikasi

Digunakan campuran je li dan dengan anast esi (lidocain 1 %) sekitar 5 –


10 cc pada laki-laki dan dimasukkan ke dalam uretra dengan spuit tanpa jarum.
Pemberian jelly pada kateter tidak memberikan lubr ikasi dalam uretra karena
jeli akan tertahan di OUE waktu kateter di dorong ma suk, sehingga akan terjadi
cedera mucosa uretra yang berakibat mudahnya terjadi infeksi yang bisa
menimbulkan striktur uretra, dengan berbagai permasalahannya di kemudian
hari. Untuk wanita karena uretra pendek lubr ikasi cukup dio leskan pada kateter
saja.

3. Keamanan

 Kateter uretra dianjurkan dipasang oleh dokter/intruksi dibawah


pengawasan dokter
 Memasukkannya secara hat i-hat i, dengan dorongan yang ringan,
jangan dipaksakan bila terjadi hambatan. Kadang terjadi refleks

134
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

penolakan oeh penderit a dengan adanya spasmus m. Sfingter uretra


externa. Hal ini bisa diatasi dengan menganjurkan pender ita supaya
relaks. Sepert i pada saat kencing, dan pada saat ini kateter didorong
masuk, biasanya berhasil. Bila tetap t idak berhasil mungkin ada
masalah lain, pemasangan se baiknya dihent ikan apalagi terjadi
perdarahan
 Pada wanit a harus benar-benar diperhat ikan OUE-nya. Sering terjadi
kesalahan, kateter masuk vagina. Bila terjadi demikian, harus gant i
kateter karena sudah t idak steril lagi.

Waktu mengembangkan balon fiksasi pada kateter Foley, harus yakin


bahwa balon sudah berada didalam vesica urinaria, yang ditandai dengan
keluarnya air kencing melalui kateter. Jangan sampai balon dikembangkan
sewaktu masih didalam uretra yang dapat menimbulkan cedera yang ser ius. Bila
air kencing belum keluar padahal kesan ujungnya sudah didalam vesica ur inar ia,
biasanya diakibatkan sumbatan jeli, coba dilakukan pembilasan beberapa cc
aquadest atau NaCl fisio logis steril melalui ujung kateter dengan memakai spuit
tanpa jarum, dengan doronga n ringan, biasanya berhasil dengan diikut i
keluarnya air kencing.

Kateter logam pada wanita yang masih sering digunakan dibagian


kebidanan t idak ada masalah. Namun pada laki-laki, meskipun sekarang sudah
jarang dilakukan, harus hat i-hat i dan betul-betul paham cara pemasangannya,
yang sangat berbeda dengan pemasangan kateter lunak.

4. Anatomi

 Vesica Urinaria

Merupakan organ yang berfung si untuk menampung urin 230-300


ml. Organ ini dapat mengecil atau membesar sesuai isi urin. Letak di
dalam ro ngga panggul pelvis (PELVIS MAYOR) berada di depan organ
pelvis lainnnya dan tepat di belakang simpisis pubis, pada bayi letaknya
lebih t inggi. Organ berbentuk buah piramidum 3 sisi, apex vesica
menunjuk ke ventral cranial, satu facies cranialis mer upakan sisi di
sebelah cranival, 2 facies caudolateralis merupakan sisi kanan dan kiri
serta fundus vesica sebagai basas merupakan bagian dorsal caudalis. Kira -
kira pada sudut cranial kanan-kiri fundus vesica terdapat muara ureter,

135
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

sedangkan sudut caudalnya terdapat awal uretra. Tempat pada sudut cauda
antara awal uretra sampai OUI disebut trigonum vesica. Tiga buah saluran
bersambung dengan organ ini yaitu dua ureter yang bermuara ke vesica
urinar ia (VU) sebagai ost ium ureter dan uretra yang keluar dari VU
disebeah depan pada bangunan OUI. Daerah segit iga yang dibat asi dua
lubang ureter dan satu lubang uretra disebut trigonum VU. OUI
dikelilingi oleh serabut otot dari m. Det russor dan m. Trigonalis dan
membent uk m. Sfingter int erna vesicae. Pada perempuan kandung kemih
terletak di antara simfisis da uterus-vagina.

 Uretra

1. Uretra Laki-laki

Saluran berbentuk pipa, panjang 17 -22,5 cm sebagai saluran


pengeluaran urin yang telah ditampung dalam kandung kemih. Saluran
tersebut dimulai dar i OUI di leher vesica masuk lewat prostat, lewat
membranacea berlanjut berjalan dalam corpus spongiosum uretra dan
fossa navicularis penis yang berakhir pada lubang luar pada ujung penis
(OUE). Menurut tempat yang dilewat inya maka uretra dibagi menjasdi 2
bagian yaitu pars posterior (prostat ica, membranosa), dan pars anterior
(bulbosa, pars pendularis, dan fossa navicularis). Saluran uretra laki -
laki pada posisi telent ang dengan penis t idak ereksi mempunyai bentuk
sepert i huruf s (terbalik) dengan sudut lengkungan pada
lig.suspensorium dan pars fixa penis. Pada keadaan ereksi sudut pada
penggantung penis menjadi lurus karena penis mengarah ke ventral
cranial Untuk memudahkan memasang kateter maka penis dipegang pada
posisi ke arah ventral cranial.

2. Uretra Perempuan

Pipa saluran ini me mpunyai panjang 3 – 4 cm yang hanya berfungsi


untuk pengeluaran urin, dimulai dari OUI dengan m.sfingter vesica dan
berakhir pada OUE yang bermuara di sebelah ventrocaudal dari
vest ibulum vaginae di linea mediana. Vestibulum vagianae merupakan
ruangan yang dibatasi kanan-kir i oleh labia minora, ventrocania l oleh
frenulum clitoridis dan dorsocaudal oleh frenulum labia minora.
Introitus vaginae terletak tepat ventrocranial dari frenulum labia
minora. Saluran uretra perempuan pada posisi t idur mempunyai
kedudukan mendekat i sudut lurus dar i vest ibulum vagina ke vesica
urinar ia.

TAHAP PERSIAPAN

a. Persiapan pasien
1) Mengucapkan salam terapeut ik
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan
tindakan yang akan dilaksanakan.

136
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

4) Penjelasan yang disampaikan dimengert i pasien /keluarganya


5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sist emat is serta t idak
mengancam
6) Pasien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7) Privasi pasien selama komunikasi dihargai.
8) Memper lihatkan kesabaran, penuh empati, sopan, dan perhat ian serta
respek selama berkomunikasi dan melakukan t indakan
9) Membuat inform consent (waktu, tempat dan t indakan yang akan
dilakukan)
.
a. Persiapan alat dan bahan

1) Bak instrumen berisi :


a. Kateter yang sudah dipilih sesuai dengan ukuran dikeluarkan dari
bungkusnya secara steril
b. Urine bag steril 1 buah
c. Tang desinfeksi dan pinset anatomis steril
d. Duk steril, bila mungkin yang berlubang
e. Kassa steril yang diber i jelly
f. Spuit 10 cc 1 buah :
2) Sarung tangan steril
3) Bahan ant isept ik (Povidon iodin)
4) Kapas sublimat dalam kom tertutup
5) Cairan aquades atau NaCl 0,9%
6) Salep desinfeksi / ant isept ik dan plester
7) Gunt ing
8) Bengkok 1 buah

TEKNIK PEMASANGAN

137
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Langkah-langkah pemasangan /Insersi:

1. Pada laki-laki
 Posisi pender ita berbaring, telentang
 Cuci tangan, memakai sarung tangan
 Desinfeksi sekit ar OUE, glands penis dan sekit arnya
 Tutup duk steril berubang
 Tangan kiri memegang penis
 Tangan kanan :
- Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly.
- Memasukkan kateter (bisa dipegang atau dengan memakai pinset) ke
dalam uretra pelan-pean sampai ujungnya dalam perhitungan sudah
masuk vesika urinaria (sebaiknya sampai percabangan)

Gambar Posis balon kateter pada vesica urinaria

- Bila sudah tampak urin keluar, balon kateter dikembangkan dengan


mengisi aquades ( yang volumenya bisa dibaca pada kateter cabang.
Bila belum tampak urin, coba dibilas dengan memasukkan beberapa ml
kubik aquades ke dalam kateter melalui ubang kateter yang lurus. Bila
urin keluar baru dilakukan pengembangan balon fiksasi. Jangan
mengembangkan balon bila belum tampak urin keluar
- Setelah balon dikembangkan, kateter ditarik pean -pelan agar balon
berada di leher kandung kemih
- Penis dan uretra diarahkan ke lateral difiksasi dengan plester di
inguinal agar posisi kateter lebih cocok dengan bentuk anatomi uretra,
untuk menghindar i terjadinya nekrosis akibat tekanan lengkung uretra
terhadap sisi/bagian uretra (di daerah pars bulbosa).
- Ujung kateter (lubang yang lurus) dihubungkan dengan botol
penampung ur in steril, lalu dit emnpatkan sedemikian rupa sehingga
posisi penampung urin selalu lebih rendah daripada penderit a
- Saluran yang akan masuk botol penampung tidak tertekuk yang akan
menghambat aliran ur in

2. Pada perempuan:

 Posisi litotomi
 Membersihkan alat genit alia dengan kapas sublimat dengan menggunakan
pinset. Menggunakan tangan nondominan membuka vulva

138
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

 Kemudian tangan kanan memegang pinset dan mengambil satu buah kapas
sublimat.
 Selanjut nya bersihkan labia mayora dari atas kebawah dimulai dari
sebelah kiri lalu kanan, kapas dibuang dalam bengkok, kemudian
bersihkan labia minora, klitoris, dan anus.
 Letakkan pinset pada bengkok.
 Lalu sekitar genital ditutupi dengan duk steril.
 Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly.
 Masukkan kateter kedalam uretra kira-kira 10 cm secara perlahan-lahan
dengan menggunakan pinset sampai urine keluar.
 Balon kateter dikembangkan dengan memasukkan Cairan Nacl/aquades 5 -
10 cc atau sesuai ukuran yang tertulis di kateter.
 Tarik sedikit kateter. Apabila pada saat ditar ik kateter terasa tertahan
berart i kateter sudah masuk pada kandung kemih
 Lepaskan duk, sambungkan kateter dengan urine bag. Lalu ikat disisi
tempat tidur
 Fiksasi kateter pada bagian sisi dalam paha pasien.

Gambar. Posisi litotomi

PERAWATAN

 Sering kontrol perihal kelancaran keluarnya urin dan dinilai baik kualit as
maupun kuant it as secara periodik sesuai kebutuhan, dicatat di status
 Usahakan lingkungan kering dan nyaman bagi pender ita
 Pemer iksaan lab urin sesuai kebutuhan
 Perawatan tempat masuknya kat eter dengan pencucian dan pemberian salep
ant ibiot ik/ant isept ik set iap hari
 Kateter digant i 1 minggu sekali (foley chateter), hal -hal yang perlu
diperhat ikan untuk penggant ian kateter uretra meliput i :
- teknik pelepasan kateter terpasang
- teknik pemasangan kateter penggant i

KOMPLIKASI PEMASANGAN KATETER

1. Tindakan yang t idak asept ik, berakibat terjadinya infeksi saluran kemih
2. Cidera saluran uretra, akibat salah jalur atau terlalu memaksa saat
mendorong kateter. Bisa berakibat striktura uretra yang nant in ya akan
menyumbat saluran uretra permanen

139
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

3. Pada wanita harus benar-benar diperhat ikan orifisium uretra eksternumnya.


Sering terjadi kesalahan, kateter masuk vagina. Bila terjadi demikian, harus
gant i kateter karena sudah t idak steril lag

KESULITAN YANG TIMBUL

Bila terjadi kesulit an pemasangan karena ketegangan spinkter eksterna


karena pasien kesakitan atau ketakutan dapat diatasi dengan :
1. Menekan tempat tertahan tadi dengan ujung kateter kira -kira beberapa menit
sampai terjadi relaksasi spinkter.
2. Pemberian anestesi topikal berupa campuran lidokain hidroklorida 2% dengan
jelly 10-20cc, dimasukan peruretra sebelum melakukan kateterisasi.
3. Pemberian sedat iva parenteral sebelum kateterisasi.

TEKNIK PELEPASAN KATETER TERPASANG

Hal-hal yang perlu diperhat ikan dalam hal pelepasan kateter adalah :

A. Menghindari terjadinya perlukaan kandung kemih dan uretra


 Mengeluarkan isi balon sehingga sebelum kateter dilepas isi balon kateter
harus dikosongkan dahulu, caranya : sedot dengan spuit injeksi melalui
lubang kateter yang lurus, dan past ikan aquades pada balon benar -benar
telah dikeluarkan semuanya sehingga balon dalam keadaan kempes
sempurna
 Pada waktu menyedot isi balon jangan sampai udara dalam spuit
terdorong ke dalam balon, sehingga balon benar -benar t idak kempes
 Menarik kateter dengan pelan, lembut tanyakan adakah kesakit an, pada
saat mulai dit arik dan adakah halangan saat penar ikan, cobalah pender ita
bila sadar untuk menarik napas dalam-dalam
B. Menjaga sterilit as
 Cucilah tangan dan pakai sarung tangan
 Lepaskan fiksasi pada kateter dan pipa urine bag berilah olesan ant isept ik
pada OUE
 Tampunglah sisa ur in yang keluar dari kateter pada bengkok
 Menaruh kateter yang di lepas itu pada bengkok tersebut

Proses pelepasan foley cateter terpasang adalah sebagai ber ikut :


 Persiapan pender ita (pember itahuan posisi) bila sadar supaya menar ik napas
dalam
 Persiapan alat dan bahan
 Melakukan cuci tangan
 Memakai sarung tangan
 Melakukan desinfeksi pada OUE dan melepas fiksasinya
 Melakukan pelepasan fiksasi pada pipa kateter dan pipa urine bag
 Menyedot cairan pada balon kateter dengan spuit dan past ikan betul -betul
habis
 Menarik kateter secara per lahan- lahan sambil memberi per int ah menarik
napas panjang dan memperhat ikan adanya kesakitan
 Menaruh kateter dilepas pada bengkok

140
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

TEKNIK PEMASANGAN KATETER PENGGANTI


 Alat – alat dan bahan yang dipersiapkan sepert i yang telah diterangkan di
atas, demikian juga teknik pemasangannya.

141
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAB XVI

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (REKTAL TOUCHER)

Pemeriksaan Anus dan Rektum

Pemer iksaan fisik abdomen d apat diakhiri dengan pemeriksaan colok


dubur. Pemeriksaan ini sangat pent ing untuk dapat kita peroleh informasi
pent ing untuk menegakan diagnosa. Tetapi pemeriksaan ini ser ing terabaikan.
Kandung kemih harus dikosongkan dahulu agar t idak terdapat penilaian yang
keliru. Ada beberapa posisi untuk colok dubur :

1) Left lateral (Sims ) position.


Rut in digunakan untuk wanit a atau prosedur standar laki - laki. Pasien mir ing
kekir i, dengan tungkai atas kanan fleksi, sedangkan tungkai bawah kiri semi
ekstensi. Panggul harus menungging dan sejajar dengan pinggir tempat tidur.

2) Knee-elbow position.
Baik untuk perabaan prostat dan vesikula seminalis. Menempatkan penderit a
dalam posisi lutut – dada (menungging)

3) Dorsal position.
Pasien t idur dengan posisi setenga h duduk, Posisi lutut dit ekukkan (fleksi).
Telunjuk tangan kanan pemeriksa masuk kedubur dengan melint asi dibawah
paha kanan pasien. Untuk bimanual palpasi tangan kiri diatas supra pubis.

4) Lithotomy position.
Dilakukan pada meja operasi. Penderit a baring telentang dengan kedua paha
dalam keadaan fleksi dan abduksi. Bimanual dengan telunjuk kanan pada
rektum sedang tangan kiri pada supra pubis.

Struktur anatomi yang dapat dinilai dengan colok dubur:


1. Lekukan anus. Juga dapat diraba antara spinkter otot interna dan eksterna.
Biasanya dalam keadaan neurogenik bladder spinct er akan teraba melemah.
2. Anorektal ring, pertemuan ant ara anus dan rectum (dewasa panjangnya 2 -
3cm)
Daerah ini sangat pent ing karena lokasi abses anorektal atau fistula ani.
3. Katup Houston terbawah. Makin naik telunjuk nant inya akan teraba lipatan
mucous membran.
4. Promotorium
5. Prostat atau cervix uteri.

142
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

PROSEDUR KERJA MELAKUKAN COLOK DUBUR

Waktu melakukan colok dubur ini kurang menyenangkan bagi pasien t idak
jarang terasa nyeri. Gunakan sarung tangan yang telah diberi pelicin. Untuk it u
sebelum melakukan pemer iksaan harus diberikan pesan bahwa :
“Saya akan melakukan pemeriksaan dalam melalui dubur anda bila terasa t idak
nyaman tolong buka mulut nafas dalam dan perlaha n keluarkan melalui mulut
anda”.
Baru telunjuk masuk melalui anu s,setelah melewat i spinkter telunjuk dirotasikan
kesekeliling mukosa anus.

Inspeksi
Inspeksi regio analis untuk melihat apakah ada dermat it is, ekzema, luka
garukan, tukak, pembengkakan, muara fistel, atau kelainan lain. Penderit a
diminta mengedan, anus dilebarkan sedikit dengan bantuan jari telunjuk tangan
yang sudah menggunakan sarung tangan dan bahan pelumas secukupnya. Dengan
tindakan ini maka hemoroid yang luar dapat terlihat, demiki an pula prolaps
selaput lendir, prolaps rektum, muara fist el, dan fisura anus

Perkusi
Lakukan perkusi dengan menggunakan kepalan tangan pada daerah
tuberositas ischii untuk menguji adanya inflamasi perirectal yang dalam.

Pemeriksaan Digital
Lumasi jari telunjuk dengan pelumas yang cukup banyak dioleskan pada
anus dan daerah disekitarnya termasuk rambut yang mungkin di sekit ar anus.
Pemer iksaan rektum dengan jari harus dilakukan secara halus dan telit i. Mula -
mula penderit a diberi penjelasan tentang prosedu r pemeriksaan yang akan
dilakukan dan diyakinkan bahwa pemer iksaan akan dilakukan dengan berhat i -
hat i.
Jar i telunjuk dalam keadaan ekstensi ditekankan pelan -pelan dengan sisi
volar pada daerah perineum pada anus dengan maksud agar sfingter ani
berelaksasi sehingga cukup untuk dapat memasukkan jar i ke dalam anus dan
rektum. Pada laki, dapat digunakan t it ik acuan berupa kelenjar prostat di
sebelah ventral, sedangkan pada perempuan tit ik acuan adalah serviks uteri yang
juga terdapat di ventral pada tempat yan g kira-kira sama.

143
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

Hasil-hasil pemeriksaan ekstraluminal


A. Dinding anterior dan posterior
Dinding anter ior mudah diper iksa. Untuk meraba dinding posterior
pemeriksa harus mencapai sacrum dan kemudian mempertahankan kontak
mukosa ket ika menar ik jari tangan kembali ke anus dengan menggerakkan
jari tangan pemer iksa secara menyamping
B. Dinding lat eral
Cobalah untuk meraba dinding tulang pelvis dan ligamentum serta otot -otot
pada dasar pelvis pada banyak pasien. Pemeriksa t idak akan meraba apa -apa.
Pemer iksa akan meraba ovarium dan tuba falovii hanya bila terdapat kelainan
pada kedua organ tersebut.

Hasil-Hasil Pemeriksaan Intraluminal


Rectum dan Anus
Jangkaulah sejauh mungkin, pemeriksa dapat meraba katup yang paling
bawah, yang merupakan suatu lipatan yang lun ak dan mobile. Polip teraba licin
dan mobile ; kanker teraba kasar dan t idak dapat digerakkan. Stenosis
disebabkan oleh kanker atau kolit is kronis. Papilla yang hipertropi berdiamet er
1-3 mm, pemeriksa akan merasakan suatu bangunan yang keras dengan jaring an
yang mobile. Hemoroid interna sulit didiagnosa tanpa pemeriksaan anuskopi.

Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan colok dubur yaitu :


1. Tonus otot sfingter ani dan bulbo cavernosa reflex
Tonus otot yang rapat seringkali disebabkan karena diare kronik atau
mengalami kegagalan bertahun-tahun pada gerakan yang dibentuk akibat
kelainan katart iks. Hal ini juga disebabkan oleh karena fissura pada anus
atau lesi inflamasi dan sering dialami orang sensit if meski tanpa infeksi
lokal. Spasme otot mungkin muncul karena upaya menghindari masuknya
benda asing meski hanya sebuah jari kecil. Tonus otot yang kendor/relaks
dapat ditemukan pada bagian perineum yang mengendur pada saat bersalin,
atau pada hemoroid int erna atau prolaps mukosa atau akibat gangguan
beberapa lesi neurologik.
Bulbo cavernosa reflex dilakukan dengan cara glans penis atau clitoris di
tekan tatau di pencet maka akan terjadi kontraksi sfingter ani.
2. Saluran Anus
Jar ingan serabut inelast ik dengan lubang yang menyempit sering dialami
pada bibir anus bagian luar. Hal ini menandakan jaringan parut yang
biasanya berasal dari proses peradangan, atau trauma, khususnya luka robek
terjadi pada saat melahirkan. Hemoroid interna biasanya t idak dapat
dipalpasi, adakalanya dirasakan sepert i lipatan yang m enebal khususnya jika
disapukan secara melingkar di dalam saluran anus. Jaringan yang mengeras
pada penyumbatan yang kronis bisa dirasakan pada salah satu commisura,
sangat jarang kecuali oleh jari yang terlat ih untuk mengenali pembukaan
pada fistula. Peno njo lan dan pelunakan dari dinding anus merupakan tanda
dari abses ischiorectal atau perianal.

144
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

3. Dinding dan Lumen rektum


Jar i harus melalui permukaan bagian dalam, pertama -tama pasien harus
relaks kemudian secara perlahan pasien meregang. Variasi yang mu ngkin
ditemukan yaitu :
- gumpalan feses yang terjepit atau benda asing
- stenosis yang disebabkan annular carsinoma atau beberapa luka
peradangan kronis sepert i kolit is ulserat if, tuberkolosis,
lymphogranuloma venereum
- Polip rektum ; dirasakan sebagai gumpala n yang lembut, bertangkai, dan
massa yang bergerak bebas
- Karsinoma ; teraba keras, nodul (+), pertumbuhan cepat dan seringkali
menutupi lumen, kadang berbentuk spon atau sepert i kembang kol
- Penggelembungan atau pembesaran rektum ; sebagai salah satu tanda
inflamasi peritoneal
4. Kelenjar prostat dan vesicula seminalis
Ukuran, konsistensi, bentuk dan kelunakan harus diperhat ikan. Vesicula
seminalais jarang teraba jika t idak sakit.
Pada prostat :
 Konsist ensi : (normal kenyal sepert i perabaan sisi thenar jari I ; lunak
bila ada abses atau peradangan prostat ; keras pada keganasan)
 Normal : simetris lobus lateral kanan dan kir i, tapi t idak
jarangdidapatkan asimetr is bila ada peradangan maupun keganasan
(batasnya adalah sulcus mediana)
 Teraba nodul atau t idak (nodul (+) pada keganasan)
 Nyeri tekan (+) infeksi prostat
 Perkiraan volume prostatdengan menjangkau pole atas prostat :
1. 30 mg : pole atas sangat teraba
2. 40 mg : pole atas mudah dijangkau
3. 50 mg : pole atas dapat tapi sulit di jangkau
4. lebih dar i 60 mg : pole atas t idak terjangkau
5. Uterus dan Adnexa
Sepert i halnya pada pemeriksaan vaginal toucher yang diperhat ikan adalah
ukuran, konsist ensi, bentuk, posisi, kelunakan dan mobilit as. Set iap variasi
sepert i retroversi, tumor ovar ium atau inflamasi pada adnexa akan lebih baik
jika diapresiasikan oleh rektum daripada vagina
6. Rongga pelvis
Rasa nyeri pada sisi kanan menunjukkan diagnosa pada diagnosa
appendisit is, jika pada pemeriksaan abdomen t idak dit emukan rasa nyeri
pada kasus yang di duga appendisit is. Pada abses appendicular, tonjo lan
dibagian bawah permukaan pelvis atau gumpalan yang berfluktuasi
kemungkinan akan dit emukan juga gambaran yang sama pada sisi kanan oleh
divert iculit is sigmoid.
Metastase akibat proses keganasan dari peritonium pelvis mu ngkin dapat
dirasakan melalui dinding rektum – biasanya pada bagian anterior – pada
saat satu nodul keras atau lebih yang kadang -kadang menutup sebagian
dinding membent uk Rectal Shelf.

145
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

BAHAN DAN ALAT


1. Manekin rectal toucher
2. Sarung tangan (Ha nd schoen)
3. Jelly

PROSEDUR
1. Pemer iksa memakai hand schoen secara baik dan benar.
2. Posisi tergantung kondisi dan yang akan dinilai, standart dilakukan posisi
litotomi.
3. Lihat keadaan lokal sekeliling anus.
4. Hand schoen yang sudah tersedia dio lesi dengan jelly secukupnya lalu
dimasukan kedalam anus.
5. Pelan-pelan telunjuk yang telah pakai hand schoen didorong masuk, nilai
spincter anus ekterna.,dorong kedalam sampai ampula rect i.lalu rotasikan
telunjuk.
6. Nilai mukosa rektum dan keadaan sekelilingnya .
7. Kemudian nilai kondisi prostat.
8. Setelah selesai dan dirasa sudah cukup, kemudian keluarkan telunjuk dan
lihat apakah ada berlendir atau berdarah hand schoennya.

146
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

DAFTAR TILIK PEMERIKSAAN COLOK DUBUR

NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Member i penjelasan tentang prosedur pemeriksaan
pada penderit a
2 Memint a penderit a mengosongkan kandung kemih
3 Mempersiapkan penderita dalam posisi sims
4 Menyiapkan alat dan bahan
5 Mencuci tangan secara asept ic
6 Memasang sarung tangan secar a asept ik
7 Melakukan inspeksi daerah anal, palpasi, dan perkusi
8 Melumur i jari telunjuk yang digunakan untuk
melakukan pemeriksaan dengan jelly
9 Mengambil posisi berdiri untuk melakukan
pemeriksaan
10 Memasukkan jari telunjuk ke dalam a nus perlahan
11 Memint a penderit a untuk mengedan
12 Melakukan palpasi struktur dalam anorektum
13 Menjelaskan hasil pemer iksaan colok dubur (inspeksi,
palpasi, perkusi, spingter ani externa, ampula rekt i,
prostat/uterus dan adneksa mukosa, nyer i sesuai posisi
litotomi, dan keadaan pada sarung tangan)
Jumlah

Keterangan : 0 = bila t idak dilakukan


1 = dilakukan tapi kurang sempurna
2 = dilakukan dengan sempurna

147
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

DAFTAR TILIK PEMASANGAN KATETER URETRA


(FOLEY CATHETER) MENETAP PADA LAKI-LAKI

NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Member i penjelasan tentang prosedur pemeriksaan
pada pender ita dan persiapan penderit a (posis i
litotomi)
2 Persiapan alat dan bahan
3 Melakukan cuci tangan
4 Memakai sarung tangan
5 Posisi pemeriksa di sebelah kiri penderit a
6 Melakukan desinfeksi dan beker ja secara asepsis
7 Menutup genit al dengan duk steril
8 Tangan kiri memegang penis secara tegak lurus,
9 Memasukkan campuran jeli ke dalam uretra dan
memencet ujung uretra agar jeli t idak keluar
10 Memegang kateter secara asept ik dengan tangan kanan
11 Memasukkan kateter sampai percabangan
12 Mengembangkan balon dengan memasukkan aquades
10 cc
13 Menarik kateter perlahan sampai terasa ada tahanan
dan memast ikan kebenaran posisi kateter dalam
kandung kencing
14 Memasang urin bag dan menempatkan penampung dan
saluran dengan benar
15 Member ikan kasa betadin pada tempat masuknya
kateter dan di bungkuskan mengelilingi glans penis
kemudian diplester secara melingkar
16 Melakukan fiksasi kateter ke arah SIAS
Jumlah

Keterangan : 0 = bila t idak dilakukan


1. = dilakukan tapi kurang sempurna
2 = dilakukan dengan sempurna

148
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

DAFTAR TILIK PEMASANGAN KATETER URETRA


(FOLEY CATHETER)MENETAP PADA WANITA

NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Member i penjelasan tentang prosedur pemeriksaan pada
penderit a dan persiapan penderita (posisi lit otomi)
2 Persiapan alat dan bahan
3 Melakukan cuci tangan
4 Memakai sarung tangan
5 Posisi pemeriksa di sebelah kiri penderit a
6 Melakukan desinfeksi dan beker ja secara asepsis
7 Menutup genit al dengan duk steril
8 Tangan kiri membuka vulva
9 Mengoleskan jeli pada kateter
10 Memegang kateter secara asept ik dengan tangan kanan
11 Memasukkan kateter pada uretra sampai percabangan
kateter
12 Mengembangkan balon dengan memasukkan aquades 10 cc
13 Menarik kateter perlahan sampai terasa ada tahanan dan
memast ikan kebenaran posisi kateter dalam kandung
kencing
14 Memasang urin bag dan menempatkan penampung dan
saluran dengan benar
15 Melakukan fiksasi kateter dengan benar
Jumlah

Keterangan : 0 = bila t idak dilakukan


1. = dilakukan tapi kurang sempurna
2 = dilakukan dengan sempurna

149
Blok BPKM Keterampilan Klinis Dasar III

DAFTAR TILIK PELEPASAN KATETER URETRA (FOLEY CATHETER)

NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Persiapan penderit a (pemberit ahuan dan posisi) bila
sadar supaya menarik napas dalam
2 Persiapan alat dan bahan
3 Melakukan cuci tangan
4 Memakai sarung tangan
5 Posisi pemeriksa di sebelah kiri penderit a
6 Melepaskan fiksasi kasa betadin pada tempat
masuknya kateter
7 Melakukan desinfeksi pada orificium uretra externa
8 Melakukan pelepasan fiksasi pipa kateter dan pipa
urine bag
9 Menyedot cairan pada balon kateter dengan spuit dan
past ikan betul-betul telah habis
10 Menarik kateter secara perlahan sambil memberi
perintah menarik napas panjang dan memperhat ikan
adanya kesakit an
11 Menaruh kateter tercabut pada bengkok
Jumlah

Keterangan : 0 = bila t idak dilakukan


1 = dilakukan tapi kurang sempurna
2 = dilakukan dengan sempurna

150

Anda mungkin juga menyukai