Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TOTAL JOINT REPLACEMENT

KEPERAWATAN KLINIK 4A

MAKALAH

oleh
Kelompok 6

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TOTAL JOINT REPLACEMENT


KEPERAWATAN KLINIK 4A

MAKALAH
disusun sebagai pemenuhan tugas KK 4A dengan
dosen pengampu: Ns. Rondhianto, M.Kep.

oleh
Kelompok :
Fajar Kharisma

142310101060

Efi Pandansari

142310101061

Dinda Krisdayanti

1423101010

Dewi Riski A

1423101010

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan
makalah dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Bronchopneumonia dengan
tepat waktu. Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis banyak mendapatkan
bimbingan, bantuan dan saran dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada:
1

Ns. Lantin Sulistyorini, S. Kep., M. Kes. selaku ketua program studi Ilmu
Keperawatan Universitas Jember,

Ns.Mulia Hakam, S.Kep., M.Kep. selaku dosen pengampu mata kuliah


Komprehensif I yang selalu memberikan masukan dalam penulisan makalah
ini.

teman - teman yang selalu memberikan dukungan pada saat penulisan


makalah, dan

semua pihak yang memberikan bantuan dalam penyelesaian Karya Tulis


Ilmiah.
Penulis menyadari didalam penyusunan dan penulisan makalah ini banyak

kekurangannya dari segi teknik dan metode penulisan yang jauh dari sempurna.
Merupakan suatu penghargaan bagi penulis apabila ada saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca dan penulis.
Jember, Maret 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................

KATA PENGANTAR.................................................................................

ii

DAFTAR ISI...............................................................................................

iii

BAB 1. PENDAHULUAN.........................................................................

1.1 Latar Belakang...................................................................


1.2 Tujuan....................................................................................
1.3 Implikasi Keperawatan........................................................

1
1
2

BAB 2. TINJAUN TEORI........................................................................

2.1 Pengertian..............................................................................
2.2 Epidemiologi..........................................................................
2.3 Etiologi...................................................................................
2.4 Tanda dan Gejala..................................................................
2.5 Patofisiologi...........................................................................
2.6 Komplikasi dan Prognosis....................................................
2.7 Penatalaksanaan...................................................................
2.8 Pemeriksaan Penunjang.......................................................
2.9 Pencegahan............................................................................

3
3
3
4
5
7
8
9
10

BAB 3. PATHWAY....................................................................................

12

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................

13

4.1
4.2
4.3
4.4

Pengkajian.............................................................................
Diagnosa.................................................................................
Perencanaan..........................................................................
Pelaksanaan dan Evaluasi....................................................

13
17
18
33

BAB 5. PENUTUP......................................................................................

43

5.1 Kesimpulan.............................................................................

43

5.2 Saran.......................................................................................

43

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................

44

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bronkopneumonia

disebut

juga pneumonia lobularis

yaitu suatu

peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai


bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anakanak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,
virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh
mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu
dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder
terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga
sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang
dewasa. Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anakanak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi,di Negara
berkembang infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama
dalam bidang kesehatan. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab
kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas
akut termasuk pneumonia dan influenza.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit
infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di
Indonesia. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180
pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia
komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang
dirawat per tahun. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis ingin membuat
makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Bronchopneumonia.
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui pengertian Bronchopneumonia
1.2.2 Untuk mengetahui epidemologi Bronchopneumonia
1.2.3 Untuk mengetahui penyebab Bronchopneumonia
1.2.4 Untuk mengetahui tanda dan gejala Bronchopneumonia
1.2.5 Untuk mengetahui patofisiologi Bronchopneumonia
1.2.6 Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis Bronchopneumonia
1.2.7 Untuk mengetahui pengobatan dan penatalaksaan Bronchopneumonia
1.2.8 Untuk mengaplikasikan asuhan keperawatan Bronchopneumonia

1.3 Implikasi Keperawatan


1.3.1 Perawat dapat memiliki pengetahuan yang lebih luas mengenai
Bronchopneumonia sehingga nantinya dapat melakukan asuhan
keperawatan secara profesional.
1.3.2 Perawat diharapkan dapat menjadi pedamping yang cermat untuk
klien

dalam

memberikan

asuhan

keperawatan

terkait

Bronchopneumonia.
1.3.3 Perawat dapat memberikan edukasi pada klien sehingga klien dapat
memahami tentang Bronchopneumonia dan penatalaksanaannya.

BAB 2. TINJAUAN TEORI


2.1 Pengertian
Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, atau pun benda asing yang ditandai dengan
gejala panas yang tinggi, gelisah, dispnea, nafas cepat dan dangkal, muntah, diare,
serta batuk kering dan produktif (Aziz, 2008: 111). Menurut Wiradarma,
bronkopneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim (jaringan)
paru, pada bagian terjauh dari bronkiolus terminal yang mencakup bronkiolus
respiratorius, dan aveoli, serta

menimbulkan konsolidasi (saling menempel)

jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.


Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan
atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan
tubuh (Sudigdiodi dan Imam Supardi, 1998). Kesimpulan dari bronkopnemonia
adalah sejenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di
daerah bronkus dan sekitar alveoli.
2.2 Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada Negara berkembang hamper 30% pada anakanak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi sedangkan di
Amerika pneumonia menunjukan 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di
bawah umur 2 tahun (Bradley et.al., 2011).
2.3 Etiologi
Peradangan ini umumnya disebabkan oleh peradangan yang bersifat
ringan atau berat, hai ini tergantung pada penyebabnya. Menurut Yolanda (2015),
bronkopneumonia disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri yang diawali infeksi
pernafasan atas (hidung dan tenggorokan). Infeksi dapat didapat dari udara yang
tercemar, infeksi virus pada umumnya lebih sering terjadi dan umumnya
disebabkan oleh Cytomegolovirus atau influenta virus dan Legionella pnemonia.
Bakteri

penyebab

bronkopnemonia

antara

lain

Staphylococcus

aureus,

Haemophilus influenza, dan Klebsiella pneumonia. Penyakit ini juga dapat


diakibatkan oleh Aspergillus spesis atau Candida albicans dan dari protozoa
(toksoplasma). Selain itu aspirasi makanan, sekresi orofariengal atau isi lambung
kedalam paru, dan terjadi karena kongesti paru yang lama.

Faktor resiko penyebab bronkopneumonia antara lain bayi (< 2 tahun),


orang tua (> 65 tahun), penderita penyakit paru kronik, HIV/AIDS, diabetes,
penyakit jantung, penerima kemoterapi, merokok, peminum alcohol berat, serta
kurang gizi. Bakteri Maupun virus yang masuk pada paru-paru mengakibatkan
reaksi peradangan atau gangguan dalam pertukaran oksigen.
2.4 Tanda dan Gejala
Bronkopneumonia diawali oleh infeksi saluran napas bagian atas yang
menyebar ke saluran napas bagian bawah. Pada Bronkopneumonia, peradangan
terletak pada bronkiolus dan sedikitnya jaringan paru di sekitarnya sedangkan
pada penyakit pnemonia peradangan terjadi pada jaringan paru.
Gejala bronkopnemonia dapat timbul secara mendadak atau perlahan.
Bronkopneumonia sering diawali dengan gejala pilek. Gejala tersebut kemudian
berkembang menjadi sesak nafas, nyeri dada, pernafasan cepat, sesak dan demam.
Pada bronkopnemonia akibat virus, gejala yang timbul lebih ringan.
Bronkopnemonia yang berat dapat mengganggu pertukaran udara di paru-paru
sehingga darah yang dialirkan ke seluruh tubuh memiliki kandungan sedikit
oksigen. Oleh karena itu, dapat menyebabkan gangguan berbagai organ dan
penurunan kesadaran sampai kematian.
Menurut Wiradarma, tanda dan gejala bronkopneumonia adalah adanya
demam, batuk nonproduktif (tidak berdahak) ataupun produktif (bedahak) dengan
sputum purulen (kekuningan), nyeri dada pleuritik (dipengaruhi oleh pernafasan)
menggigil, rigor, serta nafas yang pendek. Selain itu dapat ditemukan pasien
dengan keluhan nyeri kepala, mual, muntah, diare, mialgia (nyeri otot), arthralgia
(nyeri sendi) serta ferigue. Tanda-tanda yang sering timbul adalah takipneu
(frekuensi bernafas>20x/menit), dan takikardi (denyut nadi>100x/menit).

2.5 Patofisiologi
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat
timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas
dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :
1. Inhalasi langsung dari udara.
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
4. Penyebaran secara hematogen.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien
untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung
2. Jaringan limfoid di nasofaring
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan
sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang
terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari IgA. Sekresi
enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai
antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka
mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan
radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme
tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium,
yaitu :
1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediatormediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler

paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan


perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan
di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh
oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

2.6 Komplikasi dan Prognosis


2.6.1. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien yang mengalami bronkopnemonia
terjadi akibat tidak dilakukannya pengobatan secara segera. Di bawah ini
merupakan komplikasi dari penyakit bronkopneumonia:
a. Otitis media
Terjadi apabila pasien yang mengalami bronkopnemonia tidak segera
diobati sehingga jumlah sputum menjadi berlebih dan akan masuk dalam
tuba eustaci sehingga menghalangi masuknya udara ketelinga tengah.
b. Bronkiektase
Hal ini terjadi akibat broncos mengalami kerusakan dan timbul fibrosis
juga terdapat pelebaran bronkus akibat tumpukan nanah.
c. Abses paru (Madyo, 2006 : 32)
Rongga bronkus terlalu banyak cairan akibat dari infeksi bakteri dalam
paru-paru.
d. Empiema
Pasien yang mengalami bronkopneumonia paru-parunya mengalami
infeksi akibat bakteri maupun virus asehingga rongga dari pleura berisi
nanah.
2.6.2. Prognosis
Prognosis dari penyakit bronkopneumonia yaitu dapat sembuh total.
Mortalitas kurang dari 1%, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak
dengan keadaan malnutrisi energy-protein dan keterlambatan dalam pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama terjadi. Infeksi berat
dapat memperburuk keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya
zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh
negative pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Keduanya bekerja sinergis, maka
malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negative yang lebih
besar dibandingkan dengan dampak oleh factor infeksi dan malnutrisi apabila
berdiri sendiri.

2.7 Penatalaksanaan
Bronkopneumonia akibat virus dapat sembuh secara spontan dalam 1-2
minggu. Pengobatan diberikan untuk meringankan gejala seperti obat untuk
meringankan batuk dan demam. Pada bronkopnemonia yang disebabkan oleh
bakteri dapat menggunakan antibiotic. Rawat jalan dapat dilakukan pada penderita

bronkopnemonia ringan ini. Rawat inap diperlukan ketika muncul gejala berat
seperti napas cepat, penurunan tekanan darah, penurunan kesadaran dan
kebutuhan dalam pemasangan alat bantu nafas. (Yolanda, 2015)
Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan bronkopnemonia antara
lain: (Aziz, 2008: 111; Huda, 2015: 104)
a. Pertahankan suhu tubuh dalam batas normal melalui pemberian kompres
b. Latihan batuk efektif dan fisioterapi paru
c. Kebutuhan nutrisi dan cairan
Bronkopneumonia sering mengalami kekurangan asupan makanan. Suhu
tubuh yang tinggi selama beberapa hari dandan masukan cairan yang
kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah dehidrasi dan
kekurangan kalori dapat dipasang infuse dengan cairan glukosa 5% dan
NaCl 0,9%.
d. Kebutuhan istirahat
Pasien ini sering mengalami hiperpireksia maka pasien perlu cukup
istirahat, semua kebutuhan pasien harus ditolong ditempat tidur.
e. Pemberian oksigenasi yang adekuat
f. Penatalaksanaan medis dengan cara pemberian pengobatan, apabila ringan
tidak perlu diberikan antibiotic diberikan antibiotic, tetapi apabila penyakit
berat pasien dapat dirawat inap. Pemberian antibiotic harus berdasarkan
usia, keadaan umum, dan kemungkinan penyebab, seperti pemberian
penisilin prokain dan kloramfenikol atau kombinasi ampisilin dan
kloksasilin, atau eritromisin dan kloramfenikol atau sejenisnya.
Menurut Wirdana pengobatan yang dapat dilakukan adalah:
a. Antibiotik: amoxicillin, azitromycin, ceftrixaone, cefotaxime, doxycicline
dan clindamycin.
b. Bila dicurigai disebabkan oleh infeksi virus (terutama pada anak-anak
dibawah 2 tahun) maka dapat diberikan obat anti virus.
c. Bila sangat sesak, dapat dirawat di rumah sakit, dan diberikan oksigen
serta infuse.
d. Status gizi juga harus diperhatikan, pemberian vitamin, makanan seta
minuman yang cukup.
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak
terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012:
Bradley et. Al., 2011):

a. Penatalaksanaan Umum
1) Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit. Ini dilakukan sampai sesak
nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah 60 torr.
2) Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
3) Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
b. Penatalaksanaan Khusus
1) Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak
diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interprestasi
reaksi antibiotic awal.
2) Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu
tinggi takikardi, atau penderita kelainan jantung.
Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Pneumonia ringin dapat diberikan amoksilin 10-25
mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penicillin tinggi dosis dapat
dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).
2.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil) (Sandra M. Nettina, 2001: 684). Gambaran darah
menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000-40.000/mm3. Jumlah leukosit tidak
meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma. Nilai Hb biasanya
tetap normal dan sedikit menurun.
2) Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari bantuk yang spontan dan
dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes
sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius (Barbara C. Long, 1996: 435). Kultur
dahak dapat positif pada 20-50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur
dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).
3) Pemeriksaan analisis gas darah
Analisis gas darah untuk mengevaluasi status oksigenisasi dan status asam
basa (Sandra m. nettina, 2001: 684). Pemeriksaan ini menunjukan hipoksemia
dan hiperkarbia. Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis meyabolik.

10

4) Kultur darah untuk medeteksi bakteremia


Sample darah, sputum, dan urine untuk tes imunologi untuk mendeteksi
antigen mikroba. (Sandra M. Nettina, 2001: 684)
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi
pneumokokal atau klebsiella. Infiltrate multiple seringkali dijumpai pada infeksi
stafilokokus dan haemofilus. (Barbara C. Long, 1996: 435)
2) Laringoskopi/bronkoskopi
Laringoskopi/bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat
oleh benda padat (Sandra m. nettina, 2001)
2.9 Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan untuk menangani penderita bronkopneumonia
antara lain:
a. Mengobati
b.
c.
d.
e.

secara

dini

penyakit

yang

dapat

menimbulkan

bronkopneumonia
Menghindari kontak dengan penderita penyakit bronkopneumonia
Minum banyak air putih dan berhenti minum-minuman beralkohol
Hindari iritan atau allergen yang dapat memperparah penyakit seperti asap
Tingkatkan imunitas tubuh dengan makan-makananyang mengandung
nutrisi seimbang, berolah raga dan istirahat yang cukup serta mengurangi

stress.
f. Melakukan vaksinasi seperti: vaksinasi Pneumokokus, vaksinasi H.
Influenza, vaksinasi varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan
tubuh yang rendah, vaksinasi influenza yang diberikan pada anak sebelum
anak sakit.

12

BAB 3. PATHWAYS
Nyeri akut
l

Penderita yang dirawat di RS

Jamur, virus, bakteri,


protozoa

Kuman berlebih di bronkus

Kontaminasi peralatan RS
Penderita yang mengalami
supresi system pertahanan tubuh
Resiko tinggi penyebaran
infeksi
Edema antar kapiler dan alveoli
Iritan PMN eritrosit pecah

Kuman terbawa ke saluran


pencernaan
Saluran pernafasan atas
Infeksi saluran pencernaan
Infeksi saluran
pernafasan bawah

Peningkatan flora normal


dalam usus

Dilatasi pembuluh darah


Eksudat plasma masuk
alveoli

Edema paru
Pergeseran dinding paru
Penurunan capliance paru

Gangguan difusi dalam


plasma
Bersihan jalan nafas
tidak efektif

Peningkatan peristaltik
usus malabsorbsi

Proses peradangan

Metebolisme me

Akumulasi sektret
di bronkus

Hipertermi

Bersihan jalan nafas


tidak efektif

Mucus bronkus me
Bau mulut tidak
sedap

Anoreksia

Kekurangan
volume cairan

Intake kurang
Ketidak seimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh

Diare
Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit
Peningkatan suhu

Eksplorasi
meningkat
Septikimia

Peningkatan metabolisme

Suplai O me
Gangguan perfusi jaringan

Hipoksia
Hiperventilasi

Metabolik anaerob me
Dispneu

Akumulasi asam laktat

Retraksi dada

Gangguan
pertukaran gas
Sesak nafas

Fatique

Intoleransi aktifitas

Gangguan ADL

Pola nafas tidak efektif

13

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN


4.1 Pengkajian
4.1.1
Anamnesa
Gejala pertama adalah pilek atau batuk berdahak, kemudian
berkembang menjadi sesak nafas, nyeri dada, pernafasan cepat, demam,
menggigil, nyeri otot dan nyeri kepala. Gejala yang paling umum pada
anak adalah napas cepat, demam, dan sesak. Bronkopneumonia
disebabkan virus biasanya gejalanya lebih ringan. Bronkopneumonia yang
berat dapat mengganggu pertukaran udara di paru-paru sehingga darah
yang di alirkan ke seluruh tubuh akan kekurangan oksigen.
a. Identitas Klien
Seperti nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan, suku atau
bangsa, agama, pendidikan, sumber air minum, sumber air kotor, tempat
pembuangan sampah, dll.
b. Keluhan Utama
Saat dikaji keluhan utama yang dialami biasanya sesak nafas, disebabkan
karena lumen bronkus yang tersumbat akibat adanya eksudat, disertai
dengan secret yang tidak bisa keluar.
c. Riwayat Penyakit
- Riwayat penyakit sekarang
Biasanya diawali dengan infeksi saluran pernafasan atas seperti mengalami
batuk menetap. Dengan produksi sputum setiap hari berturut-turut selama
minimum tiga bulan pada saat bangun pagi tiap tahunnya, sedikitnya dua
tahun produksi sputum berwarna hijau, putih atau kuning dan banyak
sekali. Suhu tubuh penderita biasanya kisaran 39-40oC disertai kejang dan
-

demam tinggi.
Riwayat penyakit dahulu
Biasanya penderita bronkopneumonia mempunyai riwayat penyakit yang
dapat memicu terjadinya bronkopneumonia seperti riwayat merokok,
terpaan polusi kimia dalam jangka panjang misalnya seperti debu atau

asap.
Riwayat penyakit keluarga
Biasanya terdapat anggota keluarga yang mempunyai penyakit saluran

pernafasan atau paru-paru dan menularkan kepada anggota keluarganya.


4.1.2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik head to toe penderita bronkopneumonia menurut
Riyadi 2009:

14

1. Kepala :
a. bentuk kepala
b. warna rambut
c. distribusi rambut
d. ada lesi atau tidak
e. hygiene
f. ada hematoma atau tidak
2. Mata :
a. sklera berwarna merah (ada peningkatan suhu tubuh)
b. kaji reflek cahaya
c. konjungtiva anemis atau tidak
d. pergerakan bola mata
3. Telinga :
a. simetris atau tidak
b. kebersihan
c. tes pendengaran
4. Hidung :
a. ada polip atau tidak
b. nyeri tekan
c. kebersihan
d. pernafasan cuping hidung
e. fungsi penciuman
5. Mulut :
a. warna bibir (sianosis atau tidak)
b. mukosa bibir lembab atau tidak
c. mukosa bibir kering (suhu tubuh meningkat)
d. reflek menghisap
e. reflek menelan
6. Dada
:
Paru-paru
a. Inspeksi
Pernafasan cepat, biasanya penderita menggunakan otot bantu
pernafasan, dada terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter
AP, warna kulit pucat, bibir sianosis dan dasar kuku
b. Auskultasi
Suara paru ronchi, bunyi nafas krekels atau mengi.
c. Palpasi
Terdapatnya nyeri tekan.
d. Perkusi
Didapatkan suara sonor
Jantung
a. Inspeksi
terdapat pembesaran dada sebelah kiri atau tidak
b. Auskultasi
ada atau tidaknya suara tambahan di jantung nomal (S1: lub dan
S2: dub)
c. Palpasi

15

adanya nyeri tekan atau tidak


d. Perkusi
suara jantung (normal: pekak)
7. Abdomen :
a. inspeksi
: bentuk, ada lesi atau tidak
b. Auskultasi : bising usus meningkat atau normal (4-9x/menit)
c. Palpasi
: nyeri tekan, nyeri lepas, turgor kulit <3 detik,
splenomegali, hepatomegali
d. Perkusi
: suara abdomen (normal: timpani)
8. Ekstremitas :
a. pergerakan sendi terbatas (nyeri sendi)
b. Kelelahan
c. Kelemahan
d. CRT <2 detik dan keluhan
9. Genetalia dan anus :
a. laki-laki: penis, skrotum; perempuan: labia minora, labia mayora,
klitoris.
b. Fungsi BAB
c. Fungsi BAK
4.1.3
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Biasanya pada pederita bronkopneumonia akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah netrofil) yang disebabkan oleh bakteri.
b. Pemeriksaan sputum
Sputum diperoleh dari batuk yang dalam dan spontan. Biasanya
digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis, kulutur dan tes sensifitas
untuk mendeteksi agen infeksius.
c. Analisa gas darah
Untuk mengevaluasi status asam basa dan status oksigenasi.
d. Kultur darah
Untuk mendeteksi agen penyebab seperti bakteri atau virus.
e. Sampel darah, sputum dan urin
Pemeriksaan tes imunologi digunakan untuk mendeteksi antigen
mikroba.
f. Tes fungsi paru
Untuk mengevaluasi fungsi paru, menentukan berat dan luasnya
persebaran penyakit dan membantu memperbaiki keadaan.
2. Pemeriksaan radiologi
a. Rontgenogram thoraks
Untuk menunjukan konsolidasi lobar nyang seringkali dijumpai pada
infeksi pneumokokal atau klebisella. Infiltrate multiple seringkali

16

dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus (Barbara C, Long,


1996 : 435).
b. Laringoskopi atau

bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan

nafas tersumbat oleh benda padat (Sandra M, Nettina, 2001).


4.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan
bronchopneumonia adalah:
1. Bersihan jalan tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial
dan peningkatan produksi sputum;
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler akibat dari efek inflamasi;
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kurangnya suplai O
dalam tubuh;
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dan
penurunan complience paru;
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya
intake dan peningkatan peristaltik usus;
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilngan cairan berlebih, penurunan masukan oral;
7. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi;
8. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh
yang tidak adekuat;
9. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru dan batuk
menetap;
10. Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan
proses infeksi;
11. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, tidak seimbangan
suplai dan kebutuhan tubuh akan O;
12. Gangguan ADL berhubungan dengan keletihan dan kelemahan fisik;

4.3 Perencanaan

17

1. Diagnosa 1: Bersihan jalan tidak efektif berhubungan dengan inflamasi


trakeobronkial dan peningkatan produksi sputum.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi, jalan nafas
pasien menjadi efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas, pasien dapat
melakukan batuk efektif.
Kriteria hasil:
Klien dapat mendemonstrasikan batuk efektif,
Tidak ada suara napas tambahan
Pernapasan kien normal (16-20 x/menit) tanpa ada penggunaan
otot bantu napas.
Intervensi
Rasional
Auskultasi bunyi nafas, Bersihan jalan nafas yang tidak
catat

adanya

nafas.
mengi,

bunyi efektif

Misalnya: dengan
krekels

dapat
adanya

dimanifestasikan
bunyi

nafas

dan adventisius.

ronki.
Berikan

posisi

yang

nyaman buat pasien,


misalnya posisi semi

Posisi

semi

fowler

akan

mempermudah

pasien

untuk

bernafas.

fowler.
Memberikan pasien beberapa cara
Dorong atau

bantu

latihan nafas abdomen


atau bibir.

batik, bantu tindakan


memoerbaiki

keefektifan
batuk.
Berikan
sesuai
jantung.

dipsnea dan menurunkan jebakan


udara.

Observasi karakteristik
untuk

untuk mengatasi dan mengontrol

upaya

Batuk dapat menetap, tetapi tidak


efektif. Batuk paling efektif pada
posisi duduk tinggi atau kepala di
bawah setelah perkusi dada.
Hidrasi

air

hangat sekret

menurunkan
dan

toleransi pengeluaran.

kekentalan

mempermudah

18

2. Diagnosa 2: Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


membran alveolar kapiler akibat dari efek inflamasi.
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi pertukaran
gas adekuat dan tidak ada distres pernafasan.
Kriteria hasil:
Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
Frekuensi napas 16-20 x/menit
Frekuensi nadi 60-80 x/menit
Warna kulit normal
GDA dalam batas normal
Intervensi
Rasional
Kaji frekuensi, kedalaman, Berguna dalam evaluasi derajat distress
dan penggunaan otot bantu pernapasan
pernafasan
Observasi

dan/atau

kronisnya

proses

penyakit.
warna

kulit, Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau

membran mukosa dan kuku. respon tubuh terhadap demam/ menggigil


Catat adanya sianosis
Tinggikan

kepala

dan terjadi hipoksemia.


tempat Pengiriman

oksigen

dapat

diperbaiki

tidur, bantu pasien untuk dengan posisi duduk tinggi dan latihan
memilih posisi yang mudah napas untuk menurunkan kolaps jalan
untuk bernapas.

napas, dispnea, dan kerja napas.

Awasi

tingkat Gelisah dan ansietas adalah manifestasi

kesadaran/status

mental. umum pada hipoksia. GDA memburuk

Selidiki adanya perubahan.

disertai bingung/somnolen menunjukkan


disfungsi

Awasi tanda vital dan irama


jantung.

serebral

yang

berhubungan

dengan hipoksemia.
Takikardia, disritmia, dan perubahan TD
dapat

menunjukkan

efek

hipoksemia

Awasi suhu tubuh. Berikan sistemik pada fungsi jantung.


tindakan untuk mengurangi Demam tinggi sangat meningkatkan
kebutuhan metabolik dan kebutuhan
demam dan menggigil
oksigen dan mengganggu oksigenasi

19

Berikan oksigen tambahan seluler.


sesuai indikasi
Dapat

memperbaiki

/mencegah

memburuknya hipoksia.
3. Diagnosa 3: Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kurangnya
suplai O dalam tubuh.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi gangguan
perfusi jaringan dapat teratasi.
Kriteria hasil:
Tekanan systol dan diastole dalam rentang yang

diharapkan
Tidak ada ortostatik hipertensi
Tidaka ada tanda peningkatan tekanan intrakranial

(tidak lebih dari 15 mmHg)


TTV dalam rentang normal
Tidak ada edema perifer dan ascites
Nyeri dada dan kelelahan ekstrem tidak ada
Intervensi
Monitor adanya daerah Berguna
tertentu

yang

Rasional
dalam

menstimuli

hanya rangsang.

peka terhadap panas,


dingin,

tajam

dan

tumpul.

Laserasi

Instruksikan
untuk

jika

keluarga menyebabkan

dibiarkan
luka

akan

dikubitus.

mengobservasi Sehingga perlu dipantau.

kulit jika ada isi atau


laserasi.
Batasi

Aktifitas
gerakan

pada

leher

dan

kepala,
punggung.
Monitor
BAB.

yang

menyebabkan

bnyak
kelelahan

dapat
dan

keletihan.
Membutuhkan energi yang cukup.

kemampuan

20

4. Diagnosa 4: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses


inflamasi dan penurunan complience paru.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi pola nafas
efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang
normal dan paru jelas atau bersih.
Kriteria hasil:

Menunjukkan pola pernafasan normal/efektif dgn Analisa Gas


Darah dalam rentang normal

RR:16-20 x/menit
Bunyi nafas vesikuler
Takikardi (-)
Distres pernapasan (-)
Intervensi
Rasional
Kaji frekuensi, kedalaman Kecepatan biasanya meningkat, dispnea,
pernafasan

dan

ekspansi dan

dada.

terjadi

kedalaman

Auskultasi bunyi nafas dan


catat adanya bunyi nafas
adventisius.

peningkatan
bervariasi,

kerja

nafas,

ekspansi

dada

terbatas.
Bunyi nafas menurun/ tidak ada bila jalan
nafas terdapat obstruksi kecil

Tinggikan kepala dan bentu


mengubah posisi.
Observasi pola batuk dan
karakter sekret.
Bantu pasien untuk nafas
dalam dan latihan batuk

Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru


dan memudahkan pernafasan.
Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan
mengindikasikan adanya kelainan.
Dapat meningkatkan pengeluaran sputum

efektif.
Kolaborasi

pemberian

oksigen tambahan.

Memaksimalkan bernafas dan menurunkan

humidifikasi kerja nafas.

Berikan
tambahan.

Memberikan kelembaban pada membran


mukosa dan membantu pengenceran sekret

Bantu

fisioterapi

dada,

untuk memudahkan pembersihan.

21

postural drainage.
Memudahkan

upaya

pernafasan

dan

meningkatkan drainage sekret dari segmen


paru ke dalam bronkus.

5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya


intake dan peningkatan peristaltik usus.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi cairan tubuh
pasien adekuat.
Kriteria hasil:
Tidak ada tanda- tanda dehidrasi
Membran mukosa lembab
Turgor kulit baik
Akral hangat
Intervensi
Rasional
Identifikasi
faktor Mual muntah menurunkan asupan
yang

menimbulkan nutrisi

mual atau muntah


Kaji

turgor

kulit,

kelembaman

Indikator

membran mukosa

masukan cairan

Catat

laporan

langsung

keadekuatan

mual

atau muntah

Adanya

gejalan

ini

menurunkan

masukan oral
Pantau masukan dan
keluaran, catat warna Memeberikan
dan karakter urine

informasi

tentang

keadekuatan volume cairan dan


kebutuhan penggantian

Hitung

keseimbngan

(balance) cairan

Untuk

mengetahui

intake

dan

22

output cairan
Berikan

cairan

tambahan

IV

sesuai
Untuk memonitor adanya tanda

keperluan

dan gejala kelebihan volume cairan

6. Gangguan keseimbangan cairan

dan elektrolit berhubungan dengan

kehilngan cairan berlebih, penurunan masukan oral;


Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi cairan dan
elektrolit pasien seimbang.
Kriteria hasil:
Terjadi peningkatan asupan cairan minimal 2000 ml per hari.
Menjelaskan perlunya meningkatkan asupan cairan pada saat stres

atau cuaca panas


Mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal
Tidak menunjukkan adanya tanda atau gejala dehidrasi
Kaji

Intervensi
Rasional
perubahan Untuk menunjukkan adanya

tanda vital, contoh kekurangan cairan sistemik.


peningkatan
tubuh,

suhu

takikardi,

dan hipotensi.

Indikator

langsung

keadekuatan masukan cairan


Kaji

turgor

kulit,

kelembaman
membran

mukosa

(bibir, lidah)

Catat laporan mual


atau muntah

Adanya

gejalan

ini

menurunkan masukan oral

Memeberikan

informasi

tentang keadekuatan volume


cairan

dan

kebutuhan

23

Pantau

masukan penggantian

dan keluaran, catat


warna dan karakter
urine

Memperbaiki

status

kesehatan
Berikan obat sesuai
indikasi; antipirotik,
antiametik
7. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi hipertermi
teratasi.
Kriteria hasil:
Suhu tubuh dalam rentang normal.
Nadi dan RR dalam rentang normal.
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.

Intervensi
Rasional
Observasi
keadaan Mengetahui perkembangan keadaan
umum pasien

umum dari pasien

Observasi

tanda-tanda Mengetahui perubahan tanda-tanda


vital dari pasien
vital pasien
Anjurkan
pasien
Membantu mempermudah penguapan
memakai pakaian yang
panas
tipis
Anjurkan pasien banyak
Mencegah
terjadinya
minum
sewaktu panas

dehidrasi

Anjurkan pasien banyak


Meminimalisir produksi panas yang
istirahat
diproduksi oleh tubuh
Beri kompres hangat di

24

beberapa bagian tubuh, Mempercepat


dalam
seperti ketiak, lipatan produksi panas
paha,
leher
bagian
belakang

penurunan

Beri
pendidikan Meningkatkan pengetahuan
dari
pasien
kesehatan ke pasien dan pemahaman
keluarganya mengenai keluarganya
pengertian, penanganan,
dan
terapi
yang
diberikan
tentang
penyakitnya

dan
da

8. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh


yang tidak adekuat.
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi tidak ada
penyebaran infeksi.
Kriteria hasil:
Mencegah/menurunkan adanya resiko penyebaran infeksi
Meningkatkan
keamanan
lingkungan
dengan
melakukan/menunjukkan perubahan pola hidup
Intervensi
Kaji patologi penyakit Membantu
dan
penyebaran

Rasional
pasien

potensial menyadari/menerima

perlunya

infeksi mematuhi program pengobatan untuk

melalui droplet udara mencegah

penyebaran

infeksi

ke

selama batuk, bersin, orang lain.


meludah,

bicara,

tertawa.

Orang-orang yang beresiko terkena

Identifikasi orang-orang
yang beresiko terkena

Anjurkan
membuang

untuk

mencegah

penyebaran/terjadinya infeksi.

infeksi.

menutup

infeksi memerlukan program terapi

pasien
mulut
dahak

dan
di

Keibiasaan yang diperlukan untuk


mengurangi resiko penyebaran.

25

tempat

penampungan Mengurangi

resiko

penyebaran

yang tertutup jika batuk. infeksi.


Gunakan masker setiap
melakukan tindakan.

Mencegah penyebaran infeksi dan


mencegah adanya efek resistensi pada

Tekankan kepada pasien


untuk

tidak

menghentikan

terapi

obat.

obat.
Membantu
proses

keluarga

penyebaran

Jelaskan kepada pasien mengurangi

memahami
infeksi

resiko

dan

penyebaran

dan keluarga mengenai infeksi.


proses

penyebaran

infeksi.
9. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru dan batuk
menetap.
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi pasien dapat
mengontrol nyeri.
Kriteria hasil:
Mampu mengontrol nyeri ( menggunakan teknik nonfarmakologi

untuk mengurangi nyeri)


Melaporkan nyeri berkurang (0-1)
TTV dalam batas normal
Tidak mengalami gangguan tidur
Intervensi
Lakukan
pengkajian Pengkajian
nyeri

secara dapat

komprehensif
lokasi,

mengidentifiksi

termasuk menditail

dan

utuh

secara
mengenai

karakteristik, keluhan pasien.

durasi,

frekuensi,

kualitas,

dan

presipitasi.

faktor
Gangguan

Kontrol lingkungan yang rangsangan


dapat

Rasional
secara komprehensif

lingkungan
dapat

dan

meningkatkan

mempengaruhi tekanan vaskuler serebral.

26

nyeri

seperti

suhu

ruangan,

kebisingan.

Ajarkan

tekhnik

Meningkatkan relaksasi.

nonfarmakologi
(distraksi,

guide Analgetik dapat mengurangi nyeri.

imagery).
Berikan analgetik sesuai
indikasi.
10. Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan
proses infeksi.
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi nutrisi pasien
adekuat.
Kriteria hasil:
Menunjukkan peningkatan nafsu makan
Mempertahankan/ meningkatkan berat badan
Intervensi
Rasional
Identifikasi faktor yang Mengetahui faktor yang
menimbulkan

dapat

mual/ menimbulkan mual/muntah kemudian

muntah.

merencanakan

intervensi

sesuai

faktor penyebab mual/muntah.


Berikan wadah tertutup

Mencegah munculnya mual.

untuk sputum dan buang


sesering mungkin, bantu
kebersihan mulut.
Meminimalkan
Jadwalkan

pengobatan

efek

mual

yang

berhubungan dengan pengobatan.

pernafasan sedikitnya 1
jam sebelum makan.

Bunyi usus mungkin menurun bila

Auskultasi bunyi usus, proses


observasi/

palpasi abdomen

distensi abdomen.

infeksi
terjadi

berat,
sebagai

distensi
akibat

menelan udara dan menunjukkan

27

pengaruh toksin bakteri pada saluran


gastro intestinal.
Berikan

makan

kecil

dan

porsi

termasuk

makanan

kering

makanan

yang

atau

Menstimulus nafsu makan.

sering

menarik

untuk

pasien.

Adanya

kondisi

kronis

dapat

menimbulkan malnutrisi, rendahnya

Evaluasi status nutrisi tahanan

terhadap

infeksi,

atau

umum, ukur berat badan lambatnya responterhadap terapi.


dasar.

Kalori dan nutrisi yang sesuai dapat


menyeimbangkan kebutuhan pasien.

Kolaborasi dengan ahli


gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
11. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, tidak seimbangan
suplai dan kebutuhan tubuh akan O.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi pasien dapat
menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
Kriteria hasil:
Klien dapat memperlihatkan peningkatan ADL
Tidak mengalami kelelahan dan sesak nafas pada saat beraktivitas
TD: 100-140/80-90 mmHg
Intervensi
Rasional
Evaluasi respon pasien Menetapkan kemampuan/ kebutuhan
terhadap aktivitas.
Berikan

lingkungan

pasien dan memudahkan pilihan


intervensi.

yang tenang dan batasi Meminimalkan

stress

dan

pengunjung selama fase meningkatkan istirahat.


akut.
Jelaskan

pentingnya

Tirah

baring

diperlukan

untuk

28

istitahat dalam rencana memurunkan kebutuhan metabolik.


pengobatan

dan

perlunya keseimbamgan
aktivitas dan istirahat.
Bantu

aktivitas

perawatan

diri

Meminimalkan

kelemahan

dan

membantu

menyeimbangkan

kebutuhan dan suplai O pada tubuh.

yang

diperlukan.

12. Gangguan ADL berhubungan dengan keletihan dan kelemahan fisik.


Tujuan: dalam waktu 5x24 jam setelah diberikan intervensi gangguan
ADL dapat teratasi.
Kriteria hasil:
Pasien dapat melakukan ADL dalam tingkat kemampuan sendiri
Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri

Kaji

Intervensi
Rasional
kebutuhan Mengetahui tingkat kebutuhan klien

pemenuhan

aktifitas dalam beraktifitas, mempermudah

ADL klien.

dalam

menentukan

rencana

intervensi yang akan diberikan.


Anjurkan dan motivasi
keluarga

untuk

Kebutuhan

aktifitas

ADL

klien

terpenuhi.

membantu klien dalam


pemenuhan ADL.
Latih mobilisasi secara
bertahap sesuai dengan

Memulihkan kondisi klien dalam


beraktifitas.

pulihanya kekuatan dan


tingkatkan

kemampuan

perawatan

diri

secara
Identifikasi

bertahap.

dibutuhkan.
Kaji

skala

intervensi

yang

29

ketergantungan pasien.

33

4.4 Implementasi dan Evaluasi


4.5
4.6

Hari/ 4.7
N 4.8
J 4.9
Implementasi 4.10
Hari/ 4.11
Tanggal
o. Dx.
am
Tanggal
Jam
Kep.
4.14 Senin/
4.15 1
4.16 0 1. Melakukan
4.17 Senin/
4.18
auskultasi bunyi
227
2214.0
nafas, mencatat
02.
02adanya bunyi
2016
0
2016
nafas. Misalnya:
mengi, krekels dan
0
ronki.
2. Memberikan posisi
0
yang nyaman buat
pasien, misalnya
7
posisi semi fowler.
.
3. Mendorong atau
3
bantu latihan
nafas abdomen
0
atau bibir.
4. Mengobservasi
karakteristik batik,
bantu tindakan
untuk

4.12

Evaluasi

4.13
Paraf

4.19 S:
4.20 pasien
saya

4.29
mengatakan
masih

merasa

sesak
4.21 O:
4.22 Pasien

belum

bisa

mendemonstrasikan
cara batuk efektif
4.23 Ditemukan ronchi
4.24 Pasien
menggunakan

masih
otot

bantu pernafasan
4.25 A:
4.26 Masalah belum teratasi
4.27 P:

34

5.

4.30 Senin/

4.31 2

4.32 0 1.

22-

02-

2016

0 2.
0
0 3.
7
.
3
0

4.

5.

memoerbaiki
keefektifan upaya
batuk.
Memberikan air
hangat sesuai
toleransi jantung.
Mengkaji frekuensi,
kedalaman, dan
penggunaan otot bantu
pernafasan
Menobservasi warna
kulit, membran mukosa
dan kuku. Mencatat
adanya sianosis
Meninggikan kepala
tempat tidur, membantu
pasien untuk memilih
posisi yang mudah
untuk bernapas.
Mengawasi tingkat
kesadaran/status
mental. Selidiki adanya
perubahan.
Mengawasi tanda vital
dan irama jantung.

4.28 Lanjutkan intervensi

4.33 Senin/
22-

4.34

4.35 S:

14.0

4.36 Pasien

02-

saya

2016

sesak

4.45
mengatakan
masih

merasa

4.37 O:
4.38 Kulit sianosis
4.39 RR 30x/menit
4.40 Nadi 100x/menit
4.41 A:
4.42 Masalah belum teratasi
4.43 P:
4.44 Lanjutkan intervensi

35

4.48 1
4
.
0

4.46 Senin/
2202-

0
4.47 3

2016

4
.
3
0

4.62 Senin/

4.63 4

4.64 1

6. Mengawasi suhu tubuh.


Berikan tindakan untuk
mengurangi demam
dan menggigil
7. Memberikan oksigen
tambahan sesuai
indikasi.
1. Memonitor adanya
daerah tertentu
yang hanya peka
terhadap panas,
dingin, tajam dan
tumpul.
2. Menginstruksikan
keluarga untuk
mengobservasi
kulit jika ada isi
atau laserasi.
3. Membatasi
gerakan pada
kepala, leher dan
punggung.
4. Memonitor
kemampuan BAB.
1. Mengkaji frekuensi,

4.49 Senin/
22022016

4.66 Senin/

4.51
S:
4.52
Pasien mengatakan
dada saya terasa nyeri
4.53
O:
4.54
Ditemukan edema
perifer dan ascites
4.55
Terdapat ortostatik
4.50 hipertensi
4.56
Skala nyeri 7 (0-10)
19.0 4.57
A:
4.58
Masalah belum teratasi
4.59
P:
4.60
Lanjutkan intervensi

4.61

4.67

4.81

4.68 S:

36

4
.
0
0

22-

02-

2016

4
.
3
0

4.82 Selasa
/ 23-

4.83 5

4.84 0
7

kedalaman pernafasan
dan ekspansi dada.
2. Mengauskultasi bunyi
nafas dan catat adanya
bunyi nafas
adventisius.
3. Meninggikan kepala
dan bentu mengubah
posisi.
4. Mengobservasi pola
batuk dan karakter
sekret.
5. Membantu pasien
untuk nafas dalam dan
latihan batuk efektif.
6. Melakukan kolaborasi
pemberian oksigen
tambahan.
7. Memberikan
humidifikasi tambahan.
8. Membantu fisioterapi
dada, postural drainage.
4.65
1. Mengidentifikasi
faktor yang
menimbulkan

4.69 Pasien
saya

mengatakan
masih

merasa

sesak
4.70 O:
4.71 Ditemukan ronchi
4.72 RR 30 x/menit
4.73 Takikardi (+)
2202-

19

4.74 Pasien

menggunakan

otot bantu pernafasan


4.75 A:

2016

4.76 Masalah belum teratasi


4.77 P:
4.78 Lanjutkan intervensi
4.79
4.80

4.86 Selasa
/ 23-

4.87

4.88 S:

14.2

4.89 Pasien

4.99
mengatakan

37

2.
.

3.

0
0
-

02-

4.

2016

7
.

5.

2
0 6.

4.100 Selasa
/ 23022016

4.101 6

mual atau
muntah.
Mengkaji turgor
kulit, kelembaman
membran mukosa.
Mencatat laporan
mual atau
muntah.
Memantau
masukan dan
keluaran, catat
warna dan
karakter urine.
Menghitung
balance cairan.
Memberikan
cairan tambahan
IV sesuai
keperluan.

4.85
4.102 0 1. Mengkaji
perubahan tanda
7
vital.
. 2. Mengkaji turgor
0

saya

tidak

mernah

merasa mual
4.90 O:
4.91 Tidak ada tandatanda dehidrasi
4.92 Membran

mukosa

lembab
02-

4.93 Turgor kulit baik

2016

4.94 Akral hangat


4.95 A:
4.96 Masalah teratasi
4.97 P:
4.98 Hentikan intervensi

4.103 Selasa
/ 23022016

4.104

4.105 S:

14.2

4.106 Pasien

4.114
mengatakan

saya sudah membaik


4.107 O:

38

3.

0 4.
7
.
2
5

4.115 Selasa

4.116 7

4.117 1 1.

/ 23-

02-

2016

5.

2.

0 3.
0
- 4.
1
4

5.
6.

kulit, kelembaman
membran mukosa.
Mencatat laporan
mual atau
muntah.
Memantau
masukan dan
keluaran, catat
warna dan
karakter urine.
Memberikan obat
sesuai indikasi;
antipirotik,
antiametik
Mengobservasi
keadaan umum pasien.
Mengobservasi tandatanda vital pasien.
Menganjurkan pasien
memakai pakaian yang
tipis.
Menganjurkan pasien
banyak minum.
Menganjurkan pasien
banyak istirahat.
Memberi kompres

4.108 Terjadi

peningkatan

asupan cairan minimal


2000 ml per hari.
4.109 Tidak
adanya

menunjukkan
tanda

atau

gejala dehidrasi
4.110 A:
4.111 Masalah teratasi
4.112 P:
4.113 Hentikan intervensi
4.118 Selasa
/ 23022016

4.119

4.120 S:

18.0

4.121 Pasien

4.131
mengatakan

saya sudah membaik


4.122 O:
4.123 Suhu

tubuh

dalam

rentang normal.
4.124 Nadi dan RR dalam
rentang normal.

39

. 7.
2
0

4.132 Rabu/

4.133 8

4.134 0 1.

24-

02-

2016

0
0
- 2.
0
7
.
1
0

3.

hangat di beberapa
bagian tubuh, seperti
ketiak, lipatan paha,
leher bagian belakang.
Memberi pendidikan
kesehatan ke pasien
dan keluarganya
mengenai pengertian,
penanganan, dan terapi
yang diberikan tentang
penyakitnya
Mengkaji
patologi
penyakit dan potensial
penyebaran
infeksi
melalui droplet udara
selama batuk, bersin,
meludah,
bicara,
tertawa
Mengidentifikasi orangorang yang beresiko
terkena infeksi
Menganjurkan pasien
menutup mulut dan
membuang dahak di
tempat penampungan

4.125 Tidak ada perubahan


warna kulit dan tidak
ada pusing.
4.126 A:
4.127 Masalah teratasi
4.128 P:
4.129 Hentikan intervensi
4.130
4.135 Rabu/
24022016

4.1364.137
S:
4.138
pasien mengatakan
07.1
saya selalu membuang ludah
ke wadah yang disediakan
4.139
O:
4.140
Hasil lab anggota
keluarga menunjukkan hasil
negatif terhadap
bronchopneumonia
4.141
Keluarga menggunakan
masker saat berada di dekat
pasien
4.142
Keluarga dapat
menjelaskan alasan memakai

4.147

40

4.148 Rabu/
24022016

4.149 9

yang tertutup jika batuk


4. Menggunakan masker
setiap
melakukan
tindakan
5. Menekankan
kepada
pasien untuk tidak
menghentikan
terapi
obat
6. Menjelaskan
kepada
pasien dan keluarga
mengenai
proses
penyebaran infeksi
4.150 0 1. Melakukan pengkajian
nyeri
secara
7
komprehensif termasuk
.
lokasi,
karakteristik,
1
durasi,
frekuensi,
kualitas, dan faktor
5
presipitasi
- 2. Mengontrol lingkungan
0
yang
dapat
mempengaruhi
nyeri
7
seperti suhu ruangan,
.
kebisingan
tekhnik
4 3. Mengajarkan

masker
4.143
A:
4.144
Masalah teratasi
4.145
P:
4.146
Hentikan intervensi

4.151 Rabu/
24022016

4.1524.153
S:
4.154
Pasien mengatakan
07.4
nyerinya sedikit berkurang dan
dapat menahan nyeri tersebut
4.155
O:
4.156 Skala nyeri 5 (0-10)
4.157 TTV dalam batas
normal
4.158 Tidak mengalami
gangguan tidur
4.159
4.160

A:
Masalah teratasi

4.163

41

4.164 Rabu/
24022016

4.165 1
0

nonfarmakologi
4. Memberikan analgetik
sesuai indikasi
4.166 1 1. Mengidentifikasi faktor
yang
menimbulkan
4
mual/ muntah
. 2. Memberikan
wadah
tertutup untuk sputum
0
dan buang sesering
0
mungkin,
bantu
kebersihan mulut
3.
Menjadwalkan
1
pengobatan pernafasan
4
sedikitnya
1
jam
.
sebelum makan
bunyi
2 4. Megauskultasi
usus, observasi/ palpasi
0
distensi abdomen
5. Memberikan
makan
porsi kecil dan sering
termasuk
makanan
kering atau makanan
yang menarik untuk
pasien
6. Mengevaluasi
status

4.167 Rabu/
24022016

sebagian
4.161
P:
4.162
Lanjutkan intervensi
4.1684.169
S:
4.170
Klien mengatakan
17.0
sekarang saya tidak pernah
merasa mual lagi
4.171
O:
4.172
BB pasien stabil
4.173
Nutrisi adekuat
4.174
A:
4.175
Masalah teratasi
4.176
P:
4.177
Hentikan intervensi

4.178

42

7.

4.180 1
1

4.181 0 1.
7
. 2.
0
0

4.179 Kami
s/ 25-

3.

022016

0
7
.
1
5

4.

nutrisi umum, ukur


berat badan dasar.
Melakukan kolaborasi
dengan ahli gizi untuk
menentukan
jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
Mengevaluasi respon
pasien
terhadap
aktivitas
Memberikan
lingkungan
yang
tenang dan membatasi
pengunjung
selama
fase akut
Menjelaskan
pentingnya
istitahat
dalam
rencana
pengobatan
dan
perlunya
keseimbamgan
aktivitas dan istirahat
Membantu
aktivitas
perawatan diri yang
diperlukan

4.183

4.184 S:

4.191

07.1

4.185 pasien

mengatakan

hari ini saya masih


merasa lemas
4.186 O:
4.182 Kami
s/ 25022016

4.187 Pasien
memerlukan

masih
bantuan

keluarga untuk makan


4.188 TD 80/70 mmHg
4.189 A:

masalah

belum

teratasi
4.190 P: lanjutkan intervensi

43

4.193 1
2

4.192 Kami
s/ 25022016

4.205
4.206
4.207
4.208
4.209
4.210

4.194 0 1. Mengkaji
kebutuhan
pemenuhan
aktifitas
7
ADL klien
. 2. Menganjurkan
dan
memotivasi keluarga
untuk membantu klien
2
dalam pemenuhan ADL
0 3. Melatih
mobilisasi
secara bertahap sesuai
dengan
pulihanya
0
kekuatan
dan
7
tingkatkan kemampuan
.
perawatan diri secara
bertahap
3
4. Mengkaji
skala
5
ketergantungan pasien

4.196

4.197 S:

4.204

07.3

4.198 pasien

mengatakan

hari ini saya masih


merasa lemas
4.195 Kami
s/ 25022016

4.199 O:
4.200 Pasien
memerlukan

masih
bantuan

keluarga untuk makan


4.201 TD 80/70 mmHg
4.202 A:

masalah

belum

teratasi
4.203 P: lanjutkan intervensi

43

4.211

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
4.212
Bronchopneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paruparu meradang. Kantung-kantung udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi
nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang.
Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Selain penyebaran
infeksi ke seluruh tubuh, penderita bronchopneumonia bisa meninggal.
Sebenarnya bronchopneumonia bukanlah penyakit tunggal. Penyebabnya bisa
bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi, dengan sumber utama
bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel.
4.213
5.2 Saran
4.214.......Dari kesimpulan diatas penulis dapat sedikit memberi saran kepada
beberapa

pihak untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan utamanya di Indonesia, diantaranya sebagai berikut:


a. Keluarga klien atau pasien
4.215 Keluarga klien atau pasien diharapkan dapat memberikan perawatan dalam
memenuhi

kebutuhan

sehari-hari

anaknya

yang

menderita

penyakit

bronkopneumonia dan mampu menjaga kebersihan lingkungan sehingga setiap


anggota keluarga yang lain dapat terhindar dari penyakit bronkopneumonia.
b. Mahasiswa
4.216 ...........Mahasiswa diharapkan mampu menguasai konsep brokopneumonia
utamanya dalam memberikan asuhan keperawatan dengan intensif pada anak
dengan bronkopneumonia dan memberikan penyuluhan pada keluarga pasien
sebagai usaha untuk mempercepat penyembuhan pasien serta mencegah terjadinya
komplikasi. Mahasiswa dapat menjalin kerja sama dengan keluarga perawat
lainnya, agar dapat melaksanakan asuhan keperawatan secara operasional.
4.217
4.218
4.219
4.220
4.221
4.222

DAFTAR PUSTAKA

44

4.223

Aziz Alimul Hidayat, A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk


Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

4.224

Huda Nurarif, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosia Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta:
Mediaction.

4.225

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-ruffaedahg-62942-babii.pdf diakses pada Sabtu, 27 Februari 2016 pukul 01.30 WIB.

4.226 http://rizqiyah.web.unej.ac.id/2015/05/03/asuhan-keperawatanbronkopneumonia/
4.227

(diakses pada 27 Februari 2016 pukul 02.30 PM)

https://www.academia.edu/8861361/ASKEP_BRONKOPNEUMONIA_tin
a (diakses pada 27 Februari 2016)

4.228

https://www.academia.edu/10041071/LAPORAN_PENDAHULUAN_AS
UHAN_KEPERAWATAN_PADA_KLIEN_DENGAN_BRONCHOPNEU
MONIA_DI_RUANG_PENYAKIT_DALAM_C3

(diakses

pada

27

Februari 2016)
4.229

https://www.academia.edu/10241135/BAB_II_KONSEP_DASAR(diakses
pada 27 Februari 2016)

4.230

https://www.academia.edu/7543331/BAB_III_RENCANA_ASUHAN_KE
PERAWATAN (diakses pada 27 Februari 2016)

4.231

https://www.academia.edu/8880172/Laporan_Pendahuluan_dan_Asuhan_
Keperawatan_pada_Pasien_dengan_Masalah_Hipertermi (diakses pada 29
Februari 2016)

4.232

Madyo

Wratsongko,

Trianggoro.

2006.

250

Resep

Pencegahan&Penyembuhan Penyakit dengan Gerakan Shalat. Jakarta:


Qultum Media.
4.233

Nurarif, A.H, Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction.

4.234

Seltzer, Suzanna C. 2002. Buku Ajaran Medikal Bedah. Brunner &


Suddart edisi 8 volume 1,2,3. Jakarta: EGC.

45

4.235

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis


NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

4.236

Wiradarma, Karin.

Penanganan

Bronkopnemonia

pada

Bayi.

http://klikdokter.com/tanyadokter/anak/penanganan-bronkopneumoniapada-bayi diakses Sabtu, 27 Februari 2016 pada Pukul 01.00 WIB.


4.237

Yolanda,

Natharina.

2015.

Bronkopnemonia.

http://wwwerjanya.net/faq/11825-bronkopneumonia.html. di akses Sabtu,


27 Februari 2016 pada pukul 12.45 WIB.
4.238
4.239
4.240
4.241

Anda mungkin juga menyukai