A
DENGAN BROKOPNEMONIA
DI RUANG DAHLIA RSUD WONOSARI
Disusun Oleh :
Winanthi Surya Astuti 230301088
Endang Sulistiana 230301051
Fila Trianti 230301057
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan yang sering muncul pada anak biasanya disebabkan
karena organ-organ tubuhnya yang belum berfungsi secara optimal seperti pada
sistem pernapasan. Pada sistem pernapasan, anak lebih rentang terkena penyakit
broncopneumonia atau pneumonia. Pneumonia merupakan infeksi akut yang
mengenai jaringan paru-paru (alveoli) yang disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme seperti virus, jamur dan bakteri.
Brokopeneumonia adalah jenis pneumonia yang terjadi pada bronkus
dan alveolus yaitu peradandangan atau I feksi akibat virus bakteri atau
jamur.Bronkus adalah saluran udara yang memastikan udara masuk dengan baik
dari trakea ke alveolus. Sementara itu alveolus adalah kanting udara kecil yang
berfungsi sebagai tempat pertukaran oksigen dankabon dioksida.Meski sama-
sama menyerang paru-paru ,khususnya saluran udara atau
bronkus.bronkopneumonia berbeda dengan bronchitis (perandangan pada
bronkus).Bronkopneumonia merupakan infeksi yang terjadi pada bronkud dan
alveolus sedangkan bronchitis terjadi hanya bronkus.Seseorang yang
mengalami jenis pneumonia ini dapat merasa sulit bernapas lega atau sesak
napas karena paru-paru mereka tidak mendapatkan suplai udara yang cukup.(1)
Berdasarkan profil kesehatan tahun 2019 diketahui ada 400 ribu kasus
pneumonia di Indonesia. Faktanya, pneumonia adalah pembunuh balita nomor
1 di dunia. Pneumonia mendapat julukan pembunuh yang terlupakan,
pneumonia merupakan pembunuh utama balita di dunia lebih banyak dari
HIV/AIDS, malaria dan campak.(2)
Menurut World Health Organization (2016), angka kematian akibat
Pneumonia di seluruh dunia pada anak dengan usia dibawah 5 tahun sekitar
922.000 (15%). Kejadian bronkopneumonia pada tahun 2018 di Indonesia
terdapat 2,0% dari 1.017.290 penduduk di Indonesia. Penderita
bronkopneumonia pada usia anak terdapat 2,1% dari 93.619 penduduk di
Indonesia(3)
Sebagai seorang mahasiswa keperawatan,kita harus memahami konsep
dasar tentang penyakit bronkopneumonia ini agar dapat menjadi acuan dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan bronkopneumonia dan
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan bronkopneumonia agar tetap dapat
melakukan aktivitasnya seperti biasanya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang kami buat maka muncul keinginan kami
sebagai calon perawat untuk membahas masalah penyakit brokopneumonia
guna untuk memperdalam ilmu pengetahuan mengenai penyakit
bronkopneumonia agar dapat menjadi acuan dan konsep dasar kami untuk
melakukan asuhan keperawatan pasien dengan bronkopneumonia.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memeberi tahu
kepada pembaca khususnya bagi kalangan perawat agar mengetahui apa itu
bronkopneumonia dan apa saja asuhan keperawatan pasien dengan
bronkopneumonia.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus dalam menyusun makalah ini adalah bertujuan untuk
memenuhi tugas dalam mata kuliah stase anak yang telah diberikan oleh
dosen pembimbing serta mahasiswa dapat mampu :
a. Mengetahui definisi bronkopneumonia
b. Mengetahui Klasifikasi bronkopneumonia
c. Mengetahui etiologi bronkopneumonia
d. Mengetahui patofisiologi bronkopneumonia
e. Mengetahui manifestasi klinis bronkopneumonia
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang bronkopneumonia
g. Mengetahui penatalaksanaan bronkopneumonia
h. Mengetahui komplikasi bronkopneumonia
i. Mengetahui pathway bronkopneumonia
BAB II
TINJAUANPUSTAKA
A. Definisi
Bronkopneumonia merupakan infeksi yang mempengaruhi saluran udara masuk ke
paru-paru, juga dikenal sebagai bronkus. Keadaan ini terutama disebabkan oleh
infeksi bakteri, tetapi juga dapat disebabkan oleh infeksi virus dan jamur. Penyakit ini
sangat mengancam kehidupan pada anak-anak, orang dewasa yang lebih tua, dan
pasien dengan kekebalan kronis lainnya yang menurunkan kondisi kesehatan.
Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan
respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri
sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah
Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Anak dengan daya tahan
terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang atau bahkan bisa anak tersebut
tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna.
Bronkopneumonia adalah infeksi yang mempengaruhi saluran udara masuk ke
paru-paru, juga dikenal sebagai bronkus. Kondisi ini terutama disebabkan oleh infeksi
bakteri, tetapi juga dapat disebabkan oleh infeksi virus dan jamur. Penyakit ini sangat
mengancam kehidupan pada anak-anak, orang dewasa yang lebih tua, dan pasien
dengan kekebalan kronis lainnya yang menurunkan kondisi kesehatan.
Bronkopneumonia merupakan salah satu jenis pneumonia yang mengenai bronkus
dan alveolus. Patchy konsolidasi yang mengenai satu atau lebih lobus paru sebagai
gambaran khas bronkopneumonia. Eksudat neutrophil berpusat di bronkus dan
bronkiolus, dengan penyebaran ke alveoli yang berdekatan.(4)
B. Klasifikasi
Klasifikasi bronkopneumonia yaitu sebagai berikut :(4)
1. Pneumonia lobaris
- Pneumonia yang mengenai satu lobus paru-paru
- Pneumonia multilobar mengacu pada keterlibatan beberapa lobus di paru-
paru tunggal atau kedua paru-paru
- Pneumonia panlobar melibatkan semua lobus paru-paru tunggal.
2. Pneumonia bronkial
- Pneumonia yang mempengaruhi jaringan di sekitar bronkus dan/atau
bronkiolus
3. Pneumonia interstisial
- Pneumonia yang mengenai jaringan di antara alveolus
4. Pneumonia pengorganisasian kriptogenik (sebelumnya dikenal sebagai
pneumonia pengorganisasian bronkiolitis obliterans)
- Pneumonia noninfeksi dengan etiologi yang tidak diketahui yang ditandai
dengan keterlibatan bronkiolus, alveoli, dan jaringan sekitarnya
Klasifikasi Bronkopneumonia dikelompokan berdasarkan pedoman dan tatalaksana
sebagai berikut:
1. Bronkopneumonia sangat berat
Apabila ditemukan sianosis dan anak sama sekali tidak mampu minum, maka
anak perlu dirawat di rumah sakit dan diberikan antibiotik
2. Bronkopneumonia berat
Apabila terdapat retraksi dinding dada tanpa sianosis dan masih mampu minum,
maka anak perlu dirawat di rumah sakit dan diberikan antibiotik.
3. Bronkopneumonia
Apabila tidak terdapat retraksi dinding dada tetapi ditemukan pernafasan cepat
yaitu >60x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan, >50x/menit pada anak
usia 2 bulan-1 tahun, >40x/menit pada anak usia 1-5 tahun.
4. Bukan Bronkopneumonia
Hanya terdapat batuk tanpa ada nya gejala dan tanda tanda seperti di atas, tidak
memerlukan perawatan dan tidak perlu pemberian antibiotik.
C. Etiologi
Secara umum bronkopnemonia diakibatkan penurunan mekanisme pertahanan
tubuh terhadap virulensi organisme pathogen.Orang normal dan sehat memiliki
mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas reflek glottis
dan batuk,adanya lapisan mukus,gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari
organ dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri virus dan jamur, antara lain :(5)
a. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella
b. Virus : Legionella Pneumoniae
c. Jamur : Aspergillus Spesies, Candida Albicans
d. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung kedalam paru
e. Terjadi karena kongesti paru yang lama
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya di sebabkan oleh
virus penyebab bronkopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi
bronkus dan alveolus.Imflamasi bronkus ditandai dengan adanya penumpukan
secret,sehingga terjadi demam,batuk produktif,ronchi psitif dan mual.bila penyebaran
kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli,fibrosis,emfisema dan atelektasis.
D. Patofisiologi
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh
virus penyebab bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi
peradangan broncus dan alveolus.Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan
secret sehingga terjadi demam,batuk produktif,rochi positif dan mual.bila penyebaran
kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli,fibrosis,emfisema dan atelectasis kolaps alveoli akan mengakibatkan
penyepitan jalan napas,sesak nafas dan napas rochi.fibrosis bisa menyebabkan
penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang
berfungsi untuk melembabkan rongga pleura.Emfisima (tertimbunnya cairan atau pus
dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan.atelektasismengakibatkan
peningkatan frekuensi napas,hipoksemia,acidosis rerpiratori,pada klien terjadi
sianosis,dipsnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas.(6)
E. Manifetasi klinis
Manifestasi klinis bronkopneumonia terrdiri dari:
a. Biasanya didahului dengan infeksi saluran pernapasan atas selam beberapa hari
b. Demam (390 -400C) kadang-kadang disertai kejang karena demam yang tinggi
c. Anak sangat gelisah,dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuktusuk,yang
dicetuskan oleh bernafas dan batuk
d. Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar
hidung dan mulut
e. Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi,wheezing
F. Pemeriksaan penunjang
pemeriksaan penunjang yang dilakukan pasien bronkopneumonia adalah sebagai
berikut :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemriksaan darah
b. Pemeriksaan sputum
c. Analisa gas darah
d. Sampel darah,sputum urine
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgenogram
b. Laringoskopi/ bronkoskopi
G. Penalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien bronkopneumonia antara lain :(7)
1. Menjaga kelancaran pernafasan
2. Kebutuhan Istirahat
Pasien ini sering hiperpireksia maka pasien perlu cukup istirahat, semua kebutuhan
pasien harus ditolong ditempat tidur.
3. Kebutuhan Nutrisi dan cairan
Pasien bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan makanan yang kurang.
Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat
menyebabkan dehidasi. Untuk mencegah dehidasi dan kekurangan kalori dipasang
infus dengan cairan glukosa 5% dan NaCl 0,9%
4. Mengontrol suhu tubuh
5. Pengobatan
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Akan tetapi, karena hal
itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya diberikan penisilin
ditambah dengan Clod
H. Komplikasi
Beberapa komplikasi bronkopneumonia yang mungkin terjadi, termasuk:(8)
1. Infeksi Darah
Ini terjadi karena bakteri memasuki aliran darah dan menginfeksi organ lain
2. Abses paru
Abses paru-paru dapat terjadi ketika nanah terbentuk di rongga paruparu. Kondisi
3. Efusi pleura
Efusi pleura adalah suatu kondisi di mana cairan mengisi ruang di sekitar paru-paru
dan rongga dada. Cairan yang terinfeksi biasanya dikeringkan dengan jarum atau
tabung tipis. Dalam beberapa kasus, efusi pleura yang parah memerlukan intervensi
4. Gagal napas
Kondisi yang disebabkan oleh kerusakan parah pada paru-paru, sehingga tubuh
tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen karena gangguan fungsi pernapasan. Jika
tidak segera diobati, gagal napas dapat menyebabkan organ tubuh berhenti
berfungsi dan berhenti bernapas sama sekali. Dalam hal ini, orang yang terkena
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
Edukasi
Kolaborasi
upaya napas pola napas (L.01004) membaik. Dengan a) Monitor bunyi napas
d) Penggunaan otot bantu napas menurun e) Monitor adanya sumbatan jalan napas f)
Edukasi
meningkat Terapeutik
d) Indeks Massa Tubuh (IMT) membaik tinggi kalori dan tinggi protein
memungkinkan Edukasi
Kolaborasi
Pengkajian Data
Ibu pasien datang ke IGD RSUD Wonosari mengatakan pasien batuk sejak
3 hari yang lalu, batuk memberat tidak sesak, tidak mual muntah, tidak demam, tidak
kejang, makan minum berkurang,nyeri perut, diberikan oksigen nasal kanul 2 lpm
saat di IGD dan dipindahkan keruangan dahlia.
Saat pengkajian, ibu pasien mengatakan pasien masih batuk, sesak, pilek.
Setelah dilakukan pengukuran vital sign didapatkan hasil: S: 36,1°C, N: 84x/menit,
RR: 32x/menit, SpO2: 98%. Pasien terpasang infus KN3 14 tpm makro, O2 2 lpm.
1). Prenatal
Kehamilan Trimester 1 :
Ibu mengalami tidak mual dan muntah, ibu mengkonsumsi vitamin atau obat.
Kehamilan Trimester II :
pada kehamilan ibu rutin periksa ke klinik bidan
2). Intranatal
Proses melahirkan di rumah sakit secara SC UK 38 minggu dengan BBL: 2,8 kg,
segera menangis
V. RIWAYAT KELUARGA
a. Genogram
Keterangan :
: Pasien
: Laki-laki
: Perempuan
e. Mata :
Simetris, konjungtiva normal, tidak terdapat odem
f. Hidung :
Bentuk simetris, terdapat sekret, tidak terdapat pernapasan cuping hidung, respirasi:
32x/menit, terpasang O2 nasal kanul 2 lpm
g. Mulut :
Membran mukosa bibir lembab, lidah tampak bersih
h. Telinga :
Bersih, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
i. Leher :
Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid.
j. Dada :
Jantung
Inspeksi : Simetris, ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : Terdengar suara S1 S2 reguler
Paru-paru
Inspeksi : Terdapat retraksi dada, irama nafas tidak teratur, respirasi: 32x/menit
Palpasi : Tidak terdapat odem dan nyeri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Terdengar suara ronkhi (+)
Abdomen
Inspeksi : Tidak terdapat lesi
Auskultasi : Terdengar suara peristaltik usus, bising usus ±10 x/menit
Perkusi : Timpani
Palpasi : ada nyeri tekan, tidak teraba benjolan
k. Urogenetalia
Pasien BAK di kamar mandi
l. Ekstremitas Atas :
Pasien dapat menggerakkan kedua tangannya dengan baik, terpasang infus di tangan
kiri.
m. Ekstremitas Bawah :
Pasien dapat menggerakkan kedua kakinya dengan baik, tidak terdapat luka
Kulit :
Tidak terdapat lesi, teraba hangat, CRT <2 detik, turgor kulit >2 detik, S: 36,1°C
Q: Seperti ditusuk-tusuk
R: Perut
S:
T: Hilang timbul
X. RIWAYAT PERKEMBANGAN
1. Personal Sosial :
Pasien An,A mampu menggosok gigi tanpa bantuan, mampu mengambil makanan
sendiri, bisa berpakian tanpa bantuan, bisa bermain ular tangga.
2. Motorik Halus :
Pasien An.A dapat menyusun kubus, bisa memilih garis yang lebih panjang, dapat
menggoyangkan ibu jari.
3. Bahasa :
Pasien An.A dapat menyebutkan 4 warna, mengertikan 5 kata, dapat menghitung
kubus, menyebut 4 gambar.
4. Motorik Kasar :
Pasien An.A dapat berdiri dengan satu kaki selama 3 detik, melompat dengan satu
kaki.
Kesimpulan :
Dari hasil pengkajian DDST didapatkan bahwa perkembangan anak dalam
rentang normal.
.
XI. HUMTY DUMPTY
Do
- Terdapat sekret pada hidung
- Rhonki (+) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Sekresi Yang Tertahan
- Batuk
- RR: 32x/menit
- Spo2: 98%
Do :
- pasien tanpak meringis
- Widal : O+ 1/1.280 Agen pencedera fisiologis Nyeri akut
- Diit Rs tidak habis
- S : 36,1
- N : 84x/menit
- RR: 32x/menit
3. Ds :ibu pasien mengatakan aktivitas anaknya
di bantu keluarga
Pasien aktif bermain di atas tempat tidur
Do :
- Pasien pernah jatuh di depan kamar mandi Lingkungan tidak aman Resiko jatuh
- Humpty dumpty 13 ( resiko jatuh tinggi )
- Pasien terpasang infus KAEN 3A 14 tpm
- Hendrail tempat tidur tidak dinaikkan
- Terpasang tanda resiko jatuh
T : hilang timbul
T : hilang timbul
P : lanjutkan intervensi
3. Selasa Resiko jatuh bd 09:40 1. Menidentifikasi faktor resiko jatuh S: ibu pasien mengatakan anaknya hanya
24/10/2023 lingkungan yang tidak 2. Mengidentifikasi faktor lingkungan beraktivitas di tempat tidur
aman 09:45 yang meningkatkan resiko jaatuh O: Winan
3. Menghitung resiko jatuh - Pasien masih terlihat berbaring
09:48 menggunakan skala humptydumpty dan terkadang bermain di tempat
4. Mengorientasikan ruangan pada tidur Fila
pasien dan keluarga - Skor humpty dumpty 13 (resiko
09:50 5. Memasang hendrail tempat tidur tinggi )
6. Menganjurkan memanggil perawat - Hendrail sudah terpasang
09: 55 jika membutuhkan bantuan untuk
berpindah tempat A : Masalah resiko jatuh belum teratasi
09:56 7. Megajarkan menggunakan alas kaki
yang tidak licin P : lanjutkkan intervensi
8. Mengajarkan berkonterasi untuk Endang
menjaga kesimbangan tubuh
14:20
10:30
1Rabu, Bersihan jalan tidak 09:00 1. Memonitor pola napas (frekuensi, S: Ibu pasien mengatakan anaknya sudah
125./10/2023 efektif bd sekret yang kedalaman, usaha napas) tidak batuk
3 tertahan 2. Memonitor bunyi napas tambahan O: Winan
3 09:30 3. Memonitor sputum - RR: 24x /menit
4. Memberikan oksigen 2 lpm - Telah diberikan terapi nebulizer
09:35 5. Post pemberian terapi ventolin 1 resp/8 jam Fila
09:38 nebulizeVentolin inhalasi 1 resp/ - Salbutamol peroral 0,5mg/8 jam
8jam
12:00 6. Salbutamol peroral 0,5mg/8 jam A: Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
7. Kolaborasi fisioterapi dada dengan teratasi Sebagian
fisioterapis
14:00 P: lanjutkan intervensi
- Berikan terapi nebulizer Ventolin Endang
10:00 inhalasi 1 resp/ 8jam
- Kolaborasi fisioterapi dada
Rabu, Nyeri akut bd 10:05 1. Mengidentifikasilokasi, S : pasien mengatakan sudah tidak Endang
25/10/2023 gangguan agen karakteristik, durasi, frekuensi, nyeri
pencedera fisiologis kualitas, intensitas nyeri
2. Mengidentifikasi skala nyeri O : skala nyeri : 0
10:15 3. Mengidentifikasi factor yang
memperberat nyeri
10:25 4. Memberikan teknik non
farmakologis untuk mengurangi Fila
15:45 nyeri
- Telah diberikan ceftriaxone
5. Memfasilitasi istirahat dan tidur
2x615mg
6. Menjelaskan penyebab periode dan Winan
14:05 pemicu nyeri
A : masalah nyeri akut teratasi
7. Memberikan obat analgetik
10:50
P : hentikan intervensi
08:45
Rabu, Resiko jatuh bd 09:30 1. Menidentifikasi factor resiko jatuh S : ibu pasien mengatakan anaknya Endang
25/10/2023 lingkungan yang tidak 09:32 2. Mengidentifikasi factor lingkungan sudah bisa bermain di depan ruang
aman yang meningkatkan resiko jaatuh rawat inap
09:40 3. Menghitung resiko jatuh O:
menggunakan skala humptydumpty - pasien sudah bermain tidak hanya di
09:45 4. Mengorientasikan ruangan pada tempat tidur
pasien dan keluarga - Skor humpty dumpty 13 (resiko tinggi
09: 55 5. Memasang hendrail tempat tidur ) Fila
6. Menganjurkan memanggil perawat - Hendrail terpasang
09:56 jika membutuhkan bantuan untuk A : masalah resiko jatuuh teratasi
berpindah tempat sebagian
14:20 7. Megajarkan menggunakan alas kaki P : lanjutkkan intervensi
yang tidak licin Winan
10:30 8. Mengajarkan berkonterasi untuk
menjaga kesimbangan tubuh
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisis Jurnal
1,2
Prodi D.III Keperawatan, Universitas Bhamada Slawi, Indonesia
Abstrak
Bronkopneumonia merupakan penyakit peradangan pada organ pernapasan yang mengenai
beberapa lobus di paru-paru. Data WHO menunjukkan bahwa penyakit bronkopneumonia sebagian
besar menyerang pada anak usia di bawah 5 tahun dan menjadi penyebab terbesar kematian pada
anak. Bronkopneumonia umumnya akan mengalami gejala yang khas seperti sesak napas dan batuk.
Anak usia balita tidak dapat mengeluarkan sekret secara mandiri sehingga anak akan mengalami
masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas dan anak beresiko tinggi mengalami sesak napas.
Upaya untuk mengatasi sesak napas pada anak bronkopneumonia dapat diatasi dengan
menggunakan terapi komplementer salah satunya terapi uap minyak kayu putih. Minyak kayu putih
di produksi dari daun tumbuhan melaleuca dengan kandungan terbesarnya yaitu eucalyptol
(cineole). Khasiat cineole menghasilkan efek mukolitik untuk mengencerkan dahak, melegakan
napas, dan anti inflamasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh terapi uap dengan minyak
kayu putih terhadap frekuensi pernapasan pada pasien bronkopneumonia. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan studi kasus. Subyek penelitian adalah 2 anak
dengan bronkopneumonia yang mengalami sesak napas. Penelitian dilakukan dengan memberikan
terapi uap menggunakan air hangat yang dicampurkan 2 tetes minyak kayu putih dalam wadah
kemudian uapnya di hirup selama 10 menit sebanyak 4 kali dalam sehari. Pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan
penurunan frekuensi pernapasan pada kedua subjek dan pada hari ketiga tidak terjadi lagi
peningkatan frekuensi pernapasan. Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh terapi uap dengan
minyak kayu putih terhadap penurunan frekuensi nafas pasien anak dengan Bronkopneumonia.
Vapor Therapy with Eucalyptus Oil Lowers Breathing Frequency In Children with
Bronchopneumonia
Abstract
Bronchopneumonia is an inflammatory disease of the respiratory organs that affects several lobes
of the lungs. WHO data show that bronchopneumonia mostly affects children under 5 years old and
is the biggest cause of death in children. Bronchopneumonia will generally experience typical
symptoms such as shortness of breath and cough. Toddler age children cannot excrete secretions
independently so that children will experience problems of ineffective airway clearance and
children are at high risk of experiencing shortness of breath. Efforts to overcome shortness of breath
in children with bronchopneumonia can be overcome by using complementary therapies, one of
which is eucalyptus oil steam therapy. Eucalyptus oil is produced from the leaves of the melaleuca
plant with the largest content of eucalyptol (cineole). Cineole produces a mucolytic effect to thin
phlegm, relieves breath, and is anti-inflammatory. This study aims to determine the effect of vapor
therapy with eucalyptus oil on reducing respiration rate of bronchopneumonia patients. This
research is a descriptive analytical research with a case study approach. The study subjects were 2
children who were treated with bronchopneumonia who experienced shortness of breath. The study
was conducted by providing steam therapy using warm water mixed with 2 drops of eucalyptus oil
in a container then the steam was inhaled for 10 minutes 4 times a day. The data were collected
through interviews, observations and documentation studies. The result shows a decreased in the
respiration rate of both subjects and on the third day there was no other increase in respiration
rate.
PENDAHULUAN
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan studi kasus.
Subjek penelitian adalah 2 pasien anak bronkopneumonia yang dilakukan intevensi terapi uap
dengan minyak kayu putih untuk menurunkan frekuensi pernapasan. Instrument penelitian yang
digunakan yaitu lembar observasi respirasi, akumulasi sputum dan tarikan dinding dada sebelum
dan setelah diberikan terapi uap dengan minyak kayu putih. Kriteria inklusi pada sampel penelitian
ini adalah anak yang dirawat dengan bronkopneumonia, mampu kooperatif, mengalami perubahan
pola napas/sesak napas dan bersedia menjadi subjek penelitian. Kriteria ekslusi pada sampel
penelitian ini adalah anak dengan masalah bronkopneumonia berat atau dicurigai adanya virus-virus
tertentu seperti TBC, PPOK dan Covid-19. Penelitian dilakukan dengan memberikan terapi uap
dengan menggunakan air hangat yang dicampurkan 2 tetes minyak kayu putih dalam wadah
kemudian uapnya di hirup selama 10 menit sebanyak 4 kali dalam sehari. Penelitian ini dilakukan
selama 3 hari.
HASIL PENELITIAN
Tabel. 3. Perbandingan Kondisi pasien sebelum dan Setelah Dilakukan Intervensi Pada Subjek I
Hari ke - Aspek S ebelum Setelah
Respon Rewel, tidak nafsu makan, Rewel berkurang, tidak nafsu makan, sulit fisiologis sulit
tidur demam, napas tidur, sulit tidur demam, napas cepat RR: cepat RR: 36x/menit, 35x/menit,
batuk, pilek, terdapat tarikan
batuk, pilek, terdapat dinding dada, suara ronkhi +/+ dan
tarikan dinding dada, sekret sulit keluar.
suara ronkhi +/+ dan
sekret sulit keluar.
I Respon kognitif Sulit berkonsentrasi, Kemampuan berkonsentrasi
terdapat penolakan sedikit meningkat
saat diberikan
terapi uap dengan minyak
kayu putih
Respon perilaku Rewel, terdapat sedikit An. H tampak kooperatif selama terapi
dan penolakan peningkatan berjalan, meski kadang masih susah
emosisonal sedikit pada nafsu makan berkonsentrasi.
Kondisi subjek penelitian I setelah diberikan intervensi dari hasil evaluasi adalah terdapat
penurunan frekuensi pernapasan yang dialami oleh An. H dengan nilai respirasi 24x/menit. An. H
tampak rileks batuknya berkurang, sekret mudah dikeluarkan, suara ronkhi -/- dan dan tidak terdapat
tarikan didnding dada serta anak mamapu berkonsentrasi menyelesaikan terapi uap dengan minyak
kayu putih selama 10 menit. Kondisi subjek penelitian II setelah diberikan intervensi dari hasil
evalusai adalah terdapat penurunan frekuensi pernapasan yang dialami oleh An. S dengan nilai
respirasi 22x/menit, tampak rileks sekret keluar, tidak terdapat tarikan dinding dada, suara ronkhi -
/- dan anak mamapu berkonsentrasi menyelesaikan terapi uap dengan minyak kayu putih selama 10
menit
Tabel. 4. Perbandingan Kondisi Pasien Sebelum dan Setelah Dilakukan Intervensi Pada Subjek II
PEMBAHASAN
Hasil penelitian pada Subjek penelitian I dan II menunjukkan penurunan frekuensi pada nilai
respirasi yang berbeda. Subjek penelitian I adalah An. H berumur 3 tahun, jenis kelamin laki-laki
dan subjek penelitian II adalah An. S berumur 1 tahun 5 bulan berjenis kelamin perempuan. Pada
kedua subjek penelitian, terjadi penurunan frekuensi pernafasan, dimana sebelum dilakukan
intervensi terdapat peningkatan frekuensi respirasi, suara ronkhi +/+, tarikan dinding dada dan
sekret sulit dikeluarkan, sedangkan setelah dilakukan intervensi, frekuensi respirasi menjadi dalam
batas normal, suara ronkhi -/-, tidak ada tarikan dinding dada dan sekret mudah keluar selama 3 hari
berturut-turut. Penurunan frekuensi pernapasan disebabkan karena selama proses intervensi yang
dilakukan pada subjek I dan subjek II menunjukkan adanya perubahan fisiologis, perilaku
emosional serta kemampuan kognitif.
Bronkopneumonia merupakan peradangan paru-paru yang disebabkan oleh mikroorganisme
seperti bakteri, virus, dan jamur. Inflamasi bronkus ditandai dengan adanya penumpukan sekret,
batuk dan suara ronchi (Padila, 2013). Masalah yang sering ditemukan pada penderita
bronkopenumonia yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas yang menyebabkan terjadinya sesak
napas. Anak dikatakan sesak napas jika nilai respirasinya diluar batas normal. Nilai normal respirasi
pada anak usia 1 tahun yaitu 20-30 x/menit dan anak usia 2 -5 tahun 24x/menit (Pearce, 2013).
Namun ada kondisi dimana anak dengan nilai respirasi masih dalam rentang normal dan anak
menunjukan adanya tanda tarikan otot dinding dada dapat dikategorikan anak mengalami sesak
napas. Hal ini diakibatkan karena kondisi atau respon tubuh individu berbeda-beda (Pearce, 2013).
Sejalan dengan penelitian Happinasari dan Suryandari yang menerangkan bahwa hasil penelitian
terapi uap dengan minyak kayu putih dapat mengatasi masalah bersihan jalan napas sehingga
frekuensi pernapasan menurun (Happinasari & Suryandari, 2017). Hal ini didukung oleh penelitian
yang menunjukkan adanya perbedaan bersihan jalan napas sebelum dan sesudah dilakukan terapi
uap dengan minyak kayu putih (Irianto, 2014). Terapi uap atau inhalasi uap merupakan pengobatan
dengan cara menghirup uap dengan obat atau tanpa obat melalui saluran pernapasan bagian atas,
tindakan ini dilakukan untuk membantu melegakan jalan napas yang tersumbat oleh sekret atau
lendir (Susanto, 2015).
Uap air dari air panas tersebut dapat bermanfaat sebagai terapi karena dapat membantu tubuh
menghilangkan produk metabolisme yang tidak digunakan bagi tubuh, penguapan tersebut
menggunakan air panas dengan suhu 42 C- 44 C (Farhatun, 2020). Efek dari penggunaan uap air
yaitu dapat meningkatkan konsumsi oksigen, denyyut jantung meningkat dan dapat mengeluarkan
cairan yang tidak diperlukan tubuh seperti mengencerkan lendiri yang menyumbat saluran
pernapasan (Farhatun, 2020).
Kedua subjek penelitian yang diberikan terapi uap dengan minyak kayu putih saat dilakukan oleh
peneliti, diperoleh hasil akhir memiliki jenis kelamin yang berbeda yaitu subjek penelitian I berjenis
kelamin laki-laki dan subjek penelitian II berjenis kemain perempuan. Dimana kedua subjek
memiliki penurunan frekuensi pernapasan yang berbeda dari subjek penelitian I nilai RR: 24x/menit
dan subjek penelitian II RR: 22x/menit lebih rendah di bandingkan dengan subjek penelitian I.
Penurunan nilai RR pada kedua subjek dikatakan sesuai dengan rentang normal. Hal ini karena nilai
RR pada usia 1 tahun 5 bulan dan usia 3 tahun berbeda. Normal usia 1 tahun 20-30x/menit dan usia
2- 5 tahun 24x/menit (Pearce, 2013). Pada subjek penelitian I mendapatkan terapi lain seperti
nebulizer, terapi ini bermanfaat sebagai pengencer dan dapat membantu mengeluarkan sekret yang
kemudian bersihan jalan napas menjadi efektif, sedangkan pada subjek penelitian II tidak
mendapatkan terapi nebulizer, hal ini disebabkan oleh karena adanya kasus brokopneumonia subjek
penelitian I lebih berat dibandingkan dengan kasus bronkopneumonia pada subjek penelitian II.
Hal ini sejalan dengan penelitian Sondakh dengan hasil penelitian menyatakan bahwa
pemberian terapi nebulizer selama 15-20 menit pada gangguan saluran pernapasan menunjukkan
hasil signifikan sekret mudah keluar dan bersihan jalan napas menjadi efektif dengan 0.000
(p<0,005) (Sondakh et al., 2020). Terapi uap dengan minyak kayu putih pada pasien balita diberikan
2 tetes minyak kayu putih dalam 50 ml air hangat (Maftuchah, 2020). Menurut penelitan Farhatun
(2020) waktu durasi terapi uap air dengan minyak kayu putih ini dilakukan selama 10 menit karena
efektifitas penguapan air mendidih yang dicampur dengan minyak kayu putih mengalami
penguapan secara sempurna dalam waktu 10 menit, selebih dari waktu itu uap sisa tersebut tidak
efektif untuk digunakan terapi inhalasi manual.
KESIMPULAN
Terapi uap dengan minyak kayu putih merupakan salah satu terapi komplomenter atau terapi
inhalasi sederhana yang dapat diberikan pada pasien dengan bronkopneumonia untuk membantu
menurunkan frekuensi pernapasan, mengencerkan dahak dan melegakan jalan napas. pemberian
terapi uap dengan minyak kayu putih diberikan 4x sehari selama 10 menit. Hasil penerapan
implmentasi terdapat perubahan frekuensi pernapasan pada kedua subjek ditandai dengan adanya
perubahan frekuensi pernapasan, tidak adanya suara tambahan , sekret mudah dikeluarkan, dan
tidak ada tarikan dinding dada. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah keluasan ilmu
pengetahuan dalam bidang keperawatan khususnya dalam pelaksanaan penerapan pengaruh terapi
uap dengan minyak kayu putih pada anak dengan bronkopneumonia sebagai acuan dalam
penyusunan karya tulis ilmiah dalam penelitian pada klien dengan ketidakefektifan bersihan jalan
napas pada kasus bronkopneumonia anak usia balita.
DAFTAR PUSTAKA
Susanto. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta : Salemba Medika.
WHO. (2016). Pneumonia. retrieved from https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/pneumonia