DISUSUN OLEH:
Oleh:
Hari :
Tanggal :
Mengetahui
Wyssie Ika Sari, S.Kep., Ns. M.Kep Bd. Rosalya Dinna. R, S. Tr. Keb
Laporan Pendahuluan
1. Definisi
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agens infeksius. Pneumonia merupakan infeksi akut
parenkim paru yang biasanya menyebabkan gangguan pertukaran udara
(Puspa, 2018)
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, virus ,jamur ,parasite. Pneumonia juga
disebabkan oleh bahan kimia dan paparan fisik seperti suhu atau radiasi.
(Djojodibroto, 2014)
2. Etiologi
Menurut Yuyun & Yahya (2019), pneumonia dapat disebabkan oleh
bermacam- macam etiologi seperti :
a. Bakteri: stapilococus, sterptococcus, aeruginosa.
b. Virus: virus influenza, dll
c. Micoplasma pneumonia
d. Jamur: candida albicans
e. Protozoa
f. Benda asing
3. Klasifikasi
Klasifikasi Pneumonia dapat dibagi menjadi :
1) Klasifikasi klinis
Klasifikasi tradisional, meninjau ciri radiologis dan gejala klinis,
dibagi atas:
a. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris yg
klasik antara lain awitan yg akut dgn gambaran radiologist berupa
opasitas lobus, disebabkan oleh kuman yang tipikal terutama S.
pneumoniae, Klebsiella pneumoniae, H. influenzae.
b. Pneumonia atipikal, ditandai dgn gangguan respirasi yg
meningkat lambat dgn gambaran infiltrate paru bilateral yg difus,
disebabkan oleh organisme atipikal dan termasuk Mycoplasma
pneumoniae, virus, Chlamydia psittaci.
Klasifikasi berdasarkan factor lingkungan dan penjamu, dibagi atas:
a. Pneumonia komunitas sporadis atau endemic, muda dan orang
tua
b. Pneumonia nosokomial didahului oleh perawatan di RS
c. Pneumonia rekurens mempunyai dasar penyakit paru kronik
d. Pneumonia aspirasi alkoholik, usia tua
e. Pneumonia pd gangguan imun pada pasien transplantasi,
onkologi, AIDS
Sindrom klinis, dibagi atas :
a. Pneumonia bacterial, memberikan gambaran klinis pneumonia
yang akut dgn konsolidasi paru, dapat berupa :
- Pneumonia bacterial atipikal yang terutama mengenai
parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia
lobar
- Pneumonia bacterial tipe campuran dengan presentasi klinis
atipikal yaitu perjalanan penyakit lebih ringan (insidious) dan
jarang disertai konsolidasi paru. Biasanya pada pasien penyakit
kronik
b. Pneumonia non bacterial
Dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan oleh Mycoplasma,
Chlamydia pneumoniae.
d. Sesak napas
Adanya gejala sesak nafas pada pasien pneumonia dapat terjadi karena
penumpukan sekret atau dahak pada saluran pernapasan sehingga
udara yang masuk dan keluar pada paru-paru mengalami hambatan.
e. Ronchi
Ronchi terjadi akibat lendir di dalam jalur udara, mendesis karena
inflamasi di dalam jalur udara yang lebih besar.
f. Mengalami lemas/ kelelahan
Gejala lemas/ kelelahan juga merupakan tanda dari Pneumonia, hal ini
disebabkan karena adanya sesak yang dialami seorang klien sehingga
kapasitas paru-paru untuk bekerja lebih dari batas normal dan
kebutuhan energi yang juga terkuras akibat usaha dalam bernapas.
Manifestasi klinis pada anak
Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu,
ekspektorasi sputum, napas cuping hidung, sesak napas, merintih dan
sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
Tanda Pneuomonia berupa retraksi atau penarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi
nafas, perkusi pekak, fremitrus melemah. Suara napas melemah, dan
ronkhi. (Mansjoer, 2000)
Gejala penyakit pneumonia berupa napas cepat dan sesak napas, karena
paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi
pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan
sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia
1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak dibawah usia 2 bulan, tidak
dikenal diagnosis pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya
batuk juga disertai kesukaran bernafas, napas sesak atau penarikan dinding
dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5
tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sangat berat,
dengan gejala pneumonia sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran
bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum.
Menurut Muttaqin (2008) pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi
selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus
purulen kekuningan, kehijauan, kecoklatan atau kemerahan, dan sering
kali berbau busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan
menggigil (onset mungkin tiba – tiba dan berbahaya ). Adanya keluhan
nyeri dada pleuritis, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas
dan nyeri kepala.
Sekresi saluran napas dapat bervariasi secara substansial dalam kualitas
dan kuantitas, tetapi yang paling sering sedalam-dalamnya dan kemajuan
dari serosanguineous untuk penampilan yang lebih bernanah, White,
yellow, green, or hemorrhagic colors and creamy or chunky textures are
not infrequent. putih, kuning, hijau, atau perdarahan warna dan tekstur
krim atau chunky tidak jarang terjadi. Jika aspirasi mekonium, darah, atau
cairan properadangan lainnya dicurigai, warna dan tekstur lain bisa dilihat.
Rales, rhonchi, dan batuk adalah semua diamati lebih jarang pada bayi
dengan radang paru-paru daripada individu yang lebih tua. If present, they
may be caused by noninflammatory processes, such as congestive heart
failure, condensation from humidified gas administered during mechanical
ventilation, or endotracheal tube displacement. Jika ada, mereka mungkin
disebabkan oleh proses menyebabkan peradangan, seperti gagal jantung
kongestif, kondensasi dari gas humidified diberikan selama ventilasi
mekanik, atau tabung endotracheal perpindahan. Although alternative
explanations are possible, these findings should prompt careful
consideration of pneumonia in the differential diagnosis. Meskipun
alternatif penjelasan yang mungkin, temuan ini akan dimintakan
pertimbangan cermat pneumonia dalam diagnosis diferensial.
Selain gejala klinis di atas, dapat juga muncul gambaran klinis APGAR
Score rendah, segera setelah lahir terjadi distress nafas, perfusi perifir
rendah, letargi, tidak mau minum, tidak mau minum, distensi abdomen,
suhu tidak stabil, asisdosis metabolik, DIC.
Nafas cepat :
- Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit
- Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit
- Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit
Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit
5. Patofisiologi
Infeksi Streptococcus pneumonia biasanya bermanisfestasi sebagai bercak-
bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru (bronkopneumonia),
dan pada remaja dapat berupa konsolidasi pada satu lobus (pneumonia
lobaris). Pneumotokel atau abses-abses kecil sering disebabkan oleh
Staphylococcus aureus pada neonates, karena Staphylococcus aureus
menghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolisin, lekosidin,
stafilokinase, dan koagulase. Toksin dan enzim ini menyebabkan nekrosis
pendarahan, dan kavitasi. Koagulase berinteraksi dengan faktor plasma
dan menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi
fibrin, sehingga terjadi eksudat fibrinopurulen. Pneumotokel dapat
menetap hingga berbulan- bulan, tetapi biasanya tidak memerlukan terapi
lebih lanjut. Sedangkan Pneumonia bacterial menyerang baik ventilasi
maupun difusi.
Suatu reaksi-reaksi infalamsi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi
pada alveoli dan menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan
difusi okisegen serta karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan
neutrofil, juga bermigrasi ke dalam alveoli dan memenuhi ruang yang
biasanya mengandung udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang
cukup karena sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme, menyebabkan
oklusi parsial bronki atau alveoli dengan mengakibatkan penurunan
tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang memasuki paru-paru lewat
melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri jantung tanpa
mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau dari sisi kanan ke
sisi kiri jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak
teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia aeterial (Puspa,
2018).
6. Pathway
7.
Kuman berlebih di brokus Kuman terbawa ke Infeksi saluran nafas bawah
saluran cerna
Akumulasi
8. secret di bronkus Dilatasi peradangan
Infeksi saluran cerna pembuluh
darah
Edema alvioli
Gangguan
pertukaran
gas
Teknan dinding paru
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Ryusuke dan Damayanti (2017) pemeriksaan penunjang penyakit
pneumonia adalah sebagai berikut:
a. Rontgen thorax atau sinar X : Mengidentifikasi distribusi
structural, dapat juga menyatakan abses luas/infiltrate, empysema
(stapilococcus). Infiltrasi penyebaran atau terlokalisasi (bakterial)
atau penyebaran/perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia
mikroplasma sinar X dada mungkin bersih.
b. Pemeriksaan laboratorium lengkap : Terjadi peningkatan leukosit
dan peningkalan LED. LED meningkat terjadi karena hipoksia,
volume menurun, tekanan jalan napas meningkat.
c. Pemeriksaan mikrobiologi yaitu pemeriksaan gram atau kultur
sputum dan darah yang diambil dengan biopsi jarum, aspirasi
transtrakeal, atau biopsi atau pembukaan paru untuk mengatasi
organisme penyebab.
d. Analisis gas darah : Abnormalitas mungkin timbul tergantung dari
luasnya kerusakan paru-paru.
e. Pemeriksaan fungsi paru : Volume mungkin menurun (kongesti
dan kolaps alveolar), tekanan jalan nafas mungkin meningkat,
complain menurun, dan hipoksemia.
f. Pewarnaan darah lengkap (Complete Blood Count – CBC):
Leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan darah
putih (white blood count - WBC) rendah pada infeksi virus.
g. Tes serologi: Membantu dalam membedakan diagnosis pada
organisme secara spesifik
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis secara umum untuk pneumonia menurut Digiulio,
Jackson, & Keogh, 2014 :
a. Memberikan oksigen jika diperlukan.
Terapi oksigen dianjurkan pada pasien dewasa, anak-anak dan bayi
ketika menilai saturasi oksigen kurang dari/ sama dengan 90% saat
pasien beristirahat dan bernapas dengan udara ruangan. Pada kasus
pneumonia yang mengalami hipoksia akut dibutuhkan segera
pemberian terapi O2 dengan fraksi oksigen (Fio2) berkisaran 60 –
100% dalam jangka waktu yang pendek sampai kondisi klinik
membaik dan terapi spesifik diberikan. Terapi awal dapat
diberiakan dengan nasal canul 1-6L/ menit atau masker wajah
sederhana 5-8L/ menit, kemudian ubah ke masker dengan reservoir
jika target saturasi 94 – 98% tidak tercapai dengan nasal canul dan
masker wajah sederhana. Masker dengan reservoir dapat diberikan
langsung jika saturasi oksigen.
b. Untuk infeksi bakterial, memberikan antibiotik seperti macrolides
(azithomycin, clarithomicyn), fluoroquinolones (levofloxacin,
moxifloxacin), beta-lactams (amoxilin atau clavulanate,
cefotaxime, ceftriaxone, cefuroxime axetil, cefpodoxime,
ampicillin atau sulbactam), atau ketolide (telithromycin).
c. Memberikan antipiretik jika demam, seperti Acitaminophen,
ibuprofen.
d. Memberikan bronkodilator untuk menjaga jalur udara tetap
terbuka, memperkuat aliran udara jika perlu seperti albuterol,
metaproteranol, levabuterol via nebulizer atau metered dose
inhaler.
e. Menambah asupan cairan untuk membantu menghilangkan sekresi
dan mencegah dehidrasi.
9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi apabila pasien pneumonia tidak
tertangani secara cepat dan tepat yaitu seperti empiema, empisema,
atelektasis, otitis media akut, dan jika kuman menyebar ke selaput otak
dapat menyebabkan meningitis. Infeksi aliran darah (bakteremia) dapat
terjadi akibat adanya bakteri yang masuk ke dalam aliran darah dan
menyebarkan infeksi ke organ-organ lain. Bakteremia berpotensi
menyebabkan beberapa organ gagal berfungsi yang bisa berakibat fatal.
Penumpukan nanah bisa menyebabkan terbentuknya abses paru atau
empisema. Pada beberapa keadaan kondisi dapat ditangani dengan
pemberian antibiotik, namun jika tidak kunjung membaik, diperlukan
tindakan medis khusus membuang nanah. Efusi pleura merupakan kondisi
di mana cairan memenuhi ruang di antara kedua lapisan pleura, yaitu
selaput yang menyelimuti paru-paru dan rongga dada. Acute respiratoty
distress syndrome (ARDS) terjadi ketika cairan memenuhi kantong-
kantong udara (alveoli) di dalam paru-paru sehingga menyebabkan
penderita tidak bisa bernapas (gagal napas) (Manurung, Suratun, Krisanty,
2013).
2. Intervensi Keperawatan
Terapeutik
- Pertahankan
kepatenan jalan
napas dengan head-
tilt dan chin-lift
(jaw thrust jika
curiga trauma
fraktur servikal)
- Posisikan semi-
fowler atau fowler
- Berikan minum
hangat
- Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
- Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15
detik
- Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
penghisapan
endotrakeal
- Keluarkan
sumbatan benda
padat dengan
forsep McGill
- Berikan oksigen,
jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan
cairan 2000
ml/hari, jika tidak
ada kontraindikasi
- Ajarkan Teknik
batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu.
Bersihan jalan napas Setelah dilakukan Manajemen jalan
tidak efektif tindakan asuhan napas
Definisi : keperawatan 3x24 jam Observasi :
Ketidakmampuan diharapkan bersihan - Monitor pola napas
membersihkan sekret jalan napas klien (frekuensi,
atau obstruksi jalan meningkat dengan kedalaman, usaha
napas untuk kriteria hasil : napas)
mempertahankan jalan a. Mengi - Monitor bunyi napas
napas tetap paten. menurun tambahan (mis.
b. Wheezing Gurgling, mengi,
menurun wheezing, ronkhi
c. Mekonium kering)
(pada
neonatus) Terapeutik :
menurun - Berikan oksigen
d. Frekuensi
napas Edukasi :
membaik - Anjurkan asupan
Pola napas membaik cairan 2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
3. Implementasi keperawatan
4. Evaluasi