Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

BIOLOGICAL BASED THERAPIES FUNCTIONAL FOOD NUTRACEUTICAL

Untuk memenuhi tugas mata kuliah “Keperawatan Komplementer”


Yang diampu oleh dosen Muhammad Taufiqul Akbar, S.Kep.,Ns.,M.Kes

Oleh :

Nazilatul Athiyyah (192102102)


Lila Damayanti (192102105)
Dina Dwi Fransisca (192102109)
Anggraini Darma W (192102111)
Nurul Elizatus S (192102114)
Alpan nuha pambudi (192102119)
Halimah renhoat (192102130)

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN MALANG WIDYA CIPTA HUSADA

PROGRAM STUDI S1 - ILMU KEPERAWATAN

MALANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
pertolongan Nya-lah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah mengenai”
Biological Based Therapies Functional Food Nutraceutical”. Dan juga kami
berterima kasih kepada Bapak Muhammad Taufiqul Akbar, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku
dosen mata kuliah :Keperawatan Komplementer” ITKM Widya Cipta Husada yang
telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat
berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari
Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Malang, 28 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................ii

BAB I............................................................................................................................4

PENDAHULUAN........................................................................................................4

1.1 LATAR BELAKANG.........................................................................................4

1.2 RUMUSAN MASALAH.....................................................................................4

1.3 TUJUAN..............................................................................................................5

BAB II...........................................................................................................................6

PEMBAHASAN...........................................................................................................6

2.1 DEFINISI.............................................................................................................6

2.2 KLASIFIKASI.....................................................................................................7

2.3 MANFAAT..........................................................................................................9

2.4 PROSEDUR PELAKSANAAN........................................................................10

BAB III.......................................................................................................................12

PENELITIAN............................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Menurut natonal center of complementery and alternatif medicine (NCCAM,
2014) Terapi komplementer adalah sekelompok dari keragaman sistem
pengobatan secara medis dan pelayanan kesehatan, praktik-praktik, pengobatan
dan produk yang saat ini tidak diklasifikasikan sebagai bagian dari pengobatan
medis secara konvensional. Di era modern ini terapi komplementer telah menjadi
isu di beberapa Negara maju dan negara berkembang, Penggunaan terapi
komplementer sering dihubungkan dengan keyakinan suatu agama dan budaya,
keuangan serta berkurangnya kepercayaan sebagian masyarakat terhadap praktisi
kesehatan dalam memberikan pengobatan dan perawatan (Lindquist, Snyder, &
Tracy, 2014). Di negara maju seperti di Amerika Serikat terapi komplementer
mulai dikenal dan digunakan pada tahun 1991 dengan jumlah pengguna sekitar
33% dan meningkat 42% pada tahun 1997 dengan alasan pada penderita penyakit
kronik merasa tidak ada perubahan terhadap pengobatan konvensional (Lindquist
et al., 2014). Hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang belum mengetahui
sisi positif dari terapi komplementer functional food and nutraceuticals.

functional food and nutraceuticals adalah bahan yang menawarkan manfaat


kesehatan yang melampaui nilai gizinya serta Beberapa jenis makanan yang
mengandung suplemen atau bahan tambahan lain yang dirancang untuk
meningkatkan kesehatan. Konsep ini berasal dari Jepang pada tahun 1980-an
ketika lembaga pemerintah mulai menyetujui makanan dengan manfaat yang telah
terbukti dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat umum. Beberapa
contoh termasuk makanan yang diperkaya dengan vitamin, mineral, probiotik,
atau serat. Bahan kaya nutrisi seperti buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan,

4
biji-bijian yang dianggap sebagai makanan fungsional, misalnya, mengandung
sejenis serat yang disebut beta glucan, yang telah terbukti mengurangi
peradangan, meningkatkan fungsi kekebalan tubuh, dan meningkatkan kesehatan
jantung.Terapi berbasis biologis merupakan terapi yang paling populer di antara
terapi komplementer lainnya. Di Amerika menggunakan setidaknya satu
persiapan obat herbal dan nutraceutical (aditif, vitamin, dan diet khusus). Meski
pada dasarnya perawat tidak bisa memberikan resep atau merekomendasikan
nutraceutical kepada pasien, namun perawat sangat perlu memiliki pengetahuan
tentang hal tersebut (Lindquist, 2016).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai biological based therapies
functional food and nutraceuticals?

1.3 TUJUAN
1. Untuk memberikan pemahaman mengenai manfaat dari based therapies
functional food and nutraceuticals serta prosedur pelaksaan nya pada
masyarakat luas.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Functional food and nutraceuticals, merupakan makanan buatan yang dapat
diproduksi oleh teknologi pengolah makanan, pemuliaan tradisional, maupun
rekayasa genetika. (Martirosyan & Singh, 2016) mengatakan bahwa makanan
fungsional saat ini mengutamakan pentingnya “senyawa bioaktif” dalam makanan
fungsional tersebut. senyawa bioaktif dianggap sebagai bahan utama dari
efektivitas dari makanan fungsional. Jumlah senyawa bioaktif yang berbeda,
efektif dalam situasi yang berbeda, dan terkadang apabila terlalu banyak senyawa
bioaktif dalam kandungan makanan fungsional tersebut dapat menjadi zat racun.
Makanan functional food harus memiliki manfaat kesehatan jangka panjang
dengan aman bagi klien. Kesehatan dan kesejahteraan manusia sebagian besar
ditentukan oleh makanan bergizi yang dikonsumsi. Beberapa penelitian
mengaitkan makanan dalam membantu mencegah penyakit degeneratif, baik itu
sejenis makanan yang berasal dari hewani maupun dari nabati (Hunter & Hegele,
2017)

Makanan fungsional mirip dengan makanan konvensional, yang dikonsumsi


sebagai bagian dari diet biasa tetapi diketahui untuk meningkatkan status
kesehatan di luar fungsi gizi primer, salah satunya: makanan yang dikenal
dimana bahan-bahan fungsional dari makanan lain ditambahkan ke dalam
makanan fiungsional ini, makanan yang dikenal dimana bahan fungsional baru
untuk suplai makanan ditambahkan, serta makanan yang sama sekali baru
mengandung satu atau lebih bahan-bahan fungsional (Lindquist, 2016).
Sedangkan, nutraceutical adalah produk yang dihasilkan dari makanan tetapi
dijual dalam bentuk obat dari kapsul, tablet, bubuk, larutan, atau ramuan, yang

6
tidak umum terkait dengan makanan dan telah menunjukkan manfaat fisiologis
dan / atau memberikan perlindungan terhadap penyakit kronis; ini sekarang
disebut sebagai "alami produk kesehatan” (Gul, Singh, & Jabeen, 2016).

2.2 KLASIFIKASI
Makanan fungsional dan nutraceuticals diklasifikasikan dalam berbagai
cara. makanan fungsional dan nutraceuticals menargetkan bidang atau populasi
kesehatan tertentu, nutraceuticals sering dikategorikan berdasarkan populasi yang
ditargetkan atau manfaat kesehatannya (pencegahan penyakit). Pangan
fungsional dan nutraceutical juga dapat dikategorikan berdasarkan kandungan
atau jenis pangannya : Zat gizi, termasuk zat dengan fungsi fisiologis tertentu,
seperti vitamin, mineral, asam lemak, asam amino, dan bahan tertentu dari bahan
nabati, Bahan herbal atau tumbuhan yang dapat dimakan, termasuk herbal atau
ekstrak dan konsentrat tumbuh-tumbuhan, seperti bawang putih, ginseng, ginkgo,
dan St John's wort; dan diet fungsional, yaitu zat campuran yang mengandung
bahan yang dimaksudkan untuk menambahkan komponen fungsional kedalam
diet. Bahan-bahannya mungkin mengandung vitamin, mineral, asam amino,
enzim, tumbuhan, atau suplemen makanan lainnya. Semua makanan fungsional
atau nutraceuticals dapat dipasok ke konsumen dalam bentuk sediaan yang
berbeda (misalnya, bubuk, tablet, cairan, kapsul, ekstrak, dan konsentrat).
(Pandey, 2010)

The American Dietetic Association (ADA) telah mengklasifikasikan makanan


fungsional menjadi empat kelompok :

1. Makanan konvensional.
Makanan utuh yang tidak dimodifikasi atau makanan konvensional seperti
produk sereal, produk susu, buah-buahan, dan sayuran yang mewakili bentuk
paling sederhana dari makanan fungsional. Misalnya, stroberi, tomat,

7
anggur, dan brokoli dianggap sebagai makanan fungsional karena kaya akan
komponen bioaktif, seperti antosianin, capsaicinoid, dan quercetin.
2. Makanan yang dimodifikasi.
Makanan fungsional dan nutraceuticals juga termasuk makanan yang telah
dimodifikasi melalui fortifikasi, pengayaan, atau peningkatan. Makanan ini
termasuk jus buah yang diperkaya kalsium, ester sterol nabati atau margarin
yang diperkaya stanol, fitokimia atau makanan ringan yang diperkaya
ekstrak tumbuhan, dan minuman yang mengandung bahan-bahan yang
meningkatkan energi (misalnya, kafein, ginseng, guarana, atau taurin). Susu
rendah lemak, sereal bebas gluten, dan minyak non-lemak juga termasuk
dalam kelompok pangan fungsional termodifikasi.
3. Makanan medis
Makanan ini biasanya diformulasikan untuk dikonsumsi di bawah
pengawasan dokter dan ditujukan untuk pengelolaan diet khusus suatu
penyakit. Contoh makanan medis termasuk "formula diet diabetes".
Makanan fungsional dan nutraceuticals juga dapat diklasifikasikan
berdasarkan sumber tanaman (misalnya, glukan, asamaskorbat, quercetin,
luteolin, selulosa, lutein, pektin, tokoferol, allicin, likopen, zeaxanthin,
lignin, karoten, asam lemak tak jenuh tunggal [MUFAS], dan beberapa
mineral), hewan (misalnya, asam lino leatter konjugasi,
asameicosapentaenoic [EPA], asam docosahexaenoic [DHA], sphingolipids,
kolin, lesitin, kalsium, koenzim Q10, creatine, dan beberapa mineral), dan
kelompok mikroba (misalnya Saccharomyces boulardii, Bifidobacterium
bifidum, Lactobacillus acidophilus, dan Streptococcus salivarius). Selain itu
sumber non food nutraceuticals telah bersumber dari pengembangan metode
fermentasi modern. Misalnya, asam amino dan turunannya telah diproduksi
oleh bakteri yang ditumbuhkan dalam sistem fermentasi. EPA sekarang
dapat diproduksi oleh bakteri dengan mengimpor DNA yang sesuai melalui
metode rekombinasi. Selama 10 tahun terakhir, permintaan akan makanan
yang meningkatkan atau bermanfaat bagi kesehatan telah meningkat secara

8
dramatis di seluruh dunia, seiring dengan meningkat nya biaya perawatan
kesehatan, biaya hidup, dan keinginan untuk kualitas hidup yang lebih
tinggi. Dalam hal ini, makanan fungsional dan nutraceutical menawarkan
alat yang ampuh dan nyaman yang menjanjikan manfaat kesehatan khusus
yang terkait dengan berbagai komponen makanan. Semua makanan adalah
fungsional, di mana makanan menyediakan energi dan nutrisi yang
diperlukan untuk kelangsungan hidup namun, makanan fungsional dan
nutraceuticals yang digunakan saat ini memberikan manfaat kesehatan yang
jauh melampaui kelangsungan hidup. (Das L, 2012)

2.3 MANFAAT
1. Mencegah kekurangan nutrisi
makanan fungsional mengandung berbagai nutrisi yang bermanfaat bagi
tubuh. Dengan mengonsumsi makanan fungsional, tubuh bisa mendapat
nutrisi yang terkandung di dalamnya, sehingga terhindar dari kekurangan
nutrisi yang pada akhirnya bisa menyebabkan penyakit.Sebagai contoh,
dengan memilih roti atau pasta yang diperkaya dengan zat besi dibandingkan
dengan yang terbuat dari tepung terigu biasa, Anda bisa terhindar dari anemia
defisiensi zat besi. (Das L, 2012)
2. Melindungi diri dari penyakit
makanan fungsional bisa melindungi dari berbagai penyakit, seperti
kandungan antioksidan dalam makanan fungsional mampu menetralkan
radikal bebas yang berpotensi merusak sel-sel dalam tubuh. Hal ini bisa
menurunkan risiko Anda mengalami berbagai penyakit kronis, seperti
penyakit jantung, kanker, dan diabetes. (Das L, 2012)
3. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak
Tidak hanya bermanfaat bagi orang dewasa, kandungan nutrisi pada makanan
fungsional juga baik untuk mendukung tumbuh kembang anak.Misalnya,
kandungan asam lemak omega-3 mampu meningkatkan perkembangan dan

9
fungsi otak anak, lalu kandungan kalsium dan vitamin B12 dapat mendukung
pertumbuhan tulang dan gigi anak.(Das L, 2012)

2.4 PROSEDUR PELAKSANAAN


Fungsional nutraceuticals food atau dalam bahasa indonesia di kenal
dengan makanan fungsional yaitu makanan yang sangat bergizi mempunyai
kandungan nutrisi yang kuat, sehingga dapat melindungi terhadap penyakit,
mencegah kekurangan nutrisi dan mendorong pertumbuhan dan perkembangan
yang tepat. Beberapa contoh makanan fungsional adalah makanan yang
diperkaya dengan vitamin, mineral, probiotik atau serat. Bahan kaya nutrisi
seperti buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian seperti oat.

Di indonesia kacang-kacangan merupakan bahan pangan fungsional yang


mudah didapat, dan juga harganya terjangkau. Salah satu olahan makanan
fungsional dari bahan biji-bijian yaitu bubur kacang hijau sebagai menu yang
cukup populer di indonesia, selain memiliki cita rasa yang manis, bubur kacang
hijau ini banyak mengandung protein, karbohidrat, dan juga kaya akan serat yang
baik untuk kesehatan. Berikut prosedur pembuatan makanan Fungsional
nutraceuticals food (bubur kacang hijau).

pengolahan kacang hijau agar tetap memiliki kandungan gizi yang sehat seperti :

1. Kacang hijau mengandung serat dan protein sangat tinggi tapi rendah lemak.
Tapi, jika direbus terlalu masak, kandungan tersebut akan menurun dan
malah hilang.
2. Kacang hijau termasuk jenis makanan yang larut lemak.  Sehingga
manfaatnya akan lebih bagus, jika kacang hijau dimasak dengan santan.
Membantu kandungan gizi kacang hijau terserap dengan baik dalam
tubuh.tapi tidak untuk penderita kolesterol
3. Protein kacang hijau bisa saja menghilang bila proses pemanasan atau
memasaknya terlalu lama. Jangan sampai hancur cukup masak sampai

10
kacang hijau sudah lunak. Pemanasan terlalu lama bisa menghilangkan
vitamin dan manfaat kacang hijau,

Bahan dan langkah-langkah untuk membuat bubur kacang hijau yang


kaya akan protein antara lain:

Bahan bahan pembuatan bubur kacang hijau


1. 200 gr kacang hijau kupas (rendam 1 jam), tiriskan
2. 750 ml air 25 gr tepung sagu tapioka (pengental)
3. 200 gr gula pasir
4. 2 lembar daun pandan simpulkan
5. 250 ml santan kental
6. ½ sdt garam
7. 7. 3 cm jahe segar memarkan
Langkah- langkah pembuatan bubur kacang hijau :
Adapun langkah-langkah pembuatan bubur kacang hijau yaitu:
1. Rebus 700 mililiter air, gula, dan daun pandan hingga mendiidh dan keluar
aroma.
2. Masukkan kacang hijau kupas yang sudah direndam, masak hingga kacang
mekar, usahakan jangan pecah.karena ksndungan serat dan protein akan
menurun
3. Cairkan tepung tapioka dengan 50 mililiter air, masukkan dalam rebusan
kacang, masukkan jahe yang sudah dimemarkan, didihkan kembali. Angkat.
4. Rebus santan kental, garam, dan daun pandan sambil diaduk agar tidak pecah,
lalu angkat.
5. Hidangkan bubur kacang hijau hangat dengan disiram santan gurih.

11
BAB III
PENELITIAN

3.1 Penelitian Terhadap Pangan Fungsional


Produk makanan yang sehat sudah semakin berkembang dengan menjanjikan
berbagai kelebihan sebagaimana ditunjukkan baik pada label maupun iklanya. Produk
pangan ini dikenal dengan sebutan pangan fungsional. Sifat fungsional dari pangan
fungsional ditentukan oleh komponen bioaktif yang terkandung didalamnya, seperti
serat pangan, inulin, Frukto Oligo Sakarida (FOS) dan antioksidan (Marsono, 2008).
Konsep pangan fungsional pertama kali dikembangkan di Jepang pada tahun 1984
(Verma, Patel, & Srivastav, 2018). Beberapa pangan fungsional telah terbukti
meningkatkan penurunan berat badan dan mengurangi obesitas (Chibisov et al., 2019;
Choudhary & Grover, 2012; Kovacs & Mela, 2006; Lieberman, 2004; Bell &
Goodrick, 2002). Skala epidemi obesitas yang semakin meningkat, menciptakan
kebutuhan konsumen serta menjadi peluang bisnis yang sangat besar untuk
pengembangan dan pemasaran produk makanan fungsional dengan manfaat tambahan
untuk mengontrol berat badan (Kovacs & Mela, 2006).

12
Pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pangan
Judul
Fungsional Untuk Membantu Mengurangi Resiko Obesitas

Danar A. Susanto, Ajun Tri Setyoko, Singgih Harjanto dan


Penulis
Arief Eko Prasetiyo
Pangan fungsional berbeda-beda di setiap komunitas
bahkan setiap negara juga mendefinisan berbeda-beda
sehingga menimbulkan kebingungan di kalangan para ahli
dan non-ahli (Martirosyan & Singh, 2015). European
Commision (EU) mendefinisikan pangan fungsional
sebagai makanan yang bermanfaat dan mempengaruhi satu
Definisi
atau lebih fungsi dalam tubuh di luar efek nutrisi yang
dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan dan/atau
pengurangan risiko penyakit yang dikonsumsi sebagai
bagian dari pola makanan normal yang berbentuk bukan
pil, kapsul atau segala bentuk suplemen makanan
(European Commision, 2010).
Penelitian ini adalah mengembangkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) pangan fungsional untuk membantu
Tujuan
mengurangi resiko obesitas.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode


Framework for Analysis, comparison, and Testing of
Standards/FACTS dengan menggunakan empat tahapan
utama yaitu analisis pemangku kepentingan (stakeholder),
analisis teknis, perbandingan standar, dan pengujian
. Metode
standar. Melalui pendekatan FACTS pada saat menyusun
standar, dapat diperoleh informasi tambahan yang formal
dan terstruktur, sehingga standar yang akan dikembangkan
dapat diterima oleh semua pemangku kepentingan
(Aristyawati et al., 2016).
Hasil penelitian ini adalah usulan parameter standar pangan
fungsional untuk membantu mencegah resiko obesitas yang
meliputi 36 variabel parameter yang dirangkum dan
dikelompokkan dalam 6 faktor utama yaitu 1) Faktor
Metode pembuatan pangan fungsional 2) Faktor komponen
dan manfaat pangan fungsional untuk membantu
mengurangi resiko obesitas 3) Faktor bentuk dan pola
Hasil makan pangan fungsional 4) Bukti khasiat pangan
Penelitian fungsional 5) Faktor label dalam kemasan pangan
fungsional 6) Faktor parameter kualitas dan keamanan
pangan fungsional. Variabel komposisi utama dan faktor
kualitas pangan fungsional untuk membantu mencegah
resiko obesitas ditentukan berdasarkan parameter total
kalori (maksimal 1200 kkal), total karbohidrat (maksimal
360 kkal), protein (minimal 480 kkal), lemak (maksimal
360 kkal) dan serat (minimal 72 kkal)
Pengaturan komposisi utama dan faktor kualitas akan
semakin kompleks dan sangat luas apabila standar dibuat
pada setiap bahan alam dan setiap khasiat tertentu. Hal ini
mengingat banyaknya bahan alam dalam bonus demografi
Simpulan Indonesia yang sangat besar, sehingga akan banyak sekali
13
SNI yang perlu disusun juga dapat berpotensi membatasi
inovasi dan pengembanagn pangan fungsional. SNI pangan
fungsional tentunya akan berkaitan, berhubungan dan
bersinggungan dengan SNI produk pangan yang sudah ada
DAFTAR PUSTAKA
Das, L., Bhaumik, E., Raychudhuri, U, Chakraborty, R, 2012. Role of nutraceuticals
in human health. J. Food Sci. Technol. 49, 11

Gul, K., Singh, A. K., &Jabeen, R. (2016). Nutraceuticals and Functional Foods: The
Foods for the Future World. Critical Reviews in Food Science and Nutrition,
56(16), 2617–2627. https://doi.org/10.1080/10408398.2014.903384

Hunter, P. M., &Hegele, R. A. (2017). Functional foods and dietary supplements for
the management of dyslipidaemia. Nature Reviews Endocrinology, 13(5),
278–288. https://doi.org/10.1038/nrendo.2016.210

Lindquist, R. (2006). Complementary / Alternative Therapies in Nursing (5th ed.).

Lindquist, R., Snyder, M., & Tracy, M. F. (Eds.). (2014). Complementary &
alternative therapies in nursing (Seventh edition). New York: Springer
Publishing Company.

Marsono Y. 2007. ProspekPengembanganMakananFungsional. Makalahdisampaikan


pada Seminar Nasional dalamrangkan “National Food Technology
Competation (NFTC)”

Pandey, M.V.R., Saraf, S.A., 2010. Nutraceuticals: new era of medicine and health.
Asian J. Pharm. Clin. Res. 3, 11.

Rufaida, Z., Bd, S. K., Sc, M., Wardini, S., Lestari, P., St, S.,St, S. (2018).
KOMPLEMENTER

Suter IK. 2011. PanganFungsionaldalam Kesehatan Ayurveda. Makalahdisajikan


pada Seminar Seharidalamrangka Hari Ibu di Universitas Hindu Indonesia.

14

Anda mungkin juga menyukai