Anda di halaman 1dari 13

ATRESIA ANI

By : Wyssie Ika Sari


Definisi
 Memiliki nama lain yaitu anus imperforata
 Merupakan kelainan bawaan (kongenital),tidak
adanya lubang atau saluran anus (Donna L.
Wong,520 : 2003).
 Tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada
distal anus atau tertutupnya anus secara
abnormal (Suriadi,2001)
Etiologi
 Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun
terdapat beberapa faktor resiko seperti di bawah ini:
 Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah
dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
 Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan
berusia 12 minggu/3 bulan
 Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan
embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta
traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu
keempat sampai keenam usia kehamilan
Gambaran malformasi
Klasifikasi atresia ani berdasarkan
letak
 Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas
muskulus levator ani (muskulus pubokoksigeus)
 Letak intermediate apabila akhiran rektum terletak
di muskulus levator ani.
 Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir di
bawah muskulus levator ani
Manifestasi klinis
 Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama
setelah kelahiran
 Tidak dapat mengukur suhu rectal pada bayi
 Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus
yang salah letaknya
 Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi
usus bila tidak ada fistula
 Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
 Perut kembung
Penatalaksanaan
 Pembuatan kolostomi
Pada kelainan anorektal letak tinggi atau intermediet. Setelah
diagnosis ditegakkan, segera dilakukan kolostomi selanjutnya
dibuatkan lopogram untuk mengetahui macam fistula.
 PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)

Bedah definitifnya yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12


bulan, ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk
membesar dan pada otot-otot untuk berkembang, juga
memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan
bertambah baik status nutrisinya.
 Tutup kolostomi

Tindakan yang setelah operasi


Pemeriksaan diagnostik
 Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
 Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
 CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
 Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
 Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius.
Pemeriksaan diagnostik
 Pemeriksaan rectal digital dan visual
Pemeriksaan fisik rectum kepatenan rectal dapat dilakukan colok
dubur dengan menggunakan selang atau jari.
 Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-
sel epitel mekonium.
 Ultrasound dapat : menentukan letak rectal kantong.
 Ultrasound terhadap abdomen : melihat fungsi organ internal
terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor
reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
 Aspirasi jarum : mendeteksi kantong rectal dengan menusukan
jarum sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada
saat jarum sudah masuk 1,5 cm dianggap defek tingkat tinggi
Komplikasi
 Asidosis hiperkloremik (diare atau muntah-muntah
yang berkepanjangan, urin mengalir melalui fistel
menuju rektum urin akan diabsorbsi)
 Infeksi saluran kemih yang terus-menerus
 Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
 Obstruksi intestinal
Asuhan keperawatan
Pengkajian :
 Lakukan pengkajian bayi baru lahir, terutama pada

area perianal.
 Lakukan pengkajian area anus.

 Observasi adanya pasase mekonium (perhatikan

bila ada mekonium tampak pada orificium yang


tidak tepat).
 Observasi feses terutama pada bayi yang memiliki

riwayat mengalami kesulitan defekasi atau distensi


abdomen. 
Asuhan keperawatan
Dx Pre Operasi
 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
mual/muntah.
 Konstipasi b.d gangguan pasase feses, feses tidak transit lama di kolon.

 Ketidakefektifan pola nafas b.d distensi abdomen.

 Risiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif.

 Mual b.d distensi lambung.

 Risiko infeksi b.d pengeluaran

Dx Post Operasi
 Nyeri akut b.d trauma jaringan post operasi.

 Gangguan rasa nyaman b.d trauma jaringan post operasi.

 Perubahan proses keluarga b.d perawatan anak dengan defek fisik,


hospitalisasi

Anda mungkin juga menyukai