Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

SISTEM INTEGUMEN : ULKUS DM DI RSU


SANTO VINCENTIUS SINGKAWANG

Disusun Oleh:
PUTRA ARDHANA
NIM.211133028

PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSANKEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATANKEMENKES PONTIANAK
TAHUN 2021/2022
A. Pendahuluan
Diabetes melitus adalah gangguan metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa) akibat kurangnya hormon insulin,
menurunnya efek insulin atau keduanya. (Kowalak, dkk. 2016).Diabetes
Melitus merupakan salah satu masalah kesehatan yang perlu diwaspadai
oleh seluruh dunia . Hal ini dikarenakan adanya peningkatan jumlah
penderita diabetes dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015 menyebutkan
sekitar 415 juta orang dewasa menderita diabetes, kenaikan 4 kali lipat
dari 108 juta di tahun 1980an. Apabila tidak ada tindakan pencegahan
maka jumlah ini akan terus meningkat tanpa ada penurunan. Diperkirakan
pada tahun 2040 meningkat menjadi 642 juta penderita (IDF Atlas, 2015).
Kurang lebih 90% hingga 95% penderita diabetes mellitus
mengalami DM tipe 2 yang terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap
insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin
yang disebabkan adanya kombinasi faktor genetik dan lingkungan.
Mayoritas penderita DM tipe 2 memiliki riwayat keluarga dengan penyakit
diabetes mellitus atau masalah kesehatan lain yang berhubungan dengan
diabetes misalnya dislipidemia, hipertensi, maupun obesitas. Faktor
lingkungan yang mempengaruhi risiko 2 terjadinya DM tipe 2 adalah
konsumsi makanan yang tinggi lemak, tinggi kalori serta minimnya
aktivitas fisik (Smeltzer & Bare, 2008).
Penderita DM penting untuk mematuhi serangkaian pemeriksaan
seperti pengontrolan gula darah. Bila kepatuhan dalam pengontrolan gula
darah pada penderita DM rendah, maka bisa menyebabkan tidak
terkontrolnya kadar gula darah yang akan menyebabkan komplikasi.
Mematuhi pengontrolan gula darah pada DM merupakan tantangan yang
besar supaya tidak terjadi keluhan subyektif yang mengarah pada kejadian
komplikasi. Diabetes melitus apabila tidak tertangani secara benar, maka
dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi.
Peran perawat sangatlah penting dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan masalah ulkus Diabetikum. Asuhan
keperawatan yang professional diberikan melalui pendekatan proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, penetapan diagnosa, pembuatan
intervensi, impelementasi keperawatan, dan mengevaluasi hasil tindakan
keperawatan.

B. Definisi
Ulkus diabetikum merupakan permasalahan yang sudah sering
muncul sekarang dimana luka pada kaki penderita diabetes melitus yang
diakibatkan karena suatu infeksi yang menyerang sampai ke dalam
jaringan subkutan(Andyagreeni, 2017).
Ulkus diabetikum merupakan komplikasi kronik dari diabetes
melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitasserta kecacatan
penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting
untuk terjadinya ulkusdiabetic melalui pembentukan plak atherosklerosis
pada dinding pembuluh darah, (zaidah, 2016).
Ulkus diabetikum merupakan kerusakan yang terjadi sebagian
(Partial Thickness) atau keseluruhan (Full Thickness) pada daerah kulit
yang meluas ke jaringan bawah kulit, tendon, otot, tulang atau persendian
yang terjadi pada seseorang yang menderita penyakit Diabetes Melitus
(DM), kondisi ini timbul akibat dari peningkatan kadar gula darah yang
tinggi (Tarwoto & Dkk., 2018).
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan ulkus diabetikum
adalah suatu kondisi yang timbul akibat dari peningkatan kadar gula darah
yang tinggi dan akan menyebabkan komplikasi kronik dari diabetes
mellitus dimana luka pada kaki penderita diabetes mellitus akan
mengakibatkan suatu infeksi yang menyerang sampai ke dalam jaringan
subkutan.
C. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi

Gambar 1. Prankreas

Sumber : Gongzaga 2010

Gambar 2. DM tipe I DM tipe II


Sumber : Gongzaga 2010

Menurut Gonzaga.B (2010), prankreas terletak melintang


dibagian atas abdomen dibelakang glaster didalam ruang
retroperitonial. Disebelah kiri ekor prankreas mencapai hiluslinpa
diarah kronio dorsal dan bagian kiri atas kaput prankreas
dihubungkan dengan corpus oleh leher prankreas yaitu bagian
prankreas yang lebar biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan
vena mesentrika superior berada dibagian kiri prankreas ini
disebut processus unsinatis prankreas.
Menurut Gonzaga Prankreas terdiri dari 2 jaringan utama
yaitu:

a. Asinus yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum.

b. Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya


keluar, tetapi menyekresi insulin d24eddan glukagon
langsung ke darah.Pulau langerhans manusia mengandung
tiga jenis sel utama yaitu sel alfa, beta dan delta yang satu
sama lain dibedakan dengan struktur dan sifat
pewarnaannya. Sel beta mengekresi insulin, sel alfa
mengekresi glukagon, dan sel-sel delta mengekresi
somatostatin.
2. Fisiologi
Menurut Gongzaga 2010, Prankreas disebut sebagai organ
rangkap, mempunyai 2 fungsi yaitu sebagai kelenjer eksokrin dan
kelenjer endokrin. Fungsi eksokrin menghasilkan sekret yang
mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein, lemak, dan
karbohidrat, sedangkan endokrin menghasilkan hormon insulin dan
glukagon yang memegang peranan penting pada metabolisme
karbohidrat. Kelenjer prankreas dalam mengatur metabolisme glukosa
dalam tubuh berupa hormon hormon yang disekresikan oleh sel-sel di
pulau langerhans. Hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon
yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang
dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
Menururt Gonzaga (2010) ,Prankreas dibagi menurut bentuk nya :

a) Kepala (kaput) merupakan bahagian paling besar terletak di


sebelah kanan umbilical dalam lekukan duodenum.
b) Badan (korpus) merupakan bagian utama organ itu letaknya
sebelah lambung dan depan vertebra lumbalis pertama.

c) Ekor(kauda) adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang


sebenarnya menyentuh lympa

A. Pulau Langerhans

Gambar 2.3 Pulau Langerhans

Sumber : Gongzaga (2010)


Pulau langerhans mengandung 3 jenis sel utama yakni sel-
alfa, sel beta dan sel delta. Sel beta mencakup kira kira 60%
dari semua sel terletak terutama ditengah setiap pulau dan
mensekresikan insulin.granula sel Bmerupakan bungkusan
insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi
antara spesies 1 sengan yang lain. Dalam sel B, muloekus
insulin membentuk polimer komplek dengan seng.
Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena
perbedaan ukuran polimer atau akregat sel dari isulin. Insulin
disintesis dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian
diangkut ke aparatus kolgi, tempat ini dibungkus didalam
granula yang diikat membran. Kranula ini bergerak ke
dinding sel oleh suatu proses yang sel mengeluarkan insulin
kedaerah luar gengang exsosotosis.
Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta
kapiler berdekatan dan endotel fenestra kapiler untuk
mencapai aliran darah. Sel alfa yang mencakup kira kira 25%
dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang
merupakan 10% dari seluruh sel yang mensekresikan
somatostatin.
B. Hormon Insulin
Insulin terdiri dari dua rantai asam amino satu sama lain
dihubungkan oleh ikatan disulfide. Sekresi insulin diatur oleh
glukosa darah dan asam amino yang memegang peran penting.
Perangsang adalah glukosa darah. Kadar glukosa darah 80-90
mg/ml. (Gongzaga 2010)
Efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat :

 Manambah kecepatan metabolisme glukosa


 Mengurangi kosentrasi gula darah

 Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan

C. Glukagon

Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel sel


alfa pulau langerhans mempunyai beberapa fungsi
berlawanan dengan insulin fungsi terpenting adalah
meningkatkan kosentrasi glukosa dalam darah. (Biologi
Gongzaga 2010)
Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah:
 Pemecahan glikagon (glikogenolisis)
 Peningkatan glikogen (glikogenesis)
Menurut Smelzer 2015, Diabetes melitus disebabkan oleh
rusaknya sebagian kecil dari sel sel beta dari pulau pulau
langerhans pada prankreas yang berfungsi menghasilkan
insulin, akibatnya kekurangan insulin.

D. Etiologi
Diabetes dengan Ulkus(Corwin, 2017).
a. Faktor endogen:
1) Neuropati
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan
penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi
syok dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan
peningkatan fatwa darah, produksi keringat tidak ada dan
hilangnya tonus vaskuler
2) Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko
lain.
3) Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh
darah) pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati)
menyebabkan penurunan fatwa darah ke tungkai, bila terdapat
thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
- Adanya hormone aterogenik
- Merokok
- Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
- Kaki dingin
- Nyeri nocturnal
- Tidak terabanya denyut nadi
- Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
- Kulit mengkilap
- Hilangnya rambut dari jari kaki
- Penebalan kuku
- Gangrene kecil atau luas.
b. Faktor eksogen
1) Trauma
2) Infeksi

E. Klasifikasi
Klasifikasi ulkus diabetik menurut (Wijaya, Andra Saferi dan Mariza
Putri,2013)adalah sebagai berikut:
a. Derajat 0 : Tidak ada lesi yang terbuka, luka masih dalam keadaan
utuh denganadanya kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki
seperti “claw, callus”
b. Derajat I : Ulkus superfisial yang terbatas pada kulit.
c. Derajat II : Ulkus dalam yang menembus tendon dan tulang.
d. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa adanya osteomielitis.
e. Derajat IV : Gangren yang terdapat pada jari kaki atau bagian distal
kaki denganatau tanpa adanya selulitis.
f. Derajat V : Gangren yang terjadi pada seluruh kaki atau sebagian
pada tungkai.

F. Tanda dan gejala


Menurut Teguh, Subianto. (2019)
a. Diabetes Tipe I
- hiperglikemia berpuasa
- glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
- keletihan dan kelemahan
- ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah,
hiperventilasi, nafas amis buah, ada perubahan tingkat kesadaran,
koma, kematian)
b. Diabetes Tipe II
- lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
- gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
- komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit
vaskular perifer)
c. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, tempat akral itu tampak merah dan terasa
hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian
distal. Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh
darah, sedangkan secara akut emboli menawarkan gejala klinis 5 P
yaitu :
- Pain (nyeri)
- Paleness (kepucatan)
- Paresthesia (kesemutan)
- Pulselessness (denyut nadi hilang)
- Paralysis (lumpuh)

6. Komplikasi
Menurut (Andyagreeni, 2017),komplikasi pada ulkus diabetikum yaitu;
a. Serangan jantung (kardiopati diabetik)
Kardiopati diabetik adalah gangguan jantung akibat diabetes.
Glukosa darah yang tinggi dalam jangka waktu yang panjang
akanmenaikan kadar kolestrol dan trigliserida. Lama kelamaan
akanterjadi aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah.
b. Penyakit ginjal (nefropatik diabetik)
Nefropatik diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat
kebocoranselaput penyaring darah yang mengakibatkan penghalang
proteinrusak dan terjadi kebocoran protein ke urine (albuminuria).
c. Kebutaan akibat glukoma (retinopati diabetik)
Keadaan ini disebabkan rusaknya pembuluh darah yang
memberimakan pada retina.
d. Stroke
Tubuh penderita diabetes mengalami gangguan
metabolismekarbohidrat dan lemak sehingga rentan mengalami
tekanan darahtinggi aterosklerosis.
e. Luka yang tidak dapat sembuh
Penderita diabetes sulit menyembuhkan luka terbuka
yangdialaminya karena kadar glukosa yang tinggi dapat
menyebabkanpenyempitan pembuluh darah (vasokontriksi).
Akibatnya sirkusasi darah menjadi terganggu dan mengakibatkan
transportasi nutrisiserta oksigen pada luka menjadi terhambat
sehingga penyembuhanluka berjalan sangat lambat.
f. Kematian
Jika kondisi diabetes pada penderita sudah parah dan
menyebabkankomplikasi berbagai penyakit berat,maka akibat
paling fatal daridiabetes mellitus adalah kematian

7. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum menurut (Doenges,
2016).
a. Pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan vaskuler
Tes vaskuler noninvasive : pengukuran oksigen
transkutaneus,ankle brachial index (ABI), absolute toe systolic
pressure. ABI :tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik
lengan.
c. Pemeriksaan Radiologis
Gas subkutan, benda asing, osteomielitis
d. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula
darahpuasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam
urine.Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ).
Hasildapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau
( + ),kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikanantibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.

8. Penatalaksaan medis
Untuk penatalaksanaan pada penderita ulkus DM khususnya
penderita setelah menjalani tindakan operasi debridement yaitutermasuk
tindakan perawatan dalam jangka panjang.
a. Medis
Menurut Sugondo (2019 )penatalaksaan secara medis
sebagaiberikut :
1) Obat hiperglikemik Oral
2) Insulin
a) Ada penurunan BB dengan drastis
b) Hiperglikemi berat
c) Munculnya ketoadosis diabetikum
d) Gangguan pada organ ginjal atau hati.
3) Pembedahan
Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukanpembedahan yang
bertujuan untuk mencegah penyebaranulkus ke jaringan yang
masih sehat, tindakannya antara lain:
a) Debridement : pengangkatan jaringan mati pada lukaulkus
diabetikum.
b) Neucrotomi
c) Amputasi
b. Keperawatan
Menurut Sugondo (2019), dalam penatalaksaan medis
secarakeperawatan yaitu :
1) Diit
Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatanglukosa.
2) Latihan
Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga kecil,
jalan -jalan sore, senam diabetik untuk mencegahadanya ulkus.
3) Pemantauan
Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya secara
mandiri dan optimal.
4) Terapi insulin
Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali sesudah
makan dan pada malamhari.
5) Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi bagi
penderita ulkus dm supaya penderita mampumengetahui tanda
gejala komplikasi pada dirinya danmampu menghindarinya.
6) Nutrisi
Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka
debridement, karena asupan nutrisi yang cukup
mampumengontrol energy yang dikeluarkan.
7) Stress Mekanik
Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinya adalah
seperti bedrest, dimana semua pasin beraktifitas ditempat tidur
jika diperlukan. Dan setiap hari tumit kakiharus selalu dilakukan
pemeriksaan dan perawatan(medikasi) untuk mengetahui
perkembangan luka dan mencegah infeksi luka setelah dilakukan
operasidebridement tersebut.
8) Tindakan pembedahan
Fase pembedahan menurut Wagner ada dua klasifikasi antara
lain :
Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak dilakukan atau
tidak ada.
Derajad I – IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaan medis,
dan dilakukan perawatan dalam jangka panjangsampai dengan
luka terkontrol dengan baik.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
Keletihan, nyeri seluruh badan dan hilangnya nafsu makan.
Mungkin adanya mual dan muntah.
c. Pengkajian pola gordon (pola fungsi kesehatan.
1) Persepsi kesehatan
Pasien tidak mengetahui penyebab penyakitnya, higienitas pasien
sehari-hari kurang baik.
2) Nutrisi metabolic
Diawali dengan mual, muntah, anoreksia menyebabkan
penurunan berat badanpasien.
3) Pola eliminassi
Akan mengalami perubahan BAK kuning pucat bau khas
4) Aktivitas
Akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya
nyeri akibat kurangnya asupan kalium tubuh
5) Tidur/istirahat
Akan terganggu karena adanya akibat kurangnya asupan kalium
tubuh
6) Kognitif
Pasien masih dapat menerima informasi namun kurang
berkonsentrasi karena nyeri ektremitas dan kelumpuhan.
7) Peran hubungan
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan
peran pasien pada kehidupan sehari-hari mengalami gangguan
8) Manajemen koping/ stress
Pasien mengalami kecemasan yang berangsur-angsur dapat
menjadi pencetus stress. Pasien memiliki koping yang adekuat.
9) Keyakinan/ nilai
Pasien memiliki kepercayaan, pasien jarang sembahyang
karena gejala penyakitnya

d. Pemeriksaan fisik
1) Ekteremitas
kaji adanya keletihan pada kaki dan tangan, kaji kekuatan
otot
2) Keadaan umum : lemah
3) Kesadaran : kaji GCS dengan seksama

2. Diagnosa keperawatan
a) Nyeri akut
b) Gangguan integritas kulit
c) Gangguan mobilitas fisik
d) Ansietas
e) Resiko infeksi

1. Intervensi

No Diagnosa Standar Standar Intervensi Keperawatan


Keperawat Luaran Indonesia (SIKI)
an Keperawatan
(SLKI)
1. Nyeri akut Setelah A.MANAJEMEN NYERI
dilakukan (I. 08238)
tindakan 1. Observasi
keperawatan  lokasi, karakteristik, durasi,
3x24 jam, frekuensi, kualitas, intensitas
maka di nyeri
harapkan nyeri  Identifikasi skala nyeri
berkurang  Identifikasi respon nyeri non
dengan kriteria verbal
hasil :  Identifikasi faktor yang
a. Tidak memperberat dan
mengeluh memperingan nyeri
nyeri  Identifikasi pengetahuan dan
b. Tidak keyakinan tentang nyeri
meringis  Identifikasi pengaruh budaya
c. Tidak terhadap respon nyeri
bersikap  Identifikasi pengaruh nyeri
protektif pada kualitas hidup
d. Tidak  Monitor keberhasilan terapi
gelisah komplementer yang sudah
Kemampua diberikan
n  Monitor efek samping
menggunak penggunaan analgetik
an non- 2. Terapeutik
farmakologi  Berikan teknik
. nonfarmakologis untuk
e. Ttv dalam mengurangi rasa nyeri (mis.
batas TENS, hypnosis, akupresur,
normal terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

B. PEMBERIAN ANALGETIK
(I.08243)
1. Observasi
 Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus, pereda,
kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
 Identifikasi riwayat alergi
obat
 Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. Narkotika,
non-narkotika, atau NSAID)
dengan tingkat keparahan
nyeri
 Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
2. Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesik
yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
 Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan respon
pasien
 Dokumentasikan respon
terhadap efek analgesic dan
efek yang tidak diinginkan
3. Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
2. Gangguan Setelah A. PERAWATAN INTEGRITAS
integritas dilakukan KULIT
kulit tindakan (I.11353)
keperawatan 1. Observasi
3x24 jam,  Identifikasi penyebab
integritas kulit gangguan integritas kulit (mis.
meningkat Perubahan sirkulasi, perubahan
dengan kriteria status nutrisi, peneurunan
hasil : kelembaban, suhu lingkungan
a. Kerusakan ekstrem, penurunan mobilitas)
integritas 2. Terapeutik
kulit  Ubah posisi setiap 2 jam jika
menurun tirah baring
b. Tidak ada  Lakukan pemijatan pada area
kemerahan penonjolan tulang, jika perlu
c. Keadan  Bersihkan perineal dengan air
luka hangat, terutama selama
Membaik periode diare
 Gunakan produk berbahan
petrolium  atau minyak pada
kulit kering
 Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik
pada kulit sensitive
 Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
3. Edukasi
 Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotin, serum)
 Anjurkan minum air yang
cukupAnjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkat asupan
buah dan saur
 Anjurkan menghindari
terpapar suhu ektrime
 Anjurkan menggunakan tabir
surya SPF minimal 30 saat
berada diluar rumah

B. PERAWATAN LUKA
( I.14564 )
1. Observasi
 Monitor karakteristik luka (mis:
drainase,warna,ukuran,ba
 Monitor tanda –tanda inveksi
2. Terapeutik
 lepaskan balutan dan plester
secara perlahan
 Cukur rambut di sekitar daerah
luka, jika perlu
 Bersihkan dengan cairan
NACL atau pembersih non
toksik,sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Berika salep yang sesuai di
kulit /lesi, jika perlu
 Pasang balutan sesuai jenis
luka
 Pertahan kan teknik seteril
saaat perawatan luka
 Ganti balutan sesuai jumlah
eksudat dan drainase
 Jadwalkan perubahan posisi
setiap dua jam atau sesuai
kondisi pasien
 Berika diet dengan kalori 30-
35 kkal/kgBB/hari dan
protein1,25-1,5 g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin dan
mineral (mis vitamin
A,vitamin C,Zinc,Asam
amino),sesuai indikasi
 Berikan terapi
TENS(Stimulasi syaraf
transkutaneous), jika perlu
3. Edukasi
 Jelaskan tandan dan gejala
infeksi
 Anjurkan mengonsumsi makan
tinggi kalium dan protein
 Ajarkan prosedur perawatan
luka secara mandiri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur
debridement(mis: enzimatik
biologis mekanis,autolotik),
jika perlu
 Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu

3. Hambatan Setelah DUKUNGAN AMBULASI


mobilitas dilakukan (1.06171)
fisik tindakan Observasi
keperawatan  Identifikasi adanya nyeri
selama 3x24 atau keluhan fisik lainnya
jam diharpkan  Identifikasi toleransi fisik
masalah melakukan ambulasi
hambatan  Monitor frekuensi
mobilitas fisik jantung dan tekanan
dapat teratasi darah sebelum memulai
dengan kriteria ambulasi
hasil :  Monitor kondisi umum
a.Pergerakan selama melakukan
ekstremitas ambulasi
meningkat  Terapeutik
b.Kekuatan  Fasilitasi aktivitas
otot ambulasi dengan alat
meningkat bantu (mis. tongkat,
c.ROM kruk)
meningkat  Fasilitasi melakukan
Kaku sendi mobilisasi fisik, jika
menurun perlu
 Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi

Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan
ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. berjalan
dari tempat tidur ke kursi
roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)

4. Ansietas Setelah A. REDUKSI ANXIETAS


dilakukan (I.09314)
asuhan 1.  Observasi
keperawatan
 Identifikasi saat tingkat
3x24 jam
anxietas berubah (mis.
Tingkat
Kondisi, waktu, stressor)
kecemasan
pasien  Identifikasi kemampuan

menurun, mengambil keputusan

dengan kriteria  Monitor tanda anxietas (verbal


hasil : dan non verbal)
a. Pasien
2. Terapeutik
mengatakan
cemasnya  Ciptakan suasana  terapeutik
berkurang untuk menumbuhkan
kepercayaan
b.Pasien
 Temani pasien untuk
menunjukkan
mengurangi kecemasan , jika
cemas
memungkinkan
berkurang,
wajah tampak  Pahami situasi yang

lebih rileks membuat anxietas

 Dengarkan dengan penuh


perhatian

 Gunakan pedekatan yang


tenang dan meyakinkan

 Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan

 Diskusikan perencanaan 
realistis tentang peristiwa
yang akan dating

3. Edukasi

 Jelaskan prosedur, termasuk


sensasi yang mungkin
dialami

 Informasikan secara factual


mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis

 Anjurkan keluarga untuk


tetap bersama pasien, jika
perlu

 Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan

 Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi

 Latih kegiatan pengalihan,


untuk mengurangi
ketegangan

 Latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat

 Latih teknik relaksasi

4. Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian obat


anti anxietas, jika perlu

5. Risiko Setelah A.PENCEGAHAN INFEKSI


infeksi dilakukan (I.14539)
tindakan 1. Observasi
keperawatan  Identifikasi riwayat kesehatan
selama 3x24 dan riwayat alergi
jam  Identifikasi kontraindikasi
diharapkan pemberian imunisasi
pasien  Identifikasi status imunisasi
tidak setiap kunjungan ke pelayanan
mengalami kesehatan
infeksi dengan 2. Terapeutik
kriteria hasil:  Berikan suntikan pada pada
a. Demam bayi dibagian paha
menurun anterolateral
b. Kemerahan  Dokumentasikan informasi
menurun vaksinasi
c. Nyeri  Jadwalkan imunisasi pada
menurun interval waktu yang tepat
d. Bengkak 3. Edukasi
menurun  Jelaskan tujuan, manfaat,
e. Vesikel resiko yang terjadi, jadwal dan
menurun efek samping
f. Cairan  Informasikan imunisasi yang
berbau diwajibkan pemerintah
busuk  Informasikan imunisasi yang
menurun melindungiterhadap penyakit
g. Kebersihan namun saat ini tidak
tangan diwajibkan pemerintah
meningkat  Informasikan vaksinasi untuk
h. Kebersihan kejadian khusus
badan  Informasikan penundaan
meningkat pemberian imunisasi tidak
i. Kadar sel berarti mengulang jadwal
darah putih imunisasi kembali
membaik  Informasikan penyedia layanan
j. Kultur area pekan imunisasi nasional yang
luka menyediakan vaksin gratis
membaik
k. Kadar sel B.MANAJEMEN IMUNISASI/
darah putih VAKSIN
membaik (I. 14508)
1. Observasi
 Identifikasi riwayat kesehatan
dan riwayat alergi
 Identifikasi kontraindikasi
pemberian imunisasi
 Identifikasi status imunisasi
setiap kunjungan ke pelayanan
kesehatan
2. Terapeutik
 Berikan suntikan pada pada
bayi dibagian paha
anterolateral
 Dokumentasikan informasi
vaksinasi
 Jadwalkan imunisasi pada
interval waktu yang tepat
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan, manfaat,
resiko yang terjadi, jadwal
dan efek samping
 Informasikan imunisasi yang
diwajibkan pemerintah
 Informasikan imunisasi yang
melindungiterhadap penyakit
namun saat ini tidak
diwajibkan pemerintah
 Informasikan vaksinasi untuk
kejadian khusus
 Informasikan penundaan
pemberian imunisasi tidak
berarti mengulang jadwal
imunisasi kembali
 Informasikan penyedia
layanan pekan imunisasi
nasional yang menyediakan
vaksin gratis
DAFTAR PUSTAKA

Andyagreeni. 2017. Tanda Klinis Penyakit Diabetes Mellitus.


Jakarta : CV. Trans Info MediaCorwin. 2017.

American Association’s Expert Committe on the Diagnosis and


Classification Davis CompanyDoenges, M.E., Moorhouse,
M.F., & Murr, A.C.2016.
Nursing care plan: Guidelines forindividualizing elient care
across the life span. (8thedition). Philadelphia: F.A.Jakarta:
Pusat penerbitan Ilmu Penyakit dalam FK UI of Diabetes
mellitus.

Sugondo. 2019. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku ajar Ilmu


Penyakit Dalam. IV ed.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st


ed.). DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2nd ed.).


DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2nd ed.).
DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai