Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Moral Reasoning

Moral berasal dari bahasa latin mos yang artinya tata cara dalam

kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan (Gunarsa,1986). Moral merupakan

kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam

hubungannya dengan kelompok sosial dan masyarakat. Moral merupakan

standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu oleh nilai-nilai sosial

budaya di mana individu sebagai anggota sosial (Roger, 1985). Oleh Franz

(1987) dikatakan bahwa kata moral selalu mengacu pada baik buruknya

manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan

manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Teori perkembangan

moral berusaha untuk menjelaskan rerangka yang mendasari pengambilan

keputusan individu dalam konteks dilema etika. Tujuan teori ini adalah

memahami proses penalaran kognitif seorang individu dalam mengatasi

dilema etika, bukan untuk menilai benar atau salah (Afdal, 2012). Jadi moral

adalah sikap baik-buruknya, bukan benar atau salah seseorang dalam

berhubungan dengan kelompok atau masyarakat.

Kohlberg dalam menjelaskan pengertian moral menggunakan

istilah- istilah seperti moral-reasoning, moral-thingking, dan moral-

judgement, sebagai istilah-istilah yang mempunyai pengertian sama dan

digunakan secara bergantian. Istilah tersebut dialih bahasakan menjadi

penalaran moral (Setiono dalam Pratidarmanastiti, 1991). Penalaran moral

dipandang sebagai suatu struktur pemikiran bukan isi. Dengan demikian


penalaran moral bukanlah tentang apa yang baik atau yang buruk, tetapi

tentang bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu

adalah baik atau buruk (Kohlberg, 1977: 1981). Penalaran-penalaran moral

inilah yang menjadi indikator dari tingkatan atau tahapan kematangan moral.

Memperhatikan penalaran mengapa suatu tindakan salah, akan lebih memberi

penjelasan daripada memperhatikan tindakan (perilaku) seseorang atau

bahkan mendengar pernyataan bahwa sesuatu itu salah (Duska dan Whelan,

1975)

Melalui hasil penelitian Kohlberg (1980b) yang dituliskan

oleh Budiningsih (2004 : 27-28) menyatakan hal-hal sebagai berikut:

1. Ada prinsip-prinsip moral dasar yang mengatasi nilai-nilai moral

lainnya dan prinsip-prinsip moral dasar itu merupakan akar dari nilai-

nilai moral lainnya.

2. Manusia tetap merupakan subjek yang bebas dengan nilai-nilai yang

berasal dari diri lainnya.

3. Dalam bidang penalaran moral ada tahap-tahap perkembangan yang

sama dan universal bagi setiap kebudayaan.

4. Tahap-tahap perkembangan penalaran moral ini banyak sitentukan


oleh faktor kognitif atau kematangan intelektual.
Kesimpulan ini ditarik dari penelitiannya dengan instrument yang
disebut sebagai “Dilemma Moral Heinz”, yaitu sebuah kasus yang
merangsang responden untuk memberikan keputusan-keputusan moral..
Adapun tahap-tahap perkembangan moral yang sangat dikenal keseluruh
dunia adalah yang dikemukakan oleh Kohlberg, L.E (1995) yang dituliskan
oleh Ali (2004 : 137-140), yaitu sebagai berikut:
1. Tingkat Prakonvensional
Pada tingkat ini, anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya
dan ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk serta
benar dan salah. Namun demikian, semua ini masih ditafsirkan dari
segi akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan,
pertukaran) atau dari segi kekuatan fisik mereka yang memaklumkan
peraturan.
Tingkat prakonveksional ini memiliki dua tahap, yaitu orientasi
hukuman dan kepatuhan serta orientasi relativis-instrumental.
Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan
Tahap 2: Orientasi relativis-instrumental
2. Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok,
atau masyarakat. Semua itu dipandang sebagai hal yang menilai dalam
dirinya sendiri tanpa mengindahkan akibat yang bakal muncul. Sikap anak
bukan saja konformitas terhadap pribadi dan tata tertib sosial,
melainkan juga loyal terhadapnya dan secara aktif mempertahankan,
mendukung, membenarkan seluruh tata tertib, serta mengidentifikasikan
diri dengan orang atau kelompok yang terlibat.
Tingkat konvensional ini memiliki dua tahap, yaitu orientasi
kesepakatan antara pribadi atau disebut orientasi “anak manis” serta
orientasi hukum dan ketertiban.
Tahap 3: Orientasi kesepakatan antara pribadi atau disebut
orientasi “anak manis
Tahap 4: Orientasi hukuman dan ketertiban
3. Tingkat Pascakonvensional, Otonom, atau Berlandaskan Prinsip
Pada tingkatan usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan
prinsip- prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan,
terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-
prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi diri dengan kelompok tersebut.
Tingkat ini memiliki dua tahap, yaitu orientasi kontak sosial legalitas serta
orientasi prinsip dan etika universal.
Tahap 5: orientasi kontrak sosial legalitas
Tahap 6: Orientasi prinsip dan etika universal

Penalaran moral adalah cara berpikir tentang sikap baik-


buruknya seseorang dalam berhubungan dengan kelompok atau
masyarakat. Moral tidak hanya berpokok pada sikap baik-buruk seseorang
saja tetapi merupakan cerminan yang dimiliki seseorang dalam
kesehariannya yang ditunjukkan kepada orang lain, kepatuhan,
keingintahuan, kesetiakawanan, hingga pertentangan yang
diperlihatkannya. Maka penalaran moral akan memiliki pengaruh dalam
perilaku etis.

B. Analisis Wacana
1. Pengertian
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam penelitian suatu masalah
sosial, dan analisis wacana adalah salah satu metode yang dapat dilakukan.
Analisis wacana adalah alternatif terhadap kebuntuan-kebuntuan dalam
analisis media yang selama ini lebih didominasi oleh analisis isi
konvensional dengan paradigma positif atau konstruktivisnya.
Analisis Wacana akan memungkinkan untuk memperlihatkan
motivasi yang tersembunyi di belakang sebuah teks atau di belakang
pilihan metode penelitian tertentu untuk menafsirkan teks. Sedangkan
pengertian wacana sendiri adalah cara tertentu untuk membicarakan dan
memahami dunia (atau aspek dunia) ini2. Analisis Wacana Kritis itu tidak
lebih dari dekonstruktif membaca dan menafsirkan masalah atau teks
(sambil tetap ingat bahwa teori-teori postmodern memahami setiap
penafsiran realitas, karena itu, realitas itu sendiri sebagai teks. Setiap teks
dikondisikan dalam suatu wacana, sehingga disebut Discourse Analysis.
Fokus dari analisis wacana adalah setiap bentuk tertulis atau bahasa
lisan, seperti percakapan atau artikel koran. Topik utama yang menjadi
pokok dalam analisis wacana adalah struktur sosial yang mendasarinya,
yang dapat diasumsikan atau dimainkan dalam percakapan atau teks. Ini
menyangkut alat dan strategi yang dipakai orang ketika terlibat dalam
komunikasi, seperti memperlambat suatu pidato untuk penekanan,
penggunaan metafora, pilihan kata-kata tertentu untuk menampilkan
mempengaruhi, dan sebagainya
2. Kelemahan analisis wacana :
Sebagai suatu metode yang digunakan dalam meneliti masalah-
masalah sosial, analisis wacana juga mempunyai beberapa kelemahan,
antara lain :
a. Pada saat menganalisis suatu wacana, sangat diperlukan kecerdasan dan
keterampilan yang tinggi agar dapat memahami maksud dari pembuat
wacana tersebut. Kita harus dapat mencerna makna dari masing-masing
kata dan kalimat dari wacana tersebut sehingga pada akhirnya kita dapat
memahami maksud atau  isi dari wacana tersebut
b. Dalam menafsirkan suatu wacana tidak hanya dipertemukan pada
masalah kebahasaan, tetapi juga dihadapkan pada problematika sosial,
sehingga dalam memahaminya kita agak menemui kesulitan.
c. Pemaknaan semakin rumit karena sebagai bagian dari metode penelitian
sosial dengan pendekatan kualitatif, analisisis wacana ini juga memakai
paradigma penelitian. Dengan demikian proses penelitiannya tidak
hanya berusaha memahami makna yang terdapat dalam sebuah naskah,
melainkan seringkali menggali apa yang terdapat di balik naskah
menurut paradigma penelitian yang dipergunakan
d. Perlu menguasai teori politik, karena Discourse Analysis lebih banyak
mengambil wacana politik dalam penelitiannya.
e. Dalam penelitian dengan analisis wacana, kita cenderung harus lebih
cermat dan amat teliti dalam memperhatikan semua aspek sekecil
apapun itu.
f. Analisis Wacana tidak memberikan jawaban yang pasti, tetapi akan
menghasilkan wawasan atau pengetahuan yang didasarkan pada
perdebatan dan argumentasi terus-menerus.
3. Kelebihan Analisis Wacana
a. Analisis wacana dapat diterapkan pada setiap situasi dan setiap subjek.
b. Perspektif  baru yang disediakan oleh analisis wacana memungkinkan
pertumbuhan pribadi tingkat tinggi pemenuhan kreatif dan dapat
membimbing seseorang untuk dapat berfikir kritis.
c. Data yang ada dapat direkonstruksi untuk mengembangkan kerangka
yang sudah ada sebelumnya.
d. Tidak ada teknologi atau dana yang diperlukan tetapi analisis wacana
dapat mengakibatkan perubahan mendasar dalam praktek-praktek
lembaga, profesi, dan masyarakat secara keseluruhan.

Anda mungkin juga menyukai