Anda di halaman 1dari 97

ii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi atau (infectious disease)

yang disebabkan oleh bakteri Mycobachterium tuberculosis, infeksi ini

biasanya menyerang paru-paru (pulmonary) namun juga dapat menyerang

organ lain. Sumber penularan yaitu pasien TB BTA (bakteri tahan asam)

positif, melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya. Gejala utama

tuberkulosis yaitu batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih, batuk TB

dengan gejala tambahan dahak bercampur darah (Rosadi Dian , 2020).

Menurut World Health Organization (WHO) Tuberkulosis Multi

Drug Resistance Tuberkulosis (TB-MDR) merupakan jenis tuberkulosis yang

disebabkan oleh bakteri yang tidak menanggapi isoniazid dan rifampisin, obat

anti-TB lini pertama yang paling kuat. MDR-TB dapat diobati dan

disembuhkan dengan menggunakan obat lini kedua, perawatan membutuhkan

pengobatan lini kedua obat-obatan selama minimal 9 bulan dan hingga 20

bulan, didukung oleh konseling dan pemantauan untuk efek samping.

Berdasarkan Global Tuberkulosis Report tahun 2019 melaporkan

bahwa terdapat 186.772 kasus MDR / RR-TB terdeteksi dan dilaporkan pada

tahun 2018 dengan kasus terdaftar dalam pengobatan sebanyak 156.071 yang

mengalami peningkatan kecil dari 139.114 di tahun 2017.

1
2

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2018 mengemukakan bahwa untuk

menilai kemajuan atau keberhasilan pengendalian tuberkulosis, terdapat dua

indikator utama secara nasional yaitu Case Detection Rate (CDR) dan

Success Rate (SR). Untuk tingkat provinsi dengan CDR terdapat 3 provinsi

yang memiliki beban tinggi kasus TB di 3 provinsi yaitu 122,2% pada

provinsi DKI Jakarta, 84% provinsi Sulawesi Selatan dan 78,5% provinsi

Papua. Angka keberhasilan pengobatan semua kasus tuberkulosis mengalami

penurunan dari 2012 dan 2018 dibadingkan ditahun sebelumnya.

Pada tahun 2018 angka keberhasilan pengobatan semua kasus

tuberkulosis sebesar 84,6% sedangkan angka keberhasilan pengobatan untuk

semua kasus minimal 90,0%. Di Sulawesi – Selatan angka keberhasilan kasus

sebesar 87% yang artinya masih rendah sehingga dapat memberikan pengaruh

pada status kesehatan masyarakat dengan adanya kasus MDR-TB yang sulit

dikendalikan (Kemenkes RI, 2019).

Dinas kesehatan Sulawesi Selatan mencatat penemuan kasus

Multidrug Resistance Tuberculosis (MDR-TB) di tahun 2017 sampai 2019

terjadi peningkatan. Tahun 2017 jumlah penemuan kasus sebanyak 190 kasus,

2018 terdapat 398, hingga 2019 mencapai 466 kasus. Tingkat keberhasilan

pengobatan tahun 2018 sebesar 34% dan 12% masih dalam tahap pengobatan

(Dinkes Sulawesi -Selatan, 2017-2019).

Data rekam medik yang diperoleh dari tempat penelitian, di Balai

Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar tercatat penderita MDR-TB yang

memulai pengobatan tahun 2022 sebanyak 153 orang dengan presentase


3

keberhasilan pengobatan 50% yaitu 75 orang. Pada Maret – Mei 2023 pasien

yang aktif menjalani pengobatan sebanyak 120 orang. Di setiap bulan pasien

yang datang menjalani pengobatan hanya sekitar 30 – 40 orang.

Faktor yang berpengaruh bagi seseorang ketika menghadapi masalah

kesehatan adalah dukungan keluarga, juga sebagai suatu strategi dalam

mencegah stres. Begitu pula dalam hal patuh terhadap minum obat khususnya

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang merupakan salah satu faktor yang

berpengaruh bagi seseorang dalam hal patuh terhadap minum obat adalah dari

dukungan keluarga sendiri (Amansyah, S. M. 2018).

Dukungan keluarga sangat menunjang keberhasilan pengobatan

pasien tuberkulosis paru dengan cara selalu mengingatkan penderita agar

makan obat, pengertian yang dalam terhadap penderita yang sedang sakit dan

memberi semangat agar tetap rajin berobat. Dukungan keluarga yang

diperlukan untuk mendorong pasien tuberkulosis paru dengan menunjukkan

kepedulian dan simpati, dan merawat pasien. Dukungan keluarga yang

melibatkan perhatian emosional, bantuan dan penegasan, akan membuat

pasien tuberkulosis paru tidak kesepian dalam menghadapi situasi serta

dukungan keluarga dapat memberdayakan pasien tuberkulosis paru selama

masa pengobatan dengan mendukung terus menerus, seperti mengingatkan

pasien untuk mengambil obat-obatan dan menjadi peka terhadap penderita

tuberkulosis paru jika mereka mengalami efek samping dari obat tuberkulosis

(Suci Musfira, 2022).


4

Bentuk-bentuk dukungan keluarga terhadap pasien tuberkulosis

adalah yang pertama dukungan emosional, yaitu dukungan yang diwujudkan

dengan mendengarkan keluh kesah pasien yang dirasakan dalam menjalani

pengobatan secara emosional untuk mencapai kesejahteraan anggota keluarga

dan memenuhi kebutuhan psikososial. Dukungan keluarga yang kedua

adalah dukungan instrumental diwujudkan berupa mengantarkan saat control

dan menyediakan sarana dan prasarana kebutuhan pasien tuberkulosis.

Ketiga, dukungan penilaian yaitu dengan memberikan support dalam

menjalani pengobatan. Yang keempat adalah dukungan informasional yaitu

dengan memberikan penjelasan tentang penyakit tuberkulosis serta cara

pengobatannya (Siregar , 2019).

Berdasarkan data rekam medik sentra dots tercatat di Balai Besar

Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar tentang dukungan

emosional dan instrumental terhadap kepatuhan pengobatan pada pasien TB

MDR dengan jumlah 120 pasien yang aktif menjalani pengobatan. Maka dari

itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Dukungan Emosional

dan Instrumental terhadap kepatuhan pengobatan pada pasien TB MDR.”

B. RUMUSAN MASALAH

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular. Pengobatan yang tidak

tuntas dapat menyebabkan TB MDR dimana pengobatannya harus teratur dan

dosis obat yang harus ditingkatkan, sedangkan untuk mengontrol pengobatan

diperlukan pengawas atau dukungan dari orang sekitar pasien, maka masalah

dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan dukungan emosional dan
5

instrumental keluarga dengan kepatuhan pengobatan pasien TB MDR di Balai

Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar?”

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan umum

Diketahui hubungan dukungan emosional dan instrumental

keluarga dengan kepatuhan pengobatan pasien di Balai Besar

Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar.

2. Tujuan khusus

a. Diketahui gambaran dukungan emosional keluarga pasien TB

MDR di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)

Makassar.

b. Diketahui gambaran dukungan instrumental keluarga pasien TB

MDR di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)

Makassar.

c. Diketahui gambaran kepatuhan pengobatan pasien TB MDR di

Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar.

d. Diketahui hubungan dukungan emosional keluarga dengan

kepatuhan pengobatan pada pasien TB MDR di Balai Besar

Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar.

e. Diketahui hubungan dukungan instrumental keluarga dengan

kepatuhan pengobatan pada pasien TB MDR di Balai Besar

Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar.


6

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat, baik manfaat secara

praktis maupun manfaat secara teoritis.

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan

sebagai bahan kajian lebih lanjut dimasa yang akan datang khususnya

bagi yang meneliti tentang pengobatan pada pasien TB MDR.

2. Manfaat Praktis

a. Memperluas wawasan dan menambah pengetahuan khususnya

yang berhubungan dengan dukungan emosional dan instrumental

dengan kepatuhan pengobatan pada pasien TB MDR.

b. Sumber informasi dan dokumentasi bagi institusi dalam

meningkatkan pendidikan selanjutnya.

c. Menambah pengetahuan perawat sehingga meningkatkan

pelayanan dan memberikan perawatan yang tepat bagi pasien TB

terutama pada pasien.

d. Sumber informasi dan bahan masukan bagi pasien TB MDR untuk

dapat meningkatkan pengetahuan tentang dukungan emosional dan

instrumental dengan kepatuhan pengobatan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Tuberkulosis Paru

1. Definisi Tuberkulosis Paru

Pengertian tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular

langsung yang disebabkan karena kuman tuberkulosis yaitu Myobacterium

Tuberculosis. Mayoritas kuman tuberkulosis menyerang paru, akan tetapi

kuman tuberkulosis paru juga dapat menyerang organ tubuh yang lainnya.

Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman tuberkulosis paru Mycobacterium Tuberculosis (Suci Musfira,

2022).

Tuberkulosis Paru atau biasa disingkat dengan TB Paru adalah

penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium

Tuberculosis yang ditularkan melalui dahak (droplet) dari penderita TB

Paru kepada individu lain yang rentan (Amansyah, 2018).

Bakteri Mycobacterium Tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang

merupakan batang ramping, kurus, dan tahan akan asam atau sering disebut

dengan BTA (bakteri tahan asam). Dapat berbentuk lurus ataupun bengkok

yang panjangnya sekitar 2-4 μm dan lebar 0,2 –0,5 μm yang bergabung

membentuk rantai. Besar bakteri ini tergantung pada kondisi lingkungan

(Amansyah, 2018).

7
8

2. Etiologi Tuberkulosis Paru

Sumber penularan penyakit tuberkulosis paru adalah penderita

Tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita

menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).

Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar

selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup

ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam

tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat

menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah,

saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman

yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil

pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil

pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut

dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberkulosis ditentukan oleh

konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut

(Amansyah, 2018).

3. Klasifikasi Tuberkulosis Paru

a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit

1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis yang terjadi pada parenkim

(jaringan) paru. Militer tuberkulosis dianggap sebagai tuberkulosis

paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis


9

tuberkulosis di rongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi

pleura tanpa terdapat gambaran radiologi yang mendukung

tuberkulosis pada paru, dinyatakan sebagai tuberkulosis ekstra paru.

2) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang terjadi pada organ

selain paru, misalnya; pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran

kencing, kulit, sendi, selaput otak, dan tulang.

b. Klasifikiasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

1) Pasien baru tuberkulosis : adalah pasien yang belum pernah

mendapatkan pengobatan tuberkulosis sebelumnya atau sudah

pernah menelan OAT terapi kurang dari 1 bulan (<dari 28 dosis).

2) Pasien yang pernah diobati tuberkulosis : adalah pasien yang

sebelumnya pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari

28 dosis).

3) Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan

tuberkulosis terahir, yaitu:

a) Pasien kambuh: adalah pasien tuberkulosis yang pernah

dinyatakan sembuh setelah menjalani pengobatan lengkap dan

saat ini di diagnosis tuberkulosis.

b) Pasien yang diobati kembali setelah gagal : adalah pasien

tuberkulosis yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada

pengobatan terakhir.
10

c. Klasifikasi berdasarkan hasil uji kepekaan obat

Pengelompokan pasien tuberkulosis berdasarkan hasil uji

kepekaan contoh uji dari Myobacterium tuberculosis terhadap OAT dan

dapat berupa

1) Mono resistan ( TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT

lini pertama saja.

2) Pola resistan (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT

lini pertamaselin Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara

bersamaan.

3) Multidrug resistan (TB MDR) :resisten terhadap Isoniazid (H) dan

Rifampisin (R) secara bersamaan.

4) Extensive drug resistan ( TB XDR) : adalah TB MDR yang

sekaligus juga resistant terhadap salah satu OAT golongan

fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis

suntikan (kanamisin,kapreomisin, dan amikasin).

4. Manifestasi Klinis Tuberkulosis Paru

Tanda dan gejala yang sering terjadi pada tuberkulosis paru adalah

batuk yang tidak spesifik tetapi progresif. Penyakit tuberkulosis paru

biasanya tidak tampak adanya tanda dan gejala yang khas. Biasanya

keluhan yang muncul adalah :


11

a. Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.

b. Batuk, terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang

/ mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai

batuk purulent (menghasilkan sputum).

c. Sesak nafas, terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai

setengah paru.

d. Nyeri dada. Nyeri dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila

infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

e. Malaise ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit

kepala, nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari.

5. Patofisiologi Tuberkulosis Paru

TBC paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh basil TBC

(Mycrobacterium Tuberculosi Humanis). Karena ukurannya yang sangat

kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat

mencapai alveolus. Masuknya kuman TBC ini akan segera diatasi oleh

mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit

kuman TBC dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman

TBC. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu

menghancurkan kuman TBC dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.

Kuman TBC dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan

membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TBC

di jaringan paru disebut Fokus Primer. Waktu yang diperlukan sejak


12

masuknya kuman TBC hingga terbentuknya kompleks primer secara

lengkap disebut sebagai masa inkubasi TBC. Hal ini berbeda dengan

pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang

diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa

inkubasi TBC biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan

rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman

tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk

merangsang respons imunitas seluler (Suci Musfira, 2022).

TBC primer adalah TBC yang terjadi TBC primer adalah TBC

yang terjadi pada seseorang yang belum pernah kemasukan basil TBC. Bila

orang ini mengalami infeksi oleh basil TBC, walaupun segera difagositosis

oleh makrofag, basil TBC tidak akan mati. Dengan semikian basil TBC ini

lalu dapat berkembang biak secara leluasa dalam 2 minggu pertama di

alveolus paru dengan kecepatan 1 basil menjadi 2 basil setiap 20 jam,

sehingga pada infeksi oleh satu basil saja, setelah 2 minggu akan menjadi

100.000 basil. TBC sekunder adalah penyakit TBC yang baru timbul

setelah lewat 5 tahun sejak terjadinya infeksi primer. Kemungkinan suatu

TBC prime yang telah sembuh akan berkelanjutan menjadi TBC sekunder

tidaklah besar, diperkirakan hanya sekitar 10%. Sebaliknya juga suatu

reinfeksi endogen dan eksogen, walaupun semula berhasil menyebabkan

seseorang menderita penyakit TBC sekunder, tidak selalu penyakitnya akan

berkelanjutan terus secara progresif dan berakhir dengan kematian.hal ini

terutama ditentukan oleh efektivitas sistem imunitas seluler di satu pihak


13

dan jumlah serta virulensi basil TBC di pihak lain. Walaupun sudah sampai

timbul TBC selama masih minimal, masih ada kemungkinan bagi tubuh

untuk menyembuhkan dirinya sendiri bila sistem imunitas seluler masih

berfungsi dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa TBC pada anak-anak

umumnya adalah TBC primer sedangkan TBC pada orang dewasa adalah

TBC sekunder (Devya oktaviani yul, 2021).

B. Tinjauan tentang Tuberkulosis Multi Drug Resistance (TB-MDR)

1. Definisi Tuberkulosis Multi Drug Resistance (TB-MDR)

Tuberkulosis Multi Drug Resistance merupakan penyakit

tuberkulosis yang bakterinya resisten terhadap pengobatan anti tuberkulosis

yaitu isoniazid dan rifampicin secara bersamaan yang merupakan

pengobatan paling ampuh untuk mengobati pasien tuberkulosis. Resisten

terhadap kedua obat ini dapat diikuti dengan resisten pada obat lini pertama

lainnya. TB MDR masuk dalam salah satu golongan TB RO atau TB

Resisten Obat (World Health Organization, 2021).

Multi Drug Resistance adalah tahap atau kondisi di mana

Micobacterium tuberculosis menjadi resisten minimal terhadap pemberian

rifampisin dan juga INH (isoniazide) dengan atau tanpa OAT (Obat Anti

TB) lainnya (Amansyah, 2018).

2. Etiologi Tuberkulosis Multi Drug Resistance (TB-MDR)

Tuberkulosis Multi drug Resistance merupakan penyakit yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap

pengobatan TB. Organisme ini disebut sebagai bakteri tahan asam atau
14

BTA karena mereka memiliki lipid pada sebagian besar tubuhnya yang jika

diwarnai, warna tersebut tidak akan luntur walaupun pada bahan kimia

yang tahan asam (Kemenkes RI, 2018).

3. Klastifikasi Tuberkulosis Multi Drug Resistance (TB-MDR)

Menurut (World Health Organization , 2021) terdapat 5 klasifikasi

tuberkulosis resisten obat, yaitu :

a. Isoniazid-resistant TB: Bakteri TB yang resisten terhadap pengobatan

menggunakan isoniazid

b. RR-TB (Rifampicin resistant TB): Bakteri TB yang resisten terhadap

pengobatan menggunakan rifampicin

c. MDR-TB (MultiDrug Resistant TB): Bakteri TB yang resisten

terhadap pengobatan menggunakan isoniazid dan rifampicin secara

bersamaan dan dapat disertai dengan resisten terhadap pengobatan

menggunakan obat anti TBC lini pertama lainnya.

d. pre-extensively drug-resistant TB (pre-XDR-TB): Bakteri TB yang

resisten terhadap pengobatan menggunakan rifampicin dan

fluoroquinolone, salah satu kelas obat anti TBC lini kedua.

e. XDR-TB: Bakteri TB yang resisten terhadap pengobatan

menggunakan rifampicin dan fluoroquinolone, dan setidaknya satu

dari jenis obat bedaquiline dan linezolid.


15

4. Manifestasi Klinis Tuberkulosis Multi Drug Resistance (TB-MDR)

Menurut (Siregar , 2019) Tanda dan gejala tuberkulosis Multidrug

Resistance (MDR) sama dengan tuberkulosis tanpa resistensi obat, yaitu

meliputi beberapa hal di bawah ini :

a. Batuk parah minggu, baik batuk kering maupun batuk yang disertai

dengan dahak berwarna kuning, hijau, maupun darah

b. Penurunan berat badan

c. Kelelahan

d. Sesak nafas

e. Demam

f. Berkeringat saat malam hari

g. Kurang nafsu makan

Sedangkan menurut ELF atau (Multidrug-Resistant tuberculosis

(MDR-TB) –European Lung Foundation, 2021) yang dalam

penyusunannya dibantu oleh Dr Jean-Pierre Zellweger sebagai praktisi

ahli tuberkulosis menyatakan bahwa tuberkulosis Multi drug Resistance

menyebabkan gejala yang sama dan melibatkan organ yang sama seperti

tuberkulosis non resisten obat, yaitu penurunan berat badan, demam ringan

dan kelelahan, batuk, adanya produksi sputum, dan nyeri dada jika

mikobakteri ada di paru-paru. Tetapi gejala tersebut akan bertahan lebih

lama dari gejala tubekulosis non resisten obat karena mikobakteri

dimusnahkan lebih lambat atau bahkan tidak dihancurkan sama sekali.


16

5. Patofisiologi Tuberkulosis Multi Drug Resistance (TB-MDR)

Infeksi M. tuberculosis paling sering terjadi melalui paparan pada

paru-paru atau selaput lendir terhadap aerosol yang terinfeksi. Tetesan

dalam aerosol ini berdiameter 1-5 µm, pada seseorang dengan paru TB

paru aktif, sekali batuk dapat menghasilkan 3000 droplet yang menular,

dengan sedikitnya 10 basil yang dibutuhkan untu memulai infeksi. Ketika

terhirup, droplet nuklei disimpan di dalam ruang udara paru-paru.

Organisme tersebut tumbuh selama 2-12 minggu, hingga mencapai jumlah

1000-10.000, yang cukup untuk menimbulkan respon imun seluler yang

dapat dideteksi dengan menggunakan reaksi terhadap tes tuberculin.

Mycobacteria sangat antigenik, dan mereka menaikkan respon imun yang

kuat dan nonspesifik. Antigenesistannya disebabkan oleh beberapa lapisan

dinding sel, termasuk glikoprotein, fosfolipid, dan wax D, yang

mengaktifkan sel Langerhans, limfosit, dan leukosit polimorfonuklear

(Amansyah, 2018).

Ketika seseorang terinfeksi M. tuberculosis, perjalanan infeksi

dapat mengambil salah satu dari berbagai jalur, yang sebagian besar tidak

mengarah ke TB yang sebenarnya. Infeksi dapat ditanggulangi oleh sistem

kekebalan inang atau ditekan menjadi bentuk tidak aktif yang disebut

infeksi tuberkulosis laten (LTBI), dengan inang resisten yang

mengendalikan pertumbuhan mikrobakteri saat masih jauh dari sarang


17

berkembangnya sebelum menjadi penyakit aktif. Pasien dengan infeksi

tuberkulosis laten tidak dapat menularkan tuberculosis (Amansyah, 2018).

Paru-paru adalah tempat yang paling umum untuk perkembangan

bakteri tuberkulosis, sekitar 85% pasien tuberkulosis dating dengan

keluhan paru. Tuberkulosis ekstra paru dapat terjadi sebagai bagian dari

infeksi umum primer atau lanjut. Lokasi ekstrapulmoner juga dapat

berfungsi sebagai tempat reaktivasi, reaktivasi ekstrapulmoner dapat terjadi

bersamaan dengan reaktivasi paru (Wulandari Dela, 2021).

Lokasi penyakit ekstrapulmoner yang paling umum adalah

kelenjar getah bening mediastinum, retroperitoneal, dan serviks (skrofula),

tulang, adrenal, meningen, dan saluran gastrointestinal. Organ yang

terinfeksi biasanya memiliki tekanan oksigen yang tinggi (seperti di ginjal,

tulang, meningen, mata, dan koroid, serta di apeks paru-paru). Penyebab

utama kerusakan jaringan akibat infeksi M.Tuberkulosis terkait dengan

kemampuan organisme untuk memicu reaksi intes dari imun tubuh inang

terhadap protein dinding sel antigenic (Wulandari Dela, 2021).

6. Tuberkulosis Sensitif Obat

Tuberkulosis sensitif obat adalah kasus yang memiliki bakteri

M.Tuberculosis yang rentan atau sensitif terhadap semua obat anti

tuberkulosis (OAT) lini pertama, yaitu rifampicin, isoniazid, ethambutol,

pyrazinamide, dan streptomycin (Devya oktaviani yul, 2021).

Pengobatan yang diberikan untuk pasien tuberkulosis yang diduga

sensitif obat (TBSO) adalah pengobatan yang terdiri dari fase intensif
18

selama 2 bulan mengonsumsi obat isoniazid dan rifampicin, pyrazinamide,

dan ethambutol, kemudian dilanjutkan dengan fase lanjutan selama 4 bulan

dengan obat isoniazid dan rifampicin. Namun, jika terapi diberikan setelah

hasil pemeriksaan TCM dinyatakan sensitif atau rentan terhadap isoniazid

dan rifampicin, maka ethambutol tidak diperlukan pada masa fase intensif.

Sehingga pengobatan masa intensif. Sehingga pengobatan intensif hanya

terdiri atas isoniazid, rifampicin, dan pyrazinamide (Devya oktaviani yul,

2021).

7. Pengobatan Tuberkulosis Multi Drug Resistance (TB-MDR)

Dalam penelitian (Ella, 2022) menjelaskan bahwa pada

prinsipnya pengobatan pasien MDR-TB terdiri dari:

a. Standar pengobatan

1) Pasien yang disebabkan oleh resisten obat seperti kasus

MDR-TB/SXD diberikan pengobatan berupa OAT lini

kedua.

2) Penyesuaian standarisasi panduan OAT ditetapkan sesuai

pola sensitivitas obat yang terduga maupun sudah terbukti.

3) Memastikan kepatuhan dalam penggunaan obat

4) Selain itu, dilakukan konsultasi oleh penyelenggara yang

sudah berpengalaman dalam menangani pasien

MDR/XDR selama pengobatan.


19

b. OAT pada Pengobatan MDR-TB (Multidrug Resentence

Tuberculosis)

Pengobatan pasien MDR-TB menggunakan paduan OAT yang

terdiri dari OAT lini pertama dan lini kedua, yang dibagi

dalam 5 kelompok berdasarkan potensi dan efikasinya, yaitu :

1) Golongan 1 : obat lini pertama yaitu Isoniazid, Rifampisin,

Etambutol, Pirazinamid, dan Streptomisin.

2) Golongan 2 : Kanamisinm amikasin, dan Kapreomisin.

3) Golongan 3 : Obat golongan Flurokuinolon

( Levofloksasin, Moksifloksasin, dan Ofloksasin ).

4) Golongan 4 : Obat bakteriostatik lini kedua yaitu terdiri

dari Etionamid, Protionamid, Sikloserin, Terizidon, dan

Para amino salisilat.

5) Golongan 5 : Obat yang efikasinya belum terbukti dan

tidak direkomdasikan oleh WHO. Yang termasuk dalam

golongan obat ini adalah Clofazimin, Linezolid, Amoksilin

atau Asam klavulanat, Clarithromycin, dan Imipenem.

8. Efek Samping pengobatan Tuberkulosis Multi Drug Resistance (TB-MDR)

Obat anti-TB lini kedua memiliki lebih banyak efek samping

daripada obat anti TB lini pertama. Kesalahan dalam penanganan efek

samping adalah alasan utama mengapa pasien tidak patuh dan tidak

meneruskan pengobatan MDR TB. Bahkan sebelum memulai pengobatan,

pasien harus diberikan pendidikan mengenai potensi efek samping yang


20

mungkin terjadi selama pengobatan. Selama perawatan, pasien harus di

evaluasi secara teratur oleh dokter. Kader dari masyarakat dapat dilatih

untuk mendeteksi efek samping. Efek samping ringan yang umum dapat

dikelola secara sintomatik dengan obat tambahan tanpa mengubah alur

pengobatan. Efek samping sering berkurang atau hilang seiring waktu,

memungkingkan pasien untuk menyelesaikan pengobatan mereka tanpa

masalah lebih lanjut. Sejumlah obat anti TB lini kedua memiliki efek

samping yang sangat bergantung pada dosis. Misalnya cycloserine dan

ethionamide, pasien mungkin benar benar tidak toleran pada dosis tertentu

dan baru bisa menerima obat pada dosis yang sedikit lebih rendah.

Sayangnya, mengingat batas terapeutik obat ini sempit, menurunkan dosis

juga dapat mempengaruhi keefektifan obat. Pengurangan dosis obat ini

dilakukan hanya dalam kasus dimana pengurangn dosis masih dirasa cukup

untuk menghasilkan kadar serum yang menandai untuk mengobati

tuberkulosis Multidrug Resistance dan tidak mengganggu jalannya

pengobatan (Pramita Hutagaol. 2022).

Gastrointestinal distress adalah efek samping yang umum dari

pengobatan tuberkulosis Multidrug Resistance, yang disebabkan oleh asam

p-aminisalisiat dan ethionamide. Mual dan muntah sering terjadi pada

minggu-minggu awal terapi tetapi biasanya membaik seiring berjalannya

waktu. Nefrotoksistas atau penurun fungsi ginjal yang cepat karena efek

racun dari obat-obatan dan bahan kimia adalah komplikasi yang diketahui

sebagai efek samping dari aminogligokisida dan kapremisin. Karena gejala


21

gagal ginjal aku bias tidak spesifik, pemamntauan kretinim serum

dianjurkan. pasien dengan usia lanjut atau riwayat penyakit ginjal

(termasuk penyakit penyerta seperti HIV dan diabetes) harus dipantau lebih

dekat, terutama pada masa awal pengobatan. Pengeluaran elektrolit secara

berlebihan dengan karaktrikstik yang mirip dengan sindrom fanconi dapat

disebabkan oleh sebuah obat suntik. Kondisi inidapat kembali seperti

semula setelah injeksi dihentikan, tetapi mungkin perlu berminggu-minggu

atau berbulan-bula untuk kembali sepenuhnya. Karena pengeluaran

elektrolit, berlebiha ini umumnya dikelolah dengan terapi penggantian

eletrolit, kalium serum harus diperiksa setidaknya setiap bulan pada semua

pasien selama fase injeksi awal. Hipotriod dapat disebabkan oleh kontak

yang terlalu lama dengan asam paminisalisilat atau

ethinamide/prothionamide. Insiden pasti hipotroid selama pengobatan

tuberkulosis Multi drug Resistance masih belum diketahui, tetapi terdapat

laporan yang mengungkapkan hingga 80% pasien mengalami hal ini.

Karena gejalanya tidak spesifik, semua pasien harus diskrining untuk

hipotroid mulai bulan ketiga pengobatan tuberkulosis Multi Drug

Resistance (Pramita Hutagaol. 2022).

Efek neurotoksik seperti psikosis atau depresi dapat disebabkan

oleh cycloserine. Petugas kesehatan harus benar-benar menyaring pasien

dengan perilaku abnormal dan gejala depresi, kecemasan, dan agitasi secara

teratur selama pengobatan berlangsung. Ototoksitasi dapat disebabkan oleh

pengobatan melalui suntikan yang dapat menyababkan kerusakan saraf


22

kranial VIII. Hal ini dapat menyebakan gangguan pendengaran, tinntitus

(telinga berdenging), atau gejala vestibular lainnya seperti nitangmus,

ataskia, dan ketidakseimbangan. Gangguan pendengaran umumnya tidak

dapat kembali seperti semula walaupun terapi obat sesudah dihentikan.

Setiap bulan saat pasien menerima suntikan. Jika tersedia, audiomettri

harus dilakukan setiap bulan sebagai bentuk deteksi dini gangguan

pengdengaran pada pasien tuberkulosis Multi drug Resistance yang sedang

menjalani pengobatan (Pramita Hutagaol. 2022).

C. Tinjauan Tentang Dukungan Keluarga

1. Definisi Dukungan Keluarga

Menurut (Pramita Hutagaol, 2022) dukungan keluarga merupakan

bentuk pemberian dukungan terhadap anggota keluarga lain yang mengalami

permasalahan. Dukungan keluarga dalam hal ini adalah mendorong penderita

untuk patuh meminum obatnya, menunjukkan simpati dan kepedulian, serta

tidak menghindari penderita dari penyakitnya.

Dukungan keluarga dan masyarakat mempunyai andil besar dalam

meningkatkan kepatuhan pengobatan, dengan pengawasan dan pemberian

semangat terhadap penderita. Dukungan keluarga terhadap pasien dapat berupa

dukungan dalam bentuk emosional, informasi, moril, keuangan sehingga

pasien memiliki motivasi untuk kesembuhannya dan dapat memperbaiki

perilaku kesehatan (Pramita Hutagaol, 2022).


23

2. Jenis Dukungan Keluarga

Jenis Dukungan Keluarga Menurut Fridman dikutif dalam (Pramita

Hutagaol, 2022) :

1) Dukungan Emosional yaitu keluarga sebagai tempat aman dan damai

untuk beristirahat dan juga menenangkan pikiran. Setiap orang pasti

membutuhkan bantuan dari keluarga. Individu yang menghadapi

persoalan atau masalah akan merasa terbantu kalau ada keluarga yang

mau mendengarkan dan memperhatikan masalah yang sedang dihadapi.

2) Dukungan instrumental yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan

praktis dan konkrit. Bantuan instrumental adalah bentuk bantuan yang

mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya yang berkaitan

dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya, misalnya dengan

menyediakan peralatan lengkap bagi penderita, menyediakan obat-

obatan yang dibutuhkan, selalu berusaha untuk mengantar penderita ke

rumah sakit pada saat waktu berobat.

3) Dukungan penghargaan/penilaian yaitu keluarga bertindak sebagai

penengah dalam pemecahan masalah dan juga sebagai fasilitator dalam

pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Dukungan dan perhatian

dari keluarga merupakan bentuk penghargaan positif yang diberikan

kepada individu.

4) Dukungan informasional yaitu keluarga berfungsi sebagai pemberi

informasi. Informasi yaitu bantuan yang disediakan agar dapat


24

digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan yang

dihadapi. Dukungan ini diharapkan bantuan informasi yang disediakan

keluarga dapat digunakan oleh individu dalam mengatasi persoalan

yang sedang dihadapi.

Contoh atau mengukur dari fungsi dukungan menurut (Pramita

Hutagaol, 2022) adalah sebagai berikut :

a. Instrumental, misalnya seperti membayar obat, mengambil resep,

membaca dosis, mengisi kotak pil, transportasi, dan pendampingan

fisik.

b. Emosional, misalnya seperti dorongan, mendengar, kasih sayang,

pemenuhan nutrisi, memberi penghargaan, mencontohkan.

D. Tinjauan Tentang Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata “Patuh” yang berarti suka menurut

perintah, taat kepada peritah dan aturan dan kedisiplinan. Kepatuhan

adalah perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan terapi. Kepatuhan

merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang taat pada aturan, perintah

yang telah ditetapkan, prosedur dan disiplin yang harus dijalankan (Suci

Musfira , 2022).

Kesembuhan pasien tuberkulosis paru dipengaruhi oleh

kepatuhan dalam minum OAT. Kepatuhan ini diartikan sebagai perilaku

pasien untuk minum obat sesuai jenis, dosis, cara minum, waktu minum

dan jumlah hari minum obat sesuai dengan pedoman nasional

penanggulangan tuberkulosis (Suci Musfira , 2022).


25

Faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat penderita

tuberkulosis sebagai berikut :

a. Jenis kelamin

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa

perempuan memiliki tingkat kepatuhan pengobatan yang lebih

tinggi di bandingkan dengan laki-laki. Hal ini disebabkan karena

laki-laki cenderung kurang memperhatikan kesehatannya dan

adanya gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok dan

mengomsumsi alkohol (Rosadi Dian, 2020).

b. Lama Pengobatan

Penderita tuberkulosis beranggapan bahwa proses

pengobatan, efek samping obat dan lama pengobatan memperburuk

kondisi kesehatannya, sehingga hal ini menjadi penghambat

kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis (Rosadi Dian, 2020).

c. Pengetahuan

Pengetahuan mengenai tubekulosis paru dan proses

pengobatan sangat penting untuk dimiliki oleh penderita

tuberkulosis paru, karena semakin tinggi pengetahuan penderita

mengenai penyakitnya maka semakin baik pula kepatuhan dalam

berobat (Rosadi Dian, 2020).


26

d. Ekonomi

Masalah keuangan menjadi salah satu faktor kepatuhan

pengobatan pada penderita tuberkulosis paru, hal ini karena

sebagian besar penderita tuberkulosis sudah tidak bekerja sehingga

kekurangan dana untuk mengakses klinik (Rosadi Dian, 2020)..

e. Dukungan keluarga

Keluarga merupakan orang yang paling dekat dengan

pasien sehingga peran anggota keluarga sangat dibutuhkan dalam

proses pengobatan pasien tuberkulosis paru. Keluarga harus

memberikan dukungan sehingga penderita dapat menyelesaikan

pengobatannya sampai sembuh. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pasien yang patuh minum obat memiliki dukungan keluarga

yang lebih baik dibandingkan dengan pasien yang tidak patuh

minum obat (Rosadi Dian, 2020).

f. Dukungan sosial

Dukungan sosial dapat berupa dukungan dari teman,

tetangga, tokoh agama atau tokoh masyarakat yang ada di

lingkungan tempat tinggal. peran dari orang disekitar dapat

meningkatkan semangat dan rasa dihargai penderita tuberkulosis,

dukungan sosial yanag tidak baik berupa stigma dapat

mempengaruhi kepatuhan berobat penderita tuberkulosis (Rosadi

Dian, 2020).
27

E. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Pengobatan

Pendekatan dukungan sosial berupa dukungan keluarga,

dukungan sebaya dan dukungan dari petugas kesehatan memiliki korelasi

sebagai faktor pendorong kepatuhan pasien tuberkulosis. Dukungan

keluarga merupakan salah satu faktor pendukung kepatuhan pasien

terhadap fungsi yang dimilikinya yaitu sebagai support system bagi

anggota keluarga yang sakit, keluarga selalu siap memberikan pertolongan

dan pertolongan jika diperlukan. Memiliki keluarga dan berada dalam

lingkungan keluarga yang harmonis membuat pasien tuberkulosis merasa

didukung, nyaman, yakin akan kesembuhan dan meningkatkan kepatuhan

(Ella, 2022).

Hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan

kepatuhan minum obat pada penderita TB, dikarenakan pasien akan

merasa senang dan tentram apabila mendapat perhatian dan dukungan dari

keluarganya. Dukungan keluarga mempunyai peranan penting dalam

menambah rasa percaya diri dan memotivasi untuk menghadapi masalah

dan meningkatkan kepuasaan hidup, keluarga merupakan support system

utama bagi penderita TB dalam mempertahankan kesehatannya

(Rahmawati Siti, 2020).

Dukungan keluarga yang paling dominan berada pada domain

dukungan emosional dan instrumental yaitu keluarga tetap mencintai,

memperhatikan keadaan penderita saat sedang sakit, dan selalu

memberikan waktu kepada penderita. Dukungan emosional dan


28

instrumental merupakan komponen yang sangat dibutuhkan oleh penderita

TB untuk tetap semangat berobat hingga tuntas. Kepatuhan dari penderita

juga tergantung dari sikap yang ditunjukkan oleh keluarga sebagai bentuk

dukungan keluarga sehingga penderita siap untuk bertindak demi

mencapai kesembuhan (Sibua Siska, 2021).

Hubungan yang bermakna antara dukungan emosional dengan

kepatuhan minum obat pada pasien TB paru karena fungsi keluarga untuk

saling mendukung dan memberikan kasih sayang. Adanya hubungan yang

bermakna anatara dukungan instrumental dengan kepatuhan minum obat

pasien TB paru karena dukungan instrumental yang tinggi pasien

menyadari ada orang yang yang dapat menolongnya apabila mengalami

kesulitan, untuk mendapatkan sarana dalam memenuhi kebutuhannya,

keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit bagi anggota

keluarga yang lain (Pramita Hutagaol, 2022).


BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konseptual penelitian

Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap

penelitian yang dilakukan dan memberi alasan kuat terhadap topik yang

dipilih sesuai dengan identifikasi masalahnya. Kerangka konsep harus

didukung landasan teori yang kuat serta ditunjang oleh informasi yang

bersumber pada berbagai laporan ilmiah, hasil penelitian, jurnal penelitian

(Nursalam , 2017).

Dukungan Informasional
dan dukungan pengargaan

Dukungan Emosional

Dukungan Instrumental Kepatuhan


pengobatan
Faktor yang
mempengaruhi kepatuhan
minum obat :
1. Jenis kelamin
2. Lama pengobatan
3. Pengetahuan
4. Ekonomi
5. Dukungan sosial
Keterangan :

: Variable Independen : Variabel yang tidak diteliti

: Variabel Dependen : Variabel yang diteliti

29
30

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu pernyataan asusmsi tentang hubungan

antara dua atau lebih variable yang diharapkan bisa menjawab suatu

pertanyaan dalam sebuah penelitian (Nursalam,2017).

Sesuai dengan kerangka konsep yang dikemukanan, maka

hipotesis yang diajukan adalah :

Ha1 : Ada hubungan dukungan emosional keluarga dengan kepatuhan

pengobatan pasien TB MDR di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat

(BBKPM) Makassar.

Ha2 : Ada hubungan dukungan instrumental keluarga dengan kepatuhan

pengobatan pasien TB MDR di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat

(BBKPM) Makassar.

H01 : Tidak ada hubungan antara dukungan emosional keluarga dengan

kepatuhan pengobatan pasien TB MDR di Balai Besar Kesehatan Paru

Masyarakat (BBKPM) Makassar.

H02 : Tidak ada hubungan antara dukungan instrumental keluarga dengan

kepatuhan pengobatan pasien TB MDR di Balai Besar Kesehatan Paru

Masyarakat (BBKPM) Makassar.


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis Penelitian yang bersifat survei analitik dengan

pendekatan cross sectional study, yaitu jenis penelitian yang menekankan

waktu pengukuran/observasi data variable independent dan variable

dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam , 2017).

Pada penelitian ini variabel independen adalah dukungan

emosional dan instrumental keluarga, sedangkan variabel dependen adalah

kepatuhan pengobatan. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan

dukungan emosional dan instrumental keluarga dengan kepatuhan

pengobatan pasien TB MDR di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat

(BBKPM) Makassar.

B. Populasi, Sampel, dan Sampling Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi (suatu kelompok)

yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kualitas dari

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2018). Populasi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pasien yang aktif menjalani

31
32

pengobatan sebanyak 120 orang di Balai Besar Kesehatan Paru

Masyarakat (BBKPM) Makassar.

2. Sample

Sampel adalah terdiri atas bagian populasi yang terjangkau

yang dapat digunkan sebagai subjek penelitian melalui sampling

(Nursalam , 2017).

Menurut (Arikunto, 2012) jika jumlah populasi penelitian

kurang dari 100 orang, maka jumlah sampel dalam penelitian di ambil

secara keseluruhan. Jika populasi penelitian lebih dari 100 orang, maka

bisa diambil 10-15% atau 20-25%.

Jumlah populasi di tempat penelitian 120 orang, dari

populasi tersebut diambil 25% dari populasi sehingga jumlah sampel

penelitian adalah 25% x 120 = 30 orang.

Jadi jumlah keseluruhan responden dalam penelitian ini adalah 30

orang.

3. Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi

untuk dapat mewakili populasi yang ada. Teknik sampling merupakan

cara – cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar

memperoleh sampel yang benar – benar sesuai dengan keseluruhan

subjek peneliti (Nursalam , 2017).


33

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan Nonprobalility sampling dengan Purposive sampling

yang memenuhi kriteria eklusi dan inklusi.

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek

penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan

diteliti (Nursalam, 2017). Kriteria inklusi dalam penelitian ini

yaitu :

1) Pasien TB MDR bersedia menjadi responden.

2) Pasien dengan paket pengobatan selama 3 bulan.

3) Pasien dengan paket pengobatan selama 6 bulan.

b. Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan/mengeluarkan

subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena

berbagai sebab (Nursalam , 2017). Kriteria ekslusi dalam

penelitan ini yaitu :

1) Tidak bersedia menjadi responden

2) Pasien yang tidak koperatif

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional.

1. Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan

nilai beda terhadap sesuatu.


34

Jenis variabel diklasifikasikan menjadi : Variabel independent adalah

variabel yang mempengaruhi atau nilainya menentukan variabel yang lain

(Nursalam, 2017).

a. Variabel Independen (bebas)

Variabel independent dalam penelitian ini adalah

dukungan emosional dan instrumental keluarga.

b. Variabel Dependent (terikat)

Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi

nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2017).

Variabel Dependent dalam penelitian ini adalah

kepatuahan pengobatan pada pasien TB MDR.

2. Definisi Operasional

Variabel Definisi Parameter Alat Skal Skor


operasional ukur a
(Variabel Dukungan Keluarga Kuesio Ordi Baik :
Independ emosional memberikn ner nal Jika
en) adalah dorongan memp
Dukunga dukungan kepada eroleh
n yang pasien skor ≥
Emosiona diberikan untuk 27,5
l keluarga minum obat Tidak
kepada agar tepat baik :
pasien waktu. Jika
berupa Keluarga memp
ungkapan yang eroleh
empati dan mengungka skor <
kepedulian pan empati 27,5
dan
kepedulian
terhadap
responden.
35

(Variabel Dukungan Keluarga Kuesio Ordi Baik :


Independ instrumental yang ner nal Jika
en) adalah memenuhi memp
Dukunga dukungan kebutuhan eroleh
n yang secara skor ≥
Instrume diberikan nyata/konkr 25
ntal berupa it terhadap Tidak
fasilitas,pe responden. baik :
mbiayaan,d Keluarga Jika
an waktu sebagai memp
yang penyedia eroleh
sediakan fasilitas, skor <
pembiayai, 25
dan waktu
terhadap
responden.

(Variabel Kepatuhan Menjalani Kuesio Ordi Patuh


Depende diartikan pengobatan ner nal : Jika
n) pelayanan sesuai memp
Kepatuha yang aturan, eroleh
n berhubunga dosis dan skor ≥
Pengobat n dengan frekuensi 15
an waktu, yang Tidak
dosis, dan dilakukan patuh
frekuensi selama : Jika
pengobatan masa waktu memp
selama pengobatan eroleh
jangka < 15
waktu
pengobatan
yang
dianjurkan

D. Alat dan Bahan Penelitian

Pengumpulan data menggunakan lembar kuesioner. Pengisian lembar

kusioner dilakukan oleh responden dan dibantu oleh peneliti atau keluarga jika

responden tidak mampu menjawab pertanyaan yang ada pada kueisioner.


36

E. Instrumen Penelitian

1. Dukungan Emosional

Instrumen pertama adalah dukungan emosional, dengan

memberikan koesioner pernyataan 11 soal yang terdiri dari pernyataan

positif dan negatif. Penentuan jawaban koesioner menggunakan skala

Liket menggunakan rentang skala 1-4 yaitu tidak pernah, jarang, sering,

selalu. Skor tertinggi diberikan pada jawaban sangat positif.

Skor terendah x jumlah soal + skor tertinggi x jumlah soal

1 x 11+4 x 11
=
2

11+44
¿
2

= 27,5

Penentuan skor dukungan emosional yaitu baik jika memperoleh

skor ≥ 27,5 dan tidak baik jika memperoleh skor < 27,5.

2. Dukungan Instrumental

Instrumen kedua adalah dukungan instrumental, dengan

memberikan koesioner pernyataan 10 soal yang terdiri dari pernyataan

positif dan negatif. Penentuan jawaban koesioner menggunakan skala

Liket menggunakan rentang skala 1-4 yaitu tidak pernah, jarang, sering,

selalu. Skor tertinggi diberikan pada jawaban sangat positif.


37

Skor terendah x jumlah soal + skor tertinggi x jumlah soal

1 x 10+4 x 10
=
2

10+40
¿
2

= 25

Penentuan skor dukungan emosional yaitu baik jika memperoleh

skor ≥ 25 dan tidak baik jika memperoleh skor < 25.

3. Kepatuhan Pengobatan

Instrumen ketiga adalah kepatuhan, dengan memberikan

pernyataan dari kuesioner baku Morinsky Medication Adherence Scale

(MMAS) yang terdiri dari 10 pernyataan yang sudah dialih bahasakan ke

dalam bahasa Indonesia. Penentuan jawaban kuesioner menggunakan

skala guttman dimana yaitu jawaban responden hanya terbatas pada dua

jawaban, ya atau tidak. Skor 2 apabila jawaban responden benar dan jika

jawaban responden salah diberi skor 1.

Skor terendah x jumlah soal + skor tertinggi x jumlah soal

1 x 10+2 x 10
=
2

10+20
¿
2

= 15
38

Penentuan skor kepatuhan pengobatan yaitu patuh jika

memperoleh skor ≥ 15 dan tidak patuh jika memperoleh skor < 15.

F. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

Untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel maka kuesioner tersebut

harus diuji validitas dan reliabilitasnya. Sebelum kuesioner digunakan

dalam penelitian, terlebih dahulu kuesioner dilakukan uji validitas dengan

rumus Pearson Product Moment dan dicari reliabilitasnya dengan

menggunakan metode Alpha Cronbach.

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-

benar mengukur apa yang diukur. Suatu kuesioner dikatakan valid jika

pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang

akan diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam hal ini digunakan beberapa

item pertanyaan yang dapat secara tepat mengungkapkan variabel yang

diukur tersebut. Uji ini dilakukan dengan menghitung korelasi antara

masing–masing skor item pertanyaan dari tiap variabel dengan total skor

variabel tersebut. Uji validitas menggunakan korelasi Product Moment

dari Pearson.

Suatu instrumen dikatakan valid atau sahih apabila korelasi tiap butiran

memiliki nilai positif dan nilai t hitung > t tabel (Hidayat, 2008).

Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti

menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila


39

dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama,

dengan menggunakan alat ukur yang sama. Pengukuran reliabilitas

menggunakan bantuan software komputer dengan rumus Alpha Cronbach.

Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach >

0,05 (Hidayat, 2008).

Peneliti telah melakukan uji coba kuesioner serta uji reliabilitas pada

tanggal 04 – 06 Juli 2023. Uji coba dilakukan terhadap 10 pasien

Tuberkulosis Multidrug resistant yang telah menjalani pengobatan selama

3-6 bulan di Balai Besar Kesehatan Paru (BBKPM) Makassar. Nilai

korelasi < 0,004, didapatkan alpha Cronbach sebesar 0,05.

G. Tempat dan Waktu penelitian

1. Tempat

Tempat penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Kesehatan Paru

Masyarakat (BBKPM) Makassar, JL.A.P.Pettarani No.43 Makassar.

2. Waktu

Waktu penelitian ini dilakukan pada 10 Juli – 10 Agustus 2023.

H. Cara Pengumpulan data

1. Data primer

Data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang

dibagiakan kepada responden.

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari catatan Balai

Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar, atau diperoleh


40

dari buku-buku, jurnal-jurnal skripsi, dan beberapa website yang

digunakan sebagai data pendukung, jika berhubungan dengan

keperluan penelitian.

I. Pengelolahan data dan analisa

1. Pengelolahan data

a. Editing

Proses editing dilakukan setelah data terkumpul dan

dilakukan dengan memeriksa kelengkapan data, memeriksa

kesinambungan data dan keseragaman data.

b. Coding

Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data,

semua jawaban atau data perlu disederhanakan yaitu memberikan

simbol-simbol tertentu untuk setiap jawaban (pengkodean).

c. Tabulasi data

Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data

kedalam suatu tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan

tujuan penelitian, tabel mudah untuk dianalisa tabel tersebut dapat

berubah, tabel sederhana maupun tabel silang.

2. Teknik Analisa Data

a. Analisis Univariat

Analisis Univariat merupakan cara analisis yang

mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul


41

sebagaimana adanya tampa membuat kesimpulan yang berlaku

untuk umum atau generalisasi.

b. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat merupakan analisis yang dilakukan

terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi

yang dapat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel

yang dilakukan dengan pengujian statistik. Data Analisa

pengelolahan data dilakukan dengan menggunakan computer

dengan program SPSS (Statistical Package for Social Science).

Analisa bivariate uji statistic Chi Square. Analisis ini bertujuan

untuk mengetahui sejauh mana hubungan variabel independen

dengan variabel dependen, yang kemudian diuji menggunakan uji

Chi-Square (X2) serta menggunakan program aplikasi komputer

dengan nilai kepercayaan 95% yaitu nilai α = 0,05. Jika p < 0,05

maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat. Sebaliknya jika nilai p > 0,05

maka H0 diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan

antara variabel bebas dan variabel terikat.


42

Rumus chi-square yang digunakan:

( O−E )2
x =∑
2
E

Keterangan:
2
x = Nilai chi-square

∑ = Jumlah

O = Nilai yang observasi

E = Nilai yang diharapkan

J. Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan

permohonan kepada Institusi Stikes Panakkukang Makassar untuk

mendapatkan persetujuan. Setelah itu baru melakukan penelitian pada

responden dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi :

1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Informed Consent diberikan sebelum penelitian dilakukan pada subjek

penelitian. Subjek diberi tahu tentang maksud dan tujuan penelitian.

Jika subjek bersedia responden menandatangani lembar persetujuan.

2. Anomity (Tanpa Nama)

Responden tidak perlu mencantumkan Namanya pada lembar

pengumpulan data. Cukup menulis nomor responden atau inisial saja

untuk menjamin kerahasian identitas.


43

3. Confidentiality (Kerahasian)

Kerahasian informasi yang diproleh dari responden akan dijamin

kerahasian oleh peneliti. Penyajian data atau hasil penelitian hanya

ditampilkan pada forum akademis.

4. Justice (Keadilan)

Prinsip ini menekankan setiap orang layak mendapatkan sesuatu sesuai

dengan haknya menyangkut keadilan destributif dan pembagian yang

seimbang (equitable). Jangan sampai terjadi kelompok yang rentan

medapatkan problem yang tidak adil.


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat

(BBKPM) Makassar. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kuantitatif dengan pendekatan Cross Sectional Study. Jumlah

sample pasien TB MDR di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat

(BBKPM) Makassar adalah 30 orang, pengambilan sample pada penelitian

ini menggunakan teknik Total Sampling. Instrumen pengumpulan data

dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dan observasi. Pengumpulan

data dilakukan mulai pada tanggal 10 Juli – 10 Agustus 2023. Data yang

terkumpul selanjutnya di editing, koding, tabulasi, processing/entry,

cleaning dan analisis. Hasil penelitian ini berupa hasil analisis univariat

dari masing – masing variabel yang diteliti, analisis bivariat berupa

kolerasi antara masing – masing variabel independen dan variabel

dependen. Hasil pengumpulan data diolah dengan menggunakan program

SPSS yang disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan penjelasan.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji statistic Chi Square.

44
45

1. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel yang diteliti. Pada

Analisa univariat ini data kategori dapat dijelaskan dengan angka atau

nilai jumlah data peresentase setiap kelompok

a. Gambaran dukungan emosional keluarga pasien TB MDR

Tabel 5.6
Gambaran Dukungan Emosional Keluarga Pasien TB MDR
Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)
Makassar
No Dukungan n %
Emosional
1 Baik 19 63,3
2 Tidak Baik 11 36,7
Total 30 100
Sumber : Data Prime, Juli 2023

Berdasarkan tabel 5.6 gambaran dukungan emosional

keluarga pasien TB MDR menunjukkan sebanyak 30 responden.

Responden yang dukungan emosionalnya baik sebanyak 19

(63,3%) sedangkan responden yang dukungan emosionalnya tidak

baik sebanyak 11 (36,7%) responden.

b. Gambaran dukungan instrumental keluarga pasien TB MDR

Tabel 5.7
Gambaran Dukungan Instrumental Keluarga Pasien TB MDR
Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)
Makassar
No Dukungan n %
Instrumental
1 Baik 18 60,0
2 Tidak Baik 12 40,0
Total 30 100
Sumber : Data Prime, Juli 2023
46

Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan hasil gambaran

dukungan instrumental keluarga pasien TB MDR menunjukkan

sebanyak 30 responden. Responden yang dukungan

instrumentalnya baik sebanyak 18 (60,0%) sedangkan responden

yang dukungan instrumentalnya tidak baik sebanyak 12 (40,0%)

responden.

c. Gambaran kepatuhan minum obat pasien TB MDR

Tabel 5.8
Gambaran Kepatuahan Minum Obat pasien TB MDR Di Balai
Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar
No Kepatuhan Minum n %
Obat
1 Patuh 21 70,0
2 Tidak Patuh 9 30,0
Total 30 100
Sumber : Data Prime, Juli 2023

Berdasarkan tabel 5.8 Gambaran kepatuhan pengobatan

pasien TB MDR menunjukkan sebanyak 30 responden. Responden

yang patuh sebanyak 21 (70,0%) sedangkan responden yang tidak

patuh sebanyak 9 (30,0%) responden.

2. Karakteristik Responden

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Balai Besar

Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) maka diperoleh data terkait

karakteristik responden yaitu jenis kelamin, usia, tinggal dengan, suku,

pekerjaan, penghasilan dan pendidikan terakhir adalah sebagai berikut


47

a. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin responden

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)
Makassar
No Jenis Kelamin n %
1 Pria 19 63.3
2 Wanita 11 36.7
Total 30 100
Sumber : Data Prime, Juli 2023

Berdasarkan tabel 5.1 diperoleh data dari 30 total

responden jenis kelamin pria memiliki distribusi sebanyak 19

(63,3%), responden jenis kelamin wanita memiliki distibusi

sebanyak 11 responden (36,7%).

b. Distribusi frekuensi berdasarkan usia responden

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)
Makassar
No Usia n %
1 15 – 45 tahun 17 56,7
2 45 – 75 tahun 13 43,3
Total 30 100
Sumber : Data Prime, Juli 2023

Berdasarkan tabel 5.2 diperoleh data dari 30 total

responden terdapat umur 15 – 45 tahun memiliki distribusi

sebanyak 17 (56,7%), responden dengan umur 45 – 75 tahun

memiliki distibusi sebanyak 13 responden (43,3%).


48

c. Distribusi frekuensi berdasarkan tinggal dengan responden

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tinggal Dengan
Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)
Makassar
No Tinggal Dengan n %
1 Suami/istri 15 50,0
2 Anak 7 23,3
3 Lainnya 8 26,7
Total 30 100
Sumber : Data Prime, Juli 2023

Berdasarkan tabel 5.3 diperoleh data dari responden tinggal

dengan suami/istri memiliki distribusi sebanyak 15 (50,0%),

responden dengan anak memiliki distribusi sebanyak 7 (23,3%),

responden dengan lainnya memiliki distribusi sebanyak 8 (26,7%).

d. Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan responden.

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)
Makassar
No Pekerjaan n %
1 Karyawan 4 13,3
2 Wiraswasta 9 43,3
3 Pensiunan 5 16,7
4 Lainnya 12 40,0
Total 30 100
Sumber : Data Prime, Juli 2023
Berdasarkan tabel 5.4 diperoleh data dari 30 responden

diperoleh data dari responden yang bekerja sebagai Karyawan

memiliki distribusi sebanyak 4 responden (13,3%), responden yang

bekerja sebagai Wiraswasta sebanyak 9 responden (30,0%),


49

responden yang sebagai pensiunan sebanyak 5 responden (16,7%),

dan responden yang bekerja selain yang dikategorikan sebanyak 12

responden (40,0%).

e. Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan responden

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)
Makassar Responden Berdasarkan Pendidikan
Di Balai Besar
No Pendidikan n %
1 SD 3 10,0
2 SMP 3 10,0
3 SMA/SMK 14 46,7
4 Perguruan Tinggi 10 33,3
Total 30 100
Sumber : Data Prime, Juli 2023
Berdasarkan tabel 5.5 diatas, diperoleh data dari

responden yang berpendidikan SD memiliki distribusi sebanyak

3 responden (10,0%), responden yang berpendidikan SMP

sebanyak 3 responden (10,0%), responden yang berpendidikan

SMA/SMK sebanyak 14 responden (46,7%) dan responden yang

perguruan tinggi sebanyak 10 responden (33,3%).

3. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

variabel independen (Dukungan Emosional dan Instrumental) dan

variabel dependen (Kepatuahan Pengobatan) dengan uji statistic

dengan menggunakan uji Chi – Square dengan tingkat kemaknaan α =

0,05.
50

a. Hubungan Dukungan Emosional Dengan Kepatuhan Pengobatan.

Tabel 5.9
Hubungan Dukungan Emosional Dengan Kepatuhan
Pengobatan Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
(BBKPM) Makassar
Kepatuhan Minum Obat
Dukungan Total
Emosional Patuh Tidak p-
Patuh n % value
n % n %
Baik 17 56,7 2 6,7 19 63,3
Tidak Baik 3 10,0 8 26,7 11 36,7 0,001
Total 20 66,7 10 33,3 30 100
Sumber : Data Primer, Juli 2023

Berdasarkan tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari 30

responden, diperoleh bahwa responden dengan dukungan emosional

yang baik sebanyak 19 responden (63,3%), dukungan emosional yang

tidak baik sebanyak 11 responden (36,7%). Sedangkan tingkat

kepatuhan minum obat responden yang patuh sebanyak 20 responden

(66,7%) dan yang tidak patuh sebanyak 10 responden (33,3%).

Berdasarkan hasil analisis uji statisik dengan menggunakan

uji Chi – Square uji alternatif Fishers Exact Test dengan nila p value =

0,001 jika dibandingkan dengan α = 0,05 maka p-value < α = 0,05.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa Hipotesis diterima. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini terdapat

hubungan antara dukungan emosional dengan kepatuhan pengobatan

pasien TB MDR di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)

Makassar.
51

b. Hubungan dukungan instrumental dengan kepatuhan pengobatan.

Tabel 5.10
Hubungan Dukungan Instrumental Dengan Kepatuhan
Pengobatan Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
(BBKPM) Makassar
Kepatuhan Minum Obat
Dukungan Total
Instrumental Patuh Tidak p-
Patuh n % value
n % N %
Baik 18 60,0 2 6,7 20 66,7
Tidak Baik 4 13,3 6 20,0 10 33,3 0,007
Total 22 73,3 8 26,7 30 100
Sumber : Data Primer, Juli 2023

Berdasarkan tabel 5.10 menunjukkan bahwa dari 30

responden, diperoleh bahwa responden dengan dukungan instrumental

yang baik sebanyak 20 responden (66,7%), dukungan instrumental

yang tidak baik sebanyak 10 responden (33,3%). Sedangkan tingkat

kepatuhan minum obat responden yang patuh sebanyak 20 responden

(66,7%) dan yang tidak patuh sebanyak 10 responden (33,3%).

Berdasarkan hasil analisis uji statisik dengan menggunakan

uji Chi – Square uji alternatif Fishers Exact Test dengan nila p value =

0,007 jika dibandingkan dengan α = 0,05 maka p-value < α = 0,05.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa Hipotesis diterima. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini terdapat

hubungan antara dukungan instrumental dengan kepatuhan pengobatan

pasien TB MDR di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)

Makassar.
52

B. PEMBAHASAN

1. Gambaran Dukungan Emosional Pasien TB MDR di Balai Besar

Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)

Berdasarkan tabel 5.6, diperoleh data dari responden yang

dukungan emosionalnya baik sebanyak 19 (63,3%) sedangkan

responden yang dukungan emosionalnya tidak baik sebanyak 11

(36,7%) responden. Penelitian ini sejalan dengan Zulheri,dkk (2021)

yang mendapatkan hasil statistik terdapat hubungan dukungan

emosional denan kepatuhan minum obat pada pasien TB dengan nilai

P- Value =0,027

Dukungan Emosional yaitu keluarga sebagai tempat aman dan

damai untuk beristirahat dan juga menenangkan pikiran. Setiap orang

pasti membutuhkan bantuan dari keluarga. Individu yang menghadapi

persoalan atau masalah akan merasa terbantu kalau ada keluarga yang

mau mendengarkan dan memperhatikan masalah yang sedang

dihadapi. Keluarga juga dapat memberikan kepada pasien ungkapan

beruoa empati dan kepedulian terhadap anggota keluarga (Pramita

Hutagaol, 2022).

Dukungan emosional keluarga baik didapatkan tertinggi maka

persepsi dan respon pasien terhadap sesuatu yang diberikan

keluargannya merasa dirinya menjadi lebih diperhatiakan, dan

membuatnya merasa mendapat kasih sayang dari keluargannya


53

(Firmansyah, 2017) Didukung oleh teori (Friedman, 2002) keluarga

merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama

dengan keterikatan aturan dan emosional, yang masing-masing

mempunyai peran didalamnya. Dukungan dari keluarga merupakan

unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaian masalah,

rasa percaya diri akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi

masalah yang terjadi akan meningkat.

Menurut asumsi peneliti dukungan emosional Balai Besar

Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar yang dukungan

emosionalnya baik sebanyak 19 sedangkan responden yang dukungan

emosionalnya tidak baik sebanyak 11 responden. Dukungan emosional

yang baik berarti responden medapatkan perhatian, rasa kasih sayang

dan kepedulian, menjaga keadaan emosi pasien, memberikan

semangat, kehangatan membuat pasien merasa bahwa pasien dihargai,

dicintai dan orang lain dalam keluarganya bersedia memberi perhatian

dan kasih sayang, hal ini akan membuat pasien TB MDR tidak merasa

diasingkan karena penyakitnya.

2. Gambaran Dukungan Instrumental Pasien TB MDR di Balai

Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)

Berdasarkan tabel 5.7, diperoleh data dari responden yang

dukungan instrumentalnya baik sebanyak 18 (60,0%) sedangkan

responden yang dukungan instrumentalnya tidak baik sebanyak 12

(40,0%) responden Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang


54

dilakukan (Ernia Nining, 2020) dengan hasil penelitian menunjukkan

bahwa responden paling banyak memiliki dukungan instrumental

yang baik yakni sebesar 60.5%. Hal ini karena sebagian besar

responden menyatakan setuju dan sangat setuju dengan item

pertanyaan keluarga tidak keberatan membiayai selama

pengobatan pasien, pakah keluarga merasa tidak keberatan mengantar

pasien kontrol ke rumah sakit sesuai waktu yang ditentukan,

keluarga menyiapkan obat minum pasien bila tiba waktu minum obat,

minum obat yang disiapkan keluarga sehingga dapat minum obat

secara teratur, Hasil penelitian ini menunjukkan kesesuaian dengan

teori Friedman (2010), menyatakan komponen yang perlu

dipenuhi keluarga untuk memenuhi fungsi ekonomi adalah

berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan keluarga seperti sandang,

pangan, papan, dan cara mendapatkan sumber-sumber untuk

meningkatkan status kesehatan.

Menurut nadeak (2019) Dukungan instrumental keluarga

merupakan suatu dukungan yang atau bantuan penuh dari keluarga

dalam bentuk tenaga, dana maupun meluangkan waktu dalam melayani

dan mendengarkan anggota keluarga dalam menyampaikan pesannya.

Dukungan instrumental keluarga merupakan fungsi ekonomi dan

fungsi perawatan kesehatan yang diterapkan dalam keluarga terhadap

anggota keluarga yang sakit.


55

Menurut asumsi peneliti dukungan instrumental di Balai Besar

Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar yang dukungan

instrumentalnya baik sebanyak 18 responden sedangkan responden

yang dukungan emosionalnya tidak baik sebanyak 12 responden.

Dukungan instrumental yang baik berarti responden merasa

mendapatkan sarana dalam memenuhi kebutuhannya, keluarga

merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit bagi anggota

keluarga yang lain, hal ini membuat pasien TB MDR lebih di

perhatiakan dalam hal sarana, waktu, dan pembiayan.

3. Gambaran Kepatuhan Pengobatan Pasien TB MDR di balai besar

kesehatan paru (BBKPM) Makassar

Berdasarkan tabel 5.8 diperoleh data dari responden yang patuh

sebanyak 21 (70,0%) sedangkan responden yang tidak patuh sebanyak

9 (30,0%) responden. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian

menurut (Aspiani, 2019) bahwa kepatuhan pengobatan patuh

didapatkan tertinggi karena tingkat perilaku pasien yang setuju

terhadap instruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi

apapun yang ditentukan atau menepati janji pertemuan dengan dokter.

Didukung oleh teori menurut (Niven, 2018) Pasien dikategorikan

patuh karena pasien mengikuti saran petugas poli penyakit dalam

melakukan kontrol, pasien mengikuti saran petugas untuk

mengkonsumsi obat secara rutin dan pasien tidak telat dalam

melakukan kontrol. Kepatuhan seseorang mengacu pada kemampuan


56

untuk mempertahankan program-program yang berkaitan dengan

pomosi kesehatan yang dilakukansebagian besar ditentukan oleh

penyelenggaraan perawatan kesehatan.

Kepatuhan adalah perilaku positif penderita dalam mencapai

tujuan terapi. Kepatuhan merupakan suatu bentuk perilaku manusia

yang taat pada aturan, perintah yang telah ditetapkan, prosedur dan

disiplin yang harus dijalankan. Kesembuhan pasien tuberkulosis paru

dipengaruhi oleh kepatuhan dalam minum OAT. Kepatuhan ini

diartikan sebagai perilaku pasien untuk minum obat sesuai jenis, dosis,

cara minum, waktu minum dan jumlah hari minum obat sesuai dengan

pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis (Suci Musfira , 2022).

Menurut asumsi peneliti kepatuhan pengobatan pasien TB

MDR di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar

dalam kategori patuh, dilihat dari hasil penelitian ini lebih banyak

responden yang patuh sebanyak 21 responden dibandingkan dengan

yang tidak patuh sebanyak 9 responden. Kepatuhan minum obat pada

responden (pasien TB MDR) sesuai dengan yang dianjurkan oleh

dokter dan petugas kesehatan dapat menurunkan resiko penularan atau

memperburuk keadaan pasien.


57

4. Hubungan Dukungan Emosional Dengan Kepatuhan Pengobatan

Pasien TB MDR di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat

(BBKPM) Makassar

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.9 diperoleh uji

statisik dengan menggunakan uji Chi – Square uji alternatif Fishers

Exact Test dengan nila p value = 0,001 jika dibandingkan dengan α =

0,05 maka p-value < α = 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

Hipotesis diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam

penelitian ini terdapat hubungan antara dukungan emosional dengan

kepatuhan pengobatan pasien TB MDR di Balai Besar Kesehatan Paru

Masyarakat (BBKPM) Makassar. Hasil penelitian ini menunjukkan

dari 30 responden, dukungan emosional keluargannya yang baik

sebanyak 17 responden dan sebagian besar (63,3%) memiliki perilaku

patuh.. Dukungan emosional keluarga yang tidak baik menunjukkan

kepatuhan minum tidak patuh lebih tinggi sedangkan dukungan

emosional keluarga baik menunjukan hasil kepatuhan minum obat

patuh lebih tinggi.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian (Latipah Siti, 2020)

didapatkan dari keseluruhan 105 responden yang dukungan emosional

keluarga baik sebanyak 88 responden (83,8%), terdapat 81 responden

(77,1%) dengan hasil kepatuhan pengobatan patuh dan 7 responden

(6,7%) dengan hasil kepatuhan pengobatan kurang patuh. Sedangkan

dukungan emosional keluarga kurang baik sebanyak 17 responden


58

(16,2%) terdapat 5 responden lansia (4,8%) dengan kepatuhan

pengobatan patuh dan 12 responden (11,4%) dengan hasil kepatuhan

pengobatan kurang patuh. Hasil uji statistik dipeoleh dengan uji chi

square didapatkan nilai p value = 0,000 artinya p value ≤ 0,005, maka

dapat dinyatakan hipotesis nol (Ho) ditolak dan menerima hipotesis

alternatif (Ha) yang mengatakan bahwa ada hubungan antara dukungan

emosional keluarga dengan kepatuhan pengobatan Hasil analisa

tersebut menunjukan responden dengan dukungan emosional baik

peluang memiliki kepatuhan pengobatan patuh dibandingkan dengan

responden yang memiliki dukungan emosional keluarga kurang baik.

Hasil penelitian Nursalin (2018) berdasarkan hasil analisa data dengan

uji Spearman Rank didapatkan sig (2-tailed) (0,972) > α (0,05) dengan

kekuatan hubungan (r -0,06). Artinya tidak ada hubungan antara

dukungan emosional dengan kepatuhan minum obat pada pasien TB di

puskesmas Janti Kota Malang. Maka dari itu dinyatakan H1 ditolak.

Kemungkinan besar disebabkan oleh faktor lain yang tidak masuk

dalam penelitian ini. Salah satunya adalah faktor petugas keshatan.

Berdasarkan pengamatan secara tidak langsung yang dilakukan peneliti

pada saat melakukan penelitian, pelayanan yang diberikan oleh petugas

puskesmas sangat baik yaitu ramah dengan pasien dan bahasa yang

digunakan mudah dimengerti oleh pasien. Hal ini sesuai teori yang

dikemukakan oleh Niven (2000), kepatuhan pasien akan dipengaruhi

oleh sikap petugas kesehatan dalam melayani pasiennya.


59

Pasien yang mendapat dukungan emosional berupa kasih sayang

dan perhatian dari keluargannya akan merasa dirinnya diperhatikan

dalam proses pengobatannya, sehinggan pasien TB MDR menjadi

patuh. Dukungan emosional yang tidak baik terhadap pasien dapat

membuat pasien TB MDR kurang diperhatiakan yang dapat

menurunkan kesadaran terhadap pengobatnnya yang dapat

berpengaruh pada dirinya dan orang lain yang akan mengakibatkan

harus berulang berobat serta penularannya yang lebih mudah.

Konseling yang dilakukan pada saat melakukan pemeriksaan di Balai

Besar Kesehatan Masyarakat (BBKPM) Makassar dapat menambah

pengetahuan yang luas mengenai dukungan emosional dengan

kepatuhan pengobatan.

Dukungan Emosional yaitu keluarga sebagai tempat aman dan

damai untuk beristirahat dan juga menenangkan pikiran. Setiap orang

pasti membutuhkan bantuan dari keluarga. Individu yang menghadapi

persoalan atau masalah akan merasa terbantu kalau ada keluarga yang

mau mendengarkan dan memperhatikan masalah yang sedang

dihadapi. Keluarga juga dapat memberikan kepada pasien ungkapan

beruoa empati dan kepedulian terhadap anggota keluarga (Pramita

Hutagaol, 2022).
60

Menurut Friedman (2019) menyatakan bahwa fungsi dasar

keluarga adalah fungsi efektif yaitu fungsi internal keluarga untuk

memenuhi kebutuhan psikososial saling mengasuh dan memberi cinta

kasih,serta saling menerima dan mendukung.

Kepatuhan berasal dari kata “Patuh” yang berarti suka menurut

perintah, taat kepada peritah dan aturan dan kedisiplinan. Kepatuhan

adalah perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan terapi.

Kepatuhan merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang taat pada

aturan, perintah yang telah ditetapkan, prosedur dan disiplin yang

harus dijalankan (Suci Musfira , 2022).

Menurut asumsi peneliti hubungan dukungan emosional dengan

kepatuhan pengobatan pada pasien TB MDR pada hasil penelitian ini

terdapat hubungan yang signifikan antara keduanya yang dapat

membuat responden patuh terhadap pengobatannya yaitu dengan

diberikannya dukungan dari keluarga berupa dukungan emosional

seperti selalu memberikan perhatian dan selalu mengingatkan untuk

minum obat. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa dukungan emosional

yang baik dapat membuat pasien TB MDR menjadi patuh untuk

minum obat.
61

5. Hubungan Dukungan Instrumental Dengan Kepatuhan

Pengobatan Pasien TB MDR di Balai Besar Kesehatan Paru

Masyarakat (BBKPM) Makassar

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.9 diperoleh uji

statisik dengan menggunakan uji Chi – Square uji alternatif Fishers

Exact Test dengan nila p value = 0,007 jika dibandingkan dengan α =

0,05 maka p-value < α = 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

Hipotesis diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam

penelitian ini terdapat hubungan antara dukungan instrumental dengan

kepatuhan pengobatan pasien TB MDR di Balai Besar Kesehatan Paru

Masyarakat (BBKPM) Makassar. Hasil penelitian menunjukkan

sebagian besar responden memiliki dukungan instrumental yang baik

yakni sebesar (60.0%), sebagian besar responden tidak patuh (33,3%)

ada hubungan dukungan instrumental keluarga dengan

kepatuhan pengobatan dengan p Value = 0.007 <a = 0.05 Hasil

tersebut menunjukkan bahwa Hipotesis diterima. Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini terdapat hubungan

antara dukungan instrumental dengan kepatuhan pengobatan pasien

TB MDR di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)

Makassar. Dukungan instrumental keluarga yang tidak baik

menunjukkan kepatuhan minum tidak patuh lebih tinggi sedangkan

dukungan instrumental keluarga baik menunjukan hasil kepatuahan

minum obat patuh lebih tinggi.


62

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian (Supi Tasripiyah Anis ,

2020) bahwa setengah (50%) dari 50 responnden mempersepsikanya

mendukung. Hal ini dilihat dari pada dukungan instrumental indikator

pemberian dana yang rata ratanya memenuhi yaitu keluarga yang

memberikan dukungan instrumental dapat meningkatkan kepatuhan

pengobatan. Pemberian bantuan finansial sangat tergantung dari

tingkat ekomi sumber dukungan. Menurut Hebe et,al (2019) faktor

yang mempengaruhi dukungan instrumental adalah faktor sosial

ekonomi. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang, maka ia akan

lebih cepat tanggap terhadap masalah kesehatan yang dialami

keluargannya sendiri. Hasil penelitian Asnia (2019) diketahui bahwa

dukungan instrumental yang diberikan kepada responden

mendukung responden dalam pencegahan penularan TB MDR

(85,7%).Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p-value

sebesar 0,329 (≥ 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima

Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada dukungan

instrumental antara kepatuhan obat dengan perilaku keluarga TB

MDR dalam pencegahan penularan TB MDR di wilayah kerja

puskesmas Kota Semarang.


63

Dukungan instrumental pada dukungan keluarga merupakan

sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit. Dukungan

instrumental merupakan dukungan keluarga yang diberikan oleh

keluarga secara langsung yang meliputi bantuan material seperti

memberikan tempat tinggal, meminjamkan atau memberikan uang

dan memberikan bantuan dalam mengerjakan tugas rumah sehari-

hari (Simatupang, 2021), sedangkan menurut Manalu (2020)

dukungan keluarga yang didapat oleh pasien gagal ginjal kronik

masuk dalam kategori baik untuk kuliatas hidupnya, diantaranya

dukungan instrumental dimana pasien masih didukung dalam

biaya pengobatannya, makanannya, dan hal lainnya.

Dukungan instrumental yaitu keluarga merupakan sumber

pertolongan praktis dan konkrit. Bantuan instrumental adalah bentuk

bantuan yang mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya

yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya,

misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap bagi penderita,

menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan, selalu berusaha untuk

mengantar penderita ke rumah sakit pada saat waktu berobat (Pramita

Hutagaol, 2022).

Kepatuhan yaitu tingkat seseorang untuk menjalankan aturan

dan menerapkan perilaku yang sudah disarakan. Pertama, Kepatuhan

penuh, dimana seorang pasien yang menjalankan pengobatan secara

teratur patuh dan sungguh-sungguh dan yang kedua pasien tidak


64

patuh, dimana pasien yang tidak melaksanakan pengobatnnya dan

tidak meminum obat yang dianjurkan dokter atau petugas kesehatn

(Susanti, 2019).

Kepatuhan berasal dari kata “Patuh” yang berarti suka menurut

perintah, taat kepada peritah dan aturan dan kedisiplinan. Kepatuhan

adalah perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan terapi.

Kepatuhan merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang taat pada

aturan, perintah yang telah ditetapkan, prosedur dan disiplin yang

harus dijalankan (Suci Musfira , 2022).

Menurut asumsi peneliti hubungan dukungan instrumental

dengan kepatuhan pengobatan pada pasien TB MDR pada hasil

penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara keduanya yang

dapat membuat responden patuh terhadap pengobatannya yaitu dengan

diberikannya dukungan dari keluarga berupa dukungan instrumental

seperti keluarga sebagai penyedia fasilitas, pembiayai, dan waktu.

Peneliti dapat menyimpulkan bahwa dukungan instrumental yang

baik dapat membuat pasien TB MDR menjadi semangat dalam

menjalani pengobatannya dan patuh dalam minum obat.


65

C. IMPLIKASI KEPERAWATAN

Penelitian ini memberikan informasi atau edukasi mengenai

dukungan emosional, dukungan instrumental dan kepatuhan pengobatan

pasien TB MDR. Penelitian ini juga memberikan gambaran bagi perawat atau

masyarakat bagaimana cara mengedukasi untuk meningkatkan kepatuhan

pengobatan pada pasien TB MDR terutama dalam meminum obat sesuai yang

dianjurkan oleh dokter.

D. KETERBATASAN PENELITI

Adapun beberapa keterbatasan dan hambatan yang dialami pada

saat melaksanakan penelitian ini yaitu saat penelitian ini dilakukan

keterbatasan waktu responden yang sebagai pasien rawat jalan akibatnya

kuesioner tidak diisi secara keseluruhan sehingga peneliti harus mengikuti

responden ke tempat pengambilan obat agar kuesioner terisi secara

keseluruhan
BAB VI

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang hubungan

dukungan emosional dan instrumental keluarga dengan kepatuhan pengobatan

pada pasien TB MDR di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dukungan emosional keluarga terhadap kepatuhan pengobatan pada pasien

TB MDR di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar

diperoleh data dari responden yang dukungan emosionalnya baik sebanyak

19 (63,3%), sedangkan responden yang dukungan emosionalnya tidak baik

sebanyak 11 (36,7%).

2. Dukungan instrumental keluarga terhadap kepatuhan pengobatan pada

pasien TB MDR di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)

Makassar diperoleh data dari responden yang dukungan instrumentalnya

baik sebanyak 18 (60,0%) sedangkan responden yang dukungan

instrumentalnya tidak baik sebanyak 12 (40,0%).

66
67

3. Kepatuhan pengobatan pada pasien TB MDR di Balai Besar Kesehatan

Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar diperoleh data dari responden yang

tingkat kepatuhan pengobatan responden yang patuh sebanyak 21 (70,0%),

sedangkan responden yang tidak patuh sebanyak 9 (30,0%).

4. Ada hubungan dukungan emosional keluarga dengan kepatuhan

pengobatan pada pasien TB MDR di Balai Besar Kesehatan Paru

Masyarakat (BBKPM) Makassar provinsi Sulawesi Selatan

5. Ada hubungan dukungan instrumental keluarga dengan kepatuhan

pengobatan pada pasien TB MDR di Balai Besar Kesehatan Paru

Masyarakat (BBKPM) Makassar provinsi Sulawesi Selatan

B. SARAN

1. Saran Teoritis

Diharapkan agar penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

kajian lebih lanjut dimasa yang akan datang khusus bagi yang meneliti

tentang pengobatan pasien TB MDR

2. Saran Praktis

a. Diharapkan kepada responden untuk tetap patuh terhadap

pengobatannya terutama dalam meminum obat yang telah dianjurkan,

serta keluarga dapat meluangkan waktu untuk menemani dan

memberi perhatian kepada responden untuk tetap menjaga dan

mengontrol kesehatan responden tersebut.


68

b. Diharapkan dapat melakukan penelitian terkait hubungan dukungan

emosional dan instrumental keluarga dengan kepatuhan pengobatan

pasien TB MDR dengan mengambil variabel lain seperti dukungan

informasional dan penghargaan untuk memperbanyak referensi.

c. Diharapkan dapat menciptakan kegiatan sosial bagi pasien TB MDR

guna untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan pada pasien TB

MDR agar dapat menurunkan resiko penularan atau memperburuk

keadaan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Andrian (2017).Hubungan Dukungan Emosional Keluarga Dengan Kepatuhan


Kunjungan Ulang Pasien Stroke Di Poliklinik Saraf Rsud Dokter Soeselo
Kabupaten Tegal. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan ( diakses pada 16
Agustus 2023).
Agung Gumelar Muhammad. (2022). Hubungan Motivasi Kesembuhan dan
Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kesembuhan Pasien Tuberkulosis
(Tb) Di Rumah Sakit Paru Dr.M.Goenawan Partowidigno (diakses pada
30 Mei 2023).
Arikunto . (2012). Prosedur Penelitian.
Amansyah, S. M. (2018). Faktor Risiko Pengobatan Pasien MultiDrug Resistance
Tuberkulosis (MDR-TB) di RSUD Labuang Baji Kota Makassar. Jurnal
Nasional Ilmu Kesehatan (diakses pada 30 Mei 2023).
Bawonte, T. G., Mambo, C. D., & Masengi, A. S. R. (2021). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Tuberculosis Multidrug Resistance (TB MDR). Jurnal E-
Biomedik, 9, 117–125 (diakses pada 28 Mei 2023)
Devya oktaviani yul. (2021). asuhan keperawatan pada Tn.T dengan diagnosa
medis TB Paru dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi di ruang perawatan
multazam 4 RS Aliyah 3 (diakses pada 30 Mei 2023).
Ella, N. Q. (2022). Dukungan Keluarga terhadap Kepatuhan Pengobatan pada
Pasien Tuberkulosis : Literature Review . vol 5 no 6 (di akses pada 15 Juni
2023).
Hannan, M., & Hidayat, S. (2009). Peran Keluarga Dalam Perawatan Penderita
Tuberkulosis Paru (diakses pada 30 Mei 2023).
Handayani Rini. (2020). Tingkatan Pengetahuan Mengenai Multidrug Resistants
Tubercolusis (Mdr-Tb) Pada Pengguna Kereta Commuter . Indonesian
Journal Of Nursing Health Science, Vol.6 No.2 (diakses pada 30 Mei
2023).
Hasanah Mar'atul; Makhfudli; Setiya Wahyuni Andri. (2018). Hubungan
dukungan keluarga dengan efikasi diri penderita tuberkulosis multidrug
resistant (TB-MDR) Di Poli TB-MDR Rsud Ibnu Sina Gresik. Jurnal
Kesehatan , Vol 11 No 2 (diakses pada 30 Mei 2023).
Iqbal, R., Harahap, M., Juandika, J., Mulyanti, D., Klinik, D. P., Studi, P.,
Manajemen, M., & Buana, U. S. (2023). Perbandingan Biaya
Pemeriksaan Laboratorium Pada Pasien Tuberkulosis Multidrug
Resistance ( Tb-Mdr ) Dengan Tuberkulosis Extensive Drug Resistance

xvii
( Tb- Xdr ): Studi Pada Rumah Sakit Tersier Di Bandung. 1 (diakses pada
28 Mei 2023).
Latipah Siti. (2020). Dukungan Emosional Keluarga dengan Kepatuhan
Pengobatan pada Lansia (diakses pada 16 Agustus 2023).
Meyrisca, M., & Susanti, R. (2022). Hubungan Kepatuhan Penggunaan Obat Anti
Tuberkulosis Dengan Keberhasilan Pengobatan Pasien Tuberkulosis Di
Puskesmas Sungai Betung Bengkayang. Lumbung Farmasi; Jurnal Ilmu
Kefarmasian, 3(2), 277–282 (diakses pada 30 Mei 2023).
Namira, H. R. (2021). Tingkatan Pengetahuan Mengenai Multidrug Resistants
Tuberculosis (MDR-TB) pada Pengguna Kereta Commuter. Indonesian
journal of nursing health science, vol.6,no.2 (diakses pada 30 Mei 2023).
Nursalam . (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan .
Permenkes RI. Penanggulangan Tuberkulosis . 2018 ( diakses pada 28 Mei 2023).
Pramita Hutagaol. (2022). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan
Pengobatan Minum Obat Pada Pasien TB Paru (diakses pada 28 Mei
2023).
Rosadi Dian . (2020). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan
Pasien Tuberkulosis Paru Tehadap Obat Anti Tuberkulosis. Jurnal
Berkala Kesehatan , Vol 6 no.2 (diakses pada 28 Mei 2023).
Rahmawati Siti. (2020). Dukungan Keluarga dalam Pencegahan Kejadian
Multidrug Resistance pada Pasien Tuberkulosis. Jurnal Kesehatan , Vol 1
(diakses 15 Juni 2023.
Syahrezki, M. (2015). Faktor Risiko Tuberkulosis Multidrug Resistant (TB-
MDR). Jurnal Agromed Unila, 2(4), 413–418 (diakses pada 25 Mei 2023).
Siregar (2019). Dukungan Keluarga dan kepatuhan pasien TB hal 18 (diakses
pada 25 Mei 2023).
Suci Musfira (2022). Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Kualitas Hidup
Penderita Tuberkulosis Paru (diakses pada 25 Mei 2023).
Sibua Siska. (2021). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Berobat
Penderita Tuberkulosis. Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal , Vol 07 ( di
akses pada 15 Juni 2023).
Sugiyono . (n.d.). Metode Penelitian Kuantitatif. 2018 (diakses pada 22 Juni
2023).
Supi Tasripiyah Anis . (2020). Hubungan Koping dan Dukungan Keluarga dengan
Body Image Pasien Kanker Payudara di Poli Bedah RSHS Bandung.
(diakses 16 Agustus 2023).
Simatupang . (2021). Hubungan Dukungan Keluarga dengan kualitas hidup pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani Hemodialisa politeknik kesehatan
jurusan keperawatan medan (diakses 16 Agustus 2023).
World Health Organization (2021). Definisi Tuberkulosis MDR (diakses pada 30
Mei 2023)
World Health Organization (2021). Klasifikasi Tuberkulosis (diakses pada 30 Mei
2023)
World Health Organization (WHO) (2019). Tuberkulosis : Tinjauan Medis,
Asuhan Keperawatan dan E-Health (diakses pada 30 Mei 2023)
Wulandari Dela. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Tn. J Dengan tuberkulosis
paru dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi di ruang teratai RSUD Kota
Kendari (diakses pada 30 Mei 2023).

P
I

Lampiran 1 Lembar persetujuan responden


Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ………………………………….
Alamat : ………………………………….

Setelah mendapatkan keterangan secukupnya serta

mengetahui tentang manfaat dan tujuan penelitian ini yang

berjudul“Hubungan dukungan emosional dan instrumental

dengan kepatuhan pengobatan pada pasien TB MDR”.

Maka dengan ini saya menyatakan bersedia

berpartisipasi menjadi responden, dengan catatan apabila

sewaktu-waktu saya merasa dirugikan dalam bentuk

apapun, saya berhak membatalkan persetujuan ini


(Bersedia/Tidak Bersedia).

Makassar, Juli 2023

Responden

Lampiran 2 Kuesioner data demografi

Kuesioner Data Demografi

Petunjuk Pengisian
a. Semua pertanyaan harus dijawab
b. Berilah tanda cheklist () pada kotak yang telah disediakan
c. Setiap pertanyaan dijawab hanya satu jawaban yang sesuai
dengan anda

1. Jenis kelamin : □Pria


□Wanita

2. Usia : ……tahun

3. Tinggal dengan : □Suami/istri


□Anak
□Cucu
□Lainnya

4. Suku : □Makassar
□Bugis
□Toraja
□Lain-lain, sebutkan ........

5. Pekerjaan : □PNS/TNI/POLRI
□Karyawan
□Wiraswasta
□Pensiunan
□Lainnya

6. Penghasilan : □< 1.650.000


□1.650.000
□> 1.650.000

7. Pendidikan : □SD
□SMP
□SMA
□Perguruan Tinggi

Lampiran 3 Kuesioner Penelitian

Judul Penelitian : “Hubungan dukungan emosional dan instrumental keluarga


dengan kepatuhan pengobatan pasien TB MDR”.

Petunjuk :

Bapak/Ibu/Saudara diminta untuk memberikan jawaban yang jujur pada setiap


item di bawah ini, dengan memberi tanda cheklist (√) pada salah satu jawaban
yang saudara pilih dikotak yang tersedia. Berikut adalah penjelasan mengenai
pilihan jawaban yang akan anda pilih.

1. Selalu apabila pernyataan tersebut dilakukan secara terus menerus dan


setiap hari/setiap saat.
2. Kadang apabila pernyataan tersebut dilakukan secara terus menerus namun
ada sesekali tidak dilakukan/tidak tiap hari/tidak tiap saat.
3. Jarang apabila pernyataan tersebut dilakukan hanya sesekali/lebih banyak
tidak dilakukan.
4. Tidak Pernah apabila pernyataan tersebut tidak pernah dilakukan.

A. Kuesioner Dukungan Emosional


No Pernyataan Selalu Kadang Jarang Tidak
pernah
Dukungan Emosional
1. Keluarga mengingatkan
saya untuk beristirahat
dengan cukup.
2. keluarga selalu menyiapkan
obat saya.
3. Keluarga mengetahui
tetang
penyakit saya.
4. Keluarga selalu
menyediakan waktu untuk
berkomunikasi dan
berinteraksi dengan saya.
5. Keluarga selalu
mendiskusikan tentang
keadaan saya dengan
anggota keluarga lainnya
dan mencari pengobatan
yang terbaik untuk
saya.
6. Keluarga saya
menanyakan bagaimana
perkembangan pengobatan
saya kepada
dokter/petugas kesehatan.
7. Keluarga mempercayai
keputusan saya tentang
pengobatan yang saya
jalani.
8. Keluarga selalu melibatkan
saya mengenai pengobatan
yang saya jalani.
9, Keluarga saya
mendengarkan keluhan
dan
keinginan saya selama
sakit.
10. Keluarga tidak pernah
mengijinkan saya untuk
mengambil obat sendiri.
11. Keluarga menginjinkan
saya untuk melakukan
pekerjaan apapun ketika
saya sakit.

B. Kuesioner Dukungan Instrumental


No Pernyataan Selalu Kadang Jarang Tidak
Pernah
Dukungan Instrumental
1. Keluarga mengantar saya
untuk menjalani
pengobatan
2. Keluarga selalu
menyediakan jus setiap
harinya.
3. Keluarga selalu
menyediakan makanan
yang
disarankan oleh
dokter/petugas kesehatan.
4. Keluarga bersedia
membantu saya
mengambil obat jika saya
sibuk.
5. Keluarga bersedia
membiayai biaya
perawatan dan
pengobatan.
6. Keluarga menciptakan
lingkungan
yang tenang untuk saya
beristirahat.
7. Keluarga selalu
menyediakan waktu
untuk
mengantarkan saya
berobat.
8. Keluarga menganggap
tidak perlu
mengantarkan saya
periksa kesehatan jika
keadaan saya masih baik.
9. Keluarga/anggota
keluarga menyatakan
tidak sanggup untuk
membiayai pengobatan
saya.
10. keluarga saya tetap
membiarkan kegiatan
positif saya seperti olaraga
di luar rumah

C. Kuesioner K epatuhan Minum Obat


No Pernyataan Jawaban
Ya Tidak
1. Apakah anda kadang-kadang lupa
menggunakan obat atau minum
obat untuk penyakit anda?
2. Orang kadang-kadang tidak sempat
minum obat bukan karena lupa.
Selama dua pekan terakhir ini,
pernahkah anda dengan sengaja
tidak menggunakan obat atau
meminum obat anda?
3. Pernahkan anda mengurangi atau
berhenti menggunakan obat atau
minum obat tanpa memberitahu
dokter anda karena anda merasa
kondisi anda tambah parah ketika
menggunakan obat atau minum
obat tersebut?
4. Ketika anda berpergian atau
meninggalkan rumah, apakah anda
kadang-kadang lupa membawa
obat anda?
5. Apakah kemarin anda
menggunakan obat atau minum
obat.
6. Ketika anda merasa agak sehat,
apakah anda juga kadang berhenti
menggunakan obat atau minum
obat?
7. Minum obat setiap hari merupakan
hal yang tidak menyenangkan bagi
sebagian orang. Apakah anda
pernah terganggu dengan
kewajiban anda terhadap
pengobatan Tubekulosis Multidrug
Resistance (MDR) yang harus anda
jalani?
8. Apakah anda pernah merasa kesal
dengan pengobatan anda yang
lama?
9. Apakah anda sering lupa minum
obat anda?
10 Apakah anda mengambil obat
. sesuai jadwal yang telah
ditentukan?
Tabulasi Data

Na Jenis Usi Tinggal Suk Pekerj Penghasi Pendidik Dukungan Dukungan Kepatuhan Minum
ma Kelamin a Dengan u an lan an Emosional Instrumental Obat
Tn.A 1 46 1 2 3 1 4 30 30 16
Tn.I 1 26 4 2 3 1 3 39 34 15
Tn.J 1 72 2 1 4 2 4 44 39 18
Tn.I 1 54 1 1 3 1 2 37 26 17
Tn.J 1 69 2 2 4 2 4 44 39 16
Tn.T 1 37 1 3 3 2 3 30 28 17
Ny.S 2 19 4 1 5 4 3 39 36 18
Tn.S 1 52 1 2 4 2 4 44 40 18
Ny.F 2 46 1 1 4 2 4 40 39 16
Tn.N 1 26 4 1 5 1 3 44 36 12
Ny.
2 40 2 1 5 4 2 44 40 18
D
Tn.A 1 49 1 1 3 1 3 43 35 16
Ny.
2 68 2 1 5 4 1 41 30 18
H
Tn.H 1 36 1 2 5 1 1 42 38 14
Tn.T 1 53 1 1 4 2 4 43 39 17
Tn.A 1 45 1 1 5 1 1 44 38 16
Ny.S 2 55 2 1 5 4 3 34 30 14
Ny.A 2 38 1 1 5 4 4 43 38 17
Ny.Y 2 27 4 1 5 4 4 44 40 17
Tn. 1 47 1 1 3 1 4 44 37 16
M
Ny.B 2 44 1 1 5 4 3 44 40 17
Tn.I 1 28 1 1 2 1 3 35 30 17
Ny.R 2 19 4 1 5 4 3 42 40 18
Tn.F 1 50 2 1 3 1 3 30 23 15
Ny.
2 45 1 1 3 1 3 42 40 17
H
Tn.A 1 26 4 2 3 1 4 36 34 14
Tn.
1 54 1 2 2 1 3 42 40 17
M
Tn.I 1 35 4 1 2 1 3 38 36 15
Ny.
2 21 4 2 5 4 2 37 34 17
N
Tn.H 1 41 2 1 2 1 3 44 35 15
PENGKATEGORIAN

Jenis Kelamin Kode


Pria 1
Wanita 2
Usia Kode
15 - 45 1
46 - 75 2
Pekerjaan Kode
PNS/TNI/POLRI 1
Karyawan 2
Wiraswasta 3
Pensiunan 4
Lainnya 5
Penghasilan Kode
< 1.650.000 1
1.650.000 2
> 1.650.000 3
Pendidikan Kode
SD 1
SMP 2
SMA 3
Perguruan Tinggi 4
Tinggal Dengan Kode
Suami/Istri 1
Anak 2
Cucu 3
Lain – Lain 4
Suku Kode
Makassar 1
Bugis 2
Toraja 3
Lain - Lain 4

Dukungan Emosional Kode


Baik 1
Tidak Baik 2
Dukungan Instrumental Kode
Baik 1
Tidak Baik 2
Kepatuhan Minum Obat Kode
Patuh 1
Tidak Patuh 2
1. Karakteristik Responden

Statistics

JenisKelamin Usia TinggalDengan Suku Pekerjan Penghasilan Pendidikan

Valid 30 30 30 30 30 30 30
N
Missing 0 0 0 0 0 0 0

JenisKelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Laki - Laki 19 63.3 63.3 63.3

Valid wanita 11 36.7 36.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

15 - 45 Tahun 17 56.7 56.7 56.7

Valid 46 - 75 Tahun 13 43.3 43.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

TinggalDengan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Suami/Istri 15 50.0 50.0 50.0

Anak 7 23.3 23.3 73.3


Valid
Lainnya 8 26.7 26.7 100.0

Total 30 100.0 100.0


Suku

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Makassar 21 70.0 70.0 70.0

Bugis 8 26.7 26.7 96.7


Valid
Toraja 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pekerjan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Karyawan 4 13.3 13.3 13.3

Wiraswasta 9 30.0 30.0 43.3

Valid Pensiunan 5 16.7 16.7 60.0

Lainnya 12 40.0 40.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Penghasilan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

< Rp. 1.650.000 15 50.0 50.0 50.0

Rp. 1.650.000 6 20.0 20.0 70.0


Valid
4 9 30.0 30.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

SD 3 10.0 10.0 10.0

SMP 3 10.0 10.0 20.0

Valid SMA/SMK 14 46.7 46.7 66.7

Perguruan Tinggi 10 33.3 33.3 100.0

Total 30 100.0 100.0


2. Hasil Uji Statistik

Univariat

Statistics

DukunganEmosio DukunganInstrum KepatuhanMinum


nal ental Obat

Valid 30 30 30
N
Missing 0 0 0

DukunganEmosional

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Baik 19 63.3 63.3 63.3

Valid Tidak Baik 11 36.7 36.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

DukunganInstrumental

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Baik 18 60.0 60.0 60.0

Valid Tidak Baik 12 40.0 40.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

KepatuhanMinumObat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Patuh 21 70.0 70.0 70.0

Valid Tidak Patuh 9 30.0 30.0 100.0

Total 30 100.0 100.0


Bivariat

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

DukunganEmosional * 30 76.9% 9 23.1% 39 100.0%


KepatuhanMinumObat

DukunganEmosional * KepatuhanMinumObat Crosstabulation

KepatuhanMinumObat Total

1 2

Count 17 2 19

Expected Count 12.7 6.3 19.0

% within 89.5% 10.5% 100.0%


1 DukunganEmosional

% within 85.0% 20.0% 63.3%


KepatuhanMinumObat

% of Total 56.7% 6.7% 63.3%


DukunganEmosional
Count 3 8 11

Expected Count 7.3 3.7 11.0

% within 27.3% 72.7% 100.0%


2 DukunganEmosional

% within 15.0% 80.0% 36.7%


KepatuhanMinumObat

% of Total 10.0% 26.7% 36.7%


Count 20 10 30

Expected Count 20.0 10.0 30.0

% within 66.7% 33.3% 100.0%


Total DukunganEmosional

% within 100.0% 100.0% 100.0%


KepatuhanMinumObat

% of Total 66.7% 33.3% 100.0%


Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


(2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 12.129 1 .000
b
Continuity Correction 9.492 1 .002
Likelihood Ratio 12.513 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear 11.725 1 .001
Association
N of Valid Cases 30

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.67.
b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

DukunganInstrumental * 30 76.9% 9 23.1% 39 100.0%


KepatuhanMinumObat
DukunganInstrumental * KepatuhanMinumObat Crosstabulation

KepatuhanMinumObat Total

1 2

Count 18 4 22

Expected Count 14.7 7.3 22.0

% within 81.8% 18.2% 100.0%


1 DukunganInstrumental

% within 90.0% 40.0% 73.3%


KepatuhanMinumObat

% of Total 60.0% 13.3% 73.3%


DukunganInstrumental
Count 2 6 8

Expected Count 5.3 2.7 8.0

% within 25.0% 75.0% 100.0%


2 DukunganInstrumental

% within 10.0% 60.0% 26.7%


KepatuhanMinumObat

% of Total 6.7% 20.0% 26.7%


Count 20 10 30

Expected Count 20.0 10.0 30.0

% within 66.7% 33.3% 100.0%


Total DukunganInstrumental

% within 100.0% 100.0% 100.0%


KepatuhanMinumObat

% of Total 66.7% 33.3% 100.0%


Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


(2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 8.523 1 .004
b
Continuity Correction 6.158 1 .013
Likelihood Ratio 8.331 1 .004
Fisher's Exact Test .007 .007
Linear-by-Linear 8.239 1 .004
Association
N of Valid Cases 30

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.67.
b. Computed only for a 2x2 table
DOKUMENTASI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Indri Febrianti


Tempat/Tanggal Lahir : Cakke, 29 Februari 2000
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : ISLAM
Status Pernikahan : Belum Menikah
Alamat : Jl. Pariwisata Cakke
No.HP : 085240892583
Alamat Email : indri.feb29@gmail.com
Pendidikan Formal
Tingkat Nama Tahun Mulai Tahun Selesai
Pendidikan
SD SD Negeri 39 Cakke 2006 2012
SMP SMP Negeri 1 Anggeraja 2012 2015
SMA SMA Negeri 1 Enrekang 2015 2018

Pengalaman Organisasi
Organisasi Jabatan Tahun
MPK ( Majelis Perwakilan Kelas ) Anggota 2015 - 2016
HMJ S1 Keperawatan STIKes Panakkukang Bendahara 2022 – 2023
Makassar

Anda mungkin juga menyukai