Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu penyakit yang telah

lama dikenal dan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan

diberbagai negara di dunia (DepKes RI, 2008). Tuberkulosis (TB) adalah

suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri Mycobacterium

Tuberculosae, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru – paru.

Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat

menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian (Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

World Health Organization (WHO) menyatakan pada tahun 2018

di Indonesia ada sekitar 840 ribu orang jatuh sakit dengan TB Paru dan 116

ribu jiwa meninggal akibat TB Paru (www.databoks.katadata.co.id).

Indonesia merupakan negara berkembang yang menyumbang penyakit TB

nomor tiga di dunia setelah India dan China. Prevalensi penduduk Indonesia

yang didiagnosis TB Paru menurut Riskesdas oleh tenaga kesehatan adalah

0,4%, Tiga Provinsi dengan TB Paru tertinggi adalah Banten (0,8%), Papua

(0,8%) dan Jawa Barat (0,6%) (Riskesdas, 2018). Jumlah kasus TB di

Kabupaten Kuningan terbilang tinggi dengan jumlah kasus mencapai 208,92

kasus (Profil Kesehatan Jawa Barat, 2012-2015).


Mengingat tingginya kasus TB paru dan risiko penularan terhadap

orang lain yang cukup tinggi maka pemerintah mengeluarkan kebijakan

dalam penanggulangan TB paru melalui pengadaan Obat Anti Tuberkulosis

(OAT). Kebijakan ini sejalan dengan rekomendasi WHO dimana

penggunaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dalam strategi (Directly

Observed Treatment Shortcourse) DOTS bertujuan untuk mengurangi

penyebaran penyakit TB Paru. TB Paru adalah penyakit yang dapat diobati

dan disembuhkan. Pengobatan TB Paru dapat diberikan dalam 2 tahap, yaitu

tahap intensif 2 bulan pengobatan dan tahap lanjutan 4-6 bulan berikutnya.

Pengobatan yang teratur pada pasien TB Paru dapat sembuh secara total,

apabila pasien itu sendiri mau patuh dengan aturan-aturan tentang

pengobatan TB Paru. Sangatlah penting bagi penderita untuk tidak putus

berobat dan jika penderita menghentikan pengobatan, kuman TB Paru akan

mulai berkembang biak lagi yang berarti penderita mengulangi pengobatan

intensif selama 2 bulan pertama. Tanpa pengobatan, setelah lima tahun 50%

dari penderita TB akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya

tahan tubuh tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap menular.

Sebaliknya, jika penderita melaksanakan pengobatan dengan baik atau

pengobatan dengan pengawasan minum obat secara langsung sehingga

mampu mempertahankan diri terhadap penyakit, mencegah masuknya

kuman dari luar dan dapat menekan angka kematian yang disebakan oleh

TB Paru (Nindi, dkk dalam Septia, 2017).


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Trilianto Arif Eko

dkk (2020), yang menunjukan bahwa terdapat hubungan dukungan keluarga

dengan kepatuhan pengobatan klien tuberkulosis di Kabupaten Bondowoso.

Didapat p value (0,000) < α (0,05), dengan tingkat kekuatan hubungan

sebesar 0,637 dengan kategori kuat.

Penelitian lain juga yang sejalan dengan penelitian dilakukan oleh

Pitters Theresia S dkk (2018) yang mendapat hasil nilai p<0.05 yaitu

p=0.000 yang berarti dukungan keluarga ada hubungannya dengan

kepatuhan minum obat pada pasien TB Paru di Puskesmas Ranotana Weru.

Penelitian oleh Ahsan dkk, menyatakan bahwa salah satu faktor

yang dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan pada penderita dengan

penyakit kronik ialah adanya dukungan keluarga yang baik. Dukungan

keluarga sangat diperlukan terutama pada penderita TB yang juga

merupakan penyakit kronik dan mengharuskan penderita menjalanai terapi

dalam waktu yang lama. Keluarga merupakan lini pertama bagi penderita

apabila mendapatkan masalah kesehatan. Merupakan salah satu fungsi

keluarga untuk mendukung anggota keluarga yang sakit dengan berbagai

cara, yaitu memberi dukungan dalam mengkonsumsi obat (Ahsan, dkk

Jurnal Kesehatan, 2017).

Kepatuhan (adherence) adalah suatu bentuk perilaku yang timbul

akibat adanya interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien

mengerti rencana, segala konsekwensinya dan menyetujui rencana tersebut

serta melakukannya (Kemenkes RI, 2011).


Menurut Pratita (2012) kepatuhan pengobatan adalah perilaku

untuk mentaati saran-saran atau prosedur dari dokter tentang penggunaan

obat, yang sebelumnya didahului oleh proses konsultasi antara pasien

dengan dokter sebagai penyedia jasa kesehatan (www.pelajaran.co.id).

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk

meneliti Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Terapi Obat

Anti Tuberculosis (OAT) Pada Pasien TB Paru Di Wilayah Kerja

Puskesmas Kecamatan Kadugede Tahun 2020.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada

penelitian ini yaitu "Bagaimanakah Hubungan Dukungan Keluarga Dengan

Kepatuhan Terapi Obat Anti Tuberculosis (OAT) Pada Pasien TB Paru Di

Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kadugede Tahun 2020?."

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan

Terapi Obat Anti Tuberculosis (OAT) Pada Pasien TB Paru Di Wilayah

Kerja Puskesmas Kecamatan Kadugede Tahun 2020.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mengidentifikasi gambaran Dukungan Keluarga pada Pasien TB Paru

di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kadugede Tahun 2020

b. Mengidentifikasi gambaran Kepatuhan Terapi Obat Anti Tuberculosis

(OAT) Pada Pasien TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan

Kadugede Tahun 2020

c. Menganalisis Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan

Terapi Obat Anti Tuberculosis (OAT) Pada Pasien TB Paru Di

Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kadugede Tahun 2020.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu

keperawatan medikal bedah khususnya mengetahui Hubungan Dukungan

Keluarga Dengan Kepatuhan Terapi Obat Anti Tuberculosis (OAT) Pada

Pasien TB Paru.

1.4.2 Manfaat Praktis

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai peneliti,

manfaat penelitian yang diharapkan :

a. Bagi Pasien TB Paru

Pasien sekaligus responden yang akan terlibat dalam penelitian ini

akan mendapatkan pengetahuan tentang pentingnya dukungan keluarga


dalam menunjang keberhasilan pengobatan Obat Anti Tuberkulosis

(OAT).

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini sangat bermanfaat dalam proses belajar karena akan

banyak menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti menjadi luas,

disamping untuk mengetahui perpaduan antara teori pendidikan di

kampus dengan praktek yang ada di lapangan.

c. Bagi STIKes Kuningan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi seluruh

mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Terapi Obat Anti

Tuberculosis (OAT) Pada Pasien TB Paru.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian

selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai