Anda di halaman 1dari 10

IJPHN 1 (3) (2021) 523-532

Indonesian Journal of Public Health and Nutrition


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/IJPHN

Faktor yang Berhubungan dengan Status Kesembuhan Pasien TB Paru pada Usia
Produktif (15-49 Tahun) Studi Kasus di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang

Dini Aulina Hanifah, Nur Siyam


Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Article Info Abstrak


Article History: Latar Belakang: Angka kesembuhan penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Bandarharjo
Submitted 22 Maret 2021 dari tahun 2017-2019 72,50% pada tahun 2017, 76,47% pada tahun 2018 dan 78,40% pada
Accepted 02 Oktober 2021 tahun 2019 angka kesembuhan TB Paru di Puskesmas Bandarharjo terus meningkat tetapi
Published 02 Oktober 2021 belum mencapai target nasional yaitu 85%.
Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancan-
Keywords:
gan penelitian case control. Populasi diambil pada Kelurahan di wilayah kerja Puskesmas
Convalescence Factor, Patient
Bandarharjo dengan jumlah penduduk yaitu sebanyak 20.645 jiwa. Sampel sebesar 30 kasus
of TB Paru, Productiv age
dan 30 kontrol dengan teknik simple random sampling. Instrumen yang digunakan adalah
DOI: kuesioner terstrukur. Data dianalisis dengan menggunakan uji chi square dengan perangkat
https://doi.org/10.15294/ SPSS.
ijphn.v1i3.45913 Hasil: Hasil penelitian menunjukan bahwa dukungan keluarga (p-value 0,01), kepatuhan
minum obat (p-value 0,0001), sikap penderita (p-value 0,01), perilaku penderita (p-value
0.03), peran pengawas minum obat (p-value 0,0001), sikap petugas kesehatan (p-value 0,02),
persepsi penderita (p-value 0,01), keyakinan untuk sembuh (p-value 0,0001) berhubungan
dengan status kesembuhan pasien TB paru usia produktif.
Simpulan: terdapat hubungan antara dukungan keluarga, kepatuhan minum obat, sikap
penderita, perilaku penderita, peran pengawas minum obat, sikap petugas pelayanan kes-
ehatan, persepsi penderita, keyakinan untuk sembuh berhubungan terhadap status kesem-
buhan pasien TB paru usia produktif. Maka perlu disarankan bagi Puskesmas Bandarharjo
untuk meningkatkan peran pengawas minum obat (PMO) dan penyuluhan tentang pent-
ingnya dukungan keluarga kepada penderita selama masa pengobatan.

Abstract
Background: The recovery of pulmonary tuberculosis is a condition in which the individual
has shown improvement in health and has fully completed the treatment, and the sputum re-
examination is negative at the end of treatment which shows negative result. The recovery rate
for pulmonary tuberculosis patients at Puskesmas Bandarharjo from 2015 was 84.78%, then in
2016 it decreased to 82.56%, in 2017 it decreased to 72.50%, and in 2018 it increased to 76.47%.
The research design used case-control approach.
Method: The tken sampel is divided into case samples 30 person and control sample 30 person
which are taken from simple random sampling.
Result:The results showed that family support (p-value 0.01), medication adherence (p-value
0.0001), the patient attitude to recoveryof lungs of TB paru (p-value 0,01), the patient attitude
to recoveryof lungs of TB paru is the degree of education (p-value 0,03), the role of supervisor to
take medication (p-value 0,0001), the attitude of health workers (p-value 0,02), sufferer percep-
tion (p-value 0,01), and confidence recovered (p-value 0,0001), related to the healing status of
productive age pulmonary TB patients.
Conclusion: There gender, education, profession, income, effects severe OAT and the travel time
to health services not related to the healing status of productive age pulmonary TB patients. It is
recommended to Puskesmas Bandarharjo increase the role of the supervisor of taking medication
Suggestions from this study is health care should do monitoring on tuberculosis patients while
they are in treatment.
© 2021 Universitas Negeri Semarang


Correspondence Address: pISSN 2798-4265
Universitas Negeri Semarang, Indonesia. eISSN 2776-9968
Email : diniaulinahanifah98@gmail.com 523
Dini Aulina Hanifah, Nur Siyam / Faktor yang Berhubungan / IJPHN (1) (3) (2021)

Pendahuluan tuberkulosis paru sebesar 81,39 lebih rendah


Tuberkulosis (TB) merupakan masalah dibanding 2011 sebesar 82,90% dan belum
kesehatan masyarakat yang penting di dunia. melebihi target nasional (>85%).
Pada tahun 1993 World Health Organization Angka kesembuhan penderita
(WHO) telah mencanangkan TB sebagai Global tuberkulosis paru Kota Semarang dari tahun
Emergency. WHO dalam Annual Report on 2010-2012 mengalami penurunan yaitu dari
Global TB Control 2011 menyatakan bahwa 66% pada tahun 2010 kemudian 63% pada
terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high tahun 2011 dan menjadi 55,7% pada tahun
burden countries terhadap TB, termasuk 2012. Pada tahun 2012 terdapat 27 dari 35
Indonesia. Pada tahun 2013 WHO melaporkan puskesmas di Kota Semarang tidak mencapai
terdapat 9 juta penderita TB baru dan 1,5 juta target nasional. Sedangkan untuk angka
orang meninggal akibat TB setiap tahunnya kesembuhan penderita tuberkulosis paru pada
(WHO, 2014). tahun 2013 yaitu sebesar 61%. Pada tahun 2017-
Secara umum, faktor utama yang 2018 mengalami penurunan yaitu dari 24,82%
mempengaruhi angka kesembuhan pasien TB pada tahun 2017 kemudian 23,89% pada tahun
Paru ditentukan oleh kepatuhan pasien TB 2018 (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2018).
Paru dalam minum Obat Anti Tuberkulosis Angka kesembuhan penderita
(OAT). Kepatuhan menyangkut aspek tuberkulosis paru di Puskesmas Bandarharjo
jumlah dan jenis OAT yang diminum, serta dari tahun 2015 84,78% kemudian tahun 2016
keteraturan waktu minum obat (Kemenkes menurun menjadi 82,56% tahun 2017 menurun
RI, 2013). Tujuan jangka panjang program menjadi 72,50% dan di tahun 2018 meningkat
pemberantasan TB paru adalah memutus rantai menjadi 76,47%.
penularan sehingga penyakit TB paru tidak lagi TB Paru banyak menyerang usia
merupakan masalah kesehatan masayarakat di produktif dan meningkatkan angka kematian
Indonesia, sedangkan tujuan jangka pendeknya pada masyarakat terutama di Negara
adalah menyembuhkan minimal 85% penderita berkembang. Usia produktif merupakan usia
secara bertahap (Depkes RI, 2002). dimana seseorang berada pada tahap untuk
Dalam rangka mencapai angka bekerja/menghasilkan sesuatu baik untuk diri
kesembuhan 85% perlu partisipasi aktif dari sendiri maupun orang lain. 75% penderita
penderita untuk mengambil dan minum obat TB paru ditemukan pada usia yang paling
secara teratur, sedangkan di negara berkembang produktif secara ekonomi (15-49 tahun). Pada
kematian TB merupakan 25% dari seluruh usia tersebut jika seseorang menderita TB paru,
kematian yang sebenarnya dapat dicegah. maka dapat mengakibatkan individu tidak
Diperkirakan 95% penderita TB berada di produktif lagi bahkan menjadi beban bagi
negara berkembang. 75% penderita TB adalah keluarganya (Nurjanah, 2015).
kelompok usia produktif 15-50 tahun (Depkes Berdasarkan penjelasan
RI, 2002). yang telah diuraikan pada latar belakang,
Angka kesembuhan (cure rate) menunjukan perlu adanya penelitian dengan
tuberkulosis paru di dunia pada tahun 2009- judul faktor yang berhubungan dengan status
2011 sebesar 80%. Pada tahun 2011, angka kesembuhan TB Paru pada usia produktif
kesembuhan Asia Tenggara menduduki urutan (15-49 tahun) studi kausus di Wilyah Kerja
ke-2 yaitu 85% setelah Pasifik Barat terdapat Puseksmas Bandarharjo Kota Semarang.
91%. Kemudian diikuti Mediterania Timur
terdapat 74%, Afrika terdapat 72%, Amerika Metode
terdapat 54%, dan Eropa terdapat 51%. Jenis penelitian ini adalah observasional
Angka kesembuhan tuberkulosis paru analitik dengan pendekatan case control.
di Indonesia pada tahun 2015-2017 mengalami Populasi kasus yaitu seluruh pasien TB paru
penurunan 2015 sebesar 85,8%, 2016 sebesar yang tidak sembuh dalam pengobatan TB paru
86,0% dan pada tahun 2017 sebesar 85,1% di Puskesmas Bandarharjo selama periode
(Kemenkes, RI, 2018). Provinsi Jawa Tengah tahun 2019-2020. Sampel penelitian ini
tahun 2012 memiliki angka kesembuhan sebanyak 30 kasus 30 kontrol dengan teknik

524
Dini Aulina Hanifah, Nur Siyam / Faktor yang Berhubungan / IJPHN (1) (3) (2021)

simple random sampling. (50,0%), wiraswasta (23,3%) dan tidak bekerja


Variabel bebas dalam penelitian ini (26,7%). Responden yang berpenghasilan
adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tinggi sebesar (55,0%) dan yang berpenghasilan
penghasilan, status pekerjaan pasien, efek rendah sebesar (45,0%).
samping obat, kepatuhan minum obat, Responden yang menyatakan akses ke
keyakinan untuk sembuh, persepsi penderita, pelayanan kesehatan terjangkau sebesar (93,3)
pengawas minum obat, peran petugas kesehatan, sedangkan responden yang menyatakan akses
waktu tempuh ke pelayanan kesehatan, sikap menuju pelayanan kesehatan tidak terjangkau
penderita terhadap kesembuhan TB Paru, sebesar (6,7%). Responden yang memiliki sikap
perilaku penderita terhadap kesembuhan TB baik sebesar (80,0%) sedangkan responden
Paru. Data dalam penelitian ini didapat dari yang memiliki sikap kurang sebanyak (20,0%).
hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Responden yang memiliki perilaku baik sebesar
Adapun instrumen yang digunakan adalah (81,7%) sedangkan responden yang memiliki
kuesioner. Data dianalisis secara univariat dan perilaku kurang sebesar (18,3%). Responden
bivariat dengan menggunakan uji chi square yang patuh dalam meminum obat sebesar
dengan SPSS. Analisis univariat dilakukan (78,3%) sedangkan responden yang tidak patuh
untuk mendiskripsikan tiap-tiap variabel meminum obat sebesar (21,7%).
penelitian dalam bentuk tabel distribusi Responden yang menyatakan tidak ada
frekuensi. Sedangkan analisis bivariat dilakukan dukungan keluarga sebesar (16,7%) sedangkan
untuk mengetahui hubungan antara variabel responden yang menyatakan ada dukungan
bebas dan variabel terikat. Dasar pengambilan keluarga sebesar (83,3%). Responden yang
keputusan yang digunakan berdasarkan tingkat didampingi PMO dengan baik sebesar (76,7%)
signifikan atau probabilitas (nilai p). dikatakan sedangkan responden yang tidak didampingi
bermakna bila p<0,05, sebaliknya h=jika PMO sebesar (23,3%). sebagian besar
probabilitas atau nilai p>0,05 maka tidak ada responden menilai sikap petugas pelayanan
hubungan bermakna antara dua variabel yang kesehatan masuk dalam kategori mendukung
diuji. yaitu sebanyak 49 (81.7%) responden yang
menilai. Hanya ada 11 (18.7%) responden yang
Hasil Dan Pembahasan menilai sikap petugas pelayanan kesehatan
Penelitian dilakukan di wilayah kerja dalam kategori tidak mendukung dalam
Puskesmas Bandarharjo yang terletak di pelayanan kesehatan. sebanyak 8 (13.3%)
Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang. responden tidak mengalami efek samping
Hasil penelitian mengenai faktor yang selama meminum Obat Anti Tuberkulosis
berhubungan dengan status kesembuhan (OAT) dalam masa pengobatannya. Jumlah
penderita TB Paru usia produktif (15-49 tahun) terendah yaitu 23 (38.3%) responden
di wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo dapat mengalami efek samping berat selama
di lihat pada tabel 1. meminum OAT. sebanyak 8 (13.3%) responden
Hasil analisis univariat menunjukan memiliki persepsi keparahan penyakit kategori
frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin negatif dan sebanyak 52 (86.7%) responden
sebagian besar responden berjenis kelamin memiliki persepsi keparahan penyakit TB paru
perempuan (51,7%) sedangkan responden yang diderita dengan kategori positif. sebanyak
berjenis kelamin laki-laki sebesar (48,3%). 8 (6,7%) responden memiliki keyakinan untuk
Responden yang memiliki pendidikan dasar sembuh kategori negatif terhadap penyakit TB
sebesar (61,7%), pendidikan menengah sebesar paru yang dideritanya dan sebanyak 52 (86.7%)
(35,0%) dan pendidikan tinggi sebesar (3,3%). responden memiliki persepsi keyakinan
Sebagian besar responden bekerja sebagi buruh sembuh kategori positif.

525
Dini Aulina Hanifah, Nur Siyam / Faktor yang Berhubungan / IJPHN (1) (3) (2021)

Tabel 1. Analisis Univariat Faktor yang berhubungan dengan status kesembuhan penderita TB
Paru usia produktif (15-49 tahun)
No Variabel Frekuensi Persentase (%)
1. Jenis Kelamin
• Perempuan 31 51,7
• Laki-laki 29 48,3
2. Tingkat Pendidikan
• Dasar 37 61,7
• Menengah 21 35.0
• Tinggi 2 3,3
3. Status Pekerjaan
• Wiraswasta 14 23,3
30 50,0
• Buruh
• Tidak bekerja 16 26,7

4. Penghasilan
• Rendah (< Rp. 2.715.000) 27 45,0
• Tinggi ( ≥ Rp. 2.715.000) 33 55,0
5. Waktu Tempuh ke Pelayanan Kesehatan
• Jauh 4 6,7
• Dekat 56 93,3
6. Sikap Penderita
• Baik 48 80,0
• Kurang 15 20,0
7. Perilaku Penderita
• Baik 49 81,7
• Kurang 11 18,3
8. Kepatuhan Minum Obat
• Patuh 47 78,3
• Tidak patuh 13 21,7
9. Dukungan Keluarga
• Mendukung 50 83,3
• Tidak mendukung 10 16,7
10. Peran PMO
• Ada peran 46 76,7
• Tidak ada peran 14 23,3
11. Sikap Petugas Pelayanan Kesehatan
• Mendukung 49 81,7
• Tidak mendukung 11 18,7
12. Efek Samping Obat
• Berat 23 38,3
• Ringan 29 48,3
• Tidak ada efek samping 8 13,3
13. Persepsi Penderita
• Positif 43 71,7
• Negatif 17 28,3
14. Keyakinan untuk Sembuh
• Positif 41 68,3
• Negatif 19 31,7

526
Dini Aulina Hanifah, Nur Siyam / Faktor yang Berhubungan / IJPHN (1) (3) (2021)

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat Faktor yang Berhubungan dengan Status Kesembuhan
Pasien TB Paru Usia Produktif (15-49 tahun)
Variabel Kategori p-value OR Keterangan
(95% CI)
Jenis kelamin 0,79 0,87 Tidak ada hubungan
(0,32-2,41
Tingkat pendidikan Dasar 0,99 Tidak ada hubungan
Menengah 0,99 Tidak ada hubungan
Tinggi Ref Ref ref
Status pekerjaan Wiraswasta 0,51 1,66 Tidak ada hubungan
(0,39-7,15
Buruh 0,21 2,18 Tidak ada hubungan
(0,63-7,55)
Tidak bekerja Ref Ref Ref
Penghasilan 0,79 1,14 Tidak ada hubungan
(0,41-3,16)
Waktu tempuh 0,301 0,31 Tidak ada hubungan
(0,03-3,17)
Sikap penderita 0,01 16,78 Ada hubungan
(2,00-1,57)
Perilaku penderita 0,03 14,50 Ada hubungan
(1,71-1,51)
Kepatuhan minum obat 0,000 22,18 Ada hubungan
(2,67-1,68)
Dukungan keluarga 0,01 7,000 Ada hubungan
(1,38-1,31)
Peran PMO 0,000 22,17 Ada hubungan
(2,66-1,67)
Sikap petugas pelayanan
kesehatan
0,02 6,000 Ada hubungan
(1,17-1,24)
Efek samping obat Berat 0,181 0,32 Tidak ada hubungan
(0,06-1,70)
Ringan 0,843 0,85 Tidak ada hubungan
(0,17-4,25)
Tidak ada
efek samping
Ref Ref ref
Persepsi penderita 0,01 4,971 Ada hubungan
(1,38-1,22)
Keyakinan untuk 0,0001 10,28 Ada hubungan
sembuh
(2,55-1,54)

527
Dini Aulina Hanifah, Nur Siyam / Faktor yang Berhubungan / IJPHN (1) (3) (2021)

Hubungan Jenis Kelamin dengan Kesembu- hasil survei di lapangan, tingkat pendidikan
han Penderita TB Paru tidak terbukti berhubungan dengan
Hasil penelitian diperoleh informasi kesembuhan penderita TB paru disebabkan
bahwa ada sebanyak 15 dari 30penderita TB karena faktor lingkungan. Misalnya responden
paru (50,0%) yang tidak sembuh memiliki yang memiliki pendidikan tinggi belum tentu
jenis kelamin perempuan sedangkan 15 dari memiliki pengetahun dan pemahaman yang
30 penderita (50,0%) memiliki jenis kelamin tinggi pula begitu juga dengan sebaliknya
laki-laki. Sementara itu ada sebanyak 16 dari karena pendidikan juga bias didapatkan dari
30 penderita TB paru (53,3%) yang sembuh kegiatan non formal misalnya pelatihan atau
memiliki jenis kelamin perempuan, sedangkan penyuluhan.
14 dari 30 penderita (46,7%) memiliki jenis Selain itu adanya penggunaan internet
kelamin laki-laki. Berdasarkan hasil penelitian dalam mencari informasi kesehatan yang dapat
menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara mempengaruhi pengetahuan dan pemahaman
jenis kelamin dengan kesembuhan TB Paru di yang dapat diakses oleh berbagai kalangan,
Puskesmas Bandarharjo. Hasil ini didasarkan tidak hanya ditingkat pendidikan tinggi saja
dasarkan pada uji chi square yang diperoleh p (Rahmansyah, 2012).
value 0.796 (lebih dari α 0.005). Hubungan Status Pekerjaan dengan Kesem-
Jenis kelamin tidak terbukti berhubungan buhan Penderita TB Paru
dengan status kesembuhan penderita TB paru Berdasarkan analisis bivariat
meskipun lebih besar proporsi pasien dengan menunjukan p-value bahwa tidak ada hubungan
jenis kelamin perempuan, disebabkan dari hasil antara pekerjaan dengan kesembuhan
survey di lapangan responden laki-laki banyak penderita TB paru. Hal ini menujukkan bahwa
yang keluar rumah untuk bekerja. Misalnya faktor predisposisi yaitu status pekerjaan
bekerja di pasar, bekerja di pabrik, dan aktivitas tidak selalu dapat mengidentifikasi perilaku
di luar rumah lainnya. Frekuensi keluar rumah seseorang untuk patuh atau tidak dalam
yang demikian memungkinkan terjadinya berobat, karena hal tersebut dapat disebabkan
penularan penyakit TB paru. Bahwasannya dari asumsi mereka sendri bahwa pengobatan
aktivitas di luar rumah tidak menutup itu memerlukan biaya, guna keperluan
kemungkinan untuk terkena paparan luar yang transportasi ataupun kebutuhan masing-
sama antara perempuan dan laki-laki. masing yang harus lebih diperhatikan daripada
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kes- pentingnya pengobatan (Notoatmodjo, 2010).
embuhan Penderita TB Paru Berdasarkan penelitian di lapangan,
Pendidikan sangat berkaitan erat penyebab pasien yang tidak bekerja cenderung
dengan pengetahuan yang mempengaruhi tidak teratur berobat karena didasari oleh
pola pikir seseorang. Semakin tinggi tingkat pendapatan mereka yang mengatakan bahwa
pendidikan seseorang semakin baik pula berobat ke puskesmas arus mengeluarkan
pengetahuan yang dimiliki. Dari hasil biaya transportasi dan difokuskan untuk
penelitian diketahui bahwa penderita TB paru memenuhi kebutuhan sehari-hari daripada
pada kelompok kasus (tidak sembuh) dengan untuj pengobatan. Responden yang bekerja
tingkat pendidikan dasar (71%) responden dan sebagai karyawan swasta berpendapat mereka
pada kelompok kontrol (sembuh) sebanyak sulit izin untuk tidak masuk kerja. Berdampak
(51,7%) responden. Dari hasil uji statistik pada pendapatan mereka.
diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang Hubungan Penghasilan dengan Kesembuhan
bermakna antara tingkat pendidikan penderita Penderita TB Paru
dengan kesembuhan TB paru. Hasil ini Berdasarkan hasil penelitian
didasarkan pada uji Chi Square yang di peroleh menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
p-value = 0,158 (lebih dari α 0,05). penghasilan dengan kesembuhan TB Paru di
Hasil penelitian ini sejalan dengan Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang. Hasil
penelitian Murtatiningsih (2010) bahwa tidak ini didasarkan pada uji Chi Square yang di
ada hubungan antara tingkat pendidikan peroleh p-value = 0,795 (lebih dari α 0,05).
dengan kesembuhan penderita TB paru. Dari Hal ini sesuai dengan penelitian Nur

528
Dini Aulina Hanifah, Nur Siyam / Faktor yang Berhubungan / IJPHN (1) (3) (2021)

Kholifah (2009) bahwa tidak ada hubungan responden sedangkan pada kelompok kontrol
antara penghsilan penderita sebelum sembuh (sembuh) responden mempunyai sikap baik
dengan kesembuhan TB paru di BP4 Salatiga sebanyak 29 responden.
dperoleh p value 1,543, penghasilan penderita Hasil penelitian ini sejalan dengan
sebelum sembuh tidak berhubungan dengan penelitian Nur Kholifah (2009) yang
kesembuhan TB paru karena berdasarkan hasil menyatakan bahwa penderita tuberkulosis
penelitian pada kelompok kasus (tidak sembuh) paru yang paling banyak tidak sembuh adalah
hanya terdapat 2 (2,5%) responden dengan penderita yang bersikap negative 75,0%
pendapatan tinggi dan pada kelompok kontrol sedangkan bersikap positif tidak sembuh
(sembuh) terdapat 35 (92,1%) responden 17,1%.
dengan pendapatan rendah. Selain itu obat anti Hubungan Perilaku Penderita dengan Kes-
TB yang diberikan oleh BP4 untuk penderita embuhan TB Paru
TB paru gratis dari pemerintah sehingga tidak Berdasarkan hasil penelitian
ada alasan pasien TB paru untuk tidak berobat. menunjukan bahwa ada hubungan antara
Hubungan Waktu Tempuh ke Pelayanan Kes- perilaku penderita dengan kesembuhan TB
ehatan dengan Kesembuhan TB Paru paru di puskesmas Bandarharjo. Hasil ini
Hasil analisis menunjukan bahwa didasarkan pada uji chi square yang diperoleh
tidak ada hubungan antara waktu tempuh p-value 0,03 (kurang dari 0,05). Berdasarkan
tempat tinggal ke pelayanan kesehatan dengan hasil penelitian responden yang mempunyai
kesembuhan TB paru p value 0,301. Dari hasil perilaku kurang terhadap pengobatan TB pada
penelitian sebanyak responden seluruhnya baik kelompok kasus (tidak sembuh) sebanyak 10
yang sembuh maupun tidak sembuh menempuh responden, sedangkan pada kelompok kontrol
waktu kurang dari 30 menit dengan kendaraan (sembuh) responden yang mempunyai perilaku
untuk sampai di puskesmas tempat tinggalnya baik terhadap pengobatan TB paru sebanyak 29
sebanyak 96,3% responden. Namun sebanyak responden.
6,7% responden memerlukan waktu tempuh Hal ini sesuai dengan teori yang
30-60 menit dengan kendaraan untuk sampai di dikemukakan oleh M. Hariwijaya (2007)
puskesmas. Waktu ini termasuk kategori yang bahwa kasus atau keberhasilan pengobatan
jauh untuk mengakses ke pelayanan kesehatan. ini ditentukan oleh salah satunya adalah
Berdasarkan hasil wawancara kepada faktor perilaku. Beberapa perilaku yang dapat
responden menyatakan bahwa baik penderita dilakukan oleh penderita TB paru antara
yang sembuh maupun tidak sembuh mengaku lain makan makanan bergizi, menghentikan
bahwa tidak terdapat masalah dalam mengakses merokok bila anda perokok, tidak meludah
pelayanan kesehatan di puskesmas Bandarharjo. sembarangan, menutup mulut apabila batuk
Sebagian besar mereka memiliki kendaraan dan bersin dan banyak istirahat (M.Hariwijaya,
pribadi untuk melakukan pengobatan dan 2007).
mengambil OAT di puskesmas tersebut. Selain Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan
itu, responden menyatakan bahwa tempat Kesembuhan Pederita TB Paru
tinggalnya terhitung dekat dengan puskesmas Berdasarkan hasil penelitian
sehingga dapat berjalan kaki untuk berobat. menunjukan bahwa ada hubungan antara
Hubungan Sikap Penderita dengan Kesem- kepatuhan minum obat dengan kesembuhan
buhan TB Paru penderita TB paru di puskesmasn Bandarharjo.
Berdasarkan hasil penelitian Hasil ini didasarkan pada uji chi square yang
menunjukan bahwa ada hubungan antara diperoleh p-value 0,000 (kurang dari α 0,05).
sikap penderita dengan kesembuhan TB paru Hasil analisis tabulasi silang menunjukkan
di puskesmas Bandarharjo. Hal ini didasarkan bahwa persentase responden sebanyak 76,7%
pada uji chi square yang diperoleh p-value penderita patuh dalam pengobatan dan
0,01( kurang dari α 0,05). Berdasarkan hasil sebesar 23,3% penderita tidak patuh terhadap
penelitian responden yang mempunyai sikap pengobatan.
kurang terhadap pengobatan TB paru pada Di lapangan saat wawancara dengan
kelompok kasus (tidak sembuh) sebanyak 11 responden, responden berpendapat penderita

529
Dini Aulina Hanifah, Nur Siyam / Faktor yang Berhubungan / IJPHN (1) (3) (2021)

merasa yakin dengan melakukan pengobatan Hasil ini didasarkan pada uji chi square yang
di puskesmas dapat menyembuhkan penyakit diperoleh p-value 0,000 (kurang dari α 0,05).
TB. Hal ini didukung oleh dokter dan petugas Hasil analisis tabulasi silang menunjukkan
puskesmas yang meyakinkannya. Responden bahwa persentase responden yang tidak
mengatakan bahwa dengan minum obat mempunyai dukungan peran dari PMO pada
dengan teratur pasti akan sembuh. Mereka juga kelompok kasus (43,3%) lebih besar dari pada
mengatakan bahwa setelah meminum obat persentase responden yang tidak mempunyai
selama beberapa bulan terdapat perbaikan dari dukungan peran dari PMO pada kelompok
keadaan mereka semula. kontrol (3,3%). Persentase responden yang
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan mempunyai dukungan peran dari PMO
dengan penelitian yang dilakukan Aris pada kelompok kasus (56,7%) lebih kecil dari
Widiyanto (2016) pada dasarnya kesembuhan pada persentase responden yang mempunyai
pasien juga tergantung pada kepatuhan pasien dukungan peran dari PMO pada kelompok
minum obat. Kepatuhan minum obat pada kontrol (96,7%).
pengobatan tuberkulosis sangat penting karena Hal ini sesuai dengan penelitian
dengan minum obat secara teratur dalam yang dilakukan oleh Iceu Amira dkk (2018)
jangka waktu 2 minggu, kuman TB sudah didapatkan hasil bahwa keberhasilan
terpecah dan tidak potensial untuk menular. pengobatan TB didukung oleh peran PMO
Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kes- yang mendukung pada responden sebanyak
embuhan Penderita TB Paru 92,5% (25 responden), sedangkan ketidak
Berdasarkan hasil penelitian berhasilan pengobatan TB dipengaruhi oleh
menunjukan bahwa ada hubungan antara peran PMO yang tidak medukung sebanyak
dukungan keluarga dengan kesembuhan 43,5% (10 responden). Hasil uji analisis dengan
penderita TB paru di puskesmasn Bandarharjo. menggunakan uji chi square antara peran
Hasil ini didasarkan pada uji chi square yang PMO terdapat keberhasilan pengobatan TB di
diperoleh p-value 0,01 (kurang dari α 0,05). Puskesmas Tarogong Garut didapatkan nilai p
Hasil analisis tabulasi silang menunjukkan 0,008, artinya terdapat hubungan yang signifikan
bahwa persentase responden yang tidak ada antara peran PMO terhadap keberhasilan
dukungan keluarga pada kelompok kasus pengobatan TB di Puskesmas Tarogong Garut.
(33,3%) lebih besar dari pada persentase PMO perlu meningkatkan kinerja terutama
responden yang tidak ada dukungan keluarga dalam hal meberikan informasi (penyuluhan)
pada kelompok kontrol (6,7%). Persentase pada anggota keluarga dengan TB karena jika
responden yang ada dukungan keluarga pada informasi tidak diberikan dikhawatirkan akan
kelompok kasus (66,7%) lebih kecil dari pada terjadi penularan penyakit TB lebih banyak.
persentase responden yang ada dukungan Sikap Petugas Pelayanan Kesehatan dengan
keluarga pada kelompok kontrol (93,3%). Kesembuhan Penderita TB Paru
Hal ini sesuai dengan penelitian yang Berdasarkan hasil penelitian
dilakukan oleh Pare dkk (2012), hasil tabulasi menunjukkan bahwa ada hubungan antara
silang variabel dukungan keluarga dengan peran petugas kesehatan dengan kesembuhan
perilaku pasien TB paru diperoleh OR=3,039 penderita TB paru. Hasil ini didasarkan pada uji
yang berarti penderita TB paru memiliki chi square yang diperoleh p-value 0,02 (kurang
dukungan keluarga yang kurang berisiko 3,039 dari α 0,05). Hasil analisis tabulasi silang
kali untuk tidak teratur berobat dibandingkan menunjukkan bahwa persentase responden
dengan penderita TB paru yang memiliki yang menyatakan peran petugas kesehatan
dukungan keluarga yang baik. tidak baik pada kelompok kasus (30%) lebih
Hubungan Peran Pengawas Minum Obat besar dari pada persentase responden yang
dengan Kesembuhan Penderita TB Paru menyatakan peran petugas kesehatan tidak
Berdasarkan hasil penelitian baik pada kelompok kontrol (6,7%). Persentase
menunjukan bahwa ada hubungan antara peran responden yang menyatakan peran petugas
pengawas minum obat dengan kesembuhan kesehatan baik pada kelompok kasus (70%)
penderita TB paru di puskesmasn Bandarharjo. lebih kecil dari pada persentase responden

530
Dini Aulina Hanifah, Nur Siyam / Faktor yang Berhubungan / IJPHN (1) (3) (2021)

yang menyatakan peran petugas kesehatan baik Hubungan Persepsi Penderita dengan Kes-
pada kelompok kontrol (93,3%). embuhan Penderita TB Paru
Hal ini sejalan dengan peneltian Berdasarkan analisis hasil penelitian
Hikmatul (2016) Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara
menunjukkan bahwa ada hubungan antara keyakinan untuk sembuh dengan kesembuhan
peran petugas kesehatan dengan kepatuhan penderita TB paru. Berdasarkan penelitian ini
berobat pasien TB paru. Hasil analisis sebanyak 71,7% memiliki keyakinan untuk
didasarkan dengan menggunakan uji chi sembuh terhadap penyakit TB paru yang
square karena tidak terdapat sel dengan nilai diderita dan sebesar 28,3% memiliki keyakinan
expected (E) kurang dari 5. Hasil uji chi square sembuh terhadap penyakitnya dengan kategori
diperoleh nilai p value = 0,046 dimana nilai negatif.
tersebut kurang dari 0,05 (0,046 < 0,05) dengan Penelitian ini sejalan dengan penelitian
nilai odd ratio (OR) sebesar 3,88. Dimana Daruti Uswatun (2018) menyatakan bahwa
pasien TB paru berisiko 3,88 kali lebih besar ada hubungan antara presepsi penderita
untuk tidak patuh berobat jika peran petugas dengan motivasi berobat oasien TB paru yang
kesehatan tidak baik selama masa pengobatan. mayoritas memiliki presepsi positif, terbukti
Berdasarkan hasil wawancara kepada dari banyaknya pasien TB paru yang dapat
responden menyatakan bahwa petugas beraktifitas sepserti biasa dan sembuh seletah
kesehatan selalu menekankan kepada melakukan pengobatan teratur. Menurut Muna
responden untuk teratur dalam pengobatan, (2014) menyatakan bahwa komponen lain yang
karena apabila tidak teratur maka penderita dapat menentukan perilaku kesehatan selain
mengalami Multi Drug Resisten (MDR) yang presepsi yaitu motivasi berobat yang dimiliki
menyebabkan kuman tuberkulosis menjadi pasien TB paru. Motivasi berobat dapat
resisten terhadap OAT sehingga menyulitkan menjadi pergerakan dalam diri penderita untuk
responden untuk sembuh (Yuni, 2016). mengupayakan kesembuhan atas penyakitnya.
Hubungan Efek Samping Obat dengan Kes- Hasil penelitian di lapangan saat
embuhan Penderita TB Paru wawancara dengan responden. Responden
Berdasarkan analisis hasil penelitian yakin bahwa penyakit TB ini bisa sembuh
menunjukan bahwa tidak ada hubunga antara jika minum obat dengan teratur, presepsi
efek samping obat dengan kesembuhan masyarakat menganggap penyakit TB paru
penderita TB paru. Diketahui bahwa bukanlah penyakit kutukan atau penyakit yang
proporsi kesembuhan penderita TB paru memalukan. Penyakit TB paru bisa sembuh
yang mengalami efek samping OAT kategori jika berobat dengan teratur dan mendapatkan
berat sebanyak 38,3%. Dari hasil uji statistika dukungan positif dari keluarga.
diketahui tidak terdapat hubungan yang Hubungan Keyakinan untuk Sembuh den-
bermakna antara efek samping obat dengan gan Kesembuhan Penderita TB Paru
kesembuhan TB penderita. Berdasarkan analisis hasil penelitian
Dari hasil survei yang dilakukan menunjukan bahwa terdapat hubungan antara
peneliti dari 60 responden sebanyak 23 keyakinan untuk sembuh dengan kesembuhan
responden mengalami efek samping OAT penderita TB paru. Berdasarkan penelitian ini
kategori berat. Efek samping OAT kategori berat sebanyak 68,3% memiliki keyakinan untuk
yang dialami diantaranya bercak kemerahan, sembuh terhadap penyakit TB paru yang
muntah-muntah, gangguan penglihatan, diderita dan sebesar 31,7% memiliki keyakinan
pendengaran serta sulit buang air kecil semenjak sembuh terhadap penyakitnya dengan kategori
mengkonsumsi OAT. Sebanyak 29 responden negatif.
mengalami efek samping OAT ringan. Efek Hasil penelitian di lapangan saat
samping OAT kategori ringan yang dialami wawanara dengan responden, responden
responden diantaranya tidak nafsu makan, berpendapat merasa yakin dengan melakukan
pusing, menggigil. Yang tidak mengalami efek pengobatan di puskesmas dapat menyembuhkan
samping OAT selama pengobatan sejumlah 8 penyakit TB. Hal ini didukung oleh petugas
responden. pelayanan kesehatan yang meyakinkan.

531
Dini Aulina Hanifah, Nur Siyam / Faktor yang Berhubungan / IJPHN (1) (3) (2021)

Responden mengatakan bahwa dengan minum Kesehatan Kota Semarang 2018. Dinas
obat teratur pasti akan sembuh. Mereka juga Kesehatan Kota Semarang.
mengatakan bahwa setelah meminum obat Hikmatul Widyastusi. (2016). Faktor-Faktor yang
selama beberapa bulan terdapat perbaikan dari Berhubungan dengan Kepatuhan Berobat TB
Paru BKPM Kota Pekalongan. Jurnal Ilmu
keadaan mereka semula.
Kesehatan Masyarakat, 3-6.
Responden dengan keyakinan sembuh Kementerian Kesehatan RI. (2013). Pedoman
yang positif akan rutin berobat karena yakin Manajemen Terpadu Pengendalian
bisa sembuh. Responden menyatakan sesulit Tuberkulosis Resistant Obat. Peraturan
apapun pengobatan TB yang harus dijalaninya, Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
mereka akan tetap berusaha menjalani 13 Tahun 2013.
pengobatan karena adanya keinginan yang kuat Kementerian Kesehatan RI . (2018). Profil Kesehatan
untuk sembuh. Indonesia Tahun 2018. Kementrian
Kesehatan RI.
Murtatiningsih. (2010). Faktor-Falktor yang
Kesimpulan
Berhubungan dengan Kesembuhan Penderita
Berdasarkan hasil penelitian dapat Tuberkulosis Paru. Jurnal Kesehatan
disimpulkan bahwa Simpulan penelitian ini Masyarakat Vol 6 (1) http://Journal.unnes.
terdapat hubungan antara dukungan keluarga, ac.id/index.php/kemas, 44-50.
kepatuhan minum obat, sikap penderita, Muna, (2014). Motivasi dan Dukungan Sosial
perilaku penderita, peran pengawas minum Kleuarga Mempengaruhi Kepatuhan
obat, sikap petugas pelayanan kesehatan, Berobat pada Pasien TB Paru di Poli Paru
persepsi penderita, keyakinan untuk sembuh BP4 Pamekasan. jurnal Ilmiah Kesehatan Vol
terhadap status kesembuhan pasien TB paru 7 No 2 , 172-179
usia produktif. Maka perlu disarankan bagi M.Hariwijaya dan Sutanto . (2007). Pencegahan dan
Pengobatan Penyakit Kronis. Jakarta: EDSA
Puskesmas Bandarharjo untuk meningkatkan
Mahkota.
peran pengawas minum obat (PMO) dan Nurkholifah. (2010). Analisis Faktor yang
monitoring efek samping pelayanan kesehatan Behubungan dengan Kesembuhan Penderita
kepada penderita selama masa pengobatan. TB Paru. Skripsi, 78-88.
Nurjana, dkk. (2015). Faktor Risiko Terjadinya
Daftar Pustaka Tuberkulosis Paru Usia Produktif (15-49
Aris Widiyanto. (2016). Hubungan Kepatuhan Tahun) di Indonesia. Media Litbangkes Vol
Minum Obat dengan Kesembuhan Pasien 25 No 3, 165-170.
Tuberkulosis Paru BTA Positif di Puskesmas Notoatmojo, S. (2010). Metodologi Penelitian
Delanggu Kabupaten Klaten. Jurnal Terpadu Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Ilmu Kesehatan Vol 6 No 1, 8-11. Rahmansyah, Ali, 2012, Faktor-Faktor yang
Amira, I. (2018). Hubungan antara Peran Pengawas Berhubungan dengan Drop Out (DO) pada
Menelan Obat (PMO) dengan Keberhasilan Penderita TB Paru di Rumah Sakit Paru
Pengobatan Penderita TB Paru di Puskesmas Palembang Tahun 2010, Tesis, Universitas
Tarogong Garut. Jurnal Kesehatan Ilmu Indonesia, Depok.
Keperawatan Vol 18 No 2, 182-183. Pare, Amelda L, dkk . (2012). Hubungan natara
Daruti, U. (2018). Hubungan Presepsi dengan Pekerjaan, PMO, Pelayanan Kesehatan,
Motivasi Berobat Pasien TB Paru. Jurnal Dukungan Keluarga dan Diskriminasi dengan
Keperawatan Vol 10 No 3 , 182-186. Perilaku Berobat Pasien TB paru.
Departemen Kesehatan RI. (2002). Pedoman Word Healt Organization (WHO), 2014, Global
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Paru. Tuberculosis Report 2014, WHO Press,
Jakarta. Geneva, diakses 18 Januari 2015 (http://
Dinas Kesehatan Kota Semarang. (2018). Profil www.who.int/gho/tb/en/).

532

Anda mungkin juga menyukai