Anda di halaman 1dari 10

HUBUNGAN PENGETAHUAN, JARAK KE PELAYANAN KESEHATAN DAN

PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT


PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAO
KABUPATEN PASAMAN TAHUN 2021
Hesti Wetri (1)
(1)
Sarjana Kesehatan Masyarakat IKEs Prima Nusantara, Indonesia

ABSTRAK
Penyakit TB paru adalah penyaki menular yang disebab kan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan
pengobatan yang memerlukan kepatuhan sesuai jadwal pengobatan. Data Puskesmas Rao tahun 2021,
29,7% dari 47 penderita yang mendapat pengobatan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan pengobatan
yang tidak teratur. Keteraturan penderita TB paru dalam pengobatan juga sangat dipengaruhi oleh
pengetahuan, Jarak ke pelayanan kesehatan dan peran pengawas minum obat (PMO). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui Hubungan pengetahuan, jarak ke pelayanan kesehatan dan Pengawas Minum
Obat (PMO) dengan kepatuhan minum obat penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Rao
Kabupaten Pasaman Tahun 2021. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasi dengan desain
crosssectional dengan sampel seluruh penderita TB paru di Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman pada
tahun 2021 dengan teknik total sampling yang telah dilakukan pada bulan Agustus 2021. Instrument yang
digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner dan dianalisa dengan chi square test. Dari hasil analisa
univariat menunjukan 57,6% dengan pengetahuan yang baik, 55,3% dengan jarak ke fasilitas kesehatan
yang dekat, 51,1% dengan PMO yang aktifdan 61,7% mengikuti aturan jadwal minum dan mengambil
obat yang telah ditetapkan. Hasil analisa bivariat didapatkan hasil terdapat hubungan pengetahuan (p
value = 0,003 dan OR 8,171), Jarak ke fasilitas kesehatan (p value = 0,037 dan OR 4,444) dan PMO (p
value = 0,001 dan OR 13,125) dengan kepatuhan minum obat penderita TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Rao tahun 2021. Saran bagi petugas TB Puskesmas untuk dapat menambah pengetahuan
masyarakat umumnya, penderita TB khususnya dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan tentang TB
agar kepatuhan dalam pengobatan TB dapat ditingkatkan oleh penderita TB.
Kata kunci : jarak, kepatuhan, pengetahuan, pmo, tuberkulosis

ABSTRACK
Pulmonary TB is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosiswith treatment that requires
adherence to the treatment schedule. DataRao Health Center in 2021, 29.7% of 47 patients who received
Anti Tuberculosis Drug (OAT) treatment with irregular treatment. The regularity of pulmonary TB
patients in treatment is also strongly influenced by knowledge, distance to health services and the role of
drug taking supervisor. This study aims to determine The relationship of knowledge, distance to health
services and drug taking supervisor with adherence to taking medication for pulmonary TB patients in the
Rao Health Center Work Area, Pasaman Regency in 2021. This study uses mmethoddescriptive
correlation with cross-sectional design with sample all patients with pulmonary TB at the Rao Health
Center, Pasaman Regency in 2021with a total sampling technique thatwas carried out in August
2021.The instrument used in this study was a questionnaire and analyzed with the chi square test. From
the results of univariate analysis showed 57.6% with good adjustment, 55.3% withdistance to a nearby
health facility, 51.1% with active PMO and 61.7% following the prescribed drinking schedule and taking
medication. The results of the bivariate analysis showed that there was a relationship between knowledge
(p value = 0.003 and OR 8.171), Distance to health facilities (p value = 0.037 and OR 4.444) and drug
taking supervisor (p value = 0.001 and OR 13.125) with adherence to taking medication for pulmonary
TB patients in the Rao Health Center Work Area in 2021.Suggestions for TB Puskesmas officers are to
increase the knowledge of the general public, TB patients in particular by conducting counseling about
TB so that adherence to TB treatment can be improved by TB patients
Keywords : distance, obedience, knowledge, drug taking supervisor, tuberculosis
Tuberkulosis (TB) di Sumatra Barat (Sumbar)
PENDAHULUAN
selama tahun 2020. Dari data Dinkes tercatat
Penyakit TB paru adalah penyakit infeksi Kota Padang paling banyak di temukan kasus
menular langsung yang disebabkan oleh TB mencapai 1.116 orang. Kemudian, diikuti
Mycobacterium tuberculosis. Penularan TB Paru oleh Kabupaten Pesisir Selatan 535 kasus,
terjadi ketika seseorang menghirup droplet Padangpariaman 406 kasus, Pasaman Barat 374
nuclei (percikan dahak) yang masuk melalui kasus, Agam 367 kasus, Dharmasraya dan
mulut atau hidung, saluran pernapasan bagian Pasaman 248 kasus, Tanah Datar 221 kasus.
atas dan bronkus hingga mencapai alveoli paru- Kemudian Limapuluh Kota 220 kasus, Solok
paru. Gejala yang sering muncul pada penderita 212 kasus, Bukittinggi 189 kasus, Sijunjung 164
TB paru diantaranya yaitu demam, batuk kasus, Solok Selatan 156 kasus, Mentawai 139
produktif selama 2 minggu atau lebih disertai kasus, Payakumbuh 116 kasus, Kota Solok 115
batuk berdarah, berkeringat di malam hari, sesak kasus, Pariaman 86 kasus, Padang Panjang 84
nafas, nyeri dada, lelah, penurunan berat badan kasus dan Sawahlunto 47 kasus.
dan malaise. Berdasarkan laporan realisasi program TB di
Berdasarkan Global Tuberculosis Report Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman tahun
WHO 2020, disebutkan sekitar 1,4 juta orang 2021 pada 16 Puskesmas yang tersebar 12
meninggal karena penyakit terkait TBC pada kecamatan, yang realisasi TB paru klinis
2019. Dan dari perkiraan 10 juta orang yang sebanyak 316 orang, ditemukan penderita positif
diperkirakan terkena TBC, ada sekitar 3 juta sebanyak 115 orang, yang diobati 115 orang,
orang tidak terdiagnosis, atau tidak dilaporkan dan sembuh 97 Orang.
secara resmi ke dalam sistem pelaporan Dalam rangka pemberantasan dan penyakit
nasional. Sedangkan menurut pemodelan yang TB paru, pemerintah telah berupaya keras
diambil dari data survei prevalensi tuberkulosis memenuhi sarana dan prasarana seperti sarana
tahun 2013-2014 angka prevalensi pada tahun pengobatan dan pengawasan serta pengendalian
2017 sebesar 619 per 100.000 penduduk dan pengobatan dengan strategi Directly Observed
pada tahun 2016 sebesar 628 per 100.000 Treatment Shortcourse (DOTS).
penduduk. Menurut Manaf (1995) agar pengobatan
Jumlah kasus TB di Indonesia menurut penderita TB paru dapat dijalani dengan teratur
Laporan WHO tahun 2015, diperkirakan ada 1 maka seorang penderita perlu mempunyai
juta kasus TB baru pertahun (399 per 100.000 pengetahuan yang baik tentang aturan
penduduk) dengan 100.000 kematian per tahun pengobatan tersebut baik dari segi positif
(41 per 100.000 penduduk). Diperkirakan maupun segi negatifnya. Keteraturan penderita
63.000 kasus TB dengan HIV positif (25 per TB paru dalam pengobatan juga sangat
100.000 penduduk). Angka Notifikasi Kasus dipengaruhi oleh pengetahuan penderita tersebut
(Case Notification Rate/ CNR) dari semua tentang penyakit TB paru, bagaimana cara
kasus, dilaporkan sebanyak 129 per 100.000 pencegahan dan pengobatannya sebelum
penduduk. Jumlah seluruh kasus 324.539 kasus, program pengobatan tersebut dilakukan.
diantaranya 314.965 adalah kasus baru. Secara Pengetahuan berhubungan dengan jumlah
nasional perkiraan prevalensi HIV diantara informasi yang dimiliki seseorang, Semakin
pasien TB diperkirakan sebesar 6,2%. Jumlah banyak informasi yang dimiliki oleh seseorang
kasus TB-RO diperkirakan sebanyak 6700 kasus semakin tinggi pula pengetahuan yang dimiliki
yang berasal dari 1,9% kasus TB-RO dari kasus seseorang.
baru TB dan ada 12% kasus TB-RO dari TB Jarak ke pelayanan kesehatan juga sangat
dengan pengobatan ulang. penting dalam menentukan keteraturan minum
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat obat. Jarak merupakan salah satu faktor yang
mencatat sebanyak 5.403 kasus penyakit berperan dalam keteraturan berobat penderita
TB paru, karena masyarakat yang menderita keteraturan minum obat dana anlisa bivariate
penyakit TB paru umumnya berekonomi rendah untuk melihat hubungan antara variabel
sehingga mereka sangat sulit untuk datang ke independen dengan variabel dependen
puskesmas dengan menggunakan kendaraan menggunakan uji Chi-Square.
umum. Hasil penelitian Setyowati DRD yang
menunjukkan bahwa jarak rumah pasien ke HASIL
puskesmas adalah berjarak dekat (73,81%) yaitu Karakteristik Responden
pada jarak 3 Km atau ≤ 5 Km dibandingan jarak
yang jauh > 5 Km. Tabel 1 Karakteristik Responden
Kepatuhan berobat pasien TB paru juga
didukung oleh adanya peranan dari seorang
pengawas minum obat (PMO) yang selalu
mengingatkan pasien untuk minum obat.
Kepatuhan berobat pasien TB paru didukung
oleh adanya peranan dari seorang pengawas
minum obat (PMO) yang selalu mengingatkan
pasien untuk minum obat (Zuliana, 2015). Peran
PMO sangat efektif terhadap konversi hasil
pemeriksaan BTA negatif dengan sebanyak 97%
dibandingkan dengan PMO dengan pasien TB
paru BTA positif (Jufrizal dkk., 2017).
Berdasarkan hal diatas peneliti tertarik
melakukan penelitian tentang Hubungan
Pengetahuan, Jarak ke Pelayanan Kesehatan dan
Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan
Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Rao Kabupaten
Pasaman Pasaman Tahun 2021.

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian ini metode deskriptif
korelasi design crosssectional, dimana variabel Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa
dependen dan variabel independen diteliti secara berdasarkan umur responden pada penelitian ini
bersamaan. jumlah terbanyak adalah usia 20-35 tahun yaitu
Penelitian ini telah dilakukan di wilayah sebanyak 28 responden (59,6%) dengan jenis
kerja Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman kelamin responden terbanyak adalah perempuan
Provinsi Sumatera Barat pada bulan Agustus yaitu sebanyak 24 responden (51,1%). Dari
2021. Populasi dalam penelitian ini adalah pendidikan responden didapatkan bahwa SLTA
seluruh penderita TB paru yang tercatat berobat merupakan tingkat pendidikan terbanyak
di Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman pada responden yaitu sebanyak 29 responden (61,7%)
tahun 2021 program pengobatan jangka pendek dengan status pekerjaan responden terbanyak
dengan panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) responden yaitu Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu
sebanyak 47 orang dengan pengambilan sampel sebanyak 19 responden (40,4%) sedangkan pada
pada penelitian ini menggunakan teknik total hubungan responden dengan PMO diketahui
sampling. bahwa PMO terbanyak dilakukan oleh keluarga
Analisa data dengan analisis univariat yang ( adik, anak, ibu, istri, kakak dan suami) yaitu
bertujuan untuk mengetahui distribusi dan sebanyak 24 responden (51,1%).
frekuensi masing – masing variabel yaitu
pengetahuan tentang TB paru, jarak pelayanan
ke puskesmas, Pengawas Minum Obat dan
Analisa Univariat Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan bahwa sebagian besar responden mengikuti
Tentang TB Paru Di Wilayah Kerja aturan jadwal minum dan mengambil obat yang
Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman Tahun telah ditetapkan yaitu sebanyak 29 responden
2021 (61,7%).

Analisa Bivariat

Tabel 6 Hubungan Pengetahuan Tentang TB


Paru Dengan Kepatuhan Minum Obat
Penderita TB Paru
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden memiliki pengetahuan
tentang TB Paru yang baik yaitu sebanyak 27
responden (57,6%).

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Jarak ke


Pelayanan Kesehatan
Dari Tabel 6 di atas dapat diketahui bahwa
dari 20 responden dengan pengetahuan yang
kurang baik tentang TB Paru, sebanyak 13
(65%) responden tidak teratur dalam mengikuti
aturan jadwal minum dan mengambil obat yang
telah ditetapkan. Hasil uji statistik didapatkan
hasil Ha diterima dengan p value = 0,003 (p <
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa 0,05) yang artinya terdapat hubungan
sebagian besar responden dengan jarak ke pengetahuan tentang TB paru dengan kepatuhan
fasilitas kesehatan yang dekat ( < 5 Km) yaitu minum obat penderita TB Paru di Wilayah Kerja
sebanyak 26 responden (55,3%). Puskesmas Rao tahun 2021. Hasil analisis
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Pengawas diperoleh nilai OR = 8,171 yang berarti
Minum Obat (PMO) penderita TB Paru dengan pengetahuan yang
kurang baik tentang TB Paru mempunyai
peluang 8 kali untuk tidak teratur dalam
mengikuti aturan jadwal minum dan mengambil
obat yang telah ditetapkan dibandingkan
penderita TB Paru dengan pengetahuan yang
baik.
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui
bahwa sebagian besar responden dengan Tabel 7 Hubungan Jarak ke Fasilitas
Pengawas Minum Obat (PMO) yang aktif yaitu Kesehatan Dengan Kepatuhan Minum Obat
sebanyak 24 responden (51,1%). Penderita TB Paru

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Keteraturan


Minum Obat
Dari Tabel 7 di atas dapat diketahui bahwa PEMBAHASAN
dari 21 responden dengan jarak kefasilitas Pengetahuan tentang TB Paru
kesehatan yang jauh, sebanyak 12 (57,1%) Pengetahuan tentang TB Paru yang dimiliki
responden tidak teratur dalam mengikuti aturan responden dinilai dari 13 pertanyaan dalam
jadwal minum dan mengambil obat yang telah kuesioner dan didapatkan hasil bahwa sebagian
ditetapkan. Hasil uji statistik didapatkan hasil Ha besar responden memiliki pengetahuan tentang
diterima dengan p value = 0,037 (p < 0,05) yang TB Paru yang baik yaitu sebanyak 27 responden
artinya terdapat hubungan jarak ke fasilitas (57,6%).
kesehatan dengan kepatuhan minum obat Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Wahyuni et al. (2019) yang diketahui bahwa
Rao tahun 2021. Hasil analisis diperoleh nilai 40% responden memiliki pengetahuan baik
OR = 4,444 yang berarti penderita TB Paru tentang TB Paru. Begitu juga dengan hasil
dengan jarak ke fasilitas kesehatan yang jauh penelitian Tukayo et al. (2020) yang didapatkan
mempunyai peluang 4 kali untuk tidak teratur hasil bahwa mayoritas responden
dalam mengikuti aturan jadwal minum dan berpengetahuan cukup yaitu 47 responden
mengambil obat yang telah ditetapkan (71,2%), Namun tidak sejalan dengan hasil
dibandingkan penderita TB Paru dengan jarak penelitian Wulandari (2015) yang diketahui
kefasilitas kesehatan yang dekat. bahwa sebanyak 46 responden (65,7%) dengan
pengetahuan yang rendah tentang TB.
Menurut asumsi peneliti, pengetahuan yang
Tabel 8 Hubungan Pengawas Minum Obat dimiliki responden tentang TB Paru sudah baik,
(PMO) Dengan Kepatuhan Minum Obat terlihat dari kuesioner yang dibagikan,
Penderita TB Paru didapatkan lebih dari sebagian responden yang
menjawab dengan benar. Meskipun sebagian
responden memiliki pengetahuan yang tinggi
tentang TB Paru, namun masih ada responden
dengan pengetahuan yang kurang yang terlihat
dari beberapa pertanyaan pada kuesioner dengan
jumlah paling sedikit yang menjawab benar
yaitu lamanya pengobatan TB (53,2%) dan
resiko jika lupa minum obat TB Paru (53,2%).
Lama pengobatan TB Paru yang benar adalah
Dari Tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa enam sampai delapan bulan. Kemungkinan lama
dari 23 responden dengan Pengawas Minum pengobatan ini tidak dikeatahui oleh responden
Obat (PMO) yang tidak aktif, sebanyak 15 dapat dikarenakan kurangnya pemahaman
(65,1%) responden tidak teratur dalam tentang pengobatan TB sehingga mempengaruhi
mengikuti aturan jadwal minum dan mengambil pengobatan seperti berhenti atau lupa minum
obat yang telah ditetapkan. Hasil uji statistik obat yang secara langsung, jika pengobatan
didapatkan hasil Ha diterima dengan p value = dihentikan secara berlanjut dapat mengakibatkan
0,001 (p < 0,05) yang artinya terdapat hubungan penderita TB Paru tersebut dapat tidak sembuh
Pengawas Minum Obat (PMO) dengan dan kemungkinan untuk terjadinya TB resistan
kepatuhan minum obat penderita TB Paru di obat karena pada pengobatan pertama tidak
Wilayah Kerja Puskesmas Rao tahun 2021. selesai maka kemungkinan besar kuman tersebut
Hasil analisis diperoleh nilai OR = 13,125 yang akan kebal terhadap obat sebelumnya. Untuk itu
berarti penderita TB Paru dengan Pengawas pentingnya pemberian informasi tentang TB
Minum Obat yang tidak aktif mempunyai Paru ini diberikan saat akan memulai
peluang 13 kali untuk tidak teratur dalam pengobatan agar pengetahuan penderita TB Paru
mengikuti aturan jadwal minum dan mengambil meningkat yang diikuti dengan pemahaman akan
obat yang telah ditetapkan dibandingkan pentingnya pengobatan TB Paru tersebut bagi
penderita TB Paru dengan Pengawas Minum penderitanya. Pengetahuan sangat berpengaruh
Obat yang aktif.
bagi penderita TB, karena kurangnya berhubungan dengan keteraturan berobat.
pengetahuan dapat mengakibatkan pengobatan Kurangnya sarana transportasi merupakan
yang dilakukan tidak sampai tuntas. kendala dalam mencapai pelayanan kesehatan.
Pengetahuan tentang TB ini dapat juga Jarak ini juga berhubungan erat dengan akses
dilakukan dengan melakukan kunjungan ke geografis yang dapat diukur dengan jenis
rumah penderita dengan mengikutsertakan tranportasi, jarak, waktu perjalanan dan
seluruh keluarga agar pengobatan dapat selesai hambatan fisik lain yang dapat menghalangi
dengan lengkap sampai penderita dinyakan seseorang untuk memperoleh pelayanan
sembuh dari TB Paru. Dalam hal ini semakin kesehatan.
tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki klien
TB maka semakin tinggi pula kepatuhan Pengawas Minum Obat (PMO)
pendertita TB tersebut untuk melakukan Hasil analisis tentang Pengawas Minum
pengobatan. Semakin rendah pengetahuan maka Obat (PMO) darii tiga pertanyaan pada
semakin tidak patuh penderita TB untuk minum kuesioner dan diketahui hasil bahwa sebagian
OAT. besar responden dengan Pengawas Minum Obat
(PMO) yang aktif yaitu sebanyak 24 responden
Jarak ke Fasilitas Kesehatan (51,1%).
Hasil analisis jarak ke fasilitas kesehatan Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
oleh responden didapatkan hasil bahwa sebagian yang dilakukan oleh Wartonah et al. (2019) yang
besar responden dengan jarak ke fasilitas diketahui hasil bahwa sebahagian besar
kesehatan yang dekat ( < 5 Km) yaitu sebanyak responden mendapatkan peran PMO yang
26 responden (55,3%). mengingatkan untuk minum obat (aktif) yaitu
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil sebanyak 40 orang (66,7%). Namun, tidak
penelitian yang dilakukan oleh Hasanuddin & sejalan dengan penelitian Ariani et al. (2015)
Mardiana (2017) bahwa mayoritas responden yang diketahui hasil bahwa mayoritas PMO
yang memiliki jarak rumah dekat yaitu sebanyak berperan tidak aktif yaitu sebanyak 33
33 responden (76,7%). Begitu juga dengan hasil responden (80,5%).
penelitian Wahyuni et al. (2019) yang diketahui Menurut asumsi peneliti, peran PMO dalam
bahwa sebahagian besar responden dengan penelitian ini sudah berjalan baik dan aktif
lokasi jarak kategori terjangkau yakni 47 karena dilakukan oleh kader (48,9%) dan
responden (61%). Dari hasil penelitian keluarga (51,1%). Meskipun sebagian responden
Merzistya & Rahayu (2019)yang didapat bahwa memiliki PMO yang aktif, namun masih ada
sebagian besar responden dengan jarak tempuh responden yang mendapatkan PMO yang kurang
ke puskesmas yang dekat yaitu sebanyak 29 aktif yang terlihat dari beberapa pertanyaan pada
responden (69%). kuesioner dengan jumlah paling sedikit yang
Menurut asumsi peneliti, semakin jauh jarak menjawab PMO bersedia untuk mengambilkan
tempuh ke fasilitas kesehatan maka akan terasa Obat saat responden berhalangan (74,4%).
semakin berat dilakukan apabila usia semakin Sesuai dengan strategi DOTS, setiap pasien yang
tua. Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat baru ditemukan dan mendapatkan pengobatan
kepatuhan penderita menyelesaikan pengobatan. harus diawasi menelan obatnya setiap hari agar
Karena sebagian besar penderita memilih terjamin kesembuhan, tercegah dari kekebalan
fasilitas kesehatan yang relatif dekat dengan obat atau resistensi. Sebaiknya dan seharusnya
rumahnya. Meskipun sebahagian responden PMO dapat membantu penderita TB Paru
berada pada jarak yang jauh ke fasilitas tersebut saat berhalangan datang dalam
kesehatan, akan tetapi angkutan umum ke pengambilan obat karena dapat mempengaruhi
puskesmas tersedia, sehingga dapat penderita minum obat dan jika berlanjut akan
memudahkan penderita untuk datang ke menimbulkan dampak yang buruk dalam proses
puskesmas dalam pengambilan obat sesuai pengobatan penderita TB Paru.
jadwal yang telah diatur. Jadi, semakin jauh
jarak dari rumah pasien dari tempat pelayanan
kesehatan dan sulitnya transportasi maka, akan
Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru Hubungan Pengetahuan Tentang TB Paru
Hasil analisis tentang kepatuhan minum obat Dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita
penderita TB Paru diketahui bahwa sebagian TB Paru
besar responden mengikuti aturan jadwal minum Hasil uji statistik didapatkan hasil Ha
dan mengambil obat yang telah ditetapkan yaitu diterima dengan p value = 0,003 (p < 0,05) dan
sebanyak 29 responden (61,7%). nilai OR = 8,171 yang artinya terdapat hubungan
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan pengetahuan tentang TB paru dengan kepatuhan
oleh Yulisetyaningruma et al. (2019) dengan minum obat penderita TB Paru di Wilayah Kerja
hasil bahwa sebagian besar responden patuh Puskesmas Rao tahun 2021.
minum obat sebanyak 45 responden (78.9%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Begitu juga dengan penelitian Tukayo et al. Ariani et al. (2015) yang diketahui hasil bahwa
(2020) yang diketahui hasil bahwa sebanyak 48 berdasarkan hasil analisis uji Chi-Square
responden (72,7%) patuh dalam minum obat TB. didapatkan hasil dengan nilai p = 0,014 < 0,05
Namun, tidak sejalan dengan Wulandari et al. yang menunjukkan terdapat hubungan yang
(2020) yang diketahui hasil bahwa sebagian bermakna antara pengetahuan dengan
besar responden mempunyai kepatuhan minum keteraturan minum obat, dengan nilai OR
obat dalam kategori tidak patuh, yaitu sejumlah sebesar 8,909. Namun, tidak sejalan dengan
51 responden (59,3 %). penelitian Wulandari (2015) yang diketahui hasil
Menurut asumsi peneliti, responden sudah bahwa secara statistik tidak ada hubungan yang
mengikuti aturan jadwal minum dan mengambil signifikan antara pengetahuan tentang TB Paru
obat yang telah ditetapkan yang dapat disebut dengan kepatuhan minum obat pada penderita
dengan patuh, ini terlihat dari kuesioner yang TB dengan p value 0,079.
dibagikan, didapatkan lebih dari sebagian Menurut asumsi peneliti, pengetahuan
responden yang menjawab dengan benar. seseorang akan mempengaruhi dirinya dalam
Meskipun sebagian responden sudah mengikuti menerima maupun mengetahui segala informasi
aturan jadwal minum dan mengambil obat yang termasuk pengobatan TB Paru yang dijalani,
telah ditetapkan, namun masih ada responden semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
yang masih belum patuh dalam pengambilan akan semakin tinggi kesadarannya untuk patuh
obat sesuai jadwal yang ditentukan yang terlihat menjalani pengobatan sesuai dengan jawdal
dari beberapa pertanyaan pada kuesioner dengan yang ditentukan. Pada umumnya meningkatnya
jumlah paling sedikit yang menjawab benar pengetahuan tentang TB Paru akan diikuti oleh
yaitu berapa kali meminum obat pada 2 bulan makin tingginya tingkat kepatuhan dalam
pertama pengobatan (53,2%) dan Apakah pernah pengambilan obat dan minum obat sampai
lupa meminum obat tersebut (53,2%). Cara sembuh. Pengetahuan yang baik tentang TB
minum obat seharusnya diberikan saat Paru akan merubah cara pandang penderita TB
melakukan penyuluhan, dimana penyuluhan itu Paru dalam menjalani pengobatan TB Paru
berupa informasi terkait pengobatan TB Paru sehingga membuat penderita TB Paru
secara umum baik itu dosis obat, macam obat menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan
dan lama pengobatan. Dalam proses pengobatan, dinyatakan sembuh. Pada responden yang
selalu diingatkan oleh petugas dan PMO. berpengetahuan kurang, akan mempengaruhi
Ketidakpatuhan berobat mengakibatkan kepatuhan dalam pengobatan, hal ini
penderita TB Paru dapat kambuh dengan kuman dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang TB
yang resisten terhadap OAT, sehingga menjadi Paru tersebut, sehingga kemungkinan kurangnya
sumber penularan kuman resisten dan gagal pemahaman akan informasi yang dimilikinya
pengobatan. Jadi, kepatuhan dalam minum obat mengakibatkan penderita TB Paru tersebut tidak
TB sangat berperan penting dalam proses patuh dalam menjalani pengobatan. Dilihat
penyembuhan penyakit TB Paru, sebab hanya hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan
dengan meminum obat secara teratur dan patuh minum obat penderita TB Paru, dapat dikatakan
maka penderita TB Paru akan sembuh secara memiliki hubungan yang signifikan karena
total. semakin tinggi pengetahuan responden tentang
TB Paru, maka ketidakpatuhan penderita TB
Paru dapat dicegah. Selain itu, responden yang pengobatan TB paru. Hal ini, dikarena
mempunyai pengetahuan baik tersebut ditunjang responden tersebut memiliki pengetahuan dan
oleh tingkat pendidikan yang tinggi sehingga pemahaman yang baik tentang pengobatan TB
mereka mengerti benar tentang bahaya penyakit Paru yang dijalaninya. Sehingga jarak bukanlah
TB Paru dan pada akhirnya akan cenderung menjadi masalah dalam menjalani pengobatan.
berperilaku patuh berobat demi kesembuhan Semakin jauh jarak rumah kepala keluarga ke
penyakitnya. tempat pelayanan kesehatan semakin sedikit
Hubungan Jarak ke Fasilitas Kesehatan penggunaan pelayanan kesehatan. Kemudahan
Dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita dalam akses menuju fasilitas kesehatan
TB Paru sangatlah memungkinkan seseorang untuk
Hasil uji statistik didapatkan hasil Ha memanfaatkannya.
diterima dengan p value = 0,037 (p < 0,05) dan
nilai OR = 4,444 yang artinya terdapat hubungan Hubungan Pengawas Minum Obat (PMO)
jarak ke fasilitas kesehatan dengan kepatuhan Dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita
minum obat penderita TB Paru di Wilayah Kerja TB Paru
Puskesmas Rao tahun 2021. Hasil uji statistik didapatkan hasil Ha
Sejalan dengan hasil penelitian diterima dengan p value = 0,001 (p < 0,05) dan
Yulisetyaningruma et al. (2019) yang nilai OR = 13,125 yang artinya terdapat
menunjukkan hasil bahwa asil terdapat hubungan Pengawas Minum Obat (PMO)
hubungan jarak rumah dengan kepatuhan minum dengan kepatuhan minum obat penderita TB
obat pasien TBC di Rumah Sakit Islam Sunan Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Rao tahun
Kudus dengan nilai X2 hitung nilai p-value 2021.
sebesar 0.000. Begitu juga dengan penelitian Sejalan dengan hasil penelitian Wartonah et
Wahyuni et al. (2019) yang menunjukkan hasil al. (2019), diketahui hasil uji chi square dengan
bahwa hasil Uji Sperman Rho dengan nilai p = 0.000 (<0,05) yang berarti bahwa terdapat
p=0,008 (<0,05) yang menunjukkan hubungan bermakna antara PMO dengan
kecenderungan semakin jarak dengan puskesmas kepatuhan minum obat anti tuberculosis. Tidak
dekat kepatuhan semakin meningkat. Namun, sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
tidak sejalan dengan penelitian Merzistya & oleh Ariani et al. (2015) yang diketahui bahwa
Rahayu (2019) yang menunjukkan hasil bahwa hasil analisis uji Chi-Square dengan p = 0,120 >
tidak ada hubungan jarak rumah ke pelayanan 0,05 yang menunjukkan tidak terdapat hubungan
kesehatan) terhadap kejadian putus berobat yang bermakna antara PMO dengan keteraturan
penderia Tuberkulosis (TB) Paru di Balkesmas minum obat.
wilayah Semarang dengan p value sebesar 0,32 Menurut asumsi peneliti, adanya PMO dapat
(<0,05). berpengaruh terhadap ketaatan pasien dalam
Menurut asumsi peneliti, semakin jauh jarak minum obat secara teratur sampai pasien
tempuh ke fasilitas kesehatan maka akan terasa dinyatakan sembuh. Karena sebagian responden
semakin berat dilakukan apabila usia semakin dengan PMO yang aktif sehingga kepatuhan
tua. Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat dalam pengobatan dapat terlaksana sesuai
kepatuhan penderita menyelesaikan pengobatan. jadwal. Namun masih ada responden dengan
Karena sebagian besar responden dengan PMO yang aktif tetapi tidak patuh dalam
fasilitas kesehatan yang relatif dekat dengan pengobatan, dapat dikarenakan dari pribadi
rumahnya. Namun masih ada responden dengan responden tersebut yang kurang memahami
jarak ke fasilitas kesehatan yang dekat tetapi tentang pengobatan TB Paru tersebut sehingga
tidak patuh dalam pengobatan. Hal ini tidak patuh dalam menajalani pengobatan.
disebabkan karena tingkat kepatuhan sesorang Sedangkan pada PMO yang tidak aktif tetapi
dalam pengobatan atau minum obat bukan hanya responden tetap patuh dalam pengobatan. Hal
dipengaruhi oleh jarak saja tetapi faktor lain ini, dikarena responden tersebut memiliki
seperti sikap, keyakinan, kehendak dan motivasi. pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang
Sementara responden dengan jarak ke fasilitas pengobatan TB Paru yang dijalaninya.
kesehatan yang jauh, memiliki kepatuhan dalam Sementara pada responden dengan PMO tidak
aktif, kepatuhan dalam pengobatan TB paru juga 4. World Health Organization.Global
tidak terjadi karena kesadaran dari pribadi Tuberculosis Report 2020.
penderita TB Paru untuk sembuh yang ditidak
5. Kementrian Kesehatan RI.Pusat Data dan
dimiliki yang dikarenakan kurang aktifnya PMO
Informasi Tuberkulosist. Jakarta :
dalam menjalankan perannya sebagai pengawas
Kementrian Kesehatan, 2018.
penderita TB Paru sejak awal pengobatan
sampai sembuh, mendampingi pasien pada saat 6. Kementrian Kesehatan RI.Pusat Data dan
kunjungan konsultasi ke rumah sakit atau Informasi Tuberkulosis. Jakarta :
puskesmas dan memberikan dukungan moral Kementrian Kesehatan, 2015.
kepada pasien. Untuk itulah, sebaiknya PMO ini 7. Kementrian Kesehatan RI.Pusat Data dan
dilakukan oleh keluarga, dimana Keluarga Informasi Tuberkulosist. Jakarta :
sangat berperan dalam memotivasi atau Kementrian Kesehatan, 2017.
mendukung pasien TB Paru untuk dapat berobat
secara teratur apalagi penderita TB Paru tersebut 8. Kementrian Kesehatan RI.Pusat Data dan
adalah bagian dari keluarga sehingga dapat Informasi Tuberkulosist. Jakarta :
mengawasi penderita minum obat setiap hari, Kementrian Kesehatan, 2017.
mengambil obat bagi penderita seminggu sekali, 9. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.
mengingatkan penderita untuk periksa ulang Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Barat
dahak, memberikan penyuluhan pada penderita tahun 2020. Padang. 2020.
dan keluarga lainnya.
10. Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman. Profil
KESIMPULAN Kesehatan DinasKesehatan Pasaman tahun
Berdasarkan hasil penelitian yang 2020. Pasaman. 2020.
didapatkan : 11. Puskesmas Rao. Laporan Tahunan
Dari hasil analisa univariat menunjukan Puskesmas Rao. Pasaman : Puskesmas Rao,
57,6% dengan pengetahuan yang baik, 55,3% 2020.
dengan jarak ke fasilitas kesehatan yang dekat,
12. Puskesmas Rao. Laporan Tahunan
51,1% dengan PMO yang aktifdan 61,7%
Puskesmas Rao. Pasaman : Puskesmas Rao,
mengikuti aturan jadwal minum dan mengambil
2019.
obat yang telah ditetapkan. Hasil analisa bivariat
didapatkan hasil terdapat hubungan pengetahuan 13. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. .
(p value = 0,003 dan OR 8,171), Jarak ke RI, Kementrian Kesehatan. Jakarta :
fasilitas kesehatan (p value = 0,037 dan OR Kementrian Kesehatan, 2014.
4,444) dan PMO (p value = 0,001 dan OR
14. Manaf.A. 1995. Pengawasan Langsung
13,125) dengan kepatuhan minum obat penderita
Keteraturan Berobat \ Penderita TB Paru
TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Rao tahun
Turut Menjamin Kesembuhan. Majalah
2021.
Kesehatan Masyarakat. 53.
REFERENSI 15. Notoatmodjo. Metodologi Penelitian
1. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. . Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta, 2012.
RI, Kementrian Kesehatan. Jakarta : 16. Yusuf, N. G., & Dani. (2011). Gambaran
Kementrian Kesehatan, 2014. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Penderita
2. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. . Tuberkulosis Terhadap Ketidakpatuhan
RI, Kementrian Kesehatan. Jakarta : dalam Pengobatan Menurut Sistem DOTS.
Kementrian Kesehatan, 2014. Maranatha Respiratory \Sistem.
3. G Narendran., S Swaminathan. 2016. TB- 17. Setyowati DRD. Evaluasi tingkat kepatuhan
HIV co infection: a catastrophic penggunaan obat Tuberkulosis di Puskesmas
comradeship. National institute for research Kabupaten Sukoharjo. Surakarta:Fakultas
in tuberculosis. chennai: India Farmasi Universitas Muhammadiyah;2012.
Diunduh dari :
http://eprints.ums.ac.id/20688/1/NASKAH_ Puskesmas Pacar Keling. Jurnal
PUBLIKASI.pdf Keperawatan, XII(2), 71–81.
18. Zuliana, I. 2015. Pengaruh Karakteristik 26. Wartonah, Riyanti, E., & Yardes, N. (2019).
Individu, Faktor Pelayanan Kesehatan dan Peran Pendamping Minum Obat ( PMO )
Faktor Peran Pengawasan Minum Obat dalam Keteraturan Konsumsi Obat Klien
terhadap Tingkat Kepatuhan Penderita TB TBC. JKEP, 4(1), 54–61.
Paru dalam Pengobatan di Puskesmas Pekan
27. Wulandari, D. H. (2015). Analisis Faktor-
Labuhan Kota Medan. [Skripsi]. FKM:
Faktor yang Berhubungan dengan
USU.
Kepatuhan Pasien Tuberkulosis Paru Tahap
19. Jufrizal, Hermansyah S, dan Mulyadi, Lanjutan Untuk Minum Obat di RS Rumah
SR.2017. Hubungan Pengawas Minum Obat Sehat Terpadu Tahun 2015. Jurnal
(PMO) dengan keberhasilan Pengobatan Administrasi Rumah Sakit, 2(1), 17–28.
Tuberkulosis Paru. Jurnal Universitas Syiah
28. Wulandari, F., Apriyatmoko, R., & Aniroh,
Kuala. Aceh: Bina Bangsa
U. (2020). Hubungan Peran Pengawas
20. Ariani, N. W., Rattu, A. J. M., & Ratag, B. Minum Obat (PMO) dengan kepatuhan
(2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan berobat pada penderita TB Paru di RSUD
Dengan Keteraturan Minum Obat Penderita Tidar Magelang.Universitas Ngudi Waluyo
Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Ungaran.
Puskesmas Modayag, Kabupaten Bolaang
29. Yulisetyaningruma, Hidayaha, N., &
Mongondow Timur. JIKMU, Suplemen,
Yuliarti, R. (2019). Hubungan Jarak Rumah
5(1), 157–168.
Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada
21. Hasanuddin, I., & Mardiana. (2017). Faktor Pasien TBC Di RSI Sunan Kudus. Jurnal
Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 10(1),
Pasien TB Paru Terhadap Lanjutan Untuk 248–255.
Minum Obat. Jurnal Kesehatan Lentera
Acitya, 7(2), 59–66.
22. Merzistya, A. N. A., & Rahayu, S. R.
(2019). Kejadian Putus Berobat Penderita
Tuberkulosis Paru Aufiena. Higeia Journal
Of Public Health Research And
Development, 3(2), 298–310.
23. Riadi, M. (2019). Pengertian, Jenis dan
Meningkatkan Kepatuhan Pengobatan.
Kajian Pustaka.com.
https://www.kajianpustaka.com/2019/06/pen
gertian-jenis-dan-meningkatkan-kepatuhan-
pengobatan.html
24. Tukayo, I. J. H., Hardyanti, S., & Madeso,
M. S. (2020). Faktor Yang Mempengaruhi
Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis
Pada Pasien Tuberkulosis Paru Di
Puskesmas Waena. Jurnal Keperawatan
Tropis Papua, 03, 145–150.
25. Wahyuni, E. N., Widyastuti, D. U., &
Padoli. (2019). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kepatuhan Klien TB Paru
Dalam Pengobatan Di Wilayah Kerja

Anda mungkin juga menyukai