Anda di halaman 1dari 12

EVALUASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS PARU

DENGAN STRATEGI DOTS DI PUSKESMAS TANAH KALIKEDINDING


SURABAYA
Evaluation the Pulmonary Tuberculosis Control Program with Strategy DOTS
in Puskesmas Tanah Kalikedinding Surabaya

Adistha Eka Noveyani1, Santi Martini2


1
FKM Universitas Airlangga, adishvian@gmail.com
2
Departemen Epidemiologi FKM Universitas Airlangga, santi279@yahoo.com
Alamat Korespondensi : Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga,
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

ABSTRAK
Strategi pengawasan langsung pengobatan jangka pendek (DOTS) merupakan program pengendalian
tuberkulosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan program DOTS di Pusat kesehatan
masyarakat (Puskesmas) Tanah Kalikedinding yang hasilnya dikaitkan dengan capaian indikator
tuberkulosis. Penelitian ini menggunakan rancang bangun deskriptif dengan populasi yaitu semua dokter
spesialis paru, petugas tuberculosis, dan petugas laboratorium serta pasien tuberkulosis paru. Teknik
sampling dengan purposive sampling. Pengumpulan data dengan wawancara kuesioner dan checklist.
Variabel penelitian ini adalah penemuan kasus, pengobatan, faktor pendorong dan faktor penghambat,
pencatatan dan pelaporan, dan capaian berdasarkan indikator tuberkulosis. Hasil penelitian menunjukkan
Angka deteksi kasus (CDR) tahun 2013 adalah 112% memenuhi target nasional ≥ 70%. Keberhasilan
tersebut karena dilakukan penjaringan hingga 87,5% pada suspek tuberkulosis (batuk >2 minggu) dan semua
pasien dilakukan pemeriksaan sesuai alur diagnosis dalam pedoman Depkes RI, sedangkan Angka
keberhasilan pengobatan (SR) tahun 2013 adalah 65,5% belum memenuhi target yaitu minimal ≥85%. Hal
ini disebabkan masih ada pasien yang tidak memiliki Pengawas Menelan Obat (PMO). Faktor pendorong
berupa penyuluhan rutin oleh petugas di puskesmas. Faktor penghambat yaitu jarak menuju puskesmas
sebagian besar pasien adalah lebih dari 1 km (65,6%). Pencatatan dan pelaporan menggunakan sistem
elektronik dan dilaporkan secara online. Kesimpulan penelitian adalah perlunya pengawas menelan obat
untuk meningkatkan keberhasilan pengobatan diharapkan semua pasien tuberkulosis memiliki PMO.

Kata kunci: strategi pengawasan langsung pengobatan jangka pendek, angka penemuan kasus, angka
keberhasilan pengobatan, evaluasi, tuberkulosis

ABSTRACT
The Directly Observed Treatment, Short-course (DOTS) Strategy is a tuberculosis control program. This
study aims to evaluate the implementation of the DOTS program in Public Health Center (PHC) of Tanah
Kalikedinding whose results are associated with the achievement of tuberculosis indicators. This study uses
a descriptive design with a population that is all lung specialist doctors, tuberculosis officers, laboratory
workers, and pulmonary tuberculosis patients. Sampling technique with purposive sampling. Data collection
by interview questionnaire and checklist. The variables of this study are case finding, treatment, driving and
inhibiting factors, recording and reporting, and outcomes based on tuberculosis indicators. The results
showed the Case Detection Rate (CDR) at 2013 was 112% meeting the national target ≥70%. This success
was due to the selection of up to 87.5% in suspected tuberculosis (cough> 2 weeks) and all patients were
examined according to the diagnosis flow in the guidelines of the Ministry of Health of the Republic of
Indonesia, while the Success Rate (SR) at 2013 was 65.5% under the target ≥85%. This is due to the fact that
there are still patients who do not have a Drug Supervisor (PMO). The reinforcing factor is routine
counseling by staff at the Public health center (PHC). The inhibiting factor is the distance to the PHC which
most of the patients are more than 1 km (65.6%). Recording and reporting using an electronic system and
reported online. The conclusion of the study is the need for drug swallowing supervision to improve the
success of the treatment is expected that all tuberculosis patients have PMO.

Keywords: directly observed treatment short-course strategy, case detection rate, success rate, evaluation,
tuberculosis

251
252 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 2 Mei 2014: 251–262

PENDAHULUAN bawah rata-rata suspek di Jawa Timur yakni 183).


Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi paru Proporsi BTA (+) triwulan 1dan 2 sama 15%
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. (diatas rata-rata Jawa Timur yaitu 9%). Proporsi TB
Penderita TB dengan status BTA positif dapat anak yakni 3% (di bawah rata-rata di Jawa Timur
menularkan sekurang-kurangnya kepada 10–15 yaitu 4%) (Dinkes Jatim, 2012).
orang setiap tahunnya. Sejak tahun 1993, WHO Capaian angka penemuan kasus (CDR) pada
menyatakan bahwa TB merupakan kedaruratan Puskesmas Rujukan Mandiri (PRM) dan Puskesmas
global bagi kemanusiaan. Dengan berbagai Pelaksanaan Mandiri (PPM) seluruh kota Surabaya
kemajuan yang dicapai sejak tahun 2003, menunjukkan Puskesmas Tanah Kalikedinding
diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus menduduki urutan tertinggi dan melebihi target
baru TB, dan sekitar 0,5 juta orang meninggal nasional yaitu 93,65%. Namun belum mencapai
akibat TB di seluruh dunia (WHO, 2009). target dalam capaian angka keberhasilan
Pada 1994 WHO meluncurkan strategi pengobatan (SR) dan menduduki urutan terendah
pengendalian TB untuk diimplementasikan secara pada Puskesmas Rujukan Mandiri (PRM) dan
internasional, disebut DOTS (Direct Observed Puskesmas Pelaksanaan Mandiri (PPM) seluruh
Treatment Short-course). Strategi DOTS telah kota Surabaya yakni 76,60%. Dalam hal ini
berhasil membantu tercapainya dua sasaran yang pengendalian TB dengan strategi DOTS dipandang
dideklarasikan World Health Assembly (WHA) berhasil. Tetapi laju penurunan prevalensi dan
pada tahun 1991, yaitu deteksi kasus baru BTA mortalitas TB belum cukup cepat untuk menjadi
positif sebesar 70%, dan penyembuhan sebesar 85% separoh pada tahun 2015 sesuai target Millenium
dari kasus pada tahun 2000 (WHO, 2009). Sampai Development Goals (MDGs) (Dye et al., 2005 dan
tahun 2009, keterlibatan dalam program Depkes RI, 2010). Diperlukan kontinuitas dan
Pengendalian TB dengan Strategi DOTS meliputi perluasan implementasi strategi DOTS agar
98% Puskesmas, sementara rumah sakit umum, program itu dapat mencapai target dan bahkan
Balai Kesehatan Paru mencapai sekitar 50%. meningkatkan target indikator keberhasilan
Penerapan program DOTS yang dititikberatkan program hingga tahun 2015. Pemantauan dan
pada puskesmas ternyata belum menuai hasil yang evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen
menggembirakan, karena baru menjangkau yang vital untuk menilai keberhasilan pelaksanaan
sebagian kasus TB yang ada. Indikator utama dalam program penanggulangan TB. Pemantauan yang
strategi DOTS adalah angka penemuan kasus dilakukan secara berkala dan kontinu berguna
(CDR) dan angka keberhasilan pengobatan (SR). untuk mendeteksi masalah secara dini dalam
Kawasan Asia Tenggara dengan 5 dari 22 pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan,
negara dengan beban penyakit TB yang tertinggi agar dapat dilakukan tindakan perbaikan segera.
di dunia. Indonesia sekarang berada pada ranking Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan
kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. indikator dan standar. Hasil evaluasi berguna untuk
Sedangkan, Provinsi Jawa Timur merupakan kepentingan perencanaan program dan perbaikan
penyumbang jumlah penemuan penderita TB Paru kebijakan program penanggulangan TB.
terbanyak kedua di bawah Provinsi Jawa Barat Penelitian ini bertujuan mengevaluasi strategi
(Kemenkes, 2011). Data Dinas Kesehatan Provinsi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse)
Jawa Timur tahun 2012 menunjukkan kasus TB terhadap kasus TB paru di Puskesmas Tanah
mencapai 41.404 kasus, sementara Jawa Barat Kalikedinding Surabaya tahun 2013 dengan tujuan
mencapai 62.563 kasus. khusus menggambarkan pelaksanaan strategi DOTS
Kota Surabaya memiliki kasus TB terbanyak di berdasarkan penemuan kasus meliputi penjaringan
Provinsi Jawa Timur dengan angka penemuan suspek, diagnosa pasien, petugas penjaringan
kasus (CDR) antara 30–69% dengan jumlah kasus suspek, ketepatan menentukan tipe pasien, alur
yaitu 3990 kasus, diikuti Kabupaten Jember dengan diagnosa, dan pemeriksaan dahak, menggambarkan
3334 kasus. Kematian TB di Kota Surabaya pelaksanaan strategi DOTS berdasarkan pengobatan
diperkirakan mencapai 10.108 penderita BTA meliputi PMO, jenis PMO, fungsi PMO, evaluasi
positif. Pencapaian suspek TB per 100.000 PMO, ketepatan pengobatan, perubahan komposisi
penduduk pada triwulan 1 adalah 99 (di bawah rata- obat anti tuberkulosis kombinasi dosis tetap pada
rata suspek di Jawa Timur yakni 178) sedangkan fase lanjutan, dan frekuensi pengambilan obat anti
pada triwulan 2 adalah 110 (di tuberkulosis, menggambarkan faktor pendorong
meliputi penyuluhan dan media informasi dan
Adistha E.N dkk., Evaluasi Program Pengendalian 25

penghambat meliputi jarak dan alat transportasi, dahak di puskesmas dan kepada petugas terkait alur
menggambarkan pencatatan dan pelaporan program diagnosa TB serta pencatatan dan pelaporan. Selain
DOTS, dan mengidentifikasi capaian Puskesmas itu, wawancara dengan kuesioner juga ditujukan
Tanah Kalikedinding tahun 2013 berdasarkan kepada pasien TB. Kemudian hasil dari kuesioner
indikator program tuberkulosis. pasien dibandingkan dengan data sekunder dan
kuesioner serta checklist yang ditujukan pada
METODE petugas TB dan petugas laboratorium. Instrumen
yang digunakan adalah checklist berdasarkan
Rancang bangun penelitian menggunakan
Pedoman Nasional Pengendalian TB dan lembar
pendekatan deskriptif. Populasi dalam penelitian
kuesioner yang telah diuji validitas dan
ini adalah semua petugas kesehatan yang terdiri
reliabilitasnya dengan aplikasi komputer SPSS.
dari pemegang program TB Paru, dokter spesialis
Analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu
paru, petugas pelaksana pengobatan TB dan petugas
menggambarkan suatu keadaan yang sebenarnya
laboratorium di puskesmas Tanah Kalikedinding
yang diteliti berdasarkan hasil yang telah
sebanyak 8 orang serta semua pasien TB paru
didapatkan dan dibandingkan dengan capaian
yang didiagnosis dan ditegakkan diagnosanya oleh
indikator program TB di puskesmas.
petugas kesehatan melalui pemeriksaan dahak
serta menjalani pengobatan di Puskesmas Tanah
Kalikedinding pada bulan April 2014 sebanyak HASIL
32 orang. Sampel pada penelitian ini adalah semua Gambaran penemuan kasus di Puskesmas
responden petugas TB yaitu sebanyak 8 orang. Tanah Kalikedinding dijelaskan pada tabel 1
Sedangkan pada responden pasien menggunakan sebagai berikut:
sampel penelitian dengan metode purposive
sampling sebanyak 32 responden. Penentuan
Tabel 1. Penemuan Kasus di Puskesmas Tanah
sampel berdasarkan kriteria inklusi di Puskesmas
Kalikedinding Menurut Pasien
Tanah Kalikedinding Surabaya yaitu pasien TB
paru yang menjalani pengobatan di ruang TB Penemuan kasus Frekuensi Persentase
Puskesmas Tanah Kalikedinding bulan April 2014 Penjaringan Suspek:
Batuk berdahak > 2 minggu28 87,5
dan umur minimal pasien 15 tahun. Lokasi Keluhan lainnya4 12,5
penelitian di Puskesmas Tanah Kalikedinding Pemeriksaan Dahak
Surabaya. Waktu penelitian
dimulai sejak bulan November 2013 sampai April Ya 28 87,5
Tidak 4 12,5
2014. Alur diagnosa TB : Dilakukan sesuai pedoman alur diagnosa TB
Variabel pada penelitian ini adalah penemuan Tidak dilakukan sesuai pedoman alur
32 diagnosa TB
100
kasus (penjaringaan suspek, diagnosa pasien,
petugas penjaringan suspek, alur diagnosa, alur 0 0
pemeriksaan dahak), pengobatan (PMO, fungsi
PMO, evaluasi
PMO, perubahan komposisi OAT KDT pada fase
lanjutan, dan frekuensi pengambilan OAT), faktor Gejala yang digunakan untuk penjaringan
pendorong (penyuluhan dan media informasi) dan suspek saat pasien pertama kali datang ke
faktor penghambat (jarak dan alat transportasi), puskesmas adalah hampir seluruhnya (87,5%)
pencatatan dan pelaporan program DOTS, dan adalah batuk
capaian puskesmas Tanah Kalikedinding tahun > 2 minggu kadang disertai darah dan 12,5%
2013 berdasarkan indikator program TB. sisanya mengeluh radang tenggorokan, sesak nafas,
Pengumpulan data dilakukan secara kuantitatif batuk darah selama 3 hari dan demam disertai
dan kualitatif. Pengumpulan data kuantitatif melalui penurunan berat badan. Begitu juga dengan tanda
formulir pelaporan TB, wawancara dengan kuesioner klinis saat penjaringan suspek menurut responden
tertutup, dan checklist. Sedangkan pengumpulan petugas kesehatan, semua (100%) petugas
data secara kualitatif dengan kuesioner gabungan menjawab batuk berdahak > 2 minggu.
tertutup dan terbuka. Wawancara dengan kuesioner Semua (100%) petugas puskesmas mengatakan
diberikan kepada petugas pemegang program TB, selalu melakukan 3× pemeriksaan dahak yakni
sedangkan checklist diberikan pada petugas sewaktu datang, pagi dan sewaktu datang kembali
laboratorium untuk mengetahui proses pelaksanaan sebagai diagnosa pasti TB. Begitu juga menurut
pemeriksaan sebagian besar (87,5%) pasien, mereka diperiksa
254 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 2 Mei 2014: 251–262

dahak saat pertama kali pengobatan di Puskesmas berobat rutin tanpa diingatkan atau dimotivasi
Tanah Kalikedinding. Sedangkan 4 pasien PMO, hanya tinggal dengan istri dan istri sudah
mengatakan tidak diperiksa dahak karena sudah tua sehingga lebih pelupa, sudah mengetahui aturan
diperiksa dahak dan atau foto rontgen di rumah pakai obat, tinggal sendiri di rumah, dan penyakit
sakit dan membawa bukti hasil pemeriksaan dahak dirahasiakan.
dan atau foto rontgen saat pertama kali berobat di Hasil penelitian menunjukkan semua PMO
puskesmas. pada pasien TB di Puskesmas Tanah Kalikedinding
Menurut pemegang program TB di Puskesmas berasal dari keluarga dan sebagian besar (60%)
Tanah Kalikedinding, semua (100%) pasien adalah suami atau istri.
diperiksa dengan alur diagnosis sesuai dengan Hasil penelitian menunjukkan dari 25
pedoman pengendalian TB dari Depkes RI kecuali responden pasien yang memiliki PMO, sebagian
pemeriksaan rontgen, dikarenakan tidak tersedia besar (76%) responden pasien mengatakan adanya
alat rontgen dan teknisinya. fungsi PMO dalam mengingatkan dan atau
Menurut petugas laboratorium semua mendampingi PMO saat minum obat dan sisanya
(100%) pasien diperiksa dahaknya mengikuti alur (24%) tidak ada.
pemeriksaan dahak mikroskopis dilakukan sesuai Menurut hampir seluruhnya (84%) pasien
pedoman pengendalian TB Depkes RI. mengatakan ada evaluasi pada PMO dalam
Sebagian besar (57,1%) petugas TB pernah keteraturan menelan obat pada pasien dengan
mengikuti pelatihan TB DOTS sesuai standart WHO, ada bukti secara tertulis dan sisanya mengatakan
sedangkan petugas kesehatan yang belum pernah tidak dievaluasi dengan bukti tertulis oleh petugas.
mendapat pelatihan TB DOTS dikarenakan belum Begitu juga dengan jawaban semua (100%) petugas
mendapat giliran mengikuti pelatihan. kesehatan. Mereka menjawab pelaksanaan PMO
Semua (100%) petugas menjawab dengan dievaluasi dalam hal keteraturan menelan obat pada
tepat dalam menentukan tipe pasien yang pertama penderita dengan ada bukti secara tertulis.
kali melakukan pengobatan yakni tipe kasus baru, Hampir seluruhnya (85,7%) petugas menjawab
namun semua (100%) tidak tepat dalam menjawab dengan tepat pada pertanyaan jenis obat untuk
pertanyaan kedua yang juga merupakan tipe kasus pasien baru TB fase intensif, begitu juga dengan
baru. Untuk pertanyaan ketiga yaitu tipe pasien pertanyaan kedua dan ketiga yaitu frekuensi
pengobatan lengkap, sebagian besar (71,4%) menelan obat anti tuberkulosis pada fase intensif
menjawab dengan tepat untuk menentukan tipe dan fase lanjutan selama 1 minggu. Semua (100%)
pasien pengobatan lengkap. petugas menjawab dengan tepat untuk pertanyaan
Gambaran pengobatan di Puskesmas Tanah keempat yaitu kapan dilakukan pemeriksaan dahak
Kalikedinding sebagai berikut: ulang untuk memantau hasil pengobatan.
Hasil penelitian menunjukkan 24 responden
Tabel 2. PMO Pasien TB di Puskesmas Tanah pasien merupakan pasien TB fase lanjutan dan 8
Kalikedinding Menurut Pasien lainnya merupakan pasien TB fase intensif.
Pengobatan Frekuensi Persentase Hampir semua (91,7%) dari pasien TB fase
PMO: lanjutan mendapat obat anti tuberkulosis komposisi
Ada Tidak ada 25 78,1 baru. Sedangkan 8,3% masih meneruskan Obat Anti
7 21,9 Tuberkulosis Kombinasi Dosis Tetap fase intensif
Perubahan Komposisi Obat Anti Tuberkulosis karena belum periksa dahak dan masuk fase sisipan
Kombinasi Dosis Tetap pada Fase Lanjutan: karena hasil pemeriksaan dahak masih positif.
Selain itu, semua (100%) responden pasien
mengatakan
Ya 24 91,7 pernah lupa tidak menelan obat anti tuberkulosis.
Tidak 7 8,3 Frekuensi pengambilan obat di Puskesmas
Tanah Kalikedinding sebagian besar (75%) 2×/
Sebagian besar (78,1%) pasien di Puskesmas bulan. Pada fase intensif frekuensi pengambilan
Tanah Kalikedinding memiliki PMO. Namun 7 obat di Puskesmas Tanah Kalikedinding 1x/minggu
pasien diantaranya tidak memiliki PMO, dengan dan fase lanjutan menjadi 2×/bulan.
alasan memiliki motivasi tinggi untuk sembuh
sehingga merasa tidak memerlukan PMO dan Gambaran faktor pendorong di Puskesmas
Tanah Kalikedinding sebagai berikut:
Adistha E.N dkk., Evaluasi Program Pengendalian 25

Tabel 3. Faktor Pendorong di Puskesmas Tanah Tabel 5. Pencatatan dan Pelaporan berdasarkan
Kalikedinding Menurut Pasien Kartu Register TB di Puskesmas Tanah
Kalikedinding
Faktor pendorong Frekuensi Persentase
Jarak: Kartu Ada Kelengkapan Keterangan
≤1 km 11 34,4 Register
>1 km 21 65,6 TB 01 √ √ Ada TB 01 dari
Alat Transportasi: 32 responden
Jalan kaki 5 15,6 pasien dan semua
Kendaraan pribadi 26 81,3 kolom diisi sesuai
Kendaraan umum 1 3,1 pedoman
TB 02 √ √ Ada TB 02 dari
Semua (100%) responden petugas kesehatan 32 responden
mengatakan rutin dilakukan penyuluhan kesehatan pasien dan semua
tentang TB di Puskesmas Tanah Kalikedinding kolom diisi sesuai
dengan frekuensi > 4× dalam 1 tahun. Sebagian pedoman
besar (68,8%) pasien saat berkunjung ke Puskesmas TB 03 √ √ Terdapat pada TB
Tanah Kalikedinding belum pernah mendapat elektrik
penyuluhan tentang TB selain dari petugas saat TB 04 √ √ Semua kolom diisi
sesuai pedoman
di ruang TB. Pasien yang mengatakan mendapat
TB 05 √ √ Digunakan hanya
penyuluhan tentang TB selain di ruang TB yaitu untuk pemeriksaan
dari mahasiswa. dahak follow up
Hampir seluruh (84,4%) responden pasien TB 06 √ √ Semua kolom diisi
pertama kali mendapat informasi tentang TB dari sesuai pedoman
petugas kesehatan saat memeriksakan kesehatannya TB 07 √ √ Terdapat pada TB
di fasilitas pelayanan kesehatan. elektrik
Gambaran faktor penghambat di Puskesmas TB 08 √ √ Terdapat pada TB
Tanah Kalikedinding sebagai berikut: elektrik
TB 09 √ Hanya ada form TB
Tabel 4. Faktor Penghambat di Puskesmas Tanah 09, sedangkan yang
sudah terisi dikirim
Kalikedinding Menurut Pasien
ke rumah sakit yang
Faktor penghambat Frekuensi Persentase bersangkutan
Penyuluhan TB: TB 10 - Tidak ada
Ya Tidak 10 31,3 balasan dari
22 68,8 tempat pindahan/
Media Informasi: rujukan pada akhir
pengobatan pasien
Petugas kesehatan 27 84,4
TB 11 √ √ Terdapat pada TB
Televisi, radio dan koran 1 3,1
elektrik
Keluarga 2 6,3
Tetangga 2 6,3 Gambaran sistem pencatatan dan pelaporan
TB yaitu berdasarkan keberadaan dan kelengkapan
Jarak rumah ke Puskesmas Tanah kartu register TB01 hingga TB12. Pada kartu TB01
Kalikedinding pada sebagian besar (65,6%) pasien hingga TB08 serta TB11 ada dan lengkap. Namun
adalah > 1 km dan alat transportasi yang digunakan TB09 ada namun tidak ada bukti kelengkapannya
oleh hampir semua (81,3%) responden pasien dan TB10 tidak ada karena belum pernah mendapat
adalah kendaraan pribadi yang terdiri dari sepeda balasan dari tempat rujukan mengenai hasil akhir
motor 21 responden dan sepeda 5 responden. pengobatan pasien.
Sedangkan kendaraan umum yang digunakan Capaian pada sebagian besar indikator TB di
adalah becak. Puskesmas Tanah Kalikedinding telah mencapai
target nasional. Namun pada success rate yang
merupakan salah satu indikator utama strategi
DOTS masih belum mencapai target nasional.
256 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 2 Mei 2014: 251–262

Tabel 6. Capaian Puskesmas Tanah Kalikedinding dengan penelitian terdahulu dari Jurcev-Savicevic
tahun 2013 Dibandingkan Target et al (2013), gejala yang paling sering dilaporkan
Nasional oleh pasien di Kroasia adalah batuk, kelelahan dan
Target penurunan berat badan.
Indikator Capaian Hasil Pasien diminta oleh petugas untuk melakukan
nasional pemeriksaan dahak SPS (sewaktu datang-pagi-
Angka Penjaringan suspek
- 788
sewaktu datang) sebagai diagnosa pasti TB, sesuai
Proporsi BTA (+) 5–15% 15,3% Tidak dengan jawaban semua responden petugas dan
diantara suspek tercapai pasien yang mengatakan dilakukan 3x pemeriksaan
Proporsi BTA (+) > 65% 75,5% Tercapai dahak yakni sewaktu datang, pagi dan sewaktu
diantara semua pasien datang kembali sebagai pemeriksaan awal suspek di
TB Paru Puskesmas Tanah Kalikedinding.
Proposi pasien TB < 15% 0% Tercapai Sebagian besar petugas pernah mengikuti
Anak pelatihan TB DOTS sesuai standart WHO. Dokter
Angka Penemuan > 70% 112,4% Tercapai maupun perawat yang bertugas di fasilitas
Kasus/ Case Detection pelayanan kesehatan merupakan ujung tombak
Rate (CDR) penemuan tersangka TB, karena setiap hari
Angka konversi ≥ 80% 62,1% Tidak berhadapan dengan pasien. Dengan bekal pelatihan
tercapai
yang cukup akan sangat membantu meningkatkan
Angka kesembuhan / ≥ 85% 39,7% Tidak
penemuan pasien TB. Pelatihan bisa meningkatkan
Cure Rate tercapai
Angka keberhasilan > 85% 65,5% Tidak kualitas tenaga kesehatan dalam hal pengetahuan,
pengobatan / Succeess tecapai sikap dan keterampilan.
Rate (SR) Sesuai dengan hasil penelitian Arisandi
Angka kesalahan laboratorium/error
< 5% 0%rate Tercapai (2011), bahwa terdapat hubungan antara pelatihan
petugas TB dengan kualitas pelayanan TB dengan
koefisien korelasi (ρs) sebesar 0,50 yang berarti
kuat hubungannya cukup. Begitu juga dengan hasil
PEMBAHASAN penelitian Suharjana (2005), bahwa kurangnya
pelatihan petugas paramedis berpengaruh pada
Penemuan kasus rendahnya hasil kegiatan penemuan penderita TB.
Pelayanan TB pemegang program dibantu Berbeda dengan hasil penelitian Syafe’i (2006),
oleh perawat poli umum, sehingga bila pemegang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna
program sedang berhalangan pelayanan pengobatan antara pelatihan dengan dengan semua variabel
TB dilakukan oleh perawat dari poli umum. kinerja petugas, termasuk pelatihan.
Penjaringan suspek atau dengan kata lain pasien Menurut Notoatmodjo (2005), pelatihan
yang datang ke puskesmas, semua responden merupakan cara untuk membekali seseorang yang
petugas dan hampir seluruh pasien di Puskesmas mempunyai pendidikan formal sesuai dengan
Tanah Kalikedinding menjawab suspek pasien tugasnya, sehingga dapat meningkatkan kualitas
dengan gejala klinis TB yaitu batuk selama ≥ 2 pekerjaannya dengan harapan agar seseorang lebih
minggu atau batuk darah. Sedangkan sisanya yang mudah melaksanakan tugasnya. Pelatihan juga
merupakan 3 pasien rujukan dari rumah sakit merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan
dengan keluhan utama radang tenggorokan, sesak untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan
nafas, dan demam disertai penurunan berat badan. khusus seseorang atau kelompok orang agar
Tahap awal penemuan suspek dilakukan kinerjanya meningkat. Tetapi manakala petugas
dengan menjaring mereka yang memiliki gejala TB belum menunjukkan kualitas yang lebih baik,
utama pasien TB paru yaitu batuk berdahak selama dimungkinkan karena adanya beban tugas tambahan
2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan yang diberikan oleh atasannya.
gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, Kompetensi dokter spesialis dan perawat
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan dapat dilihat berdasarkan ketepatan petugas dalam
menurun, berat badan menurun, malaise, menentukan tipe pasien. Dokter spesialis dan semua
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam perawat menjawab salah pada pertanyaan kedua
meriang lebih dari satu bulan (Depkes RI, 2011). yang juga merupakan tipe kasus baru. Menurut
Sesuai mereka
Adistha E.N dkk., Evaluasi Program Pengendalian 25

klasifikasi untuk pasien yang berobat kembali pengetahuan kepada kelompok kemitraan dapat
setelah pernah berobat selama 3 minggu merupakan berpartisipasi untuk meningkatkan cakupan
tipe pasien putus berobat (default). Pasien baru penjaringan suspek.
adalah pasien yang belum pernah diobati dengan Meskipun demikian, capaian Angka Penemuan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari Kasus/Case Detection Rate (CDR) di puskesmas
satu bulan atau empat minggu (Depkes RI, 2011). Tanah Kalikedinding 112,4% sudah memenuhi
Sehingga petugas masih kurang kompeten dalam target minimal yaitu ≥ 70%. CDR mencapai yang
menentukan tipe pasien. Kompetensi dalam ditargetkan menandakan dengan penjaringan suspek
menentukan tipe pasien penting sebagai penentu secara efektif dapat meminimalisir penyebaran
katagori obat anti tuberkulosis. penyakit tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas
Menurut Kemenkes RI (2011) dalam buku Tanah Kalikedinding.
Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia, Angka penemuan kasus yang juga merupakan
bahwa tujuan yang ingin dicapai yaitu kapasitas salah satu indikator utama untuk menilai kemajuan
manajerial dan teknis dalam tata kelola dan atau keberhasilan pengendalian tuberkulosis
pengendalian TB yang efektif diperkuat dengan (Depkes RI, 2011). Metode penemuan pasien TB
mutu pelayanan TB di fasyankes dalam jumlah yaitu penjaringan suspek dilakukan secara pasif
yang memadai. Tenaga kesehatan setiap jenjang dan dengan promosi aktif (Depkes RI, 2011). Hal ini
sistem kesehatan yang harus memiliki kompetensi dikarenakan pengobatan TB yang cukup lama yakni
guna mendukung keberhasilan implementasi dan 6 bulan, harus didasari kesadaran kedua belah pihak
kesinambungan strategi pengendalian TB nasional. yaitu kesadaran pasien TB untuk berobat rutin
Pelaksanaannya berdasar uraian tugas dan didukung dan fokus petugas kesehatan dalam pelaksanaan
dengan sistem yang memotivasi untuk pengobatan, juga komunikasi kedua belah pihak
menggunakan kompetensi mereka dalam yang terus terjalin dengan baik selama pengobatan.
penyelenggaraan pelayanan preventif dan kuratif
berkualitas bagi seluruh populasi berdasar Pelaksanaan Pengobatan
kebutuhan. Hasil penelitian berbeda dari Arisandi
(2011), menyatakan bahwa tidak ada hubungan Sebagian besar pasien di Puskesmas Tanah
antara kompetensi dengan kualitas pelayanan Kalikedinding memiliki PMO. Di mana semua
tuberkulosis. PMO berasal dari keluarga pasien dan sebagian
Semua alur diagnosis tuberkulosis dilakukan besar adalah suami atau istri pasien. Namun adanya
sesuai dengan pedoman pengendalian TB dari beberapa pasien yang tidak memiliki PMO dengan
Depkes RI. Jika dibandingkan dengan hasil capaian alasan memiliki motivasi tinggi untuk sembuh
Proporsi BTA (+) di antara semua pasien TB Paru sehingga merasa tidak memerlukan PMO dan
di puskesmas Tanah Kalikedinding hasilnya sesuai berobat rutin tanpa diingatkan atau dimotivasi PMO
yaitu 75,5% dapat memenuhi target yang serta sudah mengetahui aturan pakai obat.
diharapkan yaitu >65%. Namun, proporsi BTA (+) Pengobatan pasien tuberkulosis dengan
di antara suspek di puskesmas Tanah Kalikedinding sistem DOTS, salah satu yang dianjurkan adalah
15,3% targetnya 5–15%. adanya PMO untuk mengingatkan pasien dalam
Departemen Kesehatan RI (2011) dalam keteraturan menjalani pengobatan tuberkulosis yang
bukunya Pedoman Nasional Pengendalian membutuhkan waktu lama (Depkes RI, 2011). Ada
Tuberkulosis apabila hasilnya lebih dari 15% hubungan yang sangat bermakna antara dukungan
artinya penjaringan yang dilakukan terlalu ketat sosial dengan kualitas hidup pasien TB (r = 0,675;
atau ada masalah pada pemeriksaan laboratorium p < 0,01). Arah korelasi positif menunjukkan bahwa
(positif palsu), dalam hal ini angka kesalahan semakin besar dukungan sosial maka kualitas
laboratorium (error rate) puskesmas adalah 0% dan hidupnya akan semakin meningkat. Dukungan
petugas laboratorium mengatakan semua pasien sosial yang kuat pada pasien terutama dari pihak
telah diperiksa dahak sesuai pedoman pengendalian keluarga sangat membantu proses penyembuhan
TB Depkes RI. Sehingga dapat disimpulkan capaian penyakit TB paru, misalnya terkait dengan
yang melebihi target dikarenakan penjaringan kepatuhan menelan obat yang berlangsung selama 6
terlalu ketat, sehingga banyak pasien TB yang bulan. Pengaruh tidak langsung dukungan sosial
tidak terdeteksi di wilayah kerja puskesmas Tanah adalah menurunkan stres yang dihadapi pasien yang
Kalikedinding. Sabri (2011), mengemukakan bahwa selanjutnya mempengaruhi kesehatan jiwa
dengan memberikan pelatihan untuk meningkatkan seseorang (Ratnasari, 2012). Hasil temuan
Rintiswati et al (2009), bahwa
258 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 2 Mei 2014: 251–262

pasien tidak merasa tersingkir dalam lingkungan disimpulkan pengetahuan petugas baik dalam
keluarga atau masyarakat karena baik pasangan, tahap pengobatan. Terbukti dari semua jawaban
kerabat dan teman-teman mendukung atau tidak responden pasien mengatakan pasien diminta untuk
menunjukkan perubahan perilaku ketika diketahui melakukan pemeriksaan dahak kembali setelah
pasien menderita TB. 2 bulan pengobatan.
Sebagian besar responden mengatakan PMO Hampir semua dari pasien TB fase lanjutan
melaksanakan fungsinya yaitu selalu mengingatkan mendapat obat baru yang terdiri dari Rifampicin
dan atau mendampingi saat menelan obat. Selain dan Isoniazid. Jenis obat yang diterima pasien
itu, berdasarkan pengamatan peneliti, sebagian berupa 1 paket obat anti tuberkulosis kombinasi
besar responden mengambil sendiri obat di dosis tetap (OAT-KDT). 1 Tablet OAT KDT ini
puskesmas, responden yang mengambil obat anti terdiri dari kombinasi 2 jenis obat (Isoniasid dan
tuberkulosis ditemani PMO dikarenakan pasien Rifampisin) untuk fase lanjutan atau 4 jenis obat
berusia lanjut dan tidak mampu mengendarai (Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
kendaraan pribadi (sepeda motor). Sedangkan Ethambutol) untuk fase intensif dalam satu tablet.
responden yang pengambilan obat anti tuberkulosis Sedangkan 2 pasien masih meneruskan OAT KDT
di puskesmas dilakukan oleh PMO dikarenakan fase intensif karena belum periksa dahak dan hasil
pasien bekerja, pasien berusia lanjut, dan sakit. pemeriksaan dahak masih positif. Adanya pasien
Fungsi PMO mengawasi secara langsung yang hasil pemeriksaan dahaknya masih positif
menelan obat, mengingatkan jadwal menelan obat dapat disebabkan karena pasien sudah merasa
dan jadwal berobat ke fasyankes dan memberi batuknya sembuh, sehingga tidak teratur menelan
motivasi ke pasien. Namun bukan berarti PMO obat atau berhenti menelan obat. Jika
sebagai pengganti kewajiban pasien mengambil dibandingkan dengan angka konversi di
obat di fasyankes. Karena sedapat mungkin pasien puskesmas Tanah Kalikedinding hasilnya sesuai
datang sendiri ke fasyankes sebagai tolak ukur yakni 62,1% belum mencapai target yaitu
kepatuhan pasien dan mengetahui perkembangan ≥ 80%. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya
kondisi pasien. Fungsi penting PMO yakni dalam kepatuhan dan kesadaran pasien dalam minum obat
mengingatkan dan memotivasi pasien untuk anti tuberkulosis secara teratur pada fase intensif.
menelan obat anti tuberkulosis sesuai jadwal Terbukti dari hasil penelitian menunjukkan,
meskipun kondisinya sudah merasa sehat. Pada jawaban semua responden pasien mengatakan
pengobatan tuberkulosis sangat diperlukan pernah lupa tidak menelan obat anti tuberkulosis.
kesadaran pasien bahwa fase pengobatan yang Sesuai dengan penelitian Hasanah (2013),
dijalani merupakan fase yang berkaitan antara satu dengan nilai p = 0,013 yang menunjukkan bahwa
dengan yang lain. Dengan kata lain jika kepatuhan ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan
pengobatan fase intensif tidak diikuti dengan minum obat dengan terjadinya kegagalan konversi
kepatuhan fase lanjutan akan mengakibatkan pasien sebesar 5,182 kali dibanding kelompok yang patuh
mengalami kegagalan pengobatan. minum obat. Keteraturan menelan obat diukur dari
Komunikasi antar petugas kesehatan dan pasien kesesuaian dengan aturan yang ditetapkan yaitu
TB terjalin dengan baik dari awal pengobatan di pengobatan lengkap sampai selesai dalam jangka
puskesmas, terbukti selalu ada persetujuan dalam waktu 6 bulan. Obat anti tuberkulosis harus ditelan
pemilihan PMO dari pasien dan petugas kesehatan. teratur sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan
Semua petugas kesehatan menjawab pelaksanaan oleh petugas kesehatan terutama pada fase awal
PMO dievaluasi dalam hal keteraturan menelan pengobatan untuk menghindari terjadinya
obat pada penderita dengan ada bukti secara tertulis. kegagalan (Depkes RI, 2009).
Sesuai dengan jawaban pasien, hampir seluruhnya Pada fase intensif frekuensi pengambilan obat
mengatakan ada evaluasi pada PMO dalam di puskesmas Tanah Kalikedinding 1×/minggu dan
keteraturan menelan obat pada pasien dengan ada fase lanjutan menjadi 2×/bulan. Pada saat telah
bukti secara tertulis. memasuki fase lanjutan frekuensi pengambilan obat
Hampir seluruh petugas menjawab benar menjadi 2×/bulan dan pasien mengonsumsi obat
pada pertanyaan macam obat untuk pasien TB, anti tuberkulosis 3×/minggu, tidak setiap hari
frekuensi menelan Obat Anti Tuberkulosis, dan seperti fase intensif, sehingga menyebabkan lupa
kapan dilakukan pemeriksaan dahak ulang untuk atau malas menelan obat. Jika dibandingkan dengan
memantau hasil pengobatan. Sehingga dapat indikator angka kesembuhan / Cure Rate di
puskesmas Tanah Kalikedinding adalah 39,7%
belum memenuhi target
Adistha E.N dkk., Evaluasi Program Pengendalian 25

yaitu ≥ 85%. Begitu juga dengan angka salah satu penyebab belum tercapainya target
keberhasilan pengobatan / Success Rate (SR) di keberhasilan pengobatan TB. Beban kerja
puskesmas Tanah Kalikedinding adalah 65,5% berlebihan dapat menimbulkan kelelahan dan hal ini
belum memenuhi target yaitu ≥ 85%. akan mempengaruhi produktivitas kerja. Sesuai
Angka kesembuhan berguna untuk mengetahui dengan hasil penelitian Arisandi (2011), di mana
efektivitas obat ani tuberkulosis standar DOTS petugas pelayanan TB dengan success rate
ketika diberikan kepada pasien TB di suatu
mempunyai hubungan dengan koefisien korelasi
komunitas. Angka kesembuhan yang rendah
(ρs) 0,795 yang berarti berhubungan kuat. Hal ini
merupakan indikator awal kemungkinan
dikarenakan petugas pelayanan TB selalu lebih aktif
kekebalan/resistensi bakteri tuberkulosis terhadap
dalam memantau perkembangan pengobatan TB,
OAT standar, sehingga perlu dilakukan surveilans
terutama petugas TB yang melakukan pelacakan ke
kekebalan/resistensi. Angka keberhasilan
tempat tinggalnya bagi pasien yang tidak datang
pengobatan ini juga merupakan salah satu indikator
mengambil obat. Namun berbeda dengan hasil
utama untuk menilai kemajuan atau keberhasilan
penelitian Ratu (2009), pada puskesmas di
pengendalian tuberkulosis (Depkes RI, 2011).
Kabupaten Flores Timur petugas yang memiliki
Apabila capaian success rate memenuhi target
beban kerja tinggi maupun rendah tidak dapat
artinya di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut
mencapai target penemuan BTA (+). Sehingga tidak
lebih dapat meminimalisisr resistensi terhadap obat
ada hubungan antara beban kerja petugas TB
anti tuberkulosis secara efektif. Rendahnya angka
dengan capaian target penemuan BTA (+).
keberhasilan pengobatan dapat dikarenakan
Berdasarkan hasil penelitian Amo-Adjei dan
kurangnya kepatuhan pasien dalam menjalani
Awusabo-Asare (2013), keberhasilan pengobatan
pengobatan, dan pasien kurang teratur dalam
selain karena kepatuhan pasien dalam berobat juga
menelan obat. Menurut Sagbakken (2008),
petugas TB yang dengan meningkatnya keberhasilan
kepatuhan terhadap pengobatan TB adalah suatu
pengobatan menjadikan petugas lebih berkomitmen
pertimbangan penting dalam program pengendalian
pada program TB.
TB karena pengobatan yang tidak lengkap dapat
menyebabkan infeksi berkepanjangan, resistensi Faktor pendorong dan faktor penghambat
obat, kambuh, dan kematian.
Responden dalam penelitian ini sebagian Semua responden petugas kesehatan
besar merupakan pasien pada fase lanjutan, yang mengatakan rutin dilakukan penyuluhan kesehatan
terdiri dari 20 pasien fase intensif langsung menjadi tentang TB di Puskesmas Tanah Kalikedinding.
fase lanjutan dan 4 pasien pernah mengalami fase Begitu juga menurut responden pasien saat
sisipan lalu fase lanjutan. Pada fase lanjutan gejala berkunjung ke Puskesmas Tanah Kalikedinding
penyakit yang timbul sudah tidak terlalu dirasakan mengatakan mendapat penyuluhan tentang TB dari
oleh pasien, sehingga respons penderita terhadap perawat atau dokter spesialis paru saat di ruang
pelaksanaan pengobatan akan menurun pula karena TB dan beberapa pasien mengatakan mendapat
pasien sudah merasakan kesembuhan seperti yang penyuluhan tentang TB selain dari petugas juga dari
diharapkan meskipun sebenarnya belum. Hal ini mahasiswa yang dilakukan di puskesmas Tanah
yang menjadi faktor signifikan terhadap kepatuhan Kalikedinding. Media informasi yang pertama kali
penderita dalam menjalankan pengobatan. Pada pada hampir seluruh responden pasien mengenai TB
fase awal, keyakinan penderita untuk mampu patuh didapat dari petugas kesehatan saat memeriksakan
menjalani pengobatan akan tinggi disebabkan kesehatannya di fasilitas pelayanan kesehatan.
keinginan untuk sembuh masih tinggi, tetapi Keteraturan pengobatan dapat dipengaruhi
ketika sudah memasuki fase lanjutan dan gejala oleh edukasi yang dilakukan petugas kesehatan
berkurang maka pasien sudah tidak ada ancaman dan dokter, serta peningkatan komunikasi pada saat
terhadap kesehatannya. Selain itu keaktifan petugas pasien berobat. Petugas kesehatan juga diharapkan
kesehatan juga mempengaruhi angka keberhasilan menghubungi pasien untuk mengontrol keteraturan
pengobatan. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti berobat. Sesuai dengan hasil penelitian Muarif
saat penelitian berlangsung, pemegang program (2010), bahwa ada hubungan antara informasi yang
TB tidak hanya memegang program TB, tapi juga didapat pasien dengan kesembuhan pengobatan
beberapa program lain di puskesmas. TB Paru dan mempunyai risiko sembuh sebesar
Beban kerja yang tinggi dari petugas TB 0,70 kali dibanding tidak mendapat informasi
memengaruhi fokus petugas dan merupakan tentang TB. Selain itu informasi tentang TB kepada
pasien dapat mengubah mitos tentang TB di
260 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 2 Mei 2014: 251–262

masyarakat yaitu “TB adalah penyakit yang tidak mempengaruhi keteraturan berobat karena harus
dapat disembuhkan dan memalukan” menjadi “TB ada biaya yang dikeluarkan untuk transportasi.
adalah suatu penyakit yang berbahaya tapi bisa Karena beban biaya transportasi ini tidak hanya
disembuhkan”. Begitu juga dengan hasil penelitian pada pra pengobatan, namun akan tetap melekat
Ariyanto (2010), bahwa tingkat pengetahuan pada pasien hingga pengobatan selesai.
rendah merupakan faktor risiko keterlambatan
penemuan kasus TB. Sehingga pola penyuluhan Pencatatan dan Pelaporan
lebih berkonsentrasi pada pasien dan keluarganya,
di mana kelompok risiko tinggi TB adalah keluarga Lengkapnya pencatatan dan pelaporan di
pasien. Karena berdasarkan hasil penelitian yang Puskesmas Tanah Kalikedinding didukung oleh
dilakukan WHO (2006), menyatakan bahwa pasien sistem pelaporan tuberkulosis yang memakai sistem
dengan pengetahuan rendah lebih besar peluangnya elektronik dan dilaporkan secara online bernama
untuk terlambat di diagnosa. SITT (Sistem Informasi Terpadu Tuberkulosis),
Penyuluhan merupakan langkah petugas sehingga dapat meminimalisir terjadinya laporan
kesehatan untuk memberikan pemahaman dan hilang, pencatatan ganda serta lebih efisien &
pengetahuan tentang penyakit tuberkulosis paru efektif sehingga lebih cepat pula mendapat feedback
pada pasien. Dengan memiliki pengetahuan yang dari dinas kesehatan. Pencatatan dan pelaporan
baik, pasien cenderung teratur menjalani yang lengkap dan baik tentunya akan berhubungan
pengobatan. Pendidikan kesehatan adalah suatu dengan kualitas petugas TB yang baik.
usaha untuk membantu individu, keluarga dan Pengendalian TB di Indonesia Depkes RI
masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya telah menetapkan suatu metode melalui Pedoman
untuk mencapai kesehatan secara optimal. Pelaksanaan dan Prosedur Tetap Surveilans TB
Pendidikan kesehatan adalah upaya yaitu pengelolahan data tuberkulosis dengan sistem
menterjemahkan sesuatu yang telah diketahui elektronik dan jalur online dengan aplikasi software
tentang kesehatan kedalam perilaku yang yang sudah diberikan oleh Program Pengendalian
diinginkan dari perseorangan ataupun masyarakat TB Nasional melalui Dinas Kesehatan Provinsi
melalui proses pendidikan. Tidak semua penderita kepada fasilitas pelayanan kesehatan di wilayahnya.
tuberkulosis paru mengetahui akan penyakit Keuntungan pemrosesan data dengan menggunakan
tuberkulosis secara benar dan pengobatan secara program tersebut selain hanya membutuhkan waktu
benar. Untuk itulah peran petugas kesehatan sangat yang relatif singkat juga menjamin data memiliki
diperlukan agar penderita tuberkulosis dapat sifat reliabilitas dan availabilitas yang tinggi.
memahami dan sekaligus dapat menjalani proses Sesuai dengan hasil penelitian Arisandi (2005),
penyembuhan penyakit tuberkulosis dengan benar bahwa peralatan non OAT (formulir pencatatan
(Notoatmodjo, 2002). seperti TB 01, TB 02 dan sebagainya) berhubungan
Sebagian besar jarak rumah pasien ke dengan kualitas petugas TB dengan koefisien
Puskesmas Tanah Kalikedinding lebih dari 1 km. korelasi (ρs) sebesar 0,522 yang artinya mempunyai
Alat transportasi yang digunakan oleh hampir kuat hubungan yang cukup. Begitu juga dengan hasil
semua responden pasien adalah kendaraan pribadi. penelitian Hutahaean (2009), berdasarkan salah satu
Sedangkan kendaraan umum yang digunakan atribut surveilans yaitu stabilitas, data pasien TB
adalah becak. Sehingga dibutuhkan kendaraan dan yang dilaporkan di BP4 Surabaya memiliki
biaya untuk berobat ke puskesmas. stabilitas yang tinggi karena pelaporannya
Sesuai dengan hasil penelitian Munir (2010), menggunakan komputer dan aplikasi software yang
di Rumah Sakit Persahabatan yang menunjukkan diberikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi, sehingga
bahwa persentase keteraturan pasien untuk datang data memiliki sifat reabilitas dan availabilitas yang
berobat mencapai 78,9%. Kenyataan ini mungkin tinggi.
disebabkan karena letak Rumah Sakit Persahabatan
berada pada tengah kota dan dapat diakses dengan KESIMPULAN DAN SARAN
mudah oleh angkutan umum dan kendaraan pribadi.
Kesimpulan
Hasil penelitian Ariyanto (2010), yang menyatakan
bahwa sisa penghasilan rumah tangga yang rendah Proses penemuan kasus di Puskesmas
dan lokasi tempat tinggal yang jauh dari fasilitas Tanah Kalikedinding yang efektif didukung oleh
pelayanan kesehatan menghambat pasien TB penjaringan suspek yang sesuai gejala utama TB
untuk segera memeriksakan kesehatannya dan oleh petugas yang telah mengikuti pelatihan sesuai
Adistha E.N dkk., Evaluasi Program Pengendalian 26

standart WHO, dan pasien didiagnosis sesuai alur obat, mengingatkan jadwal menelan obat dan
diagnosa TB Depkes RI. Sesuai dengan capaian jadwal berobat ke fasyankes serta memberi motivasi
indikator utama TB yaitu angka penemuan kasus ke pasien. Selain itu, evaluasi tidak hanya pada
(CDR) 112,4% sudah memenuhi target minimal PMO, tapi juga pada pasien ketika berobat dengan
yaitu ≥ 70%. CDR mencapai target menandakan membawa bukti grenjeng obat yang sudah diminum
dengan penemuan kasus efektif dapat beserta sisa obat sehingga dapat mengetahui OAT
meminimalisir penyebaran penyakit tuberkulosis di diminum secara teratur atau tidak.
wilayah kerja Puskesmas Tanah Kalikedinding. Diharapkan lebih meningkatkan komunikasi
Pelaksanaan pengobatan di Puskesmas Tanah antar petugas dan pasien pada fase lanjutan, karena
Kalikedinding kurang efektif dikarenakan masih merupakan risiko putus berobat semakin tinggi di
ada pasien yang tidak memiliki PMO, kurangnya fase lanjutan sehingga dapat meningkatkan angka
kepatuhan dan kesadaran pasien dalam minum kesembuhan dan angka keberhasilan pengobatan.
OAT secara teratur, perubahan jadwal kunjungan Diharapkan juga petugas menjadwalkan 1 hari
pada fase lanjutan menjadi 2×/bulan dan konsumsi dalam 1 minggu untuk pengobatan TB (kecuali
obat anti tuberkuosis pada fase lanjutan yang tidak pasien fase intensif kategori 2 (injeksi
setiap hari seperti fase intensif menyebabkan pasien streptomisin)), sehingga petugas program TB lebih
lupa menelan obat. Selain itu petugas kesehatan fokus dan pengobatan TB di puskesmas lebih
kurang fokus, karena pemegang program TB juga efektif dan efisien.
beberapa program lain di puskesmas. Sesuai dengan Kemudian diharapkan petugas TB berkoordinasi
angka keberhasilan pengobatan/Success Rate (SR) dengan kader kesehatan di masing-masing RW
adalah 65,5% belum memenuhi target yaitu ≥ 85% sehingga dapat mengingatkan dan memotivasi
yang juga merupakan indikator utama TB. pasien yang putus berobat di wilayahnya, atau
Faktor pendorong berupa penyuluhan penjaringan suspek TB oleh kader atau berbasis
dilakukan oleh petugas secara rutin saat pasien masyarakat. Selain itu, petugas juga berkoordinasi
berobat di puskesmas dan media informasi yang dengan bidan di wilayah kerja Puskesmas Tanah
pertama kali didapat oleh hampir seluruh (84,4%) Kalikedinding untuk pemberian obat anti
responden pasien adalah dari petugas kesehatan. tuberkulosis, sehingga bagi pasien dengan jarak
sedangkan faktor penghambat yaitu jarak rumah ke rumah ke puskesmas lebih dari 1 km dan kesulitan
Puskesmas Tanah Kalikedinding pada sebagian transportasi menuju puskesmas dapat mengambil
besar (65,6%) pasien adalah > 1 km dan alat obat di bidan terdekat.
transportasi yang digunakan oleh hampir semua
(81,3%) responden pasien adalah kendaraan
pribadi. Sehingga dibutuhkan kendaraan dan REFERENSI
biaya untuk menuju ke puskesmas. Karena beban Amo-Adjei, Joshua, Awusabo-Asare, Kofi, 2013.
biaya transportasi tidak hanya pada pra Reflections on tuberculosis diagnosis and
pengobatan, namun akan tetap melekat pada pasien treatment outcomes in Ghana. Archives of
hingga pengobatan selesai. Public Health, vol. 71; 7–8.
Pencatatan dan pelaporan di puskesmas Arisandi, Pipin, 2011. Analisis Kualitas Petugas
Tanah Kalikedinding cukup lengkap karena telah dalam Pelayanan Tuberkulosis di Puskesmas
menggunakan sistem pelaporan tuberkulosis Kabupaten Banyuwangi Tahun 2011. Tesis.
dengan sistem elektronik dan dilaporkan secara Surabaya; Universitas Airlangga.
online bernama SITT (Sistem Informasi Terpadu Ariyanto, Yunus, 2010. Analisis Faktor Resiko
Tuberkulosis). Keterlambatan Penemuan Kasus TB di Wilayah
Kabupaten Jember. Tesis. Surabaya; Universitas
Saran
Airlangga.
Pasien diharapkan lebih aktif mencari Depkes RI, 2009. Pedoman Nasional
informasi TB melalui membaca berita atau buku Penanggungan Tuberkulosis. Cetakan Pertama.
mengenai TB dan bertanya pada petugas kesehatan, Jakarta; Depkes RI.
karena pemahaman tentang pengobatan TB Depkes, 2010. Pengendalian TB di Indonesia
efektif meningkatkan kepatuhan pasien dalam Mendekati Target Millenium Development
berobat. Juga petugas TB mewajibkan setiap pasien Goals (MDGs). http://www.depkes.go.id (sitasi
memiliki PMO untuk mengawasi secara langsung 19 Oktober 2013).
menelan
262 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 2 Mei 2014: 251–262

Depkes, 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan
Tuberkulosis. Jakarta: Depkes RI. Teori dan Aplikasi. Cetakan pertama. Jakarta;
Dinkes Jatim, 2012. Program Pengendalian Rineka Cipta.
Penyakit Menular di Jawa Timur. Surabaya: Ratnasari, Nita Yunianti, 2012. Hubungan
Dinkes Jatim. http://dinkes.jatimprov.go.id/ Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup pada
(sitasi 24 Januari 2014). Penderita Tuberkulosis Paru (TB Paru) di Balai
Dye C, Watt CJ, Bleed DM, Hosseini SM, Pengobatan Penyakit Paru (BP4) Yogyakarta
Raviglione MC., 2005. Evolution of Tuberculosis Unit Minggiran. Jurnal Tuberkulosis Indonesia,
Control and Prospects for Reducing Vol. 8: 7–11.
Tuberculosis Incidence, Prevalence, and Deaths Ratu, Pain, 2009. Upaya Peningkatan Kinerja
Globally. JAMA, 293: 2767–2775. Petugas Puskesmas dalam Penemuan BTA (+)
Hasanah, Nur Mailatul. 2013. Analisis Faktor yang Tuberkulosis Paru di Kabupaten Flores Timur.
Berhubungan dengan Kegagalan Konversi BTA Skripsi. Surabaya; Universitas Airlangga.
(+) pada Akhir Pengobatan Fase Intensif Rintiswati N, Mahendradhata Y, Suharna,
Penderita Tuberkulosis Paru di Rumah Sakit Susilawati, Purwanta, Subronto Y, Varkevisser
Paru Surabaya. Skripsi. Surabaya; Universitas CM, and Van der Werf, MJ. 2009. Journeys to
Airlangga. tuberculosis treatment: a qualitative study of
Hutahaean, Eraswati, 2009. Evaluasi Sistem patients, families and communities in
Surveilans Tuberkulosis Berdasarkan Yogyakarta, Indonesia. BMC Public Health, vol.
Komponen dan Atribut Sistem Surveilans di 8; 8–9.
BP4 Surabaya. Skripsi. Surabaya; Universitas Sabri, Rika, 2011. The Community Participation in
Airlangga. the Case Detection of the Suspect Pulmonary
Jurcev-Savicevic, Anamarija; Mulic, Rosanda; Tuberculosis in the District of Tanah Datar,
Kozul, Karlo; Ban, Bozica; Bacun-Ivcek, West Sumatra, Indonesia. International Journal
Ljiljana; Gudelj, Ivan; Popijac-Cesar, Gordana; of Public Health Research Special Issue,
Marinovic- Dunatov, Snjezana; Simunovic, p. 219–223
Aleksandar, 2013. Health System Delay in Sagbakken M, Frich JC, Bjune G. 2008. Barriers
Pulmonary Tuberculosis Treatment in a Country and enablers in the management of tuberculosis
with an Intermediate Burden of Tuberculosis: A treatment in Addis Ababa, Ethiopia: a
Cross-Sectional Study. BMC Public Health, vol. qualitative study. BMC Public Health, vol. 8;
13; 6. 11.
Kemenkes RI. 2011. Stop TB Menuju Akses Suharjana B. 2005. Pelaksanaan Penemuan
Universal Strategi Nasional Pengendalian TB di Penderita Tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten
Indonesia Tahun 2010–2014. Jakarta: Sleman. First Draft Working Paper Series No.
Kemenkes RI. 3.
Muarif, Syamsul, 2010. Faktor yang Berhubungan Syafe’i, Hari Kusnanto, 2006. Kinerja Petugas
Antara Kesembuhan Pengobatan TB Paru P2TB Paru Puskesmas (Studi Analisis Faktor
dengan OAT Strategi DOTS di Puskesmas Kinerja Petugas di Kota Jambi). First Draft
Burneh Bangkalan. Skripsi. Surabaya; Working Paper Series No. 19.
Universitas Airlangga. WHO. 2006. Diagnostic and Treatment Delay in
Munir, Arifin, 2010. Pengamatan Pasien Tuberculosis. Cairo; WHO Regional Office for
Tuberkulosis Paru dengan Multidrug Resistant the Eastenr Mediteranian.
(TB-MDR) di Poliklinik Paru RSUP WHO. 2009. WHO Report 2009: Global
Persahabatan. J Respir Indo vol. 30: 92–102. Tuberculosis Control Epidemiology, Strategy,
Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Financing. Geneva, Switzerland: WHO Press.
Penelitian Kesehatan, Edisi kedua. Jakarta; whqlibdoc.
Rineka Cipta. who.int/publications/2009/9789241563802_eng.
pdf (sitasi 18 Oktober 2013).

Anda mungkin juga menyukai