Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Sumber penularan yaitu pasien TB
BTA (bakteri tahan asam) positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya.
TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menular penyakit TB
meskipun dengan tingkat penularan yang kecil. (Kementerian Kesehatan RI,
2016)
Sampai saat ini TB masih merupakan masalah kesehatan, terutama di
negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Menurut laporan World health
Organization (WHO) tahun 2017, ditingkat global diperkirakan 10.900.000 kasus
TB baru dengan 3,2 juta kasus diantaranya adalah perempuan, dan 1.400.000 juta
kematian karena TB. Dari kasus TB tersebut ditemukan 1.170.000 (12%) HIV
positif dengan kematian 390.000 orang. TB Resistan Obat (TB-RO) dengan
kematian 190.000 orang. (Kementerian Kesehatan RI, 2017)
Jumlah kasus TB di Indonesia menurut WHO tahun 2017, diperkirakan
ada 1.020.000 kasus TB baru pertahun (399 per 100.000 penduduk) dengan
100.000 kematian pertahun (41 per 100.000 penduduk). Diperkirakan 78.000
kasus TB dengan HIV positif (10 per 100.000 penduduk), mortalitas 26.000).
Jumlah seluruh kasus 324.539 kasus, diantaranya 314.965 adalah kasus baru.
Secara nasional perkiraan prevalensi HIV diantara pasien TB diperkirakan sebesar
6,2%. Jumlah kasus TB-RO diperkirakan sebanyak 10.000 kasus yang berasal dari
1,9% kasus TB-RO dari kasus baru TB dan ada 12% kasus TB-RO dari TB
dengan pengobatan ulang. (Kementerian Kesehatan RI, 2017)
Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan dengan mengadopsi
Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) sebagai kerangka
dasar selain juga memperhatikan Strategi Global Penanggulangan TB (Global
Stop TB Strategy) dalam merencanakan, melaksanakan, monitoring dan evaluasi.
Tidak menutup kemungkinan dalam pelaksanaan di lapangan, program TB akan
lebih banyak berkolaborasi dengan program-program yang lain, seperti yang
sudah dilaksanakan sekarang yaitu Kolaborasi TB-HIV, TB-DM dan tentu akan
direncanakan Penanggulangan TB dengan program TB komprehensif lainnya.
Dalam pelaksanaan upaya Penanggulangan TB dengan strategi DOTS telah
dicapai beberapa kemajuan diantaranya adalah peningkatan cakupan pelayanan
TB, Penemuan kasus TB dan meningkatnya angka kesembuhan pengobatan TB.
(Strategi nasional, 2016)
Penyakit TB berpengaruh besar pada kualitas Sumber Daya Manusia,
karena berdampak pada kualitas dan produktifitas penderita TB. Jika jumlah
penderita TB cukup besar, maka akan berdampak pula pada kualitas dan daya
saing bangsa.Apalagi, karena TB terutama menyerang kelompok usia produktif
yaitu usia 25-54 tahun yang juga merupakan angkatan kerja. Oleh karena itu,
kegiatan pelayanan penemuan dan pengobatan TB di Indonesia harus diupayakan
agar menjangkau seluruh masyarakat menuju terwujudnya Indonesia Bebas TB.
(Kementerian Kesehatan RI, 2016)
Penemuan dan pengobatan seluruh penderita TB sampai sembuh, menjadi
sangat penting. Penderita TB berpotensi menularkan pada orang di sekitarnya,
termasuk keluarga dan lingkungan kerjanya. Masih adanya penderita TB yang
belum diobati akan berpotensi terjadinya penularan yang lebih luas.
Beberapa indikator yang dapat menggambarkan keberhasilan program
Penanggulangan TB yaitu Case Detection Rate (CDR), Case Notification Rate
(CNR), Treatment Succes Rate (TSR), Conversion Rate (Angka Konversi),
Proporsi Penderita Terkonfirmasi Bakteriologis diantara terduga TB dan Proporsi
Pasien TB Anak. (Kementerian Kesehatan RI, 2014)
Angka notifikasi kasus adalah jumlah semua kasus tuberkulosis yang
diobati dan dilaporkan di antara 100.000 penduduk yang ada di suatu wilayah
tertentu. Angka ini apabila dikumpulkan serial, akan menggambarkan
kecenderungan (tren) meningkat atau menurunnya penemuan kasus dari tahun ke
tahun di suatu wilayah. (Kementerian Kesehatan RI, 2016)
Angka notifikasi kasus TB di Indonesia pada empat tahun terakhir ini
cenderung terjadi penurunan, dari tabel dibawah ini digambarkan bahwa Case
Notification Rate (CNR) mulai mengalami penurunan dari tahun 2012, sebesar
84% dan hampir turun lebih 10% menjadi 74% di tahun 2015.
Tabel 1. Case Notification Rate (CNR) Kasus TB BTA Positif di Indonesia
Tahun Case Notification Rate (CNR)
2011 83
2012 84
2013 81
2014 77
2015 74
Sumber: Ditjen Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit, Kemenkes RI, 2016

Menurut data profil kesehatan provinsi riau jumlah kasus TB BTA (+) di
Provinsi riau tahun 2012-2016 menunjukkan penurunan jumlah penemuan kasus
baru TB BTA (+) yang menjadi sumber penularan dimasyarakat. Angka CNR
BTA+ pada tahun 2016 (58,15 per 100.000 penduduk) mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2015 (68,88 per100.000 penduduk). (Dinas Kesehatan
Provinsi Riau, 2016)
Meskipun demikian data kabupaten pelalawan menunjukkan tren angka
pencapaian penemuan kasus baru TB BTA+ tahun 2016 (48,1 per 100.000
penduduk), mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015 (93,17 per 100.000
penduduk). (Dinas Kesehatan Kabupaten Pelalawan, 2015)
Puskesmas merupakan Fasilitas Pelayanan Kesehatan terdepan dalam
Program Penanggulangan TB Nasional dengan Strategi DOTS. Tumpuan
Penemuan dan pengobatan kasus TB masih dibebankan pada Puskesmas selaku
garda terdepan dalam pembangunan kesehatan di masyarakat. Hampir 98 %
Puskesmas yang ada di Indonesia sudah menerapkan Program DOTS, semua
sumber daya manusia juga sudah mendapatkan Pelatihan dengan Startegi DOTS.
Namun dalam pelaksanaan di lapangan tentu masih mengalami banyak kendala
yang terkait dengan situasi dan kondisi tertentu.
Dalam pelaksanaan Puskesmas haruslah didukung oleh penerapan fungsi
manajemen kesehatan yang baik. Fungsi manajemen kesehatan yang dimaksud
adalah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan harus dapat
diselenggarakan pada setiap program kesehatan, khusus nya dalam program
Penanggulangan TB di puskesmas.
Pengorganisasian merupakan fungsi menejemen yang kedua setelah
perencanaan yang mempunyai peranan penting dalam mencapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan. Seluruh sumber daya yang dimiliki oleh organisasi akan di
atur penggunaannya secara efektif dan efisien melalui pengorganisasian tersebut.
Dalam hal ini terkait dengan pendistribusian pekerjaan, pembagian pekerjaan,
adanya struktur organisasi yang dibuat/disusun oleh pihak Puskesmas, koordinasi
yang baik dan mempersiapkan orang-orang yang berkompeten dap0lam
pelaksanaan program Penanggulangan TB demi tercapainya tujuan yang
diharapkan.
Yulianus Weng (2002), meneliti tentang “Manajemen Program
Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten Manggarai”
dengan tujuan penelitian mendeskripsikan pelaksanaan fungsi Perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan pada program P2TB di
Puskesmas Kabupaten Manggarai. Dengan hasil penelitian fungsi perencanaan,
pengorganisasian dan pengawasan pada program P2TB belum dilaksanakan
dengan baik di puskesmas Wae Nakeng dan Carep, sedangkan pelaksanaan
kegiatan program P2TB di kedua puskesmas telah dilaksanakn dengan baik sesuai
dengan pedoman yang telah ditetapkan Departemen Kesehatan.
Cakupan penemuan kasus TB Paru di Kabupaten Pelalawan pada lima
tahun belakangan ini juga belum mencapai target yang diharapkan, naik turunnya
angka pencapaian penemuan penderita masih merupakan indikasi bahwa program
Penanggulangan TB belum berjalan optimal.
Dari beberapa dokumen hasil laporan monitoring dan evaluasi yang telah
dilakukan, masalah yang sering muncul adalah kegiatan yang belum terintegrasi
dalam lintas program di puskesmas menyebabkan koordinasi yang kurang baik
sehingga petugas TB puskesmas harus bekerja sendirian dalam semua kegiatan
yang berkaitan dengan TB, penyuluhan di lapangan, pemeriksaan kontak serumah,
pengobatan di Puskesmas, pelaporan dan pencatatan, perencanaan anggaran,
terkadang dibeberapa Puskesmas Satelit Petugas TB harus melakukan
pengambilan dahak untuk pemeriksaan mikroskopis. Dengan beban kerja yang
tinggi seperti itu, menyebabkan kegiatan tidak berjalan dengan baik, dan tidak
menutup kemungkinan program tidak berjalan sama sekali.
Sejalan dengan penelitian Arianta (2005) tentang Kajian penemuan
Penderita TB Paru BTA positif, dengan faktor-faktor yang diteliti meliputi :
Pengetahuan petugas, pelatihan DOTS, koordinasi, supervisi, pencatatan
pelaporan dan penyuluhan. Penelitian dilakukan di Kabupaten Buleleng Provinsi
Bali. Desain penelitian Studi kasus, kualitatif dengan hasil sebagian besar kepala
puskesmas memahami strategi DOTS, petugas belum mengikuti pelatihan DOTS,
kurangnya koordinasi antara petugas puskesmas, supervisi tidak ditindak lanjuti
oleh sebagian besar puskesmas. (Arianta, 2005)
Adanya koordinasi yang kuat dan komunikasi yang lancar antar petugas
dalam suatu organisasi sangat dibutuhkan demi kemajuan suatu perusahaan.
Untuk memenuhi hal tersebut dalam manajemen diperlukan suatu
pengorganisasian yang sangat teratur.
Dalam pengorganisasian menghendaki adanya pembagian kerja atu
spesialisasi, sesuai dengan teori klasik adam smith yaitu “ the right man in the
right place “ artinya seseorang yang memiliki keahlian tertentu harus
dipekerjakan atau ditempatkan pada keahliannya.
Oleh karena itu pentingnya pengorganisasian untuk mempersiapkan dan
menempatkan orang-orang yang berkompeten pada struktur organisasi serta
membuat pembagian pekerjaan yang jelas agar pelaksanaan program
Penanggulangan TB tercapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang dapat
dikemukakan adalah bagaimana pengorganisasian program Penanggulangan TB di
puskesmas Bersinar Kecamatan Pangkalan Lesung Kabupaten Pelalawan. Ditinjau
dari data kabupaten pelalawan bahwa hasil kinerja program TB selama 3 tahun
terakhir tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Pengorganisasian Program Penanggulangan TB di Puskesmas lingkungan
kabupaten Pelalawan
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui bagaimana pembagian kerja (division of work) pada
program Penanggulangan TB di Puskesmas
b. Mengetahui bagaimana pengelompokan pekerjaan
(departementalization) pada program Penanggulangan TB di
Puskesmas
c. Mengetahui bagaimana relasi antar bagian dalam organisasi
(hierarchy) di Puskesmas
d. Mengetahui bagaimana koordinasi (coordination) pada program
Penanggulangan TB di Puskesmas

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan mampu menambah khasanah bagi ilmu
pengetahuan pada umumnya, dan khususnya bagi Ilmu Kesehatan Masyarakat
terutama mengenai Pengorganisasian Program Penanggulangan TB di Puskesmas.
Manfaat praktis :
1. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti dalam memperoleh
informasi tentang Pengorganisasian Program Penanggulangan TB di
Puskesmas Bersinar Kecamatan Pangkalan Lesung Kabupaten Pelalawan.
2. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas
untuk meningkatkan Kinerja Organisasi dalam program Penanggulangan
TB
3. Diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan untuk dikembangkan
pada penelitian berikutnya tentang Pengorganisasian Program
Penanggulangan TB.

E. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui informasi yang mendalam
tentang Pengorganisasian Program Penanggulangan TB di Puskesmas. Penelitian
ini akan dilaksanakan di puskesmas Bersinar Kecamatan Pangkalan Lesung
kabupaten Pelalawan yang akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2018.
Studi ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan
mengumpulkan data primer yang dilakukan dengan wawancara mendalam, dan
observasi kepada orang-orang yang terlibat langsung dengan permasalahan yang
diteliti. Informan utama penelitian ini adalah kepala puskesmas dan coordinator
tata usaha di puskesmas, sedangkan informan kunci yaitu petugas penanggung
jawab program penanggulangan TB, petugas laboratorium, dokter, pasien, kader
serta tokoh masyarakat yang berkaitan denga9n pelaksanaan program
penanggulangan TB di puskesmas dengan menggunakan pedoman wawancara dan
dibantu alat perekam. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui observasi
dan telaah dokumen program penanggulangan TB.

Anda mungkin juga menyukai