Anda di halaman 1dari 15

BAB III

SITUASI DERAJAT KESEHATAN

3.1. Kasus Kematian


3.1.1. Kasus Kematian Bayi

Dari data tahun 2000-2005 kasus kematian bayi yang dilaporkan dari
sarana pelayanan kesehatan menunjukkan trend yang menurun, data kasus
kematian bayi mulai tahun 2006-2012 berfluktuasi, dengan data kasus kematian
bayi paling tinggi terjadi pada tahun 2007 sebanyak 164 kasus. adalah 32 /1.000
kelahiran hidup, namun yang perlu menjadi perhatian adalah terjadi peningkatan
kasus kematian bayi di Kabupaten Ketapang tahun 2012 dari sedikitnya 10-11
bayi yang meninggal di setiap 1.000 kelahiran hidup, menurun pada tahun 2013
menjadi 8-9 bayi meninggal di tiap 1.000 kelahiran hidup yang salah satunya
disebabkan semakin terpenuhinya ketenagaan bidan di desa dan meningkatnya
cakupan pertolongan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan (tahun 2013 :
95,45%). Untuk lebih lengkapnya jumlah kasus kematian bayi pertahun dapat
dilihat pada grafik berikut mulai tahun 2009 sampai dengan 2013.

Grafik 3.1
JUMLAH KASUS KEMATIAN BAYI DI KABUPATEN KETAPANG
TAHUN 2009 – 2013
Sumber : Seksi KIA dan KB

Distribusi kasus kematian bayi per puskesmas tahun 2013 dapat dilihat pada
tabel 7 lampiran profil kesehatan ini. Data kasus kematian bayi ini belum dapat
digunakan sebagai indikator adanya perbaikan atau penurunan status kesehatan
masyarakat karena belum menggambarkan keadaan yang sebenarnya di
Kabupaten Ketapang, karena data kasus kematian bayi tersebut di atas sifatnya
adalah data yang terlaporkan dari fasilitas pelayanan kesehatan (facility based)

Profil Kesehatan Kabupaten Ketapang Tahun 2013 14


yaitu dari puskesmas dan jaringannya serta rumah sakit. Untuk mengetahui
informasi angka kematian bayi Imfant Mortality Rate (IMR) sebagai salah satu
indikator status kesehatan masyarakat semestinya dengan melakukan survey
dengan metode yang memenuhi kaidah ilmiah, namun berdasarkan data tersebut
di atas menunjukkan bahwa upaya peningkatan cakupan dan deteksi secara dini
serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan mengoptimalkan pelayanan
medis kepada ibu dan bayi neonatal masih memerlukan perhatian yang sangat
serius dan harus tetap menjadi prioritas bidang kesehatan dalam rangka
akselerasi penurunan AKI dan AKB.

3.1.2. Kasus Kematian Ibu


Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat
derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu
target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke
5 meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun
2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil survei
yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunanan dari waktu kewaktu, namun
demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih
membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus, salah satunya
dengan upaya pemerintah pusat walaupun terkendala dengan infrastruktur yang
belum baik, pemerintah terus memberikan program yang sangat membantu
masyarakat dalam persalinan yakni Jaminan Persalinan (Jampersal/Jamkesmas).
Jampersal berlaku bagi setiap satu persalinan dan program ini juga meliputi
pelayanan pemeriksaan kehamilan hingga pelayanan sesudah melahirkan,
dengan harapan program ini bisa menekan angka kematian ibu melahirkan.
Kasus kematian ibu maternal di Kabupaten Ketapang mulai tahun 2004
sampai dengan tahun 2007 menunjukkan peningkatan, tetapi pada tahun 2008
turun dan yang terlaporkan hanya ada 7 kasus. Pada tahun 2006 dilaporkan
sebanyak 14 kasus, tahun 2007 naik menjadi 16 kasus dan tahun 2008 sebanyak
7 kasus. Kasus kematian ibu turun dari 20 kasus tahun 2012 menjadi 8 kasus
tahun 2013. Bila di konversikan dari kasus menjadi angka kematian ibu maka
angka kematian ibu di Kabupaten Ketapang tahun 2013 sebesar 80.92 per
100.000 kelahiran hidup.

Profil Kesehatan Kabupaten Ketapang Tahun 2013 15


Beberapa faktor yang menyebabkan cakupan kesehatan di Kalimantan
Barat masih rendah antara lain infrastruktur, sarana dan prasarana serta sumber
daya manusia yang sangat minim. Selain itu juga anggaran untuk bidang
kesehatan masih rendah, karena berdasarkan Undang-Undang Kesehatan
Nomor 36 Tahun 2010 mengamanatkan bahwa APBD kabupaten/kota untuk
bidang kesehatan minimal 10 %.
Pada grafik berikut ini disajikan jumlah kasus kematian ibu maternal di Kabupaten
Ketapang sejak tahun 2009-2013.

Grafik 3.2
JUMLAH KASUS KEMATIAN IBU MELAHIRKAN DI KABUPATEN KETAPANG
TAHUN 2009 – 2013

Sumber : Seksi KIA dan KB

3.2. Angka Kesakitan


3.2.1. Penyakit Acute Flaccid Paralysis (AFP)

Surveilans AFP adalah kegiatan pengamatan terhadap semua kasus


lumpuh layu akut (AFP) pada anak usia <15 tahun yang merupakan kelompok
rentan terhadap penyakit polio. Dari hasil surveilans AFP tahun 2013 ditemukan 3
suspect kasus penyakit AFP (non polio) pada kelompok umur <15 tahun selama
tahun 2013 di wilayah kerja Puskesmas Kuala Satong dan Puskesmas
Kedondong. Hal ini menunjukan bahwa kegiatan surveilans dan imunisasi polio
masih harus tetap dilakukan hingga nantinya dipastikan bahwa kasus AFP tidak
ditemukan lagi dan sebagai bukti bahwa Kabupaten Ketapang terbebas dari
penyakit polio.

3.2.2. Penyakit Tuberkulosis

Profil Kesehatan Kabupaten Ketapang Tahun 2013 16


Penyakit Tuberculosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan di
Indonesia. Data terakhir menunjukkan bahwa Indonesia termasuk nomor urut ke
– 3 di dunia yang terbanyak jumlah kasus kematiannya akibat penyakit TB. Di
Kabupaten Ketapang, prevalensi penyakit ini hingga akhir tahun 2005
diperkirakan masih 1,5%, sedangkan prevalensi nasional 2,1/1000. Lingkup
penyebab masalah penyakit ini sangat multi survei seperti masih rendahnya
tingkat ekonomi masyarakat dan kurangnya pemahaman tentang penyakit TB
paru.
Untuk menjamin setiap penderita TBC mempunyai akses terhadap diagnosis
yang bermutu tinggi, pengobatan dan kesembuhan untuk menurunkan tingkat
kesakitan dan kematian TBC, serta untuk menurunkan angka penularan, telah
ditetapkan empat strategi utama program penanggulangan Tuberkulosis yaitu :
menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat,
meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas, meningkatkan mutu survei pencatatan dan pelaporan yang
akurat dan adanya komitmen petugas.
Upaya yang telah dilakukan selama ini adalah memperluas dan meningkatkan
pelayanan Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) yang bermutu serta
melibatkan seluruh penyedia pelayanan mulai dari Poskesdes, Pustu, Puskesmas
dan Rumah Sakit, namun demikian angka penemuan kasus (Case Detection
Rate) di beberapa puskesmas masih sangat kecil.
Upaya pengobatan yang dilakukan dengan strategi Directly Observed
Treatment Shortcourse (DOTS), pada setiap periode waktu di ukur pencapaian
indikatornya dengan melihat angka kesembuhan dan keberhasilan
pengobatannya. Pada tabel 11-12 lampiran profil kesehatan ini disajikan angka
penemuan kasus TB Paru dan angka kesembuhan penyakit TB Paru BTA Positif
di Kabupaten Ketapang periode waktu Januari sampai dengan Desember 2013.
Permasalahan yang dihadapi hingga saat ini dalam program
penanggulangan penyakit TB Paru adalah masih rendahnya penemuan kasus
dipuskesmas dan angka penemuan kasus yang tidak merata. Angka
kesembuhan TB paru tahun 2013 sebesar 91,23%, tetapi angka penemuan kasus
(CDR) hanya 50,68% ini artinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Ketapang mulai
berhasil dalam pengobatan tetapi kurang berhasil dalam pencegahan dan

Profil Kesehatan Kabupaten Ketapang Tahun 2013 17


penemuan kasus secara dini (promosi dan preventif). Hal ini disebabkan antara
lain: Multi Drug Resistent (MDR) yaitu akibat pasien tidak berobat teratur dan
angka drop out (DO) tinggi, promosi aktif di puskesmas kurang maksimal,
sehingga tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit TBC yang masih
kurang akan berdampak pada peran serta dalam penemuan kasus TB Paru,
terbatasnya dana dan tenaga analis kesehatan, serta kurang aktifnya tenaga
surveilans penyakit menular untuk menemukan kasus-kasus TB paru di
puskesmas.
Pada tahun-tahun mendatang diharapkan ada peningkatkan penemuan
kasus, penguatan tenaga surveilans dan agar program pencegahan dan
pemberantasan penyakit berjalan efektif dan efisien maka diperlukan
perencanaan spesifik dengan dukungan data yang bersifat evidence base serta
didukung oleh biaya operasional yang memadai dengan kesinambungan
(sustainability) penanggulangan TB memerlukan komitmen semua elemen
masyarakat yang ada termasuk dukungan dan kerjasama dari lintas program
terkait dan lintas sektor, karena penemuan dan penyembuhan pasien TBC,
secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian TBC,
penularan TBC di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan
penularan TBC yang paling efektif di masyarakat.

3.2.3. Penyakit Pneumonia pada Balita


Kasus penemuan Pneumonia pada Balita menurut Puskesmas rata-rata
masih rendah. Tahun 2013 terjadi penurunan kasus jika dibandingkan dengan
tahun 2012 yaitu sebesar 2,3% dari perkiraan kasus yang ada. Angka kesakitan
yang diperkirakan untuk kasus pneumonia sebesar 10% dari jumlah balita yang
ada, rata-rata pencapaiannya masih di bawah target. Oleh sebab itu masih
diperlukan kegiatan-kegiatan pelatihan dalam rangka meningkatkan kemampuan
teknis petugas untuk dapat mendeteksi dan melakukan penatalaksanaan yang
baik dan benar terhadap penderita penyakit pneumonia sebagai salah satu upaya
untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian anak balita di Kabupaten
Ketapang, terutama pada tenaga-tenaga kesehatan Puskesmas yang cakupan
penemuannya masih sangat rendah sebagaimana ditampilkan pada tabel 13
lampiran profil kesehatan ini.

Profil Kesehatan Kabupaten Ketapang Tahun 2013 18


3.2.4. Penyakit HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual Lainnya
Kabupaten Ketapang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi
Kalimantan Barat yang rawan terhadap penyebaran penyakit HIV/AIDS.
Beberapa puskemas yang rawan terhadap penyebaran penyakit HIV/AIDS yaitu
di wilayah kerja Puskesmas Air Upas, Singkup dan Kendawangan serta di
Kecamatan Delta Pawan dan Benua Kayong. Dengan mobilitas penduduk yang
semakin tinggi dan sarana transportasi yang semakin mudah, menyebabkan
Kabupaten Ketapang merupakan daerah dengan resiko tinggi untuk penyebaran
penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS.
Sejak tahun 2001 sudah terdeteksi bahwa Kabupaten Ketapang mulai
rawan terhadap penyakit HIV/AIDS, kemudian pada tahun 2003 ditemukan 2
kasus HIV. Sampai awal tahun 2005 kasus HIV/AIDS yang dilaporkan belum
ada, namun mulai tahun 2006 sampai tahun 2007 sudah tercatat 23 kasus
HIV/AIDS. Sedangkan tahun 2008 ditemukan sebanyak 19 kasus.
Peningkatan penemuan kasus dalam beberapa tahun terakhir tersebut
seiring dengan ditingkatkannya kegiatan surveilans dengan ikut sertanya
Kabupaten Ketapang sebagai salah satu kabupaten yang melaksanakan program
VCT (Voluntary Consultanting and Testing) di Provinsi Kalimantan Barat yaitu
VCT “Bougenville” di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Agoesdjam Ketapang
dengan pelayanan secara gratis. Setelah ada program ini penemuan kasus
semakin meningkat dan hingga akhir tahun 2009 telah tercatat sebanyak 23
kasus baru HIV, tahun 2010 sebanyak 13 kasus HIV, tahun 2011 sebanyak 21
kasus, tahun 2012 sebanyak 8 kasus dan tahun 2013 sebanyak 3 kasus. Dari
total 142 kasus yang ditemukan sejak tahun 2006-2013, dinyatakan positif AIDS
sebanyak 98 kasus, dilaporkan meninggal dunia sebanyak 44 kasus dan dari
sampel donor darah yang diperiksa sebanyak 1,2% positif HIV. Untuk lebih
jelasnya distribusi kasus penyakit HIV/AIDS mulai tahun 2006-2013 di Kabupaten
Ketapang ditampilkan pada tabel berikut ini.

Tabel 3.1
GAMBARAN KASUS PENYAKIT HIV/ AIDS
DI KABUPATEN KETAPANG TAHUN 2009-2013

Profil Kesehatan Kabupaten Ketapang Tahun 2013 19


No Tahun HIV AIDS MENINGGAL
1 2 3 4 5
1 2009 9 17 0
2 2010 13 16 0
3 2011 21 8 0
4 2012 8 15 3
5 2013 3 16 4
Sumber : Seksi Pemberantasan Penyakit

Upaya-upaya yang telah dilaksanakan untuk pemberantasan penyakit menular


seksual hingga saat ini adalah penyuluhan dan konseling kepada remaja dan
penambahan sarana klinik untuk penjaringan dan surveilans penyakit Infeksi
Menular Seksual (IMS) seperti di Puskesmas Sukabangun.
Untuk lebih detailnya pada tabel 14 lampiran profil kesehatan ini disajikan data
kasus penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) yang ditemukan dan dilaporkan
menurut kecamatan dan puskesmas pada tahun 2013 di Kabupaten Ketapang.

3.2.5. Penyakit Diare


Kasus penyakit diare setiap tahun di Kabupaten Ketapang masih harus
tetap diwaspadai. Rendahnya cakupan air bersih baik di wilayah perkotaan dan
pedesaan serta rendahnya hygiene sanitasi sebagian besar masyarakat seperti
menjadikan daerah aliran sungai sebagai sumber air minum dan sekaligus
sebagai sarana MCK pada beberapa wilayah kecamatan, merupakan faktor
penyebab timbulnya kasus penyakit diare. Oleh sebab itu upaya
penyediaan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan baik di wilayah kota
Ketapang maupun di beberapa kecamatan masih menjadi hal yang sangat
prioritas dan kegiatan melalui upaya pencegahan lainnya juga harus tetap
dilaksanakan, terutama pada saat menjelang musim kemarau.
Penguatan kegiatan surveilans penyakit menular dan sistim kewaspadaan
dini kasus diare harus terus ditingkatkan, terutama kasus-kasus diare disekitar
aliran sungai agar dapat mencegah penularan penyakit diare seminimal mungkin.
Pada tabel 16 profil kesehatan tahun 2013 diketahui bahwa prosentase kasus
peyakit diare yang ditangani sebanyak 106,3% dengan jumlah kasus tertinggi
terdapat pada puskesmas Kendawangan dan Sandai.

Profil Kesehatan Kabupaten Ketapang Tahun 2013 20


3.2.6. Penyakit Kusta
Hingga tahun 2013 di Kabupaten Ketapang masih ditemukan penderita
kusta baru. Kantong-kantong daerah penyakit kusta mulai tahun 2009 sampai
2013 masih tetap sama yaitu wilayah Kecamatan Kendawangan dan Sei Melayu
Rayak
Pada tahun 2013 kasus baru berjumlah 3 kasus pada kelompok umur >15
tahun, jika diurutkan berdasarkan type terdapat 2 kasus dengan type Pausi
Basiler (PB)/kusta kering dan 13 kasus type Multi Basiler (MB)/kusta basah.
Dengan demikian angka penemuan kasus baru (New Case Detection Rate) per
100.000 penduduk selama tahun 2013 tercatat 2,53% untuk kelompok laki-laki
dan 0,45% untuk kelompok perempuan dan secara total NCDR-nya adalah
sebesar 1,75%. Untuk lebih lengkapnya mengenai gambaran kasus penyakit ini
dapat dilihat pada tabel 17-20 lampiran profil kesehatan ini.

3.2.7. Penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I)


Yang masuk dalam penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
(PD3I) yaitu Polio, Tetanus neonatorum, Campak, Difteri dan Hepatitis B. Dalam
upaya untuk meembebaskan penyakit diatas, Indonesia khususnya Kabupaten
Ketapang perlu komitmen global untuk menekan turunnya angka kesakitan dan
kematian penyakit tersebut yang lebih dikenal dengan eradikasi Polio (Erapo),
reduksi Campak (Redcam) dan eliminasi Tetanus neonatorum (ETN). Pada tahun
2013 tidak ada laporan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
(PD3I).

3.2.8. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)


Dampak melonjaknya kasus DBD dan dinyatakan berstatus KLB tahun
2012 masih dirasakan pada tahun 2013 dengan masih banyaknya kasus DBD di
Kabupaten Ketapang. Jumlah kasus DBD tahun 2013 berjumlah 207 kasus, 1
orang meninggal (CFR=0,48%) dengan Incidence Rate (IR) sebesar 45,33 per
100.000 penduduk, ini berarti bahwa dalam 100.000 penduduk ada 45-46 orang
yang terkena kasus DBD pada tahun 2013, dengan kelompok kasus pada
perempuan cenderung lebih besar dibanding laki-laki.

Profil Kesehatan Kabupaten Ketapang Tahun 2013 21


Hampir setiap tahun kasus penyakit DBD selalu muncul, dengan siklus
lonjakan kasus setiap periode 4-5 tahunan, namun mulai tahun 2011 siklus
kenaikan kasus DBD berubah dimana kenaikan kasus terjadi mulai tahun ke 3
seiring dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Memperhatikan siklus
kenaikan kasus DBD yang semakin pendek, dikhawatirkan kedepannya DBD
akan menjadi endemis diKabupaten Ketapang. Kasus DBD yang dilaporkan pada
tahun 2000-2013 yang tampak berfluktuasi, terlihat bahwa peningkatan kasus
DBD terjadi pada tahun 2005 dengan jumlah kasus 80 dan meninggal pada saat
itu 3 orang (CFR=3,7 %), tahun 2009 sebanyak 114 kasus dan meninggal 2
orang (CFR=1,8 %), kemudian pada tahun 2012 secara signifikan naik menjadi
470 kasus meninggal 11 orang (CFR=2,3%). Untuk lebih jelasnya pada tabel
dibawah ini digambarkan distribusi jumlah kasus dan case fatality rate (CFR)
penyakit DBD selama tahun 2009-2013.

Tabel 3.2

DISTRIBUSI JUMLAH KASUS DAN CASE FATALITY RATE (CFR)


PENYAKIT DBD
DI KABUPATEN KETAPANG TAHUN 2000 - 2013

No Tahun Jumlah Kasus Meninggal CFR (%)


1 2 3 4 5
1 2009 114 2 1,8
2 2010 23 0 0.0
3 2011 20 0 0.0
4 2012 470 11 2.3
5 2013 207 1 0,48
Sumber : Seksi Pemberantasan Penyakit

Pada tabel 23 profil kesehatan tahun 2013 dapat dilihat penyebaran kasus
DBD yang terjadi di 18 kecamatan dengan penyebaran kasus DBD
perpuskesmas dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Grafik 3.3

DISTRIBUSI KASUS PENYAKIT DBD MENURUT PUSKESMAS


DI KABUPATEN KETAPANG TAHUN 2013

Profil Kesehatan Kabupaten Ketapang Tahun 2013 22


Sumber : Seksi Seksi Pemberantasan Penyakit

3.2.9. Penyakit Malaria


Kondisi geografis ini menjadi salah satu faktor pemungkin berkembangnya
penyakit malaria. Annual malaria incidence (AMI) dari tahun 2000 sampai dengan
tahun 2009 berdasarkan data dari Sarana Pelayanan Kesehatan (fasility based)
masih tinggi, terlihat pada grafik 3.4 berikut ini :

Grafik 3.4

ANNUAL MALARIA INCIDENCE (AMI) DI KABUPATEN KETAPANG


TAHUN 2000 – 2009

Sumber : Seksi Pemberantasan Penyakit

Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa annual malaria incidence (AMI) jumlah
kasus malaria dari tahun 2004 hingga 2007 semakin meningkat (AMI dari 25,2
per 1000 penduduk menjadi 35,5 per 1000 penduduk). Tetapi pada tahun 2008
menurun menjadi 27,3 per 1000 penduduk kemudian meningkat lagi pada tahun

Profil Kesehatan Kabupaten Ketapang Tahun 2013 23


2009 menjadi 62,6 per 1000 penduduk, maka sampai tahun 2009 Kabupaten
Ketapang masih tergolong pada kategori High Incidence Area
Dari grafik 3.5 dibawah ini dapat dilihat bahwa sejak masuknya beberapa
kegiatan yang dibiayai dari sumber dana global fund mulai tahun 2010 yang salah
satu kegiatannya adalah pelatihan petugas mikroskopis puskesmas, maka
pengobatan malaria harus konfirmasi laboratorium sehingga untuk angka
penemuan dan pengobatan penderita tidak lagi menggunakan AMI melainkan
API (Annual Paracite Incidence).

Grafik 3.5

ANNUAL PARASITE INCIDENCE (API) DI KABUPATEN KETAPANG


TAHUN 2010 – 2013

Sumber : Seksi Pemberantasan Penyakit

Dengan penemuan dan pengobatan penderita malaria menggunakan API dalam


tiga tahun berturut-turut (2010-2012), maka angka kesakitan malaria menunjukan
penurunan yaitu pada tahun 2010 sebesar 38,1 turun pada tahun 2011 sebesar
2,2 dan turun lagi menjadi 0,92 tahun 2012, maka dengan angka API sebesar <1

Profil Kesehatan Kabupaten Ketapang Tahun 2013 24


per seribu penduduk pada tahun 2012 Kabupaten Ketapang sudah tergolong
pada katagori hijau atau Low Incidence Area. Namun pada tahun 2013 angka
kesakitan malaria kembali meningkat menjadi 1,85/1000 penduduk, seiring
dengan tingginya eror rate karena kekosongan tenaga analis kesehatan yang
melanjutkan pendidikan.

Dengan berakhirnya kegiatan global fund program malaria melalui


pembagian kelambu berinsektisida tahun 2012, diharapkan upaya kegiatan
pemeriksaan dan pengobatan malaria akan terus berjalan, sehingga diharapkan
angka kesakitan dan kematian malaria akan kembali turun.

3.2.10. Penyakit Filariasis

Hingga tahun 2013 penyakit Filariasis masih merupakan masalah


kesehatan yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan. Program dan kegiatan dalam
rangka pencegahan dan pemberantasan penyakit ini masih tetap diperlukan.
Wilayah kerja puskesmas yang melaporkan kejadian kasus penyakit
adalah puskesmas Manis Mata, Marau, Tuan-Tuan, Kuala Satong, Kedondong,
Mulia Baru, Sukabangun, Sei Awan Kiri dan Tanjung Pura, dengan kasus baru
terdapat pada puskesmas Kedondong dan Sukabangun. Namun yang penting
selain pengobatan klinis filariasis ialah edukasi dan promosi pada masyarakat
sekitar untuk memberantas nyamuk dengan gerakan 3M, sama seperti
pemberantasan demam berdarah. Ukuran prevalensi suatu penyakit dapat
digunakan untuk : Menggambarkan tingkat keberhasilan program pemberantasan
penyakit, untuk penyusunan perencanaan pelayanan kesehatan. Misalnya,
penyediaan obat-obatan, tenaga kesehatan, dan ruangan dan untuk menyatakan
banyaknya kasus yang dapat di diagnosa.
Pada tahun 2013 pengobatan massal masih dilaksanakan di 5 kecamatan
yang mencakup 33 desa dengan hasil 68, 24% seperti digambarkan dalam tabel
berikut ini:

Tabel 3.3

Profil Kesehatan Kabupaten Ketapang Tahun 2013 25


PENGOBATAN FILARIASIS DI KABUPATEN KETAPANG
TAHUN 2013

Pddk
hasil Pengobatan
No. Kecamatan Puskesmas Desa Jlh Pddk yang
diobati % tahun ke
Benoa
1 Tuan-Tuan Kauman 3.993 2.114 52,94 4
Kayong
Tuan-Tuan 4.195 3.356 80,00 4
Mulia Kerta 4.227 3.114 73,67 4
Banjar 890 816 91,69 4
Mekar Sari 2.924 1.868 63,89 4
Desa Baru 2.730 2.315 84,80 4
Negeri Baru 2.240 1.630 72,77 4
Suka Baru 1.806 1.332 73,75 4
Sei. Kinjil 3.811 2.409 63,21 4
Padang 3.026 2.413 79,74 4
2 Muara Pawan Sei. Awan Tempurukan 1.980 1.817 91,77 4
Sei. Awan
3.471 3.377 97,29 4
Kanan
Sei. Awan Kiri 3.240 3.191 98,49 4
Sukamaju 1.629 1.571 96,44 4
Tanjung Pura Tanjung Pura 854 782 91,57 4
Tanjung Pasar 1.111 1.031 92,80 4
Ulak Medang 586 493 84,13 4
Mayak 1.052 973 92,49 4
Matan Hilir
3 Kuala Satong Kuala Satong 2.371 1.300 54,83 4
Utara
Kuala Tolak 4.236 2.150 50,76 4
Laman Satong 2.657 1.520 57,21 4
Tj. Baik Budi 3.854 2.080 53,97 4
Sei. Puteri 2.725 1.400 51,38 4
4 Marau Marau Karya Baru 1.133 714 63,02 4
Randai 1.356 876 64,60 4
Belaban 2.097 1.248 59,51 4
Pelanjau Jaya 794 397 50,00 4
Batu Payung 1.519 1.258 82,82 4
5 Manis Mata Manis Mata Manis Mata 6.357 2.969 46,70 4
Asam Besar 662 236 35,65 4
Sei. Buluh 714 312 43,70 4
Seguling 498 158 31,73 4
Batu Sedau 833 353 42,38 4
Kabupaten Ketapang 75.571 51.573 68,24
Sumber : Seksi Pemberantasan Penyakit
Berdasarkan data kasus penyakit filariasis yang dilaporkan dari
puskesmas tahun 2013 pada tabel 25 lampiran profil kesehatan ini adalah

Profil Kesehatan Kabupaten Ketapang Tahun 2013 26


sebanyak 15 kasus, maka prevalensi penyakit Filariasis ini pada tahun 2013
adalah sebesar 3,28 per 100.000 penduduk.

Grafik 3.6
DISTRIBUSI KASUS PENYAKIT FILARIASIS MENURUT PUSKESMAS
DI KABUPATEN KETAPANG TAHUN 2013

Sumber : Seksi Pemberantasan Penyakit

3.3. Status Gizi


Gambaran status gizi masyarakat khususnya balita dari tahun ke tahun di
Kabupaten Ketapang secara rutin diukur melalui kegiatan pemantauan status gizi
(PSG) yang dilaksanakan melalui pengukuran berat badan pada balita di
posyandu-posyandu yang tersebar di wilayah kerja puskesmas. Pelaksanaan
PSG tidak bisa mencapai 80 % dari sasaran yang ada, dikarenakan sebagian
besar anak balita yang sudah mendapat imunisasi lengkap tidak menjadi peserta
aktif posyandu, bahkan tidak pernah datang lagi. Hal ini menyebabkan banyak
anak diatas 1 (satu) tahun yang tidak bisa dipantau pertumbuhan dan
perkembangannya. Hasil pemantauan status gizi sejak tahun 2009 hingga 2013
menunjukkan bahwa proporsi status gizi buruk pada balita seperti ditampilkan
pada grafik berikut ini:

Grafik 3.7

Profil Kesehatan Kabupaten Ketapang Tahun 2013 27


GAMBARAN STATUS GIZI BURUK PADA BALITA BERDASARKAN
HASIL PEMANTAUAN STATUS GIZI DI KABUPATEN KETAPANG
TAHUN 2009 – 2013

Sumber : Laporan Pemantauan Status Gizi Seksi Gizi

Meningkatnya angka gizi buruk disebabkan meningkatnya kesadaran


masyarakat, mereka mulai aktif melaporkan kondisi balitanya, sehingga cepat
mendapat perawatan dan yang terpenting dari jumlah yang terdeteksi menderita
gizi buruk akan di tangani semaksimal mungkin. Prevalensi gizi buruk pada tahun
2013 sebesar 1,54% dengan jumlah kasus sebanyak 44 orang yang mendapat
perawatan sebesar 97,7%. Seperti yang terlihat pada grafik 3.7 Dengan
berakhirnya kegiatan Perbaikan Gizi Masyarakat melalui Pemberdayaan
Masyarakat (NICE PROJECT) tahun 2012, diharapkan upaya pemantauan dan
perbaikan status gizi akan terus berjalan, sehingga diharapkan tidak akan ada
generasi yang tidak produktif pada masa mendatang.

Profil Kesehatan Kabupaten Ketapang Tahun 2013 28

Anda mungkin juga menyukai