Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“PROGRAM KESEHATAN PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN ANAK


DI KABUPATEN ROKAN HILIR”

DISUSUN OLEH :
Ners Dahniar, S.Kep, M.Kes
Pembina Utama Muda / IV.c
NIP. 19600911 198207 2 001

DISUSUN UNTUK MENGIKUTI ASSESMENT EVALUASI JPT PRATAMA


DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan
kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Program Kesehatan Penurunan Angka
Kematian Ibu Dan Anak Di Kabupaten Rokan Hilir” .
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini. Maka
dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan dari pembaca sekalian. Penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Bagansiapiapi, 17 Juli 2019

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka


mewujudkan visi misi Presiden Republik Indonesia dan implementasi Nawa Cita 5 Yaitu
meningkatkan kualitas hidup masayarakat Indonesia. Kesehatan ibu, bayi dan balita
merupakan investasi bangsa. Kematian bayi dan stunting menjadi focus dari Sustainable
Development Goals (SDGs) 2030 dan menjadi sasaran pokok dalam RPJMN 2020-2024.
Angka Kematian ibu, kematian bayi dan prevalensi stunting di Indonesia terus menurun setiap
tahun nya namun masih jauh dari Target RPJMN 2020-2024.
Ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan, Karen ibu dan anak merupakan kelompok yang rentan. Hal
ini terkait dengan fase kehamilan, persalinan dan nifas pada ibu dan fase tumbuh kembang
pada anak. Hal ini yang menjadi alasan pentingnya upaya kesehatan ibu dan anak menjadi
salah satu prioritas pembangunan kesehatan di Indonesia.
Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di dunia masih terbilang
tinggi, menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, ada sekitar 800 ibu
di dunia meninggal setiap harinya akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Penyebab
utama dari kematian ibu antara lain sumber daya yang rendah, perdarahan, hipertensi, infeksi,
dan penyakit penyerta lainnya yang diderita ibu sebelum masa kehamilan. Wanita yang tinggal
di negara berkembang memiliki resiko kematian 23 kali lebih besar dibandingkan dengan
wanita yang tinggal di negara maju sehubungan dengan faktor yang berhubungan dengan
kehamilan dan persalinan (WHO, 2013).
Berdasarkan data Survei Penduduk Antar Sensus ( SUPAS 2015), angka kematian ibu
adalah 305 per 100.000 kelahiran hidup dan angka tersebut masih jauh dari target RPJMN
2024, yaitu 183 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan data Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2017, angka kematian bayi di Indonesia masih 24 per
1000 kelahiran hidup, sedangkan target RPJMN Tahun 2024 adalah 16 per 1000 kelahiran
hidup. Data Riskesdas Tahun 2018 menunjukkan adanya penurunan proporsi stunting pada
balita dari 37.2 % (tahun 2013) menjadi 30.8 % (tahun 2018). Sedangkan target RPJMN
Tahun 2024 adalah 19%. Dari ketiga capaian tersebut, masih perlu upaya percepatan dalam
rangka penurunan AKI, AKB, dan Stunting di akhir tahun RPJMN Periode 2020-2024.

Permasalahan Utama (Issue Strategic) masalah kesehatan di Kabupaten Rokan Hilir


berdasarkan skala prioritas adalah peningkatan kesehatan dan keselamatan ibu serta
peningkatan kesehatan anak. (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP
2018). Sehingga diperlukan langkah strategis dalam upaya menurunkan angka kematian ibu
dan anak dengan meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Kabupaten Rokan Hilir.
Hal ini sesuai dengan Misi RPJMD Provinsi Riau yaitu meningkatkan pelayanan kesehatan
yang kemudian selaras dengan Misi RPJMD Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2016-2021 yaitu
peningkatan dan pemerataan akses kesehatan bagi masyarakat. Sedangkan misi Bupati Rokan
Hilir yang ketiga yaitu mengembangkan sumber daya manusia berkualitas melalui
peningkatan derajat kesehatan dan derajat pendidikan individu dan masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dari permasalahan ini adalah “ Bagaimana Program Kesehatan Menurunkan
Angka Kematian Ibu dan Anak di Kabupaten Rokan Hilir”.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Keputusan Strategis (Kondisi Saat Ini)


Derajat kesehatan dipengaruhi empat faktor yaitu Lingkungan (fisik, biologi,
ekonomi, sosial budaya), Perilaku, Pelayanan Kesehatan dan Keturunan. Indikator derajat
kesehatan masyarakat secara kuantitatif dapat dilihat dari angka umur harapan hidup (Eo),
angka kematian bayi, status gizi dan angka kesakitan. Angka ini diperoleh dari survei-survei
terbatas sehingga angka tersebut tidak dapat digambarkan keadaan per tahunnya. Keadaan ini
dapat dilihat pada beberapa indikator berikut ini.

A. Mortalitas
Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian
kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Disamping itu kejadian kematian juga dapat
digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program
pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan
melakukan berbagai survei dan penelitian. Perkembangan tingkat kematian dan penyakit-
penyakit penyebab-penyebab utama kematian yang terjadi pada periode terakhir akan
diuraikan dibawah ini.

1. Angka Kematian Bayi (AKB)


Data kematian yang terdapat pada suatu komunitas dapat diperoleh melalui survey
karena sebagian besar kematian terjadi di rumah, sedangkan data kematian di fasilitas
kesehatan hanya memperlihatkan kasus rujukan. Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi
Riau cenderung menurun dari tahun 1997-2018, walaupun dibandingkan dengan angka
nasional masih lebih besar. Gambaran perkembagan terakhir mengenai estimasi AKB dari
hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) dapat dilihat pada gambar berikut:

Estimasi Angka Kematian Bayi (AKB) Per 1.000 Kelahiran Hidup


di Propinsi Riau Dibandingkan dengan AKB Nasional
Tahun 1997 s/d 2018
Sumber: SDKI 2018

Karena Angka Kematian Bayi merupakan indikator akhir yang perlu diketahui
perkembangan setiap tahunnya, untuk melihat pencapaian kinerja program Ibu dan Anak,
maka dibawah ini akan digambarkan data kematian bayi berdasarkan laporan rutin dari
fasilitas kesehatan

Angka Kematian Bayi (AKB) Kabupaten Rokan Hilir tahun 2012 s.d 2018
(Laporan Rutin dari Fasilitas Kesehatan)

Dari gambar menggambarkan bahwa berdasarkan laporan audit Maternal Perinatal


yang diterima dari Puskesmas, angka kematian bayi dari tahun 2012 s.d 2018 fluktuatif dari
5,69 per 1000 kelahiran hidup menurun ditahun 2013 (4,2 per 1000 kelahiran hidup) tetapi
tahun 2014mengalami kenaikan (4.7 per 1000 kelahiran hidup), menurun lagi tahun 2015 (2.9
per 1000 kelahiran hidup) dan meningkat lagi tahun 2016 (5,69 per 1000 kelahiran hidup) dan
turun lagi menjadi 4.5 per 1000 kelahiran hidup di tahun 2017 namun pada tahun 2018
mengalami kenaikan 4.7 per 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut jauh lebih kecil
dibandingkan dengan angka survey, namun angka ini belum bisa dikatakan Angka Kematian
Bayi Kabupaten Rokan Hilir karena angka ini dihitung berdasarkan jumlah kasus yang
dilaporkan di fasilitas kesehatan bukan berdasarkan hasil survey (masih ada kemungkinan
belum semua kematian terlapor/under reported).
Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat AKB tetapi tidak mudah untuk
menentukan faktor yang paling dominan dan faktor yang kurang dominan. Tersedianya
berbagai fasilitas atau faktor aksebilitas dan pelayanan kesehatan dari tenaga medis terampil
serta kesediaan masyarakat untuk merubah kehidupan tradisional ke norma kehidupan
modern dalam bidang kesehatan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk penurunan angka
kematian bayi dan balita adalah melalui penerapan Audit Maternal Perinatal (AMP) dan
Autopsi Verbal kematian balita.
Audit Maternal Perinatal(AMP) merupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab
kesakitan dan kematian ibu dan perinatal untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama
melalui pembahasan kasus.
Proporsi kasus perinatal yang terbesar tahun 2018 yang terbesar di Kabupaten Rokan
Hilir yaitu kematian akibat BBLR (37.74 %), Asfiksia (16.98 %) dan akibat sebab lain (45.28
%).
2. Angka Kematian Balita (AKABA)
Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang meninggal sebelum
mencapai usia 5 tahun yang dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran hidup. AKABA
menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor lain yang
berpengaruh terhadap kesehatan anak balita seperti gizi, sanitasi, penyakit infeksi dan
kecelakaan.

Angka Kematian Balita (AKABA) per 1000 Kelahiran Hidup Riau Dibandingkan
dengan AKABA Nasional Tahun 1997 s/d 2017
Sumber: SDKI 2017
Dari hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) angka kematian balita
Propinsi Riau tahun 2017 (32 per 1000 kelahiran hidup), terjadi penurunan dibandingkan hasil
SDKI 2012 (40 per 1000 kelahiran hidup). Jika dibandingkan dengan angka kematian balita
Indonesia (28 per 1000 kelahiran hidup) lebih kecil angka kematian balita Propinsi Riau.
Sedangkan hasil dari laporan rutin fasilitas kesehatan setiap tahun dari tahun 1997 s/d 2017
dapat digambarkan sebagai berikut

Angka Kematian Balita (AKABA) per 1000 Kelahiran Hidup


di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2012 s.d 2017
(Laporan Rutin dari Fasilitas Kesehatan)

Dari gambar diatas menggambarkan bahwa berdasarkan laporan rutin fasilitas


kesehatan angka kematian balita dari tahun 2012 s.d 2018 fluktuatif dari 5.9 per 1000
kelahiran hidup (tahun 2012), turun di tahun 2013 (4.2 per 1000 kelahiran hidup), meningkat
ditahun 2014 (4,7 per 1000 kelahiran hidup), turun lagi tahun 2015 (2.9 per 1000 kelahiran
hidup), dan menjadi peningkatansecara signifikan di tahun 2016 dan 2017 tidak terdapat
kematian namun pada tahun 2018 meningkat sebesar 4.7 per 1000 kelahiran hidup. Dan angka
tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan angka survey karena hanya balita yang
terlaporkan.
Pelayanan kesehatan anak hendaknya tidak terlepas dari konsep continium of care
(pelayanan kesehatan yang berkesinambungan) sehingga tidak mengakibatkan miss
opportunity (hilangnya kesempatan). Harus terdapat integrasi antara beberapa program terkait
seperti program ibu, imunisasi, gizi dan lain-lain. Jika semua dilakukan dengan bagus besar
peluang percepatan penurunan angka kematian bayi dan balita tercapai.

3. Angka Kematian Ibu Maternal (AKI)


Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan
derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu
penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk
kasus kecelakaan atau insentif) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari
setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.
AKI sampai saat ini baru diperoleh dari survei-survei terbatas. Angka yang di dapat dari
berbagai survei tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Angka Kematian Maternal (AKI) Per 100.000 Kelahiran Hidup Indonesia

Data AKI
SDKI 1994 390
SKRT 1995 373
SDKI 1997 334
SDKI 2002-2003 307
SDKI 2007 228
SDKI 2012 359
SDKI 2017

Bila dilihat dari tabel di atas, AKI mengalami penurunan dari tahun 1994-2007.
Keadaan ini mencerminkan status gizi ibu hamil, cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil/ibu
melahirkan oleh tenaga kesehatan serta kualitas pelayanan kesehatan serta sosial ekonomi ibu
maternal terjadi peningkatan. Meningkatnya derajat kesehatan ibu maternal berdampak positif
terhadap menurunnya angka kematian bayi.

Angka Kematian Ibu per 1000 Kelahiran Hidup


Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2012 s.d 2017
Berdasarkan dari gambar tersebut di atas angka kematian ibu di Kabupaten Rokan
Hilir dari tahun 2012 s.d 2018 fluktuatif, dari tahun 2012 sebesar 123 per 1000 kelahiran
hidup menurun menjadi 109 per 1000 kelahiran hidup di tahun 2013, turun signifikan di tahun
2014 menjadi 99per 1000 kelahiran hidup, tahun 2015 menurun menjadi 48 per 1000
kelahiran hidup, turun di tahun 2016 turun menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup kelahiran
hidup pada tahun 2017 dan turun menjadi 13 per 1000 kelahiran hidup kelahiran hidup pada
tahun 2018
Penyebab kematian ibu di Kabupaten Rokan Hilir tahun 2018 adalah hipertensi dalam
kehamilan (pre/eklampsi) sebanyak 61.40%, diikuti dengan perdarahan sebesar 15.38% dan
lain-lain 23.22%.

Penyebab Kematian Ibu Maternal di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2018


(Laporan Rutin dari Fasilitas Kesehatan)
2.2 Implementasi Operasional (Pengembangan)
Pembangunan keluarga dilakukan dalam upaya untuk mewujudkan keluarga
berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Selain lingkungan yang sehat, kondisi
kesehatan dari tiap anggota keluarga sendiri juga merupakan salah satu syarat dari keluarga
yang berkualitas. Hal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga
Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga.

Ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan, karena ibu dan anak merupakan kelompok yang rentan.
Hal ini terkait dengan fase kehamilan, persalinan dan nifas pada ibu dan fase tumbuh kembang
pada anak. Hal ini yang menjadi alasan pentingnya upaya kesehatan ibu dan anak menjadi
salah satu prioritas pembangunan kesehatan di Indonesia.

Keberhasilan pembangunan kesehatan di Kabupaten Rokan Hilir berdampak terhadap


peningkatan Umur Harapan Hidup (UHH) saat lahir. Meningkatnya UHH saat lahir
mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk lanjut usia secara signifikan di masa yang akan
datang. Makin bertambah usia, makin besar kemungkinan seseorang mengalami permasalahan
fisik, jiwa, spiritual, ekonomi dan sosial. Untuk itu dibutuhkan upaya pemeliharaan kesehatan
bagi lanjut usia yang ditujukan untuk menjaga agar para lanjut usia tetap sehat, mandiri, aktif
dan produktif secara sosial dan ekonomi.

Dukungan gizi terutama dalam masa tumbuh kembang berpengaruh besar dalam
perkembangan anggota keluarga dan masyarakat. Kekurangan gizi pada usia dini akan
berimplikasi pada perkembangan anak dan selanjutnya perkembangan potensi diri pada usia
produktif. Kurang gizi yang dialami saat awal kehidupan juga akan berdampak pada
peningkatan risiko gangguan metabolik yang berujung pada kejadian penyakit tidak menular
seperti diabetes, stroke, penyakit jantung, dan penyakit lainnya saat memasuki usia dewasa.

Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir melalui Bidang Kesehatan Masyarakat Seksi
Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat telah melakukan upaya penurunan angka kematian
ibu dan anak dengan memperhatikan beberapa aspek antara lain :

A. Kesehatan Ibu
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat keberhasilan
upaya kesehatan ibu. AKI adalah rasio kematian ibu selama masa kehamilan, persalinan dan
nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau pengelolaannya tetapi bukan
karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan atau terjatuh di setiap 100.000 kelahiran hidup.
Selain untuk menilai program kesehatan ibu, indikator ini juga mampu menilai derajat
kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan kesehatan, baik
dari sisi aksesibilitas maupun kualitas.

Target penurunan AKI ditentukan melalui tiga model Average Reduction Rate (ARR)
atau angka penurunan rata-rata kematian ibu seperti Gambar 5.2 berikut ini. Dari ketiga model
tersebut, Kementerian Kesehatan menggunakan model kedua dengan rata-rata penurunan
5,5% pertahun sebagai target kinerja. Berdasarkan model tersebut diperkirakan pada tahun
2030 AKI di Indonesia turun menjadi 131 per 100.000 kelahiran hidup.

Upaya percepatan penurunan AKI di Kabupaten Rokan Hilir dapat dilakukan dengan
menjamin agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas,
seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih
di fasilitas pelayanan kesehatan, perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan
khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, dan pelayanan keluarga berencana termasuk KB
pasca persalinan.

1. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil

Ibu hamil mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Pelayanan ini dilakukan selama rentang usia kehamilan ibu yang jenis pelayanannya
dikelompokkan sesuai usia kehamilan menjadi trimester pertama, trimester kedua, dan
trimester ketiga. Pelayanan kesehatan ibu hamil yang diberikan harus memenuhi jenis
pelayanan sebagai berikut.

1. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.


2. Pengukuran tekanan darah.
3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA).
4. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri).
5. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus sesuai status
imunisasi.

6. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan.


7. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
8. Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling, termasuk
KB pasca persalinan).
9. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah (Hb), pemeriksaan
protein urin dan pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya).
10. Tatalaksana kasus sesuai indikasi.
Pelayanan kesehatan ibu hamil harus memenuhi frekuensi minimal di tiap trimester,
yaitu minimal satu kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu), minimal satu
kali pada trimester kedua (usia kehamilan 12-24 minggu), dan minimal dua kali pada trimester
ketiga (usia kehamilan 24 minggu sampai menjelang persalinan). Standar waktu pelayanan
tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan terhadap ibu hamil dan janin berupa deteksi
dini faktor risiko, pencegahan, dan penanganan dini komplikasi kehamilan.

Penilaian terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dilakukan dengan
melihat cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh
pelayanan antenatal pertama kali oleh tenaga kesehatan, dibandingkan jumlah sasaran ibu
hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Sedangkan cakupan K4 adalah
jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling
sedikit empat kali sesuai jadwal yang dianjurkan di tiap trimester, dibandingkan jumlah
sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut
memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu
hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan.

2. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin

Selain pada masa kehamilan, upaya lain yang dilakukan untuk menurunkan kematian
ibu dan kematian bayi yaitu dengan mendorong agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih yaitu dokter spesialis kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter umum, dan
bidan, dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Keberhasilan program ini diukur melalui
indikator persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Dalam rangka menjamin ibu bersalin mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai


standar, sejak tahun 2015 setiap ibu bersalin diharapkan melakukan persalinan dengan
ditolong oleh tenaga kesehatan yang kompeten di fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh sebab
itu, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 menetapkan persalinan
ditolong tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF) sebagai salah satu indikator
upaya kesehatan keluarga, menggantikan indikator pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan (PN).

3. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas


Pelayanan kesehatan ibu nifas harus dilakukan minimal tiga kali sesuai jadwal yang
dianjurkan, yaitu pada enam jam sampai dengan tiga hari pasca persalinan, pada hari ke empat
sampai dengan hari ke-28 pasca persalinan, dan pada hari ke-29 sampai dengan hari ke-42
pasca persalinan. Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan terdiri dari:

a) pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu);


b) pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri);
c) pemeriksaan lokhia dan cairan per vaginam lain;
d) pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI eksklusif;
e) pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan ibu nifas dan bayi baru
lahir, termasuk keluarga berencana pasca persalinan;
f) pelayanan keluarga berencana pasca persalinan.

4. Puskesmas Melaksanakan Kelas Ibu Hamil dan Program Perencanaan Persalinan


dan Pencegahan Komplikasi (P4K)

Penurunan kematian ibu dan anak tidak dapat lepas dari peran pemberdayaan
masyarakat, yang salah satunya dilakukan melalui pelaksanaan kelas ibu hamil dan Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Kementerian Kesehatan
menetapkan indikator persentase puskesmas melaksanakan kelas ibu hamil dan persentase
Puskesmas melaksanakan orientasi Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) sebagai upaya menurunkan kematian ibu dan kematian anak.

Kelas ibu hamil merupakan sarana bagi ibu hamil dan keluarga untuk belajar bersama
tentang kesehatan ibu hamil yang dilaksanakan dalam bentuk tatap muka dalam kelompok.
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dan keluarga
mengenai kehamilan, persalinan, nifas, KB pasca persalinan, pencegahan komplikasi,
perawatan bayi baru lahir dan aktivitas fisik atau senam ibu hamil. Cakupan Puskesmas
Melaksanakan Kelas Ibu Hamil didapatkan dengan menghitung puskesmas yang telah
melaksanakan kelas ibu hamil dibandingkan dengan jumlah seluruh Puskesmas di wilayah
kabupaten/kota. Puskesmas dikatakan telah melaksanakan kelas ibu hamil apabila telah
melakukan kelas ibu hamil minimal sebanyak 4 kali.

Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) merupakan suatu


program yang dijalankan untuk mencapai target penurunan AKI. Program ini menitikberatkan
pemberdayaan masyarakat dalam monitoring terhadap ibu hamil, bersalin, dan nifas. Indikator
Puskesmas melaksanakan orientasi P4K menghitung persentase puskesmas yang
melaksanakan orientasi P4K. Adapun yang dimaksud orientasi tersebut adalah pertemuan
yang diselenggarakan oleh puskesmas dengan mengundang kader dan/atau bidan desa dari
seluruh desa yang ada di wilayahnya dalam rangka memberikan pembekalan untuk
meningkatkan peran aktif suami, keluarga, ibu hamil serta masyarakat dalam merencanakan
persalinan yang aman dan persiapan menghadapi komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas.

5. Pelayanan Kontrasepsi
Eratnya hubungan antara KB dan kematian ibu dapat dilihat hasil analisis terhadap
proporsi kematian ibu usia 15-49 tahun dan angka prevalensi KB di 172 negara di dunia.
Semakin tinggi angka prevalensi KB di suatu negara maka semakin rendah proporsi kematian
ibu di negara tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, terjadi juga hubungan yang erat antara KB
dengan angka fertilitas total (total fertility rate/TFR). TFR yaitu jumlah rata-rata anak yang
dilahirkan oleh seorang perempuan pada akhir masa reproduksinya. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa KB merupakan hal yang berpengaruh terhadap TFR. Semakin tinggi
angka prevalensi KB maka semakin rendah TFR suatu negara. Dengan demikian KB
merupakan hal utama dalam upaya menurunkan angka kematian ibu di dunia termasuk juga di
Indonesia. Menurut BKKBN, KB aktif di antara PUS tahun 2018 sebesar 63,27%, hampir
sama dengan tahun sebelumnya yang sebesar 63,22%. Sementara target RPJMN yang ingin
dicapai tahun 2019 sebesar 66%. Hasil SDKI tahun 2017 juga menunjukan angka yang sama
pada KB aktif yaitu sebesar 63,6%.

6. Kesehatan Anak
Sejak janin dalam kandungan sampai berusia 18 tahun upaya kesehatan anak telah
dilakukan. Upaya ini bertujuan untuk mempersiapkan generasi akan datang yang sehat,
cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian anak.

7. Pelayanan Kesehatan Neonatal

Pada masa neonatal (0-28 hari) terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan di
dalam rahim dan terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem. Bayi hingga usia
kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko gangguan kesehatan paling
tinggi dan berbagai masalah kesehatan bisa muncul. Sehingga tanpa penanganan yang tepat,
bisa berakibat fatal. Beberapa upaya kesehatan dilakukan untuk mengendalikan risiko pada
kelompok ini di antaranya dengan mengupayakan agar persalinan dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan di fasilitas kesehatan serta menjamin tersedianya pelayanan kesehatan sesuai
standar pada kunjungan bayi baru lahir. Kunjungan neonatal idealnya dilakukan 3 kali yaitu
pada umur 6-48 jam, umur 3-7 hari, dan umur 8-28 hari.
Indikator yang menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi
risiko kematian pada periode neonatal yaitu 6-48 jam setelah lahir adalah cakupan Kunjungan
Neonatal Pertama atau KN1. Pelayanan dalam kunjungan ini (Manajemen Terpadu Balita
Muda) antara lain meliputi termasuk konseling perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif,
pemberian vitamin K1 injeksi dan Hepatitis B0 injeksi (bila belum diberikan)

8. Imunisasi

Undang - Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa setiap anak berhak
memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan. Imunisasi dilakukan untuk mencegah
terjadinya penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pemerintah wajib memberikan
imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak. Penyelenggaraan imunisasi ini tertuang dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 yang diundangkan tanggal 11 April 2017.

Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam Penyakit yang Dapat Dicegah
dengan Imunisasi (PD3I) antara lain TBC, difteri, tetanus, hepatitis B, pertusis, campak,
rubella, polio, radang selaput otak, dan radang paru-paru. Anak yang telah diberi imunisasi
akan terlindungi dari berbagai penyakit berbahaya tersebut, yang dapat menimbulkan
kecacatan atau kematian. Imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan yang terbukti
paling cost-effective (murah), karena dapat mencegah dan mengurangi kejadian kesakitan,
kecacatan, dan kematian akibat PD3I yang diperkirakan 2 hingga 3 juta kematian tiap
tahunnya. Imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi program dan imunisasi pilihan.
Imunisasi program adalah imunisasi yang diwajibkan kepada seseorang sebagai bagian dari
masyarakat dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Sedangkan imunisasi pilihan adalah imunisasi
yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi
yang bersangkutan dari penyakit tertentu. Imunisasi program terdiri atas imunisasi rutin,
imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan
imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun,
sedangkan imunisasi lanjutan diberikan pada anak usia bawah dua tahun (baduta), anak usia
sekolah dasar dan wanita usia subur (WUS). Imunisasi tambahan merupakan jenis Imunisasi
tertentu yang diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit
sesuai dengan kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu. Imunisasi khusus
dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan masyarakat terhadap penyakit tertentu pada
situasi tertentu seperti persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan
menuju atau dari negara endemis penyakit tertentu, dan kondisi kejadian luar biasa/wabah
penyakit tertentu.
9. Penimbangan Balita

Deteksi dini kasus gizi kurang dan gizi buruk dapat dilakukan melalui penimbangan
balita. Dengan rutin menimbang balita, maka pertumbuhan balita dapat dipantau secara
intensif. Hal ini dimaksudkan apabila berat badan anak tidak naik atau jika ditemukan
penyakit, dapat segera dilakukan upaya pemulihan dan pencegahan, agar tidak menjadi gizi
kurang atau gizi buruk. Semakin cepat ditemukan, kasus gizi kurang atau gizi buruk akan
semakin cepat ditangani. Penanganan yang cepat dan tepat sesuai tata laksana kasus anak gizi
kurang atau gizi buruk akan mengurangi risiko kematian sehingga angka kematian akibat gizi
buruk dapat ditekan.

10. Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A Balita Usia 6–59 Bulan


Vitamin A merupakan zat gizi penting yang sangat diperlukan tubuh untuk
pertumbuhan dan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Kekurangan vitamin A dapat
menyebabkan kebutaan pada anak serta meningkatkan risiko kesakitan dan kematian. Asupan
vitamin A dari makanan sehari-hari masih cukup rendah sehingga diperlukan asupan gizi
tambahan berupa kapsul vitamin A. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun
2015 tentang Standar Kapsul Vitamin A bagi Bayi, anak Balita, dan Ibu Nifas, kapsul vitamin
A merupakan kapsul lunak dengan ujung (nipple) yang dapat digunting, tidak transparan
(opaque), dan mudah untuk dikonsumsi, termasuk dapat masuk ke dalam mulut balita. Kapsul
vitamin A diberikan kepada bayi, anak balita, dan ibu nifas. Kapsul vitamin A bagi bayi usia
6–11 bulan berwarna biru dan mengandung retinol (palmitat/asetat) 100.000 IU, sedangkan
kapsul vitamin A untuk anak balita usia 12-59 bulan dan ibu nifas berwarna merah dan
mengandung retinol (palmitat/asetat) 200.000 IU.

Sesuai dengan Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin A waktu pemberian kapsul


vitamin A pada bayi dan anak balita dilaksanakan serentak setiap bulan Februari dan Agustus.
Frekuensi pemberian vitamin A pada bayi 6-11 bulan adalah 1 kali sedangkan pada anak balita
12-59 bulan sebanyak 2 kali. Pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas dilakukan sebanyak 2
kali yaitu satu kapsul segera setelah saat persalinan dan satu kapsul lagi pada 24 jam setelah
pemberian kapsul pertama.

11. Pemberian Tablet Tambah Darah pada Ibu Hamil dan Remaja Putri

Anemia sering diderita pada wanita usia subur. Hal ini disebabkan karena terjadinya
siklus menstruasi pada wanita setiap bulannya. Kekurangan zat besi dapat menurunkan daya
tahan tubuh sehingga dapat menyebabkan produktivitas menurun. Asupan zat besi dapat
diperoleh melalui makanan bersumber protein hewani seperti hati, ikan, dan daging. Namun
tidak semua masyarakat dapat mengonsumsi makanan tersebut, sehingga diperlukan asupan
zat besi tambahan yang diperoleh dari tablet tambah darah (TTD). Pemberian TTD pada
remaja putri bertujuan untuk memenuhi kebutuhan zat besi bagi para remaja putri yang akan
menjadi ibu di masa yang akan datang. Dengan cukupnya asupan zat besi sejak dini,
diharapkan angka kejadian anemia ibu hamil, pendarahan saat persalinan, BBLR, dan balita
pendek dapat menurun.

12. Pemberian Makanan Tambahan pada Ibu Hamil KEK dan Balita Kurus
Masa kehamilan memerlukan perhatian khusus karena merupakan periode penting
pada 1.000 hari kehidupan. Ibu hamil termasuk salah satu kelompok yang rawan gizi. Asupan
gizi ibu hamil sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan janin. Status gizi yang baik pada ibu
hamil dapat mencegah terjadinya Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan stunting (pendek)
Asupan energi dan protein yang tidak mencukupi pada ibu hamil dapat menyebabkan Kurang
Energi Kronis (KEK). Berdasarkan PSG tahun 2016, 53,9% ibu hamil mengalami defisit
energi (<70% AKE) dan 13,1% mengalami defisit ringan (70-90% AKE). Untuk kecukupan
protein, 51,9% ibu hamil mengalami defisit protein (<80% AKP) dan 18,8% mengalami
defisit ringan (80-99% AKP). Salah satu identifikasi ibu hamil KEK adalah memiliki ukuran
Lingkar Lengan Atas (LILA) <23,5cm.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperbaiki gizi pada ibu hamil KEK adalah
dengan pemberian makanan tambahan. Bentuk makanan tambahan untuk ibu hamil KEK
menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2016 tentang Standar Produk
Suplementasi Gizi adalah biskuit yang mengandung protein, asam linoleat, karbohidrat, dan
diperkaya dengan 11 vitamin dan 7 mineral.

13. Pemberian tablet tambah darah dimulai dari remaja, ketika hamil minimal 90 tablet
selama periode kehamilan
14. Melakukan Sweeping ibu hamil berisiko tinggi
15. Melakukan kunjungan rumah ( home care) pada bumil, bufas dab bayi baru lahir
16. Dinas Kesehatan kabupaten Rokan Hilir melakukan Refreshing tentang tata
laksana ANC terpadu 10 T bagi Bidan Koordinator dan bidan desa di 20 UPTD.
Puskesmas Se- Kabupaten Rokan Hilir
17. Membenahi dan Merevieu catatan dan pelaporan kohort ibu , bayi dan balita bagi
Bidan Koordinator dan bidan desa di 20 UPTD. Puskesmas Se- Kabupaten Rokan
Hilir
18. Membuat surat erdaran dari Kepala Dinas Kesehatan mengenai persalinan di
fasilitas pelayanan kesehatan
19. Sosialisasi Jaminan Persalinan bagi masyarakat yang tidak memiliki jaminan
kesehatan
20. Kerjasama dengan Rumah Sakit Rujukan baik di Provinsi Riau maupaun di
Provinsi Sumatera Utara
21. Memberikan edukasi kepada bumil untuk melakukan kunjungan ke fasyankes
minimal 4 x selama periode kehamilan (1 x di Trimester pertama, 1 x Trimesrter
kedua dan 2x Trimester ketiga
22. Melaksanakan kelas ibu hami dan kelas balita di 20 UPTD. Puskesmas Se-
Kabupaten Rokan Hilir
23. Melakukan edukasi bagi dukun bayi mengenai tatalaksana pertolongan persalinan
24. Melakukan pencegahan penularan ibu ke anak (PPIA) dengan cara melakukan test
HIV,TB dan IMS, Hepatitis B dalam kehamilan
25. Mendirikan Rumah Tunggu Kelahiran (RTK)
26. Melakukan tatalaksana manajemen terpadu balita sakit (MTBS) di Puskesmas
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Bahwa berdasarkan data angka kematian ibu dan anak dari tingkat nasional,
provinsi dan kabupaten masih cukup tinggi dibandingkan dengan Negara Asia. Hal
ini disebabkan karena pengetahuan masyarakat tentang pencegahan ataupun
pengobatan ibu hamil dan nifas masih relative rendah

 Angka kematian ibu dan anak di Kabupaten Rokan Hilir masih cukup tinggi hal ini
disebabkan oleh faktor disposisi seperti pre eklamsi dan perdarahan

 Belum terintegrasinya program di masing- masing sektor dalam rangka


meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

 Asuransi kesehatan /Jaminan Kesehatan masyarakat belum mampu memberikan


pelayanan yang paripurna

3.2 Saran
1. Meningkatkan kemampuan masyarakat di bidang kesehatan melalui penyuluhan
kesehatan, pendampingan bagi masyarakat terutama bagi ibu hamil, ibu nifas dan
ibu menyusui

2. Perlunya program yang terintegrasi di lintas sektor seperti Dinas Pendidikan,


Dinas Perikanan dan OPD yang berkaitan dengan peningkatan derajat kesehatan
bagi masyarakat.

3. Bagi masyarakat yang belum mempunyai jaminan kesehatan hendaknya Dinas


terkait untuk mendaftarkan kepesertaan PBI

Anda mungkin juga menyukai