Anda di halaman 1dari 34

PERANAN FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA DALAM RISET-

RISET DI BIDANG KEBIDANAN

MAKALAH FILSAFAT ILMU

Oleh:

Yusmalia Hidayati
1920332017

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. dr. Masrul, MSc, SpGK

PROGRAM STUDI S2 ILMU KEBIDANAN


PASCA SARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah

yang berjudul “Peranan Filsafat Ilmu & Logika bagi Riset-Riset di bidang

Kebidanan”.

Penulisan makalah ini merupakan serangkaian dari proses pembelajaran

Mata Kuliah Filsafat Ilmu Program S2 Ilmu Kebidanan Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas sebagai penugasan pengganti Ujian Akhir Semester yang tidak

dapat dilaksanakan seperti biasanya dikarenakan pandemi covid-19 yang masih

berlangsung hingga saat ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada Bapak Prof. Dr. dr. Masrul, MSc, SpGK selaku dosen pengampu mata kuliah

Filsafat Ilmu yang telah memberikan arahan dan bimbingannya selama perkuliahan

berlangsung.

Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak

kekurangan dan kejanggalan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun demi perbaikan makalah selanjutnya.

Padang, Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................... 3

BAB II TNJAUAN PUSTAKA


2.1 Filsafat Ilmu .............................................................................................. 4
2.2 Logika ....................................................................................................... 7
2.3 Filsafat Ilmu Kebidanan ............................................................................ 10
2.4 Peranan Filsafat Ilmu dalam Riset-Riset kebidanan.................................... 21

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 29
3.2 Saran ......................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia mencari kebenaran dengan menggunakan akal sehat

(common sense) dan dengan ilmu pengetahuan. Letak perbedaan yang

mendasar antara keduanya ialah berkisar pada kata “sistematik” dan

“terkendali”. Ada lima hal pokok yang membedakan antara ilmu dan akal

sehat. Pertama, ilmu pengetahuan dikembangkan melalui struktur-stuktur teori,

dan diuji konsistensi internalnya. Dalam mengembangkan strukturnya, hal itu

dilakukan dengan tes ataupun pengujian secara empiris/faktual. Sedang

penggunaan akal sehat biasanya tidak. Kedua, dalam ilmu pengetahuan, teori

dan hipotesis selalu diuji secara empiris/faktual. Halnya dengan orang yang

bukan ilmuwan dengan cara “selektif”.

Ketiga, adanya pengertian kendali (kontrol) yang dalam penelitian

ilmiah dapat mempunyai pengertian yang bermacam-macam. Keempat, ilmu

pengetahuan menekankan adanya hubungan antara fenomena secara sadar dan

sistematis. Pola penghubungnya tidak dilakukan secara asal- asalan. Kelima,

perbedaan terletak pada cara memberi penjelasan yang berlainan dalam

mengamati suatu fenomena. Dalam menerangkan hubungan antar fenomena,

ilmuwan melakukan dengan hati-hati dan menghindari penafsiran yang

bersifat metafisis. Proposisi yang dihasilkan selalu terbuka untuk

pengamatan dan pengujian secara ilmiah.

Manusia memiliki sifat ingin tahu terhadap segala sesuatu, sesuatu

yang diketahui manusia tersebut disebut pengetahuan. Pengetahuan dibedakan

menjadi 4 (empat) ,yaitu pengetahuan indera, pengetahuan ilmiah, pengetahuan

filsafat, pengetahuan agama.Istilah “pengetahuan” (knowledge) tidak sama

dengan “ilmu pengetahuan”(science). Pengetahuan seorang manusia dapat

berasal dari pengalamannya atau dapat juga berasal dari orang lain sedangkan

ilmu adalah pengetahuan yang memiliki obyek, metode, dan sistematika

tertentu serta ilmu juga bersifat universal.

1
Adanya perkembangan ilmu yang banyak dan maju tidak berarti

semua pertanyaan dapat dijawab oleh sebab itu pertanyaan-pertanyaan yang

tidak dapat dijawab tersebut menjadi porsi pekerjaan filsafat. Harry Hamersma

(1990) menyatakan filsafat itu datang sebelum dan sesudah ilmu mengenai

pertanyaan- pertanyaan tersebut Harry Hamersma (1990) menyatakan

pertanyaan- pertanyaan yang diajukan oleh ilmu (yang khusus) itu mungkin

juga tidak akan pernah terjawab oleh filsafat.

Pernyataan itu mendapat dukungan dari Magnis-Suseno (1992)

menegaskan jawaban-jawaban filsafat itu memang tidak pernah abadi. Karena

itu filsafat tidak pernah sampai pada akhir sebuah masalah hal ini disebabkan

masalah- masalah filsafat adalah masalah manusia sebagai manusia, dan karena

manusia di satu pihak tetap manusia, tetapi di lain pihak berkembang dan

berubah, masalah- masalah baru filsafat adalah masalah-masalah lama manusia

(Magnis, Suseno, 1992).

Filasafat tidak menyelidiki salah satu segi dari kenyataan saja,

melainkan apa-apa yang menarik perhatian manusia angapan ini diperkuat

bahwa sejak abad ke 20 filsafat masih sibuk dengan masalah-masalah yang

sama seperti yang sudah dipersoalkan 2.500 tahun yang lalu yang justru

membuktikan bahwa filsafat tetap setia pada “metodenya sendiri”.Perbedaan

filsafat dengan ilmu-ilmu yang lain adalah ilmu pengetahuan adalah

pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang suatu bidang

tertentu dari kenyataan, sedangkan filsafat adalah pengetahuan yang metodis,

sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan.

Perkembangan ilmu kebidanan dan praktik pelayanan kebidanan

menunjukan arah yang sama, namun berbeda dalam kecepatan. Perkembangan

praktik pelayanan kebidanan dipacu oleh kebijakan politik yang menghendaki

percepatan peningkatan derajat kesehatan bangsa dengan rencana mencetak

55.000 lebih lulusan bidan yang dimulai tahun 1989, sehingga dapat melaju

dengan kecepatan tinggi, memenuhi kebutuhan tenaga bidan. Sementara

perkembangan ilmu kebidanan melangkah dibelakangnya sulit mengejar dan sulit

2
mengikuti ketika terbentur oleh keinginan meningkatkan kualitas pendidikan,

lebih-lebih jika mengharapkan kesetaraan dengan profesi lain dengan

meningkatkan strata pendidikan.

Untuk itu kajian tentang peranan filsafat ilmu dan logika dalam riset-

riset ilmu kebidanan sebagai upaya pengembangan ilmu agar tetap berada

dalam koridor ilmu pengetahuan yang benar dan dasar dalam mengatasi segala

problematika kebidanan menjadi hal yang cukup penting untuk dikaji dan

ditelaah.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, penulis ingin mengetahui apakah Peranan

Filsafat Ilmu & Logika bagi Riset-Riset di Bidang Kebidanan.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui

Peranan Filsafat Ilmu dan Logika dalam Riset-Riset Kebidanan.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui Definisi Filsafat Ilmu

b. Mengetahui Definisi Logika.

c. Mengetahui Peranan Peranan Filsafat Ilmu dan Logika dalam Riset-

Riset Kebidanan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Mahasiswa

Penulisan makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan atau

referensi serta menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa

kebidanan tentang peranan filsafat ilmu dan logika bagi riset-riset di

bidang kebidanan.

1.4.2 Bagi Praktisi Pelayanan

Dapat dijadikan sebagai salah satu dasar dalam upaya peningkatan

kualitas pendidikan dan pelayanan kebidanan

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Filsafat Ilmu

2.1.1 Definisi Filsafat Ilmu

Secara sederhana Filsafat dan Ilmu dapat didefiniskan sebagai

berikut:

1. Filsafat adalah suatu kajian yang mendalam mengenai pengertian, asas,

metode dan kesimpulan dari suatu ilmu dengan maksud untuk

mengkoordinasikannya dengan ilmu-ilmu lainnya. Berdasarkan fungsinya

yaitu fungsi analitis: usaha filsafat untuk menjelaskan dan mengkaji

metode, hokum, prosedur dan kaidah- kaidah semua kegiatan teoritis

termasuk penelitian serta fungsi sintesis: usaha filsafat untuk membuat

dugaan-dugaan yang rasional dengan melampui batas fakta-fakta ilmiah

untuk menyatukan semua pengalaman manusia dalam suatu keseluruhan

yang bersifat komprehensif dan bermakna.

2. Filsafat Ilmu adalah Pengetahuan yang membahas dasar-dasar wujud

keilmuan atau telaah kefilsafatan yang ingin menjawab beberapa

pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti:

a. Obyek apa yang ditelaah ilmu?

b. Bagaimana ujud hakiki obyek tersebut?

c. Bagaimana hubungan antara obyek tadi dan daya tangkap manusia

(seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan

Pengetahuan?

d. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya Pengetahuan yang

berupa ilmu?

e. Bagaimana prosedurnya?

f. Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan

Pengetahuan yang benar?

g. Apa yang disebut kebenaran itu sendiri?

h. Apakah kriterianya?

4
i. Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita mendapatkan Pengetahuan

yang berupa ilmu?

j. Untuk apa Pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan?

k. Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dan kaidah-kaidah

moral?

l. Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan

moral?

m. Bagaimana hubungan antara teknik prosedural yang merupakan

operasionalisasi metode ilmiah dan norma- norma moral/professional?

3. Ilmu Filsafat adalah Sebuah kajian yang mendalam mengenai filsafat

sebagai sebuah ilmu dari berbagai sudut pandang: obyek apa yang

dipelajari, ruang lingkup Filsafat tersebut sebagai sebuah ilmu, masalah-

masalah apa yang dibahas didalamnya dan bagaimanakah cara pemecahan

masalah-masalah yang ada.

4. Filsafat Ilmu tertentu maksudnya adalah bidang kajian filsafat yang lebih

spesifik untuk ilmu-ilmu tertentu, misalnya: Filsafat Pengetahuan, Filsafat

Moral, Filsafat Seni, Filsafat pemerintahan, filsafat agama, filsafat

pendidikan, filsafat ilmu dan sebagainya.

2.1.2 Prinsip Logiko-Hipotetiko-Verifikatif

Prinsip Logiko-Hipotetiko-Verikatif mengandung makna bahwa suatu

penalaran ilmiah harus mempergunakan logika tertentu sehingga prinsip

tersebut :

1. Konsisten dengan teori sebelumnya sehingga tidak memungkinkan

terjadinya pertentangan dengan teori lain secara keseluruhan.

2. Harus cocok dengan fakta-fakta empiris, sebab teori yang bagaimanapun

konsistennya jika tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat

diterima kebenarannya secara ilmiah. Dalam rangka pengujian empiris

tersebutlah prinsip Hipotetiko diperlukan untuk membuat dugaan

sementara terhadap permasalahan yang sedang dihadapi yang disebut

Hipotesis.

5
Prinsip Verifikatif adalah lanjutan dari prinsip Hipotetiko dimana

analisis ilmiah harus dilanjutkan dengan melakukan verifikasi apakah hipotesis

yang diajukan benar atau tidak. Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan

logico-hypotetico-verifikasi terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:

1. Perumusan masalah yang merupakan pernyataan obyek empiris yang jelas

batas-batasnya dan dapat diidentifikasikan factor-faktor terkait.

2. Kerangka berpikir merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan

yang mungkin terdapat dari berbagai factor yang ada yang saling terkait

yang membentuk konstelasi permasalahan.

3. Perumusan Hipotesis merupakan jawaban sementara yang merupakan

kesimpulan kerangka berpikir yang dikembangkan.

4. Pengujian Hipotesis merupakan proses verikatif dengan pengumpulan

fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis, apakah mendukung hipotesis

atau tidak.

5. Penarikan Kesimpulan merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang

diajukan ditolak atau diterima.

2.1.3 Prinsip Sistematis-Terkontrol-Empiris

Prinsip Sistematis-Terkontrol-Empris merupakan prinsip penalaran

ilmiah dengan melibatkan berbagai disiplin keilmuan dalam melakukan

penelaahan bersama dengan sarana yang ada seperti bahasa, logika matematika

dan statistika. Terkontrol artinya penelaahan bersama diarahkan untuk

menghilangkan lingkup analisis keilmuan yang sempit dan sektoral agar tidak

terjadi kaburnya batas-batas disiplin keilmuan yang makin lama memang makin

terspesialisasikan dengan jalan mengikatnya secara federatif dalam suatu

pendekatan multi-sipliner yang terarah atau terkontrol. Penelaahan multisipliner

harus sistemik, terkontrol dan selanjutnya dilakukan proses pembuktian secara

empiris dalam bentuk pengumpulan fakta- fakta yang mendukung pernyataan

tertentu mempergunakan teori kebenaran multisipliner.

6
2.2 Logika

2.2.1 Pengertian Logika

Logika berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil

pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam

bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica

scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan

untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada

kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada

kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan.

Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.

Nama ‘logika’ untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke-1

sebelum masehi), tetapi masih dalam arti ‘seni berdebat’. Alexander

Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah masehi) adalah orang yang

pertama kali menggunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus

tidaknya pemikiran kita.

2.2.2 Macam-Macam Logika

1. Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat

dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan

kecenderungan- kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika

alamiah manusia ada sejak lahir.

2. Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika

ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus

ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah

akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan

lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan

atau, paling tidak, dikurangi.

2.2.3 Cara Berpikir Logis dalam Rangka Mendapatkan Pengetahuan Baru yang
Benar

1. Induksi adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum

dari kasus-kasus yang bersifat individual. Penalaran ini diawali dari

7
kenyataan-kenyataan yang bersifat khusus dan terbatas lalu diakhiri dengan

pernyataan yang bersifat umum.

2. Deduksi adalah cara berfikir dari pernyataan yang bersifat umum menuju

ke kesimpulan yang bersifat khusus, dengan demikian kegiatan berfikir

yang berlawanan dengan induksi.

3. Analogi adalah cara berfikir dengan cara membuktikan dengan hal yang

serupa dan sudah diketahui sebelumnya. Disini penyimpulan dilakukan

secara tidak langsung, tetapi dicari suatu media atau penghubung yang

mempunyai persamaan dan keserupaan dengan apa yang akan dibuktikan.

4. Komparasi adalah cara berfikir dengan cara membandingkan dengan

sesuatu yang mempunyai kesamaan apa yang dipikirkan. Dasar pemikiran

ini sama dengan analogi yaitu tidak langsung, tetapi penekanan

pemikirannya ditujukan pada kesepadanan bukan pada perbedaannya.

2.2.4 Kegunaan Logika


1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara

rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.

2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.

3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara

tajam dan mandiri.

4. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan

menggunakan asas-asas sistematis

2.2.5 Kesalahan-Kesalahan Berpikir

1. Fallacy of Dramatic Instance berawal dari kecenderungan orang untuk

melakukan apa yang dikenal dengan over-generalisatuon. Yaitu,

penggunaan satu-dua kasus untuk mendukung argumen yang bersifat

general atau umum. Seringkali kesimpulan itu merujuk pada pengalaman

pribadi seseorang.

2. Fallacy of Retrospective Determinism atau dapat dijelaskan sebagai

kebiasaan masyarakat yang menganggap masalah sosial yang sekarang

8
terjadi sebagai sesuatu yang secara historis memang selalu ada, tidak bisa

dihindari, dan merupakan akibat dari sejarah yang cukup panjang. Cara

berpikir nin selalu mengacu pada “kembali ke belakang” atau “historis”.

Atau secara jelasnya disebutkan sebagai upaya kembali pada sesuatu yang

seakan-akan sudah ditentukan dalam sejarah masa lalu.

3. Post Hoc Ergo Propter Hoc atau sesudah itu- karena itu- oleh sebab itu.

Bila ada peristiwa yang terjadi dalam urutan temporal, maka dapat

dinyatakan bahwa yang pertama adalah sebab dari yang kedua. Inti dari

kesalahan berpikir ini ketika seseorang berargumentasi dengan

menghubungkan sesuatu yang tidak berhubungan.

4. Fallacy of Misplaced Concretness adalah kesalahan berpikir yang muncul

karena kita mengkonkretkan sesuatu yang sebenarnya adalah abstrak. Atau

dapat dikatakan sebagai menganggap real seuatu yang sebetulnya hanya

ada dalam pikiran kita.

5. Argumentum ad Verecundiam ialah berargumen dengan menggunakan

otoritas, walaupun otoritas itu tidak relevan atau ambigu. Berargumentasi

dengan menggunakan otoritas seseorang yang belum tentu benar atau

berhubungan demi membela kepentingannya dalam hal ini kebenaran

argumentasinya.

6. Fallacy of Composition adalah dugaan bahwa terapi yang berhasil untuk

satu orang pasti juga berhasil untuk semua orang.

7. Circular Reasoning artinya pemikiran yang berputar-putar, menggunakan

kesimpulan untuk mendukung asumsi yang digunakan lagi untuk

mendukung kesimpulan semula.

8. Black and White Fallacy: Inti dari kesalahan berfikir ini ketika seseorang

melakukan penilaian atau berargumentasi berdasarkan dua alternative saja

dan menafikan alternative lain.

9. Argumentum Ad Miseria: Kesalahan berfikir karena menarik kesimpulan

dengan berdasarkan rasa kasihan tanpa berdasarkan bukti. Misalnya,

“memang benar Soeharto itu korupsi, tetapi dia kan juga mantan Presiden

9
kita. Olehnya itu kita ampuni saja.” Atau “memang benar Hafsah dan

Aisya bantu membantu menyusahkan Nabi sebagaimana mereka ditegur

dalam Surah At-Tahrim ayat 4, tetapi bagaimanapun juga mereka itu

adalah istri Nabi yang harus kita hormati.”

10. The Fallacy Of The Undistrubed Midle Term: Kesalahan berfikir karena

orang yang mengambil kesimpulan tidak melakukan sesuatu apapun selain

menghubungkan dua ide dengan ide ketiga, dan dalam kesimpulannya

orang yang mengambil ide mengklaim bahwa telah menghubungkan satu

sama lain.

11. Fallacy Determinisme Paranoid: Pada umumnya istilah paranoid kita kenal

dalam disiplin ilmu psikologi. Yaitu suatu kondisi kejiwaan seseorang yang

merasakan rasa takut yang berlebihan tanpa alasan yang patut dibenarkan.

Biasanya kasus ini kita temukan pada orang yang trauma atau memakai

sabu-sabu (salah satu jenis narkoba). Tetapi dalam kesempatan ini kita

membahas paranoid yang timbul karena kesalahan berfikir, yakni adanya

rasa takut yang berlebihan karena tekanan kebodohannya.

2.3 Filsafat Ilmu Kebidanan

2.3.1 Ontologi Ilmu Kebidanan

Menurut bahasa, Ontologi berasal dari bahas Yunani yaitu, On/Ontos

= ada dan Logos = Ilmu. Jadi Ontologi adalah ilmu tentang ada. Menurut

istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ADA , yang

merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani atau konkret maupun

rohani atau abstrak.

Menurut Amsal Bakhtiar Ontologi berasal dari kata ontos yaitu sesuatu

yang berwujud. Ontologi adalah teori atau ilmu tentang wujud, tentang hakikat

yang ADA. Ontologi tidak banyak berdasarkan pada alam nyata tetapi

berdasarkan pada logika semata-mata.

Sedangkan menurut Jujun S Suriasumantri mengatakan bahwa ontology

membahas apa yang kita ingin ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan

perkataan lain suatu pengkajian mengenai teori tentang ADA.

10
Sementara itu menurut A. Dardiri, ontology adalah menyelidiki sifat

dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda dimana

entitas dari kategori-kategori yang logis yang berlainan dapat dikatakan ada,

dalam kerangka tradisional ontology dianggap sebagai teori mengenai prinsip-

prinsip umum dari hal ADA, sedangkan dalam hal pemakaiannya akhir-akhir ini

ontology dipandang sebagai teori mengenai apa yang ADA.

1. Landasan Ontologi Ilmu Kebidanan

Dari segi keilmuan, kebidanan sebagai profesi yang mandiri

memerlukan pengetahuan teoritis yang jelas dan dirumuskan dengan

berpedoman kepada filsafat ilmu, sehingga dapat memenuhi ciri atau

karakteristik dan spesifikasi pengetahuan yang berdimensi dan besifat

ilmiah. Ilmu kebidanan mempunyai beberapa pokok karakteristik dan

spesifikasi baik objek formal maupun objek material yang meliputi hal-hal

sebagai berikut :

a. Objek material Ilmu Kebidanan

Objek material ilmu kebidanan adalah substansi dari objek

penelaahan dalam lingkup tertentu. Objek material dalam disiplin

keilmuan kebidanan adalah janin, bayi baru lahir, bayi dan anak dibawah

lima tahun (balita) dan wanita secara utuh (holistik) dalam siklus

kehidupannya ( kanak-kanak, pra remaja, remaja, dewasa muda, dewasa,

lansia dini dan lansia lanjut) terutama dalam masa reproduksi pada masa

pra konsepsi, masa kehamilan, masa melahirkan, masa nifas/masa

menyusui dan bayi baru lahir.

b. Objek formal Ilmu Kebidanan

Objek formal ilmu kebidanan adalah cara pandang yang berfokus

pada objek penelaahan dalam batas atau ruang lingkup tertenu. Objek

formal dari disiplin keilmuan kebidanan adalah mempertahankan status

kesehatan reproduksi yaitu kesejahteraan wanita sejak lahir sampai masa

tuanya termasuk upaya keamanan dan kesejahteraan ibu dan janinnya

pada pra konsepsi masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas/masa

11
menyusui, sehingga tercapai kondisi yang sejahtera pada ibu dan janinnya

dan selanjutnya ibu tersebut dapat memelihara bayinya secara optimal.

Adapun wujud yang hakiki dari objek ilmu kebidanan adalah sebagai

berikut :

a. Wanita

Wanita adalah mahluk bio-psikososial-kultural dan spiritual yang

utuh dan unik , mempunyai kebutuhan dasar yang bermacam-macam

sesuai dengan tingkat perkembangannya. Wanita/ibu adalah penerus

generasi keluarga dan bangsa sehingga keberadaan wanita yang sehat

jasmani dan rohani serta social sangat diperlukan.Wanita/Ibu adalah

pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Kualitas manusia sangat

ditentukan oleh keberadaan dan kondisi dari wanita/ibu dalam

keluarga.

b. Reproduksi

Reproduksi adalah suatu fungsi pada manusia yang sangat penting

untuk mempertahankan diri dari kepunahan. Proses reproduksi mulai

dari saat pembuahan, melalui masa kehamilan dan akhirnya mencapai

titik kulminasi berupa persalinan, maka lahirlah insan yang menjadi

generasi penerus.

c. Keluarga

Keluarga adalah suami, istri disertai anak dari suami istri tersebut dan

juga individu yang mempunyai hubungan kekeluargaan yang tinggal

dibawah satu atap.Keluarga-keluarga yang berada di suatu wilayah

atau daerah membentuk masyarakat.Kumpulan dari masyarakat

Indonesia terhimpun didalam satu kesatuan bangsa

Indonesia.Masyarakat terbentuk karena adanya interaksi antar

manusia dan budaya dalam lingkungan yang bersifat dinamis

mempunyai tujuan dan nilai-nilai yang terorganisasi.

12
d. Persalinan

Persalinan adalah suatu proses yang alami, peristiwa normal, namun

apabila tidak dikelola dengan tepat dapat berubah menjadi abnormal.

setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat, unik itu maka

setiap wanita usia subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya berhak

mendapatkan pelayanan yang berualitas.

Sebagai Bangsa Indonesia yang mempunyai pandangan hidup

Pancasila, seorang bidan menganut filosofi yang mempunyai keyakinan

didalam dirinya bahwa semua manusia adalah mahluk bio-psiko-sosial-

kultural dan spiritual yang unik merupakan satu kesatuan jasmani dan rohani

yang utuh dan tidak ada individu yang sama.Manusia terdiri dari pria dan

wanita yang kemudian kedua jenis individu itu berpasangan menikah

membentuk keluarga dan mempunyai anak.

Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh

pelayanan kesehatan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan

menusia dan perbedaan budaya.Setiap individu berhak untuk menentukan

nasib sendiri, mendapat informasi yang cukup dan untuk berperan disegala

aspek pemeliharaan kesehatannya.

Untuk dapat tercapainya keamanan dan kesejahteraan bagi ibu dengan

janinnya dapat dikembangkan prinsip dari kebidanan dalam pemberian

asuhannya. Pelayanan bidan di Indonesia berdasarkan konsep yang

menjelaskan proses asuhan kebidanan sebagai berikut

1. Tindakan kebidanan yang tepat dan aman, yaitu semua tindakan yang

diberikan oleh bidan untuk ibu/wanita, bayi dan keluarga terhadap hal-hal

yang dapat merugikan kesehatannya.

2. Memberi kepuasan klien adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan

keadaan permasalahannya dan hasil yang dicapai dari tindakan tersebut.

3. Menghargai derajat manusia dan haknya untuk dapat mengambil

keputusan sendiri, yaitu:tindakan yang dilakukan mennjukan sikap bahwa

bidan dihargai ibu/wanita sebagai individu yang mandiri dan mendukung

13
hak dan tanggung jawab untuk ikut menentukan atau mengambil

keputusan yang berkaitan dengan kesehatan dirinya dan asuhan yang

diberikan.

4. Menghargai perbedaan social budaya seseorang yaitu tindakan dan sikap

yang menunjukan pengertian bahwa individu dan keadaan kesehatan

dapat dipengaruhi oleh adat kebiasaan dan perilaku keluarga atau

lingkungan.

5. Kontak keluarga adalah tindakan/asuhan yang diberikan dengan

mengikutsertakan keluarga sebagai komponen penting dalam masa

kehamilan, persalinan dan nifas serta meningkatkan secara optimal

kesehatan keluarga sesuai keinginan ibu maupun keluarga.

6. Peningkatan kesehatan adalah tindakan yang mendukung prilaku yang

dapat meningkatkan kesehatan ibu/wanita sepanjang siklus kehidupannya,

terutama berkaitan dengan proses kehamilan, persalinan dan nifas yang

normal

7. Mengikutsertakan masyarakat dalam hal ini kelompok ibu-ibu.Dengan

mengerakan peranserta masyarakat adalah upaya menyadarkan

masyarakat, agar masyarakat dapat mengerti dalam memecahkan masalah

kesehatannya sendiri terutama yang berhubungan dengan kehamilan,

persalinan dan nifas dalam mencapai kesehatan reproduksi menuju

tercapainya NKKBS

Setiap pengetahuan mempunyai tiga komponen yang merupakan tiang

penyanggah tubuh pengetahuan yang disusun. Komponen tersebut adalah

ontologi, efistemologi dan aksiologi. Ontologi merupakan azas dalam

menetapkan ruang lingkup ujud yang menjadi objek penelaahan (objek

ontologi atau objek formall pengetahuan) dan penafsiran tentang hakekat

realitas (metafisika) dari objek ontologis atau objek formall tersebut.

Epistemologi merupakan azas mengenai cara bagaimana materi pengetahuan

diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Aksiologi

14
merupakan azas dalam menggunakan pengetahuan yang diperoleh dan

disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut.

2.3.2 Epistemologi Ilmu Kebidanan

Landasan epistemologis ilmu tercermin secara operasional dalam

metode ilmiah. Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh

dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan:

1. Kerangka pemikiran, yang bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat

konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun.

2. Menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran

tersebut.

3. Melakukan verifikasi terhadap hipotesis termaksud untuk menguji

kebenaran pernyataan secara faktual. Secara akronim metode ilmiah

terkenal sebagai logica – hypotetico – verifikatif atau deducto – hypotetic –

verfikatif.

Kerangka pemikiran yang bersifat logis adalah argumentasi yang

bersifat rasional dalam mengembangkan penjelasan terhadap fenomena alam.

Verfikasi secara empiris berarti evaluasi secara objektif dari suatu pernyataan

hipotesis terhadap kenyataan faktual. Verifikasi ini menyatakan bahwa ilmu

terbuka untuk kebenaran lain selain yang terkandung dalam hipotesis (mungkin

fakta menolak pernyataan hipotesis). Kebenaran ilmiah dengan keterbukaan

terhadap kebenaran baru mempunyai sifat pragmatis yang prosesnya secara

berulang (siklus) berdasarkan berfikir kritis.

Dengan demikian kajian ilmu kebidanan dapat dikembangkan

berdasarkan konsep dasar tersebut diatas yaitu tubuh pengetahuan teoritis yang

khas, berdimensi dan bersifat ilmiah. Secara umum berdasarkan fikiran dasar

objek formal dan objek material dalam mengisi kerangka konseptual ilmu

kebidanan, maka ilmu kebidanan ini dapat menerima dan menerapkan unsur

pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu yang lain sesuai dengan kebutuhan

ilmu kebidanan itu sendiri, maka disusunlah tubuh pengetahuan kebidanan

(Body of midwifery knowledge) yang dikelompokan menjadi empat yaitu :

15
1. Ilmu Dasar

a. Anatomi

b. Psikologi

c. Mikrobiologi dan para sitologi

d. Patofisiologi

e. Fisika

f. Biokimia

2. Ilmu sosial

a. Pancasila dan Wawasan Nusantara

b. Bahasa Indonesia

c. Bahas Inggris

d. Sosiologi

e. Antropologi

f. Psikologi

g. Administrasi dan Kepemimpinan

h. Ilmu Komunikasi

i. Humaniora

j. Pendidikan (Prinsip Belajar dan Mengajar)

3. Ilmu terapan

a. Kedokteran

b. Farmakologi

c. Epidemiologi

d. Statistik

e. Tenik Kesehatan Dasar (TKD)/Keperawatan Dasar

f. Paradigma Sehat

g. Ilmu Gizi

h. Hukum Kesehatan

i. Kesehatan Masyarakat

j. Metode Riset

16
4. Ilmu Kebidanan

a. Dasar-dasar kebidanan (Perkembangan kebidanan, registrasi dan

organisasi profesi dan peran serta fungsi bidan)

b. Teori dan model konseptual kebidanan

c. Siklus Kehidupan Wanita

d. Etika dan Etiket Kebidanan

e. Pengantar Kebidanan Profesional (Konsep kebidanan, Definisi dan

lingkup kebidanan, dan manajemen kebidanan)

f. Teknik dan Prosedur Kebidanan

g. Asuhan Kebidanan dalam kaitan kesehatan reproduksi (berdasarkan

siklus kehidupan manusia dan wanita )

h. Tingkat dan jenis pelayanan kebidanan

i. Legislasi Kebidanan

j. Praktek Klinik Kebidanan

Disamping sikap moral yang secara implisit terkait dengan proses

logico-hypotetico-verifikatif tersebut terdapat azas moral yang secara eksplisit

merupakan yang bersifat seharusnya dalam epistemologis keilmuan. Azas

tersebut menyatakan bahwa dalam proses kegiatan keilmuan, setiap upaya

ilmiah harus ditujukan untuk menemukan kebenaran yang dilakukan dengan

penuh kejujuran, tanpa mempunyai kepentingan langsung tertentu dan hak

hidup yang berdasarkan argumentasi secara individual.

2.3.3 Aksiologi Ilmu Kebidanan

Aksiologis keilmuan menyangkut nilai-nilai yang berkaitan dengan

pengetahuan ilmiah baik secara internal, eksternal maupun sosial. Nilai internal

berkaitan dengan wujud dan kegiatan ilmiah dalam memperoleh pengetahuan

tanpa mengesampingkan fitrah manusia. Nilai eksternal menyangkut nilai-nilai

yang berkaitan dengan penggunaan pengetahuan ilmiah. Nilai sosial

menyangkut pandangan masyarakat yang menilai keberadaan suatu

pengetahuan dan profesi tertentu. Oleh karena itu, kode etik profesi merupakan

suatu persyaratan mutlak bagi keberadaan suatu profesi. Kode etik profesi ini

17
pada hakekatnya bersumber dari nilai internal dan eksternal dari suatu disiplin

keilmuan. Bangsa indonesia berbahagia karena kebidanan sebagai suatu profesi

dibidang kesehatan telah memiliki kode etik yang mutlak diaplikasikan

kedalam praktek klinik kebidanan.

1. Nilai internal berkaitan dengan wujud dan kegiatan ilmiah dalam

memperoleh pengetahuan tanpa mengesampingkan fitrah manusia.

a. Definisi Kode Etik

Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai

internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan

komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntutan bagi anggota

dalam melaksanakan pengabdian profesi.

b. Kode Etik Bidan

Kode etik bidan Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan

disahkan dalam Konggres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X tahun

1988, sedang petunjuk pelaksanaannya disahkan dalam Rapat Kerja

Nasional (Rakernas) IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan

disahkan pada Konggres Nasional IBI ke XII tahun 1998. Sebagai

pedoman dalam berperilaku, Kode Etik Bidan Indonesia mengandung

beberapa kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah dan

tujuan bab. Secara umum Kode Etik tersebut berisi 7 bab. Ketujuh bab

dapat dibedakan atas tujuh bagian yaitu :

1) Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)

2) Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)

3) Kewajiban bidan terhadap teman sejawat dan tenaga kesehatan

lainnya (2 butir)

4) Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)

5) Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)

6) Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2

butir)

7) Penutup (1 butir)

18
c. Beberapa kewajiban bidan yang diatur dalam pengabdian profesinya

adalah

1) Kewajiban terhadap klien dan masyarakat

a) Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan

mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas

pengabdiannya

b) Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung

tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan

memelihara citra bidan

c) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa

berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai

dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat

d) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan

kepentingan klien, menghormati hak klien dan menghormati

nilai-nilai yang berlaku di masyarakat

e) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa

mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat

dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan

berdasarkan kemampuan yang dimilikinya

f) Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi

dalam hubungan pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong

partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan

secara optimal.

d. Kewajiban terhadap tugasnya

1) Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap

klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi

yang dimilikinya berdasarkan kenutuhan klien, keluarga dan

masyarakat.

19
2) Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai

kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya

termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan.

3) Setiap bidan harus menjamin kerahasian keterangan yang dapat

dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh

pengadilan atau diperlukan sehubungan kepentingan klien.

e. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya

1) Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya

untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.

2) Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling

menghormati baik terhadap teman sejawatnya maupun tenaga

kesehatan lainnya.

f. Kewajiban bidan terhadap profesinya

1) Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra

profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan

memberikan pelayan yang bermutu kepada masyarakat

2) Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan

meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

3) Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian

dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra

profesinya.

g. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri

1) Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat

melaksanakan tugas profesinya dengan baik

2) Setiap bidan harus berusaha secara terus-menerus untuk

meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

20
h. Kewajiban bidan terhadap pemerintah Nusa, Bangsa dan Tanah Air

1) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa

melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang

kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan

keluarga dan masyarakat

2) Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan

menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk

meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama

pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.

i. Penutup

Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa

menghayati dan mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia.

Disempurnakan dan disahkan dalam Konas IBI ke XII tahun 1998 di

Denapasar Bali.

Pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk

keuntungan/berfaedah bagi manusia. Dalam hal ini ilmu dapat dimanfaatkan

sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan

memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia dan kelestarian/

keseimbangan alam. Untuk kepentingan manusia tersebut maka pengetahuan

ilmiah yang diperoleh dan disusun merupakan milik bersama, dimana setiap

orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya.

2.4 Peranan Filsafat Ilmu Dalam Riset Kebidanan


2.4.1 Pengertian Penelitian/Riset
Kata penelitian atau riset dipergunakan dalam pembicaraan sehari-

hari untuk melingkup spektrum arti yang luas, yang dapat membuat bingung

mahasiswa terutama mahasiswa pascasarjana yang harus mempelajari arti kata

tersebut dengan tanda-tanda atau petunjuk yang jelas untuk membedakan yang

satu dengan yang lain. Dapat saja, sesuatu yang dulunya dikenali sebagai

penelitian ternyata bukan, dan beberapa konsep yang salah tentunya harus

dibuang dan diganti konsep yang benar.

21
Pada dasarnya, manusia selalu ingin tahu dan ini mendorong manusia

untuk bertanya dan mencari jawaban atas pertanyaan itu. Salah satu cara untuk

mencari jawaban adalah dengan mengadakan penelitian. Cara lain yang lebih

mudah, tentunya, adalah dengan bertanya pada seseorang atau “bertanya” pada

buku tapi kita tidak selalu dapat mendapat jawaban, atau kita mungkin

mendapatkan jawaban tapi tidak meyakinkan.

Pengertian penelitian sering dicampuradukkan dengan: pengumpulan

data atau informasi, studi pustaka, kajian dokumentasi, penulisan makalah,

perubahan kecil pada suatu produk, dan sebagainya. Kata penelitian atau riset

sering dikonotasikan dengan bekerja secara eksklusif menyendiri di

laboratorium, di perpustakaan, dan lepas dari kehidupan sehari-hari.

Pengertian penelitian yang disarankan oleh Leedy (1997) sebagai

berikut: Penelitian (riset) adalah proses yang sistematis meliputi pengumpulan

dan analisis informasi (data) dalam rangka meningkatkan pengertian kita

tentang fenomena yang kita minati atau menjadi perhatian kita.

Mirip dengan pengertian di atas, Dane (1990) menyarankan definisi

sebagai berikut: Penelitian merupakan proses kritis untuk mengajukan

pertanyaan dan berupaya untuk menjawab pertanyaan tentang fakta dunia.

Seperti disebutkan di atas, mungkin di masa lalu, kita mendapatkan banyak

konsep (pengertian) tentang penelitian, yang sebagian daripadanya merupakan

konsep yang salah. Untuk memperjelas hal tersebut, di bawah ini dikaji

pengertian yang “salah” tentang penelitian (menurut kita—kaum akademisi).

2.4.2 Karakteristik Proses Penelitian

Pengertian yang benar tentang penelitian sebagai berikut, menurut

Leedy (Junaedi, 2010): Penelitian adalah suatu proses untuk mencapai jawaban

terhadap suatu pertanyaan, penyelesaian permasalahan terhadap suatu fenomena

yang memiliki ciri sistematis dan faktual.

Proses yang sering disebut sebagai metodologi penelitian, mempunyai

delapan macam karakteristik:

22
1. Penelitian dimulai dengan suatu pertanyaan atau permasalahan.

2. Penelitian memerlukan pernyataan yang jelas tentang tujuan.

3. Penelitian mengikuti rancangan prosedur yang spesifik.

4. Penelitian biasanya membagi permasalahan utama menjadi sub-sub

masalah yang lebih dapat dikelola.

5. Penelitian diarahkan oleh permasalahan, pertanyaan, atau hipotesis

penelitian yang spesifik.

6. Penelitian menerima asumsi kritis tertentu.

7. Penelitian memerlukan pengumpulan dan interpretasi data dalam upaya

untuk mengatasi permasalahan yang mengawali penelitian.

8. Penelitian adalah, secara alamiahnya, berputar secara siklus, seperti

gambar di atas.

2.4.3 Macam Tujuan Penelitian

Seperti dijelaskan di atas, penelitian berkaitan dengan pertanyaan

atau keinginan tahu manusia (yang tidak ada hentinya) dan upaya (terus

menerus) untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dengan

demikian, tujuan terujung suatu penelitian adalah untuk merumuskan

pertanyaan-pertanyaan dan menemukan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan

penelitian tersebut. Tujuan dapat beranak cabang yang me ndorong penelitian

lebih lanjut. Tidak satu orangpun mampu mengajukan semua pertanyaan, dan

demikian pula tak seorangpun sanggup menemukan semua jawaban bahkan

hanya untuk satu pertanyaan saja. Maka, kita perlu membatasi upaya kita

dengan cara membatasi tujuan penelitian. Terdapat bermacam tujuan

penelitian, dipandang dari usaha untuk membatasi ini, yaitu:

1. Eksplorasi (exploration)

2. Deskripsi (description)

3. Prediksi (prediction)

4. Eksplanasi (explanation) dan

5. Aksi (action).

23
Penjelasan untuk tiap macam tujuan diberikan di bawah ini. Tapi perlu

kita ingat bahwa penentuan tujuan, salah satunya, dipengaruhi oleh kemajuan ilmu

pengethaun yang terkait dengan permasalahan yang kita hadapi (“state of the

art”). Misal, bila masih “samar-samar”, maka kita perlu bertujuan untuk

menjelajahi (eksplorasi) dulu. Bila sudah pernah dijelajahi dengan cukup, maka

kita coba terangkan (deskripsikan) lebih lanjut.

2.5 Peranan Filsafat Ilmu dalam Riset Kebidanan


Kebidanan sebagai ilmu merupakan pendatang baru dalam kancah

perkembangan ilmu pengetahuan & tehnologi bagi bangsa Indonesia. Sebagai

pendatang baru masih memerlukan perjuangan untuk senantiasa melaksanakan

kajian ilmiah, penelitian dibidang kebidanan.

Beberapa segmen pengembangan tidak hanya pada keterampilan dan

sikap bidan, tetapi perlu perhatian seksama segmen teori ilmu kebidanan

menjadi ilmu yang memiliki obyek forma yang berbeda dengan ilmu lain

melalui kajian ilmiah. Sementara penelitian dan kajian bidang kebidanan lebih

banyak pada teknis pelayanan bahkan dilaksanakan atas kepentingan

penyelesaian akhir sebuah pendidikan.

Perkembangan ilmu kebidanan dan praktik pelayanan kebidanan

menunjukan arah yang sama, namun berbeda dalam kecepatan. Perkembangan

praktik pelayanan kebidanan dipacu oleh kebijakan politik yang menghendaki

percepatan peningkatan derajat kesehatan bangsa dengan rencana mencetak

55.000 lebih lulusan bidan yang dimulai tahun 1989, sehingga dapat melaju

dengan kecepatan tinggi, memenuhi kebutuhan tenaga bidan.

Sementara perkembangan ilmu kebidanan melangkah dibelakangnya

sulit mengejar dan sulit mengikuti ketika terbentur oleh keinginan

meningkatkan kualitas pendidikan, lebih-lebih jika mengharapkan kesetaraan

dengan profesi lain dengan meningkatkan strata pendidikan.

Problematika muncul ketika pertanyaan tentang rumpun ilmu atau

obyek ilmu kebidanan yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan

kebidanan membutuhkan jawaban ilmiah. Sementara penulis dan pemerhati

24
tentang kebidanan telah menyampaikan pemikirannya dengan membuat

penjelasan definisi/ pengertian obyek ilmu kebidanan. Dan disadari pula bahwa

keanekaragaman pemikiran perlu penjelasan, untuk itu telaah definisi /

pengertian dan obyek kebidanan yang telah ditulis para penulis dan pemerhati

kebidanan perlu disandingkan dengan definisi/ pengertian ilmu dan obyek ilmu

menurut Prof. Dr. Ahmad Tafsir.

IBI (2001), dalam penjelasannya menyatakan bahwa pikiran dasar

ilmu kebidanan adalah memberdayakan seluruh potensi klien (wanita/ibu),

untuk menghimpun kekuatan (power) dirinya sendiri dalam upaya melahirkan

janin yang dikandung didalam tubuhnya.

Selanjutnya menurut Mufdlilah, dkk (2012), dan pengertian senada

oleh Atik Purwanti, (2008), Ai Yeyeh Rukiyah, (2010), bahwa disiplin

kebidanan mempunyai karakteristik dan spesifikasi baik obyek forma dan

obyek materi ilmu kebidanan. Obyek forma ilmu kebidanan adalah cara

pandang yang berfokus pada obyek penelaahan dalam batas atau ruang lingkup

kebidanan, yaitu keamanan, keselamatan dan kesehatan perempuan (ibu pra

konsepsi, kehamilan, melahirkan nifas menyusui, bayi baru lahir dan masa

interval) sehingga tercapai kondisi sejahtera pada ibu dan anak yang

selanjutnya ibu tersebut dapat memelihara dirinya, anak dan keluarganya secara

optimal.

Menurut penjelasan Prof. Dr. Ahmad Tafsir Objek pengetahuan sain

(yaitu objek-objek yang diteliti sain) ialah semua objek yang empiris. Jujun S.

Suriasumantri (Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, 1994: 105)

menyatakan bahwa objek kajian sain hanyalah objek yang berada dalam ruang

lingkup pengalaman manusia. Yang dimaksud pengalaman di sini ialah

pengalaman indera. Objek kajian sain haruslah objek-objek yang empiris sebab

bukti-bukti yang harus ia temukan adalah bukti-bukti yang empiris. Bukti

empiris ini diperlukan untuk menguji bukti rasional yang telah dirumuskan

dalam hipotesis.

Obyek ilmu menurut IBI (2001), menyatakan bahwa obyek ilmu

25
kebidanan memiliki obyek forma dan obyek materia. Obyek forma ilmu

kebidanan adalah mempertahankan status kesehatan reproduksi termasuk

kesejahteraan wanita sejak lahir sampai masa tuanya, termasuk berbagai

implikasi dalam siklus kehidupannya. Sedangkan obyek materinya adalah janin,

bayi baru lahir, bayi dan anak bawah lima tahun dan wanita secara utuh

/holistik dalam siklus kehidupannya (kanak-kanak, pra remaja, remaja, dewasa

muda, dewasa, lansia dini, lansia lanjut) yang berfokus pada kesehatan

reproduksi.

Winda Kusumandari (2010), kebidanan adalah partnership antara

perempuan dan bidan. Sangat jauh perbedaannya dalam mengartikan kebidanan

oleh Helen Varney, dkk (2004), kebidanan adalah suatu profesi yang diakui

secara internasional dan memiliki praktisi diseluruh dunia.

Dibalik perbedaan-perbedaan definisi kebidanan oleh para ahli dan

pemerhati kebidanan, hal yang mendasar yang perlu diketahui adalah peranan

filsafat ilmu dan logika dalam riset-riset ilmu kebidanan sebagai upaya

pengembangan ilmu agar tetap berada dalam koridor ilmu pengetahuan yang

benar dan dasar dalam mengatasi segala problematika kebidanan yang masih

menjadi pe-er besar hingga saat ini. Adapun peranan filsafat ilmu dalam riset

kebidanan diantaranya :

1. Penerang/penjelas (Explaining)

Eksplaining berasal dari bahasa inggris dari kata eksplain yang berarti

menerangkan dan menjelaskan. Ilmu dapat berfungsi sebagai penjelas

untuk menerangkan segala sesuatu yang ada disekitar manusia. Penjelas

suatu teori dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu : deduktif,

probalistik, fungsionil, dan genetik. Penjelasan deduktif menggunakan

penalaran deduktif untuk menjelaskan suatu gejala dengan menarik

kesimpulan yang logis dari premis-premis yang telah diketahui

hubungannya terlebih dahulu. Pejelasan probalistik ialah penjelasan yang

menggunakan penalaran induktif untuk menjelaskan suatu gejala dengan

menarik generalisasi dari sejumlah kasus dan fakta, dimana generalisasi

26
bersifat peluang yang dapat berupa kemungkinan dan kemungkinan itu

hampir dapat dipastikan. Penjelasan fungsional ialah penjelasan yang

meletakkan suatu objek penyelidikan pada tempat tertentu dalam kaitannya

dengan sistem secara keseluruhan yang mempunyai karakteristik atau arah

perkembangan tertentu. Sedangkan penjelasan genetik ialah penjelasan

yang didasarkan faktor-faktor genetik yang telah ada sebelumnya. (Widia

Fitri, 2004).

2. Prediksi/Pengira (Predicting)

Ilmu bagi kehidupan manusia dapat berperan sebagai pengira terhadap

suatu fenomena yang ditemui oleh manusia tersebut. Ilmu yang dimiliki

oleh manusia telah terwujud dalam berbagai bentuk teori-teori yang ada.

Teori biasanya menerangkan hubungan dua variable atau lebih dalam suatu

hubungan kausalitas. Teori adalah pengetahuan ilmiah yang memberi

penjelasan terhadap pertanyaan “mengapa”. Teori yang ada tersebut

member manfaat kepada untuk memperkirakan sesuatu kemungkinan yang

akan terjadi, misalnya berkaitan dengan ilmu astronomi, dapat membantu

manusia untuk memprediksi kemungkinan terjadi gerhana. Contoh lain

adalah teori ilmu alam mengatakan bila besi dipanaskan, maka besi itu

akan memuai, maka dari pernyataan ini telah dapat dipahami dan mengira

kenapa setiap yang berjenis logam ketika dipanaskan memuai. (Widia Fitri,

2004: 16). Itulah ilmu yang mempunyai peran sebagai pengira suatu

keadaan atau kejadian.

3. Pengatur (Controling)

Ketika manusia sudah mampu untuk meramal sesuatu yang akan terjadi

dengan berpijak kepada ketentuan ilmu, maka fungsi kontrol dapat

dijalankan. Hal ini bertujuan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan.

Misalnya pada masalah gempa bumi dengan kekuatan 7,1 SK ketika

manusia mengetahui ilmu yang berkaitan dengan geofisika, manusia dapat

memperkirakan akibat yang mungkin terjadi dikarenakan gempa tersebut

apakah akan menimbulkan tsunami atau tidak. Sehingga manusia dapat

27
mengatur apa yang harus dilakukannya sebelum hal itu terjadi untuk

mengantisipasi terjadinya musibah yang sangat besar.

4. Pemberdaya (Empowering)

Dengan adanya ilmu, maka maka sesuatu yang dulunya tidak bermanfaat

dapat di dayagunakan untuk kesejahteraan hidup manusia. Manusia dengan

berbagai disiplin ilmu yang berhasil dikembangkannya, telah berhasil

menemukan berbagai temuan untuk memanfaatkan segala sesuatu yang ada

di sekitarnya dengan sebaik-baiknya. Misalnya saja, manusia sebelumnya

tidak mengetahui bahwa tanaman bahwa suatu tanaman mempunya kasiat

dan manfaat yang tinggi untuk kesehatan, setelah manusia mengetahui

maka hal tersebut manusia memberdayakan dan menggunakan tanaman

tersebut dengan sebaik-baiknya, dan melestarikannya sesuai dengan

disiplin ilmu yang ada, baik mencangkoknya, kloning, rekayasa genetika

dan lainya.

Jujun S Suria Sumantri dalam bukunya “Filsafat Ilmu” menyebutkan

buku-buku ilmuan yang tebal itu pada hakikatnya sama saja dengan buku-buku

primbon tukang ramal, yakni menjelaskan, meramal, dan mengontrol. Tentu

saja yang berbeda adalah azas dan prosedurnya: menjelaskan, meramal,

mengontrol inflasi kita yang menggunakan azas dan prosedur keilmuan,

sedangkan menjelaskan, meramal, mengontrol telapak tangan kita

menggunakan azas dan prosedur perklenikan. Dengan demikian, tidak heran

kalau dalam memecahkan masalah-masalah kehidupan orang yang tidak selalu

datang pada ilmuan melainkan kepada dukun. Keduanya melakukan fungsi

yang sama meskipun azas dan prosedurnya berbeda. Pilihan antara keduanya

tergantung dengan kepercayaan kita, artinya dalam memecahkan masalah

kehidupan, apakah kita mempercayai azas dan prosedur keilmuan atau

perklenikan. Tingkat dan kepercayaan seseorang memang berbeda, kepercayaan

seseorang tergantung kepada pendidikan, kepercayaan masyarakat tergantung

pada kebudayaan. (Jujun S. Suriasumantri, 1990: 366-368).

28
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Filsafat ilmu merupakan ilmu tanpa batas karena memiliki syarat-

syarat sesuai dengan ilmu. Filsafat ilmu juga bisa dipandang sebagai pandangan

hidup manusia sehingga ada filsafat sebagai pandangan hidup atau disebut

dengan istilah way of life, Weltanschauung, Wereldbeschouwing, Wereld-en

levenbeschouwing yaitu sebagai petunjuk arah kegiatan (aktivitas) manusia

dalam segala bidang kehidupannya.

Syarat-syarat filsafat sebagai ilmu adalah pengetahuan yang metodis,

sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan yang menyeluruh dan

universal, dan sebagai petunjuk arah kegiatan manusia dalam seluruh bidang

kehidupannya. Penelahaan secara mendalam pada filsafat akan membuat

filsafat memiliki tiga sifat yang pokok, yaitu menyeluruh, mendasar, dan

spekulatif itu semua berarti bahwa filsafat melihat segala sesuatu persoalan

dianalisis secara mendasar sampai keakar-akarnya. Ciri lain yang penting untuk

ditambahkan adalah sifat refleksif krisis dari filsafat.

Pada dasarnya semua ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk

keuntungan/berfaedah bagi manusia. Dalam hal ini ilmu dapat dimanfaatkan

sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan

memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia dan kelestarian/

keseimbangan alam. Untuk kepentingan manusia tersebut maka pengetahuan

ilmiah yang diperoleh dan disusun merupakan milik bersama, dimana setiap

orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya.

Untuk itu kajian tentang peranan filsafat ilmu dan logika dalam riset-

riset ilmu kebidanan sebagai upaya pengembangan ilmu agar tetap berada

dalam koridor ilmu pengetahuan yang benar dan dasar dalam mengatasi segala

problematika kebidanan menjadi hal yang cukup penting untuk dikaji dan

ditelaah.

29
3.2 Saran
Diharapkan dengan memahami filsafat ilmu, ilmu kebidanan dapat

mempertahankan eksistensinya dan dapat dijadikan dasar dalam penyelesaian

segala problematika kebidanan yang belum terselesaikan hingga saat ini.

30
DAFTAR PUSTAKA

Mufdlilah. (2012). Konsep Kebidanan Edisi Revisi. Yogyakarta : Nuha Medika

Ngadiyono, dkk. (2014). Obyek Ilmu kebidanan dalam Pespektif Ilmu Menurut Prof.
Dr. Ahmad Tafsir sebagai Arah pengembangan Ilmu Kebidanan. Jurnal
Kebidanan. Volume 03 Nomor 07. Diperoleh dari https://ejournal.poltekkes-
smg.ac.id/ (Sitasi Tanggal 25 Mei 2020)

S. Suriasumantri, Jujun. (1996). Filsafat Ilmu sebuah pengantar Populer. Jakarta :


Pustaka Sinar Harapan

Sutriono dan Rita Hanafi. (2007). Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian,
Yogyakarta: Andi Offset

Tafsir, Ahmad. (2004). Filsafat Ilmu. Bandung : PT. Remaja Bosda Karya

Utama, I Gusti Bagus. (2013). Filsafat Ilmu dan Logika. Edisi 2013. Bandung :
Departemen Filsafat Universitas Dhyana Pura

Varney, Helen. (2004). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 04 Volume 01. Jakarta :
EGC

xxxi

Anda mungkin juga menyukai