Anda di halaman 1dari 66

ADIL DALAM PROSES

SETARA DALAM HASIL

iii
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR ISTILAH v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………… 1
B. Maksud dan Tujuan ………………………………………….. 1
C. Sasaran …………………………………………… 2
D. Pendekatan dan Metode Pelatihan …………………………………………… 2
E. Cara Penggunaan Modul …………………………………………… 3

BAB II PENGERTIAN ANALISIS GENDER


A.Tujuan ………………………………………….. 5
B.Kerangka Materi ………………………………………….. 5
C.Waktu ………………………………………….. 5
D.Metode ………………………………………….. 5
E.Media ………………………………………….. 5
F.Tahapan Pembelajaran ………………………………………….. 5
G.Bahan Bacaan …………………………………………… 6
1. Pengertian, Tujuan, dan Manfaat …………………………………………… 6
2. Pentingnya Analisis Gender ………………………………………….. 7
H. Evaluasi ………………………………………… 11
BAB III ANALISIS GENDER
A. Tujuan …………………………………………. 13
B. Kerangka Materi ………………………………………… 13
C. Waktu ……………………………………….. 13
D. Metode ……………………………………….. 13
E. Media ………………………………………. 13
F. Tahapan Pembelajaran ………………………………………. 13
G. Bahan Bacaan ………………………………………... 14
1. Jenis-Jenis Analisis Gender ………………………………………... 14
2. Tahapan Analisis Gender Analysis
Pathway (GAP) ………………………………………... 41
H. Evaluasi ………………………………………… 54
I. Latihan ………………………………………… 56
BAB V PENUTUP ………………………………………… 57
KUNCI JAWABAN ……………………………………… 58
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………….. 59

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Profil Kegiatan …………………....... 17


Tabel 2 Profil Akses dan Kontrol .......................... 18
Tabel 3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi ………………......... 19
Tabel 4 Analisis Siklus Proyek ………………......... 19
Tabel 5 Tiga Alat Utama Kerangka Moser ………………......... 21
Tabel 6 Gender Analysis Matrik (GAM) ………………......... 24
Tabel 7 Matrik Analisis Kepastian dan ………………......... 28
Kerentanan
Tabel 8 Matrik CVA Yang Dipilah Berdasarkan ........................... 30
Gender
Tabel 9 Penggunaan Matriks CVA Pengungsi di ........................... 31
Sierra Leone
Tabel 10 Level Kesederajatan dan Pemberdayaan ........................... 33
Tabel 11 Kerangka Pemberdayaan Perempuan ........................... 34
Tahap1 dan 2
Tabel 12 Kebijakan Sadar Gender ........................... 38
Tabel 13 Penggunaan Teknik Analysis Gender ……………………….. 40
Tabel 14 Langkah-Langkah dalam GAP ........................... 42
Tabel 15 Format GAP (Pilihan Portrait) ........................... 44
Tabel 16 Format GAP (Pilihan Landscape) ........................... 46
Tabel 17 Format Gender Analysis Pathway (GAP) ........................... 50
Balai Diklat LHK

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Alur Kerja GAP …………………........... 41

iv
DAFTAR ISTILAH

APKM : Akses (Peluang), Partisipasi (keterlibatan dalam

Knowledge. AttitUde, Practice), Kontrol (Kewenangan

mengambil keputusan), Manfaat (beneficieries /Manfaat)

Gender : Perbedaan-perbedaan peran, status, tanggung jawab,

fungsi laki-laki dan perempuan yang merupakan konstruksi

(rekayasa sosial).

Isu Gender : Suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan perempuan

dan laki-laki atau ketimpangan dalam hal akses, partisipasi,

kontrol dan manfaat pembangunan karena pandangan baku

laki-laki dan perempuan dalam kaitan dengan peran gender

RECOFTC Regional CommUnity Forestry Training Center – sebuah

organisasi nir-laba internasional yang memiliki fokus

kegiatan kepada kehutanan masyarakat

Sex : Karakteristik jenis kelamin atau perbedaan perempuan dan

laki-laki
GAP Gender Analysis Pathway

PUG Pengarusutamaan Gender

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Intruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam

pembangunan nasional mengamanatkan bahwa semua kementerian/lembaga dan

pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota harus melakukan

pengarusutamaan gender. Hal ini menunjukkan seluruh proses perencanaan,

pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program dan

kegiatan di seluruh sektor pembangunan diharapkan sudah memperhitungkan

dimensi/aspek gender, yaitu laki-laki dan perempuan sebagai pelaku yang setara

dalam akses, partisipasi dan kontrol atas pembangunan serta dalam

memanfaatkan hasil pembangunan.

Salah satu perangkat teknik untuk mengetahui dan menerapkan keadilan didalam

masyarakat yaitu dengan melakukan analisis gender. Analisis gender merupakan

langkah awal yang harus dilakukan sebelum melakukan pengarusutamaan gender.

Analisis gender mengacu kepada cara yang sistimatis dalam mengkaji perbedaan

dampak pembangunan terhadap laki-laki dan perempuan. Untuk melakukan analisis

gender diperlukan alat analisis (tool) yang dapat membantu perencana dan

pelaksana secara mudah dan efektif menemukenali isu-isu gender dan

merekomendasikan solusinya.

Untuk meningkatkan pemahaman tentang analisis gender maka diperlukan bahan

bacaan dalam modul ini agar peserta dapat melakukan analisis gender di instansi

kerja dengan menggunakan alat analisis yang tepat dalam pengarusutamaan

gender.

B. Maksud dan Tujuan

Penyusunan Modul Analisis Gender dimaksudkan untuk sebagai bahan bacaan

peserta pelatihan Pengarusutamaan Gender dan meningkatkan pemahaman serta

1
keterampilan tentang analisis gender dalam pengarusutamaan gender pada satuan

kerja di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Adapun tujuan penyusunan modul ini yaitu:

a. Peserta dapat menjelaskan pengertian analisis gender

b. Peserta dapat melakukan analisis gender di instansi kerja.

C. Sasaran

Sasaran utama dari penyusunan modul ini adalah peserta pelatihan

Pengarusutamaan Gender yaitu Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada berbagai jabatan, tugas dan fungsi. Namun

secara umum modul ini dapat digunakan berbagai kalangan untuk memahami

tentang analisis gender.

D. Pendekatan dan metode pelatihan

Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran menggunakan pembelajaran

partisipatif yaitu pembelajaran yang memposisikan peserta sebagai subyek

belajar. Pembelajaran partisipatif menekankan pada proses pembelajaran, dimana

kegiatan belajar dalam pelatihan dibangun atas dasar partsipasi aktif peserta

pelatihan dalam aspek kegiatan pelatihan, mulai dari merencanakan,

melaksanakan, sampai pada tahap menilai kegiatan pembelajaran dalam pelatihan.

Sejalan dengan ppembelajaran partisipatif, metode yang digunakan dalam modul

mengacu pada prinsip-prinsip Pendekatan Orang Dewasa (POD) atau andragogy.

Dalam POD, peserta pelatihan yang menggunakan orang dewasa diasumsikan sudah

memiliki konsep diri, yaitu kepribadian yang tidak tergantung kepada orang lain,

memiliki banyak pengalaman yang menjadi sumber penting dalam proses belajar,

memiliki kesiapan belajar yang diprioritaskan pada tugas-tugas perkembangan dan

peran sosial, serta memiliki keinginan segera menerapkan apa yang sudah

dipelajari.

2
E. Cara Penggunaan Modul

Dalam Pelatihan Pengarusutamaan Gender peserta akan mendapatkan empat

buah Modul sebagai bahan pengakayaan. Empat Modul yang diberikan kepada

peserta dalam Pelatihan Pengarusutamaan Gender yaitu:

1. Modul Konsep Gender

2. Modul Pengarusutamaan Gender

3. Modul Data Terpilah

4. Modul Analisis Gender.

Keempat modul ini satu sama lain saling berkaitan. Peserta harus memahami

Modul pertama sebelum membaca modul ke dua dan seterusnya.

Modul Analisis Gender adalah modul keempat dari seluruh materi dalam

Pelatihan Pengarusutamaan Gender. Sebelum memahami Modul Analisis

Gender, peserta diharapkan sudah paham ketiga modul sebelumnya terutama

Modul ketiga yaitu Modul Data Terpilah. Modul data terpilah berisi penyajian

data gender berupa laki-laki dan perempuan. Data terpilah ini akan digunakan

sebagai data pembuka wawasan dalam tahap analisis gender untuk melihat

ketimpangan/ mengidentifikasi ketimpangan gender dan permasalahan gender

dalam setiap kebijakan, program atau kegiatan. Dari hasil analisis gender

akan ditemukan alternatif penyelesaian isu gender sebagai solusi kebijakan,

program, dan kegiatan di satuan kerja dalam rangka percepatan program

pengarusutamaan gender di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan dari tingkat pusat sampai tingkat tapak.

Materi yang akan diberikan dalam Modul Analisis Gender ada dua pokokbahasan

yaitu:

1. Pengertian analisis gender

2. Teknik analisis gender

3
Setiap pokok bahasan dalam materi ini akan diberikan tujuan pembelajaran,

sub pokok bahasan, alokasi waktu yang dibutuhkan, metode dan media yang

digunakan, tahapan pembelajaran, bahan bacaan dan evaluasi untuk mengetahui

tingkat pemahaman peserta. Pada akhir modul ini akan diberikan latihan untuk

mengukur tingkat pemahaman peserta terhadap modul analisis gender

4
BAB II
PENGERTIAN ANALISIS GENDER

A. Tujuan
Setelah membaca Modul ini peserta diharapkan mampu memahami pengertian

analisis gender.

B. Kerangka Materi
Materi Pengertian Analisis Gender terdiri dari:

1. Pengertian, tujuan dan manfaat analisis gender

2. Pentingnya analisis gender

C. Waktu
Waktu pembelajaran untuk pengertian analisis gender 30 menit.

D. Metode
Metode yang digunakan dalam pembelajaran e-learning terdiri dari belajar

mandiri, penugasan dan evaluasi.

E. Media
Untuk menunjang tercapainya pembelajaran, diperlukan alat bantu berupa

peralatan dan media yaitu laptop, kuis, dan foto.

F. Tahapan Pembelajaran
Tahapan Pembelajaran dalam materi pengertian analisis gender:

a. Peserta membaca materi tentang pengertian, tujuan dan manfaat

analisis gender

b. Peserta memahami pentingnya analisis gender

c. Peserta mengerjakan soal evaluasi sebagai indikator pemahaman terhadap

materi pengertian analisis gender.

5
G. Bahan Bacaan
1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat

Pengertian Analisis Gender

Analisis Gender adalah proses identifikasi isu-isu gender yang

disebabkan karena adanya perbedaan peran dan kesenjangan sosial

antara perempuan dan laki-laki. Identifikasi isu gender merupakan

proses menemukenali kesenjangan antara praktek dan harapan. Secara

umum isu gender merujuk pada perbedaan laki-laki dan perempuan

dalam:

a. Memperoleh akses dan kontrol terhadap sumberdaya;

b. Berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya dalam pengambilan

keputusan; dan

c. Memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung dari kebijakan,

program, maupun kegiatan pembangunan.

Beberapa pengertian lain dari analisis gender antara lain:

a. Proses mengurai data dan informasi secara sistematik tentang

kedudukan, fungsi, peran dan tanggung jawab laki-laki dan

perempuan dalam pembangunan dan faktor–faktor yang

mempengaruhinya (UNDP, 2017)

b. Sebuah proses analisa yang digunakan untuk mengetahui peran

perempuan dan laki-laki yang berkaitan dengan apa yang mereka

lakukan dan sumberdaya apa yang mereka miliki (Siscawati, 2015 )

c. Proses untuk mengetahui, siapa menguasai apa, siapa terlibat dalam

kegiatan apa, siapa terlibat dalam organisasi apa, siapa yang

mengambil keputusan tentang apa.

Berdasarkan penjelasan di atas, analisis gender memberikan

informasi yang akurat tentang pembagian peran dan posisi perempuan

dan laki-laki. Dengan menerapkan analisis gender kita terhindar dari

6
kesalahan-kesalahan dalam pengembangan program yang hanya

berdasarkan pada asumsi tentang peran dan posisi perempuan dan laki-

laki.

Tujuan Analisis Gender

Tujuan dilakukan analisis gender untuk:

a. Mengetahui latar belakang terjadinya kesenjangan gender

b. Mengidentifikasi aspek kesenjangan gender (peran, akses, kontrol,

dan manfaat yang diperoleh)

c. Merumuskan permasalahan atau isu gender sebagai akibat adanya

kesenjangan gender

d. Mengidentifikasi langkah-langkah /tindakan intervensi yang

dilakukan.

Manfaat Analisis Gender

Adapun manfaat dari analisis gender yaitu:

a. Membuka wawasan dalam memahami suatu kesenjangan gender di

daerah pada berbagai bidang dengan menggunakan analisis secara

kuantitatif maupun kuantitatif

b. Melalui analisis gender yang tepat, diharapkan dapat memberikan

gambaran secara garis besar bahkan secara detil keadaan secara

obyektif dan sesuai kebenaran yang ada serta dapat dimenegerti

secara universal oleh berbagai pihak

c. Menemukan akar permasalahan yang melatarbelakangi masalah

kesenjangan gender dan sekaligus dapat menemukan solusi yang

tepat sasaran sesuai dengan tingkat permasalahannya.

2. Pentingnya analisis gender

Langkah penting dalam melaksanakan pengarusutamaan gender adalah

mengintegrasikan isu gender ke dalam keseluruhan proses perencanaan

pembangunan,melalui suatu analisis gender. Artinya analisis gender sebagai

7
langkah awal dalam rangka penyusunan kebijakan program dan kegiatan

yang responsif gender. Setiap kebijakan, program dan kegiatan yang

responsif gender harus dimulai dari sebuah perencanaan yang responsif

gender. Perencanaan yang responsif gender adalah perencanaan

berdasarkan atas hasil analisis secara sistimatis terhadap data dan

informasi yang terpilah menurut jenis kelamin, dengan mempertimbangkan

isu-isu gender yang timbul sebagai hasil dari pengalaman, kebutuhan,

aspirasi, dan permasalahan yang dihadapi perempuan atau laki-laki dalam

mengakses dan memanfaatkan intervensi kebijakan/program/kegiatan

pembangunan (Bappenas , 2007).

Perencanaan yang responsif gender diharapkan mempertimbangkan empat

faktor yang berpotensi menimbulkan kesenjangan antara laki-laki dan

perempuan baik sebagai objek maupun subyek pembangunan. Empat (4) faktor

tersebut adalah akses, partispasi, kontrol dan manfaat (APKM). Adapun yang

perlu dipertanyaan dari setiap aspek dalam perencanaan yaitu:

a. Faktor Akses. Apakah perencanaan pembangunan yang dikembangkan

telah mempertimbangkan untuk memberi akses yang adil bagi

perempuan dan laki- laki dalam memanfaatkan/memperoleh sumber-

sumber pembangunan lingkup lingkungan dan kehutanan?

Contohnya:
Akses terhadap tawaran beasiswa sering tidak diambil oleh perempuan

karena kendala peran gender (perempuan) sebagai ibu terhadap anak- anaknya

(masih kecil) serta sebagai akibat dari stereotif gender yang disandang

sebagai pengurus rumah tangga. Kebijakan berkeadilan gender jika umur bagi

perempuan diperhitungkan, dan kebijakan besiswa sistim sandwich yang

memungkinkan perempuan dapat menjenguk anaknya dari waktu ke waktu.

Program sandwich adalah program beasiswa melalui pembinaan

kerjasama riset dan publikasi dengan mitra peneliti lain dari luar neg eri.

Jabatan Fungsional Polisi kehutanan (Polhut) sering identik dengan laki-laki

karena terdapat stereotif gender, bahwa Profesi Polhut sebaiknya laki-laki.


8
Disebut berkeadilan gender jika dalam perencanaan rekruitmen

mencantumkan laki-laki dan perempuan serta ditambahkan informasi peran

strategis polhut perempuan dalam pelaksanaan tupoksi Polhut.

b. Faktor Partisipasi. Apakah keikutsertaan /suara masyarakat, terutama

kelompok perempuan atau suara perempuan (dalam hal aspirasi, pengalaman,

kebutuhan) dipertimbangkan/terakomodir dalam proses perencanaan

pembangunan? Pada umumnya perempuan/suara perempuan kurang/tidak

terwakili karena kendala gendernya.

Contohnya: Bagaimana tingkat partisipasi perempuan yang sudah mengikuti

beasiswa dalam hal ketepatan waktu penyelesain studi, tingkat prestasi yang

diperoleh selama studi ? Apakah hal ini pernah dianalisis sebagai dasar

perencana dalam pemberian tawaran beasiswa bagi perempuan dengan

melihat tingkat partisipasi lulusan beasiswa perempuan?.

c. Faktor Kontrol. Apakah perencanaan kebijakan program kegiatan

pembangunan memberikan kontrol (penguasaan) yang setara terhadap

sumber-sumber daya pembangunan (informasi, pengetahuan, kredit, dan

sumberdaya lainnya) bagi perempuan dan laki-laki?

Dalam contoh sebelumnya di atas aspek kontrol perlu diketahui siapa yang

berperan besar dalam penentuan jumlah tawaran beasiswa. Apakah

pengambil kebijakan/perencana didominasi oleh perencana dari laki-laki

atau perempuan atau apakah keputusan jumlah yang mendapat beasiswa

sudah mempertimbangkan aspek gender ?

d. Faktor Manfaat. Apakah perencanaan pembangunan yang dikembangkan

ditujukan untuk memberikan manfaat bagi perempuan dan laki-laki?

Dalam kasus pemberian beasiswa, perlu diketahui manfaat tawaran

beasiswayang sudah dirasakan dalam hal tingkat pengetahuan, keterampilan

dan sikap yang berdampak kepada peningkatan kinerja pada instansi

sehingga menjadi dasar penentuan keputusan pemberian beasiswa

selanjutnya baik untuk laki- laki dan perempuan.

9
Untuk analisis gender diperlukan data gender, yaitu data kuantitatif

maupun kualitatif yang sudah terpilah antara laki-laki dan perempuan. Data

gender ini kemudian disusun menjadi indikator gender. Untuk memudahkan

pemahaman dan bagaimana mengaplikasikan analisis gender, ada beberapa

hal yang perlu dilakukan:

1). Menghimpun masalah-masalah kesenjangan gender, faktor-faktor

penyebab dan upaya pemecahannya.

2). Mengetahui latar belakang terjadinya kesenjangan gender yang biasanya

terjadi karena adanya diskriminasi gender antara kondisi normatif

denganobyektif.

3). Mengidentifikasi kesenjangan gender dari aspek akses, partisipasi,

kontrol, dan manfaat, guna menentukan isu gender secara menyeluruh.

4). Mengidentifikasi langkah-langkah intervensi atau tindakan yang

diperlukan, berupa kebijakan, program serta rencana kegiatan yang

dimungkinkan untuk dapat direalisasikan dengan memperhatikan

kepentingan perempuan dan laki laki.

Dengan analisis gender diharapkan kesenjangan gender dapat diidentifikasi

dan dianalisis sehingga dapat ditemukan langkah-langkah pemecahan masalahnya

secara tepat. Analisis gender sangat penting khususnya bagi para pengambil

keputusan dan perencana di setiap sektor, karena dengan analisis gender

diharapkan masalah gender dapat diatasi atau dipersempit dan program yang

berwawasan gender dapat diwujudkan (UNFPA, Kantor Meneg PP.RI, BK KBN,

2001:160). Jika dalam melakukan proses perencanaan kebijakan telah

mengakomodir isu gender di dalamnya, maka kebijakan yang dihasilkan juga

responsif gender.

10
H. Evaluasi
Bentuk Soal Pilihan Benar Salah

Silanglah huruf B jika pernyataan benar dan huruf S jika pernyataan salah.
No Pernyataan B-S

1 Analisis gender adalah proses identifikasi isu-isu gender yang B-S


disebabkan adanya pembedaan peran dan kesenjangan
hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan
2 Agar terhindar dari kesalahan-kesalahan dalam pengembangan B-S
program antara peran laki-laki dan perempuan perlu adanya
analisa gender
3 Analisis gender merupakan hal yang terpisah dari kegiatan B-S
Pengarusutamaan Gender dan isu-isu gender

4 Analisis gender merupakan tahap akhir dalam penyusunan B-S


kebijakan program dan kegiatan yang responsif gender

5 Perencanaan responsif gender adalah perencanaan yang sudah B-S


mengakomodir isu gender di dalamnya melalui tahapan analisis
gender.

Bentuk Soal Pilihan Ganda

Pilihlah jawaban yang paling tepat dari pertanyaan dibawah .

1. Berikut ini yang bukan menjadi bagian dari isu gender pada perbedaan

laki-laki dan perempuan yaitu :

a. Memperoleh akses dan kontrol terhadap sumberdaya

b. Mengumpulan data potensi sumberdaya

c. Berpartisipasi dalam pembangunan dan pengambilan keputusan

d. Memperoleh manfaat dari kebijakan, program, atau kegiatan

pembangunan.

2. Tujuan dilakukan analisis gender adalah untuk:

a. Mengidentifikasi aspek kesenjangan gender (peran, akses, kontrol,

dan manfaat yang diperoleh)

11
b. Merumuskan permasalahan atau isu gender sebagai akibat adanya

kesenjangan gender

c. Mengidentifikasi langkah-langkah /tindakan intervensi yang

dilakukan.

d. Semua jawaban benar

3. Di bawah ini merupakan manfaat dilakukannya analisis gender

kecuali..

a. Memberikan pilihan teknologi tepat guna dalam pengelolaan

sumberdaya

b. Membuka wawasan dalam memahami kesenjangan gender

c. Memberikan gambaran secara garis besar dan detil keadaan secara

obyektif dan sesuai kebenaran perbedaan peran laki-laki dan

perempuan

d. Menemukan akar permasalahan yang melatarbelakangi masalah

kesenjangan gender dan menemukan solusi yang tepat sasaran.

4. Yang menjadi point penting dilakukan alanisis gender dalam

pembangunan adalah

a. Penyusunan kegiatan khusus untuk perempuan

b. Menyusun data terpilah

c. Mengintegrasikan isu gender dalam keseluruhan tahapan atau

proses perencanaan

d. Membuka lapangan pekerja

5. Proses perencanaan yang telah mengakomodir isu gender di dalamnya

disebut dengan .....

a. Perencanaan yang adil dan merata

b. Perencanaan pembangunan selaras

c. Perencanaan responsif gender

d. Perencanaan pembangunan terintegrasi

12
BAB III
ANALISIS GENDER

A. Tujuan
Tujuan pembelajaran analisis gender adalah peserta dapat melakukan analisis

gender sesuai tahapan-tahapan analisis gender.

B. Kerangka Materi
Materi pembelajaran analisis gender meliputi:

a. Jenis-jenis analisis gender

b. Tahapan analisis Gender Analysis Pathway (GAP)

C. Waktu
Waktu pembelajaran untuk pokok bahasan analisis gender untuk teori 60

menit dan praktek 180 menit (4 JP dimana @ 45 menit).

D. Metode
Metode yang digunakan dalam pokok bahasan analisis gender yaitu studi

kasus, kuis, dan game.

E. Media
Untuk menunjang tercapaiya pembelajaran, diperlukan alat bantu berupa

peralatan dan media yaitu laptop, video.

F. Tahapan Pembelajaran
Tahapan Pembelajaran dalam materi analisis gender:

a. Peserta membaca materi jenis-jenis analisis gender

b. Peserta diharapkan memahami tentang jenis-jenis analisis gender

13
c. Setelah memahami tentang materi jenis-jenis analisis gender dalam

modul ini peserta melanjutkan mengerjakan analisis gender menggunakan

salah satu jenis analisis berdasarkan pengalaman dan informasi yang

dimiliki sesuai bidang tugas.

d. Selanjutnya peserta mempelajari teknik analisis gender model Gender

Analysis Pathhway (GAP)


e. Peserta mengerjakan latihan melakukan analisis gender model GAP

berdasarkan langkah-langkah analisis GAP dengan mengambil data

terpilah yang sudah dimiliki dan mengambil contoh beberapa sub kegiatan

dari unit kerja

f. Peserta melakukan evaluasi sebagai indikator pemahaman peserta

terhadap materi analisis gender.

G. Bahan Bacaan
1. Jenis-jenis analisis gender

Untuk melakukan analisis gender diperlukan alat /teknik analisis gender.

Terdapat berbagai macam teknik analisis gender. Masing-masing analisis gender

memfokuskan/pengunaannya secara berbeda tergantung dari tujuan yang ingin

dicapai. Artinya teknik analisis ini adalah sebuah alat bantu/tool dalam

menyelesaikan isu/permasalahan gender dan tergantung konteks permasalahan.

Berikut beberapa alat analisis gender yang sering digunakan oleh para pemerhati

masalah perempuan (Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2002):

1) Model Harvard

2) Model Moser

3) Model Gender Analysis Matriks (GAM)

4) Capacities and Vulnerabilities Analysis (CVA) Framework

5) Kerangka Pemberdayaan Perempuan (Kerangka Longwe)

6) Model Social Relation Approach (Naila Kobar)

7) Model Gender Analysis Pathway atau GAP. (UNFPA, Kantor Meneg PP.RI,

14
BK KBN, 2001:165-194).

Sebagai informasi dari pengunaan teknis analisis dari beberapa literatur

dijelaskan bahwa jika ingin mengambarkan analisis gender di level masyarakat

atau keluarga maka yg digunakan analisis model Harvard. Ketika ingin mengetahui

kebutuhan-kebutuhan apa yang dirasakan oleh masyarakat maka yang digunakan

analisis model Moser. Ketika ingin memberdayakan perempuan karena

perempuannya sangat tertinggal maka yang digunakan kerangka pemberdayaan

perempuan. Ketika terjadi bencana bisa menggunakan digunakan model CVA.

Apabila untuk konteks Perhutanan Sosial maka akan berinteraksi dengan

masyarakat maka teknik analisis gender yang sesuai Model Harvard atau Model

Moser.

Penjelasan dari masing-masing ke tujuh teknik analisis gender di atas dan

pemanfaatan/penggunaannya di lapangan akan diuraikan dibawah ini.

1). Analisis Model Harvard

Analisis Model Harvard dikembangkan oleh Institut Harvard untuk

Pembangunan Internasional (International Development) di Amerika. Analisis

ini didasarkan pada pendekatan efisiensi perempuan dalam pembangunan

(Women In Developmen, WID) yang merupakan kerangka analisis gender dan

perencanaan gender yang paling awal untuk mengetahui profil gender secara

mikro dan peran gender dalam proyek pembangunan. Penggunaan analisis Model

Harvard lebih ditekankan untuk mengambarkan aktifitas gender (laki- laki dan

perempuan) di level masyarakat atau keluarga dan dapat digunakan sebagai

data dasar /basis data.

Ada dua aspek yang menjadi fokus dalam analisis model harvard yaitu

kegiatan produktif dan kegiatan reproduktif. Kegiatan produktif merupakan

kegiatan yang menghasilkan uang atau pendapatan. Misalnya, upah pengisian

polybag, penanaman, kerajinan /anyaman, wirausaha, dll.). Baik perempuan dan

laki-laki dapat terlibat dalam kegiatan produktif, tetapi fungsi dan

15
tanggungjawab seringkali berbeda. Pekerjaan produktif perempuan seringkali

kurang terlihat dan kurang dihargai dibandingkan pekerjaan laki-laki.

Kegiatan reproduktif merupakan kegiatan yang tidak menghasilkan uang

dan terkait dengan pekerjaan rumah tangga mencakup peran perawatan dan

pemeliharaan rumah tangga dan anggotanya termasuk melahirkan dan

membesarkan anak, menyiapkan makanan, mengumpulkan air dan bahan bakar,

berbelanja, mengurus rumah tangga, dan perawatan kesehatan keluarga. Di

masyarakat miskin pekerjaan reproduktif sebagain besar bersifat

pemanfaatan tenaga yang lebih besar dan memakan waktu. Ini selalu menjadi

tanggungjawab perempuan dan anak perempuan.

Tujuan kerangka Harvard ini antara lain:

1. Untuk menunjukkan bahwa ada suatu investasi secara ekonomi yang

dilakukan kaum perempuan maupun laki-laki secara rasional.

2. Untuk membantu para perencana merancang proyek yang lebih efisien dan

memperbaiki produktivitas kerja secara menyeluruh.

3. Mencari informasi yang lebih rinci sebagai dasar untuk mencapai tujuan

efisiensi dengan tingkat keadilan gender yang optimal.

4. Untuk memetakan pekerjaan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat

dan melihat faktor penyebab perbedaan.

Tahapan Kerangka Harvard untuk mengumpulkan data pada tingkat mikro

(masyarakat dan rumah tangga) meliputi empat (4) komponen yang disajikan

dalam matriks berhubungan satu dengan lainnya.

a. Profil kegiatan
Profil kegiatan didasarkan pada konsep pembagian kerja dengan data
terpilah/jenis kelamin. Profil kegiatan ini merinci kegiatan nyata menurut
umur (siapa mengerjakan apa), penjadwalan (alokasi waktu) untuk kegiatan
produktif dan reproduktif. Untuk penggalian data tergantung kebutuhan
program.

16
Tabel 1. Profil Kegiatan
Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki
Kegiatan
(Anak- (Dewasa) (Anak- (Dewasa)
anak) anak)
Kegiatan Produktif
Pertanian/ Kehutanan
Kegiatan 1
Kegiatan 2, dll
Bekerja /Pekerjaan
Kegiatan 1
Kegiatan 2, dll
Pendapatan:
dst.
Kegiatan Reproduktif
Pekerjaan RT
Penyiapan makanan
Pengambilan kayu bakar
Pengurus kebutuhan air
Pengumpulan obat-obat herbal
Sumber : Adapted from Overholt, Anderson, Cloud dan Austin. Gender Roles in Development
Project. Kumarian Press Inc. Connecticut.1985 (Soucer: Matth 1991,31)

Tabel di atas juga dapat digunakan untuk melihat parameter lain dalam

analisis yaitu:

 Umur : mengidentifikasi apakah orang dewasa perempuan dan laki- laki

serta anak-anak melakukan suatu kegiatan tertentu.

 Alokasi waktu: menunjukkan persentasi waktu yang dialokasi bagi

setiap kegiatan dan apakah musiman atau harian.

 Pendapatan : melukiskan jumlah uang yang dihasilkan menurut jenis

dari suatu kegiatan. Perhitungan dapat disesuaikan menurut jenis

kegiatan, misalnya perjam, perhari, permusim, dan sebagainya.

 Lokasi kegiatan: dimana kegiatan dilakukan apakah di rumah, ladang,

toko, dll.

Proses pengidentifikasi kegiatan gender melalui profil kegiatan ini

merupakan suatu teknik mengetahui secara cepat tentang peranan,

kegiatan, sekaligus kebutuhan laki-laki maupun perempuan dalam satu unit

keluarga dan masyarakat.

17
b. Profil akses dan kontrol

Profil ini memperlihatkan siapa (laki-laki dan perempuan ) yang memiliki

akses kepada sumberdaya dan kontrol atas penggunaannya dalam rumah

tangga atau masyarakat. Akses berarti seseorang dapat menggunakan

sumberdaya tapi belum tentu memiliki kendali/kontrol atas sumberdaya

tersebut. Misalnya perempuan memiliki akses dalam kegiatan pengolahan

lahan tetapi dalam penentuan jenis apa yang ditanam di lahan dalam

keluarga lebih ditentukan oleh laki-laki/bapak sebagai keputusan akhir

termasuk apakah hasilnya akan dijual atau tidak.

Tabel 2. Profil akses dan kontrol

AKSES KONTROL
Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki

Sumberdaya
Tanah
Pengolahan
Pembayaran
Tenaga kerja
Pendidikan
Pelatihan, dst

Keuntungan
Pendapatan tambahan
Kepemilikan Aset
Kebutuhan dasar (makanan,
pakaian, dll)
Kekuasaan politik, dst.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi

Tahap ini berfungsi memetakan faktor yang mempengaruhi perbedaan

dalam pembagian kerja, akses, dan kontrol (Tabel 1 dan 2). Faktor yang

mempengaruhi termasuk semua yang membentuk relasi gender dan

menentukan peluang dan kendala yang berbeda untuk laki-laki dan

perempuan.

18
Tabel 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi

Faktor Berpengaruh Kendala Peluang


Norma masyarakat &
faktor sosial
Demografi
Struktur kelembagaan
Faktor Ekonomi
Parameter hukum
Pelatihan
Sikap masyarakat
terhadap pekerja

Dari tabel di atas dapat dilihat kendala dan peluang sebagai dasar

pertimbangan untuk membuat intervensi kegiatan yang perspektif gender

d. Daftar pertanyaan untuk analisis siklus proyek

Rangkaian pertanyaani ini untuk mengetahui apakah proposal proyek

menggunakan data terpilah gender dan menangkap berbagai efek perubahan

sosial pada perempuan dan laki-laki.

Tabel 4. Analisis siklus proyek


Nama Proyek: Peningkatan Kapasitas Produksi Pertanian dengan pengenlaan teknologi mutakhir
Identifikasi Dimensi Perempuan Dalam Proyek
Apa jenis pelatihan yang dibutuhkan petani perempuan agar dapat meningkatkan hasil panen
dan pendapatannya?
Apa tujuan dari proyek?
Apakah kemungkinan dampak negatif dari proyek erhadap petani perempuan?
Identifikasi Dimensi Perempuan Dalam Perencanaan Proyek
Apa dampak proyek terhadap profil aktifitas atau profil kegiatan perempuan?
Apa dampak proyek terhadap profil akses dan kontrol
Identifikasi Dimensi Perempuan Dalam Pelaksanaan Proyek
Apakah ada keterwakilan perempuan dalam staf dan pengambil keputusan?
Bagaimana struktur organisasi proyek?
Apakah kebutuhan khusus perempuan disediakan?
Apak proyek menyediakan alokasi anggaran untuk peningkatan kapasitas petani perempuan?
Apakah ada mekanisme untuk mengakses sumber daya proyek yang setara antara laki-laki dan
perempuan?
Mengindentifikasi Dimensi Perempuan Dalam Siklus Proyek

Apakah evaluasi proyek juga menilai dampak proyek kepada perempuan?


Apakah tersedia waktu dan mekanisme yang memadai untuk pengumpulan data dalam
melakukan evaluasi.

19
Analisis Harvard memiliki kekuatan dan kelemahan antara lain:

a. Kekuatan Kerangka Analisis Harvard

 Praktis dan mudah digunakan khususnya pada level analisis mikro

yaitu level komunitas dan keluarga

 Berguna untuk baseline informasi yang detail

 Fokus pada hal-hal yang kasat mata, fakta objektif, focks pada

perbedaan gender bukan pada kesenjangan

 Mudah dikomunikasikan kepada pemula maupun awam.

b. Kelemahan Kerangka Analisis Harvard

 Tidak melihat dinamika relasi kuasa dan kesenjangan

 Tidak efektif untuk menelaah sumberdaya yang tidak kasat mata

seperti jaringan sosial dan kapital social.

 Terlalu menyederhanakan relasi sosial yang kompleks, kehilangan

aspek negoisasi, tawar menawar, dan pembagian peran.

2.) Model Moser

Kerangka analisis model Moser dikembangkan oleh Caroline Moser, seorang

peneliti senior dengan pengalaman luas dalam perencanaan gender di

Universitas London, Inggris awal tahu 1980an. Model Moser lebih dikenal

dengan Model Tiga Peranan (Triple Roles Model) yaitu Peran Produktif,

Reproduktif dan Peranan Sosial. Kerangka ini pada dasarnya merupakan

pengembangan dari model Harvard.

Tujuan dari Kerangka Pemikiran Perencanaan Gender dari Moser:

a. Mengarahkan perhatian ke cara dimana pembagian pekerjaan

berdasarkan gender mempengaruhi kemampuan perempuan untuk

berpartisipasi dalam intervensi-intervensi yang telah direncanakan.

b. Membantu perencanaan untuk memahami bahwa kebutuhan-kebutuhan

wanita adalah seringkali berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan laki-

laki.

c. Mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan melalui pemberian

20
perhatian kepada kebutuhan-kebutuhan praktis perempuan dan

kebutuhan-kebutuhan gender strategis.

d. Memeriksa dinamika akses dan kontrol pada penggunaan sumberdaya

antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai konteks ekonomi dan

budaya yang berbeda-beda.

e. Memadukan gender kepada semua kegiatan perencanaan dan prosedur.

f. Membantu pengklarifikasian batasan-batasan politik dan teknik dalam

pelaksanaan praktek perencanaan.

Ada tiga konsep kerangka utama model Moser:

a. Peran rangkap tiga perempuan yaitu peran produktif, peran reproduktif,

dan peran sosial. Ini berguna untuk pemetaan pembagian kerja gender

dan alokasi kerja. Tiga peran perempuan diidentifikasi dengan

memetakan aktivitas anggota rumah tangga (termasuk anak- anak)

selama dua puluh empat jam.

b. Kebutuhan gender yang praktis dan strategis

c. Kategori pendekatan kebijakan WID/GAD (Matrik Kebijakan). Matriks

ini dibedakan ke dalam 5 (lima) pendekatan, yaitu Kesejahteraan,

Keadilan, Anti kemiskinan, Efisiensi, dan Pemberdayaan.

Dalam melakukan analisis gender dengan Kerangka Moser ada enam langkah

yang dilakukan seperti dalam tabel dibawah ini:

Tabel 5. Tahapan Kerangka Moser

No. Tahapan /Langkah Objek Kerangka Moser

1. Identifikasi Peran rangkap a. Kerja Reproduksi Perempuan


3 (triple roles) Perempuan b. Kerja Produktif
c. Kerja Sosial/Komunitas
2. Penilaian kebutuhan gender a. Kebutuhan Praktis
(Gender need assessment) b. Kebutuhan Strategis
3. Pemisahan kontrol atas Siapa mengontrol apa dan siapa yang
sumberdaya dan memiliki kekuasaan atas pengambilan
pengambilan keputusan keputusan
dalam rumah tangga
(Gender disaggregated
data-intra household

21
No. Tahapan /Langkah Objek Kerangka Moser

4. Perencanaan untuk Menentukan apakah keterlibatan satu


menyeimbangkan peran peran membatasi kegiatan yang secara
rangkap tiga sigifikan aka membatasi waktu yg
dibutuhkan untuk satu peran tertentu
5. Matrik kebijakan Kesejahteraan, Keadilan, Anti kemiskinan,
Efisiensi, dan Pemberdayaan.
6. Pelibatan perempuan dan untuk memastikan pemasukan kebutuhan
organisasi /perencana yang strategi gender dan kebutuhan praktis
sadar gender gender dalam perencanaan

Penjelasan dari tabel di atas:

Peran Reproduksi dan Produktif sudah dijelaskan pada pada analisis Model

Harvard.

Peran Sosial adalah pekerjaan yang mendukung konsumsi kolektif dan

pemeliharaan sumber daya masyarakat (misalnya, pemerintah daerah,

pengelolaan sistem irigasi, pendidikan, dll.)

Kebutuhan praktis untuk mengatasi kondisi kehidupan yang tidak memadai.

Kebutuhan gender praktis meliputi penyediaan air, penyediaan layanan

kesehatan, peluang untuk mendapatkan penghasilan untuk menyediakan

untuk rumah tangga, penyediaan perumahan dan layanan dasar, dan

distribusi makanan.

Kebutuhan strategis untuk kekuasaan dan kontrol untuk mencapai

kesetaraan gender. Kebutuhan gender strategis meliputi tantangan

terhadap pembagian kerja berdasarkan gender, pengurangan beban

pekerjaan rumah tangga dan penitipan anak, penghapusan bentuk-bentuk

institusional, diskriminasi seperti hukum dan sistem hukum, bias dalam

mendukung laki-laki, penyediaan pelayanan kesehatan reproduksi, tindakan

terhadap kekerasan laki-laki. (Molyneux, 1985)

Melibatkan perempuan dan organisasi sadar gender. Hal ini penting untuk

memastikan bahwa kebutuhan gender praktis dan strategis yang nyata

diidentifikasi dan dimasukkan ke dalam proses perencanaan. Contoh

22
kegiatan kehutanan: kelompok-kelompok tani perempuan dalam pengelolaan

hutan atau hasil hutan bukan kayu.

Kesejahteraan: Ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan gender praktis

perempuan dalam peran mereka sebagai ibu, misalnya dengan memberikan

bantuan makanan, menerapkan langkah-langkah melawan kekurangan gizi,

dan mempromosikan keluarga berencana.

Kesetaraan: Pendekatan kesetaraan mengakui perempuan sebagai peserta

aktif dalam pembangunan.

Anti Kemiskinan: Pendekatan ini mengakui peran produktif perempuan, dan

berupaya memenuhi kebutuhan praktis gender mereka untuk mendapatkan

penghasilan, terutama dalam proyek-proyek skala kecil yang menghasilkan

pendapatan.

Efesiensi: untuk memastikan bahwa pembangunan lebih efisien dan

efektif melalui pemanfaatan kontribusi ekonomi perempuan.

Pemberdayaan: untuk memberdayakan perempuan dengan mendukung

inisiatif mereka sendiri dan menumbuhkan kemandirian.

Sebagai suatu alat analisis, kerangka analisis Moser memliki keunggulan

dan kelemahan. Keunggulan:

a. Perencanaan dapat dilakukan di semua tingkatan dan bergerak di luar

teknis

b. Menolak ketidakadilan

c. Mempunyai alat-alat analisis yang sangat kuat

d. Membuat pekerjaan laki-laki dan perempuan jadi nyata

Kelemahan:

a. Lebih melihat pemisahan daripada hubungan yang saling berkaitan

antara aktivitas laki-laki dan perempuan

b. Tidak semua orang menerima konsep tri peran

c. Pembagian tugas antara kebutuhan praktis dan strategis tidak jelas

sehingga kurang membantu

23
3.) Gender Analysis Matrix (GAM)
Gender analysis matrix (GAM) dikembangkan oleh A. Rani Parker sebagai

alat yang digunakan dengan cepat untuk mengidentifikasi bagaimana

intervensi pembangunan tertentu akan mempengaruhi perempuan dan laki-

laki. Ini menggunakan teknik berbasis komunitas untuk memperoleh dan

menganalisis perbedaan gender dan untuk menantang asumsi komunitas

tentang gender. Secara eksplisit teknik ini digunakan oleh komunitas untuk

mengidentifikasi masalah dan solusi sendiri.

Prinsip-prinsip Matriks Analisis Gender adalah:

a. Semua pengetahuan yang diperlukan untuk analisis gender ada di antara

orang-orang yang hidupnya menjadi subjek analisis

b. Analisis gender tidak memerlukan keahlian teknis dari orang-orang di

luar komunitas yang dianalisis, kecuali sebagai fasilitator

c. Analisis gender tidak dapat transformatif kecuali analisis dilakukan

oleh orang yang dianalisis.

Setiap tujuan proyek dianalisis pada empat tingkat masyarakat:

perempuan, laki-laki, rumah tangga dan masyarakat oleh berbagai kelompok

pemangku kepentingan. Mereka melakukan analisis dengan mendiskusikan

setiap tujuan proyek dalam hal bagaimana dampaknya terhadap praktik

perburuhan laki-laki dan perempuan, waktu, sumber daya, dan faktor sosial

budaya lainnya, seperti perubahan peran dan status sosial.

Tabel 6. Matrik Analisis Gender

Tenaga Kerja Waktu Sumberdaya Budaya

Wanita

Pria

Rumah Tangga

Komunitas

Sumber : Parker, 1993

24
Penjelasan pengisian tabel GAM di atas berdasarkan dua tahap/alat yaitu:

Alat GAM 1: Analisis pada empat 'tingkat' masyarakat

Perempuan : Ini mengacu pada perempuan dari segala usia yang berada di

kelompok sasaran (jika kelompok sasaran termasuk perempuan), atau semua

perempuan di masyarakat.

Laki-laki : Ini mengacu pada laki-laki dari segala usia yang berada dalam

kelompok sasaran (jika kelompok sasaran termasuk laki-laki), atau semua laki-

laki dalam masyarakat.

Rumah Tangga : Ini mengacu pada semua wanita, pria, dan anak-anak yang

tinggal bersama, bahkan jika mereka bukan bagian dari satu keluarga inti.

Komunitas : Ini mengacu pada semua orang di dalam area proyek. Jika

'komunitas' yang didefinisikan dengan jelas tidak bermakna dalam konteks

proyek, tingkat analisis ini dapat dihilangkan. (Parker 1993)

Alat GAM 2 : Analisis empat jenis dampak

GAM melihat dampak pada empat bidang: tenaga kerja, waktu, sumber daya

(mempertimbangkan akses dan kontrol), dan faktor sosial budaya.

Tenaga kerja : Ini mengacu pada perubahan tugas (misalnya, mengambil

air dari sungai), tingkat keterampilan yang dibutuhkan (terampil atau tidak

terampil, pendidikan formal, pelatihan), dan kapasitas tenaga kerja (Berapa

banyak orang yang melaksanakan tugas, dan berapa banyak dapatkah mereka

melakukannya? Apakah perlu mempekerjakan tenaga kerja, atau dapatkah

anggota rumah tangga melakukan pekerjaan itu?).

Waktu : Ini mengacu pada perubahan jumlah waktu (tiga jam,

empat hari, dan sebagainya) yang diperlukan untuk melaksanakan tugas yang

berhubungan dengan proyek atau kegiatan tersebut.

Sumber daya : Kategori ini mengacu pada perubahan akses ke sumber daya

(pendapatan, tanah, dan kredit) sebagai konsekuensi dari proyek, dan

25
tingkat kontrol atas perubahan sumber daya (kurang lebih) untuk setiap

kelompok yang dianalisis.

Faktor sosial budaya : Ini mengacu pada perubahan aspek sosial kehidupan

peserta (termasuk perubahan peran atau status gender) sebagai akibat dari

proyek. (Parker 1993)

Menggunakan GAM

GAM digunakan dengan kelompok-kelompok anggota masyarakat (dengan

keterwakilan perempuan dan laki-laki yang setara), difasilitasi oleh seorang

pekerja pembangunan. Lebih waktu, diharapkan anggota masyarakat sendiri

yang akan memfasilitasi prosesnya, tetapi Rani Parker menunjukkan bahwa

pada tahap awal, diperlukan fasilitator yang berpengalaman. Analisis selalu

dilakukan oleh kelompok.

Hal ini dimaksudkan agar analisis di GAM harus ditinjau dan direvisi sebulan

sekali untuk tiga bulan pertama, dan sekali setiap tiga bulan sesudahnya.

Setiap kotak harus diverifikasi pada setiap review GAM. Hasil yang tidak

diharapkan, serta yang diharapkan, harus ditambahkan ke matriks.

Setelah GAM diisi, kelompok mendiskusikan temuan dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan berikut.

• Apakah efek yang tercantum pada GAM diinginkan? Apakah mereka

konsisten dengan tujuan program?

• Bagaimana intervensi mempengaruhi mereka yang tidak berpartisipasi?

• Hasil mana yang tidak terduga? (Ini akan muncul di GAM yang diisi selama

dan setelah implementasi.) Setelah kotak diisi dengan perubahan yang

dibawa oleh proyek, anggota kelompok harus kembali ke matriks dan

menambahkan berikut ini:

1) tanda tambah (+) jika hasilnya konsisten dengan tujuan proyek;

2) tanda minus (-) jika hasilnya bertentangan dengan tujuan proyek;

26
3) tanda tanya (?) jika mereka tidak yakin apakah konsisten atau

bertentangan.

Tanda-tanda ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang perbedaan

efek intervensi; mereka tidak dimaksudkan untuk ditambahkan dalam upaya

untuk menentukan efek bersihnya. Ini akan terlalu menyederhanakan

gambaran realitas yang kompleks, dan salah menggambarkan campuran efek

positif dan negatif yang dimiliki semua intervensi.

GAM dimaksudkan untuk digunakan di samping alat analisis standar lainnya

seperti alat pemantauan, penilaian kebutuhan, dan sebagainya.

4.) Capacities and Vulnerabilities Analysis (CVA) Framework

Kerangka analisis CVA (Capacities and Vulnerablilitis Analysis) dirancang

khusus untuk digunakan dalam kemanusiaan, intervensi, dan bencana. CVA ini

dirancang untuk membantu lembaga dalam menghadapikeadaan darurat. CVA

ini didasarkan pada gagasan utama bahwa orang-orang sudah memiliki

kekuatan/ kapasitas dan kelemahan/ kerentanan yang dapat menentukan

dampak krisis pada mereka dan bagaimana cara menanggapi krisis tersebut.

Tekanan dalam keadaan darurat harus membuat mereka dapat meningkatkan

kapasitas dan mengurangi kerentanan mereka.

Yang dimaksud dengan Kapasitas yaitu kekuatan yang ada dari inidividu

dan kelompok sosial yang berhubungan dengan bahan dan sumber daya fisik,

sumber daya sosial, dan keyakinan serta sikap. Sedangkan Kerentanan

menggambarkan faktor jangka panjang yang melemahkan kemampuan

masyarakat untuk mengatasi bencana yang datang tiba-tiba atau keadaan

darurat yang berlarut-larut sehingga membuat orang menjadi rentan

terhadap bencana baik rentan sebelum datangnya, saat terjadi, atau sesudah

terjadinya bencana. CVA di sini tidak hanya menangani kebutuhan

27
praktis pada saat itu juga tetapi sebaliknya yaitu memerlukan strategijangka

panjang yang merupakan bagian dari pekerjaan pembangunan.

Dalam melakukan analisis CVA ada dua (2) langkah yang dilakukan yaitu:

Langkah 1: Menentukan kategori kapasitas dan kerentanan

CVA paa langkah pertama ada tiga kategori yaitu fisik, sosial, dan kapasitas

motivasi dan kerentanan. Kemampuan/kapasitas fisik atau bahan dan

kerentanan mencakup iklim, tanah, dan lingkungan tempat tinggal orang/ hidup

sebelum krisis seperti kesehatan, ketrampilan, pekerjaan, perumahan,

teknologi, air, dan pasokan makanan, akses ke ibukota dan aset lainnya. Laki-

laki dan perempuan mengalami perbedaan sehingga bagi pelaksana CVA akan

mengajukan dua pertanyaan:

1. Adakah perbedaan kerentanan antara laki-laki dan perempuan secara

material dan fisik dalam masyarakat?

2. Apakah laki-laki dan perempuan mempunyai akses terhadap sumber-

sumber produktif dan keterampilan?.

Kapasitas dan kerentanan sosial atau organisasi mencakup kategoriyang

merujuk pada hal-hal sosial dari sebuah komunitas dan mencakup struktur

politik formal dan membangun sistem informal, sistem sosial termasuk

keluarga dan sistem masyarakat serta pola pengambilan keputusan. Analisis

gender pada kategori ini sangat penting karena laki-laki dan perempuan

memiliki peran berbagai bentuk yang berbeda secara luas, maka perlu

mempertimbangkan ras, kelas, atau etnis yang dapat menjadi peluang

kerentanan. Pertanyaan yang diajukan:

1. Struktur sosial masyarakat apa yang ada sebelum bencana dan bagaimana

pelayanan yang diberikan ketika ada bencana?

2. Dampak apa yang diberikan setelah terjadi bencana pada organisasi

sosial?

3. Apa tingkat dan kualitas partisipasi dalam struktur ini?

28
Kapasitas dan kerentanan motivasi dan sikap, mencakup budaya dan

psikologis yang mungkin didasarkan pada agama, sejarah masyarakat krisis

yang memiliki harapan pada bantuan darurat. Pertanyaan yang diajukan:

1. Bagaimana laki-laki dan perempuan melihat diri mereka sendiri dan

kemampuan mereka untuk menangani secara efektif dengan lingkungan

sosial/ politik?

2. Apa keyakinan dan motivasi orang saat sebelum terjadi bencana dan

setelah terjadi bencana mempengaruhi mereka? Ini termasuk keyakinan

tentang peran gender dan hubungannya.

3. Apakah orang merasa mereka memiliki kemampuan yang membentuk hidup

mereka? Apakah perempuan merasa memiliki kemampuan yang sama dengan

manusia pada umumnya?

Langkah 2: Menentukan dimensi tambahan tentang ‘kompleks realitas’

CVA pada langkah ini melihat masyarakat berdasarkan jenis kelamin dan

disagregasi menurut dimensi yang lain dari hubungan sosial. Disagregasi

masyarakat berdasarkan jenis kelamin bertolak pada kapasitas, kerentanan,

dan kebutuhan yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin. CVA

memungkinkan bentuk-bentuk sosial diferensiasi yang dapat dipetakan di

luar matriks. Kedua disagregasi menurut dimensi yang lain dari hubungan

sosial melihat bahwa suatu komunitas dapat juga dianalisis menurut faktor-

faktor lain seperti: tingkat kekayaan, afiliasi politik, kelompok etnis atau

bahasa, usia, dan seterrusnya. Di sini tidak lepas dari siapa mengungkapkan

bagaimana orang yang berbeda dan kelompok-kelompok berbeda yang

terpengaruh oleh krisis dan intervensi. Secara umum CVA matriks dapat

digunakan untuk menilai perubahan hubungan gender sebagai akibat keadaan

darurat dan badan intervensi.

29
Tabel 7. Matriks Analisis CVA berdasarkan Kapasitas dan Kerentanan
Kerentanan Kapasitas
Fisik/materi
Apa sumberdaya produktif,
keterampilan dan bahaya
yang ada ?
Sosial/organisasi
Apakah ada hubungan antar
manusia ?
Apakaha ada Struktur
organisasi ?
Motivasi/sikap
Bagaimana pandangan
komunitas/masyarakat
terhadap kemampuannya
untuk membuat perubahan?
‘Pembangunan adalah proses dimana kerentanan dikurangi dan kapasitas
ditingkatkan’.
Sumber : Anderson and Woodrow, 1989

Tabel 8. Matrik CVA yang dipilah berdasarkan Gender


Kerentanan Kapasitas
Wanita Pria Wanita Pria

Fisik/materi

Sosial/organisasi

Motivasi/sikap

Sumber : Anderson and Woodrow, 1989

30
Tabel 9. Penggunaan Matrik CVA Pengungsi di Sierra Leone
Kerentanan Kapasitas
Fisik/materi Kepala keluarga perempuan Keterampila wanita meliputi:
tidak dapat mengakses tenaga
Apa sumberdaya produktif, kerja laki-laki untuk  Peningkatan pendapatan
keterampilan dan bahaya membangun rumah/ kamp; (membuat sabun,
yang ada ? Sehingga tidak berhak memanggang, mewarnai
menerima jatah makanan. tekstil, berdagang kecil-
Akibatnya, banyak wanita: kecilan);
 Dipaksa memberikan layanan  Pertanian (kacang tanah,
seksual untuk mengakses beras, dan sayuran);
tenaga kerja laki-laki;  Pekerjaan kejuruan (guru,
 Dipaksa mengambil pinjaman perawat bayi, pekerja
untuk jatah makanan komunitas)
berikutnya, yang mengarah
ke siklus hutang;
 Terlibat dalam prostitusi di
komunitas perkotaan.
Sosial/organisasi  27% rumah tangga yang  Petani perempuan
dipimpin oleh seorang membentuk kelompok untuk
Apakah ada hubungan antar perempuan (suami mengerjakan praktek lokal
manusia ? dibunuh,hilang atau pergi pengolahan lahan kecil yang
Apakaha ada Struktur mencari pekerjaan) disumbangkan;
organisasi ?uktur organisasi  Ikatan kerabatan yang erat
mereka?  Pembagian pekejaan/tugas antara pengungsi dan
di kamp penggungsi komunitas asli memungkinkan
didominasi laki-laki; pertukaran makanan, tempat
perempuan kepala keluarga tinggal, dan tanah untuk
tidak memiliki akses penuh. tenaga kerja;
 Pertukaran tenaga kerja
antara laki-laki dan
perempuan memungkinkan
rumah tangga yang dikepalai
perempuan untuk mengakses
tenaga kerja laki-laki untuk
membangun rumah.
Motivasi/sikap  Semangat sangat rendah  Setelah beberapa waktu,
saat tiba di kamp diantara para pengungsi
Bagaimana pandangan orang-orang yang melarikan mengembangkan strategi
komunitas/masyarakat diri dari pejuang bertahan hidup untuk
terhadap kemampuannya pemberontakan beberapa memaksimalkan kesempatan
untuk membuat perubahan? kali,setelah serangan memperoleh penghasilan:
berulang kali
 Banyak wanita yang  Perempuan dan anak-anak
kehilangan suami dan anak- tetap tinggal di kamp:
anak karena para Para pemuda kembali ke
pemberontakan sangat Sierra Leone untuk menjaga
berpengaruh. tanah dan mulai bertani.
Sumber: Anderson and Woodrow, 1989

31
5). Kerangka Pemberdayaan Perempuan

Kerangka Pemberdayaan Perempuan dikembangkan oleh Sara Hlupekile

Longwe, seorang ahli gender dari Lusaka, Zambia. Tujuan kerangka Longke

untuk membantu perencana mempertanyakan sejauhmana pemberdayaan

perempuan dalam intervensi pembangunan. Pemberdayaan dimaksudkan

perempuan untuk mengambil tempat yang sama dengan laki-laki dan

berpartisipasi secara setara dalam proses pembangunan untuk mencapai

kontrol atas faktor-faktor produksi atas dasar kesetaraan dengan laki-laki.

Modelnya secara eksplisit politis, menyatakan bahwa kemiskinan perempuan

adalah konsekuensi dari penindasan dan eksploitasi (bukan kurangnya

produktivitas), dan bahwa untuk mengurangi kemiskinan perempuan harus

diberdayakan.

Kerangka kerja Longwe melihat gender dan pembangunan dengan

menganalisis tingkat komitmen organisasi pembangunan terhadap kesetaraan

dan pemberdayaan perempuan melalui dua tahap, yaitu:

1. Tingkat Kesetaraan

Tujuan tingkatan kesetaraan untuk menunjukkan sejauhmana perempuan

setara dengan laki-laki dan juga menilai apakah sebuah proyek/program

intervensi pembangunan mampu mempromosikan kesetaraan dan

pemberdayaan perempuan. Ada Tingkat kesetaraan Longwe tergambar

dalam lima tingkat dari tertinggi ke terendah yaitu dari aspek Kontrol,

Partisipasi, Kesadaran, Akses, dan Kesejahteraan.

Aspek Kesadaran dalam Kerangka Longwe sebagai pemahaman yang sadar

tentang perbedaan antara jenis kelamin dan gender, dan kesadaran bahwa

peran gender adalah budaya dan dapat diubah. 'Penyadaran' jugamelibatkan

keyakinan bahwa pembagian kerja secara seksual harus adil dan dapat

diterima oleh kedua belah pihak, dan tidak melibatkan dominasiekonomi atau

politik dari satu jenis kelamin. Sedangkan aspek Kesejahteraan dimaksudkan

apakah perempuan memiliki akses yang setara dengan laki-laki terhadap

32
kesejahteraan sumberdaya (makanan, pendapatan, perawatan medis).

Tabel 10. Level kesederajatan dan pemberdayaan


Kesetaraan Pemberdayaan
Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki
Kontrol
(decision
Making)

Partisipasi

Kesadaran Kritis
(Conscienticicao)
Akses

Welfare
(kebutuhan
dasar-praktis)
Keterangan: Anak panah di atas menunjukan arah peningkatan menuju kesetaraan dan dan
pemberdayaan.

2). Tingkat pengakuan terhadap isu-isu perempuan'

Tingkatan ini mengidentifikasi sejauh mana tujuan proyek berkaitan

dengan pembangunan perempuan, untuk menetapkan apakah isu-isu

perempuan diabaikan atau hanya pada peran gender stereotip, gender

tradisional dan subordinat perempuan.

Pemberdayaan perempuan harus menjadi perhatian perempuan dan laki-laki,

dan sederajatnya dimana pembangunan diharapkan berpotensi

memberdayakan perempuan atau sejauh mana isu-isu perempuan

diperhatikan.

Longwe mengidentifikasi tiga tingkat pengakuan yang berbeda terhadap isu-

isu perempuan dalam desain proyek:

1) Tingkat negatif : dimana tidak menyebutkan isu-isu perempuan atau

kemungkinan besarperempuan akan dirugikan dalam kegiatan proyek.

2) Tingkat netral : Dimana ada pengakuan masalah perempuan dalam artian

intervensi proyek tidak membuat perempuan lebih buruk dari sebelumnya.

33
3) Tingkat positif : Pada tingkat ini, tujuan proyek secara positif berkaitan

dengan isu-isu perempuan, dan dengan meningkatkan posisi perempuan

relatif terhadap laki-laki.


Tabel 11. Kerangka Pemberdayaan Perempuan Tahap 1 dan 2

Proyek/Kegiatan:

Kesetaraan
Negatif Netral Positif

Pengakuan
Kontrol
(decision Making)

Partisipasi

Kesadaran
Kritis
(Conscienticicao)
Akses

Welfare
(kebutuhan dasar-
praktis)

Kelebihan Kerangka Longwe :

1. Memiliki banyak kesamaan dengan konsep Kerangka Kerja Moser tentang

kebutuhan gender praktis dan strategis.

2. Menunjukkan bahwa intervensi pembangunan mengandung unsur

'praktis' dan 'strategis'. Kemajuan dari praktis ke strategis tergantung

pada sejauh mana intervensi memiliki potensi untuk 'memberdayakan'.

3. Menekankan pemberdayaan dalam hal ini sangat berguna dalam

menjelaskan mengapa 'pemberdayaan' bersifat intrinsik dalam proses

pembangunan.

4. Memiliki perspektif politik yang sangat kuat. Ia menekankan bahwa

pembangunan berarti mengatasi ketidaksetaraan perempuan

dibandingkan laki-laki dalam segala hal.

34
5. Terdapat penilaian tentang di mana perempuan sudah memiliki

kesetaraan, dan apa yang masih harus dilakukan.

Kelemahan Kerangka Longwe :

1) Ini statis dan tidak memperhitungkan bagaimana situasi berubah dari

waktu ke waktu;

2) Ia melihat hubungan antara laki-laki dan perempuan hanya dalam hal

kesetaraan - bukan pada sistem rumit hak, klaim, dan tanggung jawab

yang ada di antara mereka;

3) Tidak mempertimbangkan bentuk-bentuk ketidaksetaraan lainnya, dan

dapat mendorong pandangan yang menyesatkan tentang perempuan

sebagai kelompok yang homogen;

4) Tidak memeriksa lembaga dan organisasi yang terlibat;

5) Tidak mengkaji lingkungan makro;

6) Ini hanya membahas generalisasi yang sangat luas.

6.) Pendekatan Hubungan Sosial

Kerangka hubungan sosial diciptakan oleh Naila Kabeer di Institute of

Development Studies di Sussex, Inggris, yang mengacu pada akar feminis sosialis.

Pendekatan Hubungan Sosial dimaksudkan sebagai metode untuk menganalisis

ketidaksetaraan gender yang ada dalam distribusi sumber daya, tanggung jawab,

dan kekuasaan, dan untuk merancang kebijakan dan program yang memungkinkan

perempuan menjadi agen pembangunan mereka sendiri.

Ini lebih berorientasi luas daripada pendekatan sebelumnya, menempatkan

keluarga dan rumah tangga dalam jaringan hubungan sosial yang menghubungkan

mereka dengan komunitas, pasar, dan negara. Kabeer menulis bahwa model peran

rangkap tiga yang dirumuskan oleh Moser kurang memperhatikan “fakta bahwa

sebagian besar sumber daya dapat diproduksi di berbagai lokasi institusional

(rumah tangga, pasar, negara bagian, dan komunitas) sehingga sumber daya yang

sama dapat diproduksi melalui cara yang sangat berbeda “hubungan sosial."

35
Ada empat konsep kunci dalam pendekatan ini:

a. Tujuan pembangunan sebagai kesejahteraan manusia

Pembangunan dipandang sebagai upaya peningkatan kesejahteraan manusia

mencakup semua tugas reprodukstif tenaga kerja, kegiatan subsistent, dan

kepedulian lingkungan hidup.

b. Konsep hubungan sosial

Hubungan sosial' merupakan hubungan struktural yang membentuk dan

melahirkan perbedaan sistemik dalam posisi kelompok orang yang berbeda.

Hubungan seperti itu menentukan siapa kita, apa peran dan tanggung jawab

kita, dan klaim apa yang dapat kita buat.

Relasi gender merupakan salah satu jenis relasi sosial (kadang disebut relasi

sosial gender). Relasi social bukanlah sesuatu yang kaku dan kekal tetapi

dapat dan berubah melalui faktor-faktor seperti perubahan makro atau agen

manusia. Perempuan miskin kerap dikeluarkan dari akses dan kepemilikan atas

sumber daya dan bergantung pada hubungan patron dan ketergantungan.

Pembangunan dapat menolong si miskin untuk membangun solidaritas, hubungan

timbal balik, dan otomomi dalam akses terhadap sumber daya.

c. Konsep Analisis kelembagaan.

Analisis kelembagaan mendasari penyebab ketidaksamaan gender tidak

terbatas pada rumah tangga dan keluarga tetapi melahirkan lintas

kelembagaan, termasuk komunitas internasional, negara, dan pasar.

Kabeer mendefinisikan lembaga sebagai sebuah kerangka aturan menuju

keberhasilan khususnya dalam tujuan sosial atau ekonomi. Kesadaran gender

mengharuskan kita untuk menganalisis bagaimana lembaga-lembaga ini benar-

benar menciptakan dan mereproduksi ketidaksetaraan. Ada empat bidang

lembaga, yg dimaksud yakni: negara, pasar, masyarakat, dan keluarga.

Pendekatan Hubungan Sosial menyatakan bahwa semua institusi memiliki lima

dimensi hubungan sosial yang berbeda, tetapi saling terkait: aturan, sumber

daya, orang, aktivitas, dan kekuasaan:

36
1) Aturan (Rules), atau bagaimana segala sesuatu dilakukan? Apakah

memperkuat atau menghambat? Aturan tertulis atau tidak (informal) .

2). Aktifitas (Activities), yakni apa yang dilakukan? siapa melakukan apa,

siapa mendapatkan apa, siapa berhak mengklaim atas apa. Aktifitas bisa

saja yang bersifat produktif, regulatif, dan distributif.

Aturan lembaga memastikan bahwa ada pola praktik rutin untuk

melaksanakan tugas. Akibatnya, tugas-tugas tertentu melekat pada

kelompok sosial tertentu. Misalnya wanita dianggap memiliki pekerjaan

tertentu: keterampilan memelihara, kesabaran, mengelola anggaran.

Praktik kelembagaan seperti ini bisa diubah jika dianggap hubungan yang

tidak setara.

3). Sumber daya yaitu apa yang yang digunakan, apa yang diproduksi.

Termasuk input sumber daya manusia (tenaga kerja, pendidikan), material

(pangan, capital aset, dan sebagainya), ataupun yang tidak kelihatan seperti

informasi, politik, pengaruh, dan jaringan.

4). Orang (People), yakni siapa yang terlibat, siapa yang pergi, siapa

melakukan apa?

5). Kekuatan (Power), yakni siapa mengontrol, memutuskan dan kepentingan

siapa yang dilayani.

d. Konsep Kebijakan Gender Kelembagaan. Naila Kabeer mengklasifikasikan

kebijakan pembangunan menjadi 2 jenis:

1) Kebijakan buta gender: Kebijakan ini tidak mengakui perbedaan antara

jenis kelamin. Kebijakan memasukkan bias yang mendukung hubungan

gender yang ada dan karena itu cenderung mengecualikan perempuan.

2) Kebijakan yang sadar gender: Kebijakan ini mengakui bahwa perempuan dan

laki-laki adalah aktor pembangunan, dan bahwa mereka diatasi dengan cara

yang berbeda, seringkali tidak setara, sebagai calon peserta dan penerima

manfaat dalam proses pembangunan. Akibatnya, mereka mungkin memiliki

kebutuhan, kepentingan, dan prioritas yang berbeda dan terkadang


37
bertentangan. Kebijakan yang sadar gender dapat dibagi menjadi tiga

jenis kebijakan seperti dalam tabel di bawah ini:

Tabel 12. Kebijakan Sadar Gender (Sensitif Gender)


Netral  Menggunakan pengetahuan tentang perbedaan gender dalam
Gender masyarakat tertentu
 Intervensi menargetkan dan menguntungkan kedua jenis kelamin
secara efektif untuk memenuhi kebutuhan praktis gender
 Bekerja dalam kondisi yang ada untuk pembagian kerja atas
sumber daya dan tanggung jawab berbasi gender
Spesifik  Menggunakan pengetahuan tentang perbedaan gender,
Gender merespon kebutuhan praktis perempuan dan laki-laki secara
spesifik
 Bekerja dalam pembagian kerja atas sumber daya dan tanggung
jawab berbasis gender
Distribusi  Intervensi yang dimaksudkan untuk mengubah distribusi yang
Gender ada untuk menciptakan hubungan yang lebih seimbang antara
perempuan dan laki-laki.
 Menargetkan perempuan dan laki-laki, atau hanya satu
kelompok secara khusus.
 Lebih menyentuh kepentingan strategis gender; dengan cara
yang memiliki potensi transformasi, yaitu membantu
menciptakan kondisi yang mendukung bagi perempuan untuk
memberdayakan diri.

7.) Model Gender Analysis Pathway (GAP)


Model Gender Analysis Pathway (GAP) atau Alur Kerja Analsiis Gender

merupakan model yang dikembangkan oleh Bappenas dengan bekerjasama dengan

Canadian International Development Agency (CIDA). GAP dikembangkan dengan

menggunakan metodologi yang sederhana dan mudah dipahami.

GAP adalah suatu alat analisis gender yang dapat digunakan untuk membantu

para perencanan dalam melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan

kebijakan/program/proyek/kegiatan pembangunan. Dengan menggunakan GAP,

para perencana kebijakan/program /proyek/kegiatan pembangunan dapat

mengidentifikasi kesenjangan gender dan permasalahan gender serta sekaligus

menyusun rencana kebijakan pembangunan yang bertujuan untuk memperkecil

atau menghapus kesenjangan gender tersebut (BAPPENAS, 2007).

38
Perencanaan pembangunan yang responsif gender harus dilakukan untuk

menjamin pelaksanaan pembangunan yang lebih fokus, berkesinambungan,

berkeadilan dan mencapai tingkat kemungkinan keberhasilan yang tinggi(optimal),

dengan mempertimbangkan pengalaman, kebutuhan, aspirasi, dan permasalahan

target sasaran (perempuan dan laki-laki). Dengan demikian, tujuan perencanaan

yang responsif gender adalah tersusunnya rencana kebijakan/program/kegiatan

pembangunan yang responsif gender di berbagai bidang pembangunan, dan di

setiap tingkatan pemerintahan.


Adapun tujuan GAP antara lain:
1. Membantu perencana dalam menyusun perencanaan program responsif gender

2. Mengidentifikasi kesenjangan gender (peran, akses, kontrol dan manfaat

yang diperolah warga laki-laki dan perempuan.

3. Mengetahui latar belakang terjadinya kesenjangan gender


4. Merumuskan permasalahan sebagai akibat adanya kesenjangan gender.

5. Mengidentifikasi langkah-langkah/tindakanintervensi yang diperlukan. Sebagai

sebuah model analisis baru, GAP memiliki keunggulan dan kelemahan.

Oleh karena itu penyempurnaan alat analisis ini mutlak diperlukan. Berikut

beberapa keunggulan dan kelemahan model GAP:

Keunggulan:
a. Menghasilkan program/kegiatan yang responsif gender

b. Metodologi sederhana

c. Menggunakan data kuantitatif dan kualitatif secara bersamaan

d. Setiap langkah dapat dimonitor dan dievaluasi


e. Cocok untuk rencana pembangunan baik di tingkat pusat maupun daerah

f. Mudah dilakukan .

Kelemahan:

a. Ketergantungan pada data terpilah menurut jenis kelamin


b. Umumnya hanya dapat digunakan pada kebijakan/program/ proyek/kegiatan yang
dibayai pemerintah

c. Lebih membatasi pada perencanaannya

39
Dari penjabaran teknik analysis yang diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan

dalam tabel di bawah ini.

Tabel 13. Penggunaan Teknik Analysis Gender

No. Teknik Analysis Dekripsi Penggunaan


1. Model Harvard Kerangka analisis gender dan Ada 4 komponen matrik yang
perencanaan gender yang digunakan:
paling awal untuk mengetahui 1. Profil Kegiatan
profil gender secara mikro 2. Profil Akses dan Kontrol
(keluarga/masyarakat) dan 3. Analisis faktor yang mempengaruhi
peran gender dalam proyek 4. Analisis Siklus Proyek
pembangunan
Metode ini mempertimbangkan
Mengambarkan pembagian pembagian kerja antara laki-laki dan
kerja antara laki-laki dan perempuan. Metode ini baik digunakan
perempuan pada dua aspek untuk memahami situasi tertentu
yaitu Produktif dan (skala mikro). Untuk kajian lebih
Reproduktif di dalam harus digunakan bersamaan
pedesaan/daerah pertanian dengan alat analisis gender lain untuk
melengkapi hasil analisis.
Metode ini biasa digunakan untuk
proyek yang berbasis masyarakat dan
skala rumah tangga
2. Model Moser Kerangka ini didasarkan pada Ada 3 Konsep Kerangka utama Moser:
pendekatan Pembangunan dan 1. Peran rangkap tiga
Gender (Gender and 2. Kebutuhan gender praktis an
Development/ GAD). strategis
3. Pendekatan Kebijakan
Lebih dikenal dg Model Tiga (Kesejahteraan, Keadilan, Anti
Peranan (Produksi, Reproduksi, Kemiskinan, Efisiensi, dan
dan Sosial Budaya) Pemberdayaan)

Untuk mengetahui kebutuhan- Metode ini mempertimbangkan


kebutuhan apa yang dirasakan kegiatan laki-laki dan perempuan
oleh masyarakat yaitu secara terpisah. Metode sangat baik
Kebutuhan Praktis dan sebagai titik awal untuk memahami
Strategis situasi, tetapi harus digunakan
bersama metode analisis gender yang
Pembagian kerja antara laki- lainnya untuk melengkapi hasil analisis
laki dan perempuan. Lebih Metode ini biasa digunakan untuk
cocok untuk area urban proyek yang berbasis masyarakat
3. Model Gender Analisis u menentukan dampak Kerangka ini menggunakan teknik
Analysis Matriks intervensi pembangunan berbasis masyarakat dan untuk
(GAM) terhadap pengaruh laki-laki mengidentifikasi masalah dan solusi
dan perempuan sendiri.

40
No. Teknik Analysis Dekripsi Penggunaan
4. Capacities and Digunakan untuk penilaian Kerangka atau metode ini bisa
Vulnerabilities kesiapan bencana dan mengakibatkan analisis yang buta
Anaysis (CVA) kemanusiaan gender jika peserta tidak memiliki
Framework pemahaman tentang gender.
Pada umumnya digunakan untuk
program mitigasi dan kesiapan
bencana
5. Kerangka Penilaian dampak dari Penggunaan kerangka atau metode ini
Pemberdayaan intervensi pemberdayaan terbatas pada apa adanya, tidak
Perempuan perempuan. Penilaian dampak dapat menangkap sistem sosial yang
(Kerangka dari intervensi pemberdayaan komplek dari hak dan kewajiban yang
Longwe) perempuan ada dalam masyarakat
6. Model Sosial Analisa pada ketidaksetaraan Kerangka ini terlihat rumit tetapi bisa
Relation gender yang ada pada disesuaikan dan disederhanakan.
Approach (Naila distribusi sumberdaya, Relasi gender sebagai sebuah relasi
Kobar) tanggungjawab dan kekuasaan sosial yang dapat berubah-ubah.
7. Model Gender Analisa ini banyak digunakan Membantu perencana menyusun
Analysis Pathway para perencana dalam program responsif gender,
(GAP) kebijakan,program, kegiatan membutuhkan data terpilah laki-laki
pembangunan dan perempuan
Sumber: FAO dan Recoft, 2016 (Kompilasi)

2. Tahapan Analysis Model Gender Analysis Pathway (GAP)

Gender Analysis Pathway (GAP) memiliki langkah-langkah yang efektif dan

dipahami secara mudah bagi kementerian/lembaga/pemerintah daerah dan pihak

lain didalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi, kebijakan,

program dan kegiatan pembangunan agar responsif gender. Terdapat 9 langkah yang

harus dilakukan dalam melaksanakan GAP. Langkah tersebut terbagi dalam 3 (tiga

tahap), yaitu:

1. Tahap analisis kebijakan yang responsive gender (langkah 1-5),

2. Tahap formulasi kebijakan yang responsif gender (langkah 6-7) dan

3. Tahap pengukuran hasil (langkah 8-9).

Langkah-langkah dan alur kerja kerja dalam Gender Analysis Pathway (GAP ) dapat

dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 1.

41
Tabel 14. Langkah-langakh dalam Gender Analysis Pathway (GAP)
LANGKAH-LANGKAH GAP PENJELASAN
I. TAHAP ANALISIS KEBIJAKAN YANG RESPONSIF GENDER
I. PILIH  Memilih kebijakan/program/kegiatan yang hendak
KEBIJAKAN/PROGRAM dianalisis
/KEGIATAN YANG AKAN  Menuliskan tujuan kebijakan/program/ kegiatan
DIANALISIS
II. MENYAJIKAN DATA  Menyajikan data pembuka wawasan yang
PEMBUKA WAWASAN terpilah menurut jenis kelamin
 Data terpilah ini bisa berupa data statistik yang
kuantitatif atau kualitatif, misal: hasil survei, hasil FGD,
review pustaka, hasil kajian, hasil pengamatan, atau hasil
intervensi kebijakan/program/kegiatan yang sedang
dilakukan
III. MENGENALI FAKTOR  Menemukenali dan mengetahui ada tidaknya faktor
KESENJANGAN GENDER kesenjangan gender yaitu: akses, partisipasi, kontrol dan
manfaat (APKM
IV. MENEMUKENALI SEBAB  Temu kenali isu gender di internal lembaga. Misalnya:
KESENJANGAN terkait dengan produk hukum, kebijakan, pemahaman yang
INTERNAL masih kurang diantara pengambil
keputusan dalam internal lembaga
V. MENEMUKENALI SEBAB  Temu kenali isu gender di eksternal lembaga. Mislanya,
KESENJANGAN apakah budaya patriarkhi, gender stereotip (laki-laki
EKSTERNAL selalu dianggap sebgaia kepala keluarga)
II. TAHAP FORMULASI KEBIJAKAN YANG RESPONSIVE GENDER
VI. REFORMULASI TUJUAN  Merumuskan kembali tujuan kebijakan/ program/kegiatan
yang responsif gender
VII. RENCANA AKSI  Menetapkan rencana aksi
 Rencana aksi diharapkan mengatasi kesenjangan gender
yang teridentifikasi pada langkah 3, 4 dan 5
III. TAHAP PENGUKURAN HASIL
VIII DATA DASAR  Menetapkan data dasar yang dipilih untuk mengukur
kemajuan (progress)
 Data yang dimaksud diambil dari data pembuka wawasan
yaang telah diungkapkan pada langkah 2 yang terkait
dengan tujuan kegiatan dan output kegiatan
IX. INDIKATOR GENDER  Menetapkan indikator gender sebagai pengukuran hasil
melalui ukuran kuantitatif maupun kualitatif

42
Gambar 1 . Alur Kerja GAP

Berdasarkan langkah-langkah dan alur kerja GAP, format isian GAP dapat

dibuat dalam bentuk tabel yang disajikan landscape atau portrait. Pilihan format

landscape atau portrait lebih mengacu pada kemudahan para perencana satuan

kerja atau instansi dalam pengisian dan atau mengacu pada pedoman yang berlaku

di masing-masing daerah seperti terlihat pada contoh tabel dibawah ini.

43
Tabel 15. Format GAP (Pilihan format Portrait)

Satuan kerja/
Instansi
Program ………………………………………………………………………………………….
Cara Mengisi
• Pilih Program yang mampu menyelesaikan visi dan misi kepala
daerah
Kegiatan ……………………………………………………………………………………………….
KOLOM Pilih kegiatan yang relevan dengan program yang akan dijalankan
1 Indikator Kerja …………………………………………………………………………………………………..
Isikan data kuantitatif atau kualitatif untuk menunjukkan adanya
indikator ketercapaian tujuan program
Tujuan ……………………………………………………………………………………………………
• Tuliskan apa hasil yang diharapkan dari pelaksanaan
program/kegiatan
• Tujuan yang dituliskan disini adalah tujuan yang tertuang dalam
dokumen program /kegiatan masing-masing satker
AKSES:
……………………………………………………………………………………………………
Isikan data peluang memanfaatkan sumberdaya mencakup:
 Sumberdaya alam
 Sumberdaya manusia
 Sumberdaya keuangan
 Ketersediaan layanan pemerintah
PARTSISIPASI:
……………………………………………………………………………………………………..
Isikan data yang menunjukkan Knowledge, Attitude, Practice (KAP)
Data Pembuka
KOLOM dari seseorang, kelompok, masyarakat dalam kegiatan pembangunan
Wawasan (Data sebagimana sudah dipilih dalam kolom 1.
2
Pilah Gender) KONTROL:
……………………………………………………………………………………
Isikan data yang menunjukkan kemampuan seseorang dan atau
masyarakat untuk mengambil keputusan
MANFAAT:
………………………………………………………………………………………..
Isikan data dari hasil pembangunan yang dirasakan baik secara
langsung maupun tidak langsung oelh masyarakat (terpilah laki-laki
dan perempuan)

I Faktor ………………………………………………………
S Kesenjangan/ Akses Rumuskan isu gender sesuai data ketimpangan
U Permalasalaah Partisipasi yag ada pada kolom 2. Pilih datayang paling
KOLOM subtantif menunjukkan adanya ketimpangan
(Akses, Kontrol
3 G Partisipasi,
gender
Manfaat
E Kontrol,
N Manfaat)

44
D …………………………………………………………………………….
E Isikan sebab kesenjangan yang berasal dari Satker pengusul
R Sebab kegiatan, yaitu:
KOLOM Kesenjangan  SDM
4 Internal (di  Dana
 Regulasi
Satker)  Koordinasi
 Sarpras, dll.

Sebab ………………………………………………………………………
KOLOM Kesenjangan Isikan sebab kesenjangan yang berasal dari luar satker seperti:
5  Budaya,
Ekternal  Norma, dll
Reformulasi ………………………………………………………….
Tujuan (Jika Formulasikan kembali tujuan sebagaimana tertuang dalam kolom 1.
KOLOM sudah responsif Cara paling mudah adalah dengan copy paste tujuan tertulis dalam
6 kolom 1, seandainya sudah responsif gender tidak perlu diubah, jika
gender tidak perlu
masih netral atau bias gender bisa diperjelas agar menjadi responsif
dirumuskan lagi
gender
…………………………………………………………………………
KOLOM Isikan aktifitas-aktfitas yang relevan dengan kegiatan sebagimana
Rencana Aksi
7 tertuang dalam kolom 1 dan pastikan bahwa rincian aktifitas mampu
menjawab isu gender sebagiaman tertuang dalamkolom 3,4,5
KOLOM Data Dasar …………………………………………………………..
Isikan data sebagimana tertuang dalam kolom 2, pilih data yang
8 Terpilah
secara langsung menjelaskan kesenjangan gender
P (Baseline)
Rumusan Kinerja
E
…………………………………………………………….
N Sebutkan barang, jasa atau fasilitas lain yang diterima oleh kelompok
G sasaran sebagaimana telah dirumuskan dalam tujuan kegiatan.
Output
U Indikator Kinerja
K ………………………………………………………………………….
U Isikan data kuantitatif dan atau kualitatif untuk menunjukkan
adanya indicator ketercapaian tujuan kegiatan
R
Rumusan Kinerja
A ……………………………………………………………………………..
N Isikan perubahan kondisi fisik maupun social sebagai akibat dari
H ouput kegiatan. Pastikan nahwa rumusan kinerja mampu menjawab
KOLOM
A Outcome tujuan program
9 Indikaor Kinerja
S
……………………………………………………………………………….
I
Isikan data kuantitatif dan atau kualitatif untuk menunjukkan
L adanya indicator ketercapaian tujuan kegiatan

45
Tabel 16. Matrik Lembar Kerja GAP (Lanscape)
Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3 Kolom 4 Kolom 5 Kolom 6 Kolom 7 Kolom 8 Kolom 9
Pilih Kebijakan Kebijakan dan Rencana
Isu Gender Pengukran Hasil
atau Program Data Aksi ke Depan

atau Kegiatan Pembuka


yang akan Wawasan
dianalisis

Adapun penjelasan terkait pengisian table GAP di atas sebagai berikut:


Tahap I: Analisis Gender (Langkah 1 - 5)

Langkah I

1. Pilih kebijakan atau program atau keqiatan pembanqunan yanq akan


dianalisis. Integrasi gender bisa dilakukan pada kebijakan/program/
kegiatan baru (yang akan dibuat atau sedang dirancang) maupun yang
sudah ada.
Pastikan di tingkat apa yang akan dianalisis. Apakah di tingkat kebijakan,
program, atau kegiatan. Masing-masing tingkat dianalisis secara individual.
Misalnya, di tingkat kebijakan, analisis bisa mencakup hanya kebijakan itu
sendiri, dan/atau rincian dari kebijakan itu, yaitu program dan kegiatan.

2. Identifikasi dan tuliskan di kolom (1) tujuan dari kebijakan atau


proqram atau kegiatan yanq akan dianalisis.

Periksa rumusan/formulasi tujuannya, dan tuliskan rumusan tujuan tersebut di kolom


(1). Apabila terdapat beberapa tujuan, maka tuliskan semuanya. Kalau memilih
kebijakan yang akan dianalisis, maka yang akan diacu adalah tujuan dari kebijakan
tersebut. Demikian pula halnya apabila yang dipilih adalah program atau
kegiatan.
Langkah 3
Sajikan di kolom (2) data dan informasi yanq relevan, yanq terpilah menurut
jenis kelamin sebaqai pembuka wawasan, untuk melihat apakah data dan
informasi yang ada memperlihatkan kesenjangan gender yang cukup berarti.
Data pembuka wawasan bisa berupa data dan informasi:

46
a) hasil baseline Study (karena idealnya harus dilakukan kajian/ assessment/ baseline
study sebelum kebijakan/program/kegiatan dirancang); atau
b) hasil intervensi kebijakan atau program atau kegiatan yang sedang/ sudah
dilakukan.

Jenis data bisa berupa:


a) data statistik yang kuantitatif: hasil kajian, hasil intervensi, dan/atau data
sekunder (BPS, data sektor yang bersangkutan, atau data sekunder lainnya yang
relevan); telaah pustaka; atau
b) data kualitatif: hasil kajian/hasil intervensi, hasil FGD, interview mendalam,
hasil observasi, dan kearifan lokal (local wisdom).
PenjelaSan: Semua data dan informasi yang ditampilkan, apakah
memperlihatkan kesenjangan yang cukup berarti antara perempuan dan Iaki- laki?
Yang ideal adalah data dan informasi yang ditampilkan tersebut dapat memberikan
gambaran sebelum dan sesudah intervensi (kalau intervensi itu telah dilakukan). Akan
tetapijika belum ada intervensi, maka data dan informasi yang terpilah menurut
jenis kelamin tersebut ditampilkan untuk memberi wawasan dan gambaran kondisi
kesenjangan yang harus dipertimbangkan ketika kebijakan, program, kegiatan
intervensi diformulasikan dan dirancang.
Langka 3

Temukenali isu qender di proses perencanaan kebijakan, program atau kegiatan


dengan menganalisis data pembuka wawasan dari empat aspek yang berpotensi
sebagai penyebab kesenjangan yaitu, akses, manfaat, partisipasi dan penguasaan
(kontrol):
• Apakah kebijakan/program/kegiatan intervensi pembangunan yang ada atau
yang sedang dirancang memberikan akses yang adil terhadap perempuan dan laki-
laki?
• Apakah kebijakan/program/kegiatan intervensi pembangunan yang ada atau
yang sedang dirancang memberikan manfaat yang sama bagi perempuan dan laki- laki
terhadap sumber-sumber pembangunan?
• Apakah kebijakan/program/kegiatan intervensi pembangunan yang ada atau
yang sedang dirancang memberikan perempuan dan laki- laki berpartisipasi sama
dalam menyuarakan kebutuhan, kendala di berbagai tahapan pembangunan
termasuk dalam pengambilan keputusan?
• Apakah kebijakan/program/kegiatan intervensi pembangunan yang ada atau
yang sedang dirancang memberikan penguasaan (kontrol) sumberdaya seperti
informasi, pengetahuan, dana, kredit, dst., yang adil dan dengan sama terhadap
perempuan dan laki-laki.
Penjelasan: (I). Isu gender bisa muncul sejak tahap perencanaan, sehingga menghasilkan
kebijakan/program/kegiatan lntervensi yang bias gender, bahkan yang netral gender
sekallpun bisa menghasilkan kesenjangan gender. Untuk itu, sejak dalam proses

47
perencanaan selalu memastikan bahwa perempuan dan laki-laki yang menjadi target
mendapatkan akses yang adil dan manfaat yang setara; memastikan suara,
kebutuhan maupun kendala mereka sebagal perempuan dan laki-laki terakomodasi
atau terfasilitasi; serta memastikan keduanya mendapatkan penguasaan terhadap
sumberdaya melalui cara yang adil sehingga mendapatkan hasil yang setara.
Sumberdaya lni bisa berupa kredit, informasi, pengetahuan, keterampilan, dll,
tergantung pada program atau kegiatan intervensi. Contoh: karena peran
gendernya, perempuan tidak dapat menghadiri sosialisasi UU PKDRT yang
diadakan malam hari; Sebab itu diadakan pertemuan di siang hari atau waktu yang
tepat untuk perempuan dapat hadir mendengarkan informasi itu. Itulah yang disebut
adil gender; masing- masing, baik perempuan dan laki-laki kemudian mendapatkan
informasi yang sama (kesetaraan gender). (2) Dalam menganalisis tidak selalu
memakai ke-empatnya (akse,manfaat, patisipasi dan penguasaan), tetapi bisa memilih
yang relevan.
Langkah 4
Temukenali isu qender di internal lembaqa dan atau budaya lembaqa/ orqanisasi
yanq (dapat) menyebabkan terjadinya isu qender misalnya: produk hukum,
kebijakan dari lembaga yang bersangkutan masih netral gender/tidak responsif
gender; pemahaman tentang gender yang masih kurang diantara personil
(pengambil keputusan, perencana, staf, dan llain lain); dan/atau belum adanya
political will dan komitmen dari pengambil kebijakan.

Penjelasan: Isu gender bisa dijumpai/berada di internal lembaga dimana kita


bekerja, Suasana yang tidak mendukung/kondusif; misalnya kurangnya dukungan dari
pimpinan; belum tersosialisasinya dengan baik mengenai gender, gender dan
pembangunan; belum tersedianya piranti pendukung lainnya seperti data terpilah
menurut jenis kelamin, sumberdaya manusia, dst.
Langkah 5
Temukenali isu qender di eksternal lembaqa pada proses pelaksanaan. Apakah
dalam tahap implementasi pelaksana program tidak peka terhadap kondisi isu
gender di masyarakat yang menjadi target program. Apakah kondisi masyarakat
sasaran (target group) belum kondusif, misalnya masih kental budaya patriakhi, dan
gender stereotype (laki-laki yang selalu dianggap sebagai kepala keluarga; dan
pekerjaan tertentu dianggap sebagai pekerjaan perempuan atau pekerjaan laki-
laki).

Tahap II: Integrasi Gender (Langkah 6 - 9)

Langkah 6

Rumuskan kembali (reformulasi} tujuan kebijakan/program/ kegiatan


pembangunan yang terdapat pada Langkah 1, sehingga menjadi responsif

48
gender. Tujuan semula tidak dirubah total, tetapi dengan menyisipkan satu
dua kata pada tujuan yang sudah ada.
Contoh (1): Tujuan yang tertera adalah ‟menciptakan lapangan kerja ‟. Agar
menjadi responsif gender, perlu disisipkan kata ‟termasuk untuk perempuan‟.
Contoh (2): Tujuannya adalah ‟membangun sarana pasar, sekolah dan puskesmas.‟
Agar menjadi responsif gender, ditambah dengan kata ‟yang dekat dengan
permukiman.‟
Penjelasan: Tidak ada kata ‟responsif gender‟ atau kata ‟perempuan dan laki-
laki‟dalam contoh ke-2. tetapi dengan mennyisipkan kata ‟yang dekat dengan
permukiman.‟ lsu gender yang harus diperhatikan adalah pasar, s ekolah, dan
puskemas itu sangat ‟dekat‟dengan peran gender perempuan.
Langkah 7
Susun rencana aksi yanq responsif qender dengan merujuk pada isu gender
yang telah teridentifikasi (hasil Langkah 3-5) dan sesuai dengan tujuan
kebijakan/program/kegiatan yang telah direformulasi (kolom 6), maka
dirancang rencana aksi yang responsif terhadap isu gender.
Penjelasan: Keuntungan dari rencana aksi yang teridentifikasi sebagai hasil dari
analisis gender ini lengkap untuk menuju ke kesetaraan gender (sebagai outcome)
melalui hasil kegiatan multi tahun. Tahapan kegiatan dapat diimplementasikan per
tahun/periode.
Langkah 8
Tetapkan base-line yaitu data dasar yang dipilih sebagai suatu titik untuk
mengukur kemajuan (progress) pelaksanaan kebijakan/program/ kegiatan. Data dasar
tersebut dapat diambil/dipilih dari data pembuka wawasan (kolom 2), yang relevan
dan strategis untuk menjadi ukuran.

Langkah 9
Tetapkan indikator qender yaitu ukuran kuantitatif maupun kualitatif untuk:
 memperlihatkan apakah kesenjangan gender telah menghilang atau
berkurang (hasil intervensi jangka pendek/tahunan); bertambahnya dan
diimplementasikanya kebijakan/program/kegiatan yang responsif gender;
 memperlihatkan apakahtelahterjadi perubahan dalambudaya internal
 lembaga dan perilaku pada para perencana kebijakan/program/ kegiatan,
dengan melakukan analisis gender sebagai salah satu analisis dalam proses
perencanaan; dan
 memperlihatkan apakah terjadi di (masyarakat) kesetaraan antara
perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses dan/atau manfaat dan atau
partisipasi dari program pembangunan yang diintervensikan dan/atau
penguasaan terhadap sumberdaya dan pada akhirnya terjadi perubahan
relasi gender di dalam rumah tangga, dan/atau di masyarakat.

49
Berikut dibawah ini beberapa contoh format GAP pada beberapa instansi satuan

kerja di K/L.

Tabel 17. Format Gender Analysis Pathway (GAP) Balai Diklat LHK
KOLOM 1 Satuan Kerja Balai Diklat Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar
Program Pendidikan dan Pelatihan Vokasi
Kegiatan 1. Penyelenggaraan Pelatihan Aparatur dan Non Aparatur
Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
2. Penyelenggaraan Pelatihan Masyarakat dan Pengembangan
Generasi Lingkungan.
3. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis
Lainnya Badan Penyuluhan dan Pengembagan SDM.
Tujuan Meningkatnya Produktifitas dan Daya Saing SDM
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
KOLOM 2 Data Pembuka AKSES :
Wawasan (Data  Kesempatan mengikuti diklat terbuka bagi laki-laki dan
Pilah Gender) perempuan karena dalam surat info diklat tidak
membedakan antara calon peserta laki-laki dan
perempuan.
 Jumlah usulan calon peserta dari instansi pengirim lebih
banyak laki-laki dari pada perempuan.
 Data usulan calon peserta diklat belum dipilah berdasarkan
gender
 Sarana prasarana kediklatan telah ditingkatkan untuk
mengakomodir kebutuhan yang berbeda dari peserta diklat
laki-laki dan perempuan

PARTISIPASI :
Data rekapitulasi lulusan peserta diklat adalah :
 Tahun 2017 : 587 orang
Laki-laki = 464 orang (79%)
Perempuan = 123 orang (21%)
 Tahun 2018 : 510 orang
Laki-laki = 383 orang (75%)
Perempuan = 127 orang (25%)
 Tahun 2019 : 695 orang
Laki-laki = 529 orang (76%)
Perempuan = 166 orang (24%)
 Tahun 2020 : 939 orang
Laki-laki = 722 orang (76,89%)
Perempuan = 217 orang (23,11%)
 Tahun 2021 : 548 orang
Laki-laki = 414 orang (75,55%)
Perempuan = 134 orang (24,45%)

50
KONTROL :
- Penentuan peserta diklat dari daftar usulan calon peserta
diklat dilakukan oleh Penanggung Jawab Akademis
Program Diklat dengan memperhatikan persyaratan
peserta dalam kurikulum. Hal-hal yang menjadi
pertimbangan dalam penentuan peserta antara lain usia,
tingkat pendidikan, jabatan, pangkat/gol, dan instansi
pengirim.
- Pengelola kediklatan diampu oleh SDM yang telah
bersertifikat TOC dan/atau MOC secara berimbang dari
jenis kelamin perempuan dan laki-laki.
MANFAAT:
Manfaat diklat lebih dirasakan oleh laki-laki karena jumlah
peserta diklat laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.
KOLOM 3 Faktor Akses Partisipasi Akses informasi mengenai diklat tidak
Kesenjangan/ Kontrol Manfaat dibatasi kepada calon peserta laki-laki
Permasalahan dan perempuan, tetapi pada
(Akses, pelaksanaannya calon usulan peserta
Partisipasi laki-laki lebih banyak dari pada
Kontrol, perempuan.
Manfaat) Tingkat partisipasiperempuan dalam
diklat lebih rendah dari pada laki-laki.
Dalam kondisi pandemi Covid 19
ISU GENDER

dimana pelatihan dilakukan secara


full e-learning terdapat
kecenderungan peserta diklat laki-laki
meningkat dan peserta diklat
perempuan menurun jumlahnya.
Pemilihan calon peserta diklat hanya
memperhatikan faktor teknis dalam
kurikulum dan belum
mempertimbangkan faktor gender.
Sehingga manfaat yang diperoleh laki-
laki lebih besar dari pada perempuan.

51
KOLOM 4 Sebab  SDM
Kesenjangan - Masih kurangnya pemahaman pegawai BDLHK tentang
Internal (di responsif gender
SKPD) - Tim Sub Pokja Pengarusutamaan Gender (PUG) BDLHK
belum berjalan optimal
 Regulasi
- Sosialisasi aturan tentang pengarusutamaan gender (P.31
tahun 2017) belum dilakukan kepada seluruh pegawai
lingkup Balai. Akibatnya pemahaman mengenai
responsif gender masih rendah.
- Regulasi PUG belum diterapkan di tingkat teknis

 Koordinasi
- Belum ada koordinasi dalam internal tim Sub Pokja PUG
BDLHK
- Belum ada koordinasi antara tim Sub Pokja PUG BDLHK
dan penyelenggara diklat
 Sarpras
Penyediaan sarprasyangmengakomodir perbedaan
kebutuhan laki-laki dan perempuan telah disiapkan oleh
instansi meski masih ada sarpras yang belum mendukung.
Sarpras yangbelummendukung seperti belum ada
pemisahan area menjemur pakaian bagi pesertalaki-laki
dan perempuan, dan pada sebagian ruang kelas masih
menggunakan kursi lipat (dengan meja yangmenjadi satu
dengan kursi) yangkurang nyaman
karena bagian kaki terbuka.
KOLOM 5 Sebab  Budaya dan lingkungan tidak mendukung peran
Kesenjangan perempuan secara luas di bidang lingkungan hidup dan
Eksternal kehutanan
 Norma dalam masyarakat masih membatasi peran perempuan
dalam bidang-bidang yang diasosiasikan dengan peran
feminin
KOLOM 6 Reformulasi Meningkatnya daya saing SDM LHK yang responsif gender untuk
Tujuan (jika sudah mendukung peningkatan devisa dan penerimaan negara
responsif gender
tidak perlu
dirumuskan lagi)
KOLOM 7 Rencana Aksi Tahap Persiapan Diklat
RA 1 : Sosialisasi peraturan tentang PUG di lingkup BDLHK
RA 2 : Koordinasi antara Sub Pokja PUG dengan penyelenggara
diklat
RA 3 : Membuat SOP pelatihan yang responsif gender
Penyusunan SOP pelatihan dengan memperhatikan :
- Prosentase peserta laki-laki dan perempuan
- Kebutuhan kamar bagi peserta wanita yang membawa

52
anak kecil dan pengasuh
RA 4 : Identifikasi peserta menurut jenis kelamin
Pembuatan data terpilah usulan calon peserta
berdasarkan jenis kelamin
RA 5 : Penyiapan bahan ajar diklat yang memasukkan nilai- nilai
responsif gender
RA 6 : Penyediaan sarpras yang mempertimbangkan perbedaan
kebutuhan laki-laki dan perempuan
Tahap Pelaksanaan Diklat
RA 7 : Penerapan proses belajar mengajar yang memasukkan
sensitivitas gender
Tahap Monev
RA 8 : Monitoring dan evaluasi pelaksanaan diklat yang
responsif gender
RA 9 : Penyusunan rencana tindak lanjut
Data Dasar Data rekapitulasi lulusan peserta diklat adalah :
terpilah  Tahun 2017 : 587 orang, dengan proporsi laki-laki 79% dan
KOLOM 8 (Baseline) perempuan 21%
 Tahun 2018 : 510 orang, dengan proporsi laki-laki 75% dan
Pengukuran Hasil

perempuan 25%
 Tahun 2019 : 695 orang, dengan proporsi laki-laki 76% dan
perempuan 24%
 Tahun 2020 : 939 orang, dengan proporsi laki-laki 76.89%
dan perempuan 23.11%
 Tahun 2021 : 548 orang, dengan proporsi laki-laki 75.55% dan
perempuan 24.45%
KOLOM 9 Output RUMUSAN KINERJA
Meningkatnya proporsi peserta diklat perempuan baik Aparatur,
non Aparatur masyarakat di wilayah layanan
INDIKATOR KINERJA
1. Proporsi peserta pelatihan perempuan meningkat menjadi
sekurang-kurangnya 30%
2. Menurunnya disparitas gender dalam kepesertaan diklat

Outcome RUMUSAN KINERJA


Meningkatnya daya saing SDM LHK yang responsif gender untuk
mendukung peningkatan devisa dan penerimaan negara

INDIKATOR KINERJA
1. Bertambahnya jumlah SDM LHK yang meningkat
kapasitasnya baik laki-laki dan perempuan
2. Bertambahnya jumlah pelaku utama dan pelaku usaha dalam
pemberdayaan masyarakat sekitar hutan yang meningkat
kapasitasnya baiklaki-laki dan perempuan.
Sumber: Bagian Perencanaan BP2SDM KLHK dan BDLHK Makassar
53
H. Evaluasi

Pilihlah jawaban yang paling tepat dari pertanyaan dibawah.

1. Model analisis gender yang paling praktis untuk skala mikro (rumah tangga),

berguna sebaga baseline informasi yang detail adalah bagian dari teknis

analisis….

a. Model Moser

b. Model Sosial Relation Aproach

c. Model Harvard

d. Model Gender Analysis Matrik (GAM)

2. Dibawah ini adalah alat utama yang diperhatikan dalam analysis Model Moser

, kecuali....

a. Identifikasi peranan gender dalam “tri peran” yaitu peran produktif,

peran reproduktif dan peran social

b. Penilaian kebutuhan gender mencakup kebutuhan praktis dan kebutuhan

strategi.

c. Analysis faktor-faktor yang mempengaruhi

d. Melibatka perempuan dan organisasi sadar gender

3. Model analysis gender yang dirancang untuk membantu lembaga dalam

menghadapi keadaan darurat (kemanusiaan, intervensi dan bencana) adalah…..

a. Kerangka Pemberdayaan Perempuan

b. Capacities and Vulnerabilities Analysis (CVA) Framework

c. Pendekatan Hubungan Sosial

d. Gender Analysis Pathway (GAP)

4. Alat analysis gender yang dapat digunakan dalam perencanaan

kebijakan/program/proyek/kegiatan pembangunan untuk melakukan

pengarusutamaan gender yang dapat mengidentifikasi kesenjangan,

54
permasalahan gender dan menyusun rencana kegiatan adalah … ………….

a. Model Gender Analysis Matrik (GAM)

b. Model Moser

c. Capacities and Vulnerabilities Analysis (CVA) Framework


d. Gender Analysis Pathway (GAP

5. Dibawah ini adalah tiga (3) tahapan besar dalam melakukan teknik analysis

gender Model Gender Analysis Pathway (GAP), kecuali….

a. Tahap identifikasi peranan gender dalam “Tri Peran” (Produktif,

Reproduktif, Peran Sosial).

b. Tahap analisis kebijakan yang responsif gender

c. Tahap formulasi kebijakan yang responsif gender

d. Tahap pengukuran hasil

6. Data terpilah sebagai data pembuka wawasan berupa data kualiatif dan kuantitatif

dalam penyusunan analisis Model Gender Analysis Pathway (GAP) dimasukkan pada

tahapan ....

a. Tahap formulasi kebijakan yang responsif gender

b. Tahan rencana aksi

c. Tahap pengukuran hasil

d. Tahap analisis kebijakan yang responsif gender

7. Faktor kesenjangan atau isu gender mencakup aspek akses, partisipasi, kontrol dan

manfaat dalam penyusunan analisis Model GAP masuk pada tahapan...

a. Tahap pengukuran hasil

b. Tahap formulasi kebijakan yang responsif gender

c. Tahap analisis kebijakan yang responsif gender

d. Tahap rencana aksi

8. Pernyataan “Meningkatnya daya saing SDM KLHK yang responsif gender untuk

mendukung peningkatan devisa negara” dalam penyusunan analisis Model GAP masuk

pada tahapan ....

55
a. Tahap formulasi kebijakan yang responsif gender

b. Tahan rencana aksi

c. Tahap pengukuran hasil

d. Tahap analisis kebijakan yang responsif gender

9. Langkah penyusunan rencana aksi yang menjadi bagian mengatasi kesenjangan gender

baik internal dan eksternal masuk pada tahapan...

a. Indikator gender

b. Tahap formulasi kebijakan yang responsif gender

c. Tahap Pengukuran hasil

d. Tahap analisis kebijakan yang responsif gender

10.. Menetapkan indikator gender sebagai pengukuran hasil melalui ukuran kuantitatif dan

kuantitas dalam penyusunan analisis gender model GAP masuk pada tahapan

a. Tahap formulasi kebijakan yang responsif gender

b. Tahan rencana aksi

c. Tahap analisis kebijakan yang responsif gender

d. Tahap pengukuran hasil

I. LATIHAN
Untuk melakukan analisis gender memerlukan alat/tool analisis. Dalam materi

sudah diberikan penjelasan tujuh teknik analisis gender sebagai alat bantu untuk

teknik menyelesaikan isu/permasalahan gender dan tergantung konteks

permasalahan. Silahkan Bapak/Ibu peserta pelatihan berlatih melakukan analisis

gender pada instansi masing-masing sesuai peran dan tugas. Setiap peserta

melakukan/memilih satu tahap teknik analisis berdasarkan permasalahan yang

ditemui dan kemudahan mendapatkan data dan informasi.

56
BAB IV
PENUTUP

Analisis gender merupakan salah satu perangkat penting dalam Pengarusutamaan

Gender untuk mengetahui dan mencapai kesetaraan dan keadilan gender. Perlu

dipaham bersama bahwa teknik analisis gender adalah sebuah alat bantu/tool

dalam menyelesaikan isu/permasalahan gender dan tergantung konteks

permasalahan. Dalam modul disajikan beberapa jenis/teknik analisis gender

sebagai tambahan pengetahuan, dan konsep analisis yang dapat dilakukan baik

dalam skala mikro yaitu rumah tangga, proyek, dan skala luas yaitu

komunitas/masyarakat dan pemerintahan.

Sebagai bagian dari proses pembelajaran diharapkan peserta dapat melakukan

teknik analisis gender di lingkungan kerja. Dengan melakukan analisis gender

dengan benar dan efektif dapat menemukenali isu-isu gender dan merancang

program atau kegiatan yang tepat untuk meningkatkan peran laki-laki dan

perempuan dalam pembangunan kehutanan menuju kesetaraan dan keadilan

gender di lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

57
JAWABAN SOAL EVALUASI

BAB II. PENGERTIAN ANALISIS GENDER

Jawabn Soal Benar Salah

1. Benar
2. Benar
3. Salah
4. Salah
5. Benar

Jawaban Soal Pilihan Ganda


1. B
2. D
3. A
4. C
5. C

BAB III. ANALISIS GENDER


1. C
2. C
3. B
4. D
5. A
6. D
7. C
8. A
9. B
10. D

58
DAFTAR PUSTAKA

Handout Gender Analysis USAID

BAPPENAS, 2007. Gender Analiysis Pathway (GAP). Alat Analisis Gender untuk
Perencanaan Pembangunan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS) bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan.
Jakarta.

FAO and Recoft, 2016. Training Manual. Mainstreaming Gender into Forestry
Interventions in Asia dan The Pacific.

Kementerian Keuangan, 2010. Panduan Pelatihan Pengarusutamaan Gender


Kementerian Keuangan. TIM PUG Kementerian Keuangan, Jakarta.

March, Candida, et.al. 2005. . A Guide to Gender Analysis Framework. An Oxam


Publication.

Nurhaeni, D.A. Ismi. Pedoman Teknis Penyusunan Gender Analyisis Pathway (GAP)
dan Gender Budget Statement (GBS). Australia Indonesia Parthernship for
Decentralisation (AIPD).

Parker, Rani, 1993 "Another Point of View: Manual on Gender Analysis Training
for Grassroots Workers." New York: UNIFEM.
Siscawati, Mia. 2015. Panduan Pengarusutamaan Gender dalam Siklus Pengelolaan
Program. Forest Governance Program Phase 2 (FGP 2) Kemitraan.

UNDP, 2021. Modul Pelatihan Penguatan Kesadaran Gender untuk Fasilitator. GOLD
ISMIA Proyek Pembatasan dan Pengurangan Merkuri pada Pertambangan Emas Skala
Kecil (PESK) Kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Riset
dan Inovasi Nasional (BRIN)

59

Anda mungkin juga menyukai