Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberculosis paru merupakan suatu penyakit kronik yang salah satu

kunci keberhasilan pengobatannya adalah kepatuhan dari penderita.

Penyakit menular ini sebenarnya dapat disembuhkan dengan obat yang

efektif, namun pengobatan TB Paru harusdilakukan selama minimal 6 bulan

dan harusdiikuti dengan manajemen kasus dan tata laksana pengobatan

yang baik.(7)

Saat ini dalam rangka peningkatan kualitas manusia dan pencapaian

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam bidang kesehatan, dalam

laporan MDGs tahun 2008 disebutkan bahwa saat ini prevalensi tuberkulosis

paru di Indonesia masih tinggi, yaitu sebesar 262 per 100.000 penduduk

atau setara dengan 582.000 kasus setiap tahunnya.

Menurut WHO (World Health Organization) Mycobacterium

Tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Pada tahun 1993

WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis paru, karena

pada sebagian besar penduduk negara di dunia penyakit tuberkulosis tidak

terkendali. Hal ini di sebabkan banyaknya penderita tidak dapat di

sembuhkan terutama penderita yang menular (BTA positif). Pada tahun 1995

telah terdapat sekitar Sembilan juta penderita baru TB paru dengan

kematian setiap tahun tiga juta orang (WHO Treatment of Tuberkulosi

Guedelines For National Program 1997).

1
2

Di negara - negara berkembang kematian tuberkulosis paru

mencapai 25% dari seluruh kematian, yang seharusnya hal ini dapat di

cegah. Diperkirakan 95% penderita tuberkulosis paru berada di negara -

negara berkembang, 75% penderita tuberkulosis paru adalah kelompok usia

produktif (15 - 50 tahun). Selain itu, pengendalian TB Paru mendapat

tantangan baru seperti ko-infeksi TB/HIV, Multidrug Resistant (MDR) TB dan

tantangan lainnya dengan tingkat kompleksitas yang makin tinggi.(3)

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang di sebabkan

oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar

kuman TB menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh yang

lain. Sumber penularan adalah pasien TB dengan BTA positif. Pada waktu

batuk atau bersin pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet

(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman tersebut dapat bertahan

di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi

kalau droplet tersebut terhirup ke saluran napas. Setelah kuman tuberkulosis

masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, ia dapat menyebar ke

kebagian tubuh yang lainya melalui peredaran sistem saluran getah bening,

saluran napas, atau menyebar langsung ke bagian - bagian tubuh lainnya.(3)

Pemberantasan TB di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman

penjajahan Belanda namun masih terbatas kelompok tertentu saja. Setelah

perang kemerdekaan pemberantasan TB di tanggulangi melalui balai

pengobatan penyakit paru - paru (BP 4). Sejak tahun 1969 pemberantasan di

lakukan secara nasional melalui Puskesmas dengan menyediakan obat

secara gratis. Obat yang di gunakan mula - mula adalah obat paduan jangka

panjang dengan Streptomisin, INH, PAS, selama satu sampai dua tahun.
3

Selanjutnya sejak tahun 1987 hanya di gunakan obat jangka pendek

menggunakan, INH, Refampisin, Etambutol, dan Pirazinamid. Tahun 1994

Indonesia menguji cobakan strategi DOTS dengan demonstration area di

Propinsi Jambi dan Jawa Timur. Hasil uji coba lapangan ini memberi angka

kesembuhan yang cukup tinggi lebih dari 85%. Angka kesembuhan yang

cukup tinggi ini penting untuk memutus mata rantai penularan dan mencegah

terjadinya kekebalan obat ganda atau multy drug resistence (MDR). (4)

Sejak tahun 1995 program pemberantasan penyakit tuberkulosis paru

telah di laksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment

Shortcourse) yang di rekomendasikan oleh WHO (World Health Organization)

kemudian berkembang dengan seiring pembentukan yaitu GARDUNAS

(Gerakan Terpadu Nasional) tuberkulosis, maka pemberantasan penyakit

tuberkulosis paru berubah menjadi program penanggulangan tuberkulosis

(TB) paru. Penanggulangan TB paru dengan menggunakan strategi DOTS

dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi. Strategi DOTS tersebut

meliputi 1) Komitmen politis, 2) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang

terjamin mutunya, 3) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua

kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan

langsung pengobatan, 4) Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu 5) Sistem

pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil

pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan. Bank Dunia

menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling cost

effective.(5)

Provinsi Jawa Tengah telah menerapkan kebijakan operasional

program penanggulangan tuberkulosis paru yang baru ini, sejak tahun 2001
4

sebanyak 90%, Puskesmas sudah melaksanakan strategi DOTS angka

cakupan penderita TB baru BTA positif masih rendah kemudian tahun 2003

BP4 dan RSTP Ngawen Salatiga. Pada tahun 2004 Dinas Kesehatan

Propinsi Jawa Tengah mulai melibatkan Rumah Sakit Umum (RSU) sebagai

pelaksana DOTS karena penderita TB juga mendatangi RSU, baik milik

pemerintah maupun swasta. Dua pelayanan kesehatan yaitu Puskesmas dan

Rumah Sakit di padukan, sehingga keunggulan bisa di satukan dan

kelemahanya dari masing - masing instansi bisa diatasi. Bentuk strategi ini

adalah berupa jejaring kerja (network) dalam upaya penanggulangan

tuberkulosis dengan strategi DOTS.(6)

Hasil pelaksanaan program penanggulangan TB paru dengan strategi

DOTS dalam penemuan penderita baru TB paru BTA positif / CDR

(CaseDetection Rate) Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 – 2013 seperti pada

grafik di bawah ini:

Grafik 1.1. Distribusi frekuensi penemuan penderita baru TB paru BTA


positif (CDR) Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2010 - 2013.

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
2010 2011 2012 2013
5

Sumber : Buku saku pembangunan kesehatan Propinsi Jawa Tengah Dinas


Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013.(7)

Berdasarkan grafik tersebut di atas memperlihatkan bahwa

penemuan penderita baru TB paru BTA (+) dan tahun 2010 – 2013

meningkat tetapi dari tahun 2012 – 2013 terlihat terjadi penurunan. Dinas

Kesehatan Kabupaten Grobogan dalam melaksanakan kebijaksanaan

operasional program penanggulangan tuberkulosis paru sampai dengan

tahun 2011 telah terbentuk sebanyak 7 (tujuh) Puskesmas Rujukan

Mikrokopis (PRM), 16 (enam belas) Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM),

dan 7 (tujuh) Puskesmas Satelit (PS).

Sejak tahun 2005 dalam melaksanakan operasional program

penanggulangan tuberkulosis paru dengan menggunakan strategi DOTS

telah di lakukan kerja sama antara Rumah Sakit Dr.R. Soedjati Purwodadi

dan Rumah Sakit Panti Rahayu Purwodadi. Pada tahun 2006 meningkatkan

kinerja rumah sakit melalui pengembangan kerjasama dengan Rumah Sakit

Permata Bunda dan Puskesmas ,menjadi 7 (tujuh) Puskesmas Rujukan

Mikrokopis (PRM), 13 (tiga belas) Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM), dan

10 (sepuluh) Puskesmas Satelit (PS) dengan target angka kesembuhan


6

minimal 85%. Adapun realisasi dan target CDR Kabupaten Grobogan tahun

2010 – 2013 seperti pada tabel berikut:

Tabel 1.1. CDR Kabupaten Grobogan Tahun 2010 – 2013

Kasus
Jumlah Perkiraan CDR Target
Tahun Baru
Penduduk BTA (+) % %
BTA (+)
2010 1.381.147 1.476 421 28.45 70,00
2011 1.382.127 1.479 618 41 70,00
2012 1.383.831 1.480 613 41 70,00
2013 1.413.365 1.512 527 35 70,00
Sumber: Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan tahun 2013.

Pada setiap unit pelayanan kesehatan baik itu Puskesmas Satelit

(PS), Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM), Puskesmas Rujukan

Mikorskopis (PRM) maupun Rumah Sakit (RS), memiliki standar - standar

yang menyangkut kebutuhan minimal (jumlah dan jenis tenaga). Hal ini

dilaksanakan untuk menjaga terselenggaranya kegiatan program TB di suatu

unit pelayanan kesehatan. Standar tenaga di unit pelayanan kesehatan yaitu

PRM dan PPM minimal membutuhkan tenaga pelaksana terlatih / dokter /

perawat / petugas TB dan / tenaga laboratorium, Puskesmas Satelit minimal

membutuhkan tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter dan 1 perawat /

petugas TB. Puskesmas Pembantu minimal membutuhkan tenaga pelaksana

terlatih terdiri dari 1 perawat / petugas TB.(8)

Peran petugas TB untuk menemukan penderita TB paru terdiri dari

penjaringan suspek, diagnosis penderita, penentuan klasifikasi penyakit dan

tipe penderita. Penjaringan tersangka penderita TB paru di lakukan di unit

pelayanan kesehatan secara pasif, dan di dukung dengan penyuluhan aktif

yang di sebut pasif promotif, dan penyuluhan aktif ini dapat di lakukan baik

oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan

penemuan tersangka penderita TB. Selain itu semua kontak penderita TB


7

paru BTA positif dengan gejala yang sama harus di periksa dahaknya selama

dua hari berturut turut yaitu sewaktu, pagi, sewaktu (SPS), karena mencari

penderita secara aktif dari rumah ke rumah di anggap tidak cost effctive.(9)

Dalam penjaringan suspect di lakukan di unit pelayanan kesehatan,

artinya bila pelaksana program di klinik Puskesmas atau Rumah Sakit, bila

menjumpai pasien dengan gejala batuk terus menerus dan berdahak selama

3 (tiga) minggu atau lebih, dahak bercampur darah, sesak nafas dan nyeri

dada, badan lemah, napsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang

enak badan (malaise) berkeringat malam tanpa kegiatan, demam meriang

lebih dari satu bulan, maka termasuk sebagai suspek tuberkulosis atau

tersangka penderita tuberkulosis paru dan perlu di lakukan pemeriksaan

dahak secara mikrokopis langsung. Selain itu semua kontak penderita TB

paru BTA positif dengan gejala yang sama harus di periksa dahaknya selama

dua hari berturut - turut yaitu sewaktu, pagi, sewaktu (SPS).

Proporsi BTA positif di antara suspek di temukan angka sekitar 10%.

Adapun hasil penjaringan suspek dari seluruh unit pelayanan kesehatan yang

melaksanakan program penanggulangan TB paru di Dinas Kesehatan

Kabupaten Grobogan dari tahun 2010 - 2013 seperti pada tabel dibawah ini :

Tabel 1.2. Proporsi BTA (+) diantara suspek di Kabupaten Grobogan Tahun
2010 – 2013

Suspek BTA (+) Proporsi BTA ( + )


Tahun
diperiksa ditemukan diantara suspek (%)
2010 4752 421 8,86
2011 4892 618 12,63
2012 4505 613 13,61
2013 3354 527 15,7
Sumber: Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan tahun 2013.
8

Dari tabel tersebut memperlihatkan bahwa cakupan suspek dari

tahun 2010 – 2013 mengalami fluktuasi tetapi belum mencapai target

Kabupaten dan penemuan penderita baru BTA positif di antara suspek tahun

2010 – 2013 masih longgar. Selain melakukan penjaringan suspek secara

pasif Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan membuat kebijakan program TB

paru, semua petugas TB juga berperan sebagai penyuluh aktif program

penanggulangan TB paru. Penyuluhan aktif merupakan upaya

mempengaruhi masyarakat agar menghentikan perilaku beresiko tinggi dan

menggantikannya dengan perilaku yang aman atau paling tidak beresiko

rendah. Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan, menunjukan

bahwa dari 30 petugas TB tahun 2010 – 2013 sebanyak 18 petugas sudah

mendapatkan pelatihan program penanggulangan TB paru, tetapi dari 18

petugas tersebut belum mendapatkan pelatihan khusus penyuluhan aktif

tentang program penanggulangan TB paru. Data Dinas Kesehatan

Kabupaten Grobogan tentang penyuluhan aktif program penanggulangan TB

paru yang di laksanakan oleh petugas TB sebagai pelaksana program

penanggulangan TB paru, yaitu tahun 2010 - 2013 dari 30 petugas TB

sebanyak 15 petugas malaksanakan penyuluhan secara aktif kepada

perorangan, kelompok maupun massal dengan menggunakan teknik

ceramah. Selain petugas TB penyuluhan juga dilaksanakan oleh tenaga

medis dan laboratorium pada setiap kesempatan dengan melaksanakan

penyuluhan secara perorangan kepada penderita maupun keluarga

penderita, penyuluhan ini dilaksanakan terbatas pada penemuan pasif

pendetita TB.
9

Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan tahun 2010 meningkatkan

sarana maupun prasarana dalam mendukung tercapainya program TB paru

dengan bentuk pelaksanaan distribusi leaflets ke 30 unit pelayanan

kesehatan masing - masing 20 leaflet, tahun 2011 mendistribusikan leaflet

masing - masing 20 leaflets, buku cerita bergambar ke 30 unit pelayanan

kesehatan masing - masing 5 buku, dan poster ke 30 unit pelayanan

kesehatan masing - masing 10 poster, tahun 2012 mendistribusikan buku

lembar balik ke 15 unit pelayanan kesehatan masing - masing 1 buku. Dalam

menjalankan program penanggulangan TB paru petugas TB (yang sudah

mendapatkan pelatihan) juga di bantu oleh petugas laboratorium dan dokter

terlatih. Petugas laboratorium juga mempunyai peranan penting dalam

penanggulangan tuberkulosis berkaitan dengan deteksi dini penderita

tuberkulosis paru dalam pemantauan keberhasilan pengobatan serta

menetapkan hasil akhir pengobatan. Diagnosis TB paru dengan pemeriksaan

3 spesimen (SPS) dahak secara mikrokopis nilainya identik dengan

pemeriksaan dahak secara kultur atau biakan. 15 Pemeriksaan mikrokpis

merupakan pemeriksaan yang paling efisien, murah, mudah bersifat spesifik

sensitif. Sedangkan untuk menjaga mutu pemeriksaan dahak perlu di lakukan

pemeriksaan cross check dan sediaan yang sudah di periksa baik sediaan

yang BTA positif maupun yang BTA negatif dengan angka kesalahan

laboratorium tidak lebih dari 5%. (10)

Hasil pemeriksaan laboratorium dari seluruh unit pelayanan

kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan tahun 2010 – 2013

seperti tertera dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1.3. Error Rate di Kabupaten Grobogan tahun 2010 - 2013


10

Jumlah Slide Jumlah Sediaan Error Rate


Tahun
Uji Silang Palsu (%)
2010 313 16 5,11
2011 282 19 6,74
2012 215 19 8.83
2013 165 20 12.12
Sumber: Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan tahun 2011.

Dari tabel tersebut di atas memperlihatkan bahwa Error Rate yang

telah memenuhi target hanya pada tahun 2010, sedangkan mulai tahun 2010

- 2013 kecenderungannya naik, menjauhi target yaitu kurang dari 5%.

Pelaksanaan program penanggulangan TB paru selain diukur dari target baik

cakupan penemuan suspek ataupun error rate, diagnosis penderita

tuberkulosis paru perlu di perhatikan. Diagnosa penderita penyakit

tuberkulosis pada orang dewasa dapat di pastikan dengan di temukanya BTA

positif pada pemeriksaan dahak secara mikrokopis. Hasil pemeriksaan di

nyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga specimen SPS BTA hasilnya

positif. Bila hanya satu spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan

ulang yaitu pemeriksaan dahak SPS ulang. Bila hasilnya tetap yang positif

hanya satu spesimen di lakukan pemeriksaan foto rontgen dan hasil rontgen

mendukung TB di diagnosis TB paru negatif rontgen positif.(11)

Dalam mencegah kematian, kekambuhan dan untuk menurunkan

tingkat penularan penyakit TB paru,maka pengendalian pengobatan TB paru

itu sangat penting artinya untuk menekan angka kejadian / peningkatan

temuan kasus TB paru. Angka kesembuhan penderita TB paru di Dinas

Kesehatan Kabupaten Grobogan sudah baik ,seperti pada diagram line di

bawah ini:

Grafik 1.2. Distribusi frekuensi cure rate penderita TB paru di Kabupaten


Grobogan tahun 2010 – 2013
11

100

95

90

85

80

75

70
2010 2011 2012 2013

Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan tahun 2013.

Dari diagram line tersebut di atas memperlihatkan bahwa angka

kesembuhan penderita TB paru sudah mencapai target ( > 80%), tahun 2010

- 2011 terjadi penurunan dan tahun 2012 – 2013 meningkat.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dapat kita ketahui

bahwa pelaksanaan program penanggulangan TB paru di Kabupaten

Grobogan menggunakan strategi DOTS. Penemuan suspek penderita TB

paru dari tahun 2010 - 2013 menunjukan peningkatan, namun bila

dibandingkan estimasi suspek masih jauh dari target. Untuk kualitas

penjaringan suspek tahun 2013 sebesar 12,04% (> 10%) menunjukkan

penjaringan suspek terlalu ketat atau ada masalah dengan pemeriksaan

laboratorium (false positive) yang mengakibatkan penderita tidak terdeteksi

atau lolos. Hal ini ditunjukkan pula dengan error rate yang cukup tinggi yaitu

sebesar 18,18%. Untuk penderita TB paru sembuh tahun 2010 – 2013 sudah

mencapai target nasional (> 80%).


12

Sebagian indikator keberhasilan program TB Paru di Kabupaten

Grobogan telah berhasil memenuhi target, namun demikian di sisi yang lain

cakupan penemuan penderita baru TB paru BTA positip dari tahun 2010 –

2013 masih jauh dari target yang telah ditentukan. Penemuan penderita baru

TB paru BTA (+) tersebut sangat penting dalam program pemberantasan TB

paru yang sangat didukung oleh penjaringan suspek yang telah

dilaksanakan. Salah satu kegiatan penjaringan untuk meningkatkan suspek

penderita TB paru adalah penyuluhan aktif petugas TB sebagai pelaksana

program penanggulangan TB paru. Dari data tahun 2010 - 2013, kegiatan

penyuluhan (pengertian TB, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan dan

PMO), telah dilaksanakan dengan melibatkan petugas program TB paru,

tenaga medis maupun tenaga laboratorium unit pelayanan kesehatan dengan

menggunakan fasilitas penyuluhan yang ada, namun cakupan suspek

maupun penderita TB paru baru BTA (+) masih di bawah target. Temuan

suspek paru yang masih rendah di wilayah Kabupaten Grobogan ini karena

masih rendahnya kegiatan penyuluhan secara aktif kepada masyarakat yang

dilaksanakan oleh petugas TB paru karena masih kurangnya kemampuan

petugas pada beberapa faktor terutama pengetahuan oleh petugas TB paru.

Menurut Sarwono, faktor pengetahuan, sikap, dan praktik mempunyai

pengaruh yang besar terhadap status kesehatan individu maupun

masyarakat dan berperan penting dalam menentukan keberhasilan suatu

program pencegahan, pengobatan dan pemberantasan suatu penyakit

termasuk tuberkulosis paru.(44)

Berdasarkan realitas di atas, penulis termotivasi untuk mengetahui

lebih lanjut hal - hal yang berkaitan dengan penyuluhan aktif (penyuluhan
13

yang diberikan pada penderita / keluarga minimal 4 kali kunjungan

penyuluhan) program penanggulangan TB yang di laksanakan petugas TB

paru di unit pelayanan kesehatan yang meliputi karakteristik, pengetahuan

tentang program TB, pengetahuan tentang penyuluhan aktif, sikap petugas

TB terhadap progran penanggulangan TB paru, sikap petugas TB terhadap

penyuluhan aktif, persepsi petugas terhadap sikap pimpinan tentang

penyuluhan aktif, persepsi petugas terhadap sikap teman sesama pelaksana

program TB tentang penyuluhan aktif serta kuantitas dan kualitas sarana

penyuluhan. Dengan dilaksanakannya penyuluhan aktif ini diharapkan dapat

menurunkan angka penyakit TB paru dan meningkatkan pengetahuan dan

preventif pada masyarakat.Berdasarkan hal tersebut masalah penelitian

dapat dirumuskan sebagai berikut “Faktor apa sajakah yang berhubungan

dengan praktik penyuluhan aktif petugas TB Paru di Puskesmas Kabupaten

Grobogan”

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum :

Mengetahui faktor - faktor yang berhubungan dengan praktik penyuluhan

aktif petugas TB paru di Puskesmas Kabupaten Grobogan.

2. Tujuan khusus:

a. Untuk mengidentifikasi karakteristik petugas TB paru yang meliputi:

umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja di Puskesmas Kabupaten

Grobogan.

b. Untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan petugas TB paru tentang

penyuluhan aktif di Puskesmas Kabupaten Grobogan.


14

c. Untuk mengidentifikasi sikap petugas TB paru tentang penyuluhan aktif

di Puskesmas Kabupaten Grobogan

d. Untuk mengeidentifikasi pelatihan yang pernah diikuti oleh petugas

penyuluhan aktif TB Paru di Puskesmas Kabupaten Grobogan

e. Untuk mengidentifikasi ketersediaan sarana / prasarana penyuluhan

aktif di Puskesmas Kabupaten Grobogan.

f. Untuk mengidentifikasi dukungan Kepala Puskesmas dengan

penyuluhan aktif TB paru di Puskesmas Kabupaten Grobogan.

g. Untuk mengidentifikasi dukungan sesama petugas penyuluh TB Paru

dengan penyuluhan aktif di Puskesmas Kabupaten Grobogan.

h. Untuk mengidentifikasi dukungan tokoh masyarakat,kader kesehatan

dalam penyuluhan aktif di Puskesmas Kabupaten Grobogan.

i. Untuk menganalisis hubungan karakteristik petugas TB paru yang

meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja dengan praktik

penyuluhan aktif di Puskesmas Kabupaten Grobogan

j. Untuk menganalisis hubungan pengetahuan dengan praktik

penyuluhan aktif petugas TB paru di Puskesmas Kabupaten Grobogan

k. Untuk menganalisis hubungan sikap petugas TB Paru dengan praktik

penyuluhan aktif petugas TB parupada unit pelayanan kesehatan di

Kabupaten Grobogan

l. Untuk menganalisis hubungan pelatihan yang pernah diikuti dengan

praktik penyuluhan aktif petugas TB paru di Puskesmas Kabupaten

Grobogan
15

m. Untuk menganalisis hubungan ketersediaan sarana dan prasarana

penyuluhan dengan praktik penyuluhan aktif petugas TB paru di

Puskesmas Kabupaten Grobogan

n. Untuk menganalisis hubungan dukungan Kepala Puskesmas dengan

praktik penyuluhan aktif petugas TB paru di Puskesmas Kabupaten

Grobogan

o. Untuk menganalisis hubungan dukungan teman sesama petugas

penyuluhan dalam praktik penyuluhan aktif TB paru di Puskesmas

Kabupaten Grobogan

p. Untuk menganalisis hubungan dukungan tokoh masyarakat, kader

kesehatan dalam praktik penyuluhan aktif TB paru di Puskesmas

Kabupaten Grobogan

q. Untuk menganalisis variabel yang paling berhubungan dari

karakteristik (umur pendidikan, masa kerja, jenis kelamin),

pengetahuan, sikap, pelatihan yang diikuti, ketersediaan sarana

prasarana, dukungan kepala puskesmas, dukungan, dukungan teman

kerja,dukungan tokoh masyarakat dan kader kesehatan,dengan praktik

penyuluhan aktif petugas TB paru di Puskesmas Kabupaten

Grobogan.

D. Manfaat Penelitian

Selain beberapa tujuan di atas, peyusunan tesis ini diharapkan dapat

memberikan manfaat khususnya kepada :

1. Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan:


16

Sebagai masukan dalam pembinaan dan pengendalian tugas pelaksana

program penanggulangan TB paru serta memberikan informasi tentang

faktor - faktor yang mempengaruhi penyuluhan aktif petugas TB paru

untuk pertimbangan perencanaan program

2. Puskesmas :

Memberikan informasi faktor - faktor yang mempengaruhi penyuluhan

aktif petugas TB paru sebagai bahan pertimbangan perencanaan dalam

memberikan pelayanan penderita TB paru.

3. Program Studi Promosi Kesehatan:

Menambah perbendaharaan perpustakaan baik sebagai referensi

maupun dalam rangka proses pembelajaran dan menjadi referensi untuk

penelitian berikutnya.

4. Bagi peneliti

Meningkatkan pengetahuan tentang promosi kesehatan, khususnya

penyuluhan aktif petugas TB paru dalam penjaringan suspek penderita

TB paru serta masukan dalam menjalankan tugas program TB paru di

lapangan.

E. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang lingkup waktu:

Proposal penelitian ini dikerjakan sejak bulan Febuari 2013 dan

pelaksanaan penelitian hingga ujian hasil penelitian dijadwalkan bulan

Februari 2015.

2. Ruang lingkup tempat.


17

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Kabupaten Grobogan.

3. Ruang lingkup materi.

Penelitian yang dilakukan termasuk dalam bidang Ilmu Promosi

Kesehatan dengan topik kajian penekanan pada penyuluhan aktif

petugas TB Paru sebagai suatu proses dalam teori Lawrence Green.

F. Keaslian penelitian.

Penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi praktik

penyuluhan aktif petugas TB paru di Puskesmas Kabupaten Grobogan,

sepanjang pengetahuan peneliti belum pernah dilakukan, dan penelitian

yang hampir sama dengan topik ini bisa kita lihat pada tabel berikut ini :
18

Tabel 1.4 Keaslian Penelitian

Nama Desain Hasil Penelitian


NO Judul Penelitian Unit Analisis Variabel penelitian
Peneliti Penelitian
1 Antoni Implementasi Wasor TB dinas Kegiatan operasional Kualitatif Kegiatan penemuan pasien TB di
Syahrizal Penemuan Pasien kesehatan penemuan pasien TB puskesmas dilakukan secara
dkk Tuberkulosis Di kabupaten, kepala Paru aktif dan pasif, pasif, seluruh puskesmas
Tahun Puskesmas puskesmas, gaktor budaya, dana melibatkan petugas sanitari
2009 Kabupaten Pesisir pengelola program tb dan kemitraan kerumah dan lingkungan
Selatan puskesmas, petugas penderita tuberkulosis BTA +,
laboratorium terdapat kendala budaya
puskesmas, dan masyarakat yang dihadapi
petugas BP puskesmas sebab sebagain
puskesmas masyarakat menganggap gejala
yang diperoleh merupakan
kutukan, sebagain besar kegiatan
penemuan pasien TB sumber
pendanaan P2TB berasala dari
GFATM selanjutnya dari DAU
2 Helper Faktor-faktor yang Litbang Depkes. RI. Faktor sarana, Kualitatif Perlunya pendidikan dan
Sahat P. mempengaruhi penderita, keluarga pelatihan khusus programP2 TB
Manalu kejadian TB paru dan lingkungan terhadap petugas yang belum
dan upaya penang dilatih.Upaya meningkatkan
2010 masyarakat.
gulangannya peranserta pasien dan
masyarakat dalam upaya
penanggulangan TB dan memberi
peningkatan informasi yang tepat
19

dan lengkap melalui penyuluhan


yang intensif.
Petugas P2 TB-Paru diharapkan
tidak merangkap tugas-tugas lain.
3. Ratmono Analisis penemuan Staf teknis program Variabel bebas : Explanatory Praktik : secara pasif yang
2010 penderita baru TB Paru pengetahuan, sikap, research berhubungan, masa kerja,
oleh petugas persepsi terhadap tim dengan pelatihan, sikap, sikap terhadap
kegiatan supervise. Yang
program TBC paru kerja, sikap terhadap pendekatan
berpengaruh pelatihan.
di Puskesmas kegiatan supervise. cross Secara aktif, ada hubungan sikap,
Kabupaten Blora Variabel terikat : sectional sikap terhadap kegiatan supervisi,
Praktik penemuan ada pengaruh sikap terhadap
kasus baru TB kegiatan supervisi
4. Ahmad Analisis faktor- Petugas Penyuluh Variabel penelitian Kuantitatif Peran petugas TB paru dengan
Affandi faktor yang TB Paru di karakteristik petugas, praktik penyuluhan aktif petugas
2014 mempengaruhi Puskesmas pengetahuan Explanatory TB paru sangat diharapkan lebih
meningkatkan kinerja dalam
praktik penyuluhan Kabupaten petugas,sarana research
memberikan penyuluhan kepada
aktif petugas TB Grobogan prasarana, pelatihan dengan penderita TB paru,, dengan tujuan
Paru di yang pernah diikuti pendeka- akhir mampu merubah
Puskesmas dukungan kepala tan cross pengetahuan yang ada pada
Kabupaten puskesmas, dukungan sectional masyarakat.
Grobogan teman kerja,
dukungan tokoh
masyarakat.
dukungan kader
kesehatan

Anda mungkin juga menyukai