Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

FARMAKOTERAPI

PNEMONIA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK A

Dyah Nawang Wulan (190500211)


M.Muzhil Aslam(190500229)
Mardatilla rs.Jaffar(190500230)
Mardiah(19050031)
Mutiara Wayu P(190500232)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS

ILMU ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

ALMA ATAYOGYAKARTA 2021

1
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Hernia Scrotalesini tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas kelompok dari ibu Apt.Nurul Kusuma Wardani, M. Farm., . Pada mata kuliah
Farmakoterapi II. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
PPOK bagi para pembaca dan juga bagi penulisan. Kami mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Apt. Nurul Kusuma Wardani,M. Farm., yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami
menyadari, makalah kelompok yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami perlu kritik dan saran yang membangun untuk kami sehingga kami dapat
menyempurnakan makalah kami nantinya.
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………

DAFTAR ISI……………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG…………………………………..

PERUMUSAN MASALAH..........................

MAKSUD DAN TUJUAN ……………………………..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………

DEFINISI PENYAKIT…………………………………..

PATOGENESIS......................................

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT…………………………..

ETIOLOGI PENYAKIT..........................

E. PENATALAKSANAAN SECARA FARMAKOLOGI DAN NON


FARMAKOLOGI………………………………………..

BAB III KASUS

A. CONTOH KASUS………………………………………

BAB IV………………………………………………………….
4
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Community-acquired pneumonia (CAP) atau pneumonia komuniti merupakan salah satu


penyebab utama kejadian rawat inap di masyarakat dan kematian di seluruh dunia.
Pemilihan pengobatan CAP biasanya direkomendasikan berdasarkan pada tingkat
keparahan penyakit pasien. Pengobatan CAP dikatakan baik berdasarkan dari tingkat
perawatan yang dibutuhkan atau atas dasar skor resiko prognostik (Postma, et al.,
2015).Menurut Mahalastri (2014), pneumonia dapat diartikan sebagai infeksi akut pada
jaringan paru atau secara umum dikenal sebagai radang paru. Bakteri penyebab pneumonia
yaitu Streptococcus pneumonia yang merupakan flora normal tenggorokan manusia yang
sehat. Namun apabila daya tahan tubuh menurun disebabkan oleh usia tua, gangguan
kesehatan, maupun asupan gizi, setelah menginfeksi bakteri tersebut akan memperbanyak
diri. Penyebaran infeksi dapat terjadi dengan cepat keseluruh tubuh kerana melalui
pembuluh darah. Gejala klinis secara umum CAP adalah suhu tubuh ≥38°C, batuk, sputum,
peningkatan angka leukosit, pemeriksaan fisik ditemukan adanya konsolidasi, suara napas
brochial dan ronki (PDPI, 2003) Pada pengobatan utama umumnya terapi empiris untuk
penyakit pneumonia yang digunakan adalah agen antibiotik. Penggunaan antibiotik yang
tepat dan rasional memberikan dampak efektif termasuk dari segi biaya dengan
peningkatan efek terapeutik klinis, meminimalkan terjadinya resistensi dan toksisitas obat
(Kementrian kesehatan RI, 2011). Sedangkan penggunaanantibiotik yang tidak tepat dan
tidak rasional memberikan berbagai permasalahan seperti ketidaksembuhan penyakit,
meningkatkan resiko efek samping obat dan resistensi terhadap antibiotik selain berdampak
5
pada morbiditas dan mortalitas juga memberi dampak negatif dari segi ekonomi dan sosial
yang sangat tinggi
(Nurmala, et al., 2015

penelitian sebelumnya (Kamal and Cholisoh, 2015) yang menggunakan metode purposive

sampling menyebutkan bahwa dari 28 pasien

dewasa yang terdiagnosis pneumonia, ditemukan penggunaan cefixime (57,14%),

cefadroxil (3,57%), levofloxacin (21,42%), ceftazidime (7,14%), dan cefotaxime

(10,71%). Selanjutnya dilakukan analisis tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat
dosis

berdasarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2003, diperoleh ketepatan indikasi
sebesar

100%, ketepatan pasien 100%, ketepatan obat 100%, ketepatan obat sebesar 100%, dan
ketepatan

dosis sebesar 78,571%. Kemudian dari evaluasi tersebut didapatkan hasil penggunaan
antibiotik

yang rasional sebesar 22 pasien (78,571%). Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu

dilakukan penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien community-


acquired

pneumonia (CAP) rawat inap sebagai tanggung jawab farmasis dalam rangka
mempromosikan

penggunaan antibiotik yang rasional dan efektif agar tidak merugikan pasien.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Apakah

pemilihan antibiotik pada pasien community-acquired pneumoniadi rawat inap RSUD


Dr.Moewardi

tahun 2016 sudah rasional jika dilihat dari parameter tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat,
dan

tepatdosis ?

C. Tujuan Penelitian
6
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, tujuan penelitian yang dilakukan
adalah : Untuk

mengevaluasi rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien community-acquired


pneumonia di

rawat inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2016 yang dilihat dari parameter tepat indikasi,
tepat pasien,

tepat obat, dan tepat dosis.

BAB II
Tinjauan Pustaka

1. Community-acquired pneumonia (CAP)

a. Definisi penyakit

Community-acquired pneumonia (CAP) merupakan penyakit infeksi pada jaringan paru


atau radang

paru yang didapatkan oleh masyarakat didefinisikan sebagai suatu penyakit yang dimulai
di luar

rumah sakit. Bakteri umum yang

disebabkan CAP adalah Streotococcus pneumoniae. Dan bakteri lain yang menyebabkan
CAP

meliputi Haemophillus influenza, Strephylococcus aureus,

Moraxella catarrhalis, Pseudomonas aeruginosa, dan bakteri gram negative lainnya


(Musher and
7
Thorner, 2014).

b. Patogenesis

Pada kondisi tubuh sehat di paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme. Oleh
kerana dalam tubuh ada mekanisme

pertahanan paru. Dalam keadaan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh menyebabkan
mikroorganisme ini dapat hidup

berkembang biak dan akan menimbulkan penyakit.Ada beberapa cara mikroorganisme


untuk mencapai permukaan epitel saluran :

1. inokulasi langsung,

2. penyebaran melalui,

3. inhalasi bahan aerosol, dan

4. kolonisasi dipermukaan mukosa.

Cara untuk mencapai permukaan epitel saluran napas tersebut sangat mempengaruhi besar
kecilnya resiko infeksi pada paru-paru

(PDPI, 2003).

C.Etiologi

Pneumonia merupakan penyakit yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, antara


lain virus, jamur, bakteri, dan penyebab

lainnya (IDAI, 2009). Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme


(virus/bakteri) dan sebagian kecil oleh hal lain

(aspirasi dan radiasi) (Supriyatno, 2006). Tercatat 70% penyebab pneumonia adalah infeksi
bakteri yang terutama terjadi pada

pneumonia berat (Kartasasmita, 2010). Bakteri yang biasanya menyebabkan pneumonia


adalah Streptococcus dan Mycoplasma

pneumonia, virus yang menyebabkan pneumonia adalah adenovirus, rhinovirus, influenza


virus, respiratory syncytial virus (RSV), dan

parainfluenza virus, sedangkan jamur yang menyebabkan pneumonia yaitu Histoplasma


capsulatum, Cryptococcus

neoformans, Blastomyces dermatitides, Coccidiodes immitis, Saspergillusbspecies, dan


Candida albicans, penyebab lainnya seperti

aspirasi makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing,
pnneumonia hipostatik, dan sindrom Loeffer (Anwar
8

& Dharmayanti, 2014 dan Kustiyati, 2008).

c. Gejala

1. Anamnesis

Community-acquired pneumonia (CAP) uumumnya ditandai dengan demam, menggigil,


suhu badan dapat meningkat hingga lebih

dari 40°C, sesak napas dan nyeri dada, dan batuk dengan dahak mukoid atau purulen
kadang-kadang disertai darah (PDPI, 2003).

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas dengan
suara napas bronchial kadang-kadang

melemah. Didapatkan ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi.

3. Gambaran radiologik

Foto toraks, merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting. Foto toraks saja tidak
dapat secara khas menentukan

penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi. Gambaran


konsolidasi dengan “air

bronchogram” (pneumonia lobaris), tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae.


Gambaran radiologis pada pneumonia

yang disebabkan kuman klebsiela sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus
atas kanan,

kadang-kadang dapat mengenai beberapa lobus. Gambaran lainnya dapat berupa bercak-
bercak dan kaviti. Kelainan radiologis lain

yang khas yaitu penebalan (“bulging”) fisura interlobar. Pneumonia yang disebabkan
kuman pseudomonas

sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia.

d. Penatalaksaan

Penatalaksanaan kasus CAP pada umumnya dengan terapi suportif / simptomatik. Terapi
suportif

/ simptomatik yaitu pemberian oksigen, hidrasi, nutrisi yang baik dan elektrolit, pemberian
9
obat

simptomatik seperti antipiretik, mukolitik maupun ekspektoran dan terapi kuratif sebagai

pemberian antibiotik (PDPI, 2003).

2. Antibiotik

a.Antibiotik padaCommunity-acquired pneumonia (CAP)Penatalaksanaan pneumonia yang

disebabkan oleh bakteri sama seperti infeksi pada umumnya yaitu dengan pemberian
antibiotika

yang dimulai secara empiris dengan antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil
kultur.

Setelah bakteri patogen diketahui, antibiotika diubah menjadi antibiotika yang berspektrum
sempit

sesuai patogen (Departemen Kesehatan RI D.B.F.K & K, 2005). Proses kultur dari mikroba

penginfeksi membutuhkan waktu yang lama menyebabkan terapi antibiotik secara empiris

merupaka pilihan terapi pertama bagi pasien.

BAB III

KASUS
1
Pasien atas nama Ny. SGT usia 58 tahun merupakan pasien BPJS0
masuk rumah sakit pada tanggal 31 Maret 2021 dengan keluhan sesak nafas
yang berat dan tidak dipengaruhi oleh aktivitasnya, batuk berdahak sudah
sejak 2 bulan yang lalu (dahak bewarna putih kekuningan dengan volume
dahak sekali batuk ± 2 sendok makan), keringat dingin pada malam hari,
batuk TBC (-), ±4 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan
sesak nafas memberat dan nafsu makan menurun.
Pasien telah melakukan pengobatan ke Respira dan dilakukan RO
Thorax pada tanggal 31/03/2021:
tanggal 31/03/2021:
Cor : Besar dan bentuk kesan normal
Pulmo : Tampak hiperaerated paru pada kedua paru, tampak infiltrat
pada paracardial kanan Sinus pleura kanan dan kiri tajam, Diafragma kanan
kiri mendatar Tulang-tulang tidak tampak kelainan
Pemeriksaan fisik paru
Ditemukan tanda konsolidasi atau perubahan bunyi napas
Dignosa MRS (Masuk Rumah Sakit) 31/03/2021:
Dignosa MRS (Masuk Rumah Sakit) 31/03/2021:
Community Aquired Pneumonia (CAP) PSI class IV
Hasil pemeriksaan tanda vital pasien:
Pemeriksaan Nilai Normal 31/03/2021
TD 120/80 mmHg 120/90 mmHg
Nadi 60–100x/menit 100x/menit
RR 12-20x/menit 32x/menit
Suhu 36,5 – 37,50C 39,50C
SpO 2
>95% 60%
GCS 14-15 14
Kesadaran ComposMentis (CM) Lemah,CM

Hasil pemeriksaan hematologi pasien:


Pemeriksaan Nilai Normal 31/3/2021
Hemoglobin Wanita:12-16 g/dL 6,0 g/dL
Leukosit 5,0 – 10,0x103/µl 18x103/µl
Trombosit 150 – 400x103/µl 518x103/µl
Eritrosit 4,0 – 5,0 juta/µl 4,0 juta/µl
Hematokrit Wanita:35-45% 29,7%
MCV 80-100 femtoliter (fL) 24,4 fL
MCH 28-34 (pikogram/sel ) pg/sel 75,4 pg/sel
1
SOAP 1
Subjektif
◦ Pasien atas nama Ny. SGT usia 58 tahun
◦ sesak nafas yang berat
◦ batuk berdahak sudah sejak 2 bulan yang lalu (dahak bewarna putih kekuningan
dengan volume dahak sekali batuk ± 2 sendok makan)
◦ keringat dingin pada malam hari, batuk TBC (-)
◦ ±4 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan sesak nafas memberat
dan nafsu makan menurun

Objektif
Pemeriksaan fisik paru
Ditemukan tanda konsolidasi atau perubahan bunyi napas
Hasil kultur sputum (Mikrobiologi Sputum) 31/03/2021
Direct smear: Dijumpai bakteri batang gram negatif (+), tidak dijumpai struktur
jamur, BTA 3x: -/-/-
Sensitive Antibiotic:
Amikasin (S)
Ciprofloxacin (S)
Cotrimoxazole
Levofloxacin (S)
Meropenem (S)
Netilmicin (S)
Piperacillin-tazobactam (S)

Hasil pemeriksaan tanda vital pasien:


Pemeriksaan Nilai Normal 31/03/2021
TD 120/80 mmHg 120/90 mmHg
Nadi 60–100x/menit 100x/menit
RR 12-20x/menit 32x/menit
Suhu 36,5 – 37,50C 39,50C
SpO2 >95% 60%
GCS 14-15 14
Kesadaran ComposMentis (CM) Lemah,CM

Hasil pemeriksaan hematologi pasien:


Pemeriksaan Nilai Normal 31/3/2021
Hemoglobin Wanita:12-16 g/dL 6,0 g/dL
Leukosit 5,0 – 10,0x103/µl 18x103/µl
1
Trombosit 150 – 400x103/µl 518x103/µl 2
Eritrosit 4,0 – 5,0 juta/µl 4,0 juta/µl
Hematokrit Wanita:35-45% 29,7%
MCV 80-100 femtoliter (fL) 24,4 fL
MCH 28-34 (pikogram/sel ) pg/sel 75,4 pg/sel

Pengobatan :
Terapi non farmakologi
1.Istirahat yang cukup
2.konsumsi air putih yang cukup
3.Tidak Merokok
4.Tidak mengonsumsi minuman beralkohol
5.Menerapkan pola hidup sehat dengan Pemenuhan asupan nutrisi dengan
makanan yang bergizi,menjaga kebersihan dan melakukan aktifitas fisik yang
cukup.

Terapi farmakologi
◦ Pemberian antibiotik,diamana dalam memilih antibiotik harus
mempertimbangkan faktor sensivitas bakteri terhadap antibiotik,Adapun
antibiotik yang dapat diberikan pada pasien adalah antibiotik fluroquinolon +
makrolid atau dengan pemberian β lactam(misalnya seftriakson 2gr I.V tiap
hari ; ampisillin 1-2gr I.V tiap 4-6jam serta sefotaxime 1-2gr I.V tiap 8 jam) +
makrolid (misalnya azithromycin 500mg/hari atau clarithromycin
2x500mg/hari )
◦ Pengobatan supportif : Dengan pemberian oksigen, Pemberian sangobion atau
transfuse darah untuk meningkatkan kadar hemoglobin, antipiretik
(paracetamol 500mg 3x1 tab)
◦ Pemberian Kortikosteroid, untuk meredakan pembengkakan di paru-paru
◦ Bronkodilator, untuk melegakan saluran pernapasan
1
DAFTAR PUSTAKA 3
Anwar, A., & Dharmayanti, I. (2014). Pneumonia pada Anak Balita di
Indonesia.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 8(8), 359–365.
Departemen Kesehatan RI D.B.F.K. dan K., 2005, Pharmaceutical
Care Untuk
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan, , 86.
Kamal A.M. and Cholisoh Z., 2015, Evaluasi penggunaan antibiotik
pada pasien
pneumonia di RSUD Sukoharjo tahun 2014,. Universitas
Muhammadiyah
Surakarta.
Mahalastri N.N.D., 2014, Hubungan Antara Pencemaran Udara dalam
Ruang
dengan Kejadian Pneumonia Balita, Jurnal Berkala Epidemiologi, 2
(3),
392–403.
Musher D.M. and Thorner A.R., 2014, Community-Acquired
Pneumonia, New
England Journal of Medicine, 371 (17), 1619–1628. Terdapat di:
http://www.nejm.org/doi/abs/10.1056/NEJMra1312885.
Nurmala, Virgiandhy IGN, Adriani, Delima F, Liana, 2015, Resistensi
dan
Sensitivitas Bakteri terhadap Antibiotik di RSU dr. Soedarso
Pontianak tahun
2011-2013, Resistensi dan Sensitivitas Bakteri, Vol. 3, No. 1, halaman
21-27.
Supriyanto, Acmad Sani dan Masyhuri Machfudz. 2010. Metodelogi
Riset
Manajemen Sumber Daya Manusia. Malang: UIN Maliki Pres
Anwar, A., & Dharmayanti, I. (2014). Pneumonia pada Anak Balita di
Indonesia.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 8(8), 359–365.

Anda mungkin juga menyukai