Dosen Pengampu :
Murni Sari Dewi Simanullang, S.Kep., Ns., M.Kep.
Disusun oleh:
Angel Cicilia Ginting
(032021004)
Ezri Sozanolo Telaumbanua
(032021020)
Muhamad Rafli
(032021035)
Kata Pengantar
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah mencurahkan
rahmatnya kepada kami dalam menyelesaikan makalah dari kelompok 4 yang
beranggotakan 3 orang, yang berjudul “Patofisiologi,Farmakologi,dan Terapi diet
pada gangguan system Pernapasan Tb Paru Kanker Paru”.
Makalah ini kami susun untuk menyelesaiakan tugas mata kuliah Keperawatan
Dewasa dengan semaksimal mungkin dan mendapat bantuan dari berbagai sumber
sehingga memperlancar kami dalam menerapkan asuhan keperawatan ini. kami
berterimakasih kepada dosen pembimbing saya yang telah membimbing kami dalam
penyusunan dan penerapan asuhan keperawtan ini.
Kami menyadari penulisan dan penerapan asuhan keperawatan ini belum
sempurna untuk itu kami sebagai penyusun mengharapakan berbagai saran dan kritik,
saya juga berharap semoga asuhan keperawatan ini dapat di aplikasikan dalam
melakukan perawatan pada pasien. Akhir kata kami ucapkan Terimakasih.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………I
DAFTAR ISI…………………………..II
BAB I PENDAHULUAN ……………..1
1 Latar Belakang……………………….1
2 Tujuan………………………………...1
3 Rumusan Masalah…………………….1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Etologi………………………………..2
2.2 Pengertian Patofisiologi……………….2
2.3 Pengertian Farmakologi………………..2
2.4Pengertian Terapi Diet…………………2
2.5 Patofisiologi.Farmakologi Dan Terapi Diet Pada Gangguan Pernafasan: TB
PARU………..2
BAB III PENUTUP………………………..3
Kesimpulan……………………………….3
DAFTAR PUSTAKA…………………….4
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
Untuk mengetahuai, apa pengertian dari patofisiologi.farmakologi dan terapi
diet.
Untuk mengetahui, patofisiologi farmakologi dan trapi diet pada gangguan
sistem pernafasan. pada penyakit TB PARU.
3. Permasalahan
Apa maksud dari patofisiologi,farmakologi dan terapi diet..?
Apa saja Nutrisi yang di butuhkan saat Tb paru..?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Etologi
TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapatditularkan
ketika seseorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkanorganisme.Individu yang
rentan menghirup droplet dan menjaditerinfeksi.Bakteria di transmisikan ke alveoli
dan memperbanyak diri.Reaksiinflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan
bronkopneumonia, granuloma,dan jaringan fibrosa (Smeltzer&Bare, 2015).Ketika
seseorang penderita TBparu batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja
keluarlah dropletnuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya.9Akibat
terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet atau nukleitadi menguap.
Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu denganpergerakan angin akan membuat
bakteri tuberkulosis yang terkandung dalamdroplet nuklei terbang ke udara. Apabila
bakteri ini terhirup oleh orang sehat,maka orang itu berpotensi terkena bakteri
tuberkulosis (Muttaqin Arif, 2012).Menurut Smeltzer&Bare (2015), Individu yang
beresiko tinggi untuk tertularvirus tuberculosis adalah:
a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
b. Individu imunnosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, merekayang
dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi denganHIV).
c. Pengguna obat-obat IV dan alkhoholik.
d. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma; tahanan;etnik dan
ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dandewasa muda antara
yang berusia 15 sampai 44 tahun).
e. Dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalkan diabetes,gagal
ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi).
f. Individu yang tinggal didaerah yang perumahan sub standar kumuh.
g. Pekerjaan (misalkan tenaga kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas yang
beresiko tinggi.
2.2Pengertian Patofisiologi
Patofisiologi atau physiopathology adalah berasal dari dua kata yaitu patologi
dengan fisiologi. Patologi adalah disiplin medis yang menggambarkan kondisi yang
biasanya diamati selama keadaan penyakit, sedangkan fisiologi adalah disiplin biologi
yang menjelaskan proses atau mekanisme yang beroperasi dalam suatu organisme.
Patologi menggambarkan kondisi abnormal atau tidak diinginkan, di atau tidak
diinginkan, dimana patofisiologi menjelaskan proses atau mekanisme fisiologis dan
dimana kondisi tersebut. berlanjut. Patofisiologi juga bisa berarti perubaha
atofisiologi juga bisa berarti perubahan fungsional yang berhubungan dengan atau
akibat penyakit atau cedera. Definisi lain adalah perubahan fungsional yang
menyertai penyakit tertentu
• Patologi ilmu yang mempelajari tentang penyakit
• Patologi anatomi: ilmu yang mempelajar yang mempelajari tentang perubah
perubahan morfologi sel ologi sel dan jaringan
• Patologi klinis: ilmu yang mempelajari tentang perubahan kimia klinis reaksi
biokimia
sel atau jaringan, mikrobiologi, hematologi, imunologi, imunohematologi
• Patofisiologi: ilmu yang mempelajari tentang perubahan fisiologik akibat penyakit
• Patofisiologi merupakan integratif ilmu: anatomi, fisiologi, biologi sel dan
molekuler,
genetika, farmakologi dan patologi
• Patofisiologi fokus pada mekanisme penyakit, atau proses dinamik yang
menampakan
tanda sign dan gejala symptom
tulang, dan korteks serebri dan area lain dari paru-paru (lobus atas) melalui
sistem limfa dan cairan tubuh. Sistem imun dan sistem kekebalan tubuh akan
merespon dengan cara melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menekan bakteri,
dan limfosit spesifik tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) bakteri dan
jaringan normal. Reaksi tersebut menimbulkan penumpukan eksudat di dalam
alveoli yang bisa mengakibatkan bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya
timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri (Kenedyanti &
d. Pekerjaan, hal ini karena pekerjaan dapat menjadi faktor risiko kontak
langsung dengan penderita. Risiko penularan tuberkulosis pada suatu
pekerjaan adalah seorang tenaga kesehatan yang secara kontak langsung
dengan pasien walaupun masih ada beberapa pekerjaan yang dapat menjadi
faktor risiko yaitu seorang tenaga pabrik.
1. Tuberkulosis Paru
TB Paru adalah penyakit radang parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi
kuman Mycobacterium Tuberculosis. TB Paru mencakup 80% dari keseluruhan
kejadian penyakit TB sedangkan 20% selebihnya merupakan TB Ekstra Paru. Tanda-
tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas dan kelainan struktural
paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat normal atau dapat ditemukan tanda
konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda pemeriksaan fisik paru tersebut dapat
berupa: fokal fremitus meingkat, perkusi redup, bunyi napas bronkovesikuler atau
adanya ronkhi terutama di apeks paru 7,Pada lesi luas dapat pula ditemukan tanda-
tanda seperti : deviasi trakea ke sisi paru yang terinfeksi, tanda konsolidasi, suara
napas amporik pada cavitas atau tanda adanya penebalan pleura 8
a. Gejala utama
Batuk terus-menerus dan berdahak selama tiga minggu/lebih.
Gejala
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
b.Gejala khusus
Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke
paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah
yang disertai sesak.
Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
Tanda
Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas
dan kelainan struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat
normal atau dapat ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya apeks
paru. Tanda pemeriksaan fisik paru tersebut dapat berupa: fokal
fremitus meingkat, perkusi redup, bunyi napas bronkovesikuler atau
adanya ronkhi terutama di apeks paru 7. Pada lesi luas dapat pula
ditemukan tanda-tanda seperti : deviasi trakea ke sisi paru yang
terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas amporik pada cavitas atau
tanda adanya penebalan pleura.
TB paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam tahun 2013 halaman 161yaitu:
a. Pembagian secara patologis
1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
2) Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).
b. Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru (koch pulmonum) aktif,non
aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
c. Pembagian secara radiologis (luas lesi).
1) Tuberkulosis minimalTerdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu
paru maupunkedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2) Moderately advanced tuberculosisPoltekkes Kemenkes Padang10Ada
kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltratbayangan halus
tidak lebih dari 1 bagian paru.Bila bayangan kasartidak lebih dari sepertiga
bagian 1 paru.
3) Far advanced tuberculosisTerdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi
keadaan pada moderatelyadvanced tuberkulosis.
Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinik,
bakteriologik,radiologik, dan riwayat pengobatan sebelumnya.Klasifikasi ini
pentingkarena merupakan salah satu faktor determinan untuk menentukan
strategiterapi.
Sesuai dengan program Gerdunas-TB (Gerakan Terpadu
NasionalPenanggulan Tuberkulosis) klasifikasi TB paru dibagi sebagai
berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1) Dengan atau tanpa gejala klinik.
2) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong
biakanpositif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru aktif.
2) BTA negatif, biakan negatif tapi radiologik positif.
c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative
2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkanserial foto
yang tidak berubah.
4) Ada riwayat pengobatan OAT yang lebih adekuat (lebih mendukung)
2.5.4 Farmakologi TB paru
Tb Paru atau infeksi tuberkulosis pada paru disebabkan oleh adanya infeksi
bakteri Mycobacterium tuberculosisdapat ditandai dengan gejala seperti batuk
lebih dari 3 minggu, dapat disertai dengan batuk darah, demam, penurunan
nafsu makan, berkeringat di malam hari, penurunan berat badan, nyeri dada,
dan juga dapat meningkat risikonya jika ada yang mengalami kondisi serupa
di sekitar rumah. Untuk memastikannya perlu dilakukan wawanca medis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti lab darah IGRA,
pemeriksaan sampel dahak, tes kulit mantux, foto rontgen dan pemeriksaan
lain yang diperlukan.
Jika nantinya didiagnosa sebagai infeksi TB paru maka perlu untuk
menjalankan pengobatan selama minimal 6 bulan dengan menggunakan obat
kombinasi yang disebut dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang terdiri
dari isoniazid, rifampicin, pyrazinamide dan ethambutol. OAT sendiri
disesuaikan dosis dan cara penggunaannya dibagi menjadi fase intensif dan
fase lanjutan. OAT ini memiliki beberapa efek samping seperti urine menjadi
kemerahan, gangguan penglihatan, gangguan hati, mual dan muntah, dan juga
menurunkan efektivitas alat kontrasepsi seperti pil Kb, Kb suntik atau susuk.
Pengobatan TB paru sendiri menggunakan OAT disesuaikan dengan kategori
infeksi kuman TB tersebut apakah infeksi TB menginfeksi paru, menginfeksi
organ di luar paru, infeksi baru pertama kali, infeksi relaps atau kambuhan dan
juga kategori infeksi tb paru yang resisten terhadap OAT.
Untuk itu penting untuk menegakkan diagnosa dengan tepat dan juga
memastikan penderita infeksi TB patuh menjalankan pengobatan sesuai
anjuran agar pengobatan dapat berjalan dengan baik,
menghindari penularan pada orang lain dan juga mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap obat antituberkulosis. Untuk itu penting juga untuk
menjaga perilaku hidup bersih dan sehat pada kehidupan sehari-hari.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan selama 4 atau 7 bulan. Prinsip utama pengobatan
tuberkulosis adalah patuh untuk meminum obat selama jangka waktu yang
diberikan oleh dokter, hal ini dianjurkan agar bakteri penyebab penyakit
tuberkulosis tidak menjadi kebal terhadap obat-obatan yang diberikan. Paduan
obat yang digunakan adalah paduan obat utama dan obat tambahan. Jenis obat
utama (lini I) adalah INH, rifamfisin, pirazinamid, streptomisisin, etambutol,
sedangkan obat tambahan lainnya adalah: kanamisin, amikasin, kuinolon
(Darliana, 2011). Kualitas hidup pasien tuberkulosis yang menjalani
pengobatan dipengaruhi oleh kondisi fisik yang dialami, tekanan emosional,
dukungan sosial yang diperoleh dari keluarga maupun orang sekitar, serta
lingkungan yang mendukung pasien dalam menjalani hidup.
Protein
Protein sangat penting dalam mencegah pemborosan jaringan otot dan
asupannya dari 15% kebutuhan energi atau 1,2 sampai 1,5 g / kg BBI,
dianjurkan asupan protein sekitar 75 sampai 100 g per hari.
Kesimpulan
Patologi adalah disiplin medis yang menggambarkan kondisi yang biasanya
diamati selama keadaan penyakit, sedangkan fisiologi adalah disiplin biologi yang
menjelaskan proses atau mekanisme yang beroperasi dalam suatu organisme.
Farmakologi berasal dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan)..
Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian tanaman atau
hewan yang dapat digunakan sebagai obat. Diet adalah pengaturan jumlah dan jenis
makanan yang dimakan setiap hari agar seseorang tetap sehat, dan bagi orang sakit
bertujuan meningkatkan status gizi dan membantu kesembuhan, serta mencegah
permasalahan lain mis diare atau intolerasni thd jenis makanan tertentu. Patofisiologi
tuberkulosis paru atau TBC paru disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis yang
menular melalui aerosol dari membran mukosa paru-paru individu yang telah terinfeksi
DAFTAR PUSTAKA
1. Adigun R, Singh R. Tuberculosis. StatPearls Publishing. 2021.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441916/
2. Bussi C, Gutierrez MG. Mycobacterium tuberculosis infection of host cells in
space and time. FEMS Microbiology Reviews. 2019 Jul;43(4):341-61
3. anggraeni, d. e., & rahayu, s.r. 2018. gejala klinis tuberkulosis pada keluarga
penderita tuberkulosis bta positif. higeia journal of public health research and
development. vol 2(1): 91–101