Anda di halaman 1dari 15

PATOFISIOLOGI, FARMAKOLOGI, DAN TERAPI DIET

PADA GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN


TB PARU KANKER PARU

Dosen Pengampu :
Murni Sari Dewi Simanullang, S.Kep., Ns., M.Kep.

Disusun oleh:
Angel Cicilia Ginting
(032021004)
Ezri Sozanolo Telaumbanua
(032021020)
Muhamad Rafli
(032021035)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTA ELISABETH MEDAN
TA : 2022/2023

Kata Pengantar
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah mencurahkan
rahmatnya kepada kami dalam menyelesaikan makalah dari kelompok 4 yang
beranggotakan 3 orang, yang berjudul “Patofisiologi,Farmakologi,dan Terapi diet
pada gangguan system Pernapasan Tb Paru Kanker Paru”.
Makalah ini kami susun untuk menyelesaiakan tugas mata kuliah Keperawatan
Dewasa dengan semaksimal mungkin dan mendapat bantuan dari berbagai sumber
sehingga memperlancar kami dalam menerapkan asuhan keperawatan ini. kami
berterimakasih kepada dosen pembimbing saya yang telah membimbing kami dalam
penyusunan dan penerapan asuhan keperawtan ini.
Kami menyadari penulisan dan penerapan asuhan keperawatan ini belum
sempurna untuk itu kami sebagai penyusun mengharapakan berbagai saran dan kritik,
saya juga berharap semoga asuhan keperawatan ini dapat di aplikasikan dalam
melakukan perawatan pada pasien. Akhir kata kami ucapkan Terimakasih.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………I
DAFTAR ISI…………………………..II
BAB I PENDAHULUAN ……………..1
1 Latar Belakang……………………….1
2 Tujuan………………………………...1
3 Rumusan Masalah…………………….1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Etologi………………………………..2
2.2 Pengertian Patofisiologi……………….2
2.3 Pengertian Farmakologi………………..2
2.4Pengertian Terapi Diet…………………2
2.5 Patofisiologi.Farmakologi Dan Terapi Diet Pada Gangguan Pernafasan: TB
PARU………..2
BAB III PENUTUP………………………..3
Kesimpulan……………………………….3
DAFTAR PUSTAKA…………………….4
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit infeksi menular yang diakibatkan oleh


Mycobacterium tuberculosis yang merupakan organisme pathogen maupun saprofit
(Price dkk, 2005). Penyakit TBC ini merupakan masalah utama dalam kesehatan
masyarakat terutama pada negara-negara yang sedang berkembang. Di Indonesia
penyakit TBC ini masih menduduki posisi 4 besar pada tahun 1980. Pada tahun 1985
sampai tahun 1992 kasus TBC ini meningkat hingga 20% (Price, dkk,2005). Pada
tahun 1998 di Amerika Serikat lebih dari 80% terdapat kasus baru TBC yang
dilaporkan (Price, dkk, 2005). Pada tahun 2004, terdapat 9 juta kasus baru, 98%
terjadi di negara berkembang. Lebih dari 10% meningkats ejak tahun 1997. Pada
tahun 2007 ada diperkirakan 13,7 juta kasus kronis aktif. Pada tahun 2010 ada 8,8 juta
kasus baru dan 14,5 juta kematian terutama di negaranegara berkembang.
Pada tahun 2012, WHO melaporkan bahwa sekitar 8,6juta orang carrier TBC dan
1,3 juta orang meninggal akibat TBC (WHO, 2013). Pada Tahun 2014, DINKES kota
Malang menyatakan bahwa ada 4 puskesmas dengan kejadian TBC yaitu Puskesmas
Janti, Puskesmas Mulyorejo, Puskesmas Gribig dan Puskesmas Dinoyo.
Mycobacterium tuberculosis ini pada umumnya menyerang paru dan dapat
menyerang organ tubuh lainnya. Kuman ini mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut Basil Tahan Asam (BTA). Sumber
penularan pada penderita TB BTA positif yaitu saat pasien batuk dan bersin.
Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet. Setelah kuman TB
masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan, maka kuman TB tersebut
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem
saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya.
Secara klinis TB dapat terjadi melalui infeksi primer dan pasca primer. Infeksi Primer
dapat terjadi pada saat seseorang terkena kuman TBC untuk pertama kalinya. Setelah
terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, maka di dalam alveoli (gelembung paru)
terjadi peradangan. Hal ini disebabkan karena 2 kuman TBC berkembang biak dengan
cara membelah diri di paru. Sedangkan infeksi pasca primer dapat terjadi setelah
beberapa bulan atau tahun setelah infeksi primer. Ciri khas TB pasca primer yaitu
terjadi kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura (Depkes
RI, 2005). Pengobatan TBC bisa dilakukan dengan cara terapi non farmakologi dan
terapi farmakologi. Untuk terapi farmakologi dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap
awal dan tahap lanjutan. Obat-obat Anti Tuberculosis (OAT) diberikan dalam bentuk
kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah yang cukup dan dosis yang tepat
selama 6 hingga 8 bulan. Penggunaan dalam bentuk kombinasi ini bertujuan supaya
semua kuman dapat dibunuh. Penderita TBC ini menggunakan beberapa obat yaitu
isoniasid, rifampisin. pirasinamid, streptomisin dan etambutol (Depkes RI, 2005).
Isoniazid, rifampisin, pyrazinamid dan streptomisin, semua berkhasiat ketika
diberikan 2 atau 3 kali dalam seminggu.
Sedangkan Etambutol hanya diberikan ketika pemberiannya dengan Rifampisin.
Rejimen pengobatan memiliki fase awal (intensif) yang berlangsung selama 2 bulan
dan fase lanjutan biasanya berlangsung selama 4-6 bulan (Maher, 1997). Untuk pasien
TBC, harus ada Pengawas Minum Obat (PMO). PMO ini dapat berasal dari pihak
kesehatan, tokoh masyarakat, apoteker atau anggota keluarga. PMO disini bertugas
untuk mengawasi pasien TB agar pasien minum obat secara teratur sampai
pengobatan selesai. Karena jika pasien lalai dalam minum obat dalam waktu lebih
dari 2 minggu maka pasien harus melakukan pemeriksaan kembali dan mulai minum
obat dari awal lagi. Oleh karena itu adanya PMO sangat berguna dalam memantau
pasien TB dalam mengkonsumsi obat supaya pasien tidak lalai (Depkes, 2007).

2. Tujuan
 Untuk mengetahuai, apa pengertian dari patofisiologi.farmakologi dan terapi
diet.
 Untuk mengetahui, patofisiologi farmakologi dan trapi diet pada gangguan
sistem pernafasan. pada penyakit TB PARU.
3. Permasalahan
 Apa maksud dari patofisiologi,farmakologi dan terapi diet..?
 Apa saja Nutrisi yang di butuhkan saat Tb paru..?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Etologi
TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapatditularkan
ketika seseorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkanorganisme.Individu yang
rentan menghirup droplet dan menjaditerinfeksi.Bakteria di transmisikan ke alveoli
dan memperbanyak diri.Reaksiinflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan
bronkopneumonia, granuloma,dan jaringan fibrosa (Smeltzer&Bare, 2015).Ketika
seseorang penderita TBparu batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja
keluarlah dropletnuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya.9Akibat
terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet atau nukleitadi menguap.
Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu denganpergerakan angin akan membuat
bakteri tuberkulosis yang terkandung dalamdroplet nuklei terbang ke udara. Apabila
bakteri ini terhirup oleh orang sehat,maka orang itu berpotensi terkena bakteri
tuberkulosis (Muttaqin Arif, 2012).Menurut Smeltzer&Bare (2015), Individu yang
beresiko tinggi untuk tertularvirus tuberculosis adalah:
a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
b. Individu imunnosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, merekayang
dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi denganHIV).
c. Pengguna obat-obat IV dan alkhoholik.
d. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma; tahanan;etnik dan
ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dandewasa muda antara
yang berusia 15 sampai 44 tahun).
e. Dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalkan diabetes,gagal
ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi).
f. Individu yang tinggal didaerah yang perumahan sub standar kumuh.
g. Pekerjaan (misalkan tenaga kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas yang
beresiko tinggi.

2.2Pengertian Patofisiologi
Patofisiologi atau physiopathology adalah berasal dari dua kata yaitu patologi
dengan fisiologi. Patologi adalah disiplin medis yang menggambarkan kondisi yang
biasanya diamati selama keadaan penyakit, sedangkan fisiologi adalah disiplin biologi
yang menjelaskan proses atau mekanisme yang beroperasi dalam suatu organisme.
Patologi menggambarkan kondisi abnormal atau tidak diinginkan, di atau tidak
diinginkan, dimana patofisiologi menjelaskan proses atau mekanisme fisiologis dan
dimana kondisi tersebut. berlanjut. Patofisiologi juga bisa berarti perubaha
atofisiologi juga bisa berarti perubahan fungsional yang berhubungan dengan atau
akibat penyakit atau cedera. Definisi lain adalah  perubahan fungsional yang
menyertai penyakit tertentu
• Patologi ilmu yang mempelajari tentang penyakit
• Patologi anatomi: ilmu yang mempelajar yang mempelajari tentang perubah
perubahan morfologi sel ologi sel dan jaringan
• Patologi klinis: ilmu yang mempelajari tentang perubahan kimia klinis reaksi
biokimia
sel atau jaringan, mikrobiologi, hematologi, imunologi, imunohematologi
• Patofisiologi: ilmu yang mempelajari tentang perubahan fisiologik akibat penyakit
• Patofisiologi merupakan integratif ilmu: anatomi, fisiologi, biologi sel dan
molekuler,
genetika, farmakologi dan patologi
• Patofisiologi fokus pada mekanisme penyakit, atau proses dinamik yang
menampakan
tanda sign dan gejala symptom

2.3 Pengertian Farmakologi


Farmakologi berasal dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan).
Farmakologi didefinisikansebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada
system biologis. Farmakognosi adalah ilmuyang mempelajari tentang bagian-bagian
tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat.Farmakologi adalah ilmu
yang mempelajari efek-efek dari senyawa kimia pada jaringan hidup. (Joyce L.Kee,
Evelyn R. Hayes, 1996)Menurut Kamus Kesehatan, Farmakologi adalah studi obat-
obatan dalam semua aspek mereka.Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari
bagaimana suatu bahan kimia/obat berinteraksi dengansistem biologis, khususnya
mempelajari aksi obat di dalam tubuh. (Ekawati, Zullies. 2014)Farmakologi adalah
Ilmu yang mempelajari interaksi antara obat dengan konstituen tubuh hingga
timbulsuatu efek terapi. (Dewi, Rani. 2013)
-prinsip ilmiah dalam klinik untukpencegahan dan pengobatan penyakit.pencegahan
dan pengobatan penya

2.4 Pengertian Terapi Diet


Diet adalah pengaturan jumlah dan jenis makanan yang dimakan setiap hari agar
seseorang tetap sehat, dan bagi orang sakit bertujuan meningkatkan status gizi dan
membantu kesembuhan, serta mencegah permasalahan lain mis diare atau intolerasni
thd jenis makanan tertentu
Tujuan lain diet rumah sakit adl utk meningkatkan atau mempertahankan daya tahan
tubuh dlm menghadapi penyakit/cedera, khususnya infeksi, dan membantu
kesembuhan pasien dari penyakit/cederanya dg memperbaiki jaringan yg aus atau
rusak serta memulihkan keseimbangan dlm tubuh (homeostatis)

 Menurut Hutapea (1993), diet merupakan program terpadu antara pengaturan


makanan dan kebiasaan makan serta peningkatan kegiatan olahraga. 
 Menurut Dariyo (2003), diet adalah cara membentuk atau mencapai proporsi
berat badan dan taraf kesehatan yang seimbang (normal) melalui pengaturan
pola aktivitas, seperti makan, minum, dan aktivitas fisik seperti kerja, istirahat,
dan olahraga.
 Menurut Yuliatin (2011), diet adalah jumlah makanan dan asupan nutrisi yang
dikonsumsi seseorang atau organisme tertentu dengan tujuan menurunkan
berat badan dan menjaga keseimbangan postur tubuh. 
 Menurut Sutriandewi (2003), diet merupakan perilaku pengaturan asupan
(intake) makanan yang masuk ke tubuh dengan tujuan yang beraneka macam,
salah satunya untuk menurunkan berat badan

2.5 Patofisiologi.Farmakologi Dan Terapi Diet Pada Gangguan Pernafasan: TB


PARU
2.5.1 Patofisioplogi TB paru

Patofisiologi tuberkulosis paru atau TBC paru disebabkan oleh


infeksi Mycobacterium tuberculosis yang menular melalui aerosol dari
membran mukosa paru-paru individu yang telah terinfeksi. Ketika seseorang
dengan TB paru yang aktif batuk, bersin, atau meludah, droplet akan keluar ke
udara bebas. Ketika terinhalasi oleh individu lain, droplet infeksius akan
terkumpul di paru-paru dan organisme akan berkembang dalam waktu 2–12
minggu. Seseorang yang menghirup bakteri M tuberculosis yang terhirup
akan menyebabkan bakteri tersebut masuk ke alveoli melalui jalan nafas,
alveoli adalah tempat bakteri berkumpul dan berkembang biak. M.
tuberculosis juga dapat masuk ke bagian tubuh lain seperti ginjal,

tulang, dan korteks serebri dan area lain dari paru-paru (lobus atas) melalui
sistem limfa dan cairan tubuh. Sistem imun dan sistem kekebalan tubuh akan
merespon dengan cara melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menekan bakteri,
dan limfosit spesifik tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) bakteri dan
jaringan normal. Reaksi tersebut menimbulkan penumpukan eksudat di dalam
alveoli yang bisa mengakibatkan bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya
timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri (Kenedyanti &

Sulistyorini, 2017). Interaksi antara M. tuberculosis dengan sistem kekebalan


tubuh pada masa awal infeksi membentuk granuloma. Granuloma terdiri atas
gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag. Granulomas
diubah menjadi massa jaringan jaringan fibrosa, Bagian sentral dari massa
tersebut disebut ghon tuberculosis dan menjadi nekrotik membentuk massa
seperti keju. Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk
jaringan kolagen kemudian bakteri menjadi dorman. Setelah infeksi awal,
seseorang dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon yang
inadekuat dari respon sistem imun. Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi
ulang dan aktivasi bakteri dorman dimana bakteri yang sebelumnya tidak aktif
kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubrcle memecah sehingga
menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkhus. Bakteri kemudian
menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh.
Tuberkel yang menyerah menyembuh membentuk jaringan parut. Paru yang
terinfeksi menjadi lebih membengkak, menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia. Kontak pertama bakteri Mycobacterium
tuberculosis dengan host dapat menyebabkan infeksi tuberkulosis primer yang
umumnya membentuk lesi tipikal TB, yaitu kompleks Ghon. Kompleks Ghon
merupakan granuloma epiteloid dengan nekrosis kaseosa di bagian tengahnya.
Lesi ini paling umum ditemukan dalam makrofag alveolar dari bagian
subpleura paru-paru. Lesi inisial dapat sembuh dengan sendirinya dan infeksi
menjadi laten. Fibrosis terjadi bila enzim hidrolitik melarutkan tuberkel dan
lesi dikelilingi oleh kapsul fibrosis. Nodul fibrokaseosa ini sering kali
mengandung mycobacteria dan berpotensi reaktivasi. FAKTOR RESIKO
TUBERKULOSIS

Resiko penyakit tuberkulosis dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya


sebagai berikut:

a. Umur menjadi faktor utama resiko terkena penyakit tuberkulosis


karena kasus tertinggi penyakit ini terjadi pada usia muda hingga dewasa.
Indonesia sendiri di perkirakan 75% penderita berasal dari kelompok usia
produktif (15-49 tahun).

b. Jenis kelamin: penyakit ini lebih banyak menyerang laki-laki daripada


wanita, karena sebagian besar laki laki mempunyai kebiasaan merokok.

c. Kebiasaan merokok dapat menurunkan daya tahan tubuh, sehingga


mudah untuk terserang penyakit terutama pada laki-laki yang mempunyai
kebiasaan merokok dan meminum alkohol.

d. Pekerjaan, hal ini karena pekerjaan dapat menjadi faktor risiko kontak
langsung dengan penderita. Risiko penularan tuberkulosis pada suatu
pekerjaan adalah seorang tenaga kesehatan yang secara kontak langsung
dengan pasien walaupun masih ada beberapa pekerjaan yang dapat menjadi
faktor risiko yaitu seorang tenaga pabrik.

e. Status ekonomi juga menjadi faktor risiko mengalami penyakit


tuberkulosis, masyarakat yang memiliki pendapatan yang kecil
membuat orang tidak dapat layak memenuhi syarat-syarat kesehatan (Sejati &
Sofiana, 2015).

f. Faktor lingkungan merupakan salah satu yang memengaruhi


pencahayaaan rumah, kelembapan, suhu, kondisi atap, dinding, lantai rumah
serta kepadatan hunian. Bakteri M. tuberculosis dapat masuk pada rumah yang
memiliki bangunan yang gelap dan tidak ada sinar matahari yang masuk.
(Budi et al., 2018).
2.5.2 Tanda dan gejala
Beberapa Penyakit TB yang sering diderita oleh masyarakat adalah:

1. Tuberkulosis Paru

TB Paru adalah penyakit radang parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi
kuman Mycobacterium Tuberculosis. TB Paru mencakup 80% dari keseluruhan
kejadian penyakit TB sedangkan 20% selebihnya merupakan TB Ekstra Paru. Tanda-
tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas dan kelainan struktural
paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat normal atau dapat ditemukan tanda
konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda pemeriksaan fisik paru tersebut dapat
berupa: fokal fremitus meingkat, perkusi redup, bunyi napas bronkovesikuler atau
adanya ronkhi terutama di apeks paru 7,Pada lesi luas dapat pula ditemukan tanda-
tanda seperti : deviasi trakea ke sisi paru yang terinfeksi, tanda konsolidasi, suara
napas amporik pada cavitas atau tanda adanya penebalan pleura 8

a. Gejala utama
 Batuk terus-menerus dan berdahak selama tiga minggu/lebih.
 Gejala
 Penurunan nafsu makan dan berat badan.
 Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
 dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
 serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

b.Gejala khusus
 Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke
 paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
 membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah
 yang disertai sesak.
 Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
 disertai dengan keluhan sakit dada.

c. Gejala tambahan yang sering dijumpai


1) Dahak bercampur darah/batuk darah.
2) Demam selama tiga minggu atau lebih
3) Sesak nafas dan nyeri dada.
4) Penurunan nafsu makan.
5) Berat badan turun.
6) Rasa kurang enak badan (malaise, lemah.
7) Berkeringat di malam hari walaupun tidak melakukan apa-apa .

Tanda
Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas
dan kelainan struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat
normal atau dapat ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya apeks
paru. Tanda pemeriksaan fisik paru tersebut dapat berupa: fokal
fremitus meingkat, perkusi redup, bunyi napas bronkovesikuler atau
adanya ronkhi terutama di apeks paru 7. Pada lesi luas dapat pula
ditemukan tanda-tanda seperti : deviasi trakea ke sisi paru yang
terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas amporik pada cavitas atau
tanda adanya penebalan pleura.

2.5.3 Klarifikasi TB paru

TB paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam tahun 2013 halaman 161yaitu:
a. Pembagian secara patologis
1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
2) Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).
b. Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru (koch pulmonum) aktif,non
aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
c. Pembagian secara radiologis (luas lesi).
1) Tuberkulosis minimalTerdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu
paru maupunkedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2) Moderately advanced tuberculosisPoltekkes Kemenkes Padang10Ada
kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltratbayangan halus
tidak lebih dari 1 bagian paru.Bila bayangan kasartidak lebih dari sepertiga
bagian 1 paru.
3) Far advanced tuberculosisTerdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi
keadaan pada moderatelyadvanced tuberkulosis.
Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinik,
bakteriologik,radiologik, dan riwayat pengobatan sebelumnya.Klasifikasi ini
pentingkarena merupakan salah satu faktor determinan untuk menentukan
strategiterapi.
Sesuai dengan program Gerdunas-TB (Gerakan Terpadu
NasionalPenanggulan Tuberkulosis) klasifikasi TB paru dibagi sebagai
berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1) Dengan atau tanpa gejala klinik.
2) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong
biakanpositif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru aktif.
2) BTA negatif, biakan negatif tapi radiologik positif.
c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative
2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkanserial foto
yang tidak berubah.
4) Ada riwayat pengobatan OAT yang lebih adekuat (lebih mendukung)
2.5.4 Farmakologi TB paru
Tb Paru atau infeksi tuberkulosis pada paru disebabkan oleh adanya infeksi
bakteri Mycobacterium tuberculosisdapat ditandai dengan gejala seperti batuk
lebih dari 3 minggu, dapat disertai dengan batuk darah, demam, penurunan
nafsu makan, berkeringat di malam hari, penurunan berat badan, nyeri dada,
dan juga dapat meningkat risikonya jika ada yang mengalami kondisi serupa
di sekitar rumah. Untuk memastikannya perlu dilakukan wawanca medis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti lab darah IGRA,
pemeriksaan sampel dahak, tes kulit mantux, foto rontgen dan pemeriksaan
lain yang diperlukan.
Jika nantinya didiagnosa sebagai infeksi TB paru maka perlu untuk
menjalankan pengobatan selama minimal 6 bulan dengan menggunakan obat
kombinasi yang disebut dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang terdiri
dari isoniazid, rifampicin, pyrazinamide dan ethambutol. OAT sendiri
disesuaikan dosis dan cara penggunaannya dibagi menjadi fase intensif dan
fase lanjutan. OAT ini memiliki beberapa efek samping seperti urine menjadi
kemerahan, gangguan penglihatan, gangguan hati, mual dan muntah, dan juga
menurunkan efektivitas alat kontrasepsi seperti pil Kb, Kb suntik atau susuk.
Pengobatan TB paru sendiri menggunakan OAT disesuaikan dengan kategori
infeksi kuman TB tersebut apakah infeksi TB menginfeksi paru, menginfeksi
organ di luar paru, infeksi baru pertama kali, infeksi relaps atau kambuhan dan
juga kategori infeksi tb paru yang resisten terhadap OAT.
Untuk itu penting untuk menegakkan diagnosa dengan tepat dan juga
memastikan penderita infeksi TB patuh menjalankan pengobatan sesuai
anjuran agar pengobatan dapat berjalan dengan baik,
menghindari penularan pada orang lain dan juga mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap obat antituberkulosis. Untuk itu penting juga untuk
menjaga perilaku hidup bersih dan sehat pada kehidupan sehari-hari.

Dosis Obat OAT

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan selama 4 atau 7 bulan. Prinsip utama pengobatan
tuberkulosis adalah patuh untuk meminum obat selama jangka waktu yang
diberikan oleh dokter, hal ini dianjurkan agar bakteri penyebab penyakit
tuberkulosis tidak menjadi kebal terhadap obat-obatan yang diberikan. Paduan
obat yang digunakan adalah paduan obat utama dan obat tambahan. Jenis obat
utama (lini I) adalah INH, rifamfisin, pirazinamid, streptomisisin, etambutol,
sedangkan obat tambahan lainnya adalah: kanamisin, amikasin, kuinolon
(Darliana, 2011). Kualitas hidup pasien tuberkulosis yang menjalani
pengobatan dipengaruhi oleh kondisi fisik yang dialami, tekanan emosional,
dukungan sosial yang diperoleh dari keluarga maupun orang sekitar, serta
lingkungan yang mendukung pasien dalam menjalani hidup.

2.5.5Terapi Diet TB paru


Pengaturan Makan dan Zat Gizi pada Tuberkulosis

TB menyebabkan atau memperburuk kondisi malnutrisi yang sudah ada


sebelumnya dan meningkatkan katabolisme. Pedoman WHO menyarankan
pasien rawat inap yang kekurangan gizi parah dapat meningkatkan risiko
mortalitas. Suplementasi makanan dianjurkan sampai pasien mencapai Indeks
Massa Tubuh (IMT) 18,5 kg/m2.5
Dalam jangka pendek, malnutrisi meningkatkan risiko infeksi dan
perkembangan awal infeksi untuk menghasilkan TB aktif. Dalam dalam
jangka panjang, malnutrisi meningkatkan risiko pengaktifan kembali penyakit
TB. Malnutrisi juga dapat menurunkan efektivitas rejimen obat anti-TB, yang
harus dipakai pasien beberapa bulan. Kemanjuran vaksin Bacillus Calmette-
Guerin (BCG) juga bisa terganggu oleh malnutrisi.4

NUTRISI.NUTRISI YANG DI BUTUHKAN PADA PENYAKIT TB PARU


Energi
Kebutuhan energi dan zat gizi protein meningkat karena terjadi infeksi bakteri
pada paru paru pada penyakit tuberkulosis. Rekomendasi energi untuk
kekurangan gizi dan pasien katabolik, 35 sampai 40 kkal / kg berat badan ideal
(BBI). Untuk pasien dengan infeksi lain seperti HIV, kebutuhan energi
meningkat 20% sampai 30% untuk mempertahankan berat badan.

Protein
Protein sangat penting dalam mencegah pemborosan jaringan otot dan
asupannya dari 15% kebutuhan energi atau 1,2 sampai 1,5 g / kg BBI,
dianjurkan asupan protein sekitar 75 sampai 100 g per hari.

Vitamin dan Mineral


Suplemen multivitamin dan mineral yang menyediakan 50 – 150% dari Angka
Kecukupan Gizi (AKG) sangat membantu, karena kebutuhan pasien
tuberkulosis meningkat yang tidak mungkin dipenuhi dengan diet saja. Zat
gizi seperti vitamin A, B, C dan E, seng, dan selenium biasanya tergolong
kurang pada pasien TB. Ini sangat penting untuk integritas respons imun.
Defisiensi vitamin D biasa terjadi pada pasien TB, yang terjadi karena asupan
vitamin D kurang dan paparan sinar matahari yang terbatas.6
Isoniazid adalah antagonis vitamin B6 (piridoksin) dan sering digunakan
dalam pengobatan TB. Oleh karena itu, 25 mg suplementasi B6
direkomendasikan pada pasien TB. Penelitian telah mendokumentasikan
peningkatan prevalensi anemia dengan pasien TB, yang dikaitkan dengan
peningkatan risiko kematian. Anemia defisiensi besi merupakan penyumbang
terpenting dalam perkembangan anemia pada pasien TB. Bukti menunjukkan
bahwa suplementasi zat besi mungkin berlebihan berbahaya bagi pasien TBC,
dan penggunaan terapi zat besi tidak direkomendasikan secara universal. 4

BAB III PENUTUP

Kesimpulan
Patologi adalah disiplin medis yang menggambarkan kondisi yang biasanya
diamati selama keadaan penyakit, sedangkan fisiologi adalah disiplin biologi yang
menjelaskan proses atau mekanisme yang beroperasi dalam suatu organisme.
Farmakologi berasal dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan)..
Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian tanaman atau
hewan yang dapat digunakan sebagai obat. Diet adalah pengaturan jumlah dan jenis
makanan yang dimakan setiap hari agar seseorang tetap sehat, dan bagi orang sakit
bertujuan meningkatkan status gizi dan membantu kesembuhan, serta mencegah
permasalahan lain mis diare atau intolerasni thd jenis makanan tertentu. Patofisiologi
tuberkulosis paru atau TBC paru disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis yang
menular melalui aerosol dari membran mukosa paru-paru individu yang telah terinfeksi

Pengaturan Makan dan Zat Gizi pada Tuberkulosis


TB menyebabkan atau memperburuk kondisi malnutrisi yang sudah ada sebelumnya
dan meningkatkan katabolisme. Pedoman WHO menyarankan pasien rawat inap yang
kekurangan gizi parah dapat meningkatkan risiko mortalitas. Suplementasi makanan
dianjurkan sampai pasien mencapai Indeks Massa Tubuh (IMT) 18,5 kg/m2.5
Dalam jangka pendek, malnutrisi meningkatkan risiko infeksi dan perkembangan
awal infeksi untuk menghasilkan TB aktif. Dalam dalam jangka panjang, malnutrisi
meningkatkan risiko pengaktifan kembali penyakit TB. Malnutrisi juga dapat
menurunkan efektivitas rejimen obat anti-TB, yang harus dipakai pasien beberapa
bulan. Kemanjuran vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG) juga bisa terganggu oleh
malnutrisi

DAFTAR PUSTAKA
1. Adigun R, Singh R. Tuberculosis. StatPearls Publishing. 2021.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441916/
2. Bussi C, Gutierrez MG. Mycobacterium tuberculosis infection of host cells in
space and time. FEMS Microbiology Reviews. 2019 Jul;43(4):341-61
3. anggraeni, d. e., & rahayu, s.r. 2018. gejala klinis tuberkulosis pada keluarga
penderita tuberkulosis bta positif. higeia journal of public health research and
development. vol 2(1): 91–101

4. Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi-Jakarta: Buku


KedokteranEGC

Anda mungkin juga menyukai