1. Tujuan
2. Prinsip
a. Prinsip kerja aseptik adalah menghindarkan kontak antar kultur murni, medium steril dan
semua wadah steril, serta permukaan meja kerja dengan mikroorganisme kontaminan atau
kompetitor.
3. Dasar Teori
Steril adalah suatu bentuk keadaan yang ditunjukkan dengan tidak adanya lagi
mikroorganisme (Raudah et al., 2017). Metode yang digunakan agar terciptanya keadaan steril
disebut dengan sterilisasi. Sterilisasi adalah suatu proses pemusnahan semua bentuk
mikroorganisme, baik yang berbentuk vegetative maupun yang berbentuk spora (Ma’at, 2009).
Mikroorganisme yang dimaksud dapat berupa kuman, virus, rickettsia maupun jamur, dan agen
biologis lainnya seperti prion yang terdapat di permukaan, benda atau cairan tertentu, seperti
makanan atau media tnaman biologis (Dunders et al., 2020). Cara sterilisasi tertua adalah
destruksi dengan pemanasan, baik menggunakan api bebas maupun panas yang ditimbulkan
oleh uap air sehingga dapat dikatakan bahwa media sterilisasi klasik adalah panas dan air
(basah) yang meliputi air mendidih dan uap air panas (Ma’at, 2009). Dalam prakteknya,
sterilisasi alat-alat dan medium dapat dikerjakan secara mekanik, kimia, ataupun secara fisik.
Cara sterilisasi yang dipakai tergantung pada sifat dan macam bahan atau alat yang hendak
disterilkan (Putri et al., 2017).
Sebelum mulai membiakan mikroba, pertama-tama kita harus mempertimbangkan
bagaimana cara menghindari kontaminan. Mikroba terdapat dimana-mana, tersebar di udara
atau pada permukaan suatu benda, oleh karena itu kita harus melakukan sterilisasi media segera
setelah disiapkan, yang biasa dilakukan dengan pemanasan. Hal ini perlu dilakukan untuk
menghilangkan mikroba kontaminan. Maka semua bahan dan alat yang bersentuhan dengan
suatu biakan murni harus steril.
Aseptis ialah keadaan bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit. Teknik aseptis
adalah segala upaya yang dilakukan untuk mencegah masuknya mikroorganisme kedalam
tubuh yang kemungkinan besar akan mengakibatkan infeksi (Cialdini, 2014). Ada dua (2) jenis
teknik aseptik dalam praktek keperawatan yaitu aseptik medis dan aseptic bedah.
Aseptik medis adalah teknik atau prosedur yang dilakukan untuk mengurangi
jumlah mikroorganisme disuatu obyek, serta menurunkan kemungkinan penyebaran dari
mikroorganisme tersebut. Aseptik medis dikenal juga sebagai teknik bersih seperti
mencuci tangan, mengganti lien ditempat tidur dan menggunakan cangkir untuk obat.
Sedangkan aseptik bedah atau teknik steril termasuk prosedur yang digunakan
untuk membunuh mikroorganisme dari suatu daerah. Sterilisasi membunuh semua
mikroorganisme dan spora (Rutala, 2003). Setelah suatu obyek menjadi tidak steril atau tidak
bersih, obyek tersebut terkontaminasi. Pada aseptik medis suatu area atau objek dinyatakan
terkontaminasi jika area atau obyek tersebut mengandung atau diduga mengandung
pathogen. Misalnya bedpan yang sudah dipakai, lantai dan kassa yang basah merupakan contoh
obyek yang terkontaminasi (Febriani, 2015).
A. Sterilisasi Secara Fisik
a) Panas Lembab Tekanan Tinggi
Sterilisasi panas lembab merupakan teknik sterilisasi menggunakan udara panas yang sarat
dengan uap air dan yang terutama berperan dalam sterilisasi. Sterilisasi panas lembab
tekanan tinggi menggunakan alat autoklaf. Saat mensterilkan dengan cara ini, sampel
ditempatkan ke dalam ruang uap di rak atau lantai yang ditinggikan, dan ruang tersebut
ditutup dan dipanaskan sehingga uap memaksa udara keluar dari ventilasi atau
pembuangan. Tekanan sebesar 2 atm kemudian diterapkan sehingga suhu interior mencapai
121oC (250oF), dan suhu ini dipertahankan selama 15 menit. Peningkatan suhu dan tekanan
ini cukup untuk mensterilkan sampel mikroba atau spora yang ditemukan dengan jelas.
Ruang tersebut kemudian dibiarkan mendingin secara perlahan atau dengan pembuangan
panas pasif; jarang sekali pendinginan paksa ditrapkan, atau tekanan dibuang dengan
sengaja. Sterilisasi tekanan adalah tindakan umum yang digunakan untuk sterilisasi medis
alat tahan panas, dan untuk sterilisasi bahan mikrobiologi serta bidang lain yang
membutuhkan teknik aseptik (Morein, 2008).
b) Panas Kering
Sterilisasi panas kering merupakan teknik sterilisasi menggunakan udara panas yang bebas
dari uap air atau memiliki sangat sedikit, dimana kelembaban ini memainkan peran
minimal atau tidak sama sekali dalam metode sterilisasi ini. Metode sterilisasi panas kering
dilakukan dengan prinsip konduksi, dimana panas akan diserap oleh permukaan luar suatu
benda dan kemudian diteruskan ke lapisan yang berikutnya. Akhirnya, seluruh item
mencapai suhu yang tepat yang diperlukan untuk sterilisasi. Waktu dan suhu yang tepat
untuk sterilisasi panas kering adalah 160oC (320oF) selama 2 jam atau 170oC (340 oC)
selama 1 jam atau untuk pensteril udara panas kecepatan tinggi dengan suhu 190oC (375oF)
selama 6-12 menit. Alat yang disterilisasi dengan metode panas kering harus dikeringkan
terlebih dahulu karena air akan mengganggu metode ini. Panas kering akan menghancurkan
mikroorganisme dengan menyebabkan denaturasi protein, menyebabkan kerusakan radikal
bebas oksidatif, menyebabkan pengeringan sel, dan bahkan dapat membakarnya menjadi
abu, seperti dalam pembakaran. Instrumen yang digunakan untuk sterilisasi panas kering
antara lain oven udara panas (Morein, 2008).
(Ditia ayu 211FF04015 )
c) Pemijaran
Sterilisasi dengan pemijaran merupakan salah satu metode sterilisasi yang sangat
sederhana, cepat, dan menjamin sterilitas dari bahan yang disterilkan. Namun,
penggunaannya sangat terbatas hanya pada beberapa alat saja. Alat-alat yang dapat
disterilkan dengan cara ini adalah yang terbuat dari logam, antara lain: pinset, penjepit,
kroes, alat dari gelas/porcelain, batang pengaduk, kaca arloji, mulut wadah (seperti botol,
Erlenmeyer, tabung reaksi), serta mortir dan stamper. Semua alat ini dikenakan api
langsung yang bersumber dari api gas tidak berwarna atau pembakar spiritus tidak kurang
dari 20 detik. Beberapa bahan kimia juga dapat disterilkan dengan cara pemanasan ini
seperti ZnO, NaCl, dan Talkum (Ma’at, 2009).
d) Dimasak dengan air
Sterilisasi dengan metode ini pelaksanaannya sangat sederhana karena banyak alat-alat
kedokteran yang disterilkan dengan cara demikian. Pada prinsipnya cara ini hanya merebus
bahan atau alat yang akan disterilkan dalam jangka waktu tertentu dhitung sejak air mulai
mendidih. Kekurangan cara ini adalah alat-alat yang akan disterilkan tidak dapat dibungkus
sehingga setelah selesai sterilisasi kemungkinan dapat terkontaminasi kembali dengan
mikroorganisme dari luar, spora-spora dengan daya tahan yang tinggi tidak dapat dimatikan
dengan cara sterilisasi ini, serta tidak dapat untuk mensterilkan bahan-bahan kimia atau
obat-obatan karena disamping teknik tidak memungkinkan, juga spora tidak dapat
dimatikan walaupun sudah disterilkan selama 2-5 jam (Ma’at, 2009).
e) Penyinaran dengan Ultra Violet (UV)
Sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan radiasi elektromagnetik, seperti yang
diilustrasikan oleh berkas electron, sinar-X, sinar gamma, atau iradiasi oleh partikel
subatomic. Salah satu sterilisasi iradiasi adalah dengan menggunakan sinar ultraviolet/UV
dari lampu germisida yang mana berguna untuk sterilisasi permukaan dan beberapa benda
transparan. Banyak objek yang transparan terhadap cahaya tempak menyerap UV. Iradiasi
UV secara rutin digunakan untuk mensterilkan interior lemari pengaman biologis diantara
penggunaan, tetapi tidak efektif di area yang teduh, termasuk area di bawah kotoran yang
dapat menjadi terpolimerisasi setelah iradiasi berkepanjangan, sehingga sangat sulit untuk
dihilangkan (Dunders et al., 2020).
B. Sterilisasi Secara Kimiawi
Bahan kimia baik dalam bentuk gas atau cairan dapat digunakan sebagai pensteril.
Meskipun penggunaan bahan kimia gas dan cairan sterilisasi menghindari masalah kerusakan
yang diakibatkan panas, pengguna harus memastikan bahwa bahan yang akan disterilkan
secara kimiawi kompatibel dengan bahan pensteril yang digunakan dan bahwa bahan pensteril
mampu menjangkau semua permukaan yang harus disterilkan (biasanya tidak menembus
kemasan). Dengan cara yang sama, penggunaan bahan kimia pensteril menimbulkan
tantangan baru bagi keselamatan di tempat kerja, karena sifat yang membuat bahan kimia
efektif sebagai sterilan biasanya dapat berbahaya bagi manusia.
a) Etilen Oksida
Pengolahan gas etilen oksida (EO, EtO) adalah salah satu metode umum yang digunakan
untuk mensterilkan, mempasteurisasi, atau mendisinfeksi barang-barang dengan alasan
kompatibilitas materialnya yang sangat beragam. Sterilisasi dengan gas etilen oksida
digunakan untuk mensterilkan alat atau bahan yang sensitive dengan metode sterilisasi lain,
seperti sterilisasi oleh radiasi, panas, atau bahan kimia lainnya. Perawatan etilen oksida
adalah tindakan sterilisasi kimia yang paling umum, digunakan untuk sekitar 70% dari total
sterilisasi, dan untuk lebih dari 50% dari semua perangkat medis sekali pakai.
b) Nitrogen Oksida
Nitrogen dioksida (NO2) gas adalah sterilisasi cepat dan efektif untuk digunakan terhadap
berbagai mikroorganisme, termasuk bakteri yang umum, virus, dan spora. Sifat fisik yang
unik dari gas NO2 memungkinkan dispersi steril di lingkungan tertutup pada suhu kamar
dan tekanan atmosfer. Mekanisme kematian adalah degradasi DNA di inti spora melalui
nitrasi tulang punggung fosfat, yang membunuh organisme yang terpapar karena ia
menyerap NO2. Degradasi ini terjadi bahkan pada konsentrasi gas yang sangat rendah. NO2
memiliki titik didih 21°C (70°F) di permukaan laut, yang menghasilkan tekanan uap jenuh
yang relatif tinggi pada suhu kamar, Oleh karena itu, cairan NO 2 dapat digunakan sebagai
sumber yang tepat untuk gas pensteril. Cairan NO2 sering disebut dengan denominasi
dimer, dinitrogen tetroksida (N2O4). Dengan cara yang sama, tingkat konsentrasi yang
rendah yang diperlukan, ditambah dengan tekanan up tinggi, memastikan bahwa tidak ada
kondensasi pada perangkat yang disterilkan. Artinya, tidak ada aerasi perangkat yang
diperlukan segera setelah siklus sterilisasi. NO2 juga kurang korosif dibandingkan gas steril
lainnya dan kompatibel dengan sebagian bear bahan medis dan perekat.
c) Hidrogen Peroksida
Hidrogen peroksida, baik dalam bentuk cam maupun sebagai hydrogen peroksida yang
diuapkan (VHP), adalah agen sterilisasi kimiawi lainnya. Hidrogen peroksida adalah
oksidan kuat, yang memungkinkannya menghancurkan berbagai macam patogen.
Hidrogen peroksida digunakan untuk mensterilkan barang yang peka terhadap panas atau
suhu, seperti yang dilustrasikan oleh endoskopi kaku. Dalam sterilisasi medis, hidrogen
peroksida digunakan pada konsentrasi yang lebih tinggi, berkisar antara 35% hingga 90%.
Keuntungan terbesar hydrogen peroksida sebagai pensteril adalah waktu siklus yang
singkat. Meskipun waktu siklus untuk etilen oksida mungkin 10 hingga 15 jam, beberapa
alat sterilisasi hidrogen peroksida modern memiliki waktu siklus sesingkat 28 menit.
Kelemahan hidrogen peroksida termasuk kompatibilitas material, kemampuan
penetrasi yang lebih rendah, dan risiko kesehatan operator (Dunders et al., 2020).
Alat Bahan
1) Tabung reaksi
1) Nutrien agar
2) Cawan petri 2) Muehler Hinton Agar
3) Erlenmeyer 500 ml 3) Potato destrosa agar
4) Pipet ukur 10 ml, 4) Nutrien broth
Tabung reaksi, cawan petri, labu dan botol, dibilas dengan air
panas bila perlu dicuci dengan detergen non ionic
iv. Pipet
Pipet dicuci dengan detergen non ionic
Pembuatan Media
i. Media Mueller Hinton Agar (MHA)
.
Cek dahulu banyaknya air dalam Masukkan peralatan dan bahan yang ingin
autoklaf di sterilkan
Nyalakan Autoklaf Hingga Mencapai 1210 C, Lalu Perhatikan alat Pengukur tekanan dan suhu,
Hitung waktu 15 menit dimulai dari autoklaf mencapai Jika melewati batas aman lakukan pembukaan
suhu 1210C pada tekanan 2 atm. katup pengeluaran uap atur hingga 1210C
Pada praktikum kali ini dilakukan persiapan alat, media dan uji sterilisasi. Sterilisasi
adalah suatu proses pemusnahan semua bentuk mikroorganisme, baik yang berbentuk
vegetative maupun yang berbentuk spora. Sedangkan steril adalah suatu keadaan dimana
terbebas dari mikroorganisme. Sebelum melakukan praktikum penanaman (inokulasi) mikroba,
atau pada penelitian-penelitian lainnya mengenai mikroba, alat yang digunakan harus
disterilisasi terlebih dahulu untuk menghindari kontaminasi dari mikroba atau zat-zat lain yang
menempel pada bahan atau alat yang akan digunakan. Tujuan dari uji sterilisasi yaitu untuk
menjamin bahwa produk yang melalui proses pembuatan itu tidak mengandung
mikroorganisme atau tidak terkontaminasi. Uji sterilisasi dilakukan pada media, pengencer dan
alat-alat yang akan digunakan.
Pada praktikum kali ini pada penyiapan alat dan media yang pertama sterilisasi alat
gelas. Untuk alat gelas dilakukan sterilisasi menggunakan autoklaf. Pertama semua alat gelas
dicuci dengan larutan detergen non ionic, kemudian dibilas dengan air ledeng mengalir.
Direndam dalam larutan HCL 1% selama kurang lebih 16 jam. Lalu dibilas dengan air ledeng
mengalir dan air suling. Dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit.
Prinsip kerja autoklaf adalah menggunakan uap air bertekanan untuk mensterilisasikan suatu
benda dengan mengkoagulasikan protein pada bakteri sehingga bakteri akan mati. Sterilisasi
menggunakan autoklaf ini termasuk kedalam sterilisasi panas basah karena menggunakan uap
air bertekanan dalam proses mensterilkan bendanya. Sterilisasi basah ini dapat digunakan untuk
mensterilkan bahan apa saja yang dapat ditembus uap air dan tidak rusak bila dipanaskan
dengan suhu yang berkisar antara 110 ºC dan 121 ºC.
Sedangkan untuk sterilisasi alat dari karet dilakukan dengan cara direbus dalam larutan
mendidih NaOH 1% selama 10-15 menit, lalu bilas dengan air ledeng sampai bebas alkali, dan
dibilas dengan air suling.
Selanjutnya sterilisasi tabung reaksi, cawan petri, labu dan botol dilakukan sterilisasi
secara fisika yaitu secara panas kering dengan cara pertama tabung reaksi, cawan petri, labu
dan botol, dibilas dengan air panas bila perlu dicuci dengan detergen non ionic. Lalu bilas
dengan air ledeng kemudian dengan air suling. Dikeringkan dan disterilkan dalam oven selama
1 jam pada suhu 170 ºC. Sedangkan untuk sterilisasi pipet, pertama Pipet dicuci dengan
detergen non ionic, Dibilas dengan air ledeng mengalir 6 kali lalu dengan air suling 1 kali. Dan
terakhir dikeringkan dalam oven.
Pada praktikum kali ini juga dilakukan pembuatan media, Media yang dibuat adalah
Media Mueller Hinton Agar (MHA), Media Mueleer Hinton Broth (MHB), Media Nutrient
Agar (NA), dan Media Nutrient Broth (NB). Media merupakan bahan yang digunakan untuk
menumbuhkan mikroorganisme diatas atau didalamnya, medium tersebut harus memenuhi
syarat-syarat, antara lain adalah harus mengandung semua zat hara yang mudah digunakan oleh
mikroba, harus mempunyai tekanan osmosis, tegangan permukaan dan pH yang sesuai dengan
kebutuhan mikroba yang akan ditumbuhkan, tidak mengandung zat-zat yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba, harus berada dalam keadaan steril sebelum digunakan,
agar mikroba yang di tumbuhkan dapat tumbuh dengan baik. Dalam membuat MHA yang
pertama dilakukan adalah menimbang 38g MHA kemudian dilarutkan dengan 1L aquadest
yang telah dipanaskan kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210 C
pada tekanan 2 atm selama 15 menit. Untuk membuat MHB pertama timbang MHB sebanyak
23 g kemudian dilarutkan dengan 1 L aquadest yang telah dipanaskan kemudian disterilisasi
dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210 C pada tekanan 2 atm selama 15 menit.
Selanjutnya pembuatan NA timbang NA sebanyak 28 g kemudian dilarutkan dengan 1 L
aquadest yang telah dipanaskan kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu
1210 C pada tekanan 2 atm selama 15 menit. Dan yang terakhir pembuatan media NB ditimbang
8g NB kemudian kemudian dilarutkan dengan 1 L aquadest yang telah dipanaskan kemudian
disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210 C pada tekanan 2 atm selama 15
menit.
Uji sterilitas media dilakukan dengan cara media diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 48
jam kemudian disimpan pada suhu ruang selama 48 jam, Kemudian diamati perubahan yang
terjadi pada masing-masing media. Suhu optimal untuk pertumbuhan bagi mikroorganisme
sangat bervariasi tergantung pada jenis mikroorganisme itu sendiri. Pada suhu yang tepat
(optimal), sel mikroorganisme dapat memperbanyak diri dan tumbuh sangat cepat. Sedangkan
pada suhu yang lebih rendah atau lebih tinggi, masih dapat memperbanyak diri, tetapi dalam
jumlah yang lebih kecil dan tidak secepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada suhu
optimalnya. Suhu optimal biasanya mencerminkan lingkungan normal bakteri tersebut, oleh
karena itu bakteri yang patogen bagi manusia biasanya tumbuh optimal pada suhu 37 oC (Jawetz
dkk., 2008).
Pada percobaan kali ini media yang yang diuji tetap jernih atau tidak mengalami
kekeruhan, ini berarti media sudah steril dan bisa digunakan. Sedangkan jika media keruh ini
berarti ada pertumbuhan bakteri atau mikroorganisme di dalam media tersebut ini bisa terjadi
karena teknik kerja yang kurang aseptis sehingga mikroba tumbuh di dalam media. Teknik
aseptis adalah upaya yang dilakukan untuk menjaga keadaan tetap steril.
Dalam percobaan ini mungkin saja terjadi faktor kesalahan, contohnya seperti pada
saat pembukusan cawan petri mungkin saja akan salah pembukusan dan terbaliknya cawan
petri. Bahan-bahan yang biasa disterilkan dengan cara ini antara lain medium biakan yang
umum, air suling, peralatan laboratorium, biakan yang akan dibuang, medium tercemar, dan
bahan-bahan dari karet. Ada 4 hal utama yang harus diingat bila melakukan sterilisasi
basah,yaitu :
1. Sterilisasi bergantung pada uap, karena itu udara harus dikosongkan betul-betul dari
ruang autoklaf (sterilisator).
2. Semua bagian bahan yang disterilkan harus terkenah iuap, karena itu tabung dan
labu kosong harus diletakan dalam posisi tidur agar udara tidak terperangkap di dasarnya.
3. Bahan-bahan yang berpori atau berbentuk cairan harus permeable terhadap uap.
Selain media yang harus dalam keadaan steril, bahan yang digunakan juga harus dalam
keadaan yang steril seperti contohnya adalah cairan pengencer atau cairan pembilas. Bahan
cairan pengencer yang sering digunakan adalah NaCl fisiologis 90% dan aqua for injection
(WFI), kedua bahan ini biasanya memiliki tingkat sterilitas yang baik karena digunakan
langsung kepada tubuh manusia atau untuk sediaan obat steril seperti obat tetes mata dll. Uji
sterilitas pengencer atau pembilas dengan cara diambil 2 ml cairan pengencer atau pembilas,
kemudian dimasukkan kedalam cawan petri steril, dituangkan 10 ml Nutrien Agar steril ke
dalamnya dan diinkubasi pada suhu 35-37 ºC selama 48 jam, lalu diamati perubahan yang
terjadi. Pada uji kali ini Nutrient Agar (NA) tetap bening tidak mengalami kekeruhan ini berarti
cairan pengencer atau pembilas sudah dalam keadaan steril dan bisa digunakan untuk
praktikum. Ini berarti dalam penyimpanan dan penggunaan cairan pengencer atau pembilas
sudah benar.
Uji sterilitas pipet dilakukan dengan cara Bagian dalam pipet yang sudah steril dibilas
dengan Nutrien Broth steril dalam tabung reaksi dengan cara menghisap sampai 10 kali,
kemudian Media bilasan diinkubasi pada suhu 35-37 ºC selama 48 jam, lalu diamati perubahan
yang terjadi. Pada uji sterilitas pipet hasil yang didapatkan Nutrient Broth bening tidak
mengalami kekeruhan ini berarti pipet sudah steril karena tidak terkontaminasi oleh
mikroorganisme.
Uji sterilitas cawan petri yang dilakukan pertama ke dalam cawan petri yang sudah steril
dituangkan 10 Nutrien Agar steril yang telah dicairkan dan didinginkan Kembali dan diinkubasi
pada suhu 35-37 ºC selama 48 jam, lalu diamati perubahan yang terjadi. Hasil pengamatan
didapatkan Nutrient Agar tetap jernih tidak mengalami kekeruhan ini berarti cawan petri sudah
steril dan bisa digunakan. Sedangkan jika media NA mengalami kekeruhan ini berarti cawan
petri terkontaminasi oleh mikroorganisme. Ini bisa terjadi karena teknik kerja yang kurang
aseptis sehingga mikroorganisme tumbuh di dalam media. Dan bisa karena alat yang digunakan
tidak steril.
8. Kesimpulan
b. Pada Hasil percobaan kali ini media yang yang diuji tetap jernih atau tidak mengalami
kekeruhan, ini berarti media sudah steril dan bisa digunakan.
c. Teknik yang di gunakan pada praktikum kali ini adalah teknik panas basah atau
menggunakan uap dari autoklaf