Anda di halaman 1dari 10

A.

Ekson dan Intron pada Eukaryot

Sebagian besar gen yang diketahui pada prokariot diketahui memiliki sekuens yang
sifatnya kontinyu dimana pada gen tersebut sifatnya linear atau sesuai dengan sekuens
asam amino pada gennya. Pada tahun 1977, analisis terhadap tiga gen yang berasal dari
organisme eukariotik menghasilkan hasil yang mengejutkan. Penelitian pada gen
protein β-globin yang merupakan salah satu protein yang ditemukan di hemoglobin
yang berasal dari kelinci serta tikus dan gen ovoalbumin pada ayam menunjukkan
bahwa adanya sekuens nonkoding atau sekuens yang tidak mengkodekan asam amino
berada diantara sekuens koding yang mengkodekan asam amino. Sekuens yang tidak
mengkodekan asam amino (nonkoding) dikenal sebagai intron (in pada intron artinya
intervening atau pengganggu). Sekuens yang terdapat pada mRNA yang matang baik
yang koding maupun nonkoding disebut sebagai ekson (expressed sequences).

Pembuktian awal adanya intron pada gen β-globin mamalia berasal dari hasil
visualisasi genom hibrid DNA-mRNA dengan menggunakan mikroskop elektron.
Karena DNA-RNA dupleks lebih stabil daripada untai ganda DNA, ketika untai ganda
DNA di denaturasi sebagian dan diinkubasikan dengan molekul RNA yang homolog
dalam kondisi tertentu, untai RNA akan bergabung dengan untai DNA yang
komplemen menggantikan untai DNA yang ekivalen atau untai DNA pasangannya.
Hasil dari proses ini berupa struktur DNA-RNA hibrid yang mengandung satu untai
DNA yang disebut R-loops pada tempat dimana RNA menggantikan untai DNA lain
sebagai pasangan komplemen DNA rantai tunggal tersebut. Pengamatan R-loops dapat
dilakukan dengan menggunakan mikroskop elektron.

Ketika Shirley Tilghman, Philip Leder, dkk menghibridisasi mRNA β-globin murni
dari tikus menjadi molekul DNA yang mengandung gen β-globin tikus, peneliti
mengamati bahwa dua R-loops dipisahkan oleh loop untai ganda DNA. Hasil tersebut
menggambarkan adanya sekuens pasangan basa diantara gen β-globin yang tidak ada
pada gen β-globin pada RNA dan tidak mengkodekan asam amino pada polipeptida β-
globin. Ketika Tilghman dan rekan-rekannya mengulang eksperimen R-loop tersebut
menggunakan transkrip gen β-globin yang sudah dimurnikan yang diisolasi dari
nukleus dan diyakini merupakan gen utama yang digunakan sebagai cetakan transkripsi
molekul pre-mRNA sebagai pengganti β-globin mRNA sitoplasmik dan ternyata pada
hibrid tersebut hanya memiliki satu R-loop. Hasil ini menunjukkan bahwa transkrip
primer mengandung sekuens gen struktural yang lengkap, baik ekson maupun intron.
Dari hasil percobaan tersebut diketahui bahwa sekuens intron yang ada pada pre-
mRNA akan dibuang dan hanya menyisakan sekuens ekson yang akan digabung ketika
proses pematangan mRNA.

Tilghman dkk mengonfirmasi bahwa interpretasi dari R-loop dengan metode


perbandingan sekuens gen β-globin pada tikus dengan cara memprediksi sekuens asam
amino pada polipeptida β-globin. Hasil ini menunjukkan bahwa gen mengandung
intron nonkoding atau yang tidak mengkodekan asam amino pada posisi tertentu.
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa gen β-globin pada tikus mengandung dua
intron.

Gambar 1. R-loop sebagai bukti adanya intron

1. Gen eukariotik dengan ukuran yang sangat besar

Penelitian lebih lanjut pada gen globin pada mamalia dan gen ovalbumin pada
ayam menunjukkan bahwa intron nonkoding terdapat pada gen eukariotik dalam
jumlah yang besar. Faktanya, gen yang terinterupsi (terdiri atas intron dan ekson)
lebih umum dijumpai daripada gen yang tidak terinterupsi (hanya terdiri atas gen
yang mengkode asam amino) pada organisme tingkat tinggi seperti hewan dan
tumbuhan. Contohnya gen pada Xenopus laevis yang mengkodekan vitellogenin
A2 yang ada pada protein kuning telur memiliki 33 intron, dan gen kolagen 1α2
pada ayam mengandung setidaknya 50 intron. Gen kolagen tersebut memiliki
panjang 37.000 pasang nukleotida namun hanya menghasilkan mRNA sepanjang
4600 nukleotida. Gen pada umumnya mengandung beberapa intron, namun ada
beberapa gen yang mengandung intron dalam ukuran yang sangat besar. Contohnya,
gen Ultrabitborax (Ubx) pada Drosophila memiliki intron dengan panjang 70.000
pasang nukleotida. Gen terbesar pada manusia sampai saat ini yang sudah berhasil
ditemukan adalah gen DMD yang menyebabkan Duchenne Muscular Dystrophy
ketika dinonaktifkan melalui mekanisme mutasi. Gen DMD memiliki panjang 2,5
juta pasang nukleotida dan memili 78 intron.

Walaupun intron terdapat pada sebagian besar gen pada tanaman dan hewan tingkat
tinggi, keberadaan intron tidak esensial atau tidak begitu penting karena tidak
semua gen memiliki intron. Gen histon pada landak laut dan 4 gen heat-shock pada
Drosophila merupakan contoh dari gen hewan yang tidak memiliki intron dan
sekarang diketahui bahwa banyak gen pada hewan dan tumbuhan tingkat tinggi
tidak memiliki intron.

2. Pengaruh biologis intron

Saat ini, ilmuan hanya mengetahui sebagain kecil pengaruh struktur ekson-intron
pada gen eukariot dan signifikansinya secara biologis. Intron pada eukariot
memiliki panjang yang beragam mulai 50 pasang nukleotida hingga ribuan pasang
nukleotida. Hal ini memicu kontroversi bahwa intron mungkin memiliki peran
dalam mengontrol regulasi gen. Walaupun demikian, hal tersebut masih belum bisa
diketahui bagaimana mekanisme intron mengatur ekspresi gen, namun penelitian
terbaru menunjukkan bahwa beberpa intron mengandung sekuens yang dapat
meregulasi ekspresi gen baik secara positif (menstimulasi) maupun secara negatif
(menginhibisi/menghambat). Beberapa intron mengantung promotor yang spesifik
pada jaringan tertentu yang mengandung sekuens yang menambah akumulasi hasil
transkripsi. Kenyataan bahwa intron mengakumulasikan mutasi baru lebih cepat
daripada ekson mengindikasikan bahwa banyak sekuens pasangan nukleotida yang
spesifik pada intron kecuali pada bagian akhirnya tidak terlalu penting.

Dalam kasus tertentu, ekson yang berbeda pada gen yang mengkodekan domain
fungsional yang berbeda pada produk protein gen. Hal tersebut paling sering
dijumpai pada gen yang mengkodekan rantai antibodi berat dan rantai antibodi
ringan. Pada gen globin mamalia, ekson pada area tengah mengkodekan domain
pengikat heme pada protein. Ada spekulasi yang menyebutkan bahwa struktur
ekson-intron pada gen eukariotik merupakan hasil dari evolusi gen baru dengan
cara fusi gen ekson pada nenek moyang. Apabila hipotesis ini benar, maka intron
merupakan sisa dari proses evolusi.

Disisi lain, intron mungkin memberikan keuntungan khusus yaitu dengan


meningkatkan potensi rekombinasi sekuens koding pada ekson yang berbeda yang
menunjang proses evolusi. Dlam beberapa kasus, cara lain untuk memotong hasil
transkripsi dengan memproduksi protein tertentu. Dengan demikian maka satu gen
dapat memiliki beberapa intron pada suatu gen. Pada gen mitokondria yang
ditemukan pada sel ragi mengkodekan sitokrom b, intronnya mengandung ekson
yang mengandung gen pengkode enzim yang terlibat dalam proses transkripsi
primer pada gen. Namun demikian, intron yang berbeda akan menjalankan fungsi
yang berbeda dan banyak intron yang tidak signifikan secara biologis. Karena
sebagian besar gen eukariotik tidak memiliki intron, area nonkoding tidak
dibutuhkan dalam mekanisme ekspresi gen normal.

Pertanyaan

1. Intron merupakan segmen DNA atau RNA yang tidak mengkodekan asam amino
namun ketika pembentukan pre-mRNA intron tetap tersalin, mengapa mekanisme
sintesis RNA tetap menyalin intron walaupun tidak mengandung kode untuk asam
amino?

Jawab : Terdapatnya intron pada pre-mRNA hasil transkripsi terjadi karena


mekanisme transkripsi sendiri tidak dapat membedakan mana ekson dan mana intron,
yang mampu membedakan antara intron dan ekstron adalah mekanisme pematangan
mRNA serta mekanisme translasi sehingga pada proses transkripsi akan terbentuk RNA
mulai ujung start sampai ujung terminus tidak terkecuali bagian intron yang kemudian
akan dilakukan pemrosesan lebih lanjut pada tahap pematangan RNA.

2. Apakah yang terjadi ketika intron tidak dibuang melainkan langsung dibawa ke
ribosom bersama dengan ekstron untuk ditranslasikan menjadi protein?

Jawab : Apabila intron tidak dibuang pada mekanisme pematangan mRNA, maka
mRNA yang dihasilkan akan sangat panjang dan tidak efisien sehingga berdampak
pada proses sintesis protein di ribosom yang juga akan menjadi tidak efisien karena
diantara gen yang mengkodekan asam amino terdapat intron yang mengganggu proses
karena tidak cocok dengan asam amino manapun sehingga selain menghamburkan
energi dan waktu juga akan menyebabkan protein tidak stabil dan rawan terjadi mutasi
terlebih apabila intron sangat panjang dan banyak pada suatu gen.

3. Mengapa intron hanya ditemukan pada organisme eukariot?

Jawab : Intron tidak ditemukan pada prokariot karena sebagian besar gen yang
diketahui pada prokariot diketahui memiliki sekuens yang sifatnya kontinyu dimana
pada gen tersebut sifatnya linear atau sesuai dengan sekuens asam amino pada gennya,
sedangkan pada eukariot struktur ekson-intron pada gennya merupakan hasil dari
evolusi gen baru dengan cara fusi gen ekson pada nenek moyang, dan mekanisme ini
tidak terjadi pada prokariot.
B. Pemotongan sekuens intron pada RNA dengan menggunakan RNA splicing mechanism

Sebagian besar gen yang mengkodekan protein pada organisme eukariot multiseluer
mengandung intron. Gen pada eukariot uniselular seperti pada sel ragi juga
mengandung intron namun dengan jumlah yang lebih kecil daripada gen yang ada pada
organisme eukariot multiselular, namun jumlah intronnya masih cukup besar. Beberapa
gen pada archaea dan beberapa virus yang menyerang prokariot juga mengandung
intron namun sangat jarang ditemui. Dalam kasus “pemisahan” gen ini, transkrip
primer mengandung seluruh sekuens gen dan sekuens intron dibuang saat proses
pematangan mRNA.

Untuk gen yang mengkodekan protein, mekanisme pemisahan ini harus dilakukan
secara presisi dan harus bisa menggabungkan sekuens ekson dengan akurasi sangat
tinggi sampai satu nukleotida untuk memastikan bahwa kodon pada ekson bagian akhir
yang sebelumnya melekat ke intron dan terputus dapat diterjemahkan secara tepat.
Akurasi pada tingkat ini membutuhkan sinyal pemotongan yang sangat presisi,
kemungkinan sekuens nukleotida pada intron dan pada area sambungan ekson-intron.
Intron pada umumnya tersusun atas sekuens gen yang berbeda, namun semua intron
umunya memiliki kesamaan yaitu pada dua nukleotida di bagian awal dan akhir intron
yaitu basa GT dan basa AG pada DNA nontemplate dan basa GU serta AG pada RNA
hasil transkripsi. Terdapat sekuens pendek pada persambungan ekson-intron.
Contohnya pada gen nuklear, basa GT dan AG pasti ditemukan pada ujung intron. N
dan Py menunjukan salah satu dari 4 macam nukleotida dapat ditemukan di posisi
tersebut. Persambungan ekson-intron berbeda pada gen tRNA dan gen struktural pada
mitokondria dan kloroplas karena memiliki mekanisme pemotongan RNA yang
berbeda dengan gen inti. Spesies yang berbeda dapat memiliki macam sekuens penanda
yang berbeda ujung pertemuan ekson-intron.

Penelitian terkini menunjukkan bahwa proses pemotongan dan sekuens intron dapat
berpengaruh terhadap ekspresi gen. Pembuktian dari pentingnya peran mekanisme
pemotongan dan sekuens intron dibuktikan oleh mutasi pada titik tersebut yang dapat
menyebabkan mutasi fenotip pada organisme eukariotik. Contoh mutasi yang dapat
terjadi adalah munculnya anemia sel sabit yang diakibatkan karena perubahan
konformasi hemoglobin.

Penemuan intron nonkoding pada gen menyebabkan munculnya keingintahuan


mengenai mekanisme bagaimana sekuens intron dibuang saat proses ekspresi gen.
Gambaran awal tentang sekuens intron pada gen eukariotik yang ditranskripsikan
bersama dengan sekuens ekson difokuskan pada proses yang terjadi pada transkrip gen
primer. Secara in vitro sebuah mekanisme diperlukan untuk mendapatkan informasi
bagaimana mekanisme transkripsi dan translasi terutama mekanisme pemotongan
RNA. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil adanya tiga tipe pemotongan atau
pembuangan intron dari RNA transkrip yaitu.

a. Introns pada prekursor tRNA dipotong secara presisi pada endonucleatic cleavage
oleh enzim splicing endonuclease dan reaksi ligase atau penyambungan oleh enzim
ligase.

b. Intron pada beberapa prekursor rRNA terpotong melalui mekanisme autokatalitik


melalui reaksi yang diperantarai oleh molekul RNA itu sendiri dan tanpa
melibatkan aktivitas enzim.

c. Intron pada transkrip pre-mRNA nuklear (hnRNA) terpotong melalui reaksi dua
tahap yang dilakukan oleh komples ribonukleoprotein yang dikenal sebagai
spliceosom.

1. Pemotongan prekursor tRNA : Aktivitas unik enzim nuklease dan ligase

Reaksi pemotongan prekursor tRNA diteliti pada Saccharomyses cereviseae. Ada


dua jenis mekanisme pemotongan yang diteliti yaitu secara in vitro dan mekanisme
yang sensitif terhadap suhu dan keduanya telah digunakan untuk memotong tRNA
pada yeast. Proses pemotongan intron pada tRNA prekursor yeast dibagi menjadi
dua tahap. Tahap pertama, enzim splicing endonuclease yang terikat pada membran
inti sel membuat dua sayatan pada kedua ujung intron, kemudian langkah kedua
yaitu enzim splicing ligase menggabungkan ekson yang terputus sehingga dapat
menghasilkan molekul tRNA yang matang. Kunci utama reaksi ini adalah
mempertahankan struktur tiga dimensi prekursor tRNA, bukan pada pasangan
basanya.

2. Penyambungan RNA secara autokatalitik

Proses seluler umumnya bergantung pada reaksi antara enzim dan katalis. Enzim
umumnya merupakan suatu protein baik yang sederhana seperti satu polipeptida
hingga dapat membentuk kompleks heteromultimer. Dalam beberapa kesempatan,
enzim memerlukan kofaktor untuk menginisiasi kerjanya. Ketika ikatan kovalen
terbentuk, umumnya reaksi tersebut dikatalisasi oleh enzim. Pada tahun 1982,
Thomas Cech dkk menemukan bahwa intron pada prekursor rRNA Tertrahymena
thermophila dapat terpotong tanpa melalui mekanisme kerja enzim sama sekali.
Hal tersebut dikarenakan proses pemotongan intron tersebut dipicu oleh faktor
intrinsik dari dalam RNA tersebut. Pada tahun 1989, Cech dan Altman
mendapatkan hadiah Nobel di bidang kimia karena menemukan RNA katalitik.
Mekanisme autokatalitik ditemukan pada prekursor rRNA pada beberapa eukariot
tingkat rendah dan pada banyak rRNA, tRNA, dan mRNA prekursor di mitokondria
dan kloroplas pada banyak spesies. Mekanisme autokatalitik ini mirip dengan
mekanisme yang menggunakan prekursor rRNA Tetrahymena. Pada mekanisme
autokatalitik lain, mekanismenya mirip dengan mekanisme yang terjadi pada
prekusor mRNA inti namun tanpa campur tangan spliceosom.

Penyambungan intron secara autokatalitik pada prekursor rRNA Tetrahymena dan


intron lainnya tidak membutuhkan suplai energi dari luar dan tidak melibatkan
aktivitas enzim katalitik. Mekanisme ini melibatkan beberapa transfer ikatan
fosfoester dengan tanpa menguraikan dan membentuk ikatan baru. Reaksi ini
memerlukan nukleosida guanin yang memiliki gugus OH bebas pada ujung 3’nya
seperti GTP, GDP, GMP, atau bentuk guanosin yang lain sebagai kofaktor sekaligus
kation monovalen atau kation divalen. Kebutuhan akan guanin yang memiliki
gugus OH bebas pada ujung 3’nya sangat mutlak sehingga tidak akan ada basa,
nukleosida atau kofaktor lainnya. Proses pembuangan intron menggunakan transfer
ikatan fosfodiester, intron akan dibuang ketika proses transfer ikatan fosfodiester.

Sirkulasi autokatalitik dari intron yang dipotong menunjukkan bahwa prekursor


rRNA yang mengalami pemotongan sendiri ada pada struktur intron tersebut.
Diduga aktivitas autokatalitik bergantung pada struktur sekunder intron atau
setidaknya struktur sekunder molekul RNA prekursor. Struktur sekunder RNA
yang mampu memotong dirinya sendiri ini memiliki gugus reaktif yang
berdampingan sehingga memungkinkan proses transfer ikatan fosfodiester. Karena
reaksi ini berpotensi terjadi secara bolak balik, maka proses degradasi intron secara
cepat serta pemindahan RNA ke sitoplasma menyebabkan mekanisme pemotongan
bergerak maju.
Reaksi pemotongan autokatalitik terjadi secara intramolekular di alam dan tidak
bergantung pada konsentrasi. RNA prekursor mampu membentuk titik pusat aktif
dimana nantinya kofaktor guanosin-3’-OH akan berikatan. Pemotongan yang
bersifat autokatalitik pada prekursor rRNA ini menunjukkan bahwa tempat
katalisasi tidak dibatasi oleh protein namun dibatasi oleh aktivitas cis katalitik.
Beberapa ilmuan berpendapat bahwa pemotongan RNA merupakan warisan dari
era awal kehidupan dimana materi genetik yang ada hanya RNA.

3. Penyambungan Pre-mRNA : snRNA, snRNP, dan spliceosome

Proses pemotongan intron pada pre-mRNA nuklear terjadi dalam dua tahap seperti
tahap pemotongan intron pada prekursor tRNA ragi dan prekursor rRNA
Tetrahymena. Namun, intron tidak dipotong dengan mekanisme penyambungan
sederhana dengan nuklease dan ligase maupun secara autokatalitik, selain itu juga
tidak dibutuhkan kofaktor guanosin untuk menginisiasi proses ini. Mekanisme
penyambungan pre-mRNA nuklear menggunakan kompleks struktur RNA-protein
yang dikenal sebagai spliceosom. Struktur spliceosom mirip dengan ribosom kecil
yang mengandung satu set molekul RNA kecil yang disebut snRNA (small nuclear
RNA) dan sekitar 40 protein yang berbeda. Dua tahapan pada proses penggabungan
pre-mRNA nuklear telah diketahui namun beberapa rincian prosesnya masih belum
diketahui.

Lima snRNA yang diketahui antara lain U1, U2, U4, U5, dan U6 terdapat pada
proses penyambungan pre-mRNA nuklear merupakan komponen dari spliceosom.
snRNA U3 hanya ditemukan di nukleolus dan kemungkinan berperan dalam
pembentukan ribosom. Pada mamalia, snRNA memiliki rentang panjang antara 100
nukleotida (U6) sampai 215 nukleotida (U3). Beberapa snRNA pada yeast S.
cerevisiae memiliki ukuran yang jauh lebih besar. snRNA tidak ditemukan pada
molekul RNA bebas melainkan hanya ditemukan pada kompleks snRNA dengan
protein yang dikenal sebagai snRNP (small nuclear ribonucleoprotein).
Spliceosome disusun dari empat jenis snRNP yang berbeda dan faktor penggabung
protein selama proses penggabungan RNA.

Setiap snRNA tipe U1, U2, dan U5 dapat ditemukan pada partikel snRNAyang
spesifik dalam artian ditemukan dalam bentuk molekul snRNA yang independen
dan berbeda satu sama lain, sedangkan snRNA U4 dan U6 ditemukan pada keempat
snRNP secara bersamaan; snRNA U4 dan U6 memiliki dua area komplemen
intermolekular yang berpasangan basa pada U4/U6 snRNP. Masing-masing dari
keempat tipe molekul snRNP tersusun atas satu subset yang terdiri atas tujuh
protein snRNP yang spesifik ditambah satu protein khusus pada beberapa tipe
molekul snRNP.

Tahap pertama pada mekanisme pematangan pre-mRNA melibatkan celah pada


titik penggabungan intron di ujung 5’ (GU) dan bentukan dari ikatan fosfodiester
intramolekular antara karbon di ujung 5’ pada guanin pada titik lekukan dan karbon
nomor 2 menjaga residu A di area dekat ujung 3’ pada intron. Tahapan ini akan
berjalan apabila spliceosom yang digunakan dalam keadaan lengkap dan
membutuhkan prses hidrolisis ATP. Pembuktian bahwa snRNP pada U1 harus
berikatan dengan titik penyambungan 5’ untuk memulai proses reaksi berantai.
Pengenalan titik celah pada ujung 5’ intron kemungkinan memicu munculnya
pasangan basa antara sekuens di area sintesis dan sekuens yang komplemen
ditemukan pada area di dekat ujung 5’ paling belakang RNA U1. Walaupun
demikian, kespesifikan perlekatan snRNP pada sekuens intron yang tetap akan
mempengaruhi sifat snRNA dan protein snRNP yang spesifik.

snRNP kedua ditambahkan untuk menggabungkan kompleks penggabungan yaitu


snRNP U2, snRNP berikatan dengan sekuens yang mengandung residu A tetap
yang menciptakan percabangan dari struktur lariat pada intron yang dipotong.
Dengan demikian maka U5 snRNP berikatan pada titik penggabungannya dan
snRNP tipe U4 atau U6 ditambahkan pada komples supaya terbentuk spliceosome
yang lengkap. Ketika tempat penggabungan pada intron 5’ terbuka pada tahap I,
maka snRNA U4 akan dilepaskan dari spliceosom. Pada tahap kedua proses dari
reaksi penggabungan ini, titik penggabung 3’ pada intron akan membentuk celah
dan dua ekson akan tersambung dengan ikatan fosfodiester normal dengan arah dari
ujung 5’ ke ujung 3’. mRNA yang sudah matang siap untuk dikeluarkan menuju ke
sitoplasma dan ditranslasikan oleh ribosom.

Anda mungkin juga menyukai