Anda di halaman 1dari 11

HISTOKIMIA TUMBUHAN

Tujuan : Mengenali kandungan suatu jaringan dengan uji warna atau pembentukan kristal.
Bahan : Bunga papaitan (Thitonia sp.), daun alang-alang (Imperata cylindrica), dan braktea
Heliconia sp., kencur dan beberapa spesies tumbuhan obat.
Metode :
Cara kerja :
1. Pigmen xantofil. Petal bunga papahitan (Tithonia sp.) disayat secara paradermal pada
permukaan atasnya. Sayatan diletakkan di atas gelas objek, ditetesi dengan beberapa tetes
kloroform selanjutnya segera ditetesi dengan petrolium eter dan ditutup dengan gelas
penutup. Amati kristal yang terbentuk di bawah mikroskop.
2. Silika. Daun alang-alang (Imperata cylindrica) disayat atau dikerik pada permukaan
atasnya dengan menggunakan pisau silet. Sayatan diletakkan di atas gelas objek,
kemudian ditambahkan kristal fenol dan dipanaskan beberapa saat, selanjutnya tutup
dengan gelas penutup. Amati di bawah mikroskop, kristal silika akan berwarna merah
muda.
3. Lilin. Sayat secara melintang braktea bunga Heliconia sp dan letakkan di atas gelas
obyek, tetesi dengan eter, kemudian tutup secepatnya dengan gelas penutup. Biarkan eter
menguap secara perlahan. Amati kristal yang terbentuk di bawah mikroskop.
4. Minyak. Rimpang kencur disayat secara melintang dan diletakkan di gelas obyek yang
telah ditetesi Sudan IV, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Amati di bawah
mikroskop, adanya kandungan senyawa minyak ditandai dengan warna kuning hingga
jingga.
5. Terpenoid. Pengujian terpenoid pada sel/jaringan dilakukan menggunakan pereaksi
tembaga asetat. Organ daun, batang, akar/rimpang tumbuhan obat diiris setipis mungkin
dengan silet, kemudian ditetesi dengan tembaga asetat di atas gelas objek. Adanya
kandungan senyawa terpenoid pada sel/jaringan ditandai dengan warna kuning
kecokelatan.
6. Alkaloid. Pengujian alkaloid pada sel/jaringan dilakukan menggunakan pereaksi Wagner.
Organ daun, batang, akar/rimpang tumbuhan obat diiris setipis mungkin dengan silet,
kemudian ditetesi dengan larutan Wagner di atas gelas objek. Adanya kandungan
senyawa alkaloid pada sel/jaringan ditandai dengan warna merah kecokelatan. Sebagai
kontrol negatif, kandungan alkaloid pada sayatan segar dilarutkan dengan 5% asam
tartaric (tartaric acid) dalam alkohol 95% selama 48 jam pada suhu kamar, selanjutnya
direaksikan dengan reagen Wagner.
7. Fenol. Uji senyawa fenol menggunakan ferric trichloride. Sayatan segar organ daun,
batang, akar/rimpang tumbuhan obat direndam dalam larutan 10% ferric trichloride dalam
air dan ditambahkan sedikit natrium karbonat selama 15 menit pada suhu kamar.
Senyawa fenol akan bereaksi dengan ion besi menghasilkan deposit berwarna hijau gelap
atau hitam.
Uji kandungan terpenoid. Sayatan sampel direndam dalam reagen tembaga asetat 5%
selama 24 jam selanjutnya ditempel pada gelas objek dengan media gliserin 30%. Kandungan
senyawa terpenoid ditunjukkan dengan warna kuning-kecoklatan pada sel atau jaringan
(Martin et al. 2002). Sebagai kontrol negatif, sayatan sampel pada gelas objek ditetesi
dengan air dan diberi media gliserin 30%.
Uji kandungan alkaloid. Pengujian senyawa alkaloid pada sel atau jaringan menggunakan
reagen Wagner. Sampel sayatan direndam dalam reagen Wagner selama 24 jam selanjutnya
ditempel pada gelas objek dengan media gliserin 30%. Kandungan senyawa alkaloid
ditunjukkan dengan warna merah-kecoklatan pada sel atau jaringan. Sebagai kontrol negatif
alkaloid, sayatan direndam dengan asam tartarat 5% selama 48 jam untuk melarutkan
alkaloid kemudian direndam dalam larutan Wagner, selanjutnya ditempel pada gelas objek
dengan media gliserin 30% (Furr dan Mahlberg 1981).
Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 ml akuades dipipet kemudian ditambahkan 2,5
gram iodin dan 2 gram kalium iodida lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades
menjadi 200 ml dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat.
Uji kandungan senyawa lipofil. Uji kandungan senyawa lipofil menggunakan dua metode:
Metode pertama digunakan pada sampel berupa daun. Sayatan daun direndam dalam alkohol
70% selama 1 menit, diwarnai dengan reagen sudan IV 0.03% kemudian dipanaskan dalam
water bath pada suhu 60°C selama 30 menit. Sayatan dicuci dengan alkohol 70%, selanjutnya
ditempel pada gelas objek dengan media gliserin 30% (Boix et al. 2013). Metode kedua
digunakan untuk sayatan rimpang. Sampel rimpang direndam dengan NaOH 5% selama 48
jam, diwarnai dengan larutan sudan IV selanjutnya ditempel pada gelas objek dengan media
gliserin 30% (Subaryanti 2005). Kandungan senyawa lipofil pada sel atau jaringan
ditunjukkan dengan warna jingga.
Komposisi reagen untuk pengujian histokimia
Pengujian Komposisi reagen Hasil positif Referensi
Terpenoid Sayatan ditempel  0.05 Kuning kecoklatan Martin et al. 2002
g kristal kupri asetat/ml
akuades gliserin 30%
Kontrol (-): sayatan
ditempel  gliserin 30%
• minyak Nadi reagent Ungu David and Carde
esensial & pencampuran 0,5 mL 1964
minyak resin larutan α-naphtol 1%
(uji dalam alkohol 40%
indophenol dengan 0,5 mL 1%
oxidase) dimetil-p-
fenilenadiamina klorida
dalam air dengan 0,5 mL
dengan 49 mL dapar
fosfat 0,05 M (pH 7,2)
steroid Antimony trichloride oranye Mace et al. 1974
SbCl3
Alkaloid Sayatan direndam  Coklat kemerahan Furr dan Mahlberg
0.01 g iodin/ml + 0.01 g 1981
kristal kalium iodida/ml
(Reagen Wagner) selama
24 jam  ditempel 
gliserin 30%
Kontrol (-): sayatan
direndam  asam
tartarat 5% dalam
alkohol 95% selama 48
jam  direndam larutan
Wagner  gliserin 30%
Pereaksi Dragendorff endapan merah hingga Furr dan Mahlberg
jingga 1981
Kontrol 5 g kristal asam tartarat Tidak berwarna
alkaloid + 100 ml alkohol 95%
Senyawa 0.0003 g sudan IV/ml Jingga
lipofil alkohol 70%, gliserin
30%
phenolic Gabe, 1968
compounds

Pereaksi Dragendorff: Sebanyak 8 g KI dilarutkan dalam 20 mL akuades, sedangkan pada


bagian yang lain dilarutkan 0,85 g bismut subnitrat dalam 10 mL asam asetat glasial dan 40
mL akuades. Kedua larutan ini kemudian dicampurkan. Larutan disimpan dalam botol
berwarna coklat. Dalam penggunaannya, larutan ini diencerkan dengan 2/3 bagian larutan 20
mL asam asetat glasial dalam 100 mL akuades.
The sections were stained with nadi reagent (solution prepared at the time of use,
mixing 0.5 mL of a 1% α-naphtol solution in 40% alcohol
with 0.5 mL of 1% dimethyl-p-phenylenediamine chloride in water
and with 49 mL of phosphate buffer 0.05 M (pH 7.2), which stained terpenic compounds in
violet (David and Carde, 1964)
Bagian-bagian diwarnai dengan reagen nadi (larutan disiapkan pada saat penggunaan,
pencampuran 0,5 mL larutan α-naphtol 1% dalam alkohol 40% dengan 0,5 mL 1% dimetil-p-
fenilenadiamina klorida dalam air dengan 0,5 mL dengan 49 mL dapar fosfat 0,05 M (pH
7,2), yang menodai senyawa terpenic dalam warna violet (David dan Carde, 1964)

Larutan 1: 1% alpha-naphthol in 95% ethanol


Larutan 2: 1% N,N-dimethyl-p-phenylenediamine HCl dalam air
Larutan 1 dan 2 dicampur dengan volume yang sama sesaat sebelum digunakan  1 jam

The standard Nadi mixture was made up as follows:


Phosphate buffer (0.1 M) pH 7.4 2 ml.
a-Naphthol (0.5 mg/ml) 5 ml.
N ,N-Dimethyl-p-phenylene diamine (1mg/ml) 3.5 ml.
Distilled water 4.5 ml.
David R & Carde JP. 1964. Coloration différentielle des inclusions lipidiques et terpéniques
des pseudophylles du Pin maritime au moyen du réactif Nadi. C R Acad Sci Paris 258: 1338-
1340.
Furr Y, Mahlberg PG. 1981. Histochemical analysis of laticefers and glandular trichomes in
Cannabis sativa. J Nat Prod. 44(2):153-159.
GABE M. 1968. Techniques histologiques. Paris: Masson & Cie, 1113 p.
R. Hardman, E.A. SofoworaAntimony tricholoride as test reagents for steroids, especially
diosgenin and yamogenin, in plant tissues
Stain Technol., 47 (1972), pp. 205-208

M.E. Mace, A.A. Bell, R.D. Stipanovic Histochemistry and isolation of gossypol and
related terpenoids in roots of cotton seedlings
Phytopatology, 64 (1974), pp. 1297-1302

Martin D, Tholl D, Gershenzon J, Bohlmann J. 2002. Methyl jasmonate induces traumatic


resin ducts, terpenoid resin biosynthesis, and terpenoid accumulation in developing xylem of
norway spruce stems. Plant Physiol. 129: 1003-1018.
Antimony trichloride SbCl3 is a reagent for detecting vitamin A and related carotenoids
larutan phloroglucinol HCl 1% dalam 6N HCl selama 30 menit

Cara Membuat Larutan Buffer Fosfat

Membuat buffer fosfat

informasitips.com – Pada artikel sebelumnya telah dijelaskan bagaimana cara membuat


larutan buffer sitrat. Pada artikel kali ini akan coba dijelaskan bagaimana cara membuat
larutan buffer fosfat. Larutan buffer Fosfat digunakan untuk kisaran pH asam lemah menuju
netral, yaitu pada kisaran nilai pH 5.7 – 8.0. Oleh karena itu, buffer fosfat sering digunakan
dalam pengerjaan laboratorium yang berkaitan dengan materi biologis.

Untuk membuat larutan buffer fosfat terlebih dahulu Kamu harus mempersiapkan 2 larutan
stok, yaitu:
Membuat buffer fosfat

 Larutan Stok A: 0.2 M larutan Monobasic Sodium Phosphate atau NaH2PO4 (27.8
gram NaH2PO4 dilarutkan dalam 1 L Aquades)
 Larutan Stok B: 0.1 M larutan Dibasic Sodium Phosphate atau Na2HPO4 (53.65 gram
Na2HPO4. 7H2O atau 71.7 gram Na2HPO4. 12H2O dilarutkan dalam 1 L Aquades)

Selanjutnya untuk membuat larutan buffer Fosfat pH tertentu Kamu tinggal mengikuti
formula berikut:

x mL Larutan Stok A + y mL larutan Stok B, kemudian larutan dicukupkan volumenya


hingga 200 mL

Alkaloid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji
dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, dan pereaksi
Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih
kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan merah hingga jingga
dengan pereaksi Dragendorff.

Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 HgCl2 dengan 0,5 gram KI lalu
dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 ml dengan labu takar. Pereaksi ini
tidak berwarna.
Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 ml akuades dipipet kemudian ditambahkan 2,5
gram iodin dan 2 gram kalium iodida lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi
200 ml dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat.

Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,8 gram bismut subnitrat ditambahkan dengan 10
ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram
kalium iodida dalam 20 ml air. Sebelum digunakan, 1 volume campuran ini diencerkan
dengan 2/3 volume campuran 20 ml asam asetat glasial dan 100 ml air. Pereaksi ini berwarna
jingga.
Reagensia yang sering digunakan dalam pengamatan mikroskopik adalah sebagai
berikut.
1. Iodium dalam air (IKI)
Larutan ini dapat dipakai untuk mendeteksi butir amilum yang terdapat di dalam preparat,
dapat digunakan pula sebagai zat warna untuk inti sel, flagella, dan silia. Adanya amilum
pada bahan ditandai dengan warna ungu kehitaman. Cara pembuatannya: 1 g Iodium
(padat) ditambah 2 g Potasium Iodida (KI) atau Sodium Iodida (Na) digerus dalam
mortar, kemudian diencerkan dengan aquadest sedikit demi sedikit sampai 100 ml.
Larutan selanjutnya disimpan di tempat gelap.
2. Kloral Hidrat (Chloral Hydrate)
Larutan ini diperlukan untuk menjernihkan preparat (clearing agent). Indeks bias larutan
ini 1,44-1,48. Kloral hidrat berbentuk kristal putih bening dan bersifat higroskopis, maka
penyimpanannya harus kedap terhadap uap air karena akan mencair. Larutan kloral hidrat
dibuat dengan menimbang 50 g kloral hidrat dilarutkan dalam 20 ml aquadest, sebaiknya
larutan disimpan dalam botol gelap. Larutan ini dapat melarutkan butir amilum sehingga
jangan digunakan untuk pengamatan bentuk butir amilum. Dinding sel akan tampak jelas
setelah penambahan larutan ini. Kristal kalsium oksalat juga larut tetapi sangat lambat
biasanya sekitar 3-4 minggu terendam dalam larutan ini, kristal kalsium oksalat baru larut
sempurna.
3. Asam Asetat Glasial
Larutan ini mendeteksi adanya kristal kalsium oksalat dalam sel. Asam asetal glasial tidak
dapat melarutkan kristal Ca oksalat.
4. Asam Klorida (HCl) Pekat: 25-31%
Larutan ini dipergunakan untuk mendeteksi kristal Ca oksalat dan kalsium karbonat
dalam sel. Pembuatan larutan asam kuat dengan konsentrasi tertentu dilakukan dengan
cara memasukkan aquadest terlebih dahulu ke dalam labu takar kemudian menuangkan
asam kuat yang akan diencerkan secara perlahan-lahan melalui dinding tempat larutan
sampai batas volume yang diinginkan.
5. Floroglusin (Phloroglucinol)
Larutan ini dapat digunakan untuk mendeteksi lignin jika ditambah HCl pekat dengan
volume sama. Penambahan HCl dan floroglusin dilakukan bersama pada preparat, untuk
mempercepat reaksi kadang-kadang perlu pemanasan, tetapi preparat harus dijaga agar
tidak sampai kering. Larutan ini dibuat dengan cara melarutkan 1 g floroglusin dalam 100
ml alkohol 95%. Preparat yang mengandung lignin akan berwarna merah.
6. Reagen Millon
Larutan ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya butir aleuron dalam preparat. Cara
membuatnya: sebanyak 1 ml Hg (merkuri) dilarutkan dalam 9 ml HN03 pekat berasap,
jagalah suhu tetap dingin selama terjadi reaksi (misalnya tempatnya dibungkus lap basah,
atau dimasukkan ke dalam air). Setelah merkuri larut sempurna, volumenya diencerkan
dengan aquadest yang sama banyak. Protein akan berwarna kuning atau merah bata jika
bereaksi dengan cairan ini.
7. Sudan III atau IV
Larutan ini digunakan untuk mendeteksi minyak dan suberin atau kutin yang terdapat
pada preparat. Cara membuatnya: sebanyak 0,01 g Sudan III dilarutkan dalam alkohol
70% 5 ml kemudian ditambah 5 ml gliserin. Suberin dan kutin akan berwarna merah,
meskipun dipanaskan warna merah tetap ada. Minyak dan minyak atsiri juga akan
berwarna merah tetapi bila dipanaskan warna merah akan hilang.
8. Asam Pikrat
Larutan ini mendeteksi adanya butir aleuron dalam preparat, selain itu berguna sebagai
larutan fiksatif jaringan berkitin. Cara membuatnya: sebanyak 1 g asam pikrat dalam 95
ml aquadest. untuk melihar butir aleuron dan jamur (fungi) digunakan larutan dalam
alkohol. Larutan ini mengubah butir aleuron berwarna kuning.
9. Reagen Mayer
Reagen ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya alkaloid. Cara pembuatannya: a.
sebanyak 1,36 g merkuri (Hg II) diencerkan dengan 60 ml aquadest; 5 g KI dilarutkan
dalam 20 ml aquadest; setelah itu dicampurkan a dan b dan ditambah aquadest sampai
volume 100 ml. Alkaloid akan mengendap, endapan yang terbentuk berwarna putih.
10. Biru Metilen
Larutan ini dapat digunakan untuk mendeteksi sel yang hidup. Cara pembuatannya:
sebanyak 1 g biru metilen dilarutkan dalam alkohol 70% (aquadest) sampai volume 100
ml. Jaringan yang hidup akan berwarna biru.
11. Feri Klorida (FeCl3)
Larutan ini digunakan untuk identifikasi tanin yang terkandung dalam preparat. Cara
pembuatannya: sebanyak 5 g FeCl3 dilarutkan dalam aquadest sampai 100 ml. Sebaiknya
larutan ini disimpan dalam botol gelap. Adanyan tanin ditandai dengan munculnya warna
biru-kehitaman.
12. Tinta Bak
Tinta ini digunakan untuk mendeteksi adanya lendir dalam preparat. Sel lendir tidak
bereaksi dengan tinta bak sehingga sel lendir akan berwarna jernih di antara sel-sel yang
berwarna hitam.
13. Alkohol 70%
Larutan ini digunakan untuk melarutkan minyak dalam preparat dan klorofil.
14. Gliserin 5-10%
Larutan ini digunakan untuk mengawetkan preparat.
15. Kalium Hidroksida 3%
Larutan ini digunakan untuk menjernihkan preparat supaya dapat diamati dengan jelas.
Steroid/ triterpenoid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi yang kering.
Lalu, ke dalamnya ditambahkan 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat.
Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru
dan hijau menunjukkan reaksi positif.
Flavonoid
Sejumlah sampel ditambahkan serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil alkohol
(campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama) dan 4 ml alkohol
kemudian campuran dikocok. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan
amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.
Saponin (uji busa)
Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30
menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin.
Fenol Hidrokuinon (pereaksi FeCl3)
Sebanyak 1 gram sampel diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Larutan yang dihasilkan
diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%. Terbentuknya warna
hijau atau hijau biru menunjukkan adanya senyawa fenol dalam bahan.
Uji Molisch
Sebanyak 1 ml larutan sampel diberi 2 tetes pereaksi Molish dan 1 ml asam sulfat
pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya karbohidrat ditandai
terbentuknya kompleks berwarna ungu diantara 2 lapisan cairan.
Uji Benedict
Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 ml pereaksi Benedict.
Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Terbentuknya warna hijau, kuning, atau
endapan merah bata menunjukkan adanya gula pereduksi.
Uji Biuret
Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 4 ml pereaksi Biuret. Campuran dikocok
dengan seksama. Terbentuknya larutan berwarna ungu menunjukkan hasil uji positif adanya
peptida.

Uji Ninhidrin
Sebanyak 2 ml larutan sampel ditambah beberapa tetes larutan Ninhidrin 0,1 %.
Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10menit. Terjadinya larutan berwarna biru
menunjukkan reaksi positif terhadap adanya asam amino.

Hasil
Uji Fitokimia SampelStandar (warna)
Alkaloid:
1. a. Dragendorff … Endapan merah atau jingga
2. b. Meyer … Endapan putih kekuningan
3. c. Wagner … Endapan coklat
Perubahan dari merah
Steroid/triterpenoid … menjadi biru/hijau
Lapisan amil alkohol
Flavonoid … berwarna merah/kuning/hijau
Saponin … Terbentuk busa
Fenol Hidrokuinon … Warna hijau atau hijau biru
Molisch … Warna ungu antara 2 lapisan
Benedict … Warna hijau/kuning/endapan
merah bata
Biuret … Warna ungu
Ninhidrin … Warna biru
Keterangan: +++ : sangat kuat, ++ : kuat, + : kurang kuat, – : tidak terkandung

Anda mungkin juga menyukai