Anda di halaman 1dari 7

POTENSI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOL DAUN BINAHONG

(Andredera cordifolia (Ten.) Steenis) SEBAGAI ANTIOKSIDAN


Sutanto 1), Sri Wardatun 2) dan Eka Wahyu Lestari 3)
1)
Program Studi Kimia FMIPA UNPAK - Bogor
2, 3)
Program Studi Farmasi FMIPA UNPAK - Bogor

Abstrak
Daun Binahong (Andredera cordifolia (Ten.) Steenis mengandung senyawa flavonid yang
bersifat antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kadar flavonoid serta
menguji potensi antioksidan fraksi etil asetat ekstrak etanol daun Binahong. Penentuan
kadar flavonoid dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri melalui
hidrolisis sebagai aglikon yang direaksikan dengan AlCl3 pada panjang gelombang 411
nm. Pengujian potensi antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode DPPH pada
panjang gelombang 517 nm dengan vitamin C sebagai pembanding. Hasil penentuan
kadar flavonoid dalam fraksi etil asetat ekstrak etanol daun Binahong adalah sebesar
10,08%. Fraksi etil asetat ekstrak etanol daun Binahong memiliki nilai IC50 sebesar
21,020 ppm, sedangkan vitamin C sebagai senyawa pembanding memiliki nilai IC 50
7,230 ppm.
Kata kunci: Binahong (Andredera cordifolia (Ten.) Steenis), flavonoid, DPPH
PENDAHULUAN
Senyawa-senyawa
sintetik
yang
mempunyai aktivitas biologis sebagai
antioksidan sintetik seperti butylated
hydroxytoluen
(BHT),
butylated
hydroxyanisole
(BHA)
dan
tertbutylhydroxyquinone (TBHQ) barubaru ini dilarang penggunaannya karena
bersifat karsinogenik, maka eksplorasi
bahan alami yang mempunyai aktivitas
biologis sebagai antioksidan menjadi salah
satu target para peneliti. Kekhawatiran
terhadap efek samping antioksidan sintetik
menjadikan antioksidan alami sebagai
alternatif yang terpilih.
Antioksidan adalah suatu substansi
yang diperlukan tubuh untuk menetralisir
radikal bebas dan mencegah kerusakan
yang ditimbulkan radikal bebas terhadap
sel normal. Berdasarkan beberapa
penelitian yang telah dikembangkan,
senyawa-senyawa
yang
mempunyai
potensi sebagai antioksidan umumnya

merupakan senyawa flavonoid, fenolat dan


alkaloid.
Hasil identifikasi struktur molekul
senyawa kimia daun Binahong, dinyatakan
mengandung steroid, flavonoid, saponin
dan alkaloid (Aviana, 2006 dalam
Anggraini, 2008). Adanya senyawa
flavonoid menunjukkan bahwa tanaman
Binahong memiliki aktivitas sebagai
antioksidan.
Binahong
(Andredera
cordifolia (Ten.) Steenis) merupakan salah
satu tanaman obat yang mempunyai
potensi besar ke depan untuk diteliti. Hal
tersebut
melatarbelakangi
dilakukan
analisis kandungan senyawa flavonoid
pada daun Binahong yang dianggap
berpotensi sebagai antioksidan alami.
Penetapan kadar flavonoid ditetapkan
kadarnya sebagai aglikon dengan terlebih
dahulu
melakukan
hidrolisis
dan
selanjutnya dilakukan pengukuran serapan
dengan mereaksikan AlCl3 pada panjang
gelombang maksimum dengan waktu
inkubasi yang optimum. Berdasarkan

Potensi Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanol Daun Binahong ....... (Sutanto, Sri dan Eka)

kadar flavonoid yang diperoleh dilakukan


juga pengujian potensi antioksidan.
METODE PENELITIAN
Bahan
Daun Binahong, rutin, etanol 96%,
metanol, HCl 25%, aseton, etil asetat,
AlCl3 2%, asam asetat glasial, aquadest,
DPPH, vitamin C dan bahan-bahan lain.
Alat
Neraca digital, grinder, mesh 20, botol
coklat, rangkaian alat refluks, sinkor,
waterbath, alat-alat gelas, cawan penguap,
cawan krus, tanur, moisture balance,
spatel dan spektofotometer UV-Vis.
Pembuatan Simplisia
Daun
Binahong
yang
telah
dikumpulkan dibersihkan, dikeringkan di
bawah sinar matahari selama 7 hari. Tahap
selanjutnya simplisia kering digrinder
sehingga menjadi simplisia serbuk sesuai
dengan derajat kehalusan simplisia daun
binahong (mesh 20), disimpan dalam
wadah bersih dan tertutup rapat.
Analisis Karakteristik Serbuk Simplisia
Analisis karakteristik serbuk simplisia
daun
Binahong
dilakukan
dengan
menetapkan kadar air dan kadar abu.
Pembuatan Ekstrak
Ekstrak dibuat dengan dua tahap,
pertama
dengan
metode
maserasi
selanjutnya diekstraksi kembali dengan
menggunakan refluks. Ekstrak yang sudah
direfluks
dimasukkan
ke
tabung
sedimentasi dan diuapkan dengan sinkor
sampai
seluruh
pelarut
menguap.
Rendemen yang diperoleh dihitung dengan
menggunakan rumus:

Ekstrak kering daun Binahong


kemudian dihidrolisis dengan HCl 25%,
kemudian
difraksinasi
menggunakan
corong pisah dengan pelarut eil asetat.

Uji Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan secara
kualitatif pada ekstrak etanol daun
Binahong untuk mengetahui adanya
kandungan steroid, flavonoid, saponin dan
alkaloid.
Uji Steroid: 1 ml ekstrak etanol daun
Binahong dimasukkan ke dalam labu ukur
25 ml, ditepatkan sampai batas dengan
etanol, disaring ke dalam cawan porselen
dan diuapkan sampai kering. Residu
ditambahkan eter, kemudian dipindahkan
ke dalam plat tetes, ditambahkan 3 tetes
asam asetat dan 1 tetes H2SO4 pekat (uji
Lieberman-Buchard). Warna hijaus atau
biru menunjukkan adanya steroid.
Uji Flavonoid: 1 ml ekstrak etanol
daun Binahong dimasukkan ke dalam
labu ukur 100 ml, ditepatkan sampai batas
dengan aquadest, dipanaskan selama 5
menit lalu disaring. Sebanyak 10 ml filtrat
ditambahkan 0,5 gram serbuk magnesium,
2 ml alkohol klorhidrat (campuran HCl
3% dan etanol 96% dengan perbandingan
1:1) dan 20 ml amil alkohol kemudian
dikocok dengan kuat. Terbentuknya warna
merah, kuning, jingga pada lapisan amil
alkohol menunjukkan adanya flavonoid.
Uji Saponin: 1 ml ekstrak etanol daun
Binahong dimasukkan ke dalam labu ukur
100 ml, ditepatkan sampai batas dengan
aquadest, kemudian dipanaskan selama 5
menit lalu disaring. Sebanyak 10 ml filtrat
dikocok dalam tabung reaksi bertutup
kemudian dikocok kuat-kuat selama 10
detik. Adanya saponin ditunjukan dengan
terbentuknya buih yang stabil.
Uji Alkaloid: 1 ml ekstrak etanol daun
Binahong dimasukkan ke dalam labu ukur
100 ml, ditepatkan sampai batas dengan
aquadest, kemudian dipanaskan selama 5
menit lalu disaring. Sebanyak 2 ml filtrat
ditambahkan 1 ml HCl pekat dan 9 ml
aquadest, dipanaskan di penangas air
selama 2 menit, didinginkan, disaring,
kemudian dibagi dalam 3 tabung reaksi.
Tabung pertama ditambahkan pereaksi
Mayer, hasil positif ditunjukkan dengan
terbentuknya endapan putih. Pada tabung
kedua ditambahkan pereaksi Bouchardat,

Potensi Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanol Daun Binahong ....... (Sutanto, Sri dan Eka)

hasil
positif
ditunjukkan
dengan
terbentuknya endapan coklat kehitaman.
Sedangkan
pada
tabung
ketiga
ditambahkan pereaksi Dragendorf, hasil
positif ditunjukkan dengan terbentuknya
endapan berwarna merah bata.
Penetapan Kadar Flavonoid
1. Persiapan larutan blanko
Di pipet 1 ml AlCl3 2%, ditambahkan
10 ml larutan standar rutin 5 ppm,
kemudian ditepatkan sampai 25 ml
dengan asam asetat glasial 5% (dalam
metanol).
2. Pembuatan deret larutan standar rutin
Larutan standar rutin dibuat dalam
beberapa konsentrasi, yaitu 5, 10, 15,
20 dan 25 ppm.
3. Penetapan panjang gelombang
memipet 10 ml larutan standar rutin
5ppm, ditambah 1 ml larutan AlCl3 2%
(dalam asam asetat glasial 5%),
dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml,
ditambahkan asam asetat glasial 5%
(dalam metanol) sampai batas, larutan
diinkubasi pada suhu 37C selama 30
menit dan dilakukan
pengukuran
serapan pada panjang gelombang
380 nm 780 nm.
4. Penetapan waktu inkubasi
Penetapan waktu inkubasi optimum
dilakukan dengan menggunakan larutan
standar rutin 5 ppm, yaitu dengan cara
dimasukkan 10 ml larutan standar rutin
ke dalam labu ukur 25 ml, ditambah 1
ml larutan AlCl3 2% (dalam asam asetat
glasial 5%), ditepatkan sampai batas
dengan asam asetat glasial 5% (dalam
metanol), kemudian serapan diukur
pada panjang gelombang maksimum
pada waktu 10, 20, 30, 40, 50 dan 60
menit.
5. Pembuatan kurva kalibrasi larutan
standar rutin
Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan
dengan cara memasukkan 10 ml larutan
standar rutin (5, 10, 15, 20 dan 25 ppm)
ke dalam labu ukur 25 ml, ditambahkan
1 ml larutan AlCl3 2% (dalam asam
asetat glasial 5%) dan asam asetat

glasial 5% (dalam metanol) sampai


batas, didiamkan selama waktu
inkubasi optimum dan dilakukan
pengukuran serapan pada panjang
gelombang maksimum, dibuat kurva
kalibrasi antara konsentrasi larutan
dengan nilai serapan yang diperoleh
dan
dicari
persamaanya
dibuat
persamaan kurva
.
6. Penetapan kadar flavonoid
Penetapan kadar flavonoid dibuat
dengan cara memipet 10 ml fraksi etil
asetat ekstrak etanol daun Binahong
dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25
ml dan ditambahkan 1 ml AlCl3 2%
(dalam asam asetat glasial 5%),
ditepatkan sampai batas dengan asam
asetat glasial 5% (dalam metanol),
didiamkan selama waktu inkubasi
optimum dan dilakukan pengukuran
serapan pada panjang gelombang
maksimum, kadar flavonoid fraksi
etil
asetat ekstrak etanol daun
Binahong
ditentukan
dengan
persamaan kurva kalibrasi larutan
standar rutin.
Uji Aktivitas Antioksidan
1. Persiapan larutan pereaksi (blanko)
Dipipet 1 ml larutan DPPH 1 mM,
ditambahkan metanol sampai 10 ml.
Larutan blanko diinkubasi pada
temperatur 37C selama 30 menit.
2. Penetapan panjang gelombang
Sebanyak 1 ml larutan DPPH 1 mM,
ditambahkan metanol sampai 10 ml,
diinkubasi pada temperatur 37C
selama 30 menit, diukur serapannya
pada panjang gelombang 380-780 nm.
3. Penentapan waktu inkubasi
Sebanyak 1 ml larutan DPPH 1 mM,
ditambahkan metanol sampai 10 ml,
diinkubasi pada temperatur 37C,
diukur pada panjang gelombang
maksimum pada 10, 20, 30, 40, 50, dan
60 menit.
4. Pembuatan deret larutan vitamin C
Larutan vitamin C dibuat dalam
beberapa konsentrasi, yaitu 5, 10, 15,
20 dan 25 ppm.

Potensi Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanol Daun Binahong ....... (Sutanto, Sri dan Eka)

5. Pembuatan larutan uji


Fraksi etil asetat ekstrak etanol daun
Binahong yang digunakan berdasarkan
hasil perhitungan kadar flavonoid.
Larutan uji dibuat dalam beberapa
konsentrasi, yaitu 2,192 ppm, 4,385
ppm, 6,577 ppm, 8,769 ppm, 10,962
ppm, 13,154 ppm, 15,346 ppm, 17,539
ppm, 19,731 ppm dan 21,923 ppm.
6. Uji reaksi antioksidan dengan DPPH
Deret larutan uji ditambahkan masingmasing 1 ml larutan DPPH 1 mM,
didiamkan selama waktu inkubasi dapa
suhu 37C, diukur pada panjang
gelombang maksimum. Nilai persentase
hambatan terhadap DPPH dihitung dari
rumus berikut:

Hasil dan pembahasan


Hasil Pembuatan Simplisia
Daun Binahong segar sebanyak 10 kg
dikeringkan dan diserbukkan. Bobot
akhir serbuk simplisia yang diperoleh
620 gram sehingga dapat diketahui susut
pengeringan simplisia daun Binahong
adalah 0,94%.
Penetapan kadar air dan kadar abu
perlu dilakukan sebelum melakukan
ekstraksi dengan tujuan untuk memberikan
batasan minimal atau rentang besarnya
kandungan air dan kadar abu dalam suatu
bahan (Depkes RI, 2000). Penetapan kadar
air dilakukan dengan menggunakan
moisture balance dengan dua kali
pengulangan. Hasil penetapan kadar air
simplisia daun Binahong diperoleh sebesar
8,18%. Hasil tersebut memenuhi standar
kadar air simplisia secara umum yang
tercantum dalam Materi Medika Indonesia
(Depkes, 1989) yaitu tidak lebih dari 10%.
Semakin kecil kandungan air dalam suatu
simplisia, maka akan sangat berguna untuk
memperpanjang daya tahan serbuk
simplisia selama penyimpanan. Sedangkan
hasil penetapan kadar abu simpisia daun
Binahong diperoleh sebesar 15,97%. Hasil
tersebut tidak memenuhi standar kadar abu

simplisia secara umum yang tercantum


dalam Materi Medika Indonesia (Depkes,
1989), yaitu tidak lebih dari 12%.
Penetapan kadar abu simplisia dilakukan
untuk memberikan gambaran kandungan
senyawa anorganik yang terkandung
dalam simplisia, baik yang berasal dari
tanaman secara alami maupun kontaminan
selama proses pembuatan simplisia.
Hasil Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak etanol daun
Binahong dilakukan dengan 2 tahap, tahap
pertama adalah proses maserasi, karena
maserasi merupakan cara yang mudah dan
sederhana dan dapat dilakukan pada suhu
kamar dalam botol coklat. Penggunaan
botol coklat dimaksudkan agar selama
proses maserasi ekstrak yang dihasilkan
tidak terkena cahaya yang nantinya akan
berpengaruh selama analisis. Proses
maserasi sangat menguntungkan, karena
dengan perendaman sel serbuk akan
mengalami pemecahan dinding dan
membran sel akibat perbedaan tekanan
antara di dalam dan di luar sel, sehingga
metabolit sekunder yang ada dalam
sitoplasma akan terlarut dalam pelarut
organik.
Tahap ekstraksi berikutnya adalah
proses pemanasan dengan metode refluks.
Proses refluks ini ditujukan untuk lebih
mempermudah proses ekstraksi setelah
sampel dimaserasi, dengan harapan sampel
akan terekstraksi secara maksimal. Ekstrak
yang diperoleh kemudian diuapkan dengan
menggunakan sinkor sampai seluruh
pelarut menguap dan menjadi ekstrak
kering. Ekstrak kering yang dihasilkan
sebesar 0,136 gram dengan rendemen
sebesar 2,52%. Hal tersebut menunjukan
bahwa dalam 5,4 gram serbuk simplisia
yang digunakan terdapat 2,52% ekstrak
etanol daun Binahong.
Menurut Harbone (1987) analisa
flavonoid lebih baik dengan memeriksa
aglikon yang terdapat dalam ekstrak
tumbuhan yang telah dihidrolisis, oleh
karena itu dalam penelitian ini ekstrak
kering dihidrolisis dengan asam klorida

Potensi Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanol Daun Binahong ....... (Sutanto, Sri dan Eka)

absorban larutan standar rutin dapat dilihat


pada Gambar 1.
Persamaan yang didapat adalah y =
0,057x - 0,0992 dengan linearitas sebesar
0,9939. Besarnya linearitas ini mendekati
satu, sehingga dapat dikatakan bahwa
absorban merupakan fungsi yang nilainya
berbanding lurus dengan konsentrasi.

Hasil Uji Fitokimia


Menurut Aviana (2006) dalam
Anggraini
(2008)
daun
Binahong
dinyatakan
mengandung
steroid,
flavonoid, saponin dan alkaloid. Hasil uji
fitokimia menunjukkan bahwa daun
Binahong memberikan hasil positif pada
semua uji fitokimia sesuai dengan
literatur.

Gambar 1. Kurva kalibrasi larutan standar rutin

Nilai serapan dari fraksi etil asetat


ekstrak etanol daun Binahong yang
diperoleh sebesar 1,157. Berdasarkan
persamaan kurva kalibrasi diperoleh
kandungan senyawa flavonoid fraksi etil
asetat ekstrak etanol daun Binahong
adalah sebesar 10,08%.

Hasil Penentuan Kadar Flavonoid


Penentuan kadar flavonoid ekstrak
etanol daun Binahong dilakukan dengan
metode spektrofotometri UV-Vis. Tahap
yang dilakukan adalah menetapkan
panjang gelombang maksimum, penetapan
waktu inkubasi optimum dan pembuatan
deret larutan standar dengan menggunakan
rutin. Hasil penetapan panjang gelombang
maksimum yang didapat adalah 411 nm.
Tahap berikutnya penetapan waktu
inkubasi optimum yang ditujukan untuk
menentukan
waktu
inkubasi
yang
memberikan serapan stabil atau waktu
yang dibutuhkan oleh suatu zat agar dapat
bereaksi secara maksimal. Waktu inkubasi
optimum yang didapat pada menit ke 20,
yang ditunjukkan dengan tidak adanya lagi
penurunan nilai serapan.
Kurva kalibrasi dibuat dengan
menggunakan larutan standar rutin. Kurva
kalibrasi dibuat untuk menentukan kadar
suatu senyawa yang belum diketahui
konsentrasinya.
Hasil
pengukuran

Penentuan Potensi Antioksidan


Metode yang digunakan untuk
penentuan potensi antioksidan fraksi etil
asetat ekstrak etanol daun Binahong
adalah metode DPPH. Metode DPPH
dipilih karena sederhana, mudah, cepat
dan peka serta hanya memerlukan sedikit
sampel. Aktivitas antioksidan fraksi etil
asetat ekstrak etanol daun Binahong
dibandingkan dengan aktivitas vitamin C.
Prinsip dari metode DPPH adalah
pengukuran penangkapan radikal bebas
sintetik dalam pelarut organik pada suhu
37C oleh fraksi etil asetat dari ekstrak
etanol
daun
Binahong.
Proses
penangkapan
radikal
ini
melalui
mekanisme pengambilan atom hidrogen
dari fraksi etil asetat oleh radikal bebas
sintetik sehingga radikal bebas menjadi
stabil.
Tahap awal pengujian antioksidan
adalah penetapan panjang gelombang dan
penetapan waktu inkubasi optimum.
Panjang gelombang maksimum DPPH
yang didapatkan dalam penelitian ini

Serapan

25%. Proses hidrolisis bertujuan untuk


memisahkan senyawa glikon dengan
senyawa aglikon, karena flavonoid yang
terdapat dalam tumbuhan biasanya berupa
flavonoid dengan gula terikat (glikon) dan
jarang sekali ditemukan hanya flavonoid
tunggal. Flavonoid dengan gula terikat
menyebabkan flavonoid lebih mudah larut
dalam air, sedangkan flavonoid tanpa gula
terikat (aglikon) cenderung lebih mudah
larut dalam pelarut semi polar sampai non
polar seperti etil asetat dan n-heksan.
Penggunaan etil asetat pada proses
fraksinasi diharapkan agar dapat menarik
secara maksimal senyawa aglikon.

1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0

y = 0.0573x - 0.0992
R = 0.9939

10

15

20

25

30

Konsentrasi (ppm)

Potensi Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanol Daun Binahong ....... (Sutanto, Sri dan Eka)

Gambar 2. Perubahan warna DPPH

Vitamin
C
digunakan
sebagai
pembanding, karena vitamin C merupakan
suatu senyawa yang murni yang memiliki
daya hambat cukup tinggi terhadap radikal
bebas, selain itu vitamin C mudah
mengalami oksidasi oleh radikal bebas
karena mempunyai ikatan rangkap dan
dengan adanya 2 gugus -OH yang terikat
pada ikatan rangkap tersebut, radikal
bebas akan menerima atom hidogen dan
menyebabkan muatan negatif pada atom
oksigen yang selanjutnya akan dinertalisir
melalui resonansi, sehingga menghasilkan
radikal bebas yang stabil dan tidak
membahayakan. Reaksi oksidasi vitamin C
oleh radikal bebas dapat dilihat pada
gambar 3.

Gambar 3. Reaksi oksidasi vitamin C


dengan DPPH

Hasil
dari
penentuan
aktivitas
antioksidan menunjukkan fraksi etil asetat
ekstrak etanol daun Binahong memiliki
potensi sebagai antioksidan dengan nilai
IC50 sebesar 21,020 ppm, sedangkan
vitamin C sebagai senyawa pembanding
memiliki nilai IC50 7,230 ppm. Grafik
penentuan IC50 dapat dilihat pada
Gambar 4.
120

y = 2.7124x + 30.39
R = 0.9995

100
Inhibisi (%)

adalah 517 nm. Waktu inkubasi optimum


ditentukan dengan menggunakan larutan
blanko dengan tujuan untuk mencari
waktu yang optimum agar senyawa uji
dapat bereaksi secara maksimum. Waktu
inkubasi optimum didapat pada menit ke
40.
Penangkapan radikal oleh fraksi etil
asetat ekstrak etanol daun Binahong
diamati dari perubahan warna DPPH dari
ungu menjadi kuning. Fraksi etil asetat
ekstrak etanol daun Binahong dapat
dikatakan
sebagai
suatu
senyawa
penangkap radikal, karena warna DPPH
yang awalnya berwarna ungu menjadi
pudar ketika penambahan fraksi etil asetat
dari ekstrak etanol daun Binahong, gambar
perubahan warna DPPH dapat dilihat pada
Gambar 2 di bawah ini:

80
60

Vitamin C

40

y = 2.287x + 1.9265
R = 0.9948

20

Sampel

0
0

10

15

20

25

30

Konsentrasi (ppm)

Gambar 4. Grafik Hubungan antara Konsentrasi


dengan Inhibisi

Fraksi etil asetat ekstrak etanol daun


Binahong mempunyai potensi sebagai
antioksidan dengan IC50 sebesar 21,020
ppm. Potensi tergolong sangat aktif karena
nilai IC50 kurang dari 50 ppm. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh senyawa
flavonoid dan senyawa golongan polifenol
yang dikandungnya. Senyawa flavonoid
merupakan senyawa pereduksi yang baik
dengan jumlah gugus hidroksil yang cukup
banyak. Semakin tinggi kadar flavonoid
maka semakin tinggi juga potensi
antioksidannya dan semakin banyak gugus
hidroksil
bebas
yang
dapat
menyumbangkan hidrogen maka akan
semakin banyak juga proses reduksi yang
dapat dilakukan terhadap DPPH.
KESIMPULAN
1. Kandungan flavonoid fraksi etil asetat
ekstrak etanol daun Binahong sebesar
10,08%.
2. Fraksi etil asetat ekstrak etanol daun
Binahong berpotensi sangat aktif
sebagai antioksidan dengan IC50 sebesar
21,020 ppm, sedangkan Vitamin C
(sebagai pembanding) berpotensi sangat
aktif sebagai antioksidan 3 kali lebih
besar dari fraksi etil asetat ekstrak
etanol daun Binahong dengan IC50
sebesar 7,230 ppm.

Potensi Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanol Daun Binahong ....... (Sutanto, Sri dan Eka)

SARAN
1. Dilakukan penetapan kadar aglikon
flavonoid ekstrak etanol dengan
menggunakan pelarut fraksinasi yang
lebih non polar.
2. Menguji potensi antioksidan ekstrak
etanol
daun
Binahong
dan
membandingkannya dengan potensi
antioksidan senyawa rutin.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Y. 2008. Skripsi: Uji
Efektivitas Sediaan Salep Ekstrak
Daun Binahong (Andredera cordifolia
(Ten.) Steenis) dengan Basis Salep
yang Berbeda Untuk Penyembuhan
Luka Pada Mencit Jantan (Mus
musculus albinus). FMIPA UNPAK
Bogor
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia. 1989. Materi Medika
Indonesia. Departemen Kesehatan
Jakarta
. 2000. Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Departemen Kesehatan Jakarta
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia:
Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan,
Diterjemahkan:
K.
Padmawinata dan I. Soediro, Terbitan
kedua. Institut Teknologi Bandung
Bandung

Potensi Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanol Daun Binahong ....... (Sutanto, Sri dan Eka)

Anda mungkin juga menyukai