Anda di halaman 1dari 10

UJI KUALITAS AIR

Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji
berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 115 tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter
kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis (Dhote,
Ingole, & Chavhan, 2012). Secara historis, kualitas air menjadi perhatian dan fokus
manusia karena air merupakan salah satu media penyebaran penyakit sehingga
kualitas serta keamanan air utamanya air baku menjadi sangat penting bagi manusia
(Tortora, Funke, & Case, 2019)
Menurut Dhote, Ingole, & Chavhan (2012), kualitas air dapat diketahui
dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang dilakukan
adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna). Pengelolaan
kualitas air adalah upaya pemaliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang
diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air tetap dalam kondisi
alamiahnya. manajemen kualitas air adalah suatu usaha untuk menjaga kondisi air
tetap dalam kondisi baik untuk dimanfaatkan dengan memperhatikan faktor fisik,
kimia dan biologinya. Keberadaan mikroorganisme di dalam air terutama air yang
digunakan sebagai air baku menjadi sangat penting karena salah satu metode
penyebaran beberapa penyakit yaitu melalui patogen yang ditemukan pada sampel air
yang diambil. Apabila suatu patogen ditemukan dalam sampel air baku atau air yang
digunakan untuk konsumsi, maka ada kemungkinan bahwa apabila seseorang atau
masyarakat terus menggunakan air tersebut, maka akan berdampak negatif yaitu dapat
menyebabkan suatu penyakit tertentu yang bisa saja bersifat fatal (Tortora dkk., 2019)

A. Konsep kualitas air


Identifikasi kualitas air dapat ditentukan secara biologis dapat diketahui
melalui analisis keberadaan organisme indicator pada sampel air yang akan
diujikan. Terdapat beberapa kriteria agar suatu organisme dapat digunakan
sebagai indikator untuk mengetahui kualitas sampel air yang diuji tersebut. Salah
satu kriteria yang paling penting dan paling umum digunakan adalah suatu
mikroba yang secara konsisten ditemukan dalam feses manusia dalam jumlah
tertentu yang apabila ditemukan mikroba tersebut dalam jumlah tertentu maka
dapat diketahui bahwa air atau sumber air tersebut sudah terpapar oleh limbah
organic kotoran manusia. Mikroorganisme yang digunakan sebagai indikator
harus mampu bertahan pada air tersebut dan mikroorganisme ini harus mampu
dideteksi dengan metode tes sederhana dengan perlakuan minimum namun dapat
menunjukkan hasil yang kentara atau signifikan. Salah satu contoh
mikroorganisme yang digunakan secara luas sebagai indikator kualitas air adalah
bakteri Coliform. Bakteri coliform merupakan bakteri aerobik baik obligat
maupun fakultatif, gram-negatif, tidak mampu menghasilkan endospore,
berbentuk batang/basil dan dapat menfermentasikan laktosa. Sebenarnya bakteri
coliform umum dijumpai pada lingkungan normal seperti di tanah atau beberapa
jenis tanaman, sehinga umumnya yang digunakan sebagai indicator kualitas air
adalah coliform fecal. Bakteri coliform fecal yang umum digunakan sebagai
indicator adalah E.coliform karena bakteri ini merupakan bakteri flora normal
yang paling dominan pada saluran pencernaan manusia. Karena bakteri coliform
juga secara alami dapat ditemukan di alam, maka ada Teknik khusus yang
dikembangkan untuk membedakan antara coliform non-fecal dan coliform fecal.
Umumnya bakteri coliform tidak bersifat patogen dalam keadaan normalnya,
namun beberapa strain bakteri coliform bersifat virulen sehingga mampu
menyebabkan penyakit seperti diare (Tortora dkk., 2019).

Gambar 1. Bakteri coliform E.coliform yang diamati dengan mikroskop


elektron (Sumber : Hogg, 2013)
Jenis bakteri utamanya bakteri coliform memang secara umum dapat
digunakan untuk mendeteksi kualitas air, namun penggunaan bakteri coliform
sebagai indikator juga memiliki kekurangan. Bakteri coliform umumnya akan
tumbuh menempel pada bagian dalam pipa saluran air dan membentuk lapisan
biofilm. Bakteri coliform yang membentuk lapisan biofilm ini tidak bisa
digunakan sebagai indicator cemaran feses pada saluran air tersebut, selain itu
bakteri coliform yang sudah membentuk lapisan biofilm umumnya dianggap
tidak lagi berbahaya bagi kesehatan masyarakat (Baron, 1996). Secara umum,
bakteri coliform tidak boleh ditemukan pada air yang digunakan sebagai air
konsumsi, artinya keberadaan bakteri coliform pada air konsumsi sangat tidak
bisa ditoleransi (zero tolerance). Air konsumsi yang diketahui mengandung
bakteri coliform sangat tidak dianjurkan untuk diminum atau dikonsumsi secara
langsung karena akan sangat beresiko memicu reaksi gangguan saluran
pencernaan yang disebabkan oleh infeksi bakteri coliform yang bersifat patogen.
Apabila air yang mengandung bakteri coliform tersebut ingin dikonsumsi,
setidaknya air tersebut harus melalui proses perebusan hingga mendidih selama
setidaknya 10 menit yang bertujuan agar semua bakteri coliform yang berpeluang
menyebabkan gangguan pencernaan mati (Levinson, 2016). Secara umum, setiap
spesies bakteri coliform memiliki titik kematian thermal yang berbeda dan juga
setiap spesies bakteri memiliki reaksi yang berbeda terhadap suhu tinggi. Tetapi
yang menjadi persamaan antara semua jenis bakteri coliform yang dapat bersifat
patogen pada manusia adalah bakteri-bakteri yang umumnya bertipe mesofilik,
artinya suhu optimum untuk tumbuh dan hidupnya berada di kisaran suhu tubuh
manusia, dengan demikian bakteri-bakteri ini tidak akan tahan jika dipaparkan
pada suhu tinggi karena secara struktural bakteri-bakteri ini tidak dirancang untuk
hidup di suhu tinggi karena membrane selnya akan meleleh ketika mencapai suhu
sekitar 60-700C dan dapat dipastikan bakteri tersebut akan mati (Prescott, Harley,
& Klein, 2005).
Gambar 2. Tabel titik kematian thermal beberapa bakteri (Sumber : Prescott
dkk., 2005)
Bakteri coliform dalam air umumnya dalam proses pengolahan air
(water treatment) dibunuh dengan beberapa cara. Cara yang umum adalah dengan
memberikan chlorine berupa chlorine sodium hypochlorite atau calcium
hypochlorite pada tempat penampungan air dengan harapan mampu membunuh
bakteri coliform sehingga produk air yang dihasilkan akan terbebas dari bakteri
coliform (Shaheed, Templeton, Matthews, Tripathi, & Bhattarai, 2009). Beberapa
opsi lain yang dapat digunakan untuk membunuh bakteri coliform yang ada pada
air yang akan dikonsumsi adalah dengan menggunakan radiasi UV, ozonisasi,
serta iodinisasi. Dengan demikian bakteri coliform pada air yang nantinya
ditujukan untuk tujuan konsumsi dapat dibunuh dengan mudah dan air yang
diolah akan terbebas dari bakteri coliform (Baron, 1996)
Selain bakteri coliform, mikroorganisme lain yang menjadi perhatian dan
dapat menurunkan kualitas air utamanya air yang digunakan untuk konsumsi
adalah berbagai mcam virus, kista dan oocyst dari beberapa jenis protozoa yang
umumnya lebih sulit dibunuh jika dibandingkan dengan bakteri coliform karena
mikroorganisme ini memiliki resistensi yang jauh lebih besar pada perlakuan
sterilisasi seperti klorinasi, pemberian radiasi UV atau bahkan pemanasan jika
dibandingkan dengan bakteri coliform. Secara umum, virus lebih resisten
daripada bakteri seperti E.coliform, namun kista protozoa lebih resisten daripada
virus, contohnya kista dari Cryptosporodium dan Giardia yang 100 kali lebih
resisten daripada virus. Untuk membunuh berbagai jenis mikroorganisme yang
berpotensi patogen ini digunakan metode yang lebih maju daripada water
treatment biasa (Tortora dkk., 2019)
B. Nilai Most Probable Number (MPN) Bakteri Coliform
Beberapa metode dikembangkan untuk mendeteksi keberadaan bakteri
coliform dalam air serta memperkirakan jumlah bakteri coliform tersebut. Prinsip
dari berbagai metode yang dikembangkan tersebut merujuk pada satu prinsip
dasar yaitu nilai Most Probable Number (MPN) (Tortora dkk., 2019). Secara
definitif, MPN didefinisikan sebagai metode enumerasi atau penghitungan
mikroorganisme yang menggunakan data dari hasil pertumbuhan
mikroorganisme pada medium cair spesifik dalam seri tabung yang ditanam dari
sampel padat atau cair sehingga dihasilkan kisaran jumlah mikroorganisme
dalam jumlah perkiraan terdekat. Pendekatan berupa perkiraan terdekat
digunakan karena sangat tidak memungkinkan untuk menghitung sel bakteri satu
per satu dalam suatu sampel untuk mengetahui kualitas sampel tersebut (Talaro
& Cowan, 2009). Metode MPN umum digunakan karena dalam pelaksanaannya
relatif cepat dan sederhana apabila dibandingkan dengan metode lainnya. Pada
metode MPN, akan dilakukan prosedur yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu uji
pendugaan, uji penegas (confirmed test), dan uji pelengkap (complete test)
(Prescott dkk., 2005).
Metode perhitungan MPN memiliki prinsip kerja dengan menggunakan
larutan sebagai media pertumbuhan atau disebut sebagai media cair (broth) yang
ditempatkan dalam tabung reaksi. Hasil perhitungannya dilakukan dengan
melihat jumlah tabung yang positif gas. Umumnya setiap pengenceran digunakan
3-5 buah tabung. Lebih banyak tabung yang digunakan menunjukan ketelitian
yang lebih tinggi. Pengenceran harus dilakukan sedemikian rupa sehingga
beberapa tabung ditumbuhi satu sel saja sedangkan tabung lain tidak
mengandung sel bakteri. Setelah inkubasi diharapkan pada beberapa tabung
terjadi pertumbuhan (+) sedangkan lainnya (-). Pemilihan kombinasi yaitu
berdasrkan pada pengenceran terakhir dimana semua tabung memberikan reasi
positif, kemudian diambil dua pengenceran berikutnya (Putri & Kurnia, 2018)
Perhitungan koloni bakteri berdasarkan atas aktivitas bakteri tersebut
dalam melakukan metabolisme. Metode ini disebut juga sebagai MPN (Most
Probable Number). Bahan uji yang akan dihitung populasi diencerkan beberapa
kali, dilanjutkan dengan inokulasi hasil pengenceran tersebut dalam media
tertentu yang dapat mendeteksi adanya aktifitas metabolisme bakteri uji. Hasil
yang diperoleh kemudian dirujuk pada tabel MPN, sehingga populasi dapat
diketahui dengan pendekatan tersebut (Pelczar & Chan, 2005). Metode MPN
sering dipakai untuk menghitung jumlah populasi bakteri E.coliform dalam air
karena kemampuannya dalam melakukan fermentasi dalam substrat media cair
Lactose Broth. Metabolitnya berupa gas karbon dioksida yang akan terperangkap
dalam tabung Durham yang sengaja dimasukan dalam tabung reaksinya dengan
posisi terbalik (Hastuti, 2018).
Nilai MPN adalah perkiraan jumlah unit tumbuh (growth unit) atau unit
pembentuk-koloni (colony-forming unit) dalam sampel. Namun, pada umumnya,
nilai MPN juga diartikan sebagai perkiraan jumlah individu bakteri. Satuan yang
digunakan, umumnya per 100 mL atau per gram. Jadi misalnya terdapat nilai
MPN 10/g dalam sebuah sampel air, artinya dalam sampel air tersebut
diperkirakan setidaknya mengandung 10 coliform pada setiap gramnya. Makin
kecil nilai MPN, maka air tersebut makin tinggi kualitasnya, dan makin layak
minum. Metode MPN memiliki limit kepercayaan 95 persen sehingga pada setiap
nilai MPN, terdapat jangkauan nilai MPN terendah dan nilai MPN tertinggi
(Dwidjoseputro, 1994). Menurut Dwidjoseputro (1994), ragam kombinasi
tabung yang umum digunakan dalam menentukan nilai MPN antara lain.
1. Ragam 511
a. 5 tabung yang berisi LB double x 10 ml
b. 1 tabung yang berisi LB single x 1 ml
c. 1 tabung yang berisi LB single x 0,1 ml
2. Ragam 555
a. 5 tabung yang berisi LB double x 10 ml
b. 5 tabung yang berisi LB single x 1 ml
c. 5 tabung yang berisi LB single x 0,1 ml
3. Ragam 333
a. 3 tabung yang berisi LB double x 10 ml
b. 3 tabung yang berisi LB single x 1 ml
c. 3 tabung yang berisi LB single x 0,1 ml
Standar analisa air menurut Dwidjoseputro (1994) untuk mengetahui
adanya bakteri coliform melalui 3 tahapan uji yaitu:
1. Uji pendugaan (Presumtive Test)
Bertujuan untuk menduga adanya bakteri coliform yang mempunyai
sifat mampu memfermentasikan laktosa dengan menghasilkan gas.
Bakteri coliform yang diduga meliputi semua bakteri gram negatif
tidak membentuk spora, selnya membentuk sel pendek, bersifat
fakultatif anaerob, membentuk gas dalam waktu 24 jam dari laktosa
pada temperatur 37 derajat Celsius. Apabila terbentuk gas dalam
waktu 24 jam kedua (48 jam) uji dinyatakan meragukan. Sedangkan
apabila gas tidak terbentuk dalam waktu 48 jam uji dinyatakan
negatif. Apabila hasil uji duga negatif, maka uji-uji berikutnya tidak
perlu dilakukan karena dalam hal ini berarti pula tidak ada bakteri
coliform dalam contoh.
Untuk analisis air, dalam uji penduga di gunakan lactose broth,
sedangkan untuk contoh lainya yang banyak mengandung bakteri
asam laktat, misalnya susu, di gunakan brilliant green lactose
bilebroth (BGLB). Bakteri asam laktat dapat memfermentasi laktosa
dan membentuk gas, hingga dapat mengakibatkan pembacaan uji
positif yang salah. BGLB merupakan medium selektif yang
mengandung asam bile sehingga dapat menghambat bakteri gram
positif termasuk Coliform. Inkubasi di lakukan pada suhu 35 C selama
o

24-48 jam dan tabung di nyatakan positif bila terebentuk gas sebanyak
10 % atau lebih dari volume di dalam tabung Durham. Tabung yang
tidak menunjukan terbentuknya gas di perpanjang lagi inkubasinya
hingga 48 jam. Jika tetap tidak terbentuk gas, di hitung sebagai tabung
negatif. Jumlah tabung yang positif di hitung pad masing-masing seri.
MPN penduga dapat di hitung dengan melihat tabel MPN 7 tabung.
2. Uji Penetapan (Comfirmed Test)
Bertujuan untuk menegaskan hasil positif dari test perkiraan
media yang secara umum digunakan adalah Brilliant Green Laktosa
Bile Bronth (BGLB 2%) atau bisa juga menggunakan media selektif
dan diferensial untuk bakteri coliform sperti misal Endo Agar (EA).
Pembacaan dilakukan dengan melihat 24-48 jam dengan melihat
tabung-tabung yang positif. Test ini merupakan test yang minimal
harus dikerjakan untuk pemeriksaan bakteriologis air. Terbentuknya
gas dalam lactose broth atau dalam BGLB tidak selalu menunjukan
bakteri coliform karena mikroba lainya mugkin juga ada yang dapat
memfermentasikan laktosa dengan membentuk gas, misalnya bakteri
asam laktat dan beberapa kahmir tertentu. Oleh karena itu perlu di
lakukan uji penguat pada agar EMB.Dengan Menggunakan jarum
ose, contoh dari tabung MPN yang menunjukan uji penduga positif
(terbentuk gas) masing-masing di inokulasikan pada agar cawan EMB
dengan cara goresan kuadran. Semua tabung di inkubasikan pada
suhu 35oC selam 24 jam. Jumlah cawan EMB pada masing-masing
pengenceran yang menunjukan adanya pertumbuhan Coliform, baik
fekal maupun non fekal, dihitung, dan MPN penguat dapat di hitung
dari table MPN.
3. Uji Lengkap (Completed Test)
Dari pertumbuhan koloni pada agar cawan EMB, di pilih
masing-masing satu koloni yang mewakili Coliform fekal dan satu
koloni yang mewakili Coliform non fekal. Uji lengkap di lakukan
untuk melihat apakah isolat yang di ambil benar merupakan bakteri
Coliform. Dari masing-masing koloni tersebut di buat perwarnaan
gram, dan sisanya masing-masing di larutkan ke dalam 3 ml larutan
pngencer steril. Dari suspensi bakteri tersebut masing di inokulasikan
menggunakan jarum ose ke dalam tabung berisi lakose broth dan
tabung Durham, dan di goreskan pada agar miring nutrien agar.
Tabung di inkubasikan pada suhu 35 C selam 24 jam, dan di amati
o

pertumbuhan dan pembentukan gas di dalam lactose broth. Koloni


yang menunjukan reaksi pewarnaan gram negatif berbentuk batang,
dan membentuk gas di dalam lactose broth mereupakan uji lengkap
adanya koloni Coliform.
Biasanya dengan membuat isolasi/piaraan murni dengan coloni
yang tumbuh pada test penetapan. Uji ulang juga dimaksudkan untuk
uji ulang apakah jasad renik yang diduga Coliform pada uji duga
memang benar. Dalam uji lengkap dapat diamati morfologi dan
fisiologi dari bakteri yang diduga coiform. Apabila semua kriteria
dipenuhi dapat ditarik kesimpulan bahwa contoh air mengandung
bakteri coliform.
C. Uji Bakteri Salmonella dan Shigella
Uji bakteri Salmonella dan Shigella pada air dilakukan dengan
menggunakan media selektif yaitu media Salmonella-Shigella Agar (SSA).
Salmonella Shigella (SS) agar merupakan media agar diferensial yang digunakan
untuk mengisolasi bakteri famili Enterobacteriaceae, khususnya Salmonella sp.
dan Shigella sp. Media SS per liter air destilat terdiri dari beef extract 5.0 g,
pancreatic digest of casein 2.5 g, peptic digest of animal tissue 2.5 g, lactose 10.0
g, bile salt 8.5 g, sodium citrate 8.5 g, sodium thiosulfate 8.5 g, ferric citrat 1.0 g,
neutral red 0.025 g, agar 13.5 g, Brilliant Green 0.00033 g, dan pH 7.0 ± 0.2 pada
suhu 25C (Levinson, 2016).
Beef extract, pancreatic digest of casein, dan peptic digest of animal tissue
sebagai penyedia nitrogen, karbon, dan vitamin yang diperlukan untuk
pertumbuhan bakteri. Laktosa sebagai sumber karbohidrat pada SS agar. Garam
empedu, sodium sitrat, dan brilliant green menghambat pertumbuhan bakteri gram
positif, beberapa bakteri koliform, dan menghambat Proteus sp. ketika Salmonella
akan tumbuh. Sodium thiosulfate dan ferric citrat mendeteksi adanya hidrogen
sulfida (H2S) pada bulatan hitam (presipitat ferri sulfat) di tengah koloni. Neutral
red merupakan pH indikator bagi bakteri yang memfermentasi laktosa yang akan
menghasilkan koloni berwarna merah jambu (Hogg, 2013). Jika ditemukan
adanya pertumbuhan bakteri, dilanjutkan dengan uji biokimia. Penghitungan
jumlah bakteri dilakukan 24 jam setelah awal proses inkubasi. Koloni yang
dihitung adalah koloni yang berwarna merah, berdiameter 1,0-3,0 mm. Jika
terdapat koloni yang bertumpuk koloni tersebut dihitung satu. Data diambil dari
cawan petri kemudian yang dihitung adalah koloni yang jumlahnya antara 30-300
koloni (Radji, 2009).

Baron, S. (Ed.). (1996). Medical microbiology (4th ed). Galveston, Tex: University of

Texas Medical Branch at Galveston.

Dhote, J., Ingole, S., & Chavhan, D. A. (2012). Review on Waste Water Treatment

Technologies. International Journal of Engineering Research and Technology,

1.

Dwidjoseputro. (1994). Mikrobiologi untuk Universitas. Bandung: Ganesha Exact.


Hastuti, U. . (2018). Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Dalam 2. Malang: Penerbit

Universitas Muhammadiyah Malang.

Hogg, S. (2013). Essential microbiology (2nd ed). Chichester, West Sussex:

Wiley-Blackwell.

Levinson, W. (2016). Review of medical microbiology and immunology (Fourteenth

edition). New York: McGraw-Hill Education.

Pelczar, M. ., & Chan, E. C. . (2005). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.

Prescott, L. M., Harley, J. P., & Klein, D. A. (2005). Microbiology (6th ed). Dubuque,

IA: McGraw-Hill Higher Education.

Putri, A. M., & Kurnia, P. (2018). IDENTIFIKASI KEBERADAAN BAKTERI

COLIFORM DAN TOTAL MIKROBA DALAM ES DUNG-DUNG DI

SEKITAR KAMPUS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA.

Media Gizi Indonesia, 13(1), 41. https://doi.org/10.20473/mgi.v13i1.41-48

Radji, M. (2009). Buku ajar mikrobiologi: panduan mahasiswa farmasi & kedokteran.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Shaheed, A., Templeton, M. R., Matthews, R. L., Tripathi, S. K., & Bhattarai, K.

(2009). Disinfection of waterborne coliform bacteria using Luffa cylindrica

fruit and seed extracts. Environmental Technology, 30(13), 1435–1440.

https://doi.org/10.1080/09593330903193485

Talaro, K. P., & Cowan, M. K. (2009). Foundations in microbiology: basic principles

(7. ed., internat. student ed). Boston, Mass.: McGraw-Hill Higher Education.

Tortora, G. J., Funke, B. R., & Case, C. L. (2019). Microbiology: an introduction

(Thirteenth edition). Boston: Pearson.

Anda mungkin juga menyukai