Anda di halaman 1dari 72

GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARUPADA

PASIEN TUBERKULOSIS PARU RAWAT JALANDI POLIKLINIK


PARU DAN DOTS RSUD Dr. LOEKMONO HADI
PERIODE SEPTEMBER 2018 – FEBRUARI 2019

Karya Tulis Ilmiah


Diajukan untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Kesehatan pada
Program Studi D3 Farmasi
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi“Yayasan Pharmasi Semarang”

Fadzun Ulfiana
1031831010

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASISEMARANG”
2019

i
ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

Dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda : ”Orang yang keluar untuk

mencari ilmu, maka ia berada di jalan Allah hingga ia kembali (ke rumah)”

(HR. Tirmidzi : 2571)

Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap muslim laki-laki dan muslim

perempuan

(HR. Ibnu Abdil Barr)

Menuntut ilmu adalah takwa

Menyampaikan ilmu adalah ibadah

Mengulang-ulang ilmu adalah zikir

Mencari ilmu adalah jihad

( Abu Hamid Al Ghazali)

Kupersembahkan karya ini untuk :

 Suamiku tercinta, yang sudah memberikan ijin dan waktunya

 Anak-anakku, penyemangat hidupku, Fathia, Fawwazisna,

Faqih dan Fahreza

 Bapak dan Ibuku serta ibu mertua,sebagai ungkapan rasa

hormat,cinta kasih dan baktiku

 Keluarga besar kami, kakak-kakak, adik-adik dan para

keponakan

iii
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala yang telah memberikan rahmat,


karunia, dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga Karya Tulis Ilmiah dengan judul
“GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARU
PADAPASIEN TUBERKULOSIS PARU RAWAT JALANDI
POLIKLINIKPARUDAN DOTS RSUD Dr. LOEKMONO HADIPERIODE
SEPTEMBER 2018 – FEBRUARI 2019” dapat di selesaikan dengan lancar.
Karya Tulis Ilmiah ini di susun sebagai salah satu syarat dalam

menyelesaikan pendidikan Program Studi D-3 Farmasi di Sekolah Tinggi Ilmu

Farmasi “ Yayasan Pharmasi Semarang”.

Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Apa

yang penulis dapatkan tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak yang telah

membantu dan memberikan dorongan kepada penulis dalam penyusunan Karya

Tulis Ilmiah ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Endang Diyah Ikasari, M.Sc., Apt., Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi

“Yayasan Pharmasi Semarang”.

2. Yustisia Dian Advistasari,M.Sc.,Apt., selaku Ketua Program Diploma 3

FarmasiSekolah Tinggi Ilmu Farmasi “Yayasan Pharmasi Semarang”.

3. Erna Prasetyaningrum,M.Sc.,Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah

banyak memberikan waktu, bimbingan dan saran dalam penyusunan Karya

Tulis Ilmiah ini.

4. Kyky Herlyanti, M.Sc., Apt. Selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan

waktu dan saran untuk menyempurnakan karya ini.

iv
5. Ika Puspitaningrum, M.Sc., Apt. Selaku Dosen Penguji II yang telah

memberikan waktu dan saran untuk menyempurnakan karya ini.

6. Dosen Pengajar, Asisten Dosen, dan Staf Karyawan Sekolah Tinggi Ilmu

Farmasi “ Yayasan Pharmasi Semarang”.

7. Suami dan anak-anakku tercinta, yang senantiasa menjadi penyemangat hidup

dan selalu memberikan dukungan dan kasih sayang tak terhingga.

8. Bapak, ibu, dan ibu mertua yang senantiasa memberikan doa, nasehat, dan

semangat yang luar biasa, serta keluarga besar kami, kakak-kakakku, adik-

adikku, dan para keponakan.

9. Direktur Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi Kudus dan Kepala Instalasi

Farmasi serta seluruh rekan sejawat Staf Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr.

Loekmono Hadi Kudus

10. Teman-teman mahasiswa satu angkatan RPL tahun 2018-2019

11. Semua pihak yang sudah membantu dan memberikan dukungan dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna,

karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan

guna perbaikan dan pengembangan Karya Tulis Ilmiah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat

bagi semua pihak.

Semarang, Mei 2019

Penulis

v
SARI

Penyakit TBC (Tuberculosis) merupakan penyakit menular yang disebabkan


basil kuman Mycobacterium tuberculosis. Di Indonesia tercatat bahwa penyakit
tuberkulosis merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan Obat Anti
Tuberkulosis yang selama ini diberikan kepada pasien tuberkulosis rawat jalan di
Poliklinik Paru dan DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) RSUD
Dr. Loekmono Hadi Periode September 2018 sampai bulan Februari 2019.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasional
dengan cara mengumpulkan data rekam medik dan catatan kartu pengobatan
pasien ke Poliklinik Paru dan DOTS pada periode bulan September 2018 sampai
bulan Februari 2019. Instrumen data yang diambil meliputi nomor rekam medik
pasien, usia, berat badan, tipe pasien, diagnosa dan terapi yang diberikan.
Kemudian data dikelompokkan berdasarkan karakteristik pasien dan penggunaan
obatnya dicatat sehingga terlihat dalam prosentase dan grafik.
Hasil penelitian didapatkan data pada periode tersebut terdapat 49 pasien
tuberkulosis rawat jalan 26 orang (53,06%) pasien berjenis kelamin laki-laki, dan
23 orang (46,94%) pasien berjenis kelamin perempuan. Kelompok usia terbesar
dari penderita tuberkulosis ada di rentang usia 56-65 tahun dengan jumlah pasien
laki-laki 9 orang (34,62%) dan pasien perempuan sejumlah 7 orang (30,44%).
Berat badan pasien yang terbesar ada di rentang 38-54 kilogram, yaitu sebanyak
21 orang (80,77%) pasien laki-laki dan 15 orang pasien perempuan (65,22%).
Pasien dengan tipe terbanyak yaitu pasien kasus baru sebanyak 43 orang (87,76%)
Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis pada 49 pasien selama periode September
2018 sampai dengan Februari 2019 terdapat 152 paket peresepan. Peresepan
penggunaan OAT terbanyak adalah OAT FDC Kategori 1 dalam Fase intensif
sebanyak 53 paket (34,89%), Peresepan Fase lanjutan sebanyak 18 paket
(11,84%). Dan peresepan OAT HRZE Kategori 1 Fase intensif sebanyak 40 paket
(26,31%), Fase lanjutan sebanyak 19 paket (12,5%). Untuk peresepan OAT
(FDC+S) Kategori 2 Fase intensif sebanyak 14 paket (9,20%), Fase lanjutan
sebanyak 5 paket (3,29%). OAT HRZES Kategori 2 Fase intensif diresepkan 3
paket (1,97%).

Kata kunci : TBC, OAT, Gambaran pengobatan, RSUD Dr.Loekmono Hadi

vi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... iii
PRAKATA ........................................................................................................ iv
SARI ................................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah.......................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5
2.1 Tuberkulosis (TBC) Paru ........................................................................... 5
2.1.1 Definisi ........................................................................................... 5
2.1.2 Etiologi ........................................................................................... 6
2.1.3 Epidemiologi .................................................................................. 6
2.1.4 Diagnosis ........................................................................................ 7
2.1.5 Farmakoterapi ................................................................................ 10
2.2 Obat – Obat Anti Tuberkulosis / Tuberkulostatika .................................... 18
2.2.1 Tinjauan Tentang Obat ................................................................... 19
2.2.2 Perhatian Khusus Untuk Pengobatan ............................................. 24

vii
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................... 26
3.1 Obyek Penelitian ....................................................................................... 26
3.2 Subyek Penelitian ..................................................................................... 26
3.3 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 26
3.4 Kriteria Penelitian ..................................................................................... 27
3.4.1 Kriteria Inklusi .............................................................................. 27
3.4.2 Kriteria Eksklusi............................................................................ 27
3.5 Rancangan Penelitian ................................................................................ 28
3.6 Skema Kerja Penelitian ............................................................................. 30
3.7 Analisis Data ............................................................................................. 31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 32
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 39
5.1 Simpulan .................................................................................................... 39
5.2 Saran ........................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 41
LAMPIRAN ...................................................................................................... 43

viii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Dosis Paduan OAT Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. ................................... 13
2. Dosis Paduan OAT KDT Kombipak Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3 ............ 14
3. Dosis Paduan OAT Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 ............... 14
4. Dosis Paduan OAT KDT Kombipak Kategori 2:
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 ................................................................... 15
5. Dosis Paduan OAT Kategori 3 : ................................................................. 15
6. Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi Dosis Tetap atau disebut Fix Dose
Combination (FDC) .................................................................................. 17
7. Dosis Pengobatan Kategori 1 dan Kategori 3 ............................................. 17
8. Jumlah Blister OAT- FDC Kategori 1 dan Kategori 3 ............................... 17
9. Dosis Pengobatan untuk kategori 2 ............................................................ 17
10. Jumlah Blister OAT-FDC untuk Kategori 2 ............................................... 18
11. Karakteristik Pasien Tuberkulosis di Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi
Periode September 2018 – Februari 2019 Berdasarkan Jenis Kelamin ...... 32
12. Karakteristik pasien Tuberkulosis di Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi
Periode September 2018 – Februari 2019 Berdasarkan Usia Pasien .......... 33
13. Karakteristik pasien Tuberkulosis di Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi
Periode September 2018 – Februari 2019 Berdasarkan Berat Badan
Pasien ........................................................................................................ 34
14. Karakteristik pasien Tuberkulosis di Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi
Periode September 2018 – Februari 2019 Berdasarkan Tipe Pasien .......... 34
15. Gambaran Kategori Obat Yang di Berikan Sesuai Tipe Pasien
Tuberkulosis di Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi periode September
2018 – Februari 2019 .................................................................................. 35
16. Gambaran Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis Seluruh Pasien
Berdasarkan Frekuensi Peresepan di Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi
periode September 2018 – Februari 2019 .................................................. 36

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Skema Kerja Penelitian ............................................................................... 30


2. Gambaran Penggunaan OAT seluruh Pasien Tuberkulosis Berdasarkan
Frekuensi Peresepan di Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi Periode September
2018–Februari2019.................................................................................... 38

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat Rekomendasi Penelitian .................................................................... 43


2. Surat Ijin Penelitian ..................................................................................... 44
3. Paduan OAT Kombinasi Dosis Tunggal HRZE Kategori I ........................ 45
4. Paduan OAT Kombinasi Dosis Tetap FDC Kategori I .............................. 46
5. Paduan OAT Kombinasi Dosis Tunggal HRZE Kategori 2 ....................... 47
6. Paduan OAT Kombinasi Dosis Tetap FDC Kategori 2 .............................. 48
7. Data Pemberian OAT Kategori 1 FDC Berdasarkan Frekuensi
Kunjungan Pasien Periode September 2018 - Februari 2019 ..................... 49
8. Data Pemberian OAT Kategori 1 RHZE Berdasarkan Frekuensi
Kunjungan Pasien Periode September 2018 - Februari 2019 ................... 55
9. Data Pemberian OAT Kategori 2 FDC+S Berdasarkan Frekuensi
Kunjungan Pasien Periode September 2018 - Februari 2019 ................... 58
10. Data Pemberian OAT Kategori 2 RHZES Berdasarkan Frekuensi
Kunjungan Pasien Periode September 2018 - Februari 2019 ..................... 61

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit TBC (Tuberculosis) merupakan penyakit menular yang disebabkan

oleh suatu basil Gram-positif tahan asam dengan pertumbuhan yang sangat

lamban, yakni Mycobacterium tuberculose, ditemukan oleh dr. Robert Koch, pada

tahun 1882. Karena itu basil tuberkulosis sering disebut juga sebagai Basil Koch.

Sedangkan basil tuberkulosis yang menyerang paru-paru dikenal dengan nama

Koch Pulmonum atau disingkat KP (Radji, 2015). Sebagian besar, sekitar 80%

kuman tuberkulosis menyerang paru-paru, dan sebagian kecil juga menyerang

organ tubuh lainnya(Depkes, 2005).

Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia tahun 2001 di

dapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab

kematiankedua setelah sistem sirkulasi. Pada tahun 1992 di sebutkan bahwa

penyakit tuberkulosis adalah penyebab kematian pertama pada golongan penyakit

infeksi (PDPI, 2011). Di Indonesia, sekitar 75 % pasien tuberkulosis adalah

kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis, dengan rentang usia 15–50

tahun(Kemenkes, 2014).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperkenalkan strategi DOTS

(Directly Observed Treatment Short-Course) dalam usaha menanggulangi

penyakit tuberkulosis sejak tahun 1995. Strategi ini terdiri atas 5 komponen utama

yaitu adanya komitmen politik, tersedianya pemeriksaan mikroskopik,

1
2

terjaminnya penyediaan obat yang merata dan tepat waktu, adanya sistem

monitoring yang baik, dan adanya pengawasan kepatuhan dalam minum obat dan

jaminan bahwa pasien pasti akan minum obat sampai tuntas(Kemenkes, 2014).

Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia mengadopsi

Strategi DOTS dan menerapkannya pada Puskesmas dan Rumah Sakit Pemerintah

secara bertahap sejak tahun 1995(Depkes, 2009). Fungsi Tim DOTS Rumah Sakit

dalam penanggulangan tuberkulosis adalah sebagai tempat penanganan seluruh

pasien di Rumah Sakit dan pusat informasi tentang tuberkulosis (Depkes, 2009).

Penelitian ini dilaksanakan di instalasi rawat jalan RSUD Dr. Loekmono

Hadi Kudus, khususnya pasien yang menjalani pengobatan tuberkulosis di

Poliklinik Paru dan DOTS. Penelitian ini akan memberikan gambaran tentang

penggunaan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) baik itu OAT Kombinasi Dosis

Tunggal maupun OAT Kombinasi Dosis Tetap/FDC (Fix Dose Combination) bagi

pasien sesuai dengan PNPT atau Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis(Kemenkes, 2014).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran penggunaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada

pasien Tuberkulosis Paru diPoliklinik Paru dan DOTS RSUD Dr. Loekmono Hadi

Periode September 2018 sampai dengan Februari 2019?

1.3 Batasan Masalah


3

1. Pasien tuberkulosis pada periode September 2018 – Februari 2019

2. Pasien tuberkulosis yang berusia dewasa dan berusia diatas 15 tahun

3. Pasien tuberkulosis yang diteliti merupakan pasien rawat jalan

4. Pasien merupakan penderita tuberkulosis yang mendapatkan terapi OAT

Kombinasi Dosis Tunggal/KDT dan paketOAT Kombinasi Dosis Tetap/

OAT-FDC (Fix Dose Combination)

5. Pasien tuberkulosis yang diteliti merupakan penderita tuberkulosis murni atau

tanpa adanya penyakit penyerta dan atau komplikasi

6. Pengambilan sampel dilakukan di Poliklinik Paru dan DOTS RSUD Dr.

Loekmono Hadi Kudus

7. Gambaran Obat Anti Tuberkulosis yang di amati meliputi kategori OAT dan

Frekuensi peresepan OAT

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan OAT

(Obat Anti Tuberkulosis) yang selama ini di berikan kepada pasien tuberkulosis

Paru di Poliklinik Paru dan DOTSRSUD Dr. Loekmono Hadi Kudus Periode

September 2018 sampai dengan Februari 2019.

1.5 ManfaatPenelitian

1. Memberi manfaat bagi institusi RSUD Dr. Loekmono Hadi Kudus sebagai

penyedia layanan kesehatan sehingga dapat mengetahui gambaran penggunaan

OAT (Obat Anti Tuberkulosis) pada pasien rawat jalan di poliklinik DOTS.
4

2. Memberikan informasi bagi tenaga kesehatan lain, organisasi profesi maupun

masyarakat.

3. Menambah ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis, terutama terkait

hal-hal seputar tata laksana pengobatan pasien tuberkulosis dan gambaran

penggunaan obatnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis (TBC) Paru

2.1.1 Definisi

Tuberkulosis Paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis, dan ditemukan oleh dr. Robert Koch pada tanggal

24 Maret 1882 (Radji, 2015). Bakteri ini adalah sejenis kuman berbentuk batang

yang sebagian besar dinding kuman terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid inilah

yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga di sebut

dengan Bakteri Tahan Asam (BTA). Dinding sel yang kaya lipid tidak permeabel

bagi banyak obat. Bakteri ini juga sanggup bertahan hidup dalam udara kering

maupun dingin. Sehingga, pada kondisi tertentu bakteri ini dapat aktif kembali

(dormant). Hal inilah yang akhirnya menyebabkan mikobakterium ini sangat

berbahaya bagi tubuh, karena kemampuannya yang dapat membentuk

resistensi(Katzung, 2010).

Kondisi yang tercipta karena kemampuan resistensi mikobakterium inilah

yang perlu diwaspadai, terutama pada kaitannya dengan pasien yang menganggap

dirinya telah sembuh karena ketiadaan gejala atau terjadinya perubahan pada

kondisi pasien yang terus membaik, sehingga pasiencenderung mengabaikan

adanya kemungkinan resistensi. Kondisi resistensi inilah yang menyebabkan jenis

obat yang biasa dipakai sesuai pedoman pengobatan tidak mampu lagi untuk

membunuh mikobakterium tersebut (PDPI, 2011).

5
6

2.1.2 Etiologi

Lingkungan yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan

kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali

dalam peningkatan jumlah kasus tuberkulosis. Sumber penularan penyakit ini

adalah pasien tuberkulosis yang mengandung kuman dalam dahaknya. Pada waktu

batuk atau bersin penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan

dahak atau droplet nuclei/percik renik (Kemenkes, 2016).

Penderita tuberkulosis menyebarkan kuman pada waktu batuk atau bersin.

Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Droplet yang

mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa

jam dalam keadaan yang gelap dan lembab(Werdhani, 2002).

Percikan dahak tersebut masih dapat menyebabkan infeksi bila kuman

terhirup kedalam saluran pernafasan. Kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke

bagian tubuh lainnyamelalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe atau

saluran nafas atau menyebar langsung ke bagian tubuh lainnya. Kemungkinan

seseorang terinfeksi tuberkulosis di tentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara

yang terhirup dan lamanya menghirup udara tersebut(Depkes, 2005). Faktor

resiko lainnya adalah usia, tingkat daya tahan tubuh seseorang dan adanya

penyakit infeksi sebelumnya, misal pasien sebelumnya sudah terinfeksi HIV,

maka faktor resiko tertular akan lebih besar(Kemenkes, 2016).

2.1.3 Epidemiologi

Laporan WHO 2004, menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru

tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA positif. Setiap
7

detik ada satu orang yang terinfeksi kuman tuberkulosis di dunia ini, dan sudah

sepertiga orang di dunia yang telah terinfeksi. Jumlah terbesar terjadi di Asia

Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus di dunia. Bila di lihat dari jumlah

penduduk, terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir dua kali

lipat lebih besar yaitu sekitar 350 per 100.000 penduduk (PDPI, 2011). Menurut

WHO pada tahun 2010, Indonesia merupakan negara dengan persentase penderita

tuberkulosis terbesar ke limaterbesar di dunia yaitu setelah India, China, Afrika

Selatan dan Nigeria(Sukandar, 2012).

Penyakit ini juga bertanggung jawab terhadap kematian hampir dua juta

penduduk setiap tahun. WHO memperkirakan bahwa tuberkulosis merupakan

penyakit infeksi yang paling banyak menyebabkan kematian pada anak dan orang

dewasa (Kartasasmita, 2009).

Sekitar 75% pasien tuberkulosis adalah termasuk kelompok usia produktif

secara ekonomis yaitu antara usia 15-50 tahun(Depkes, 2009). Dan persentasenya

67,47% lebih banyak di bandingkan lansia. Sebagian besar negara pada umumnya

angka kejadian tuberkulosis lebih tinggi di kalangan laki-laki daripada

perempuan(Kusumawardhani, 2015).

2.1.4 Diagnosis

Penemuan pasien bertujuan untuk mendapatkan pasien tuberkulosis melalui

serangkaian kegiatan, mulai dari penjaringan terhadap terduga pasien,

pemeriksaan fisik dan laboratoris, menentukan diagnosis, menentukan klasifikasi

dan tipe pasien tuberkulosis (Kemenkes, 2014). Pada tahap awal dilakukan

pemeriksaan terhadap gejala-gejala klinik pasien tuberkulosis.


8

Gejala klinik tuberkulosis dibagi menjadi dua golongan yaitu :

1. Gejala Respiratorik yaitu batuk lebih dari 3 minggu, batuk berdarah, sesak

nafas ataupun nyeri dada dan terjadi limfadenitis.

2. Gejala Sistemik yaitu malaise, demam, keluar keringat berlebihan pada

malam hari, anoreksia, dan berat badan menurun(PDPI, 2011).

Kepastian diagnostik perlu di tegakkan dalam Tata Laksana

Penanggulangan Tuberkulosis, maka perlu dilakukan pemeriksaan yaitu :

1. Pemeriksaan jasmani, kelainan yang akan di jumpai tergantung dari organ

yang terlibat.

2. Pemeriksaan Bakteriologik, meliputi pemeriksaan dahak secara langsung atau

test sputum secara mikroskopik, pemeriksaan TCM (Test Cepat Molekular),

dan pemeriksaan biakan kuman (salah satunya dengan uji nikotinamid).

3. Pemeriksaan Radiologik (Rontgent)

Pemeriksaan standar adalah foto thoraks PA.

4. Pemeriksaan penunjang, antara lain denganpemeriksaan PCR (Polymerase

Chain Reaction) atau mendeteksi DNA mikobakteri, pemeriksaan serologi

dengan berbagai metode, antara lain ELISA (Enzim linked immunesorbent

assay), mycodot (Antibodi antimikobakterial pada tubuh manusia), uji PAP

(Peroksidase anti peroksidase), dan uji ICT (Immunochromatographic

Tuberculosis). Kemudian ada juga pemeriksaan biakan dengan BACTEC

(metode radiometrik), pemeriksaan cairan pleura, darah, dan histopatologi

jaringan.
9

5. Pemeriksaan atau uji kepekaan obat, untuk menentukan ada atau tidaknya

resistensi bakteri terhadap OAT.

6. Uji tuberculin(PDPI, 2011).

Klasifikasi penyakit dan tipe pasien Tuberkulosis :

1. Berdasarkan organ tubuh yang terkena

a. Paru (Tuberkulosis Paru dan milier Paru)

b. Ekstra Paru ( menyerang organ tubuh lain selain paru)

2. Berdasarkan pemeriksaan dahak mikroskopis atau BTA

a. Positif

b. Negatif

3. Berdasarkan tingkat keparahan penyakit

Ada atau tidaknya komplikasi penyakit penyerta (Kemenkes, 2014)

Tipe Pasien :

1. Kasus baru

2. Pasien kambuhan (relaps)

3. Pasien lalai berobat (default)

4. Kasus gagal pengobatan (BTA positif yang tetap menjadi positif setelah akhir

pengobatan atau BTA yang berubah dari negatif, tetapi hasil rontgent positif

menjadi positif di bulan kedua pengobatan.

5. Kasus pindahan (transfer in)

6. Lainnya, termasuk tuberkulosis kronis

Tipe pasien akan memudahkan dokter dalam melakukan pemilihan obat anti

Tuberkulosis yang sesuai(Kemenkes, 2014).


10

2.1.5 Farmakoterapi

Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan penyakit pasien,

mencegah kekambuhan, mencegah kematian, memutuskan mata rantai penularan,

dan mencegah resistensi(Radji, 2015).

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam

pengobatan tuberkulosis. Karena pengobatan dengan Obat Anti Tuberkulosis

adalah salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut

dari kuman tuberkulosis(Kemenkes, 2014).

Prinsip pengobatan dengan OAT adalah harus di berikan dalam bentuk

kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah yang cukup dan dosis yang tepat

dan tetap sesuai kategori pengobatan untuk mencegah resistensi. Pengobatan di

berikan dalam jangka waktu yang cukup, terbagi dalam tahap awal serta tahap

lanjutan untuk mencegah kekambuhan. Penggunaan obat harus teratur dan diawasi

secara langsung oleh PMO (Pengawas Minum Obat) sampai selesai

pengobatan(Kemenkes, 2014).

WHO telah menyatakan bahwa tuberkulosis merupakan kedaruratan global

bagi kemanusiaan(Permenkes, 2011). Pada tahun 1995 WHO telah

mengembangkan strategi pengendalian tuberkulosis dalam upaya pengobatan dan

pengendalian tuberkulosisparu yang di kenal sebagai strategi DOTS/Directly

Observed Treatment Short-course(Depkes, 2005).

Lima Komponen kuncinya yaitu :

1) Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.

2) Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yg terjamin

mutunya.
11

3) Pengobatan standar dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.

4) Sistem pengelolaan dan ketersediaan obat anti tuberkulosis atau OAT yang

tepat.

5) Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang mampumemberikan

penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program (Depkes,

2009).

Tujuan dan prinsip pengobatan tuberkulosis adalah adalah penemuan dan

penyembuhan pasien, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai

penularan,mengurangi angka kematian dan mencegah resistensi bakteri terhadap

OAT, serta mengurangi dampak secara sosial dan ekonomi (Kemenkes, 2014).

Tahapan selanjutnya setelah itu adalah pemantauan dan evaluasi, yang

merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menilai keberhasilan pelaksanaan

Program Pengendalian tuberkulosis. Pemantauan harus di laksanakan secara

berkala dan evaluasi dilakukan secara periodik misalnya setiap 6-12

bulan(Kautsar, 2016).

Tahapan Pengobatan Tuberkulosis :

1. Tahap Awal/intensif/ initial phase.

Pada tahap ini penderita mendapatkan obat setiap hari, di awasi secara

langsung untuk mencegah resistensi obat. Pengobatan di lakukan selama 2-3

bulan tanpa putus. Sebagian besar pasien tuberkulosis BTA positif menjadi BTA

negatif ( konversi) dalam 2 bulan(Depkes, 2009).

2. Tahap Lanjutan /continoum phase.

Pengobatan pada fase ini akan membunuh sisa-sisa kuman yang masih

ada dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan
12

mencegah kekambuhan. Pengobatan dilakukan selama 4-7 bulan tanpa putus

(PDPI, 2011).

Menurut panduan WHO, regimen pengobatan tuberkulosisdi tulis dalam

kode baku sebagai berikut : angka di depan satu fase menunjukkan jangka waktu

pengobatan fase tersebut dalam bulan. Huruf menunjukkan obat dan angka (di

belakang atau samping bawah) hurufmenunjukkan frekuensi pemberian obat per

minggu. Kalau tidak ada angka di belakang/di samping bawah huruf,

menunjukkan pemberian obat setiap hari/minggu. Huruf di dalam kurung

menunjukkan obat dalam kombinasi tetap/Fix Dose Combination (FDC). Selain

pengobatan OAT dengan kombinasi tetap, juga terdapat OAT Kombinasi Dosis

Tunggal (Gunawan, 2007).

Pengelompokan OAT ( Obat Anti Tuberkulosis) :

a. OAT Golongan 1, Lini Pertama, yaitu Rifampicin (R), Isoniazid (H),

Pyrazinamid (Z), Etambutol (E) dan Streptomisin (S).

b. OAT Golongan 2, suntikan Lini kedua, yaitu kanamycin, amikacin,

capreomycin

c. OAT Golongan 3, fluorokuinolon yaitu, levofloxacin, moxifloxacin

d. OAT Golongan 4, Lini kedua oral yaitu, Para amino salicylas/ PAS,

cycloserine, ethionamide

e. OAT Golongan 5, untuk Tuberkulosis resisten obat clofazimine, linezolid,

amoxyllin-asam klavulanat, claritromycin (Kemenkes, 2014).

Paduan OAT disediakan dalam bentuk Kombinasi Dosis Tunggal juga

dalam bentuk paket, dengan tujuan memudahkan pemberian obat dan menjamin
13

kelangsungan pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien

dalam satu (1) masa pengobatan(Kemenkes, 2016).

Keuntungan OAT bentuk paket ini adalah :

1. Dosis dapat di sesuaikan dengan berat badan sehingga terjamin

keefektivitasnya dan mengurangi efek samping.

2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga mengurangi resiko terjadinya

resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.

3. Jumlah tablet yang di telan jauh lebih sedikit, sehingga menjadi lebih

sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien(Kemenkes, 2014).

Paduan OAT yang di rekomendasikan oleh Pedoman Nasional

Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia tahun 2014 adalah :

1. Kategori 1 : 2 (HRZE)/4(HR)3

Obat ini di berikan untuk :

a. Penderita baru BTA Positif

b. Penderita baru BTA Negatif Rontgent Positif yang ”sakit berat”

c. Penderita Tuberkulosis Ekstra Paru berat

Tabel 1. Dosis Paduan OAT Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan 3 kali


selama 56 hari RHZE / minggu selama 16
(150/75/400/275) minggu RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT
38-54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT
55-70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT
> 71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT
14

Tabel 2. Dosis Paduan OAT KDT KombipakKategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Dosis Per Hari / kali


Tahap Lama Tablet Tablet Tablet Tablet Jumlah
Pengobatan Pengobatan Isoniazid rifampicin pyrazinamid etambutol hari /
@300 @400 mg @500mg @250mg kali
mg menelan
obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

Catatan : Satu paket kombipak kategori 1 berisi 104 blister harian yang terdiri

dari 2 bulan dengan HRZE untuk tahap intensif dan 48 blister HR untuk tahap

lanjutan. Masing – masing di kemas dalam dus kecil dan di satukan dalam 1

dus besar.

2. Kategori 2 :2 (HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Obat ini di berikan untuk :

a. Pasien dengan pengobatan ulang

b. Pasien kambuhan

c. Pasien putus berobat, atau gagal pada kategori sebelumnya

Tabel 3. Dosis Paduan OAT Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Tahap Intensif tiap hari RHZE Tahap Lanjutan 3 kali /


Berat (150/75/400/275)+S minggu RH (150/150) +
Badan E(400)

Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu


30-37 kg 2 tablet 4 KDT + 500mg 2 tablet 4 KDT 2 tab 2 KDT + 2 tab
streptomycin inj Etambutol
38-54 kg 3 tablet 4 KDT+ 750mg 3 tablet 4 KDT 3 tab 2 KDT + 3 tab
streptomycin inj Etambutol
55-70 kg 4 tablet 4 KDT+ 1000mg 4 tablet 4 KDT 4 tab 2 KDT + 4 tab
streptomycin inj Etambutol
> 71 kg 5 tablet 4 KDT+ 1000mg 5 tablet 4 KDT 5 tab 2 KDT + 5 tab
streptomycin inj (> DO maks) Etambutol
15

Tabel 4. Dosis Paduan OAT KDT Kombipak Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Tahap Lama Tablet Kaplet Tablet Etambutol Streptomycin Jumlah


pengobatan pengobatan isoniazid rifampicin pyrazinamid 250 400 inj hari /
@ @ 450 mg @500mg mg mg kali
300mg menelan
obat
Tahap 2 bulan 1 1 3 3 - 0.75 g 56
awal 1 bulan 1 1 3 3 - 28
( DOSIS
HARIAN)
Tahap 5 bulan 2 1 - 1 2 - 60
Lanjutan
( dosis 3x
sminggu)
Catatan : Satu paket kombipak kategori 1 berisi 144 blister harian yang terdiri

dari 84 blister HRZE untuk tahap intensif dan 60 blister HRE untuk tahap

lanjutan. Masing – masing di kemas dalam dus kecil dan di satukan dalam 1

dus besar. Di samping itu di sediakan 28 vial streptomisin @ 1,5 gr dan

pelengkap pengobatan ( 60 spuit dan aqua pro injeksi).

3. Kategori 3 :( 2HRZ/4H3R3)

Obat ini di berikan untuk :

a. Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan

b. Penderita Tuberkulosis Ekstra Paru ringan

Tabel 5. Dosis Paduan OAT Kategori 3 :

Tahap Lama Tab. Capl. Jumlah


pengobatan pengobatan Isoniazid Rifampisin Tab. blister
@ 300 mg @ 450 mg Pyrazinamid harian

@ 500 mg
Tahap awal 2 bulan 1 1 3 56
( DOSIS
HARIAN)
Tahap 4 bulan 2 1 --- 50
Lanjutan
( dosis 3x
seminggu)
16

Catatan : Satu paket kombipak kategori 3 berisi 104 blister harian yang terdiri

dari 56 blister HRZ untuk tahap intensif dan 50 blister HR untuk tahap

lanjutan. Masing – masing di kemas dalam dus kecil dan di satukan dalam 1

dus besar.

4. OAT Sisipan : HRZE

Obat ini diberikan bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru

BTA positif dengan Kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang

dengan kategori 2, hasil pengobatan dahak masih BTA positif, diberikan obat

sisipan HRZE selama 1 bulan.

Paduan dosisnya untuk pasien dengan berat badan 33 – 50 kg adalah :

a. Tablet lsoniazid 300 mg, 1 kaplet Rifampisin 450 mg, 3 tablet

Pyrazinamid 500 mg dan 3 tablet Etambutol 500 mg.

b. Satu paket obat sisipan berisi 30 blister HRZE yang di kemas dalam 1 dos

kecil.

5. Anak :2(HRZ)4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR

Tahap intensif terdiri dari Isoniazid , Rifampisin dan Pyrazinamid selama 2

bulan diberikan setiap hari. Tahap Lanjutan diberikan Isoniazid dan

Rifampisin selama 4 bulan berikan setiap hari(Gunawan, 2007).

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang digunakan dalam tata laksana pasien

Tuberkulosis lini I di Indonesia terdiri dari OAT lini ke-1 yaitu kombinasi

dari Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pyrazinamid (Z), dan Etambutol (E) dan

tambahan Streptomisin (S) injeksi pada kategori 2(Kemenkes, 2016).


17

Tabel 6. Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi Dosis Tetap atau disebutFix Dose
Combination(FDC) :

Tablet OAT – FDC Komposisi Pemakaian


4 FDC 75 mg INH Tahap intensif /
150 mg Rifampisin awal dan sisipan
400 mg Pyrazinamid harian
275 mg Etambutol
150 mg INH Tahap Lanjutan 3
2 FDC 150 mg Rifampisin kali seminggu

Tabel 7. Dosis Pengobatan Kategori 1 dan Kategori 3 :

Tahap Intensif Tahap Lanjutan


Berat Badan tiap hari selama 3 kali / minggu selama 4
2 bulan bulan
30-37 kg 2 tablet 4 FDC 2 tablet 2 FDC
38-54 kg 3 tablet 4 FDC 3 tablet 2 FDC
55-70 kg 4 tablet 4 FDC 4 tablet 2 FDC
> 70 kg 5 tablet 4 FDC 5 tablet 2 FDC

Tabel 8. Jumlah Blister OAT- FDC Kategori 1 dan Kategori 3

Tahap Intensif Tahap Lanjutan


Berat Badan Jumlah blister tablet Jumlah blister tablet
4 FDC 2 FDC
30-37 kg 4 BLISTER 2 tablet 2 FDC
38-54 kg 6 BLISTER 3 tablet 2 FDC
55-70 kg 8 BLISTER 4 tablet 2 FDC
> 70 kg 10 BLISTER 5 tablet 2 FDC

Tabel 9. Dosis Pengobatan untuk kategori 2 :

Tahap Intensif Tahap Lanjutan


Berat Badan tiap hari selama 3 bulan 3 kali / minggu selama 5
Selama 2 bulan Selama 1 bulan bulan
30-37 kg 2 tablet 4 FDC + 500mg 2 tablet 4 FDC 2 tab 2 FDC + 2 tab
streptomycin inj Etambutol
38-54 kg 3 tablet 4 FDC+ 750mg 3 tablet 4 FDC 3 tab 2 FDC + 3 tab
streptomycin inj Etambutol
4 tablet 4 FDC+ 1000mg 4 tablet 4 FDC 4 tab 2 FDC + 4 tab
55-70 kg streptomycin inj Etambutol
> 71 kg 5 tablet 4 FDC+ 1000mg 5 tablet 4 FDC 5 tab 2 FDC + 5 tab
streptomycin inj Etambutol
18

Pemakaian harian : 28 dosis di selesaikan dalam 1 bulan

Pemakaian 3 kali seminggu : 12 dosis di selesaikan dalam 1 bulan

Satu blister tablet OAT FDC (4FDC atau 2 FDC) terdiri dari 28 tablet

Dosis maksimal Streptomycin 1g. Dosis untuk penderita berusia >60 tahun dosis

500 mg -750 mg

Tabel 10. Jumlah Blister OAT-FDC untuk Kategori 2 :

Berat Tahap Intensif Tahap Lanjutan


Badan

Jumlah blister Jumlah vial Jumlah Jumlah blister


tablet streptomisin blister tablet tablet etambutol
4 FDC 2 FDC
30-37 kg 6 BLISTER 56 VIAL 4 blister + 8 4 blister + 8
tablet tablet
38-54 kg 9 BLISTER 56 VIAL 6 blister + 12 6 blister + 12
tablet tablet
55-70 kg 12 BLISTER 112 VIAL 8 blister + 16 8 blister + 16
tablet tablet
> 71 kg 15 BLISTER 112 VIAL 10 blister + 10 blister + 20
20 tablet tablet

Obat yang di gunakan dalam tata laksana pasien Tuberkulosis resisten di

Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu kanamycin, capreomycin, levofloxacin,

ethionamide, cycloserine, moxifloxacin dan PAS, serta OAT lini-1 yaitu

pyrazinamide dan ethambutol(Kemenkes, 2014).

2.2 Obat – Obat Anti Tuberkulosis / Tuberkulostatika

Obat Anti Tuberkulosis umumnya di bagi dalam obat-obat primer dan obat-

obat sekunder.
19

a. Obat Primer : INH (H), Rifampisin (R), Pyrazinamida (Z) dan Etambutol (E).

Obat – obat ini paling efektif dan paling rendah toksisitasnya, tetapi dapat

menimbulkan resistensi dengan cepat bila di gunakan sebagai obat tunggal.

Maka terapi selalu di lakukan dengan kombinasi dari 3 atau 4 obat(Tjay&

Raharja, 2013).

b. Obat Sekunder : Streptomisin, klofazimin, sikloserin dan fluorokinolon. Obat

– obat ini memiliki kegiatan yang lebih lemah dan bersifat lebih toksis. Maka

hanya di gunakan bila terdapat resistensi atau intoleransi terhadap obat

primer, juga terhadap infeksi MAI pada pasien HIV. Fluorokinolon (

ciprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin) bekerja sebagai bakterisid dan

memegang peranan penting pada TB multi resisten(Tjay& Raharja, 2013).

2.2.1 Tinjauan Tentang Obat

1. Etambutol

Obat ini di sebut juga Myambutolmerupakan derivat etilendiamin, berefek

bakteriostatika. Berkhasiat sangat spesifik terhadap Mycobacteriumtuberkulosis

dan Mycobacterium kansasii(Radji, 2015)

Mekanisme kerjanya : penghambatan sintesa RNA pada kuman yang sedang

membelah, juga menghindarkan terbentuknya mycolic acid pada dinding

sel(Tjay& Raharja, 2013).

Farmakokinetik : Sebanyak 75-80% etambutol di serap melalui saluran

cerna. Kadar puncak dalam plasma sebesar 2-5 mcg/ml dicapai setelah 2-4 jam

dan sekitar 20-30% etambutol terikat dengan protein plasma.Sekitar 20% obat ini

diekskresi di tinja dan 50% di urine dalam bentuk utuh. Seperti semua obat anti
20

tuberkulosis, resistensi terhadap etambutol segera timbul jika obat ini di gunakan

secara tunggal. Karenanya harus selalu diberikan dalam bentuk kombinasi dengan

obat anti tuberkulosis lain(Katzung, 2010).

Dosis Terapi : Etambutol biasanya diberikan dengan dosis 15-25

mg/kgBB.Biasanya di berikan dalam dosis tunggal harian yang di kombinasikan

dengan INH atau rifampisin. Jika di jadwalkan untuk di berikan 2 kali seminggu,

maka dosis yang digunakan adalah sebesar 50mg/kg BB (Tjay& Raharja, 2013).

Efek sampingnya : Efek samping paling serius adalah kehilangan

penglihatan yang progresif karena neuritis optica (radang saraf mata)

yangmenyebabkan gangguan penglihatan atau neuritis retrobullbar yang bisa

menyebabkan mengecilnya lapang pandangan(Rezki, 2017).

Juga meningkatkan kadar asam urat dalam plasma darah akibat penurunan

ekskresinya oleh ginjal pada 50% pasien(Gunawan, 2007).

Kehamilan dan laktasi : Dapat diberikan pada wanita hamil dan zat ini dapat

masuk ke dalam air susu ibu(Tjay& Raharja, 2013).

2. Isoniazid

Isoniazid atau isonikotinil hidrazid biasa di singkat INH, merupakan derivat

asam isonikotinat, bersifat bakterisid. Tapi merupakan pilihan utama sebagai obat

tunggal dalam profilaksis bagi orang yang berhubungan dengan pasien TB

terbuka(Gunawan, 2007).

Mekanisme kerjanya : dengan mengganggu sintesa mycolic acid yang

diperlukan untuk membangun dinding bakteri. Resorbsinya di usus sangat cepat,

difusinya kedalam jaringan dan cairan tubuh sangat baik, penetrasi ke dalam sel
21

sangat cepat bahkan bisa menembus jaringan yang sudah mengeras(Tjay&

Raharja, 2013).

Farmakokinetik : Isoniazid mudah di absorbsi pada pemberian per oral.

Tetapi akan sangat mengganggu bila obat di berikan bersama makanan,

khususnya karbohidrat, atau bersama antasida yang mengandung aluminium.

Kadar puncak di capai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral dan obat

langsung berpenetrasi ke dalam sel inang secara intraseluler. Waktu paruh INH

sekitar 1-4 jam tergantung kecepatan metabolisme pasien. Rata-rata cepat

metabolisme pasien sekitar 70 menit. Rata-rata lambat metabolisme pasien sekitar

2-5 jam. Sekitar 75-95% isoniazid di ekskresikan melalui filtrasi glomerulus

ginjal dalam bentuk metabolitnya(Radji, 2015).

Dosis terapi : Tuberkulosis biasa 5 mg/kgBB maksimum 300 mg/hari.

Untuk tuberkulosis berat 10 mg/kgBBmaksimum 600 mg/hari. Juga bisa di

berikan secara intermilen 2 kali seminggu dengan dosis 15 mg/kgBB/hari.

Piridoksin di berikan dengan dosis 10 mg/hari.(Gunawan, 2007).

Efek samping : gatal – gatal atau urtikaria, ikterus, neuritis perifer dan

polineuritis (radang saraf dengan gejala kejang dan gangguan penglihatan),

perasaan tidak sehat, letih dan lemah, serta anoreksia juga lazim di temukan. Guna

menghindari reaksi toksis ini biasanya isoniazid di berikan bersama dengan

piridoksin atau vitamin B6(Gunawan, 2007).

3. Pyrazinamid

Obat ini di sebut juga pirazinkarboksamida, merupakan analogon pirazin

dari nikotinamida yang bersifat bakterisida dan bakteriostatika sekaligus


22

tergantung pada PH dan kadarnya di dalam darah. Resistensi berkembang apabila

pyrazinamid di berikan sebagai obat tunggal(Gilman, 2012).

Mekanisme kerjanya : Pyrazinamid merupakan suatu prodrug dengan

bentuk aktif berupa asam pirazinoat. Senyawa pirazinamid dihidrolisis menjadi

asam pirazinoat oleh enzim pirazinamidase yang ada dalam bakteri (Radji, 2015).

Farmakokinetik : Pyrazinamid mudah diserap di dalam usus dan tersebar ke

seluruh tubuh. Dosis 1 gram menghasilkan kadar plasma sekitar 45 ug/ml pada 2

jam setelah pemberian obat. Ekskresinya terutama melalui filtrasi glomerulus.

Asam pirazinoat yang aktif kemudian mengalami hidroksilasi menjadi asam

hidropirazinoat yang merupakan metabolit utama. Masa paruh eliminasi obat ini

adalah 10-16 jam(Gunawan, 2007).Dosis Terapi : Pemberian oral dosis tunggal 30

mg/kg selama 2-4 bulan, maksimal 2 gram sehari. Pada tuberkulosis meningitis 50

mg/kg/hari(Tjay& Raharja, 2013).

Efek samping : hepatotoksis ( kerusakan hati ), sakit persendian (artralgia),

hiperuricemia (meningkatkan kadar asam urat dalam darah), gout, fotosensibilitas

kulit, gangguan lambung atau usus, malaise dan anemia(Rezki, 2017).

4. Rifampisin

Obat ini merupakan golongan rifamisin (rifampin, rifabutin, rifapentin),

adalah suatu derivat semisintetik dari rifamisin-B yang di hasilkan oleh

Streptomyces mediterranei. Berkhasiat bakterisid luas terhadap fase pertumbuhan

Mycobacterium tuberkulosis dan Mycobacterium leprae(Gilman, 2012).

Mekanisme kerjanya : berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim

bakteri RNA-polymerase sehingga sintesa RNA terganggu(Tjay& Raharja, 2013).


23

Farmakokinetik : Rifampicin dapat diabsorbsi dengan baik setelah pemberian per

oral dan diekskresi terutama melalui hati kedalam empedu. Kemudian rifampisin

mengalami resirkulasi prohepatik, sejumlah besar diekskresi sebagai metabolit

terdestilasi dalam tinja dan sejumlah kecil dalam urine. Dosis biasa menghasilkan

kadar obat dalam serum sebesar 5-7 mcg/ml(Katzung, 2010).

Dosis Efektif : Pada Tuberkulosis oral 450-600 mg sekaligus pagi hari

sebelum makan. Selalu diberikan dalam kombinasi dengan obat anti tuberkulosis

lain untuk mencegah resistensi(Tjay& Raharja, 2013).

Efek samping : ikterus, hepatotoksik, mual, muntah, sakit ulu hati, kejang

perut, diare, reaksi hipersensitasi(Gunawan, 2007).

Kehamilan dan laktasi : dapat diberikan pada wanita hamil. Dan masih

bisa menyusui bayinya (Rezki, 2017).

5. Streptomisin Dan Kanamisin

Obat ini merupakan suatu Aminoglikosida yang diperoleh dari Streptomyces

griseus. Sedangkan kanamisin diperoleh dari Streptomyces kanamyceticus.

Bersifat bakterisida terhadap berbagai kuman Gram-negatif maupun Gram-positif

termasuk untuk Mycobacterium tuberculosa(Tjay& Raharja, 2013).

Mekanisme kerjanya : penghambatan sintesa protein kuman dengan jalan

pengikatan pada RNA ribosomal.

Farmakokinetik : Setelah pemberian secara parenteral, sekitarsepertiga

streptomisin yang ada dalam plasma terikat oleh protein plasma. Hanya sedikit

yang masuk ke eritrosit. Kemudian menyebar ke seluruh ekstrasel, dan di ekskresi

melalui filtrasi glomerulus. Sekitar 50-60% obat di ekskresi dalam bentuk aktif
24

pada 24 jam pertama. Sebagian besar dalam waktu 12 jam. Waktu paruh obat ini

antara 2-3 jam dan memanjang pada pasien yang mengalami gagal ginjal(Radji,

2015).

Dosis yang di berikan : Biasanya sebesar 15 mg/kg/hari secara intra

muskular atau intravena harian untuk dewasa (20-40 mg/kg/hari) dan jangan

melebihi 1-1,5 g untuk anak selama beberapa minggu. Kemudian diikuti dosis

sebesar 1-1,5 g sebanyak 2-3 kali seminggu selama beberapa bulan. (Katzung,

2010).

Efek samping : gangguan pendengaran dan keseimbangan, berpotensi

menyebabkan ketulian permanen(Tjay& Raharja, 2013).

2.2.2 Perhatian Khusus Untuk Pengobatan

Beberapa kondisi yang membutuhkan perhatian khusus, yaitu :

a. Wanita Hamil

Semua jenis OAT aman untuk wanita hamil, kecuali streptomisin karena

dapat menembus barier plasenta dan menyebabkan toksisitas terhadap janin

dengan gangguan pendengaran dan keseimbangan permanen. Ibu hamil perlu di

jelaskan bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses

kelahiran bayinya lancar dan sang bayi terhindar dari kemungkinan penularan

tuberculosis(PDPI, 2011).

b. Ibu menyusui dan bayinya

Seorang ibu menyusui harus mendapatkan paduan pengobatan secara

adekuat. Pemberian OAT yang tepatadalah cara terbaik untuk mencegah

penularan kuman tuberkulosis kepada bayinya dan bayi dapat terus menyusu.
25

Pengobatan pencegahan dengan INH dapat di berikan kepada bayi tersebut sesuai

dengan berat badannya selama 6 bulan dan vaksinasi BCG dapat di berikan

setelah pengobatan pencegahan(Rezki, 2017).

c. Wanita penderita tuberkulosis pengguna kontrasepsi

Rifampisin dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi hormonal sehingga di

anjurkan kepada penderita agar menggunakan kontrasepsi non hormonal(Depkes,

2009).

d. Penderita tuberkulosis dengan hepatitis akut atau gangguan hati kronik

Pemberian OAT terhadap penderita tuberkulosis dengan hepatitis akut dan

klinis ikterik di tunda sampai hepatitisnya mengalami penyembuhan.

Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, maka di lakukan pemeriksaan

faal hati dulu sebelum pengobatan(Rezki, 2017).

e. Penderita dengan gangguan ginjal

Isoniazid, Rifampicin dan Pyrazinamid dapat di berikan dengan dosis

normal. Hindari penggunaan Etambutol dan Streptomisisn kecuali di lakukan

pengawasan fungsi ginjal dan dosis diturunkan atau interval pemberian lebih

jarang (PDPI, 2011).

f. Penderita dengan Diabetes Melitus

Diabetesnya harus di kontrol. Rifampisin akan mengurangi efektifitas obat

diabetes oral sehingga dosis perlu di tingkatkan. Etambutol mempunyai efek

samping menyebabkan komplikasi terhadap mata. ( Depkes, 2005)


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Obyek Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode observasional yang dilakukan dengan

cara mengumpulkan data secara retrospektif dengan menggunakan data sekunder

yaitu data catatan Kartu Pengobatan Pasien rawat jalan ke poliklinik DOTS dan

melalui Rekam Medis.

Instrumen data yang akan diambil dari rekam medis meliputi :Nama pasien,

jenis kelamin,usia, berat badan, tipe pasien, diagnosa dan terapi yang diberikan.

2.2 Subyek Penelitian

Sampel yang di gunakan adalah semua populasi pasien rawat jalan

penderita tuberkulosis paru di RSUD Dr. Loekmono Hadi yang berusia antara 15

– 75 tahun dan masih mendapatkan pengobatan Paket OAT pada periode bulan

September 2018 sampai bulan Februari 2019.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dari dokumen rekam medik pasien penderita tuberkulosis

paru Rawat Jalan yang menjalani pengobatan dengan terapi Obat Anti

Tuberkulosis di Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi Kudus menggunakan metode

purposive sampling, yaitu memilih sampel dengan pertimbangan tertentu atau

berdasarkan kriteria yang di perlukan dalam penelitian.

26
27

Populasi penderita tuberkulosis dengan BTA positif yang melakukan

pengobatan di poliklinik DOTS RSUD Dr. Loekmono Hadi Kudus dan

mendapatkan bawah 100, sehingga menggunakan total populasi penderita yang

ada.pengobatan tuberkulosis dengan OAT kurang lebih 40 orang atau di

3.4 Kriteria Penelitian

3.4.1 Kriteria Inklusi

Kriteria pasien yang diambil dalam penelitian ini adalah :

1) Pasien yang di teliti merupakan penderita Tuberkulosis / Tuberkulosis Paru

dengan BTA positif yang sedang menjalani pengobatan, bukan pasien

terdugatuberkulosis.

2) Penderita mendapatkan pengobatan tuberkulosis dengan obat Paket OAT.

3) Penderita merupakan pasien rawat jalan di poliklinik DOTS RSUD Dr.

Loekmono Hadi Kudus.

4) Berumur lebih dari 15 tahun sesuai dengan Pedoman Nasional

PengendalianTuberkulosis. Untuk penelitian ini diambil pasien dengan

rentang usia 15 – 75 tahun.

4.4.1 Kriteria Eksklusi

Pasien merupakan penderita tuberkulosis Paru dengan penyerta dan

komplikasi, merupakan penderita tuberkulosis usia anak-anak, dan merupakan

pasien rawat inap


28

3.5 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara pengumpulan data dengan

metoderetrospektif. Waktu penelitian selama bulan September 2018 sampai

dengan bulan Februari 2019.

Penelitian ini di lakukan dalam tujuh tahap, yaitu :

1. Tahap pertama adalah Observasi dan tahap pengumpulan bahan literatur yang

berhubungan dengan Tuberkulosis dan Obat Anti Tuberkulosis (OAT).

2. Tahap kedua adalah penyusunan proposal gambaran penggunaan OAT pada

pasien tuberkulosis di Poliklinik Paru dan DOTS RSUD Dr. Loekmono Hadi

Kudus.

3. Tahap ketiga adalah pengurusan izin penelitian. Surat izin penelitian diajukan

dan ditandatangani oleh Ketua Program Studi D 3 Farmasi Sekolah Tinggi

Ilmu Farmasi “Yayasan Pharmasi Semarang” dan selanjutnya disampaikan

kepada Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Loekmono Hadi Kudus

untuk mendapatkan surat izin penelitian.

4. Tahap keempat adalah melakukan orientasi di bagian Rekam Medik Rumah

Sakit Umum Daerah Dr. Loekmono Hadi Kudus untuk menentukan sampel

yang akan diambil.

5. Tahap kelima adalah tahap penelusuran dan pengumpulan data yang dilakukan

dengan melihat catatan Rekam Medik dan data Kartu Pengobatan Pasien di

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Loekmono Hadi Kudus.

Data yang diambil meliputi:


29

a. Identitas pasien: nomor rekam medik, jenis kelamin, usia, berat badan,

jenis pasien (kasus baru, kambuh, gagal pengobatan, putus berobat), dan

diagnosis penyakit.

b. Data obat: nama obat, jumlah obat, dosis, dan aturan pakai obat.

6. Tahap keenam adalah tahap pengolahan dan analisis data. Data yang diperoleh

dianalisis secara deskriptif agar diketahui penggunaan OAT pada pasien

tuberkulosis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

Loekmono Hadi Kudus.

7. Tahap ketujuh adalah penarikan kesimpulan atas data yang diperoleh.


30

3.6 Skema Kerja Penelitian

Observasi

Proposal

Perijinan

Pelaksanaan

Penelusuran Data Rekam Medik

Pencatatan

Data pasien: Data obat:


̵ Nomor rekam medik ̵ Nama obat
̵ Jenis kelamin ̵ Jumlah obat
̵ Usia ̵ Dosis
̵ Berat badan ̵ Aturan pakai obat
̵ Jenis pasien ̵ Lamanya terapi
̵ Diagnosis penyakit

Analisis Data Dan Evaluasi

Penarikan Kesimpulan

Gambar 1. Skema Kerja Penelitian


31

4.6 Analisis Data

Data penelitian yang didapatkan tersebut dicatat, dikelompokkan

berdasarkan bulan, umur, jenis kelamin, persentase jumlah pemakaian, gambaran

pengobatan juga dikelompokkan berdasarkan literatur. Hasil penelitian disajikan

secara deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik agar mudah dipahami.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan obat anti

tuberkulosis yang diberikan kepada pasien tuberkulosis yang menjalani rawat

jalan di Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi Kudus.

Sampel yang diteliti adalah seluruh pasien Rawat Jalan penderita

tuberkulosis yang mendapatkan pengobatan Obat Anti Tuberkulosis di Poliklinik

DOTS Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi Kudus. Dari keseluruhan pasien, hanya

diambil 49pasien yang memenuhi kriteria penelitian.

Pengambilan data dilakukan selama periode bulan September 2018 sampai

dengan Februari 2019. Dan sumber data yang digunakan adalah data dari Kartu

Pengobatan Pasien ke Poli DOTS dan data dari Rekam Medik Pasien. Dari data

yang terkumpul kemudian di lakukan pengelompokan data sebagai berikut :

Tabel 11. Karakteristik Pasien Tuberkulosis di Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi Periode
September 2018 – Februari 2019 Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Sampel Persentase Sampel


Laki-laki 26 53,06 %
Perempuan 23 46,94 %
Total 49 100 %

Dari tabel 11 di ketahui bahwa total pasien yang diteliti sejumlah 49 orang

pasien yang terdiri dari 26 orang (53,06%) pasien berjenis kelamin laki-laki dan

23 orang (46,94%) pasien berjenis kelamin perempuan.Laki-laki mempunyai

kecenderungan lebih rentan terhadap faktor resiko tuberkulosis paru. Hal ini

dimungkinkan karena mereka lebih banyak melakukan aktivitas di luar rumah

32
33

sehingga lebih sering terpapar oleh penyakit ini. Selain itu, pola hidup pria yang

kebanyakan merokok dan mengkonsumsi alkohol mengakibatkan menurunnya

daya tahan tubuh sehingga lebih mudah terpapar dengan agen penyebab

tuberkulosis (Manalu,2010) .

Tabel 12. Karakteristik pasien Tuberkulosis di Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi Periode
September 2018 – Februari 2019Berdasarkan Usia Pasien

Kelompok Usia Laki- laki Persentase Perempuan Persentase


15-25 tahun 2 7,69% 3 13,04%
26-35 tahun 6 23,08% 3 13,04%
36-45 tahun 4 15,38% 5 21,74%
46-55 tahun 9 34,62% 5 21,74%
56-65 tahun 3 11,54% 7 30,44%
66-75 tahun 2 7,69% 0 0
Total 26 100% 23 100%

Karakteristik berdasarkan umur bertujuan untuk mengetahui prevalensi

kasus tuberkulosis yang sering terjadi pada rentang umur tertentu. Pada penelitian

ini, pasien yang diteliti merupakan pasien dewasa dan geriatri, usia di antara 15

tahun sampai dengan 75 tahun.

Tabel 12 menunjukkan bahwa proporsi pasien tuberkulosis rawat jalan

Bulan September 2018 - Februari 2019 adalahsebagai berikut :

Kelompok usia dengan jumlah pasien terbesar untuk laki-laki adalah di

rentang usia46-55 tahun, yaitu 9 orang pasien laki-laki atau sekitar34,62 % dan

kelompok usia terbesar untuk perempuan di rentang usia 56-65 tahun sebanyak 7

orang orang pasien perempuan atau sekitar 30,44 %. Hal ini menunjukkan

perbedaan karena menurut Depkes 2009, sebagian besar pasien tuberkulosis

adalah termasuk usia produktif secara ekonomis yaitu antara usia 15-50 tahun.
34

Tabel 13. Karakteristik pasien Tuberkulosis di Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi Periode
September 2018 – Februari 2019 Berdasarkan Berat Badan Pasien

Berat Badan Laki-laki Persentase Perempuan Persentase


30-37 kg 1 3,85% 4 17,39%
38-54 kg 21 80,77% 15 65,22%
55-70 kg 4 15,38% 4 17,39%
Total 26 100% 23 100%

Data berat badan pasien di perlukan dalam pengobatan untuk menentukan

dosis yang harus di berikan kepada pasien.

Tabel 13 menunjukkan bahwa pasien tuberkulosis rawat jalan yang

ditelitimempunyai berat badan rata-rata yaitu di rentang38-54 kilogram, dengan

jumlah pasien laki-laki sebanyak 21 orang pasien, atausekitar 80,77% dan pasien

perempuan sebanyak 15 orang atau sekitar 65,22%.

Tabel 14 menunjukkan bahwa proporsi pasien tuberkulosis rawat jalan

adalah sebagai berikut :

Tabel 14. Karakteristik pasien Tuberkulosis di Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi Periode
September 2018 – Februari 2019 Berdasarkan Tipe Pasien

Tipe Pasien Jumlah Pasien Persentase


Kasus Baru 43 87,76 %
Kasus Kambuh (relaps) 4 8,16 %
Kasus setelah putus berobat (default) 1 2,04 %
Kasus setelah gagal (failure) 1 2,04 %
Total 49 100 %

Sebanyak 43 orang pasien atau 87,76% adalah pasien tuberkulosis yang

merupakan penderita dengan kasus baru. Sebanyak4 orang pasien atau 8,16%

dengan kasus kambuh. Sebanyak 1 orang pasien atau 2,04% adalah pasien dengan

kasus setelah putus berobat, dan 1 orang pasien atau 2,04% adalah pasien dengan

kasus setelah gagal pengobatan.


35

Gambaran penggunaan obat adalah data pasien yang terdiagnosa

tuberkulosis yang mendapatkan pengobatan dengan kriteria pengobatan fase

intensif dan fase lanjutan. Berdasarkan Pedoman Nasional Pengendalian

Tuberkulosis di Indonesia, kategori pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi dua

fase, yaitu fase intensif dan fase lanjutan(Kemenkes, 2014).

Tujuan dari penggolongan ini adalah untuk memudahkan pengobatan karena

standar terapi bagi setiap kategori berbeda dan dapat di sesuaikan dengan

diagnosa penyakitnya di samping berat badan dan pengobatannya(Kemenkes,

2014).

Tabel 15 menunjukkan bahwa proporsi pasien tuberkulosis rawat jalan

adalahsebagai berikut :

Tabel 15. Gambaran Kategori Obat Yang di Berikan Sesuai TipePasien Tuberkulosis di
Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi periode September 2018 – Februari 2019

Kategori 1 Kategori2 Keterangan


Tipe pasien Jumlah Persentase No.Pasien
HRZE FDC HRZES FDC+S
Kasus 18 25 - - 43 87,76% Lampiran 6
Baru dan 7
Kambuh - - - 4 4 8,16% Lampiran 8
No. 1,3,4,5
Putus - - - 1 1 2,04% Lampiran 8
Obat no.2
Gagal - - 1 1 2,04% Lampiran 9
Jumlah 18 25 1 5 49 100%
pasien

Sebanyak 43 orang pasien atau 87,76% adalah pasien tuberkulosis yang

merupakan penderita dengan kasus baru. Terdapat 25 pasien penderita

tuberkulosis kasus baru mendapatkan OAT (FDC) Kategori 1, dan 18 orang

pasien penderita tuberkulosis mendapatkan OAT HRZE Kategori 1.


36

Tabel 16. Gambaran Penggunaan ObatAnti Tuberkulosis Seluruh Pasien Berdasarkan


Frekuensi Peresepan di Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi periode September
2018 – Februari 2019

Penggunaan OAT Jumlah Resep Keterangan No. Pasien Persentase


Kategori 1 FDC
Fase Intensif 53 Lampiran 6 no.1-25 34,89%
Fase Lanjutan 18 Lampiran 6 11,84%
no.1,3,4,5,6,8,9,10,14
Kategori 1 HRZE
Fase Intensif 40 Lampiran 7 no.1-18 26,31%
Fase Lanjutan 19 Lampiran 7 12,50%
no.1,3,4,5,8,9,11,12,13,14
Kategori 2 HRZES
Fase Intensif 14 Lampiran 8 no.1-5 9,20%
Fase Lanjutan 5 Lampiran 8 no.1,2,4 3,29%
Kategori HRZES
Fase Lanjutan 3 Lampiran 9 no.1 1,97%
Total Resep 152 100%

Tabel 16 menunjukkan bahwa dari 49 pasien yang diamati selama periode

September 2018 sampai dengan bulan Februari 2019 mendapatkan total 152 kali

peresepan. Dan selama periode tersebut terdapat perubahan fase pengobatan dari

fase intensif menjadi fase lanjutan. Obat Anti Tuberkulosis yang paling banyak di

resepkan adalah OAT (FDC) Kategori 1 Fase Intensif yaitu sebanyak 53 paket

atau 34,89%. Obat Anti Tuberkulosis (FDC) Kategori 1 Fase Lanjutan yaitu

sebanyak 18 paket atau 11,84%. Obat Anti Tuberkulosis (HRZE) Kategori 1 Fase

Intensif yaitu sebanyak 40 paket atau 26,31%. Obat Anti Tuberkulosis (RHZE)

Kategori 1 Fase Lanjutan yaitu sebanyak 19 paket atau 12,5%. Untuk Kategori 2,

Obat Anti Tuberkulosis yang paling banyak di resepkan adalah OAT (FDC+S)

Kategori 2 Fase Intensif yaitu sebanyak 14 paket atau 9,20%, Fase Lanjutan

sebanyak 5 paket atau 3,29%. Untuk Obat Anti Tuberkulosis atau OAT (HRZES)

Kategori 2 Fase Intensif sebanyak 3 paket, atau 1,97%


37

Pasien yang termasuk dalam pengobatan OAT kategori I ini adalah pasien

dengan status tuberkulosis kasus baru dengan BTA positif, sudah melalui

serangkaian kegiatan pemeriksaan, baik itu diagnosa secara medis maupun

pemeriksaan penunjang. Dan sudah di tentukan klasifikasi dan tipe penyakitnya.

Pasien kategori I tahap intensif, bisa diberikan paduan pengobatan KDT

(Kombinasi Dosis Tunggal) HRZE (Isoniazid, Rifampisin, Pyrazinamid,

Etambutol) selama 2 bulan. Untuk pengobatan selanjutnya diberikan pengobatan

HR (Isoniazid, Rifampisin) yang di minum 3 kali seminggu selama 4 bulan. Atau

dapat di berikan KDT (Kombinasi Dosis Tetap) disebut juga FDC (Fix Dose

Combination) yaitu 4 FDC selama 2 bulan. Untuk pengobatan selanjutnya

diberikan pengobatan 2 FDC yang di minum 3 kali seminggu selama 4 bulan.

Pasien yang termasuk dalam pengobatan OAT kategori 2 adalah pasien

dengan status tuberkulosis kambuh (relaps), pasien putus berobat (default) dan

pasien gagal (failure). Untuk pasien dengan kondisi ini diberikan pengobatan

Kategori 2, yaitu paduan Kombinasi Dosis Tunggal HRZES (Isoniazid,

Rifampisin, Pyrazinamid, Etambutol, dan Streptomisin injeksi) yang di berikan

setiap hari selama 2 bulan. Selanjutnya diberikan paduan pengobatan HRE

(Isoniazid, Rifampisin, Etambutol) yang di minum 3 kali seminggu selama 5

bulan. Atau dapat diberikan OAT jenis FDC (Fix Dose Combination) yaitu 4 FDC

yang diminum setiap hari selama3 bulan. Untuk pengobatan selanjutnya diberikan

pengobatan 2 FDC dan etambutol yang di minum 3 kali seminggu selama 5

bulan.
38

Gambaran Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis Seluruh


Pasien Tuberkulosis berdasarkan Frekuensi Peresepan di
Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi periode September 2018 -
Februari 2019
Kategori 2 Kategori
Kategori 2 (HRZE Intensif) 2(HRZES intensif)
(FDC Intensif) : 3.29% : 1.97%
: 9.20% FDC (1) Intensif
Kategori 1 FDC (1) Lanjutan
(FDC Intensif)
Kategori 1 : 34.89% HRZE (1) Intensif
(HRZE
Lanjutan) : HRZE(1) Lanjutan
12.50%
FDC+S (2) Intensif
FDC +S (2) Lanjutan
Kategori 1 (HRZE Kategori 1 (FDC HRZES (2) Intensif
Intensif) 26.31% Lanjutan) :
11.84%

Gambar 2. Gambaran Penggunaan OAT seluruh Pasien Tuberkulosis Berdasarkan


Frekuensi Peresepan di Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi Periode September
2018 – Februari 2019

Hasil dari pengamatan yang dilakukan dapat di ketahui bahwa

jumlahpenderita tuberkulosis Paru rawat jalan yang mendapatkan pengobatan di

Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi tidak terlalu banyak. Mayoritas pasien yang

datang ke poliklinik adalah pasien yang kontrol karena sebelumnya menjalani

rawat inap di Rumah Sakit Dr. Loekmono Hadi. Beberapa pasien datang karena

mendapatkan rujukan dari puskesmas atau fasilitas pelayanan kesehatan lain

untuk di konsultasikan kepada dokter spesialis Paru. Seringkali dari hasil

konsultasi dokter spesialis Paru, pasien di rujuk balik atau dengan keinginan

sendiri meminta di pindahkan (transfer in) ke fasilitas pelayanan kesehatan lain,

misalnya Puskesmas atau Balai Pengobatan yang lebih dekat dengan tempat

tinggalnya dan dekat dengan PMO (Pengawas Menelan Obat) untuk memudahkan

dalam melanjutkan pengobatan. Sehingga resiko putus obat atau gagalnya

pengobatan bisa di minimalkan.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan data Penelitian pasien tuberkulosis rawat jalan yang di amati

selama bulan September 2018 sampai dengan Februari 2019 sebanyak 49 orang

pasien. Dari jumlah pasien tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Terdapat 26 orang (53,06%) pasien berjenis kelamin laki-laki, kelompok usia

terbesar dari penderita tuberkulosis ada di rentang usia 46-55 tahun untuk

pasien laki-laki sebanyak 9 orang (34,62%) dan rentang usia 56-65 tahun

untuk pasien perempuan sejumlah 7 orang (30,44%), berat badan pasien yang

terbesar ada di rentang 38-54 kilogram sebanyak 21 orang (80,77%) pasien

laki-laki. Tipe terbanyak yaitu pasien kasus baru, sebanyak 43 orang (87,76%)

2. PenggunaanObat Anti Tuberkulosis pada 49 pasien selama periode September

2018 sampai dengan Februari 2019 terdapat 152 paket peresepan. Pada OAT

kategori I, penggunaan OAT FDC fase intensif sebanyak 53 paket(34,89%),

Peresepan Fase lanjutan sebanyak 18 paket (11,84%). Dan peresepan OAT

kategori 1 HRZE Fase intensif sebanyak 40 paket (26,31%), fase lanjutan

sebanyak 19 paket (12,5%). Untuk peresepan OAT (FDC+S) kategori 2

sebanyak 14 paket (9,20%), Fase lanjutan sebanyak 5 paket (3,29%). OAT

RHZES Kategori 2 Fase intensif diresepkan 3 paket (1,97%).

39
40

5.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan penulis berdasarkan hasil penelitian ini yaitu:

1. Perlu di lakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan Obat Anti

Tuberkulosis (OAT) berdasarkan dosis dan frekuensi serta lama

pemberiannya.

2. Perlu ada penelitian lebih lanjut tentang perbandingan efektivitas terapi untuk

pasien yang di berikan pengobatan Kombinasi Dosis Tunggal HRZE dan

dengan pasien yang diberikan Kombinasi Dosis Tetap /FDC.Pemberian OAT

yang tepat dan adekuat akan membantu penyembuhan dan pencegahan

tuberkulosis paru.

3. Perlu diperhatikan, untuk mengedukasi pasien seperti pemahaman pasien

tentang penyakitnya, maupun terhadap keluarganya, terutama mengenai

perbaikan gizi maupun melalui cara hidup sehat.


DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2005. Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.Pharmaceutical


Care untuk Penyakit Tuberkulosis.

Depkes RI. 2009. Modul Pelatihan Penanggulangan Tuberkulosis bagi Tim


DOTS Rumah Sakit. Modul A – F.

Gilman,G. 2012. Dasar Farmakologi dan Terapi. Edisi 10, Vol. 3. Jakarta: EGC.

Gunawan, G.S. et.al. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.Departemen


Farmakologi dan Terapeutik FakultasKedokteran. Jakarta: Universitas
Indonesia.

Kartasasmita, C.B. 2009. Epidemiologi Tuberkulosis. Bandung: Fakultas


KedokteranUniversitas Padjajaran.

Katzung, B. G. 2010.Farmakologi Dasar dan Klinik.Edisi 10. Jakarta: EGC.

Kautsar, A.P. 2016. Kepatuhan dan Efektivitas Terapi OAT Kombinasi Dosis
Tetap (KDT) dan Tunggal pada penderita TB Paru Anak di Salah Satu RS
di Kota Bandung. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia. Vol. 5 No. 3.Bandung:
Fakultas Farmasi Unpad.

Kemenkes RI. 2011. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.


Permenkes RI No. 565 tentang Strategi Nasional Pengendalian TB.

Kemenkes RI. 2014. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.


Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.

Kemenkes RI.2016. Permenkes RI No. 67 tentang Penanggulangan Tuberkulosis.

Kusumawardhani, N. 2016. Evaluasi Penggunaan OAT pada Pasien Rawat Jalan


di RS Paru Sidawangi Jawa Barat periode Januari-Juni 2015.
Yogyakarta: FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Manalu, H.S.2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kejadian TB Paru dan


Upaya Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol. 9 No. 4.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).2011. Pedoman Penatalaksanaan


TB(Konsensus TB).

Radji, M.2015. Mekanisme Aksi Molekuler Antibiotik dan Kemoterapi. Jakarta:


EGC.

41
42

Rezki, K. 2017.Pemantauan Efek Samping OAT pada penderita TB dalam


Pengobatan Tahap Intensif di BBKPM Kota Makassar.Skripsi.Makassar:
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Sukandar, E.Y. 2012.Evaluasi Penggunaan OAT pada Pasien Rawat Inap di


Ruang Perawatan Kelas III di Salah Satu RS di Bandung. Acta
Pharmaceutica Indonesia. Vol. XXXVII,No.4. Bandung: Sekolah Farmasi
Institut Teknologi Bandung.

Tjay, T.H.& Rahardja, K. 2013.Obat-obat Penting. Edisi 6, Vol. 3. Jakarta:


Gramedia.

Werdhani, R.A. 2002.Patofisiologi, Diagnosis dan Klasifikasi


Tuberkulosis.Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan
Keluarga. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Lampiran 1. Surat Rekomendasi Penelitian

43
Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian

44
Lampiran 3. Paduan OAT Kombinasi Dosis Tunggal HRZE Kategori I

45
Lampiran 4. Paduan OAT Kombinasi Dosis Tetap FDC Kategori I

46
Lampiran 5. Paduan OAT Kombinasi Dosis Tunggal HRZE Kategori 2

47
Lampiran 6. Paduan OAT Kombinasi Dosis Tetap FDC Kategori 2

48
Lampiran 7. Data Pemberian OAT Kategori 1 FDC Berdasarkan Frekuensi Kunjungan Pasien Periode September 2018 - Februari 2019

Jenis Usia BB Diagnosa Pengobatan Fase Intensif Pengobatan Fase Lanjutan


NO No RM
kelamin /thn /kg Tipe pasien Kategori 1 Frekuensi Kunjungan Kategori 1 Frekuensi Kunjungan
Desember,Januari,
1 7889xx L 30 35 kasus baru 4FDC (2 tablet) (September, Oktober, November 2 FDC (2 tablet)
Februari
Tn. So Rifampicin(R) 150mg 3x Rifampicin 150 mg 3x
Isoniazid(H) 75mg Isoniazid 75 mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

2 5662xx L 49 44 kasus baru 4FDC (3 tablet) (September, Oktober, November pindah


Tn. Mu Rifampicin(R) 150mg 3x
Isoniazid(H) 75mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

November, Desember,
3 7744xx P 56 51 kasus baru 4FDC (3 tablet) September, Oktober 2 FDC (2 tablet)
Januari
Ny. Yu Rifampicin(R) 150mg 2x Rifampicin 150 mg 3x
Isoniazid(H) 75mg Isoniazid 75 mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

Desember, Januari,
4 4655xx L 65 52 kasus baru 4FDC (3 tablet) Oktober, November 2 FDC (2 tablet)
Februari
Tn. Ss Rifampicin(R) 150mg 2x Rifampicin 150 mg 3x
Isoniazid(H) 75mg Isoniazid 75 mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

49
Jenis Usia BB Diagnosa Pengobatan Fase Intensif Pengobatan Fase Lanjutan
NO No RM
kelamin /thn /kg Tipe pasien Kategori 1 Frekuensi Kunjungan Kategori 1 Frekuensi Kunjungan
Desember, Januari,
5 7933xxxx L 42 53 kasus baru 4 FDC (3 tablet) Oktober, November 2 FDC (2 tablet)
Februari
Tn. St Rifampicin(R) 150mg 2x Rifampicin 150 mg 3x
Isoniazid(H) 75mg Isoniazid 75 mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

6 2570xx L 48 50 kasus baru 4FDC (3 tablet) Oktober, November, Desember 2 FDC (2 tablet) Januari, Februari
Tn. B Rifampicin(R) 150mg 3x Rifampicin 150 mg 2x
Isoniazid(H) 75mg Isoniazid 75 mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

7 3170xx P 49 37 kasus baru 4 FDC (2 tablet) November, Desember, Januari pindah


Ny. Sl Rifampicin(R) 150mg 3x
Isoniazid(H) 75mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

8 7924xx L 39 55 kasus baru 4 FDC (4 tablet) November, Desember, Januari 2 FDC (2 tablet) Februari
Tn. W Rifampicin(R) 150mg 3x Rifampicin 150 mg 1x
Isoniazid(H) 75mg Isoniazid 75 mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

50
Jenis Usia BB Diagnosa Pengobatan Fase Intensif Pengobatan Fase Lanjutan
NO No RM
kelamin /thn /kg Tipe pasien Kategori 1 Frekuensi Kunjungan Kategori 1 Frekuensi Kunjungan
9 7740xx L 17 50 kasus baru 4 FDC (3 tablet) November, Desember, Januari 2 FDC (2 tablet) Februari
Tn. DS Rifampicin(R) 150mg 3x Rifampicin 150 mg 1x
Isoniazid(H) 75mg Isoniazid 75 mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

10 3179xx L 44 56 kasus baru 4 FDC (4 tablet) November, Desember, Januari 2 FDC (2 tablet) Februari
Ny. Z Rifampicin(R) 150mg 3x Rifampicin 150 mg 1x
Isoniazid(H) 75mg Isoniazid 75 mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

11 5996xx L 30 42 kasus baru 4 FDC (3 tablet) Desember, Januari pindah


Ny.EB Rifampicin(R) 150mg 2x
Isoniazid(H) 75mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

12 7946xx L 34 42 kasus baru 4 FDC (3 tablet) Desember, Januari, Februari


Tn. EA Rifampicin(R) 150mg 3x
Isoniazid(H) 75mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

51
Jenis Usia BB Diagnosa Pengobatan Fase Intensif Pengobatan Fase Lanjutan
NO No RM
kelamin /thn /kg Tipe pasien Kategori 1 Frekuensi Kunjungan Kategori 1 Frekuensi Kunjungan
13 7950xx p 16 35 kasus baru 4 FDC (2 tablet) Desember, Januari pindah
Nn. SN Rifampicin(R) 150mg 2x
Isoniazid(H) 75mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

14 6912xx p 18 37 kasus baru 4 FDC (2 tablet) Desember, Januari 2 FDC (2 tablet) Februari
Nn. So Rifampicin(R) 150mg 2x Rifampicin 150 mg 1x
Isoniazid(H) 75mg Isoniazid 75 mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

15 5186xx P 63 50 kasus baru 4 FDC (3 tablet) Desember, Januari pindah


Ny. N Rifampicin(R) 150mg 2x
Isoniazid(H) 75mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

16 3949xx p 49 68 kasus baru 4 FDC (4 tablet) Januari, Februari


Ny. Str Rifampicin(R) 150mg 2x
Isoniazid(H) 75mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

52
Jenis Usia BB Diagnosa Pengobatan Fase Intensif Pengobatan Fase Lanjutan
NO No RM
kelamin /thn /kg Tipe pasien Kategori 1 Frekuensi Kunjungan Kategori 1 Frekuensi Kunjungan
17 7962xx L 17 50 kasus baru 4 FDC (3 tablet) Januari, Februari
Ny. NL Rifampicin(R) 150mg 2x
Isoniazid(H) 75mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

18 5885xx L 47 52 kasus baru 4 FDC (3 tablet) Januari, Februari pindah


Tn. K Rifampicin(R) 150mg 2x
Isoniazid(H) 75mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

19 6194xx P 65 54 kasus baru 4 FDC (3 tablet) Januari, Februari


Ny. ST Rifampicin(R) 150mg 2x
Isoniazid(H) 75mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

20 4968xx L 66 58 kasus baru 4 FDC (3 tablet) Januari, Februari


Tn. ES Rifampicin(R) 150mg 2x
Isoniazid(H) 75mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

53
Jenis Usia BB Diagnosa Pengobatan Fase Intensif Pengobatan Fase Lanjutan
NO No RM
kelamin /thn /kg Tipe pasien Kategori 1 Frekuensi Kunjungan Kategori 1 Frekuensi Kunjungan
21 7992xx P 38 50 kasus baru 4 FDC (3 tablet) Februari
Ny.EF Rifampicin(R) 150mg 1x
Isoniazid(H) 75mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

22 7994xx L 34 50 kasus baru 4 FDC (3 tablet) Februari


Tn. Sto Rifampicin(R) 150mg 1x
Isoniazid(H) 75mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

23 6615xx P 32 45 kasus baru 4 FDC (3 tablet) Februari


Ny. NH Rifampicin(R) 150mg 1x
Isoniazid(H) 75mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

24 7458xx L 33 65 kasus baru 4 FDC (4 tablet) Februari


Tn. G Rifampicin(R) 150mg 1x
Isoniazid(H) 75mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

25 7826xx L 61 53 kasus baru 4 FDC (3 tablet) Februari


Tn.So Rifampicin(R) 150mg 1x
Isoniazid(H) 75mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

Frekuensi pemberian OAT FDC Kat.1 : 53 Kali 18 Kali

54
Lampiran 8.Data Pemberian OAT Kategori 1 HRZE Berdasarkan Frekuensi Kunjungan Pasien Periode September 2018 - Februari 2019

NO Jenis Usia BB Diagnosa Pengobatan Fase Intensif Pengobatan Fase Lanjutan


No RM
kelamin /thn /kg Tipe pasien Kategori 1 Frekuensi Kunjungan Kategori 1 Frekuensi Kunjungan
1 5114xx P 49 36 kasus baru Rifampisin 450 mg September, Oktober, November Rifampisin 450 mg Desember,Januari, Februari
Ny. Sk Isoniazid 300 mg 3x Isoniazid 300 mg 3x
Pyrazinamid 1000 mg
Etambutol 1000 mg

2 7892xx P 39 50 kasus baru Rifampisin 450 mg September, Oktober, November pindah


Ny. Sy Isoniazid 300 mg 3x
Pyrazinamid 1000 mg
Etambutol 1000 mg

November, Desember, Januari,


3 7694xx L 40 52 kasus baru Rifampisin 600 mg September, Oktober Rifampisin 450 mg
Februari
Tn. H Isoniazid 300 mg 2x Isoniazid 300 mg 4x
Pyrazinamid 1500 mg
Etambutol 1500 mg

4 3374xx L 57 54 kasus baru Rifampisin 450 mg September, Oktober, November Rifampisin 450 mg Desember, Januari, Februari
Tn. T Isoniazid 300 mg 3x Isoniazid 300 mg 3x
Pyrazinamid 1000 mg
Etambutol 1000 mg

55
Jenis Usia BB Diagnosa Pengobatan Fase Intensif Pengobatan Fase Lanjutan
NO No RM
kelamin /thn /kg Tipe pasien Kategori 1 Frekuensi Kunjungan Kategori 1 Frekuensi Kunjungan
5 7898xx L 26 53 kasus baru Rifampisin 450 mg September, Oktober, Desember Rifampisin 450 mg pindah
Tn. Kh Isoniazid 300 mg 3x Isoniazid 300 mg
Pyrazinamid 1000 mg
Etambutol 1000 mg

6 5410xx P 59 49 kasus baru Rifampisin 450 mg Oktober, November, Desember pindah


Ny. D Isoniazid 300 mg 3x
Pyrazinamid 1000 mg
Etambutol 1000 mg

7 4893xx P 64 50 kasus baru Rifampisin 450 mg Oktober, November pindah


Ny. S Isoniazid 300 mg 2x
Pyrazinamid 1000 mg
Etambutol 1000 mg

8 7914xx L 30 54 kasus baru Rifampisin 450 mg Oktober, November, Desember Rifampisin 450 mg Januari, Februari
Tn. Ty Isoniazid 300 mg 3x Isoniazid 300 mg 2x
Pyrazinamid 1000 mg
Etambutol 1000 mg

9 7921xx L 49 39 kasus baru Rifampisin 450 mg Oktober, November, Desember Rifampisin 450 mg Januari, Februari
Tn. NS Isoniazid 300 mg 3x Isoniazid 300 mg 2x
Pyrazinamid 1000 mg
Etambutol 1000 mg

56
Jenis Usia BB Diagnosa Pengobatan Fase Intensif Pengobatan Fase Lanjutan
No RM
NO kelamin /thn /kg Tipe pasien Kategori 1 Frekuensi Kunjungan Kategori 1 Frekuensi Kunjungan
10 7919xx L 65 52 kasus baru Rifampisin 450 mg Oktober, November, Desember pindah
Tn. Sb Isoniazid 300 mg 3x
Pyrazinamid 1000 mg
Etambutol 1000 mg

11 7928xx L 40 54 kasus baru Rifampisin 450 mg November, Desember, Januari Rifampisin 450 mg Februari
Tn. AR Isoniazid 300 mg 3x Isoniazid 300 mg 1x
Pyrazinamid 1000 mg
Etambutol 1000 mg

12 7927xx L 47 49 kasus baru Rifampisin 450 mg November, Desember, Januari Rifampisin 450 mg Februari
Tn. NR Isoniazid 300 mg 3x Isoniazid 300 mg 1x
Pyrazinamid 1000 mg
Etambutol 1000 mg

13 7931xx L 47 53 kasus baru Rifampisin 450 mg November, Desember Rifampisin 450 mg Januari, Februari
Tn. Bs Isoniazid 300 mg 2x Isoniazid 300 mg 2x
Pyrazinamid 1000 mg
Etambutol 1000 mg

14 7949xx P 17 40 kasus baru Rifampisin 450 mg Desember, Januari Rifampisin 450 mg Februari
Nn. EC Isoniazid 300 mg 2x Isoniazid 300 mg 1x
Pyrazinamid 1000 mg
Etambutol 1000 mg

57
Jenis Usia BB Diagnosa Pengobatan Fase Intensif Pengobatan Fase Lanjutan
NO No RM
kelamin /thn /kg Tipe pasien Kategori 1 Frekuensi Kunjungan Kategori 1 Frekuensi Kunjungan
15 7986xx P 38 42 kasus baru Rifampisin 450 mg Januari pindah
Ny. I Isoniazid 300 mg 1x
Pyrazinamid 1000 mg
Etambutol 1000 mg

16 7794xx L 55 54 kasus baru Rifampisin 450 mg Januari, Februari


Tn. Ng Isoniazid 300 mg 2x
Pyrazinamid 1000 mg
Etambutol 1000 mg

17 6514xx P 53 49 kasus baru Rifampisin 450 mg Februari


Ny. Mt Isoniazid 300 mg 1x
Pyrazinamid 1000 mg
Etambutol 1000 mg
18 7825xx P 35 47 kasus baru Rifampisin 450 mg Februari
Ny. Wt Isoniazid 300 mg 1x
Pyrazinamid 1000 mg
Etambutol 1000 mg

Frekuensi pemberian OAT RHZE Kat. 1 : 40 kali 19 kali

58
Lampiran 9.Data Pemberian OAT Kategori 2 FDC+S Berdasarkan Frekuensi Kunjungan Pasien Periode September 2018 - Februari 2019

Pengobatan Fase Lanjutan


No RM Jenis Usia BB Diagnosa Pengobatan Fase Intensif
NO
kelamin /thn /kg Tipe pasien Kategori 2 Frekuensi Kunjungan Kategori 2 Frekuensi Kunjungan
September, Oktober,
1 7224xx L 31 48 kambuh 4 FDC (3 tablet) 2FDC (3 tablet) Desember, Januari, Februari
November
Tn. ARm (relaps) Rifampicin(R) 150mg 3x Rifampisin 450 mg 3x
Isoniazid(H) 75mg Isoniazid 300 mg
Etambutol 2 tablet @
Pyrazinamid(Z) 400mg
400 mg
Etambutol(E) 275mg

Oktober, November,
2 7914xx P 56 43 Putus/lalai 4 FDC (3 tablet) 2FDC (3 tablet) Januari, Februari
Desember
Ny. Skt (defaulter) Rifampicin(R) 150mg 3x Rifampisin 450 mg 2x
Isoniazid(H) 75mg Isoniazid 300 mg
Etambutol 2 tablet @
Pyrazinamid(Z) 400mg
400 mg
Etambutol(E) 275mg
Streptomycin inj 750 mg

November, Desember,
3 7960xx P 27 40 Kambuh 4 FDC (3 tablet)
Januari, Februari
Ny. IM (relaps) Rifampicin(R) 150mg 4x
Isoniazid(H) 75mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg
Streptomycin inj 750 mg

59
Pengobatan Fase Lanjutan
No RM Jenis Usia BB Diagnosa Pengobatan Fase Intensif
NO
kelamin /thn /kg Tipe pasien Kategori 2 Frekuensi Kunjungan Kategori 2 Frekuensi Kunjungan
4 2FDC (3 tablet) Desember, Januari, Februari
7929xx P 33 38 Kambuh 4 FDC (3 tablet) Januari, Februari
Ny. NA (relaps) Rifampicin(R) 150mg 2x
Isoniazid(H) 75mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg
Streptomycin inj 500 mg
5
7826xx L 61 53 Kambuh 4 FDC (3 tablet) Januari, Februari
Tn.So (relaps) Rifampicin(R) 150mg 2x
Isoniazid(H) 75mg
Pyrazinamid(Z) 400mg
Etambutol(E) 275mg

Frekuensi Pemberian OAT FDC Kat. 2 : 14 kali 5 kali

60
Lampiran 10. Data Pemberian OAT Kategori 2 HRZES Berdasarkan Frekuensi Kunjungan Pasien Periode September 2018 - Februari
2019

Pengobatan Fase Lanjutan


No RM Jenis Usia BB Diagnosa Pengobatan Fase Intensif
NO
kelamin /thn /kg Tipe pasien Kategori 2 Frekuensi Kunjungan Kategori 2 Frekuensi Kunjungan
1 7944xx p 60 42 Gagal Rifampisin 450 mg Desember, Januari, Februari
Ny. T (failure) Isoniazid 300 mg 3x
Pyrazinamid 1000 mg
Etambutol 1000 mg
Streptomycin inj 750 mg

Frekuensi Pemberian OAT HRZES Kat. 2 :


3 kali

61

Anda mungkin juga menyukai