Anda di halaman 1dari 6

FITOREMEDIASI

Pengertian
Fitoremediasi merupakan suatu proses menggunakan tanaman hijau
meliputi rempah (contohnya, Thlaspi Caerulescens, Brassica Juncea, Helianthus
annuus) berkayu (contohnya, Salix spp, Populus spp), karena mereka mampu
untuk menghilangkan, menyerap, atau mengubah berbagai kontaminan yang
berbahaya bagi lingkungan seperti logam berat. Terlebih kelebihan
fitoremediasi adalah mengurangi risiko kontaminan terdispersi yang
menyebabkan pencemaran tiada habisnya (Mudhoo et al., 2010).
Fitoremediasi mempunyai kekurangan dalam hal proses yang
berlangsung lama, beberapa spesies tanaman tidak dapat di tanam di area yang
sangat berpolusi. Tetapi kelebihannya adalah fitoremediasi tidak mengganggu
ekosistem malah dapat memberikan nilai lebih terhadap lahan melalui estetika,
kemudian metode ini membutuhkan sedikit tenaga kerja serta harganya murah
dan fitoremediasi dilakukan secara in situ. Banyak negara yang sudah mencoba
metode ini dengan teknik yang berbeda-beda (Antonio et al., 2017).
Tumbuhan mempunyai potensi untuk mengurangi kadar logam pada
polutan melalui kemampuannya yaitu fitoekstraksi,fitostabilisasi,rizofiltrasi,dll
(ITRC,2009). Kolonjono (Brachiaria mutica) merupakan salah satu tumbuhan
yang mempunyai kelebihan hidup didalam kondisi yang terkontaminasi
terutama zat logam dan dapat menyerapnya (Zahid et al.,2018; Muhammad et
al.,2018). Selain tumbuhan yang berperan dalam mengurangi kadar logam
dalam air yang terkontaminasi, bakteri juga berpengaruh dalam mendegradasi
logam (Khadeeja et al.,2018) Kontaminan yang bisa ditreatment selain logam
adalah amonia yang merupakan salah satu polutan yang sering dijumpai dan
juga berbahaya bagi seluruh elemen. Sumbernya pun beraneka ragam, seperti
industri, rumah sakit, domestik, dll (Lin et al.,2009;Endar,2016). Selain itu TSS
(Total Suspended Solid) sebagai salah satu polutan yang beerkontribusi
menurunkan kualitas air dapat diatasi dengan fitotreatment.(Tati,dkk.,2017;
Rahan,dkk.,2017; Bilotta et al.,2008).
Mekanisme tanaman dalam menyerap limbah khususnya dengan metode
floating treatment wetland terbagi menjadi dua, yaitu fitoekstraksi dan
fitostabilisasi

Fitoekstraksi
Teknik digunakan secara in situ untuk treatment tanah yang telah
terkontaminasi (Barcelo et al., 2003). Kontaminan di absorbsi oleh akar, di
transport dan terakumulasi di tunas dan daun (ITRC,2009).
Floating Wetland
Vegetasi yang ditanamkan pada infrastruktur yang terapung, mengapung
di perairan bagian permukaan. Bagian atas ditumbuhkan vegetasi sedangkan
akar membentang pada bagian bawah infrastruktur dengan demikian tanaman
tumbuh secara hidroponik. Akar yang membentang dibawah infrastruktur
menyerap nutrient untuk pertumbuhan tanaman (Headley et al,2012).
Fitostabilisasi
Polutan yang tidak bergerak di absorbsi akar atau presipitasi di lapisan
rizosfer. Proses fitostablisasi ini mengurangi mobilitas dari kontaminan,
mencegah kontaminan masuk kedalam air tanah dan mengurangi ketersediaan
hayati dalam rantai makanan (Barcelo et al.,2003). Fitostabilisasi sangat
berguna untuk treatment logam berat seperti Pb, As,Cd,Cr,Cu,dan Zn (Zhao et
al.,2016; Yang et al.,2016)
MEKANISME KERJA

Phytoextraction
Merupakan suatu proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari media
yang tercemar sehingga terakumulasi disekitar akar tumbuhan atau tersalurkan
ke bagian lain pada tumbuhan (daun dan batang). Beberapa tanaman disebut
sebagai hyperaccumulators, yaitu tanaman yang dapat menyerap kandungan
logam lebih banyak daripada tanaman lain pada umumnya. Di lapangan, setelah
tanaman fitoremediasi tumbuh dan berkembang di media tercemar dan dirasa
telah melakukan mekanisme phytoextraction, tanaman tersebut kemudian
dicabut untuk dibakar menggunakan alat insenerator. Abu hasil pembakaran
sebaiknya dipisahkan untuk dikemas kedalam golongan B3. Proses
phytoextraction sangat baik digunakan untuk menangani media yang tercemar
oleh limbah yang mengandung unsur Mn, Hg, Cu, Cr, Cd, Ni, Pb dan Zn.

Rhizofiltration
Merupakan suatu proses adsorpsi atau penjerapan zat kontaminan oleh
akar untuk menempel pada akar tersebut sehingga membentuk suatu lapisan
tipis atau film pada permukaannya. Bila dilihat secara sekilas, mekanisme
rhizofiltration mirip dengan mekanisme phytoextraction namun perbedaanya,
pada mekanisme rhizofiltration media yang tercemarnya adalah badan perairan.
Di lapangan, aplikasi rhizofiltration dapat dilakukan langsung dengan cara
menanam tanaman fitoremediasi di atas permukaan badan air tercemar, atau
dengan cara air yang tercemar disalurkan ke sebuah media rumah kaca dimana
tanaman fitoremediasi dapat tumbuh dengan optimal. Ketika akar tanaman
dirasa sudah cukup menampung zat tercemar, tanaman fitoremediasi diambil
kemudian dibakar dengan alat insenerator.

Phytostabilization
Merupakan suatu proses yang dilakukan oleh tanaman untuk
mentransformasi polutan di dalam tanah menjadi senyawa yang non-toxic tanpa
menyerap terlebih dahulu polutan tersebut ke dalam tubuh tanamanHasil
transformasi dari polutan tersebut tetap berada di dalam tanah atau lebih
tepatnya tetap menempel pada akar tumbuhan. Zat-zat kontaminan akan
menempel erat (stabil) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air
dalam media tercemar. Di lapangan, mekanisme phytostabilization umumnya
digunakan di area reklamasi, karena tumbuhan fitoremediasi berperan untuk
mengoptimalkan tanah yang tercemar menjadi tanah yang siap ditanami oleh
tanaman reklamasi. Terlebih sifat tanaman fitoremediasi pada mekanisme
phytostabilization yang mampu mencegah kontaminan tertransport oleh proses
erosi air permukaan memberikan nilai tambah pada mekanisme fitoremediasi
ini.

Rhizodegradation
Merupakan suatu proses penguraian zat-zat kontaminan di sekitar akar
tumbuhan oleh aktivitas mikroba yang bersimbiosis pada akar tumbuhan
tersebut. Proses rhizodegradation bekerja lebih lambat daripada proses
phytodegradation karena dipengaruhi oleh kinerja dari mikroba yang
bersimbiosis. Adapun mikroba (ragi, jamur dan bakteri) yang bersimbiosis ini
akan mengkonsumsi dan menguraikan bahan organik seperti larutan bensin
(BBM) atau larutan lain yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Simbiosis ini
bersifat mutualisme (saling menguntungkan) karena tanaman pada umumnya
mengeluarkan zat seperti gula, alkohol atau asam yang mengandung karbon
organik, yang mana zat-zat tersebut merupakan sumber energi mikoroba untuk
tumbuh dan berkembang.

Phytodegradation
Merupakan suatu proses yang dilakukan tumbuhan untuk menguraikan
zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan
yang tidak berbahaya dengan bantuan enzim, ilustrasi proses phytodegradation
dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil rombakan zat kontaminan tersebut
tersusunan atas molekul yang lebih sederhana dan dapat berguna bagi
pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Adapun enzim yang bekerja pada proses ini
diantaranya nitrodictase, laccase, dehalogenase dan nitrilase. Proses ini dapat
berlangsung di seluruh bagian tumbuhan baik itu pada akar, batang, dan daun.
Mekanisme phytodegradation sangat cocok diaplikasikan untuk menanggulangi
pencemar dari herbisida dan pencemar klorin.
Phytovolatilization
Merupakan suatu proses yang bekerja dibagian atas dari tumbuhan
(daun) melalui proses transpirasi. Pada mekanisme fitoremediasi lainnya,
menyebutkan bahwa zat tercemar yang terserap oleh tanaman fitoremediasi
akan dirombak oleh tanaman tersebut dan menghasilkan zat lain yang tidak
berbahaya. Hasil rombakan tersebut akan tertranspirasi kemudian menguap ke
atmosfer
SEJARAH FITOREMEDIASI

Ilya Raskin dari Universitas Rutgers menciptakan istilah fitoremediasi


dalam proposal hibah tahun 1991 untuk Program Superfund dari Badan
Perlindungan Lingkungan AS (EPA). Dia menggunakan hibah untuk
mengeksplorasi potensi tanaman untuk memurnikan tanah dan air yang
terkontaminasi logam berat Sejak itu, para ilmuwan terus mengembangkan
teknologi fitoremediasi, membujuk tanaman untuk mendetoksifikasi berbagai
polutan mulai dari timbal di area pertambangan yang ditinggalkan, hingga
pestisida di kebun tua, hingga hidrokarbon minyak bumi yang dihasilkan dari
kebocoran bensin. Selain itu, kemajuan dalam genomik, transkriptomik, dan
proteomik menjelaskan mekanisme genetik yang membuat beberapa tanaman
lebih siap untuk fitoremediasi daripada yang lain . Sementara itu, teknik
rekayasa genetika baru memungkinkan para ilmuwan untuk meningkatkan
kemampuan fitoremediasi dengan memasukkan transgen . Namun terlepas dari
keberhasilan akademis, contoh komersial seperti Edenfern relatif jarang.
Fitoremediasi masih berjuang untuk membuat lompatan dari lab ke lapangan.

Anda mungkin juga menyukai