Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN

 PRAKTIKUM  
REMEDIASI  BADAN  AIR  DAN  PESISIR  

FITOREMEDIASI  PADA  TANAH  TERCEMAR  


 

Dosen
Harmin Sulistyaning Titah, ST, MT, Phd
Asisten Laboratorium
Parama Maharddhika
Kelas
RBAP B

 Disusun  oleh:  

Gregorius  Nanda  Fyantika  Nugroho     3315100090  

Ahmad  Ghozi  Al  Ammar       3315100098  

Ananda  Alfan  Maulana         3315100108  

Hanifah  Kurniawati         3315100110  

Klarissa  Pradianti         3315100113  

DEPARTEMEN  TEKNIK  LINGKUNGAN  

FAKULTAS  TEKNIK  SIPIL  DAN  PERENCANAAN  

INSTITUT  TEKNOLOGI  SEPULUH  NOPEMBER  SURABAYA  

2017  
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Teknik fitoremediasi secara luas disebutkan dalam banyak literatur atau jurnal. Kata
“fitoremediasi” terdiri dari awalan Greek phyto (tumbuhan) digabung dengan kata latin
remedium (untuk menghilangkan). Menurut beberapa kajian yang telah dilakukan,
fitoremediasi didefinisikan sebagai penggunaan tumbuhan untuk memulihkan lingkungan
yang terdegradasi, teknologi penggunaan tumbuhan, termasuk pohon dan rumput, untuk
menghilangkan polutan beracun dari media ; penggunaan tumbuhan untuk mengolah bahan
kimia beracun yang dijumpai di tanah tercemar, lumpur, endapan, air tanah, air permukaan
dan air limbah ; suatu teknologi menggunakan tumbuhan tertentu yang dapat mengakumulasi
logam berat. Secara umum dapat disimpulkan bahwa definisi fitoremediasi ialah teknologi
untuk memulihkan lingkungan yang tercemar dari pencemar berbahaya untuk meningkatkan
kualitas lingkungan.
Penyerapan dan akumulai logam berat oleh tumbuhan dapat dibagi menjadi tiga
proses yang berkesinambung, yaitu penyerapan logam oleh akar, translokasi logam dari akar
ke bagian tumbuhan lain dan lokalisasi logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar
tidak menghambat metabolisme tumbuhan tersebut (Setyaningsih, 2007). Sedangkan
mekanisme fitoremediasi terdiri dari beberapa macam yaitu fitoekstraksi, rizofiltrasi,
fitodegradasi, fitostabilisasi, fitovolatilisasi dan rizodegradasi. Penelitian tentang
fitoremediasi logam berat telah banyak dilakukan diantaranya oleh Syahputra (2005) tentang
fitoremediasi logam berat Cu dan Zn dengan tanaman Eichornia crassipes. Penelitian serupa
juga pernah dilakukan oleh Widiarso (2012) tentang fitoremediasi air terkontaminasi nikel
dengan mengggunakan tanaman Salvinia molesta.
Proses dalam sistim ini berlangsung secara alami dengan enam tahap proses secara
serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar yang berada disekitarnya
a. Phytoacumulation (phytoextraction) yaitu proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari
media sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan. Proses ini disebut juga
Hyperacumulation b. Rhizofiltration (rhizo= akar) adalah proses adsorpsi atau pengedapan
zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar. Percobaan untuk proses ini dilakukan
dengan menanan bunga matahari pada kolam mengandung radio aktif untuk suatu test di
Chernobyl, Ukraina. c. Phytostabilization yaitu penempelan zat-zat contaminan tertentu pada
akar yang tidak mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat
(stabil ) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media. d.
Rhyzodegradetion disebut juga enhanced rhezosphere biodegradation, or plentedassisted
bioremidiation degradation, yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas microba yang
berada disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan bacteri. e. Phytodegradation (phyto
transformation) yaitu proses yang dilakukan tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan
yang mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan
dengan susunan molekul yang lebih sederhan yang dapat berguna bagi pertumbuhan
tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung pada daun , batang, akar atau diluar
sekitar akar dengan bantuan enzym yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa
tumbuhan mengeluarkan enzym berupa bahan kimia yang mempercepat proses proses
degradasi. f. Phytovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat contaminan oleh
tumbuhan dalam bentuk yang telah larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi
untuk selanjutnya di uapkan ke atmosfir.
Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200 sampai dengan 1000 liter perhari untuk setiap
batang.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui kemampuan tumbuhan (Alternanthera
philoxeroides) sebagai tumbuhan hiperakumulator yang dapat digunakan untuk fitoremediasi.
1.3 Dasar Teori

1.3.1 Definisi Fitoremediasi

Fitoremediasi didefinisikan sebagai pencucian polutan yang dimediasi oleh tumbuhan,


termasuk pohon, rumputrumputan, dan tumbuhan air. Pencucian bisa berarti penghancuran,
inaktivasi atau imobilisasi polutan ke bentuk yang tidak berbahaya (Chaney et al. 1995). Ada
beberapa strategi fitoremediasi yang sudah digunakan secara komersial maupun masih dalam
taraf riset yaitu strategi berlandaskan pada kemampuan mengakumulasi kontaminan
(phytoextraction) atau pada kemampuan menyerap dan mentranspirasi air dari dalam tanah
(creation of hydraulic barriers). Kemampuan akar menyerap kontaminan dari air tanah
(rhizofiltration) dan kemampuan tumbuhan dalam memetabolisme kontaminan di dalam
jaringan (phytotransformation) juga digunakan dalam strategi fitoremediasi. Fitoremediasi
juga berlandaskan pada kemampuan tumbuhan dalam menstimulasi aktivitas biodegradasi
oleh mikrob yang berasosiasi dengan akar (phytostimulation) dan imobilisasi kontaminan di
dalam tanah oleh eksudat dari akar (phytostabilization) serta kemampuan tumbuhan dalam
menyerap logam dari dalam tanah dalam jumlah besar dan secara ekonomis digunakan untuk
meremediasi tanah yang bermasalah (phytomining) (Chaney et al. 1995). Pada awal
perkembangan fitoremediasi, perhatian hanya difokuskan pada kemampuan hiperakumulator
dalam mengatasi pencemaran logam berat dan zat radioaktif, tetapi kemudian berkembang
untuk pencemar anorganik seperti arsen (As) dan berbagai substansi garam dan nitrat, serta
kontaminan organik seperti khlorin, minyak hidrokarbon, dan pestisida.

(Nuril Hidayati, 2005)

Phyto yang berarti tumbuhan/tanaman (Yunani:phyton), remediation yaitu


memperbaiki atau membersihkan sesuatu (Latin:remediare). Jadi fitoremediasi
(phytoremediation) merupakan suatu sistim dimana tanaman dapat mengubah zat kontaminan
(pencemar/polutan) menjadi berkurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan yang
dapat digunakan kembali (re-use). Konsep mengolah air limbah dengan menggunakan media
tanaman belum banyak dikenal masyarakat, padahal proses fitoremediasi ini dapat
memecahkan permasalahan lingkungan saat ini. Fitoremediasi cukup efektif dan murah untuk
menangani pencemaran terhadap lingkungan oleh logam berat dan B3. Sangat tepat
digunakan di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dengan menanam tumbuhan pada
lapisan penutup terakhir TPA dan menggunakan sistem Wetland (lahan basah) bagi kolam
leachit [4]. Pengolahan limbah dengan menggunakan sistem lahan basah buatan adalah
teknologi sederhana untuk menurunkan pencemaran lingkungan dengan cara pengolahan air
tercemar dengan menggunakan tanaman dan mikro-organisme atau fitoremediasi (Gambar 1.).
Lahan basah buatan berfungsi untuk menyisihkan berbagai macam beban materi pencemar,
seperti karbon, total suspended solids, unsur hara seperti nitrogen dan fosfor, patogen dan
parasit. Jenis-jenis lahan basah buatan diantaranya lahan basah buatan beraliran permukaan,
beraliran di bawah permukaan horisontal, lahan basah beraliran di bawah permukaan vertikal,
lahan basah dengan tanaman air dan pohon, serta lahan basah dengan tanaman terapung.
Berguna sebagai pengolah air limbah, baik limbah rumah, industri, pertanian dan peternakan,
maupun limbah air buangan tambak, pertambangan, air hasil pelindian, penampung air hujan,
pengeringan lumpur hasil sampingan pengolahan limbah, dan pengolahan air sungai atau
danau yang tercemar.

(Rony Irawanto, 2010)

1.3.2 Jenis Polutan yang Cocok Dengan Cara Fitoremediasi

Logam berat adalah golongan logam yang tidak dapat didegradasi oleh tubuh, bersifat
toksis meskipun pada konsentrasi rendah, dan keberadaannya dalam lingkungan perairan
telah menjadi permasalahan bagi lingkungan hidup (Darmono, 2004). Salah satu logam berat
yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup adalah logam berat timbal (Pb).Pada tumbuhan
timbal dapat masuk ke dalam jaringan melalui air dan udara.

Logam pada umumnya dapat membentuk ikatan dengan bahan organik alam maupun
bahan organik buatan. Proses pembentukan ikatan tersebut dapat terjadi melalui pembentukan
garam organik dengan gugus karboksilat seperti asam sitrat. Di samping itu, logam dapat
berikatan dengan atom-atom yang mempunyai elektron bebas dalam senyawa organik
sehingga terbentuk kompleks (Palar, 2004). Logam Pb dalam jaringan tumbuhan terikat
dalam ikatan kompleks yang terakumulasi di beberapa jaringan tumbuhan seperti akar, batang,
dan daun, dengan adanya asam sitrat maka Pb akan terlepas dan berikatan dengan ion OH dan
COOH yang ada pada asam sitrat membentuk senyawa Pb sitrat. Penurunan kandungan Pb
disebabkan larutan asam dapat merusak ikatan kompleks logam protein. Asam sitrat
mempunyai 4 pasang elektron bebas pada gugus karboksilat yang dapat diberikan pada ion
logam sehingga menyebabkan terbentuknya ion kompleks yang mudah larut dalam air. Asam
sitrat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga bisa melarutkan baik
senyawa polar seperti gula dan garam anorganik atau senyawa non-polar seperti minyak dan
unsur seperti sulfur dan iodin, termasuk Pb di dalamnya.
(A.G. Prasodjo, et al, 2015)

Salah satu bahan pencemar yang menjadi indikator untuk mendeteksi terjadinya
pencemaran tanah adalah cemaran logam berat di dalamnya. Faktor yang menyebabkan
logam berat termasuk dalam kelompok zat pencemar adalah karena adanya sifat-sifat logam
berat yang tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah diabsorbsi. Salah satu logam berat
yang dapat berpotensi menjadi racun jika berada dalam tanah dengan konsentrasi berlebih
adalah Pb (Timbal). Unsur Pb merupakan kelompok logam berat yang tidak esensial bagi
tumbuhan, bahkan dapat mengganggu siklus hara dalam tanah. Unsur Pb sampai saat ini
masih dipandang sebagai bahan pencemar yang dapat menimbulkan pencemaran tanah dan
lingkungan (Juhaeti dkk, 2004). Logam timbal (Pb) yang mencemari tanah dapat berasal dari
kegiatan industri pembuatan lempengan baterai, aki, bahan peledak, pateri, pembungkus
kabel, pigmen, cat anti karat, pelapisan logam, serta penggunaan pupuk fosfat dalam bidang
pertanian. Selain itu penggunaan bahan bakar yang mengandung timbal menyebabkan udara
tercemar oleh timbal, sehingga secara tidak langsung dapat mencemari tanah, baik melalui
proses sedimentasi maupun presipitasi. Adanya polutan berupa logam Pb dalam jumlah yang
berlebihan dapat menyebabkan lingkungan tidak dapat mengadakan pembersihan sendiri (self
purification). Oleh sebab itu diperlukan suatu metode untuk mengatasi pencemaran Pb ini.
Fitoremediasi merupakan salah satu metode yang dapat menjadi pilihan. Fitoremediasi
adalah penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan polutan dari tanah atau perairan yang
terkontaminasi. Akhir-akhir ini teknik reklamasi dengan fitoremediasi mengalami
perkembangan pesat karena terbukti lebih murah dibandingkan metode lainnya.

(Novandi R et al, 2014)

1.3.3 Karakteristik Tumbuhan untuk Fitoremediasi

Karakteristik tumbuhan hiperakumulator adalah: (i) Tahan terhadap logam dalam


konsentrasi tinggi pada jaringan akar dan tajuknya; (ii) Tingkat laju penyerapan logam dari
tanah yang lebih tinggi dibanding tanaman lain; (iii) Memiliki kemampuan mentranslokasi
dan mengakumulasi logam dari akar ke tajuk dengan laju yang tinggi. Batasan
hiperakumulator masih belum sepenuhnya baku untuk semua jenis logam.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh kelompok peneliti fitoremediasi Pusat Penelitian
Biologi LIPI mengungkapkan bahwa banyak jenis tumbuhan yang toleran dan mampu
tumbuh pada limbah pengolahan emas yang tercemar logam berat. Diantara tumbuhan asli ini
banyak yang menunjukkan potensinya sebagai tanaman hiperakumulator yang mampu
mengakumulasi logam pada tajuknya dengan konsentrasi yang tinggi. Ipomoea sp yang
mengakumulasi sianida (CN) hingga 35,70 ppm dan Mikania cordata menyerap timbal (Pb)
hingga 11,65 ppm Pb [22]. Tumbuhan air, azolla menyerap 94 ppm Pb, genjer dan eceng
gondok masing-masing menyerap 167 dan 196 ppm [23]. Jenis tumbuhan lain yakni Mimosa
pigra, Crotalaria juncea, Crotalaria sp.dan Ipomoea sp. juga terbukti memiliki potensi sebagai
tanaman toleran terhadap logam polutan.

(Nuril Hidayati, 2005)


1.3.4 Proses Fitoremediasi dan Metode Praktikum

Mekanisme biologis dari hiperakumulasi unsur logam pada dasarnya meliputi proses-
proses: (i) Interaksi rizosferik, yaitu proses interaksi akar tanaman dengan media tumbuh
(tanah dan air). Dalam hal ini tumbuhan hiperakumulator memiliki kemampuan untuk
melarutkan unsur logam pada rizosfer dan menyerap logam bahkan dari fraksi tanah yang
tidak bergerak sekali sehingga menjadikan penyerapan logam oleh tumbuhan
hiperakumulator melebihi tumbuhan normal; (ii) Proses penyerapan logam oleh akar pada
tumbuhan hiperakumulator lebih cepat dibandingkan tumbuhan normal, terbukti dengan
adanya konsentrasi logam yang tinggi pada akar (Lasat 1996). Akar tumbuhan
hiperakumulator memiliki daya selektifitas yang tinggi terhadap unsur logam tertentu; (iii)
Sistem translokasi unsur dari akar ke tajuk pada tumbuhan hiperakumulator lebih efisien
dibandingkan tanaman normal. Hal ini dibuktikan oleh rasio konsentrasi logam tajuk/akar
pada tumbuhan hiperakumulator lebih dari satu.

(Nuril Hidayati, 2005)

Penyiapan Media Tanah : Tanah yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari
perkebunan sayur-sayuran. Tanah tersebut dibersihkan dari batuan dan akar-akaran yang ada.
Kemudian kandungan logam Pb pada tanah dianalisis di laboratorium. Kemudian sampel
tanah diuji kesuburan tanahnya, nilai N, P, K, dan kandungan bahan organik. Kemudian
kontaminan logam Pb ditambahkan jika konsentrasi dalam tanah masih kurang. Tanah
kemudian dibiarkan selama 2 minggu sambil diaduk dan dianginanginkan. Recovery
konsentrasi tanah dilakukan.

Penumbuhan dan Pemeliharaan Tanaman Bayam pada Media Penelitian : Bibit


tanaman bayam duri dipindahkan dari media pembibitan (Seeding Tray) ke dalam baskom
(media penelitian). Digunakan 8 bibit tanaman bayam duri dimana 4 bibit bayam ditanam
pada tanah dalam baskom (media penelitian) yang telah dicemari logam Pb dan 4 bibit bayam
ditanam dalam baskom dengan tanah yang tidak dicemari logam Pb sebagai kontrol.
Dilakukan secara duplo. Selanjutnya, tanaman bayam dipelihara dengan cara menyiram
tanaman dengan air dan menyiangi tanaman yang mengganggu (gulma) setiap hari.

Menentukan Efisiensi Penyerapan Logam Pb Pada Akar, Batang dan Daun


Dengan Analisa Spektrofotometri Serapan Atom : Panen dilakukan sebanyak empat kali
untuk pengamatan 2 minggu sekali, masing-masing sebanyak 2 individu dari media penelitian
dan 2 individu dari media kontrol pada setiap sampling. Sampel tanaman bayam duri dicuci
bersih, dan masing-masing individu dipisahkan antara bagian akar, batang dan daun. Tiap
bagian individu dari sampel tanaman bayam duri diletakkan dalam cawan petri yang telah
diketahui bobot kosongnya, kemudian ditimbang untuk memperoleh berat basah. Selanjutnya,
masing-masing bagian sampel dikeringkan dengan oven pada suhu 80 °C selama ±24 jam,
kemudian disimpan dalam desikator selama 20 menit dan ditimbang kembali untuk
mendapatkan berat konstan dan penentuan kadar air. Kemudian masing-masing 0,5 gram
bagian akar, batang dan daun dari tanaman bayam duri ditimbang, lalu ditambahkan HNO3 6
M dan H2O2 30 % masing-masing sebanyak 5 mL. Setelah itu, dipanaskan sehingga semua
bagian tanaman larut sempurna, diuapkan sampai kering, ditambahkan akuabides, kemudian
disaring,diatur pH hingga pH ±3 dan ditambahkan akuabides hingga volume 50 mL. Diukur
konsentrasi Pb pada bagian akar, batang dan daun dengan menggunakan Spektrofotometer
Serapan Atom (SSA) Back Scientific model 205 VGP.

(Rina Dwinata, et al, 2015)

Tidak banyak yang diketahui tentang ciri genetic dari jenis hiperakumuator. Beberapa
individu dari banyak spesies dapat menjadi hiperakumulator, sedangkan lainnya tidak
memiliki tanda perbedaan bentuk genetic (polymorphism). Tidak terdapat spesies jenis
tanaman yang ditemukan atau tumbuh dengan ciri tumbuh cepat, tinggi biomassa dan
memiliki tingkat akumulasi logam berat yang tinggi pada jaringannya. Hiperakumulator
jarang memiliki semua ciri yang dibutuhkan untuk melakukan kagiatan phytoremediasi.
Banyak tanaman hiperakumulator kekurangan beberapa ciri yang sesuai dapat digunakan
sebagai sumber gen untuk pengembangan hibrida, atau sebagai tanaman uji untuk memahami
fisiologi akumulasi logam dalam studi sistem model . Mereka dapat dipilih dengan metode
pemuliaan konvensional atau yang lebih canggih saat genotipe yang diinginkan didefinisikan.

(Hasim altinozlu,2011)
BAB II
METODE PENELITIAN

3.1. Skema

A. Pembuatan Larutan Pb

Larutan stock Pb

• Diambil 210 ml dengan menggunakan gelas ukur


• Dimasukkan ke dalam ember

Air kran

• Ditambahkan ke masing-masing ember hingga


1000ml dengan bantuan labu ukur

Tanaman

• Dimasukkan 1 tanaman kedalam masing-masing


ember, diamati setiap hari selama 1 minggu

Hasil
3.2. Tabel Pengamatan

No Perlakuan Hasil Pengamatan Gambar

Pembuatan larutan Pb
1 Diambil larutan stock Sifat fisik larutan stock
Pb sebanyak 210 ml Pb :
lalu dimasukkan 1. Berwarna Putih
kedalam labu 2. Tidak berbau
pengencer 1000ml, 3. Encer
kemudian dimasukkan 4. Bersuhu normal
kedalam embe

2 Ditambah dengan air Sifat fisik air kran:


kran hingga volume 3 1. Tidak berwarna
literr 2. Tidak berbau
3. Encer
4. Bersuhu normal

Sifat fisik larutan Pb :


3 Diambil 1 tanaman 1. Berwarna Putih
Alternanthera 2. Tidak berbau
philoxeroides 3. Encer
masukkan kedalam air 4. Bersuhu normal
di ember
BAB IV

Pembahasan

Praktikum kali ini ialah mengenai kemampuan tanaman (Alternanthera philoxeroides)


terhadap logam Pb mengenai kemampuan hiperakumulatornya sehingga nantinya dapat
digunakan untuk proses fitoremediasi. Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Fitoteknologi
Teknik Lingkungan ITS. Fitoremediasi didefinisikan sebagai pencucian polutan yang
dimediasi oleh tumbuhan, termasuk pohon, rumputrumputan, dan tumbuhan air. Pencucian
bisa berarti penghancuran, inaktivasi atau imobilisasi polutan ke bentuk yang tidak
berbahaya (Chaney et al. 1995). Ada beberapa strategi fitoremediasi yang sudah digunakan
secara komersial maupun masih dalam taraf riset yaitu strategi berlandaskan pada
kemampuan mengakumulasi kontaminan (phytoextraction) atau pada kemampuan menyerap
dan mentranspirasi air dari dalam tanah (creation of hydraulic barriers). Pada awal
perkembangan fitoremediasi, perhatian hanya difokuskan pada kemampuan hiperakumulator
dalam mengatasi pencemaran logam berat dan zat radioaktif, tetapi kemudian berkembang
untuk pencemar anorganik seperti arsen (As) dan berbagai substansi garam dan nitrat, serta
kontaminan organik seperti khlorin, minyak hidrokarbon, dan pestisida.(Nuril Hidayati, 2005)

Langkah pertama dalam pembuatan larutan Pb ialah mengambil larutan stock Pb


sebanyak 210 lalu dimasukkan masing-masing kedalam labu pengencer 1000ml. Sifat fisik
larutan stock Pb ialah berwarna putih, tidak berbau, encer,bersuhu normal. Unsur Pb
merupakan kelompok logam berat yang tidak esensial bagi tumbuhan, bahkan dapat
mengganggu siklus hara dalam tanah. Unsur Pb sampai saat ini masih dipandang sebagai
bahan pencemar yang dapat menimbulkan pencemaran tanah dan lingkungan (Juhaeti dkk,
2004). Logam timbal (Pb) yang mencemari tanah dapat berasal dari kegiatan industri
pembuatan lempengan baterai, aki, bahan peledak, pateri, pembungkus kabel, pigmen, cat
anti karat, pelapisan logam, serta penggunaan pupuk fosfat dalam bidang pertanian. Selain itu
penggunaan bahan bakar yang mengandung timbal menyebabkan udara tercemar oleh timbal,
sehingga secara tidak langsung dapat mencemari tanah, baik melalui proses sedimentasi
maupun presipitasi. Adanya polutan berupa logam Pb dalam jumlah yang berlebihan dapat
menyebabkan lingkungan tidak dapat mengadakan pembersihan sendiri (self purification).
(Novandi R et al, 2014)

Kemudian dimasukkan kedalam ember dan ditambah dengan air kran hingga 3000ml.
Sifat fisik air kran ialah tidak berwarna, tidak berbau, encer,dan bersuhu normal. Tujuan
penambahan air kran ialah agar konsentrasi Pb tidak terlalu pekat dan diperoleh konsentrasi
yang kita butuhkan yakni 300 ppm, 500ppm dan 700ppm. Sifat fisik larutan stock Pb ialah
berwarna putih, tidak berbau, encer,dan bersuhu normal. Larutan Pb ini digunakan sebagi
pencemar dalam praktikum ini. Salah satu bahan pencemar yang menjadi indikator untuk
mendeteksi terjadinya pencemaran tanah adalah cemaran logam berat di dalamnya. Faktor
yang menyebabkan logam berat termasuk dalam kelompok zat pencemar adalah karena
adanya sifat-sifat logam berat yang tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah
diabsorbsi. Salah satu logam berat yang dapat berpotensi menjadi racun jika berada dalam
tanah dengan konsentrasi berlebih adalah Pb (Timbal). (Novandi R et al, 2014).
Setelah 1 minggu pengamatan, diperoleh kondisi tumbuhan sebagai berikut.

Tabel 1
No Hari Kondisi Tanaman Pada Rektor
Reaktor 1 Reaktor 2 Reaktor 3 Reaktor 4
(300ppm) (500ppm) (700ppm) (kontrol)
1 Sabtu Tumbuh segar Tumbuh segar Tumbuh segar Tumbuh segar
2 Minggu Ada daun yang Ada daun yang Ada daun yang Tumbuh segar
layu layu layu
3 Senin Ada daun yang Ada daun yang Ada daun yang Tumbuh segar
layu   layu   layu  
4 Selasa Ada daun yang Ada daun yang Ada daun yang Tumbuh segar
layu   layu dan layu dan
menguning menguning
5 Rabu Ada daun yang Ada daun yang Ada daun yang Ada daun yang
layu layu dan layu dan layu dan
menguning menguning menguning
6 Kamis Ada daun yang Ada daun yang Ada daun yang Ada daun yang
layu dan layu dan layu dan layu dan
menguning menguning menguning menguning
serta
mengering
7 Jumat Ada daun yang Ada daun yang Ada daun yang Ada daun yang
layu dan layu dan layu dan layu dan
menguning menguning serta menguning menguning
mengunig serta daunnya
mengering

Dari hasil pengamatan selama 1 minggu kondisi tanaman Alternanthera


philoxeroides,pada hari kedua (sabtu) mulai ada beberapa tanaman yang berada di masing-
masing reactor mulai layu. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman Alternanthera philoxeroides
bukan termasuk tanaman hiperakumulator.   Tanaman tidak dapat menyerap seluruh logam
berat dalam lingkungan. Logam tidak terserap seluruhnya ini dikarenakan logam yang sudah
masuk ke dalam tanaman akan diekskresikan dengan cara menggugurkan daunnya yang sudah
tua sehingga nantinya dapat mengurangi kadar logam, selain itu disebabkan oleh pengendapan
logam yang berupa molekul garam dalam air yang tidak dapat masuk ke dalam
tanaman.(Siti,2015)

Mekanisme biologis dari hiperakumulasi unsur logam pada dasarnya meliputi proses-
proses: (i) Interaksi rizosferik, yaitu proses interaksi akar tanaman dengan media tumbuh
(tanah dan air). Dalam hal ini tumbuhan hiperakumulator memiliki kemampuan untuk
melarutkan unsur logam pada rizosfer dan menyerap logam bahkan dari fraksi tanah yang
tidak bergerak sekali sehingga menjadikan penyerapan logam oleh tumbuhan
hiperakumulator melebihi tumbuhan normal; (ii) Proses penyerapan logam oleh akar pada
tumbuhan hiperakumulator lebih cepat dibandingkan tumbuhan normal, terbukti dengan
adanya konsentrasi logam yang tinggi pada akar (Lasat 1996). Akar tumbuhan
hiperakumulator memiliki daya selektifitas yang tinggi terhadap unsur logam tertentu; (iii)
Sistem translokasi unsur dari akar ke tajuk pada tumbuhan hiperakumulator lebih efisien
dibandingkan tanaman normal. Hal ini dibuktikan oleh rasio konsentrasi logam tajuk/akar
pada tumbuhan hiperakumulator lebih dari satu. (Nuril Hidayati, 2005).

BAB V
Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan membuktikan bahwa tanaman Alternanthera
philoxeroides kurang cocok jika dikategorikan sebagai tanaman hiperakumulator logam
berat (Pb), hal ini dibuktikan dengan adanya tanaman yang mulai layu pada reaktor yang
diberi Pb dengan konsentrasi 300 ppm dan dengan waktu kontak selama 2 hari. Dan pada
konsentrasi 500 ppm dan 700 ppm memberikan efek yang lebih pada jumlah layu daun.
Daftar Pustaka

A.G. Prasodjo, Fida Rachmadiarti, Yuliani. 2015. Efektivitas Penggunaan Berbagai


Konsentrasi Perasan Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa billimbi) terhadap Kadar Pb
SAWI HIJAU (Brassica juncea). ISSN: 2252-3979
http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya : Surabaya.

Altinozlu.Hasim, Alptekin Karagoz, Turgay Polat.2011.  Nickel hyperaccumulation by natural


plants in Turkish serpentine soils.   Central Research Institute for Field Crops, General
Directorate of Agricultural Research, Ministry of Agriculture and Rural Aff airs, Ankara -
Turkey

Novandi R., Rita Hayati, Titin Anita Zahara. 2014. Remediasi Tanah Tercemar Logam
Timbal (Pb) Menggunakan Tanaman Bayam Cabut (Amaranthus tricolor L.). Program
Studi Teknik Lingkungan, Universitas Tanjungpura : Pontianak.

Nuril Hidayati. 2013.  Mekanisme Fisiologis Tumbuhan Hiperakumulator Logam Berat. Pusat
Penelitian Biologi LIPI. Cibinong Science Center : Bogor.

Nuril Hidayati. 2005.   Fitoremediasi dan Potensi Tumbuhan Hiperakumulator. Jurnal Hayati
Vol. 12, No. 1. Pusat Penelitian Biologi LIPI. Cibinong Science Center : Bogor.

Rina Dwinata, Nursiah La Nafie, Syarifuddin Liong. 2015. Potensi Bayam Duri (Amaranthus
Spinosus L.) Sebagai Tanaman Hiperakumulator Ion Logam Timbal (Pb2+). Jurnal
Jurusan Kimia. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin : Makassar.

Rony Irawanto. 2010. Fitoremidiasi Lingkungan Dalam Taman Bali. Jurnal Volume: II,
Nomor: 4, Halaman: 29 - 35, Desember 2010. UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun
Raya Purwodadi-LIPI : Pasuruan.

Anda mungkin juga menyukai