PRAKTIKUM
REMEDIASI
BADAN
AIR
DAN
PESISIR
Dosen
Harmin Sulistyaning Titah, ST, MT, Phd
Asisten Laboratorium
Parama Maharddhika
Kelas
RBAP B
Disusun oleh:
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Teknik fitoremediasi secara luas disebutkan dalam banyak literatur atau jurnal. Kata
“fitoremediasi” terdiri dari awalan Greek phyto (tumbuhan) digabung dengan kata latin
remedium (untuk menghilangkan). Menurut beberapa kajian yang telah dilakukan,
fitoremediasi didefinisikan sebagai penggunaan tumbuhan untuk memulihkan lingkungan
yang terdegradasi, teknologi penggunaan tumbuhan, termasuk pohon dan rumput, untuk
menghilangkan polutan beracun dari media ; penggunaan tumbuhan untuk mengolah bahan
kimia beracun yang dijumpai di tanah tercemar, lumpur, endapan, air tanah, air permukaan
dan air limbah ; suatu teknologi menggunakan tumbuhan tertentu yang dapat mengakumulasi
logam berat. Secara umum dapat disimpulkan bahwa definisi fitoremediasi ialah teknologi
untuk memulihkan lingkungan yang tercemar dari pencemar berbahaya untuk meningkatkan
kualitas lingkungan.
Penyerapan dan akumulai logam berat oleh tumbuhan dapat dibagi menjadi tiga
proses yang berkesinambung, yaitu penyerapan logam oleh akar, translokasi logam dari akar
ke bagian tumbuhan lain dan lokalisasi logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar
tidak menghambat metabolisme tumbuhan tersebut (Setyaningsih, 2007). Sedangkan
mekanisme fitoremediasi terdiri dari beberapa macam yaitu fitoekstraksi, rizofiltrasi,
fitodegradasi, fitostabilisasi, fitovolatilisasi dan rizodegradasi. Penelitian tentang
fitoremediasi logam berat telah banyak dilakukan diantaranya oleh Syahputra (2005) tentang
fitoremediasi logam berat Cu dan Zn dengan tanaman Eichornia crassipes. Penelitian serupa
juga pernah dilakukan oleh Widiarso (2012) tentang fitoremediasi air terkontaminasi nikel
dengan mengggunakan tanaman Salvinia molesta.
Proses dalam sistim ini berlangsung secara alami dengan enam tahap proses secara
serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar yang berada disekitarnya
a. Phytoacumulation (phytoextraction) yaitu proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari
media sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan. Proses ini disebut juga
Hyperacumulation b. Rhizofiltration (rhizo= akar) adalah proses adsorpsi atau pengedapan
zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar. Percobaan untuk proses ini dilakukan
dengan menanan bunga matahari pada kolam mengandung radio aktif untuk suatu test di
Chernobyl, Ukraina. c. Phytostabilization yaitu penempelan zat-zat contaminan tertentu pada
akar yang tidak mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat
(stabil ) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media. d.
Rhyzodegradetion disebut juga enhanced rhezosphere biodegradation, or plentedassisted
bioremidiation degradation, yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas microba yang
berada disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan bacteri. e. Phytodegradation (phyto
transformation) yaitu proses yang dilakukan tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan
yang mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan
dengan susunan molekul yang lebih sederhan yang dapat berguna bagi pertumbuhan
tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung pada daun , batang, akar atau diluar
sekitar akar dengan bantuan enzym yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa
tumbuhan mengeluarkan enzym berupa bahan kimia yang mempercepat proses proses
degradasi. f. Phytovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat contaminan oleh
tumbuhan dalam bentuk yang telah larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi
untuk selanjutnya di uapkan ke atmosfir.
Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200 sampai dengan 1000 liter perhari untuk setiap
batang.
Logam berat adalah golongan logam yang tidak dapat didegradasi oleh tubuh, bersifat
toksis meskipun pada konsentrasi rendah, dan keberadaannya dalam lingkungan perairan
telah menjadi permasalahan bagi lingkungan hidup (Darmono, 2004). Salah satu logam berat
yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup adalah logam berat timbal (Pb).Pada tumbuhan
timbal dapat masuk ke dalam jaringan melalui air dan udara.
Logam pada umumnya dapat membentuk ikatan dengan bahan organik alam maupun
bahan organik buatan. Proses pembentukan ikatan tersebut dapat terjadi melalui pembentukan
garam organik dengan gugus karboksilat seperti asam sitrat. Di samping itu, logam dapat
berikatan dengan atom-atom yang mempunyai elektron bebas dalam senyawa organik
sehingga terbentuk kompleks (Palar, 2004). Logam Pb dalam jaringan tumbuhan terikat
dalam ikatan kompleks yang terakumulasi di beberapa jaringan tumbuhan seperti akar, batang,
dan daun, dengan adanya asam sitrat maka Pb akan terlepas dan berikatan dengan ion OH dan
COOH yang ada pada asam sitrat membentuk senyawa Pb sitrat. Penurunan kandungan Pb
disebabkan larutan asam dapat merusak ikatan kompleks logam protein. Asam sitrat
mempunyai 4 pasang elektron bebas pada gugus karboksilat yang dapat diberikan pada ion
logam sehingga menyebabkan terbentuknya ion kompleks yang mudah larut dalam air. Asam
sitrat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga bisa melarutkan baik
senyawa polar seperti gula dan garam anorganik atau senyawa non-polar seperti minyak dan
unsur seperti sulfur dan iodin, termasuk Pb di dalamnya.
(A.G. Prasodjo, et al, 2015)
Salah satu bahan pencemar yang menjadi indikator untuk mendeteksi terjadinya
pencemaran tanah adalah cemaran logam berat di dalamnya. Faktor yang menyebabkan
logam berat termasuk dalam kelompok zat pencemar adalah karena adanya sifat-sifat logam
berat yang tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah diabsorbsi. Salah satu logam berat
yang dapat berpotensi menjadi racun jika berada dalam tanah dengan konsentrasi berlebih
adalah Pb (Timbal). Unsur Pb merupakan kelompok logam berat yang tidak esensial bagi
tumbuhan, bahkan dapat mengganggu siklus hara dalam tanah. Unsur Pb sampai saat ini
masih dipandang sebagai bahan pencemar yang dapat menimbulkan pencemaran tanah dan
lingkungan (Juhaeti dkk, 2004). Logam timbal (Pb) yang mencemari tanah dapat berasal dari
kegiatan industri pembuatan lempengan baterai, aki, bahan peledak, pateri, pembungkus
kabel, pigmen, cat anti karat, pelapisan logam, serta penggunaan pupuk fosfat dalam bidang
pertanian. Selain itu penggunaan bahan bakar yang mengandung timbal menyebabkan udara
tercemar oleh timbal, sehingga secara tidak langsung dapat mencemari tanah, baik melalui
proses sedimentasi maupun presipitasi. Adanya polutan berupa logam Pb dalam jumlah yang
berlebihan dapat menyebabkan lingkungan tidak dapat mengadakan pembersihan sendiri (self
purification). Oleh sebab itu diperlukan suatu metode untuk mengatasi pencemaran Pb ini.
Fitoremediasi merupakan salah satu metode yang dapat menjadi pilihan. Fitoremediasi
adalah penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan polutan dari tanah atau perairan yang
terkontaminasi. Akhir-akhir ini teknik reklamasi dengan fitoremediasi mengalami
perkembangan pesat karena terbukti lebih murah dibandingkan metode lainnya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh kelompok peneliti fitoremediasi Pusat Penelitian
Biologi LIPI mengungkapkan bahwa banyak jenis tumbuhan yang toleran dan mampu
tumbuh pada limbah pengolahan emas yang tercemar logam berat. Diantara tumbuhan asli ini
banyak yang menunjukkan potensinya sebagai tanaman hiperakumulator yang mampu
mengakumulasi logam pada tajuknya dengan konsentrasi yang tinggi. Ipomoea sp yang
mengakumulasi sianida (CN) hingga 35,70 ppm dan Mikania cordata menyerap timbal (Pb)
hingga 11,65 ppm Pb [22]. Tumbuhan air, azolla menyerap 94 ppm Pb, genjer dan eceng
gondok masing-masing menyerap 167 dan 196 ppm [23]. Jenis tumbuhan lain yakni Mimosa
pigra, Crotalaria juncea, Crotalaria sp.dan Ipomoea sp. juga terbukti memiliki potensi sebagai
tanaman toleran terhadap logam polutan.
Mekanisme biologis dari hiperakumulasi unsur logam pada dasarnya meliputi proses-
proses: (i) Interaksi rizosferik, yaitu proses interaksi akar tanaman dengan media tumbuh
(tanah dan air). Dalam hal ini tumbuhan hiperakumulator memiliki kemampuan untuk
melarutkan unsur logam pada rizosfer dan menyerap logam bahkan dari fraksi tanah yang
tidak bergerak sekali sehingga menjadikan penyerapan logam oleh tumbuhan
hiperakumulator melebihi tumbuhan normal; (ii) Proses penyerapan logam oleh akar pada
tumbuhan hiperakumulator lebih cepat dibandingkan tumbuhan normal, terbukti dengan
adanya konsentrasi logam yang tinggi pada akar (Lasat 1996). Akar tumbuhan
hiperakumulator memiliki daya selektifitas yang tinggi terhadap unsur logam tertentu; (iii)
Sistem translokasi unsur dari akar ke tajuk pada tumbuhan hiperakumulator lebih efisien
dibandingkan tanaman normal. Hal ini dibuktikan oleh rasio konsentrasi logam tajuk/akar
pada tumbuhan hiperakumulator lebih dari satu.
Penyiapan Media Tanah : Tanah yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari
perkebunan sayur-sayuran. Tanah tersebut dibersihkan dari batuan dan akar-akaran yang ada.
Kemudian kandungan logam Pb pada tanah dianalisis di laboratorium. Kemudian sampel
tanah diuji kesuburan tanahnya, nilai N, P, K, dan kandungan bahan organik. Kemudian
kontaminan logam Pb ditambahkan jika konsentrasi dalam tanah masih kurang. Tanah
kemudian dibiarkan selama 2 minggu sambil diaduk dan dianginanginkan. Recovery
konsentrasi tanah dilakukan.
Tidak banyak yang diketahui tentang ciri genetic dari jenis hiperakumuator. Beberapa
individu dari banyak spesies dapat menjadi hiperakumulator, sedangkan lainnya tidak
memiliki tanda perbedaan bentuk genetic (polymorphism). Tidak terdapat spesies jenis
tanaman yang ditemukan atau tumbuh dengan ciri tumbuh cepat, tinggi biomassa dan
memiliki tingkat akumulasi logam berat yang tinggi pada jaringannya. Hiperakumulator
jarang memiliki semua ciri yang dibutuhkan untuk melakukan kagiatan phytoremediasi.
Banyak tanaman hiperakumulator kekurangan beberapa ciri yang sesuai dapat digunakan
sebagai sumber gen untuk pengembangan hibrida, atau sebagai tanaman uji untuk memahami
fisiologi akumulasi logam dalam studi sistem model . Mereka dapat dipilih dengan metode
pemuliaan konvensional atau yang lebih canggih saat genotipe yang diinginkan didefinisikan.
(Hasim altinozlu,2011)
BAB II
METODE PENELITIAN
3.1. Skema
A. Pembuatan Larutan Pb
Larutan stock Pb
Air kran
Tanaman
Hasil
3.2. Tabel Pengamatan
Pembuatan larutan Pb
1 Diambil larutan stock Sifat fisik larutan stock
Pb sebanyak 210 ml Pb :
lalu dimasukkan 1. Berwarna Putih
kedalam labu 2. Tidak berbau
pengencer 1000ml, 3. Encer
kemudian dimasukkan 4. Bersuhu normal
kedalam embe
Pembahasan
Kemudian dimasukkan kedalam ember dan ditambah dengan air kran hingga 3000ml.
Sifat fisik air kran ialah tidak berwarna, tidak berbau, encer,dan bersuhu normal. Tujuan
penambahan air kran ialah agar konsentrasi Pb tidak terlalu pekat dan diperoleh konsentrasi
yang kita butuhkan yakni 300 ppm, 500ppm dan 700ppm. Sifat fisik larutan stock Pb ialah
berwarna putih, tidak berbau, encer,dan bersuhu normal. Larutan Pb ini digunakan sebagi
pencemar dalam praktikum ini. Salah satu bahan pencemar yang menjadi indikator untuk
mendeteksi terjadinya pencemaran tanah adalah cemaran logam berat di dalamnya. Faktor
yang menyebabkan logam berat termasuk dalam kelompok zat pencemar adalah karena
adanya sifat-sifat logam berat yang tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah
diabsorbsi. Salah satu logam berat yang dapat berpotensi menjadi racun jika berada dalam
tanah dengan konsentrasi berlebih adalah Pb (Timbal). (Novandi R et al, 2014).
Setelah 1 minggu pengamatan, diperoleh kondisi tumbuhan sebagai berikut.
Tabel 1
No Hari Kondisi Tanaman Pada Rektor
Reaktor 1 Reaktor 2 Reaktor 3 Reaktor 4
(300ppm) (500ppm) (700ppm) (kontrol)
1 Sabtu Tumbuh segar Tumbuh segar Tumbuh segar Tumbuh segar
2 Minggu Ada daun yang Ada daun yang Ada daun yang Tumbuh segar
layu layu layu
3 Senin Ada daun yang Ada daun yang Ada daun yang Tumbuh segar
layu
layu
layu
4 Selasa Ada daun yang Ada daun yang Ada daun yang Tumbuh segar
layu
layu dan layu dan
menguning menguning
5 Rabu Ada daun yang Ada daun yang Ada daun yang Ada daun yang
layu layu dan layu dan layu dan
menguning menguning menguning
6 Kamis Ada daun yang Ada daun yang Ada daun yang Ada daun yang
layu dan layu dan layu dan layu dan
menguning menguning menguning menguning
serta
mengering
7 Jumat Ada daun yang Ada daun yang Ada daun yang Ada daun yang
layu dan layu dan layu dan layu dan
menguning menguning serta menguning menguning
mengunig serta daunnya
mengering
Mekanisme biologis dari hiperakumulasi unsur logam pada dasarnya meliputi proses-
proses: (i) Interaksi rizosferik, yaitu proses interaksi akar tanaman dengan media tumbuh
(tanah dan air). Dalam hal ini tumbuhan hiperakumulator memiliki kemampuan untuk
melarutkan unsur logam pada rizosfer dan menyerap logam bahkan dari fraksi tanah yang
tidak bergerak sekali sehingga menjadikan penyerapan logam oleh tumbuhan
hiperakumulator melebihi tumbuhan normal; (ii) Proses penyerapan logam oleh akar pada
tumbuhan hiperakumulator lebih cepat dibandingkan tumbuhan normal, terbukti dengan
adanya konsentrasi logam yang tinggi pada akar (Lasat 1996). Akar tumbuhan
hiperakumulator memiliki daya selektifitas yang tinggi terhadap unsur logam tertentu; (iii)
Sistem translokasi unsur dari akar ke tajuk pada tumbuhan hiperakumulator lebih efisien
dibandingkan tanaman normal. Hal ini dibuktikan oleh rasio konsentrasi logam tajuk/akar
pada tumbuhan hiperakumulator lebih dari satu. (Nuril Hidayati, 2005).
BAB V
Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan membuktikan bahwa tanaman Alternanthera
philoxeroides kurang cocok jika dikategorikan sebagai tanaman hiperakumulator logam
berat (Pb), hal ini dibuktikan dengan adanya tanaman yang mulai layu pada reaktor yang
diberi Pb dengan konsentrasi 300 ppm dan dengan waktu kontak selama 2 hari. Dan pada
konsentrasi 500 ppm dan 700 ppm memberikan efek yang lebih pada jumlah layu daun.
Daftar Pustaka
Novandi R., Rita Hayati, Titin Anita Zahara. 2014. Remediasi Tanah Tercemar Logam
Timbal (Pb) Menggunakan Tanaman Bayam Cabut (Amaranthus tricolor L.). Program
Studi Teknik Lingkungan, Universitas Tanjungpura : Pontianak.
Nuril Hidayati. 2013.
Mekanisme Fisiologis Tumbuhan Hiperakumulator Logam Berat. Pusat
Penelitian Biologi LIPI. Cibinong Science Center : Bogor.
Nuril Hidayati. 2005.
Fitoremediasi dan Potensi Tumbuhan Hiperakumulator. Jurnal Hayati
Vol. 12, No. 1. Pusat Penelitian Biologi LIPI. Cibinong Science Center : Bogor.
Rina Dwinata, Nursiah La Nafie, Syarifuddin Liong. 2015. Potensi Bayam Duri (Amaranthus
Spinosus L.) Sebagai Tanaman Hiperakumulator Ion Logam Timbal (Pb2+). Jurnal
Jurusan Kimia. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin : Makassar.
Rony Irawanto. 2010. Fitoremidiasi Lingkungan Dalam Taman Bali. Jurnal Volume: II,
Nomor: 4, Halaman: 29 - 35, Desember 2010. UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun
Raya Purwodadi-LIPI : Pasuruan.