Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan air

Tumbuhan air atau hidrofit merupakan tumbuhan yang dapat menyesuaikan

diri terhadap lingkungan perairan, baik terbenam sebagian maupun seluruhnya.

Tumbuhan air akan sangat bergantung sekali pada air, bukan hanya sekedar tanah

yang basah atau kering, walaupun istilah hidrofit digunakan juga untuk tumbuhan

yang beradaptasi dengan kondisi basah namun pada hakikatnya dapat tumbuh

pada kondisi tanah dengan kandungan air normal. Dengan kata lain tumbuhan air

merupakan tumbuhan yang hidup pada kondisi lingkungan yang lembab atau

dapat dikatakan terdapat pada ekosistem yang lahannya basah.

Sebagai tumbuhan yang mampu mengurai limbah organik dan anorganik,

tumbuhan air sering digunakan untuk mereduksi pencemaran lingkungan yang

bertindak sebagai remediator. Tumbuhan air merupakan flora yang tumbuh dan

berkembang secara alami. Berbeda halnya dengan tanaman air yang tumbuh dan

berkembang karena adanya campur tangan manusia dengan melakukan

pembudidayaan. Jenis tumbuhan dan tanaman air merupakan bagian dari vegetasi

alam yang tumbuh dan berkembang pada media perairan. Sifat, bentuk dan

posisinya dapat dibedakan menjadi 4 sifat antara lain jenis yang hidup pada

bagian tepian perairan ( Marginal Aquatiq Plant) , bagian permukaan (Floating

Aquatic Plant), jenis tanaman air yang hidup melayang (Submerge Aquatic Plant)

dan jenis jenis tanaman air yang hidup di dasar perairan (Deep Aquatic Plant)

(Rony Irawanto,2010).

7
2.2 Fitoremediasi

Pertama kali munculnya ide bahwa tumbuhan dapat digunakan sebagai

remediator pencemaran lingkungan sudah dimulai pada tahun 1970-an. Seorang

ahli geobotani di Caledonia telah menemukan tumbuhan Sebertia Acuminata yang

dapat mengakumulasi hingga 20% Ni. Secara harfiah fitoremediasi berasal dari

Phyto asal kata dari bahasa Yunani/ Greek yaitu “phyton” yang berarti tumbuhan

/tanaman, sedangkan Remediation asal kata dari bahasa latin yaitu “remediare”

(to remedy) yang berarti memperbaiki/ menyembuhkan atau bisa juga

membersihkan sesuatu. Jika didefinisikan fitoremediasi adalah merupakan suatu

sistem dimana tanaman tertentu yang bekerja sama dengan mikro organisme

didalam media ( tanah, koral dan air) yang dapat mengubah zat kontaminan

(pencemar/ polutan) menjadi berkurang dan tidak berbahaya bahkan dapat

berguna secara ekonomi.

Klasifikasi proses fitoremediasi pada tumbuhan berdasarkan mekanisme

fungsi dan struktur tumbuhan dibagi menjadi enam kelompok, US EPA (1999,

2005) dan ITRC (2001) diantaranya :

1. Fitoekstraksi/ Fitoakumulasi, merupakan proses penarikan zat kontaminan

oleh tumbuhan dari media untuk dapat berakumulasi disekitar akar tumbuhan

disebut juga dengan Hyperacumulation, dimana pada prosesnya akar

tumbuhan akan menyerap polutan dan kemudian akan dipindahkan ke dalam

organ tumbuhan. Spesies tumbuhan yang biasa dipakai pada proses ini adalah

sejenis hiper akumulator misalnya pakis, bunga matahari, dan jagung.

8
Gambar 2.1
Proses Fitoekstraksi/Fitoakumulasi Kontaminan (Sumber: ITRC, 2001)

2. Rizofiltrasi, merupakan proses pengendapan zat kontaminan yang dilakukan


oleh akar. Tetapi untuk lindi yang terbentuk dalam proses pengomposan

primer, maka rizofiltrasi sangat tepat diterapkan.

Gambar 2.2
Proses Rizofiltrasi kontaminan (Sumber:ITRC,2001)

3. Fitosabilisasi, merupakan proses menempelnya zat-zat kontaminan tertentu

pada akar yang tidak dapat terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat

tersebut akan menempel erat (stabil ) pada akar sehingga tidak akan terbawa

9
oleh aliran air didalam media. Spesies tumbuhan yang biasa digunakan adalah

berbagai jenis rumput, bunga matahari dan kedelai.

Gambar 2.3
Proses Fitostabilisasi kontaminan (Sumber:ITRC,2001)

4. Rizodegdradasi, merupakan suatu proses penguraian zat-zat kontaminan oleh

aktivitas mikroba yang berada disekitar akar tumbuhan dan diperkuat oleh ragi,

fungi dan zat-zat keluaran akar tumbuhan (eksudat) yaitu seperti gula, alkohol,

asam. Spesies tumbuhan yang bisa digunakan adalah berbagai jenis rumput.

Gambar 2.4
Proses Rizodegradasi kontaminan (Sumber:ITRC,2001)

5. Fitodegradasi merupakan suatu proses tumbuhan untuk menguraikan zat

kontaminan yang memiliki rantai molekul secara kompleks dan menjadi bahan

10
yang tidak berbahaya. Enzim yang dikeluarkan oleh tumbuhan akan membantu

selama proses yang terdapat pada daun, batang, akar dan diluar akar.

Gambar 2.5
Proses Fitodegradasi kontaminan (Sumber:ITRC,2001)

6. Fitovolatilisasi merupakan suatu proses transpirasi zat kontaminan oleh

tumbuhan dalam bentuk larutan yang terurai menjadi bahan yang tidak

berbahaya lagi sebelum pada akhirnya akan diuapkan ke admosfir. Kontaminan

zat-zat organik adalah tepat menggunakan proses ini. Spesies tumbuhan yang

bisa digunakan adalah tumbuhan kapas dan pakis.

Gambar 2.6
Proses Fitovolatilisasi kontaminan (Sumber:ITRC,2001)

11
Faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan proses fitoremediasi

adalah kemampuan daya akumulasi berbagai jenis tanaman terhadap berbagai

jenis polutan dan jenis konsentrasi kimia dan fisika, serta sifat fisiologi tanaman

dan jumlah zat kimia berbahaya. Logam berat yang dapat diserap dan

diakumulasi oleh tanaman dapat dibagi menjadi tiga proses (Priyanto dan

Prayitno, 2007) , diantaranya :

1. Penyerapan oleh akar.

Supaya tanaman dapat menyerap logam, maka logam harus dibawa ke dalam

larutan yang ada di sekitar akar (rizosfer) dengan beberapa cara tergantung pada

spesies tanaman. Senyawa-senyawa yang sudah larut dalam air biasanya akan

diambil oleh akar bersama aliran air, sedangkan senyawa-senyawa hidrofobik

akan diserap oleh permukaan akar.

2. Perpindahan logam dari akar ke dalam bagian tanaman lain.

Logam yang telah menembus endodermis akar, maka partikel asing lain akan

mengikuti aliran transpirasi ke bagian atas tanaman melalui jaringan

pengangkut (xilem dan floem) ke bagian tanaman lainnya.

3. Lokalisasi logam pada sel dan jaringan.

Untuk menjaga agar logam tidak menghambat metabolisme tanaman sebagai

bagian dari upaya untuk mencegah pengaruh racun logam terhadap sel

Ttanaman mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun

logam di dalam organ tertentu seperti akar.

12
Gambar 2.7
Jalur penyerapan polutan terhadap tanaman pada proses fitoremediasi
(sumber: Schnoor, 1997).

2.2.1 Tanaman fitoremediasi

Jenis tanaman yang memiliki akar serabut sebagian besar digunakan untuk

diterapkan pada sistem fitoremediasi dimana setiap akarnya memiliki 600 akar

lateral. Sistem perakaran yang digunakan pada batang tanaman air mempunyai

sekitar 10 akar adventif (Tangahau & dharmadewanthi, 2011). Akar adventif pada

umumnya ditemukan tumbuh diatas permukaan tanah dan melakukan fungsi

khusus serta memainkan peranan penting didalam siklus hidup pada tanaman /

pohon tertentu. Pada tanaman lahan basah , perpindahan gas terjadi secara difusi

melaui saluran yang dibentuk oleh aerenchyima (jaringan khusus seperti sepon

yang memiliki ruang atau pembuluh berisikan udara).

Destara Margowati, Sugeng Abdullah (Rony Irawanto, 2010) menyebutkan

beberapa jenis tanaman dari berbagai genus dan ordo yang sering dan populer

digunakan untuk proses fitoremediasi adalah: Anturium Merah/ Kuning,

Alamanda Kuning/ Ungu, Akar Wangi, Bambu Air, Cana Presiden

13
Merah/Kuning/ Putih, Dahlia, Dracenia Merah/ Hijau, Heleconia Kuning/ Merah,

Jaka, Keladi Loreng/Sente/ Hitam, Kenyeri Merah/ Putih, Lotus Kuning/ Merah,

Onje Merah, Pacing Merah/ Mutih, Padi-padian, Papirus, Pisang Mas, Ponaderia,

Sempol Merah/Putih, Spider Lili dan lain sebagainya.

Kelebihan fitoremediasi :

1. Biaya metode fitoremidiasi lebih rendah dibandingkan instalasi pengolahan

limbah cair metode lain

2. Perawatan dan pengawasan operasional dilakukan berkala

3. Memadai untuk keperluan konservasi air

4. Meningkatkan nilai estetika

5. Dapat dimanfaatkan sebagai area terbuka dan menambah area hijau

Kekurangan fitoremidiasi

1. Membutuhkan area yang cukup luas untuk aplikasinya.

2. Efisiensi pengolahannya bervariasi dan dipengaruhi kondisi lingkungan

sekitarnya seperti iklim.

2.2.2 Pemilihan jenis tanaman

Penggunaan konsep fitoremediasi baik secara komersial maupun yang masih

dalam taraf riset memiliki banyak ragam strategi diantaranya strategi yang

berlandaskan pada :

1. Kemampuan tumbuhan yang dapat mengakumulasi berbagai kontaminan

(phytoextraction) atau kemampuan tumbuhan menyerap dan mentranspirasi air

dari dalam tanah (creation of hydraulic barriers).

14
2. Kemampuan akar pada tumbuhan dalam menyerap kontaminan dari air tanah

(rhizofiltration).

3. Kemampuan tumbuhan terhadap proses metabolisme kontaminan dalam

jaringan (phytotransformation) juga digunakan dalam strategi fitoremediasi.

Pada dasarnya pemilihan jenis tanaman untuk proses fitoremediasi wajib

memiliki sifat mengabsorbsi, memindahkan, menyimpan serta menggunakan

logam yang telah diabsorbsi bahkan mampu mengubah logam tersebut menjadi

bentuk yang mudah untuk diserap. Jenis tanaman yang digunakan untuk

fitoremediasi adalah jenis yang mampu memproduksi biomasa yang tinggi, karena

semakin tinggi produksi biomasa, maka semakin rendah jumlah konsentrasi

logam di dalam jaringan tanaman tetapi dapat meningkatkan akumulasi logam

secara keseluruhan. Disamping itu, jenis tanaman tersebut harus mampu

menyimpan logam pada daun dengan tujuan mempermudah pengurangan logam

dan prosesnya lebih efisien (Wong, 2004). Syarat yang harus dipenuhi untuk

menentukan jenis tanaman pada fitoremediasi adalah tumbuhan tersebut bukan

merupakan tumbuhan obat, bahan pangan ataupun makanan ternak.

2.2.3 Proses kinerja fitoremediasi

Kinerja fitoremediasi ditentukan berdasarkan kemampuan tanaman untuk

mengakumulasi pencemaran didalam organ tubuhnya, muatan logam didalam

organ tanaman dan efesiensi tumbuhan sebagai remediator kontaminan

(Ahmadpour et al., 2012). Monitoring dan evaluasi kinerja tumbuhan pada proses

fitoremediasi antara lain terhadap proses perkembangan dan pertumbuhan

tanaman, kerapatan dan kedalaman akar, evapotranspirasi, sisa kontaminan

15
didalam tanah, kandungan kontaminan dalam tanaman, penguapan, kelembaban

tanah dan sifat mikroba pada tanah (Green and Hoffnagle, 2004).

2.3 Bambu Air (Equisetum hyemale)

Equisetum berasal dari kata equus yang berarti kuda dan saeta yang berarti

rambut tebal dalam bahasa Latin, tumbuhan yang termasuk dalam genus ini

disebut juga paku ekor kuda. Spesies dari genus ini pada umumnya tumbuh di

lingkungan yang basah seperti kolam dangkal, daerah pinggiran sungai, atau

daerah rawa. Berikut adalah taksonomi tanaman Bambu Air .

Kerajaan : Plantae (Tumbuhan)

Divisi : Pteridophyta

Kelas : Equisetopsida

Ordo : Equisetales

Famili : Equisetaceae

Genus : Equisetum

Spesies : E. Hyemale Gambar 2.8 Bambu air (Equisetum hyemale)

Tanaman Bambu air (Equisetum hyemale) yang digunakan untuk pengujian

memiliki bentuk fisik dengan tinggi rerata 70 cm. Diameter batang berkisar antara

0,4 – 0,6 cm. rata –rata masa tanaman 5,1 gram. Pemilihan spesifikasi tanaman

berdasarkan pada jumlah dominan yang terdapat pada rumpun Bambu Air dengan

karakter fisik yang segar, kuat, dan tidak mudah patah. Karena kandungan

silikatnya yang cukup tinggi pada bagian batangnya, tumbuhan ini dapat

dimanfaatkan sebagai bahan penyikat.

16
2.3.1 Morfologi Umum

Salah satu hal yang paling mendominasi pada tubuhnya terdapat pada bagian

batang. Pada beberapa spesies, batangnya dapat tumbuh bertahun-tahun,

sedangkan pada spesies lainnya hanya terbatas pada satu musim dan dimulai pada

saat awal musim semi. Batang tumbuhan berwarna hijau, beruas-ruas, berbuku,

terdapat lubang pada bagian tengahnya dan bergabung secara jelas serta pada

bagian tengahnya dapat dengan mudah dipatahkan. buku yang terdapat pada

batang Equisetum disebut nodus, sedangkan ruas disebut dengan internodus.

Beberapa spesies dari Equisetum,sporofit yang telah dewasa membentuk

batang berongga yang memiliki dua tipe yang berbeda. Salah satunya pendek,

tidak bercabang, tanpa klorofil, dan memproduksi spora di bulan April atau awal

bulan Mei. Batang ini disebut sebagai batang generatif (fertil). Sedangkan lainnya

merupakan batang steril (disebut pula batang vegetatif), berwarna hijau, dan

terus dapat tumbuh sepanjang musim. Batang ini berperan juga sebagai

organ fotosintesis menggantikan daun, karena daun dan pada semua anggota

tumbuhan tereduksi sehingga menyerupai sisik yang menutupi nodus dan tidak

mengandung klorofil.

Berbeda halnya pada spesies Equisetum Hyemale, hanya terdapat satu tipe

batang yaitu batang hijau berongga yang menghasilkan bentukan seperti kerucut

pada bagian ujungnya (apeks), sehingga batang ini berperan ganda baik sebagai

batang generatif maupun vegetatif.

17
2.3.2 Struktur Anatomi

Pada bagian tengah batang mula-mula ditempati oleh pith yang akan

menghilang, sehingga bagian tengah pada batang yang telah tua akan berlubang.

Jaringan permanen dari batang terdiri dari epidermis, korteks, dan berkas

pembuluh berbentuk silinder tipis yang mengelilingi rongga sentral. Disamping

lakuna sentral atau kanal tersebut, pada batang Equisetum biasanya terdapat juga

dua tipe kanal longitudinal. Pertama adalah kanal (rongga) vallecular yang

terletak pada bagian korteks, masing-masing terhubung dengan alur longitudinal

dari batang. Yang kedua adalah kanal carinal yang masing-masing berhubungan

dengan ikatan pembuluh dan letaknya lebih dalam. Di bawah ini adalah ilustrasi

dari keterangan di atas berupa gambar skematik dari irisan melintang

batang Equisetum hyemale:

Gambar 2.9 Skematik batang tanaman bambo air


Sumber : http://www.florelaurentienne.com/hyemale.htm

Keterangan gambar :

e. rongga sentral

f. rongga carinal

g. rongga vallecular.

Pada umumnya, tidak ada kambium atau jaringan sekunder yang terbentuk

pada Equisetum. Jaringan endodermal biasanya muncul dan tumbuh dengan baik

18
pada batang. Jaringan ini terdistribusi dengan cara endodermis tunggal eksternal

pada sistem vascular dam endodermis eksternal dan internal. Bagian akan

membentuk sebuah lingkaran pada bagian nodul dan biasanya berupa struktur

kecil yang bergabung untuk membentuk pelepah bergerigi yang mengelilingi

batang. Bentuk akar yang kecil dan liat, menunjukkan adanya ikatan pembuluh

tunggal dengan jaringan yang tersusun secara radial yang diperkirakan muncul

dari bagian basal dari primordia cabang batang.

Pertumbuhan sporofit dilakukan oleh bagian pada pertengahan ujung dari sel

apikal yang berbentuk seperti piramid yang berada pada ujung batang dan akar.

Sel apikal ini merupakan meristem primodial yang berperan dalam pembentukan

sel baru yang menyusun jaringan dari organ-organ ini. Bagian apeks dari batang

akan terbentuk berupa bentukan seperti kerucut. Apeks merupakan organ yang

menghasilkan spora pada Equisetum. Bentukan kerucut ini berisi poros sentral

utama yang terspesialisasi dengan struktur penghasil dan penunjang sporangium

(Sporangiofor). Masing-masing Sporangiofor terdiri dari lempengan heksagonal,

menempel pada kerucut dengan bantuan tangkai pendek. Beberapa ahli botani

menganggap Sporangiofor sama seperti sporofil, yaitu daun khusus penghasil

spora. Namun yang lain percaya bahwa sporangiofor merupakan struktur batang

khusus atau merupakan perpaduan antara daun dan batang. Apapun interpretasi

yang tepat dari sporangiofor, sporosit diploid pada sporangia mengalami meiosis

dan membentuk tetrad dari spora-spora haploid yang semuanya sama.

2.4 Filtrasi

19
Filtrasi adalah proses yang digunakan untuk melepaskan padatan dari cairan

atau gas dengan menggunakan media saring yang memungkinkan cairan tersebut

lewat, tetapi bukan padatan. Istilah "filtrasi" berlaku baik filter itu mekanis,

biologis, atau fisik. Cairan yang lolos filter disebut filtrat. Media saringannya bisa

berupa filter permukaan, yang merupakan padatan yang menjebak partikel padat,

atau saringan dalam, yang merupakan bahan dasar yang menjebak padatan.

Banyak cara yang dilakukan untuk melakukan pengolahan terhadap air limbah.

Pengolah limbah yang banyak dikenal ialah teknik penyaringan, pengendapan,

penyerapan dan penjerapan. Media yang sering digunakan adalah pasir, ijuk,

arang batok, kerikil, tawas, bubuk kapur. Saat ini zeolit banyak digunakan sebagai

media penyaring.

1) Zeolit

Keberadaan logam-logam berat di lingkungan harus selalu diperhatikan agar

tidak mengganggu keseimbangan alam maupun kehidupan. Usaha penanganan

limbah yang mengandung ion- ion logam berat telah banyak dilakukan dan perlu

dikembangkan. Pendekatan yang telah banyak dilakukan untuk mengatasihal

tersebut adalah melalui teknik pengendapan maupun menggunakan adsorben (zat

penyerap) (Suardana, 2008).Zeolit merupakan mineral yang memiliki rongga atau

pori yang selektif dalam melakukan filtrasi. Arang memiliki pori-pori yang lebih

besar daripada zeolit. Hal ini menyebabkan arang dapat melakukan filtrasi

terhadap molekul yang bersifat nonpolar. Poripori yang dimiliki zeolit lebih kecil

sehingga dapat melakukan filtrasi terhadap molekul polar. Kedua sifat mineral dan

20
mineraloid yang cenderung berbeda ini merupakan kombinasi yang bagus untuk

melakukan filtrasi terhadap air (Pamuji dkk., 2014).

Gambar 2.10 Batu Zeolit

2) Arang aktif

Arang merupakan produk dari proses karbonisasi kayu yang sebagian besar

komponennya merupakan karbon. Sedangkan arang aktif merupakan arang yang

telah mengalami pemrosesan secara lanjut dengan pemanasan tinggi atau dengan

menggunakan bahan-bahan kimia, sehingga pori-pori yang dimiliki arang menjadi

terbuka dan mampu menjadi adsorben. Daya serap arang aktif terjadi karena

adanya pori-pori berukuran mikro yang jumlahnya banyak (Yustinah, 2011).

Pemanfaatan arang aktif sebagai adsorben banyak digunakan untuk menyerap

cairan beracun, gas beracun, bau busuk, penjernih air, dan sebagainya (Akhmad B

dkk, 2012).

Bahan baku yang dapat digunakan sebagai pembuatan arang aktif antara lain

adalah limbah serbuk gergaji, limbah potongan-potongan kayu, limbah industri

perkebunan kelapa sawit, tempurung kelapa, tanaman kayu hutan, aspal muda,

dan lain-lain. Dalam industri minyak goreng arang aktif yang dicampur

21
dengan bleaching earth digunakan sebagai penghilang peroksida, zat warna, rasa,

dan bau tidak enak yang dihasilkan dari proses sponifikasi (Alfathoni, 2002). Sifat

adsorpsi yang dimiliki arang aktif dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

(Agusta, 2012) :

1) Sifat fisika arang aktif

Sifat fisika arang aktif dipengaruhi oleh banyaknya jumlah pori yang ada di

dalam arang aktif yang dapat dimasuki oleh adsorbat yang ada di dalam arang

aktif.

2) Sifat kimia arang aktif

Sifat kimia yang dimiliki arang aktif ini dimiliki ketika proses aktivasi

berlangsung. Gugus aktif yang dimiliki arang aktif akan berinteraksi dengan

molekul organik secara kimiawi. Proses adsorpsi terjadi karena adanya gaya Van

Der Waals pada permukaan arang aktif dan adsorbat.

3) Jenis adsorbat

Adsorbat yang bersifat nonpolar akan mudah berinteraksi dengan gugus aktif

pada arang aktif. Sehingga molekul organik yang memiliki kelarutan kecil pada

air akan berikatan kuat dengan arang aktif.

4) Suhu

Semakin rendah suhu akan memperbesar daya serap yang dimiliki arang aktif,

karena kelarutan molekul adsorbat lebih kecil sehingga lebih banyak yang

teradsorpsi.

5) Waktu kontak

22
Semakin lama waktu kontak antara arang aktif dengan adsorbat maka

semakin banyak adsorbat yang teradsobsi.

6) Luas permukaan karbon aktif

Semakin luas permukaan yang dimiliki arang aktif daya serap yang dimiliki

semakin besar.

7) Konsentrasi adsorbat dan ukuran partikel adsorbat

Semakin besar konsentrasi dan partikel adsorbat menyebabkan daya serap

adsorpsi arang aktif menjadi cepat jenuh.

Gambar 2.11 Proses adsorpsi arang aktif (a) difusi pada permukaan adsorben, (b)

migrasi ke dalam pori adsorben, (c) pembentukan monolayer adsorben (Adli, 2012)

Gambar 2.11 memperlihatkan proses adsorpsi yang terjadi pada arang aktif.

Gugus aktif yang terletak pada permukaan arang aktif berinteraksi dengan

adsorbat berupa senyawa kimia. Adanya pengaruh gaya Van Der Waals antara

permukaan arang aktif dengan adsorbat menyebabkan adsorbat teradsorpsi ke

dalam pori arang aktif. Dan pada saat inilah terjadi proses adsorpsi arang aktif

terhadap adsorbat.

23
2.5 Pengertian air lindi (Leachate)

Air lindi didefinisikan sebagai suatu cairan yang dihasilkan dari pemaparan

air hujan pada timbunan sampah. Dalam kehidupan sehari-hari air lindi ini dapat

dianalogikan seperti seduhan air teh. Air lindi membawa materi tersuspensi dan

terlarut yang merupakan produk degradasi sampah. Cairan yang timbul dari hasil

dekomposisi biologis sampah yang telah membusuk yang mengalami pelarutan

akibat masuknya air eksternal ke dalam urugan atau timbunan sampah, selayaknya

benda cair air lindi akan mengalir ke tempat yang lebih rendah. Air lindi dapat

merembes ke dalam tanah dan bercampur dengan air tanah, ataupun mengalir di

permukaan tanah dan bermuara pada aliran air sungai. Kemampuan air lindi

mencemari air permukaan atau air tanah dipengaruhi oleh kondisi geologi (tipe

tanah dan jenis batuan) serta kondisi hidrologi (kedalaman dan pergerakan air

tanah, jumlah curah hujan serta pengendalian aliran permukaan) dimana lokasi

TPA berada (Maramis, 2008).

Air lindi pada umumnya mengandung senyawa-senyawa organik

(Hidrokarbon, Asam Humat, Sulfat, Tanat dan Galat) dan anorganik (Natrium,

Kalium, Kalsium, Magnesium, Khlor, Sulfat, Fosfat, Fenol, Nitrogen dan senyawa

logam berat) yang tinggi. Konsentrasi dari komponen-komponen tersebut dalam

air lindi bisa mencapai 1000 sampai 5000 kali lebih tinggi dari pada konsentrasi

dalam air tanah (Maramis, 2008). Cairan pekat dari TPA yang berbahaya

terhadap lingkungan dikenal dengan istlah leacheat atau air lindi. Cairan ini

berasal dari proses perkolasi/percampuran (umumnya dari air hujan yang masuk

kedalam tumpukan sampah), sehingga bahan-bahan terlarut dari sampah akan

24
terekstraksi atau berbaur. Cairan ini harus diolah dari suatu unit pengolahan

aerobik atau anaerobik sebelum dibuang ke lingkungan. Pergerakan air lindi ke

bawah dapat sampai pada kedalaman permukaan air tanah sehingga dapat

memberi pengaruh kualitas air tanah, sedang pergerakan air lindi ke samping

dapat mempengaruhi kualitas air permukaan di sekitar TPA.

2.6 Logam berat

Lindi dari tempat pembuangan akhir telah mengakibatkan polusi yang serius.

Senyawa organik termasuk hidrokarbon aromatik, fenol pada air tanah, dengan

konsentrasi amonium, logam berat, dan kontaminan organik yang sangat tinggi.

Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik, mengendap

di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam

sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air (Harahap, 2007).

2.6.1 Ciri dan sifat logam berat

Menurut Palar (2012), secara umum logam berat memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

a) Memiliki kemampuan yang baik sebagai penghantar daya listrik (konduktor).

b) Memiliki rapat massa yang tinggi.

c) Dapat membentuk alloy dengan logam lainnya.

d) Untuk logam yang padat dapat ditempa dan dibentuk.

Adapun menurut Sutamihardja dkk (1982), logam berat memiliki sifat-sifat

sebagai berikut:

a) Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan

dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan).

25
b) Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan

membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi organisme tersebut.

c) Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi

dari konsentrasi logam dalam air. Di samping itu sedimen mudah tersuspensi

karena pergerakan masa air yang akan melarutkan kembali logam yang

dikandungnya ke dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar

potensial dalam skala waktu tertentu.

2.6.2 Jenis-jenis Logam Berat

Berdasarkan sifat racunnya, logam berat dibagi menjadi empat golongan,

yaitu sebagai berikut:

a) Sangat beracun, dapat mengakibatkan kematian ataupun gangguan kesehatan

yang pulih dalam waktu yang singkat, logam-logam tersebut antara lain: Hg,

Pb, Cd, Cr, As.

b) Moderat, yaitu mengakibatkan gangguan kesehatan baik yang pulih maupun

tidak dalam waktu yang relatif lama, logam-logam tersebut antara lain: Ba,

Be, Cu, Au, Li, Mn, Se, Te, Co, dan Rb.

c) Kurang beracun, logam ini dalam jumlah besar menimbulkan gangguan

kesehatan, logam-logam tersebut antara lain: Al, Bi, Co, Fe, Ca, Mg, Ni, K,

Ag, Ti, dan Zn.

d) Tidak beracun, yaitu tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Logam-logam

tersebut antara lain: Na, Al, Sr, dan Ca.

26
2.6.3 Besi (Fe)

Besi (Fe) adalah salah satu elemen yang dapat ditemui hampir pada setiap

tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Umumnya besi

yang ada di dalam air dapat bersifat terlarut sebagai Fe²+ atau Fe³+ . Besi terlarut

dalam air dapat berbentuk kation ferro (Fe²+) atau kation ferri (Fe³+). Hal ini

tergantung kondisi pH dan oksigen terlarut dalam air. Besi terlarut dapat

berbentuk senyawa tersuspensi, sebagai butir koloidal seperti Fe(OH)³, FeO,

Fe²O³ dan lain-lain.

27

Anda mungkin juga menyukai