Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TUGAS MK. ANATOMI FISIOLOGI

Disusun Oleh :
KELOMPOK 7
AKBAR ABDILAH (17331120404)
ALYA NOVIA NURSYABAN (17331120406)
HUMAIRA HADIYAN MASTHOFAFI (17331120438)
LULA FADHILAH KAMIL (17331120444)
TAMARA SEPTYA ARDIANTI (17331120468)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
JURUSAN GIZI PROGRAM STUDI GIZI DAN DIETETIKA
PROGRAM SARJANA TERAPAN
2020
STRUKTUR DAN FUNGSI DARI SETIAP BAGIAN PARU-PARU

1. Bronkus

Bronkus adalah cabang trakea yang terhubung dengan paru-paru kiri dan kanan.
Bronkus kiri masuk ke paru-paru kiri, dan bronkus sebelah kanan masuk ke paru-
paru kanan.Fungsi bronkus yang utama adalah sebagai jalur udara dari mulut serta
trakea. Udara yang masuk dan keluar dari paru-paru akan melewati bronkus,serta
bronkus berperan untuk mengeluarkan lendir atau dahak.

 Bronkus intrapulmonal

Pada bronkus intrapulmonal, cincin tulang rawan berbentuk C diganti dengan


lempeng-lempeng tulang rawan yang mengelilingi bronki. Otot polos menyebar dan
mengelilingi lumen bronki. Epitel bronkus intrapulmonal adalah epitel bertingkat
semu silindris bersilia dengan sel goblet. Sisa dindingnya terdiri dari lamina propria
tipis, selapis tipis otot polos, submukosa dengan kelenjar bronkia, lempeng tulang
rawan hialin, dan adventitia.

2. Bronkiolus

Bronkiolus berukuran sangat kecil, seperti rambut, dan jumlahnya banyak. Baik di
paru-paru kiri maupun kanan, terdapat hingga 30.000 bronkiolus. Udara yang masuk
ke bronkus, akan diteruskan ke bronkiolus, untuk bisa menuju ke alveolus. Udara
yang lewat di bronkiolus, akan diatur intensitasnya oleh mekanisme dilatasi dan
kontraksi atau sistem buka-tutup.

 Bronkiolus terminalis

Menampakkan mukosa yang berombak dengan epitel silindris bersilia, tidak ada sel
goblet. Lamina propria tipis, selapis otot polos dan masih ada adventitia.

 Bronkiolus respiratorius

Bronkiolus respiratorius langsung berhubungan dengan duktus alveolarisdan alveoli.


Epitelnya adalah selapis silindris rendah atau kuboid dan dapat bersilia di bagian
proximal saluran ini. Sedikit jaringan ikat yang menunjang lapisan otot polos, serat
elastin lamina propria dan pembuluh darah yang menyertainya. Setiap alveolus
terdapat pada dinding bronkiolus respiratorius, berupa kantong kecil. Jumlah
alveolus semakin ke distal semakin banyak.
3. Alveoli dan alveolus

alveoli merupakan kumpulan kantung udara. Masing-masing kantong udara, disebut


dengan alveolus, dan ukurannya sangat kecil. Namun, jumlah alveoli sangatlah
banyak, yaitu sekitar 600 juta buah. Berfungsi sebagai tempat pertukaran oksigen
dan karbon dioksida. Kemudian, oksigen akan dialirkan ke dalam aliran darah.
Sementara itu, karbon dioksida, yang masuk ke alveolus melalui aliran darah, akan
dikirim alveolus ke luar tubuh.Oksigen yang dihirup, menyebar melalui alveolus dan
kapiler (pembuluh darah terkecil) ke dalam darah. Sementara itu, karbon dioksida
yang dihirup, mengalir dari kapiler ke alveolus, lalu naik ke bronkial, dan keluar dari
mulut.

4. Pleura

Pleura adalah lapisan membran tipis pelindung paru-paru dan tulang rangka bagian
dalam, yang menghadap paru-paru. Pleura memiliki dua lapisan, sehingga saat paru-
paru bersentuhan dengan bagian dalam tulang rangka, tidak akan terjadi gesekan.

5. Diafragma

Diafragma merupakan otot pernapasan yang terletak di bawah paru-paru dan


memisahkan area dada dari perut. Saat bernapas, diafragma akan berkontraksi dan
menarik paru-paru ke bawah serta melebarkannya agar udara dapat masuk
sempurna. Lalu, saat menghembuskan napas, diafragma akan rileks dan kembali ke
bentuk semula yang terlihat seperti kubah, sehingga jumlah udara didorong keluar
paru-paru.

PROLIFERASI SEL PARU-PARU FETUS HAMSTER


Proliferasi sel adalah pembelahan sel (cell division) dan pertumbuhan sel (cell
growth). Proliferasi merupakan proses perbanyakan sel melalui pembelahan sel
(mitosis) dan diferensiasi. Pembelahan sel (mitosis) terjadi melalui fase-fase tertentu.
Pembelahan sel merupakan proses yang dilalui oleh makhluk hidup untuk
menjalankan berbagai fungsinya karena kemampuan sel yang paling mendasar
adalah kemampuannya untuk tumbuh dan membelah.

Trenggono (2009) menjelaskan pada tingkat seluler, pertumbuhan sel disertai


dengan penambahan molekul-molekul protein, asam nukleat, karbohidrat, lipid, serta
komponen seluler lainnya. Pada saat sel tumbuh, membran plasma mengalami
perluasan untuk memungkinkan terjadinya peningkatan volume internal, tetapi sel
tidak dapat secara terus menerus meluas tanpa batas, sehingga pertumbuhan sel
harus disertai dengan pembelahan sel sehingga dihasilkan sel anak.

Pembelahan sel secara aktif memerlukan suatu pengaturan. Proses yang


mendasari mekanisme dan pengaturan pembelahan sel adalah siklus sel. Menurut
Albert (2002), proliferasi sel dapat dipengaruhi oleh suatu ligan. Ligan berikatan
dengan reseptor pada membran sel, kemudian mengaktifkan beberapa protein di
dalam sel melalui fosforilasi. Transduksi sinyal tersebut diteruskan ke dalam inti sel
untuk mengaktifkan faktor transkripsi yang selanjutnya dapat mengaktifkan siklus sel.
Fase-fase dalam siklus sel adalah G1, S, G2, dan M. Fase G1 merupakan fase
antara fase M dan S, yaitu saat berlangsungnya pertumbuhan dan persiapan untuk
replikasi kromosom. Fase G2 merupakan fase antara fase S dan M, yaitu fase
persiapan untuk sel melakukan mitosis. Sintesis DNA dan penggandaan sentrosom
berlangsung dalam fase S, sedangkan mitosis terjadi pada fase M. Fase G1, S, dan
G2 secara keseluruhan disebut interfase. Fungsi utama sel pada fase M disamping
melakukan sintesis protein dan sintesis RNA adalah membelah diri.

Sel yang terbentuk dari hasil kultur akan tumbuh mengikuti kurva pertumbuhan
yang terbagi dalam 3 fase yaitu fase lambat, fase eksponensial dan fase menetap.
Menurut Budiono (2002), pertumbuhan sel dalam sistem kultur terdiri dari 3 fase
yaitu Lag phase, dan Plateu phase. Pada Lag phase konsentrasi sel adalah sama
atau hampir sama dengan konsentrasi pada waktu subkultur. Fase ini juga disebut
dengan fase adaptasi atau fase lambat, yaitu fase sel yang meliputi pelekatan pada
substrat dan penyebaran sel. Log phase merupakan fase terjadinya peningkatan
jumlah sel secara eksponensial dan saat pertumbuhan mencapai konfluen, proliferasi
akan terhenti setelah 1 atau 2 siklus berikutnya. Fraksi pertumbuhan pada fase ini
mencapai 90-100%. Plateu phase merupakan fase terjadinya penurunan dan
berkurangnya kemampuan sel untuk tumbuh apabila sel telah mencapai konfluen.
Pada fase ini fraksi pertumbuhan akan mencapai 0-10%.

JUMLAH SEL PARU-PARU


Beragam tipe sel dalam membran mukosa yang melapisi alveoli paru. Sel-sel
ini meliputi leukosit, makrofag, sel mast, sel Natural Killer (NK) dan sel dendritik.

Sel epitel terdiri sel alveolar gepeng (sel alveolar tipe I), sel alveolar besar
(sel alveolar tipe II). Sel alveolar gepeng (tipe I) jumlahnya hanya 10%, menempati
95 % alveolar paru. Sel alveolar besar (tipe II) jumlahnya 12 %, menempati 5 %
alveolar.

Sel alveolar gepeng terletak di dekat septa alveolar, bentuknya lebih tebal,
apikal bulat, ditutupi mikrovili pendek, permukaan licin, memilki badan berlamel. Sel
alveolar besar menghasilkan surfaktan pulmonar. Surfaktan ini fungsinya untuk
mengurangi kolaps alveoli pada akhir ekspirasi. Jaringan diantara 2 lapis epitel
disebut interstisial. Mengandung serat,

Sel septa (fibroblas), sel mast, sedikit limfosit. Septa tipis diantara alveoli
disebut pori Kohn. Sel fagosit utama dari alveolar disebut makrofag alveolar. Pada
perokok sitoplasma sel ini terisi badan besar bermembran. Jumlah sel makrofag
melebihi jumlah sel lainnya.

Sistem pertahanan oleh leukosit, khususnya neutrofil dan limfosit yang


terdapat dalam alveoli paru memberikan mekanisme pertahanan terhadap virus dan
bakteri. Sel-sel neutrofil akan membunuh bakteri dengan cara fagositosis.
Sedangkan limfosit akan membentuk imunitas terhadap bakteri.

Makrofag akan menelan partikel debu dan mikroorganisme patogen yang


masuk dalam alveoli paru. Makrofag juga terlibat dalam proses pembentukan
imunitas dengan bertindak sebagai Antigen Precenting Cell (APC). Ketika
mikroorganisme asing menginvasi tubuh makrofag dan APC lainnya akan
membunuh mikroorganisme tersebut. Sel-sel makrofag mensekresikan interleukin,
TNF (Tumor Necrosis Factor) dan kemokin. Interleukin dan TNF akan mengaktifkan
sistem imun sistemik tubuh dan kemokin akan menarik sel-sel darah putih ke lokasi
inflamasi.

Sel mast mampu menimbulkan reaksi hipersensitivitas seperti alergi dan


anafilaksis serta mensekresikan heparin, histamin, serotonin dan enzim-enzim
hidrolisis.

Sel NK merupakan sel granula berukuran besar dan berada dalam organ
paru dan organ limfoid lainnya. Butir-butir granula berisi berisi enzim-enzim hidrolisis
yang akan menghancurkan mikroorganisme. Sel NK merupakan lini 13 pertama
pertahanan imunitas spesifik tubuh khususnya terhadap virus. Sel ini
menghancurkan virus dan sel-sel rusak atau terinfeksi virus yang dapat membentuk
tumor. Sel NK mensekresikan interferon dan TNF. Sel dendritik dalam paru berperan
bersama makrofag sebagai antigen presenting sel.

SEL DALAM PARU-PARU


Epitel Respirasi

Terdapat 5 jenis sel yang khas:

-Sel Silindris Bersilia

Sel terbanyak, memiliki lebih dari 300 silia

-Sel Goblet

Mengandung mukus kaya polisakarida

-Sel Sikat (brush)

Terdapat banyak mikrovili pada permukaan apikalnya

-Sel Basal

Sel bulat kecil terletak di atas laminal Basal

-Sel Granula Kecil

Mirip sel Basal dan memiliki banyak granul

Semua jenis sel di atas terdapat di membran basalis.

Peralihan Epitel Respirasi

-Bagian konduksi (hampir seluruhnya)

Epitel bertingkat silindris

Bersilia bersel goblet

-saat menuju bronkiolus menjadi

Epitel selapis silindris bersilia bersel goblet

-Di bronkiolus terminal

Menjadi epitel selapis kuboid bersilia

Bronkiolus Terminalis

Merupakan saluran akhir dari bagian konduksi

Diameter 0,5 mm atau kurang


Epitel selapis silindris atau kuboid bersilia

Sel goblet dan kelenjar tidak ada

Terdapat sel Clara yang tidak bersilia, mempunyai fungsi sekresi glikosaminoglikan
untuk melindungi lapisan bronkiolus

Jaringan elastis bercampur dengan jaringan otot polos yang terdapat dalam jumlah
besar

Perubahan struktur histologi bagian konduksi

Epitel ukuran tingginya akan memendek (lumen mengecil)

Sel goblet dan kelenjar seromukrosa berkurang dan menghilang

Lamina propria: makin menipis

Kartilago berbentuk C -> menjadi lempeng Kartilago -> pulau-pulau Kartilago


"insulae cartilagoneae" -> kartilago menghilang

Serat elastis makin bertambah

Serat otot polos juga bertambah

bronkhiolus respiratorius

Terdapat epitel selapis kuboid bersilia dan sel clara

Lebih jauh sedikit, epitelnya sudah tidak bersilia lagi, dan menjadi epitel selapis
kuboid

Duktus alveolaris

Dibentuk oleh :

Sakus alveolaris

alveolus

Sering dijumpai serat otot polos tertentu berkelompok di muara alveoli

Serat elastis, retikuler dan kolagen halus juga mengisi dinding duktus.
Bagian ujung duktus alveolaris mempunyai diameter lebih besar yang disebut Atria,
yaitu ruang yang menghubungkan beberapa sakus alveolaris

Sakus alveolaris

Merupakan kantong yang di bentuk oleh dua alveoli atau lebih

Dinding terdiri atas

Alveoli-alveoli yang berdinding sangat tipis

Banyak dijumpai serat elastis dan retikuler

Serat otot polos tidak di jumpai

Tidak dilapisi epitel kecuali alveoli-alveoli

Alveoli

Adalah gelembung gelembung udara berupa kantong kecil (dinding dari ductus dan
saccus alveolaris)

Bagian terminal dari percabangan bronkus

Pada dinding alveoli terjadi pertukaran gas O2 dan CO2 antara udara dan darah

Alveolus

Alveolus melekat satu sama lain dan dipisahkan oleh septum interalveolaris yang
juga merupakan dinding alveolus

Septum ini sebagian besar ditempati oleh kapilar kapilar yg banyak membentuk
anyaman

Dinding tipis sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran gas

Septum interAlveolaris
Dalam septum interalveolaris dapat dijumpai:

Serat serat elastis dan retikuler yang disusun sedemikian rupa sehingga
memungkinkan dinding alveoli mengembang dan menciut

Fibroblas

Makrofag

Leukosit

Terdapat Lubang-lubang stigma / porus alveolaris berdiameter µm sehingga dapat


terjadi pertukaran udara kolateral (paru-paru mengembang)

Fungsi porus : mencegah overdistensi /kolaps beberapa alveoli pada waktu


bronkhiolus terminalis mengalami oklusi.
Faktor Risiko Perubahan Fungsi Paru

Perubahan pada anatomi sistem respiratorik dan proses pertukaran gas karena
usia hampir tidak dapat dibedakan dari perubahan yang terjadi karena faktor lain
seperti polusi udara, merokok, pajanan lingkungan dan gaya hidup. Telah diketahui
bahwa efisiensi pernapasan berkurang dengan penambahan usia. Saat sistem
respiratorik yang menua terpajan faktor lain seperti polusi dan merokok maka jejas
yang terjadi bersifat kumulatif dan kelainan sistem respiratorik yang muncul lebih
jelas dan berat.

Faktor risiko yang paling sering menyebabkan gangguan pernapasan adalah


pajanan lingkungan, termasuk asap rokok, infeksi pernapasan, polusi udara (indoor
dan outdoor), dan debu kerja. Sistem pernapasan sangat rentan karena memiliki
interface terbesar dengan lingkungan, luas permukaan alveolar adalah 85 m2
dibandingkan dengan kulit 1,8 m2. Pada individu yang rentan, pajanan lingkungan ini
dapat menyebabkan keradangan pada paru dan pada gilirannya penurunan fungsi
paru.

Studi eksperimental dan klinis telah membuktikan keterlibatan reactive oxygen


species (ROS) dalam perkembangan penyakit paru akut dan kronis. Beberapa efek
patologis jangka panjang tidak mudah dibedakan dari penuaan yang normal. Karena
harapan hidup penduduk meningkat di sebagian besar belahan dunia, sejumlah kecil
polusi lingkungan dapat berkontribusi terhadap jejas paru bila durasi pajanan lama.
Animal model dengan jaringan paru yang tua menunjukkan bahwa penuaan itu
sendiri terkait dengan peningkatan pembentukan radikal bebas oksigen pada paru.
Radikal bebas bereaksi dengan banyak komponen seluler, pengoksidasi protein,
lipid, basa DNA, enzim untuk metabolisme perantara dan komponen matriks
ekstraselular termasuk kolagen, elastin dan asam hyaluronat. Sumber utama dari
ROS adalah pajanan lingkungan dan pekerjaan dari asbes, kristal silika, batu bara,
kromium, herbisida, dan asap rokok. Jejas paru terkait ROS menyebabkan semacam
pola jejas sel dan perubahan pada tingkat molekuler pada inisiasi, propagasi dan
reaksi berantai autolytic. Signaling intraseluler, aktivasi dan inaktivasi enzim,
stimulasi, sekresi, dan pelepasan sitokin proinflamasi, kemokin, dan aktivasi dan
perubahan nuclear factor juga umum. Ozon dan nitrogen oksida adalah zat beracun
kuat dan merupakan polutan lingkungan yang umum baik di dalam maupun luar
ruangan, terutama kadarnya tinggi pada kabut asap (smog). Zat-zat tersebut
merupakan iritan kuat terhadap bronkus dan dapat menyebabkan fibrosis paru dan
emfisema.

Reaksi oksidatif sering dikaitkan dengan akumulasi jaringan ikat pada paru,
arteri, dan sistem saraf. Reaksi radikal dapat memicu fibrogenesis baik secara
langsung atau melalui rangsangan inflamasi. Radikal bebas tampaknya memodulasi
aktivitas fagosit dan sel yang memproduksi matriks ekstraseluler. Peroksidasi lipid
menginduksi overexpression genetik sitokin fibrogenic, yang merupakan molekul
kunci dalam mekanisme patologis dari fibrosis, serta peningkatan transkripsi dan
sintesis kolagen. Kedua kejadian ini dapat di down-regulated dengan penggunaan
antioksidan. Pengaruh stres oksidatif pada ekspresi gen sitokin tampaknya
merupakan mekanisme penting mengapa terjadi deposisi jaringan ikat.

Patofisiologi Perubahan Struktur dan Fungsi Paru Terkait Usia

Usia memiliki pengaruh penting bagi fungsi paru. Bukti menunjukkan bahwa
penurunan fungsi paru terkait dengan penurunan drive napas neural namun lebih
berkaitan lagi dengan perubahan struktural pada sistem pernapasan terkait usia.
Perubahan struktur dan anatomis pada paru antara lain: gangguan dan hilangnya
serabut elastin, perubahan cross-linking matriks (elastin dan kolagen), pengecilan
diameter bronkiolus kecil, pembesaran airspace terminal, penambahan jumlah pori-
pori Kohn, pengurangan total area permukaan alveolar, dan pengurangan jumlah
kapiler per alveolus. Penuaan, tanpa adanya kelainan tambahan, tidak
mengakibatkan hipoksia atau pneumonia. Perubahan anatomi dan fungsional sistem
pernapasan yang berhubungan dengan usia berkontribusi terhadap peningkatan
frekuensi pneumonia, peningkatan kemungkinan hipoksia, dan dada. Secara
keseluruhan complianse dinding dada berkurang sepertiga dari usia 30 tahun hingga
75 tahun. Kontraksi otot interkostal berperan dalam kurangnya ekspansi dada pada
orang tua, dengan kontribusi yang relatif besar dari otot perut. Otot perut hanya
efektif membantu ventilasi dalam posisi duduk atau telentang. Dengan demikian,
pada orang tua pengembangan penuh jalan napas hanya terjadi dalam posisi berdiri.
Atelektasis dapat mengakibatkan peningkatan gradien alveolar-kapiler. Seiring
dengan terjadinya remodelling dada oleh karena faktor usia, diafragma semakin
mendatar dan menjadi kurang efisien. Perubahan pada diafragma berpengaruh pada
peningkatan kerja pernapasan selama aktivitas (dapat meningkat hingga 30 persen).
Dampak Penurunan Fungsi Paru

Studi Cardiovascular Health menyebutkan bahwa penambahan usia


menyebabkan penurunan maximal inspiratory force dan maximal expiratory force
(lebih kecil dibandingkan penurunan maximal inspiratory force). Baik kekuatan
inspirasi dan ekspirasi secara signifikan lebih baik pada orang tua yang aktif secara
fisik. Diafragma juga didapatkan lebih tebal pada kelompok usia lanjut yang aktif. Hal
ini menjelaskan penurunan yang terjadi di atas adalah karena gaya hidup sedentary.
Perubahan ini dapat diminimalkan dengan latihan fisik karena diperkirakan
hiporesponsif reseptor pusat atau perifer diakibatkan oleh deconditioning dan latihan
fisik dapat memberikan kompensasi terhadap perubahan terkait usia. Pada orang tua
dibutuhkan dosis kumulatif lebih kecil untuk menyebabkan bronkokonstriksi, juga
dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk pulih dari efek terapi adrenergik agonis.

Pada individu sehat, perubahan pada sistem respiratorik yang disebabkan oleh usia
tidak menyebabkan masalah serius seperti obstruksi jalan napas atau penyakit paru
parenkimal karena masih ada kapasitas cadangan paru. Namun saat seorang
individu memiliki penyakit paru komorbid karena merokok atau infeksi paru
sebelumnya maka cadangan tersebut berkurang dan kelainan paru lebih mudah
muncul.

DAFTAR PUSTAKA

James G.F.Sistem Pernafasan dalam rangka menjalani kepaniteraan klinik madya


penyakit dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2017. Bali

http://eprints.undip.ac.id/

http://etheses.uin-malang.ac.id/

https://www.sehatq.com/artikel/mengenali-bagian-serta-fungsi-paru-paru-untuk-tubuh
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id/

Ren W, Li L, Zhao R, Zhu L. Age-associated changes in pulmonary function: a


comparison of pulmonary function parameters in healthy young adults and the elderly
living in Shanghai. Chin Med J. 2012; 125(17): 3064–3068.

Lesauskaite V. Ebejer MJ. Age-related changes in the respiratory system. Maltese


Medical Journal. 1999; 11(1,2): 25; p. 27.

https://e-journal.unair.ac.id/JR/article/download/12323/7120

Anda mungkin juga menyukai