Anda di halaman 1dari 13

6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Serat Pangan


2.1.1. Definisi

Serat pangan, dikenal juga sebagai serat diet atau dietary fiber, merupakan bagian
dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang
memiliki sifat resistan terhadap proses pencernaan dan penyerapan di usus halus
manusia serta mengalami fermentasi sebagian atau keseluruhan di usus besar
(Anonim, 2001).

2.1.2. Klasifikasi
Serat pangan diklasifikasikan ke dua kelompok yaitu :
a) Serat larut air (soluble dietary fibre)
Komponen yang larut dalam air di saluran pencernaan yang membentuk
gel dengan cara menyerap air. Pektin, gum mukilase merupakan kelompok serat
larut air. Serat larut air difermentasikan dalam usus besar. Ia meningkatkan
produksi asam lemak rantai pendek yang membantu menghindari garam hempedu
dari sistem yang akan menurunkan penyerapan kolesterol ditubuh. Jadi serat larut
air membantu mengendalikan berat badan, mengurangi resiko penyakit jantung
dan memperlambatkan gula darah yang dibutuhkan (Jonathan.W, 1993).
b) Serat tidak larut air (Insoluble dietary fibre)
Komponen yang tidak larut dalam air dan saluran pencernaan. Serat tidak
larut air biasanya memiliki kemampuan menyerap air yang tinggi serta
pembentukan tinja yang lebih lunak sehingga melewati usus besar dengan cepat
dan mudah dengan demikian mengurangi tekanan yang diperlukan untuk
eliminasi. Jadi serat tidak larut air mengurangi resiko sembelit, penyakit
diverkulitis, varises, wasir, hernia, apendisitis, dan flebitis. Semakin cepat gerakan
semakin cepat waktu transit makanan dalam usus besar (Jonathan.W, 1993).

Universitas Sumatera Utara


7

2.1.3. Jenis-Jenis
a) Sellulosa
Sellulosa merupakan sebuah polisakarida yang terdiri dari polimer liniar
unit glukosa dengan ikatan β-1,4 , adalah komponen struktural dinding sel.
Manusia kekurangan enzim pencernaan untuk memecah β- (1,4) dengan demikian
tidak dapat menyerap glukosa dari sellulosa. Sebuah molekul selulosa
mengandung 3000 atau lebih unit glukosa. Sellulosa ditemukan pada dinding
parenkiem tumbuhan, lebih kurang 30% yang dimodifikasikan secara kimiawi
menjadi hancur dan ditambahkan ke makanan sebagai pengawet, penguat rasa,
dan agen pengental.

b) Hemisellulosa
Hemisellulosa adalah kelompok polisakarida yang ditemukan di dinding
sel tanaman yang mengelilingi selulosa. Polimer ini terdapat dalam bentuk liniar
atau bercabang dan terdiri dari glukosa, arabinosa, manosa, xylose, dan asam
galacturonic. Molekul ini kecil dibandingkan dengan sellulosa.

c) Pektin
Pektin, yang ditemukan di dinding sel dan jaringan intraseluler di
kebanyakan buah-buahan dan berry yang terdiri dari unit galaktosa dengan
ramnosa diselingi dalam rantai liniar. Pektin sering memiliki rantai sampingan
dari gula netral, dan unit galaktosa dapat diesterifikasi dengan gugus metil, sebuah
lender yang memungkinkan untuk viskositasnya. Sementara buah-buahan dan
sayuran mengandung 5 sampai 10 persen alami pektin, pektin yang diekstrak dari
kulit industri jeruk dan apel. Kulit buah jeruk mengandung 30 persen pektin , kulit
apel 15 persen , dan kulit bawang 11 hingga 12 persen . Pektin terkenal karena
kemampuannya untuk membentuk gel dalam mempersiapkan selai buah atau jeli.

d) Gum
Gum merupakan tanaman yang terdiri dari berbagai kelompok polisakarida
biasanya diisolasi dari biji dan memiliki lender yang kental di komponen dinding

Universitas Sumatera Utara


8

sel. Guar gum diproduksi daripada penggilingan dari endosperm dari biji guar.
Polisakarida utama dalam guar gum adalah galactomannan. Galactomannans
sangat kental dan karena itu digunakan sebagai agen pengental dan stabilisator
dalam bahan makanan. Beberapa juga digunakan sebagai obat pencahar kerana
merupakan zat pembentuk gel yang diperoleh dari rumput laut.

e) B-glukan
β-glukan merupakan polimer polisakarida yang mempunyai ikatan
campuran glukosa. Polimer D-glukopiranosa liniar glukosa dengan ikatan β-1,4
terdapat pada jamur, algae, dan tanaman yang lebih tinggi (misalnya, barley dan
gandum). β-glukan sangat baik difermentasikan oleh bakteri di usus besar.

f) Resistent starch
Resistant starch merupakan pati yang tidak bisa dicerna secara enzimatik.
Salah satu contohnya adalah zat pati yang dibutuhkan di dinding sel tanaman yang
tahan terhadap aktivitas enzim amylase. Gelatinisasi dapat mempermudahkan
aksesnya terhadap enzim ini. Resistant starch juga bisa terbentuk akibat
pengolahan bahan makanan seperti proses pemasakan atau pendinginan atau
modifikasi dari zat pati.

g) Chtitin dan Chitosan


Chitin adalah amino-polisakarida yang mengandung β- (1,4) yang tidak
larut dalam air dan dapat mengantikan sellulosa pada dinding sel. Chitosan
merupakan produk deasetilasi dari chitin. Kedua-dua chitin dan chitosan
merupakan komponen eksoskeleton arthropoda (misalnya, kepiting dan lobster)
dan sebahagian besar ditemukan di dinding sel jamur. Chitin dan chitosan
terutama dikonsumsi sebagai suplemen.

h) Lignin
Lignin merupakan polimer bercabang yang terdiri dari unit-unit fenol dan
ditemukan dalam batang tumbuhan dengan ikatan intramolecular yang kuat.

Universitas Sumatera Utara


9

Lignin merupakan komponen non-karohidrat utama dari serat meskipun tidak


termasuk dalam komponen penting dalam makanan manusia kerana umumnya
berhubungan dengan jaringan-jaringan keras dan berkayu.Lignin tidak larut dalam
air dan tidak difermentasi oleh bakteri usus.

i) Resistant dekstrin
Komponen karbohidrat yang tidak bisa dicerna, dan merupakan sebagai
hasil dari pemanasan dan pengobatan enzimatik yang menghasilkan dekstrin yang
juga disebut maltodekstrin. Tidak seperti gum, dekstrin memiliki viskositas tinggi
yang dapat menyebabkan masalah dalam pengolahan makanan.

j) Psillium
Psillium didapat dari getah tumbuhan berbiji platago ovate yang bersifat
hidrofilik dan dapat membentuk gel.

(Hillman LC., 1983)

2.1.5. Sifat- Sifat

a) Adsorption and binding ability


Serat telah diduga menganggu penyerapan mineral karena mengeluarkan
ion polisakarida (seperti pektin melalui kelompok karboksil ) dan zat terkait
seperti fitat dalam serat sereal telah terbukti invitro untuk mengikat ion logam.
Polisakarida tidak memiliki efek pada penyerapan mineral dan elemen jejak
sementara zat terkait seperti fitat dapat memiliki efek negatif. Kemampuan
berbagai serat untuk menyerap dan bahkan kimia asam empedu mengikat telah
diusulkan sebagai mekanisme potensial dimana serat makanan tertentu kaya asam
uronic dan senyawa fenolik mungkin memiliki tindakan hipokolesterolemik.
Kondisi lingkungan (durasi paparan, pH) bentuk fisik dan kimia dari serat dan
sifat asam empedu dapat mempengaruhi kapasitas adsorpsi serat.

Universitas Sumatera Utara


10

b) Solubility
Kelarutan memiliki efek mendalam pada fungsi serat. Hal ini juga
ditetapkan bahwa polisakarida kental larut dapat menghambat pencernaan dan
penyerapan nutrisi dari usus. Lebih mendalam (seperti permen karet akasia),
kehadiran kelompok-kelompok ion (misalnya pektin metilasi) dan potensi untuk
unit antara ikatan posisi (seperti β-glukan dengan campuran β-1-3 dan β-1-4
keterkaitan) meningkatkan kelarutan. Perubahan dari unit monosakarida atau
bentuk molekul mereka (α- atau bentuk β) lebih meningkatkan kelarutan.

c) Viscosity
Viskositas cairan secara kasar dapat digambarkan sebagai resistensi
terhadap aliran. Secara umum, apabila berat molekul atau panjang rantai serat
meningkat, viskositas serat dalam larutan meningkat. Namun, konsentrasi serat
dalam larutan, suhu, pH, kondisi pengolahan dan kekuatan ion semua secara
substansial tergantung pada serat yang digunakan. Terutama, polimer rantai
panjang, seperti gusi (guar gum, permen tragakan) mengikat air yang signifikan
dan menunjukkan viskositas solusi tinggi. Namun, secara umum, serat sangat
larut, yang bercabang atau polimer rantai yang relatif pendek seperti getah arab
memiliki viskositas rendah.

d) Particle size and bulk volume


Ukuran partikel memainkan peranan penting dalam mengendalikan
sejumlah peristiwa yang terjadi di saluran pencernaan yaitu waktu transit,
fermentasi, dan ekskresi tinja. Kisaran ukuran partikel tergantung pada jenis
dinding sel yang terdapat dalam makanan, dan pada tingkat pengelolaan.Ukuran
partikel serat dapat bervariasi selama proses di saluran pencernaan sebagai akibat
dari mengunyah, menggiling dan degradasi bakteri di usus besar. Kapasitas
penyerapan lemak juga dilaporkan meningkat dengan mengalami penurunan
ukuran partikel.

Universitas Sumatera Utara


11

e) Surface area characterictics


Porositas dan permukaan yang tersedia dapat mempengaruhi fermentasi
serat makanan (ketersediaan degradasi mikroba di usus besar) sementara
regiokimia pada lapisan permukaan dapat memainkan peran dalam beberapa sifat
fisiokimia(adsorpsi atau pengingatan beberapa molekul) akuntansi untuk beberapa
efek fisiologis serat makanan. Porositas dan permukaan yang tersedia untuk
bakteri atau molecular probe seperti enzim yang tergantung pada arsitektur serat,
yang ada kaitan dengan asal-usul dan sejarah pengolahannya.

f) Hydration poperties
Sifat hidrasi menentukan sebagian nasib serat makanan dalam saluran
pencernaan (induksi fermentasi) dan menjelaskan beberapa efek fisiologis
(kantong kotoran dari fermentasi minimal serat makanan).Pembengkakan dan
kapasitas retensi air memberikan pandangan umum tentang hidrasi serat dan akan
memberikan informasi yang berguna untuk makanan serat tambahan. Penyerapan
air memberikan informasi yang lebih lanjut mengenai serat, khususnya yang
volume substrat porinya.Ia juga membantu kita untuk memahami tentang perilaku
serat dalam makanan atau selama transit usus. Proses, seperti penggilingan,
pengeringan, pemanasan atau pemasakan ekstrusi misalnya, modifikasi sifat fisik
dari matriks serat dan juga mempengaruhi sifat hidrasi.
(Dhingra D, 2011)

Universitas Sumatera Utara


12

2.1.5. Sumber serat

Serat pangan banyak terdapat pada sayuran dan buah-buahan dan paling
mudah dijumpai dalam menu makanan masyarakat. Sebagai sumber serat sayuran
dapat dikonsumsi dalam bentuk mentah atau telah diproses melalui perebusan.

Tabel 2.1: Kadar Serat Pangan dalam Sayuran, Buah-buahan, Kacang-kacangan


dan Produk Olahannya
Jenis sayuran / Jumlah serat per Jenis sayuran / Jumlah serat per
Buah – buahan / 100 gram Buah – buahan / 100 gram
Kacang - kacangan (dalam gram) Kacang - kacangan (dalam gram)
a. Sayuran
Wortel rebus 3.3 Daun papaya 2.1
Kangkung 3.1 Daun singkong 1.2
Brokoli rebus 2.9 Asparagus 0.6
Labu 2.7 Jamur 1.2
Jagung manis 2.8 Terong 0.1
Kol kembung 2.2 Buncis 3.2
Daun bayam 2.2 Nagka muda 1.4
Kentang rebus 1.8 Daun kelor 2.0
Kubis rebus 1.7 Sawi 2.0
Tomat 1.1 brokoli 0.5
b. Buah –buahan

Alpukat 1.4 Nenas 0.4


Anggur 1.7 Pepaya 0.7
Apel 0.7 Pisang 0.6
Belimbing 0.9 Semangka 0.5
Jambu biji 5.6 Sirsat 2.0
Jeruk bali 0.4 Srikaya 0.7
Jeruk sitrun 2.0 Strawberi 6.5
Mangga 0.4 Pear 3.0
Melon 0.3
c. Kacang – kacangan dan Produk olahannya
Kacang kedelai 4.9 Kedelai bubuk 2.5
Kacang tanah 2.0 Kecap kental 0.6
Kacang hijau 4,3 Tahu 0.1
Kacang panjang 3,2 Susu kedelai 0.1
Tauge 0.7 Tempe kedelai 1.4

Sumber: 1)Food Facts Asia (1999);


2)Berbagai sumber olahan dalam Olwin Nainggolan dan Cornelis Adimunca

Universitas Sumatera Utara


13

2.1.6. Kebutuhan Serat Pangan


Menurut Peraturan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
Tahun 2013 tentang angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia
adalah berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin. Tabel 2.2 dibawah ini
memperlihatkan nilai dari jumlah kebutuhann serat untuk anak dan dewasa per
hari.
Tabel 2.2 : Kebutuhan Serat pada Anak dan Dewasa dalam Sehari
Asupan Serat

Kelompok umur Laki – laki Perempuan


kehidupan (gram) (gram)
0 - 6 bulan 0 0
7 - 11 bulan 10 10
1- 3 tahun 16 16
4 - 6 tahun 22 22
7 - 9 tahun 26 26
10 - 12 tahun 30 28
13 - 15 tahun 35 30
16 - 18 tahun 37 30
19 - 29 tahun 38 32
30 - 49 tahun 38 30
50 - 64 tahun 33 28
65 - 80 tahun 27 22
80+ tahun 22 20
Hamil
Trimester 1 +3
Trimester 2 +4
Trimester 3 +4
Menyusui
6 bulan pertama +5
6 bulan kedua +6

Sumber: Nafsiah MBOI dalam Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2013

Universitas Sumatera Utara


14

2.1.7. Manfaat Serat Pangan


a) Terhadap konstipasi
Kemampuan serat seperti sellulosa dan pektin dalam mengikat air telah
mencegah terjadi konstipasi (sembelit). Feces dengan kandungan air yang rendah
akan lebih lama tinggal dalam saluran dan mengalami kesukaran untuk
dieksresikan keluar (Andalas, 2007). Serat dengan kemampuan meningkatkan air
dalam feces menghasilkan feces yang lembut dan lunak yang akan mengurangkan
ketegangan usus untuk kontraksi ketika mengeluarkan feces (Agus S.Ir, 2011).
b) Terhadap Diverkulitis
Pada penyakit diverkulitis, sepanjang usus besar terbentuk kantong kecil
atau kantung (divertikula). Kantung ini diduga hasil dari tekanan di dalam usus
yang menyebabkan bagian kecil dari usus besar untuk " blow -out " pada titik-titik
kelemahan untuk membentuk kantong atau diverticula (Williams,1984). Ini
dipengaruhi oleh waktu transit makanan dalam usus besar (Andalas, 2007).Jika
kotoran tertinggal dalam kantong, lama-kelamaan akan berkembang infeksi. Serat
mencegah terjadi tekanan di usus serta mempersingkatkan waktu transit makanan
dalam usus besar.Serat juga mencegah disfungsi alat pencernaan seperti wasir,
appendicitis dan kanker usus besar (Andalas,2007).
c) Terhadap Kolesterol
Serat tidak larut air tampaknya tidak mempengaruhi kadar kolesterol darah.
Meskipun ada kemungkinan adalah bahawa serat dapat mengikat garam empedu
(produk akhir kolesterol) kemudian dikeluarkan bersamaan dengan feses.
Akibatnya , hati harus memecahkan lebih banyak kolesterol untuk membentuk
asam empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak dalam makanan . Proses ini
bisa menurunkan kadar kolesterol darah (Williams,1984). Beberapa penelitian
membuktikan bahwa rendahnya kadar kolesterol dalam darah ada hubungannya
dengan tingginya kandungan serat dalam makanan. Secara fisiologis, serat pangan
larut air lebih efektif dalam mereduksi plasma kolesterol yaitu Low Density
Lipoprotein, serta meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (Andalas,2007).

Universitas Sumatera Utara


15

d) Terhadap Kanker Usus Besar


Studi epidemiologi dari berbagai populasi, membandingkan insiden
penyakit dengan asupan serat makanan, telah menyarankan bahwa diet serat dapat
memberikan perlindungan dari kanker usus besar dan rectum (Williams,1984) .
Penyebab kanker usus besar diduga karena adanya kontak antara sel-sel dalam
usus besar dengan senyawa karsinogen dalam konsentrasi tinggi serta dalam
waktu yang lebih lama (Agus S.Ir, 2011).Serat pangan mencegah kanker usus
besar dengan meningkatkan ukuran feces dan menyelubungi komponen penyebab
kanker didalam feces serta mempersingkatkan waktu lewatnya sisa percernaan
pada saluran usus besar yang mengurangi paparan dinding usus terhadap
karsinogen (Andalas, 2007).

e) Terhadap Diabetes
Dalam salah satu studi, efek serat pada diabetes dengan menurunkan
kebutuhan insulin tercatat pada pasien yang meningkat jumlah makanan kaya
serat (Williams, 1984). Kemampuan Serat pangan menyerap air dan mengikat
glukosa sehingga mengurangi ketersediaan glukosa menyebabkan terjadinya
kompleks karbohidrat dan serat, sehingga daya cerna karbohidrat berkurang.
Keadaan tersebut mampu merendahkan kenaikan glukosa darah dan
menjadikannya tetap terkontrol (Agus S.Ir, 2011).

f) Terhadap Berat badan dan Obesitas


Makanan dengan kandungan serat pangan yang tinggi dilaporkan dapat
mengurangi berat badan. Serat makanan akan tinggal dalam saluran pencernaan
dalam waktu relatif singkat sehingga absorpsi zat makanan berkurang. Selain itu,
makanan yang mengandung serat yang relatif tinggi akan memberikan rasa
kenyang karena komposisi karbohidrat komplek bersifat menghentikan nafsu
makan sehingga mengakibatkan turunnya konsumsi makanan. Makanan dengan
kandungan serat pangan yang relatif tinggi biasanya mengandung kalori rendah,
kadar gula dan lemak rendah yang dapat membantu mengurangi terjadinya
obesitas dan penyakit jantung (Andalas, 2007).

Universitas Sumatera Utara


16

2.1.8. Kerugian Serat Pangan


Serat pangan selain memberikan manfaat juga memberikan kerugian dari
segi absobsi zat gizi serta mempengaruhi aktivitas enzim-enzim protease. Serat
pangan menyebabkan ketidak tersediaan (non-availability) beberapa mineral
seperti vitamin larut dalam lemak terutama vitamin D dan E. Selain mengurangi
zat gizi juga menyebabkan flatulen (Agus S.Ir, 2011).

2.1.9. Penyebab Asupan Serat rendah Pada Anak


Faktor-faktor yang memyebabkan anak tidak mengkonsumsi serat:
a) Memenuhi kesenangan anak yaitu ciri-ciri organoleptik yang dimiliki
makanan. Ciri yang dapat dirasakan seseorang melalui indranya
mempengaruhi anak untuk menerima atau menolok makanan tertentu :
rasa, bau,suhu, penampilan dan tekstur (Khumaidi, 1994).

b) Kebiasaan makan seseorang terbentuk dari proses belajar (learning


behavior). Apabila sejak dini orang tua tidak memperkenalkan atau
membiasakan makan dengan benar maka hal itu akan terbawa hingga anak
dewasa (Kusumawati dan Mutalazimah, 2004).

c) Tingkat pendidikan ikut menentukan atau mempengaruhi mudah tidaknya


anak menerima suatu pengetahuan, semakin tinggi pendidikan maka
seseorang akan lebih mudah menerima informasi-informasi makanan
(Kusumawati dan Mutalazimah, 2004).

d) Linkungan ekonomi juga menentukan kebiasaan makanan anak. Golongan


ekonomi tinggi megkonsumsi cukup serat manakala golongan ekonomi
rendah justru mempunyai kebiasaan makan yang memberikan kecukupan
untuk mutunya (Khumaidi, 1994) .

Universitas Sumatera Utara


17

e) Perbedaan bangsa dan suku bangsa mempunyai kebiasaan makan yang


berbeda-beda sesuai dengan kebudayaan yang telah dianut turun menurun
(Khumaidi, 1994).
f) Teman sebaya juga dapat mempengaruhi kebiasaan mengkonsumsi
makanan karena anak menghabiskan kebanyakkan waktu di sekolah
sehingga lama-kelamaan akan mengkonsumsi makanan yang dipilih
teman (Amulia I, 2012).

g) Iklan makanan pada media massa khususnya televisi juga mempengaruhi


kebiasaan konsumsi makanan karena tertarik dengan iklan ditonton oleh
anak (Amulia I, 2012).

2.2. Apendisitis
Apendisitis merupakan peradangan pada bahagian appendiks. Apendisitis
adalah penyebab utama operasi bedah abdomen pada anak (Jason A.Brodskg,
2013).
Berbagai berperan sebagai faktor pencetusnya yang paling sering adalah
infeksi bakteria. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan
sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain
yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran
kebiasaan makan makanan diet rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap
timbulnya apendisitis (Sjamsuhidayat, 2005).
Gejala klinis apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini
sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun.
Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi (Sjamsuhidajat,
2005).
Diagnosa apendisitis yang paling sering ditemukan adalah nyeri di
kuandran bawah sebelah kanan atau titik McBurney. Pada kondisi pediatrik

Universitas Sumatera Utara


18

didapatkan perubahan fisik yang lebih berat daripada orang dewasa. Pemeriksaan
penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaan labarotorium yaitu penghitungan
sel darah komplet serta peningkatan C-Reactive Protein (CRP). Pemeriksaan USG
dan CT scan untuk menilai inflamsi dari apendiks dan adanya kemungkinan
perforasi (Rao, 1999).
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah apendiktomi sesegera mungkin
untuk menurunkan resiko perforasi setelah diagnosa ditegakkan (Smeltzer C.S,
2002).

2.3. Hubungan Diet Serat dengan Kejadian Apendisitis


Serat makanan adalah komponen-komponen dari dinding sel tanaman yang
menolak pencernaan dengan enzim terdapat pada saluran cerna. Makanan yang
rendah serat menghasilkan feces yang keras dan kering yang susah dikeluarkan
dan membutuhkan peningkatan tekanan saluran cerna yang luar biasa untuk
mengeluarkannya. Makanan tinggi serat cendurung meningkatkan berat feces,
menurunkan waktu transit di dalam saluran cerna. Jenis dan jumlah serat
menentukan pengaruh ini. Serat larut air mudah difermentasikan sehingga
pertumbuhan dan perkembangan bakteri kolon menyebabkan bertambahnya berat
feces. Gas yang terbentuk selama fermentasi membantu gerakan sisa makanan
melalui kolon. Manakalan serat tidak larut air tidak mengalami proses fermentasi
(Sunita.A, 2002). Serat ini paling banyak mengalami peningkatan berat kerana
lebih banyak menyerap air sehingga mempunyai pengaruh laksatif paling besar.
Seseorang yang mengkonsumsi sedikit makanan berserat mengalami feces yang
kering, keras dan kecil-kecilan yang memerlukan kontraksi otot yang lebih besar
untuk mengeluarkannya sehingga hal ini menyebabkan konstipasi. Konstipasi
menyebabkan berlaku obstruksi fekalit dalam usus sehingga meningkatkan
produksi mucus di saluran pencernaan. Peningkatan produksi mukus akhirnya
meningkatkan tekanan intraluminal yang menyebabkan distensi apendiks.
Peningkatan tekanan di dinding apendiks meningkatkan tekanan kapiler dan
meyebabkan iskemia mukosa dan translokasi bakteri menembus dinding apendiks
menyebabkan terjadi inflamasi di apendiks yaitu apendisitis (Hilfi L,2008).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai