Anda di halaman 1dari 13

Pemeriksaan Makanan Secara Tidak Langsung Menggunakan

Metode Survei Konsumsi Makanan.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok pada mata Kuliah
“Gizi dalam Kesehatan Reproduksi”.
DOSEN PENGEMPU
Wigutomo Gozali, S.Pd., M.Kes.

Luh Ayu Delia Pujiasti ; 2106091040 ; 1B.


Saha Rani Wahyu Krisna Siwi ;2106091042 ; 1B.
Kadek Anggi Prayudi ;2106091050 ;1B
Luh Putu Riska Dewi ; 2106091078 ; 1B.

D3 KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAN PENDIDIKAN GANESHA.
TA 2022/2023.
BAB 1 PENGERTIAN SURVEY KONSUMSI MAKANAN

Pengertian survei konsumsi pangan adalah serangkaian kegiatan pengukuran konsumsi


makanan pada individu, keluarga dan kelompok masyarakat dengan menggunakan metode
pengukuran yang sistematis, menilai asupan zat gizi dan mengevaluasi asupan zat gizi sebagai
cara penilaian status gizi secara tidak langsung. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari
sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan
air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman
bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan
lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan
atau minuman (Kementan 2016), (Kemenkumham 2015). Pola Konsumsi adalah susunan
makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari, yang
umum dikonsumsi masyarakat dalam jangka waktu tertentu. Jenis bahan pangan dibedakan
menurut berbagai cara. Salah satu cara membedakan bahan pangan adalah berdasarkan
sumbernya. Berdasarkan sumbernya bahan pangan dibedakan menjadi bahan pangan pokok,
lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buahbuahan. Jenis bahan makanan yang dikonsumsi
idealnya memenuhi syarat kualitas maupun kuantitas. Secara kualitas pangan yang dikonsumsi
harus mampu memenuhi seluruh kebutuhan zat gizi. Bahan pangan yang dikonsumsi apabila
telah mampu menyediakan semua jenis zat gizi yang dibutuhkan maka ia disebut berkualitas.
Fakta yang adalah bahwa tidak ada satu bahan makanan yang mampu memenuhi seluruh zat
gizi. Atas alasan inilah maka perlu dilakukan penganekaragaman konsumsi pangan dan harus
berbasis makanan lokal. Banyak pertimbangan logis sederhana yang harus dipahami pada
kebijakan pemerintah terkait penganekaragaman dan konsumsi makanan lokal. (Kementan
2016), (Mahfi et al. 2008), (Kementerian Pertanian 2014). Pemerintah telah menetapkan
peraturan terkait dengan gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis
sumber daya lokal melalui peraturan menteri pertanian nomor 43/Permentan.OT.140/10/2009.
Penganekaragaman konsumsi pangan adalah ditujukan untuk memenuhi konsumsi gizi
seimbang. Gizi seimbang adalah syarat untuk dapat bekerja secara aktif dan produktif.
(Kemenkumham 2013) Alasan pemerintah menetapkan konsep penganekaragaman pangan
adalah dominasi beras sebagai sumber makanan pokok bagi seluruh penduduk Indonesia.
Dominasi beras adalah sangat besar menyebabkan ketergantungan pada komoditas padi juga
tinggi. Konsumsi beras yang tinggi tidak disertai dengan produksi yang cukup. Kesenjangan
antara kebutuhan beras dan produksi padi dalam negeri menjadi tidak seimbang. Pemerintah
mengantisipasinya dengan berbagai cara. Salah satu caranya adalah aneka ragam konsumsi
pangan termasuk pangan non beras. Makanan pokok selain beras, secara historis di Indonesia
adalah cukup potensial. Berbagai sentra produksi sagu, singkong dan jagung sudah dikenal
sejak lama. Daerah seperti kawasan timur Indonesia dikenal sebagai sentra produksi sagu dan
nusa tenggara dikenal sebagai sentra produksi jagung. Kekhususan setiap daerah dengan
makanan pokoknya dapat dikembalikan sebagaimana kondisi geografis dan sosial masyarakat
setempat. Adanya pergeseran konsumsi non beras menjadi beras di sentra produksi sagu,
singkong dan jagung saat ini dikembalikan ke konsep makanan non beras. Hal ini bertujuan
agar ketahanan pangan penduduk Indonesia tetap terpenuhi dengan baik. (Suyastiri 2008)
Dinamika konsumsi pangan yang berubah secara terus menerus sesuai dengan perkembangan
berbagai sektor termasuk sektor pendapatan adalah harus dipantau setiap periode waktu
tertentu, Pemantauan ini dijelaskan sebagai salah cara untuk mendeteksi secara dini
kemampuan sektor produksi untuk menjamin pasokan guna mengatasi gejolak harga yang
dapat memicu inflasi. Makanan adalah pemicu inflasi yang paling potensial. Jika inflasi naik
karena kenaikan harga makanan pokok maka ini dapat memicu lahirnya masalah gizi dan
kesehatan. Perubahan itu layaknya dapat dimonitor melalui survei konsumsi pangan penduduk
secara berkala. Berdasarkan kerangka berpikir demikian maka, survei konsumsi pangan
penduduk menjadi salah satu alasan penting dalam menelaah dinamika konsumsi pangan serta
dampak penyerta bagi gizi dan kesehatan. Pengukuran konsumsi pangan adalah beragama
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Pengukuran konsumsi pangan dibedakan salah
satunya menurut individu, keluarga dan kelompok. Pengukuran konsumsi individu adalah
pengukuran konsumsi makanan hanya pada satu orang. Hasil pengukuran konsumsi makanan
individu juga digunakan untuk menilai asupan zat gizi secara individu. Hasil ini hanya dapat
dijadikan acuan untuk memberikan nasehat gizi kepada subjek yang diukur, karena berkesuaian
dengan kondisi fisiologi, psikologi sosial dan budayanya sendiri (Suyastiri 2008). Pengukuran
konsumsi makanan keluarga adalah gabungan dari pengukuran konsumsi makanan individu
dalam satu keluarga. Satu keluarga dalam pandangan ini adalah keluarga yang tinggal dalam
satu rumah tangga. Hal ini tidak menganut definisi keluarga sebagai garis keturunan, karena
keluarga dalam satu garis keturunan dapat saja tidak tinggal serumah. Tinggal serumah dalam
konsep ini adalah berkesesuaian dengan konsep unit analisis konsumsi. Unit analisis konsumsi
keluarga adalah satu rumah tangga. (Sukandar et al. 2009)

Pengukuran konsumsi makanan kelompok berbeda dengan konsumsi keluarga, meskipun


keluarga adalah juga anggota kelompok. Kelompok adalah sekumpulan orang yang tinggal
dalam satu institusi penyelenggara makanan. Kelompok penghuni asrama, kelompok pasien,
kelompok atlet, kelompok remaja. Kelompok harus dibatasi pada kesamaan karakter dalam
umur, jenis kelamin ataupun dalam kasus. Karakter yang dimaksud adalah karakter yang
langsung berhubungan dengan variabel penentuan kebutuhan gizi individu. Individu yang
tergolong dalam satu karakter kebutuhan dianggap sebagai satu kesatuan sehingga untuk
kepentingan analisis perencanaan, monitoring dan evaluasi gizi selalu menggunakan unit
analisis kelompok. (Balitbangkes 2014)
BAB 2 PENGUKURAN / PENGGUNAAN

Pengukuran konsumsi makanan adalah salah satu metode pengukuran status gizi secara
tidak langsung dengan cara mengukur kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi baik
tingkat individu, rumah tangga, dan masyarakat. Hasil pengukuran makanan ini sangat berguna
untuk intervensi program gizi seperti pendidikan gizi dan pedoman makanan(Kusharto &
Supariasa, 2014).

Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka pengukuran konsumsi makanan


menghasilkan dua jenis data konsumsi, yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif.

A. Metode Kualitatif

Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi
konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan
(food habit) serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode-metode pengukuran
konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain:

1. Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)

Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi


konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti
hari,minggu,bulan,tahun. Selain itu dengan metode Frekuensi Makanan dapat
memperoleh gambaran pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif.

2. Metode Dietary History


Metode ini bersifat kualitatif karena memberikan gamabaran pola konsumsi
berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama(bisa 1 minggu,1 bulan,1
tahun). Menurut (Supariasa dkk, 2001)menyatakan bahwa metode ini terdiri dari 3
komponen yaitu :
Komponen pertama adalah wawancara (termasuk recall 24 jam), yang
mengumpulkan data tentang apa saja yang dimakan responden selama 24 jam terakhir,
komponen kedua adalah tentang frequency pengunaan dari sejumlah bahan makanan
dengan memberikan daftar (cheke list) yang sudah disiapkan, untuk mengecek
kebenran dari recall 24 jam , komponen ketiga adalah pencatatan konsumsi selama 2-3
hari sebagai cek ulang.

3. Metode Pendaftaran Makan(Food List)


Metode pendaftaran ini dilakukan dengan menanyakan dan mencatat seluruh
bahan makanan yang digunakan keluarga selama periode survey dilakukan biasanya 1-
7 hari. Pencatatan dilakukan berdasarkan jumlah bahan makanan yang dibeli harga dan
nilai pembelianya, termasuk makanan yang dimakan yang dibeli, harga dan nilai
pembelianya termasuk makanan yang dimakan anggota keluarganya di luar rumah.
Metode ini tidak memperhitungkan bahan makanan yang terbuang, rusak, atau
diberikan pada binatang piaraan.

B. Metode Kuantitatif

Metode secara kuantitatif dimaksud untuk mengetahui jumlah makanan yang


dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan daftar komposisi
bahan makanan (DKBM) atau daftar yang diperlukan seperti daftar URT(Ukuran Rumah
Tangga), daftar konversi mentah masak (DKMM) dan daftar penyerapan minyak.

Metode-metode untuk pengukuran konsumsi secara kuantitatif antara lain:

1). Metode Recall 24 jam

Metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan
yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini, responden ibu,atau
pengasuh (bila anak masih kecil) diminta untuk menceritakan semua yang di makan dan
diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin) biasanya dimulai dari ia bangun pagi kemaren
sampai dia ia istirahat tidur malam harinya, atau dapat juga dimulai dari waktu saat dilakukan
wawancara mundur kebelakang sampai 24 jam penuh.

Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1 x 24 jam), maka data yang diperoleh
kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makanan individu. Oleh karena itu,
recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut – turut. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut – turut, dapat
mengasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar
tentang intake harian individu (Sanjur & Radriquez, 1997). Langkah – langkah pelaksanaan
Metode Recall 24 Jam :

1. Membuat daftar ringkas hidagan atau makanan yang dikonsumsi sehari sebelumnya
(quick list), daftar hidangan tidak harus berurutan, hidangan yang sama diulis satu kali.
2. Mereview kembali kelengkapan quick list bersama responden agar tidak ada hidangan
atau makanan yang terlewat atau lupa disebutkan oleh responden.
3. Gali hidangan yang dikonsumsi dikaitkan dengan waktu makan atau aktivitas.
4. Tanyakan rincian hidangan menurut jenis bahan makanan, jumlah, berat dan sumber
perolehannya untuk semua hidangan atau makanan yang dikonsumsi responden sehari
kemarin.
5. Mereview kembali semua jawaban untuk menghindari kemungkinan masih ada
makanan dikonsumsi tetapi terlupakan.

Metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan, sebagai berikut :

A. Kelebihan metode recall 24 jam :

➢ Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden


➢ Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas
untuk wawancara
➢ Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden
➢ Dapat memberikan gambaran nyata yang benar – benar dikonsumsi individu sehingga
dapat dihitung intake zat gizi sehari.

B. Kekurangan metode recall 24 jam :

➢ Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya dilakukan


recall satu hari.
➢ Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden. Oleh karena itu
responden harus mempunyai daya ingat yang baik, sehingga metode ini tidak cocok
dilakukan pada anak usia 7 tahun, orang tua berusia di atas 70 tahun dan orang yang
hilang ingatan atau orang yang pelupa.
➢ The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk
melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang
gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate).
➢ Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam menggunakan
alat – alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan
masyarakat
➢ Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari penelitian.

2. Perkiraan Makanan (estimated food records)


Metode ini disebut juga”food record yang digunakan untuk mencatat jumblah yang
dikonsumsi. Pada metode ini responden diminta untuk mencatat semua yang ia makan dan
minum setiap hari sebelum makan dalam ukuran rumah tangga (URT) atau menimbang dalam
ukuran berat (gram) dalam periode tertentu (2-4 hari berturut turut) termasuk cara persiapan
dan pengolahan makanan tersebut. Metode ini dapat memberikan informasi konsumsi yang
mendekati sebenarnya tentang jumlah energy dan zat gizi yang dikonsumsi oleh individu.

3 .Penimbangan makanan (food weighing)

Metode penimbangan makanan, responden atau petugas menimbang dan mencatat


seluruh makanan yang dikonsumsi selama 1 hari. Penimbangan makanan ini biasanya
berlangsung beberapa hari tergantung dari tujuan,dana penelitian dan tenaga yang bersedia.
Hal yang perlu di perhatikan bila terdapat sisa makanan setelah makan maka perlu juga
timbangan sisa tersebut untuk mengetahui jumlah sesungguhnya makanan yang di konsumsi.

4. Metode food account


Pencatatan dilakukan dengan cara keluarga mencatat setiap hari semua makanan yang
dibeli,diterima dari orang lain maupun dari produksi sendiri. Cara ini tidak memperhitungkan
makanan cadangan yang ada di rumah tangga dan juga tidak memperhatikan makanan dan
minuman yang dikonsumsi diluar rumah dan rusak,terbuang/tersisa atau diberi kepada hewan
peliharaan.
5. Metode investaris (inventory method)
Metode ini sering disebut dengan log book method. Prinsipnya dengan cara
menghitung/mengukur semua persediaan makanan di rumah tangga (berat dan jenisnya)
mulai dari awal sampai akhir surve. Semua makanan yang diterima,dibeli dan diproduksi
sendiri dicatat dan dihitung setiap hari selama periode pengumpulan data (biasanya saekitar
satu minggu). Pencatatatan dapat dilakuakan oleh petugas atau responden yang sudah mampu
dan sudah dilatih.

6. Pencatatan (household food record)


Di lakukan setidaknya dalam periode satu minggu oleh responden sendiri. Dilakukan
dengan menimbang atau mengukur dengan URT seluruh makanan yang ada dirumah. Metode
ini dianjurkan untuk tempat/daerah dimana tidak banyak variasi pangan bahan makanan
keluarga dan masyarakat tidak bisa membaca dan menulis.
BAB 3 CONTOH PEMERIKSAAN.

1. PENGGUNAAN RESEP MAKANAN GENERIK.

Berbagai masakan diberbagai daerah mempunyai konsekuensi resep yang berbeda-beda


yang dapat berpengaruh pada hasil survei konsumsi pangan yang dilakukan. Kesulitan akan
muncul saat harus menguaraikan bahan makanan yang digunakan dalam setiap resep yang
berbeda tersebut yang disebut dengan makanan non-komposit. Belum lagi masuknya
makanan siap saji yang memiliki franchise seperti Kentacky Fried Chicken (KFC), Pizza
Hut, Pizza Domino dan Burger King yang tergolong makanan komposit yang tidak perlu
diuraikan komponen bahan makanannya.

Secara umum kesulitan akan muncul ketika akan mengolah lebih lanjut hasil survei
konsumsi pangan yaitu:

1. Ada makanan komposit dan non-komposit.

2. Tidak semua makanan siap saji dan jajanan tercantum dalam buku kode bahan makanan.

3. Makanan siap saji/jajanan yang tidak terdapat dalam buku kode bahan makanan harus
diurai per komponen bahan makanannya.

Bila tidak dapat ditemukan resep makanan tersebut maka perlu menggunakan resep generic
untuk makanan yang sejenis. Contoh cara merinci bahan pangan yang berasal dari resep
generic, misalnya untuk makanan jajanan : BOLU KUKUS. Responden makan 1 buah bolu
kukus, yang didapatkan dari membeli. Sementara itu, penjualnya tidak ditemukan sehingga
tidak diperoleh resep tersebut.

Untuk mendapatkan komposisi dan berat bahan bolu yang dikonsumsi tersebut, maka
digunakan resep generic bolu kukus yang terdapat pada buku resep makanan sevagi berikut.
Bahan:

1. Dua (2) butir telur ayam


2. 200 gram gula pasir
3. 275 gram tepung terigu
4. 225 ml minuman bersoda tawar

Resep tersebut untuk membuat 12 buah bolu kukus


Jadi uraian bahan untuk satu(1) buah bolu kukus yang merupakan seperduabelas bagian
dari resep generic tersebut adalah:

Satu telur ayam = 60 gr - ((2 x 60 gr)/12) = 10 gr

gula pasir = 200 gr / 12 = 16,7 gr ≈ 17


gr tepung terigu = 275 gr / 12 = 22,9 gr ≈ 23 gr
minuman bersoda = 225 ml / 12 = 18,75 ≈19 ml.

Catatan yang harus diperhatikan dalam menggunakan resep generic adalah:

1. Uraian bahan dalam buku resep makanan merupakan berat mentah. Untuk
mendapatkan berat matang harus dikonversikan dengan faktor konversi mentah -
matang.
2. Jika bahan makanan tidak terdapat dalam faktor konversi mentah-matang, maka
nilai faktor konversinya dianggap ≈ 1. 3.
3. Contoh : Bahan tepung terigu pada jajanan bolu kukus. Dalam buku konversi
mentah matang, tidak ada konversi tepung terigu kukus, maka berat matang = berat
mentah. Jadi, resep generic adalah alat bantu yang sangat penting untuk
mendapatkan gambaran atau uraian kenis dan jumlah bahan makanan yang
digunakan bila informasi resep asli yang dimaksud tidak ditemukan sehingga
estimasi berat bahan makanan yang digunakan dapat ditentukan.

2. PENGGUNAAN FAKTOR KONVERSI BERAT PANGAN MATANG-


MENTAH.

Hasil survei konsumsi pangan bisa dalam bentuk bahan makanan matang atau bahan makanan
mentah. Contoh bahan makanan mentah adalah sayur lalaban seperti ketimun, tomat atau daun
kemangi, sedangkan bahan makanan matang seperti tumis kangkung atau tumis kacang panjang.
Tujuan mendapat data berat bahan makanan mentah ataupun matang bersih adalah untuk
memudahkan dalam analisis data hasil survei konsumsi pangan baik secara manual maupun
menggunakan komputer.

Pengertian berat makanan mentah bersih adalah berat makanan dalam keadaan belum terolah
dan sudah merupakan bagian yang dapat dimakan, sedangkan pengertian berat makanan mentah
kotor adalah berat makanan dalam keadaan belum terolah dan masih memiliki bagian yang tidak
dapat dimakan. Berat makanan matang bersih adalah berat makanan dalam keadaan sudah terolah
dan sudah merupakan bagian yang dapat dimakan (sudah dihitung persen BDD nya), sedangkan
berat makanan matang kotor adalah berat makanan dalam keadaan sudah terolah dan masih
memiliki bagian yang tidak dapat dimakan.

Pendekatan untuk mendapat berat bahan makanan dengan menimbang langsung,


menngukanan buku foto, buku Resep dan Sumber lain untuk menguraikan berat bahan makanan
siap saji/jajanan. Dua komponen untuk mendapat berat mentah bersih dan matang bersih yaitu
dengan pendekatan konsversi dan konversi berat yang dapat dimakan (BDD). Konversi adalah
perubahan makanan dari bentuk matang ke mentah atau dari mentah ke matang. Data yang umum
dianalisis adalah data makanan mentah sehingga perlu melakukan konversi bila informasi yang
diperoleh adalah makanan matang.

Konversi Matang-Mentah adalah Faktor yang dapat digunakan untuk mengkonversikan berat
makanan yang matang/terolah (goreng, rebus, kukus, panggang) menjadi berat makanan mentah.
Rumus BERAT MENTAH = BERAT MATANG X FAKTOR KONVERSI.

3. PENGHITUNGAN BERAT YANG DAPAT DIMAKAN (BDD)

BDD adalah bagian bahan makanan yang dapat dimakan baik dalam keadaan mentah atau
matang. Contoh, paha ayam goreng yang dihitung sebagai BDD adalah daging dan kulit,
sedangkan bagian tulang adalah bagian yang tidak dapat dimakan, maka perhitungan BDD
dengan rumus: Berat BDD (g) = BDD (%) X Berat Mentah Kotor (g)

Perhitungan BDD dapat dilakukan dari bahan mentah atau bahan matang. Bila bahan dalam
keadaan mentah dan bersih maka tidak perlu dihitung BDD nya karena semua bahan
mentah tersebut dapat langsung dikonsumsi. Namun bila bahan mentah tersebut dalam
keadaan mentah kotor, maka harus dihitung BDD nya. Bila bahan pangan tersebut dalam
keadaan matang kotor seperti ikan goreng, maka harus dihitung berat mentah ikan goring
tersebut dengan menggunakan faktor konversi matang-mentah, dilanjutkan dengan
menghitung berat ikan yang dapat dimakan (misalnya dimakan tanpa kepala, ekor dan
tulang) maka harus dihitung dengan menggunakan BDD ikan. Alur menghitung konversi
matangmentah dan BDD dapat dilihat pada Gambar berikut:
Bagaimana jika konversi matang-mentah dan persen BDD tidak terdapat dalam daftar tabel
konversi dan BDD? Gunakan kriteria bahan makanan yang paling mendekati:

1. Pendekatan konversi

• Cari bahan makanan dalam grup yang sama yang paling mendekati karakteristik fisik
yang paling mendekati.

• Cari jenis pengolahan yang paling mendekati, Contoh: daun pepaya rebus ≈ daun
singkong rebus.

2. Pendekatan BDD
• Cari bahan makanan dalam grup yang sama yang memiliki karakteristik fisik yang
paling mendekati. contoh: ikan gurame ≈ ikan kakap.

• Contoh konversi mentah-bersih


Diketahui mentah-bersih
Berat Nasi liwet : 200 g
Faktor konversi untuk Nasi liwet : 0,4 Maka berat berasnya : 200 g x 0,4 = 80
g
DAFTAR PUSTAKA.

Kemenkes republik indonesia. (2018). survey konsumsi pangan. Badan Pengembangan


dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
(BPPSDMK). https://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2018/09/Survey
-Konsumsi-Pangan_SC.pdf.

Anda mungkin juga menyukai