Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia kesehatan, surveilans merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengawasi
kesehatan, baik perorangan maupun komunitas. Surveilans epidemiologi yaitu kegiatan untuk
memonitor frekuensi dan distribusi penyakit di masyarakat. Frekuensi penyakit adalah
jumlah orang yang menderita suatu penyakit di dalam suatu populasi, sedangkan distribusi
penyakit adalah siapa saja yang menderita dilihat dari berbagai karakteristik, baik umur, jenis
kelamin, lokasi kejadian dan waktu terjadinya penyakit tersebut. Surveilans Kesehatan
Masyarakat dapat didefinisikan sebagai upaya rutin dalam pengumpulan, analisis dan
diseminasi data yang relevan yang diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan
masyarakat. Surveilans kesehatan masyarakat adalah suatu bentuk penerapan dari
epidemiologi deskriptif dan analitik, yaitu proses pengumpulan data kesehatan yang tidak
hanya mencakup pengumpulan informasi secara sistematis, tetapi juga analisis, interpretasi,
penyebaran dan penggunaan informasi Kesehatan (Hartono, Zulfianto and Rachmat, 2017).
Adi dan Mukono (2000) dalam Sumardilah (2014) menyatakan bahwa kualitas sumber
daya manusia suatu negara sangat bergantung pada kesehatannya, dan salah satu faktor yang
menentukan adalah status gizi penduduk. Indonesia merupakan negara dengan masalah gizi
yang cukup serius, terutama kasus gizi buruk, yang mengharuskan pemerintah untuk
menyusun rencana perbaikan gizi. Perbaikan gizi adalah kebutuhan dasar bagi perencanaan
kesehatan secara keseluruhan an perencanaan pangan dan gizi. Untuk mengatasi masalah gizi
diperlukan perencanaan jangka panjang dan disusun dengan informasi yang cukup baik dari
segi kualitas maupun kuantitas. Salah satunya melalui kegiatan surveilans gizi. Surveilans
gizi merupakan kegiatan mengamati status gizi yang bertujuan untuk mengambil keputusan
dalam menentukan kebijakan dan rencana perbaikan gizi masyarakat (Sumardilah, 2014).
Surveilans gizi adalah proses berkelanjutan untuk mengamati masalah gizi dan
perencanaan dalam situasi normal dan darurat, termasuk mengumpulkan memproses,
menganalisis dan menganalisis data secara sistematis dan menyebarkan informasi untuk
mengambil tindakan sebagai tanggapan segera dan terencana. Hasil surveilans dan
pengumpulan serta analisis data digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik
tentang status kesehatan populasi guna menetapkan kebijakan program, merencanakan
intervensi, pelaksanaan kegiatan, dan mengevaluasi program kesehatan masyarakat untuk
mengendalikan dan mencegah kejadian yang merugikan gizi dan Kesehatan (Hartono,
Zulfianto and Rachmat, 2017).
Menurut Adi dan Mukono (2000) dalam Sumardilah (2014), pelaksananan surveilans gizi
akan memberikan indikasi perubahan pencapaian indikator kegiatan pembinaan gizi
masyarakat. Informasi yang dihasilkan dari kegiatan pemantauan gizi dapat digunakan
sebagai dasar pengambilan keputusan, perencanaan dan perencanaan manajemen terkait
perbaikan gizi di masyarakat. Tanpa adanya sistem surveilans yang tepat dari tingkat
nasional sampai lokal, masalah gizi di masyarakat dapat terus meningkat tanpa adanya
perhatian, dan tentunya akan sulit untuk merumuskan program yang tepat untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Tanpa data dan informasi yang memadai, kejadian kasus gizi akan
terus berlanjut dan mengakibatkan kurangnya persiapan untuk mengatasi masalah tersebut
(Sumardilah, 2014).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari surveilans gizi dan sistem kewaspadaan pangan dan gizi
(SKPG)?
2. Apa dasar kebijakan program gizi?
3. Apa tujuan dilaksanakan surveilans gizi?
4. Bagaimana sasaran dan waktu pelaksanaan surveilans gizi?
5. Bagaimana pelaksanaan teknik surveilans gizi?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari surveilans gizi dan sistem kewaspadaan pangan dan
gizi (SKPG).
2. Mengetahui dasar kebijakan program gizi.
3. Mengetahui apa saja tujuan dilaksanakannya surveilans gizi.
4. Mengetahui sasaran dan waktu pelaksaan surveilans gizi.
5. Mengetahui bagaimana pelaksaan teknis dari surveilans gizi.

1.4 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai referensi bacaan atau literatur dalam membuat tugas yang
berkaitan dengan survelains epidemiologi masalah kesehatan. Khusunya pada
program survelains gizi dan kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG).
2. Bagi masyarakat
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang
survelains epidemiologi masalah kesehatan. Khusunya pada program survelains
gizi dan kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG).
3. Bagi institusi Kesehatan
Sebagai evaluasi dalam pelaksanaan kinerja di organisasi Kesehatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Di Indonesia, upaya penguatan ketahanan pangan menjadi prioritas
utama pembangunan. Sebagai salah satu negara yang berkomitmen untuk
mengurangi kemiskinan, Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk
mendukung tercapainya kesepakatan tersebut. Di sisi lain, kerawanan pangan
dan gizi sangat erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia. Oleh
karena itu, mengabaikan isu rawan pangan dan gizi berarti mengabaikan kualitas
sumber daya manusia Indonesia (Bastuti Purwantini, 2014).
Surveilans Gizi pada awalnya dikembangkan untuk mampu memprediksi
situasi pangan dan gizi secara teratur dan terus-menerus sehingga setiap
perubahan situasi dapat dideteksi lebih awal (dini) untuk segera dilakukan
tindakan pencegahan. Sistem tersebut dikenal dengan Sistem Isyarat Tepat
Waktu untuk Intervensi atau dalam bahasa Inggris disebut Timely Warning
Information and Intervention System (TWIIS), yang kemudian lebih dikenal
dengan nama Sistem Isyarat Dini untuk Intervensi (SIDI) (Hartono, Zulfianto and
Rachmat, 2017).
Surveilans gizi sangat bermanfaat untuk memperoleh informasi status gizi
masyarakat secara cepat, tepat, teratur dan berkelanjutan, serta dapat
digunakan untuk merumuskan kebijakan gizi. Informasi yang digunakan meliputi
indikator pencapaian gizi masyarakat dan informasi lain yang belum tersedia
dalam laporan berkala. Adanya pengawasan gizi akan mampu meningkatkan
efektifitas kegiatan pembinaan gizi dan mengatasi permasalahan gizi di
masyarakat secara tepat waktu, tepat sasaran dan tepat.
Perkembangan Sejarah Surveilans Gizi Di Indonesia terjadi sebagai
berikut.
1. Sejarah surveilans dimulai pada periode 1986-1990 yang disebut
dengan istilah Sistem Informasi Dini (SIDI), sebagai suatu respons dini munculnya
masalah gizi. Semula SIDI dikembangkan di beberapa provinsi, dan pada periode
1990-1997 berkembang mencakup aspek yang lebih luas, dengan pertimbangan
bahwa masalah gizi dapat terjadi setiap saat tidak hanya diakibatkan oleh
kegagalan produksi pertanian. Sistem yang dikembangkan ini disebut Sistem
Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) yang kegiatannya meliputi: SIDI,
Pemantauan Status Gizi, dan Jejaring Informasi Pangan dan Gizi.
2. Tahun 1990-an kegiatan SKPG sudah ada di seluruh provinsi, tetapi
pamornya memudar. Akhirnya, pada saat Indonesia mengalami krisis
multidimensi pada tahun 1998 dilakukan upaya revitalisasi sehingga SKPG
meliputi: (1) pemetaan situasi pangan dan gizi tingkat kabupaten/kota, provinsi
dan nasional, (2) memperkirakan situasi pangan dan gizi di tingkat kecamatan,
(3) pemantauan status gizi kelompok rentan serta kegiatan Pemantauan Status
Gizi (PSG) dan Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG), dan (4) Surveilans Gizi Buruk.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian
Surveilans Gizi Surveilans gizi adalah proses pengamatan masalah dan
program gizi secara terus menerus baik situasi normal maupun darurat, meliputi :
pengumpulan, pengolahan, analisis dan pengkajian data secara sistematis serta
penyebarluasan informasi untuk pengambilan tindakan sebagai respon segera dan
terencana Surveilans gizi terdiri dari dua komponen yang berkaitan dan saling
tergantung, yaitu komponen informasi dan tindakan.
Surveilans gizi adalah Informasi yang dikumpulkan tidak akan bermanfaat
apabila tidak digunakan sebagai dasar dalam pertimbangan untuk tidakan
penanggulangan masalah gizi. Di sisi lain informasi yang dikumpulkan harus
tepat waktu dan selalu didasarkan pada kebutuhan para pengambil keputusan dan
kebijakan (Adi dan Mukono 2000).
Pada dasarnya dalam konsep surveilans gizi terdapat tiga macam
pemanfaatan yang didasarkan pada perbedaan tipe dalam menentukan kebutuhan.
Adapun ketiga manfaat surveilans gizi tersebut antara lain (Adi dan Mukono
2000):
1. Perencanaan tingkat pelaksana teknis sampai nasional.
2. Manajemen dan evaluasi program.
3. Sistem isyarat dini dan intervensi.

3.2 Dasar Kebijakan Program Gizi


Kebijakan program yang dikelola oleh pemerintah, selalu diambil dan
ditetapkan mengacu kepada Undang-Undang atau peraturan yang lebih tinggi
tingkatannya. Kebijakan Program Gizi secara nasional didasarkan kepada
peraturan perundangundangan yang berlaku. Dasar-dasar hukum tentang
Kebijakan Program Gizi meliputi:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang
Kesehatan.
2. Peraturan Preseden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014.
3. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2010 Tentang
Program Pembangunan yang Berkeadilan; Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2010 – 2014.
4. Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat tahun 2010 – 2014; dan
Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) 2010 – 2015.
Rencana Pembangunan di bidang kesehatan oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia pada periode 2015-2019 adalah
Program Indonesia Sehat.
5. Rencana Strategis Program Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
Tahun 2015- 2019. Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Kesehatan 2015-2019 ini disusun untuk menjadi acuan dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian upaya Kementerian
Kesehatan dalam kurun waktu lima tahun ke depan
3.3 Tujuan Surveilans Gizi
Sebagai sebuah sistem, surveilans gizi merupakan suatu proses
berkelanjutan yang mempunyai tujuan sebagai berikut (Adi dan
Mukono 2000):

1. Menentukan status gizi penduduk dengan merujuk secara khusus


pada kelompok penduduk yang diketahui sedang dalam keadaan
menderita atau berisiko. Penentuan status gizi tersebut meliputi
tanda-tanda dan luasnya masalah gizi yang ada dan gambaran
tentang trend kejadian.
2. Menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk menganalisa
tentang sebab-sebab dan faktor-faktor yang terkait. Hasil kajian
tersebut digunakan dalam menentukan tindakan pencegahan yang
dilaksanakan.
3. Menyediakan informasi bagi pemerintah untuk menentukan
prioritas yang sesuai dengan tersedianya sumber daya dalam
memperbaiki status gizi penduduk baik dalam situasi normal maupun
darurat.
4. Memberikan peramalan tentang perkembangan masalah gizi yang
akan datang berdasarkan analisis perkembangan (trend) yang telah
dan sedang terjadi dan dilengkapi dengan informasi tentang potensi
kemampuan dan sumber daya yang tersedia. Hasil dari peramalan
tersebut akan membantu perumusan kebijakan yang tepat.
5. Melakukan pemantauan (monitoring) program-program gizi serta
menilai (evaluasi) tentang efektifitasnya.

3.4 Sasaran dan Waktu Pelaksaan Surveilans Gizi


3.4.1 Sasaran Sasaran pengaturan pelaksanaan teknis surveilans gizi :
1. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah
2. Tenaga kesehatan
3. Pengelola program gizi di dinas kesehatan daerah provinsi, dan
kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
pemerintah dibidang kesehatan
4. Pemangku kepentingan atau pembuat kebijakan(Kemenkes RI, 2019)
3.4.2 Waktu Pelaksanaan Pengelola kegiatan gizi atau tenaga surveilans
gizi di dinas kesehatan kabupaten/Kota merekap laporan pelaksanaan
surveilans gizi dari puskesmas/kecamatan, rumah sakit dan masyarakat
atau media kemudian melaporkan ke dinas kesehatan provinsi dan
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas
seperti posyandu atau fasilitas layanan kesehatan lainnya. Pemantauan
ini dilakukan setiap bulan sehingga entry data dan analisis dapat
dilakukan setiap bulan. Sedangkan untuk upload rencana kegiatan
dilakukan setiap triwulan. Laporan kejadian kasus gizi buruk disampaikan
ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat dalam
waktu 1 x 24 jam dengan menggunakan formulir laporan KLB Gizi .

Contoh laporan:
Pelaporan hasil pelacakan kasus gizi buruk dilakukan dalam waktu 2 x 24
jam. Laporan rekapitulasi hasil pemantauan pertumbuhan balita (D/S), kasus gizi
buruk dan cakupan pemberian TTD (Fe) pada ibu hamil disampaikan ke Dinas
Kesehatan Provinsi dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat setiap bulan.
Laporan rekapitulasi cakupan pemberian ASI Eksklusif 0-6 bulan,
pemberian kapsul vitamin A pada balita dan konsumsi garam beryodium di
tingkat rumah tangga disampaikan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Direktorat
Bina Gizi Masyarakat setiap 6 bulan.
Laporan dapat disajikan dalam bentuk narasi, tabel, grafik, dan peta atau
bentuk penyajian informasi lainnya. Berikut adalah beberapa contoh penyajian
data dalam bentuk tabel, grafik, dan peta (Kementrian Kesehatan RI, 2020)
3.5 Pelaksanaan Teknis Surveilans Gizi
Penyelenggaraan surveilans gizi secara teknis dilaksanakan dengan
berbasis indikator masalah gizi dan kinerja program gizi. Selain itu,
pelaksanaan teknis surveilans gizi juga membutuhkan indikator lain
berupa faktor risiko yang memengaruhi masalah gizi dan kinerja program
gizi (Kemenkes RI, 2019).
3.5.1 Indikator Masalah Gizi Indikator masalah gizi dalam pelaksanaan
teknis surveilans gizi, meliputi:
a. Persentase balita berat badan kurang;
b. Persentase balita pendek;
c. Persentase balita gizi kurang;
d. Persentase remaja putri anemia;
e. Persentase ibu hamil anemia;
f. Persentase ibu hamil risiko Kurang Energi Kronik; dan
g. Persentase Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah

3.5.2 Indikator Kinerja Program Gizi Indikator kinerja program gizi dalam
pelaksanaan teknis surveilans gizi, meliputi:
a. Cakupan bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI Eksklusif;
b. Cakupan bayi usia 6 bulan yang mendapat ASI Ekslusif;
c. Cakupanibu hamil yang mendapatkan Tablet Tambah Darah minimal
90 tablet selama masa kehamilan;
d. Cakupan ibu hamil Kurang Energi Kronik yang mendapat makanan
tambahan; e. Cakupan balita kurus yang mendapat makanan tambahan;
f. Cakupan remaja putri (Rematri) mendapat Tablet Tambah Darah;
g. Cakupan bayi baru lahir yang mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD);
h. Cakupan ballita yang ditimbang berat badannya;
i. Cakupan balita mempunyai buku Kesehatan Ibu Anak (KIA)/ Kartu
Menuju Sehat (KMS);
j. Cakupan balita ditimbang yang naik berat badannya;
k. Cakupan balita ditimbang yang tidak naik berat badannya dua kali
berturutturut;
l. Cakupan balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A;
m. Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A;
n. Cakupan rumah tangga mengonsumsi garam beriodium; dan
o. Cakupan kasus balita gizi buruk yang mendapat perawatan.
3.5.3 Indikator Lain Indikator lain berupa faktor risiko yang memengaruhi
masalah gizi dan kinerja program gizi, setidaknya meliputi:
a. Kemiskinan
b. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi;
c. Praktik pengasuhan anak yang kurang tepat; dan /atau d. Konsumsi
makanan bergizi yang rendah.
3.5.4 Tahapan Pelaksanaan Teknis Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2019 Tentang Pelaksanaan Teknis Surveilans
Gizi, menjelaskan pelaksanaan teknis surveilans gizi dilakukan dengan
tahapan:
1. Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan cara
mendapatkan data dari posyandu, fasilitas pelayanan keseshatan,
masyarakat, dan/atau sumber data lainnya. Data dalam tahapan ini
diperoleh melalui kegiatan:
(1) pemantauan pertumbuhan;
(2) pelaporan kasus;
(3) pelaporan data rutin;
(4) survei; dan/atau
(5) kegiatan lainnya.
2. Pengolahan dan analisis data Pengolahan dan analisis data dilakukan
untuk menghasilkan informasi yang diperlukan dalam mendukung
program perbaikan gizi. Tahapan ini dilakukan dengan penerapan
manajemen data melalui kegiatan: (1) perekaman data;
(2) validasi;
(3) pengkodean;
(4) alih bentuk; dan
(5) pengelompokan berdasarkan tempat, waktu, dan orang.

3. Diseminasi Diseminasi dilakukan untuk menyebarluaskan informasi


hasil analisis data terkait program perbaikan gizi kepada pemangku
kepentingan. Diseminasi disampaikan melalui kegiatan:
(1) musyawarah perencanaan pembangunan;
(2) lokakarya mini;
(3) pertemuan lintas program/lintas sektor; dan/atau
(4) forum komunikasi dan koordinasi lainnya. Selain kegiatan tersebut,
diseminasi juga dapat dilakukan melalui media elektronik dan salinan
cetak.

Tahapan di atas dilaksanakan sebagai satu kesatuan yang tidak


terpisahkan untuk menghasilkan informasi yang digunakan sebagai
pedoman dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan,
perencanaan program, penentuan tindakan dan pelaksanaan intervensi
serta evaluasi terhadap pengelolaan program gizi. Untuk mendukung
pelaksanaan teknis surveilans gizi, kementrian yang mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kesehatan
mengembangkan sistem informasi gizi teknologi informasi. Pelaksanaan
teknis surveilans gizi harus didukung dengan tersedianya:
(1) Sumber daya manusia, yaitu merupakan tenaga kesehatan yang
memiliki latar belakang pendidikan bidang gizi dan minimal berijazah
Diploma III;
(2) Sarana dan Prasarana, yaitu paling sedikit meliputi penyediaan
perangkat lunak dan perangkat keras untuk mendukung pemanfaatan
informasi gizi berbasis teknologi informasi; dan
(3) Pendanaan, dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan/atau sumber lain
yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3.4.5 Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan teknis
surveilans gizi dilakukan oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Daerah
Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota sesuai
dengan kewenangannya. Pembinaan dan pengawasan ini dilaksanakan
untuk meningkatkan kualitas data dan informasi surveilans gizi dan
meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dalam pelaksanaan teknis
surveilans gizi. Kegiatan pembinaan dan pengaawasan dilaksanakan
melalui kegiatan sosialisasi dan advokasi, bimbingan teknis, dan pelatihan
dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan/atau evaluasi.
Pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan teknis surveilans gizi ini
dilaksanakan secara berkala.

BAB IV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Surveilans gizi adalah proses berkelanjutan untuk mengamati
masalah gizi dan perencanaan dalam situasi normal dan darurat,
termasuk mengumpulkan, memproses, menganalisis dan menganalisis
data secara sistematis dan menyebarkan informasi untuk mengambil
tindakan sebagai tanggapan segera dan terencana. Hasil surveilans dan
pengumpulan serta analisis data digunakan untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih baik tentang status kesehatan populasi guna
menetapkan kebijakan program, merencanakan intervensi, pelaksanaan
kegiatan, dan mengevaluasi program kesehatan masyarakat untuk
mengendalikan dan mencegah kejadian yang merugikan kesehatan.
Surveilans gizi sangat berguna untuk mendapatkan informasi
keadaan gizi masyarakat secara cepat, akurat, teratur dan
berkelanjutan, yang dapat digunakan untuk menetapkan kebijakan gizi.
Informasi yang digunakan mencakup indikator pencapaian gizi
masyarakat serta informasi lain yang belum tersedia dari laporan rutin.
Adanya surveilans gizi akan dapat meningkatkan efektivitas kegiatan
pembinaan gizi dan perbaikan masalah gizi masyarakat yang tepat
waktu, tepat sasaran, dan tepat jenis tindakannya.
5.2 Saran
Pemerintah bersama dengan masyarakat dapat melaksanakan program
surveilans gizi dan SKPG dengan baik dan saling bersinergi.
Pemerintah menyediakan fasilitas pelaksanaan program dengan
lengkap serta masyarakat secara tertib dan terorganisir bekerja sama
untuk menyukseskan program surveilans.

Anda mungkin juga menyukai