Anda di halaman 1dari 55

ANALISIS JURNAL PERILAKU KESEHATAN MASYARAKAT

DAERAH ALIRAN SUNGAI

MATA KULIAH EKOLOGI MASYARAKAT DAERAH ALIRAN SUNGAI

DI SUSUN OLEH :

1. IMROATUL FAIZAH FITRY (70120005)


2. IZZATUL ULA (70120006)
3. NIKMATUL JANNAH (70120008)
4. DYAH RIANTI KUSUMA NINGRUM (70120012)
5. INTAN PUJI (70120014)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT AHLI JENJANG


FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANEJEMEN KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA KEDIRI

TAHUN 2021
I. PENDAHULUAN
Kawasan tepi sungai merupakan kawasan tempat bertemunya daratan dan air sungai.
(Lesteri, 2012). Sungai merupakan aliran yang besar dan memanjang yang mengalir
secara terus menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Suwondo (2004) memberi
pengertian bahwa sungai merupakan suatu bentuk ekosistem aquatic yang mempunyai
peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air
(catchment area) bagi daerah sekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat
dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan sekitarnya. Di Indonesia
masalah kebersihan daerah aliran sungai selalu menjadi polemik yang berkembang.
Masyarakat masih menganggap sungai sebagai halaman belakang yang dipandang
sebagai tempat pembuangan, sehingga perlu adanya perubahan pola pikir untuk
menjadikan sungai sebagai halaman depan yang harus dijaga dan dipelihara.
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks yang mempengaruhi
kesejahteraan masyarakat yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain diluar
kesehatan itu sendiri seperti masalah kesejahteraan, pola pikir, serta perilaku masyarakat.
Perilaku masyarakat merupakan penyebab paling besar terhadap kerusakan lingkungan
(Soekidjo, 2003). Faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun
kesehatan masyarakat. Untuk hal ini Hendrik L. Blum menggambarkan adanya empat
faktor yang mempengaruhi kesehatan, yaitu : keturunan, lingkungan,perilaku, dan
pelayanan kesehatan. Ruang lingkup kesehatan lingkungan daerah aliran sungai antara
lain mencakup pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan
sampah, pembuangan air kotor (air limbah), dan lain sebagainya.
Penurunan kualitas lingkungan dalam hal ini degridasi air adalah dampak dari limbah
buangan yang belum diolah ke badan sungai yang tidak terkendali. Tingginya aktivitas
pembangunan di sepanjang sungai menyebabkan daya dukung sungai terhadap polutan
tidak sesuai. Berdasarkan Supartiwi (2014) bahwa sekitar 60 hingga 70 persen
pencemaran sungai disebabkan oleh limbah domestik, sedangkan limbah yang dapat
diolah hanya 6,1 persen. Walaupun penurunan pencemaran sungai akibat limbah industri
telah mencpai 40 persen, tingginya konteribusi limbah rumah tangga menyebabkan
sungai masih terus tercemar. Berdasarkan uraian tersebut, penting untuk dilakukan
analisis mendalam mengenai bagaimana perilaku masyarakat yang bermukim di dekat
sungai dan pengaruhnya terhadap kualitas air sungai tersebut karena kunci keberhasilan
dari pelestarian sumber daya alam adalah adaanya partisipasi aktif dari masyarakat
setempat.

II. HASIL ANALISIS


Jurnal 1 :
 Judul : Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Budaya Dengan Perilaku Penggunaan
Air Sungai (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Matapura 2)
 Penulis : Sharah Monica Yunida
 Tahun terbit : Vol 13, No 2 Desember 2018: 232-243
 Nama Jurnal : The Indonesian Journal Of Public Health
Hampir semua puskesmas di Provinsi Kalimantan Selatan memiliki kasus diare,
salah satu puskesmas yang memiliki kasus diare tertinggi di Provinsi ini adalah
Puskesmas Pasayangan Martapura. Wilayah Kalimantan Selatan yang memiliki banyak
sungai dan digunakan sebagai sumber air bersih serta banyak pemukiman yang berdiri di
pinggir sungai. Selain itu sungai disana juga sebagai penunjang aktivitas masyarakat
seperti MCK, perdagangan, jalur transportasi atau pariwisata. Berdasarkan survei yang
dilakukan tahun 2017 terlihat bahwa masyarakat yang mengalami diare sebagian besar
tinggal di daerah aliran sungai. Pada penelitian ini mengkaji antara hubungan
pengetahuan, sikap dan budaya dengan perilaku penggunaan air sungai.
Dari penelitian yang menggunakan uji statistik uji Chi Square didapatkan hasil
gambaran karakteristik responden digunakan keragaman responden berdasarkan umur,
pendidikan, pekerjaan, riwayat sakit diare tempat tinggal dan penggunaan air sungai.
Hasilnya sebagian responden berada pada umur kurang dari 20 – 35 tahun. Tingkat
pendidikan responden tidak sekolah dan sebagian besar responden bekerja wiraswasta.
Untuk riwayat sakit diare sebagian memiliki riwayat 1 – 2 kali, sedangkan berdasarkan
data yang diperoleh responden memiliki tempat tinggal berjarak 0 – 2 km dari aliran
sungai. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan responden terhadap perilaku
penggunaan air sungai. Rendahnya pengetahuan responden yang sebagian besar hanya
pada tingkat tidak sekolah atau tidak tamat SD dapat mempengaruhi pengetahuan mereka
tentang perilaku penggunaan air sungai. Untuk hubungan sikap responden terhadap
perilaku penggunaan air sungai dapat disimpulkan bahwa ada hubungan. Sikap kurang
baik yang dimiliki dapat dipengaruhi oleh rendahnya pendidikan, umur yang muda serta
letak tempat tinggal yang dekat dari aliran sungai sehingga mendorong responden
melakukan perilaku penggunaan air sungai. Pada hubungan budaya responden terhadap
perilaku penggunaan air sungai dapat disimpulkan bahwa hasilnya terdapat hubungan
antar keduanya. Adanya upaya dalam suatu kelompok masyarakat dipengaruhi oleh
berbagai macam hal yang terbesar adalah kondisi jaman yang mempengaruhi budaya
tersebut bertahan dalam kehidupan masyarakat atau tidak. Pengaplikasian budaya
berdasarkan kebiasaan yang ada tergantung pada individu itu sendiri.
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa perilaku mempengaruhi seseorang
dalam penggunaan air sungai, hal ini disebabkan banyak faktor salah satunya
pengatahuan. Pengetahuan dipengaruhi salah satunya dari pendidikan, dari segi
pendidikan termasuk pendidikan yang rendah. Pengetahuan yang rendah akan
mengakibatkan pengetahuan yang kurang, informasi yang kurang tentang bahayanya
penggunaan air sungai secara terus – menerus serta kebiasaan yang sama atau berulang –
ulang sehingga seseorang dapat memiliki keyakinan pada perilaku penggunaan air. Hal
ini juga dapat mempengaruhi kesehatan kelompok masyarakat tersebut seperti kejadian
diare yang nantinya dapat gizi seimbang dalam tubuh. Selain perilaku yang
mempengaruhi juga adalah sikap, sikap yang baik mendorong seseorang untuk menjauhi
perilaku yang negatif seperti masih menggunakan air sungai. Masih besarnya
kecenderungan responden menggunakan air sungai dapat menjadi salah satu penyebab
terjadinya kesakitan (diare). Selain itu, budaya juga mempengaruhi kelompok masyarakat
untuk menggunakan air sungai. Penggunaan air sungai dari dulu menjadikan habit atau
kebiasaan dalam menggunakan air sungai seperti kebiasaan mandi di sungai bersama saat
pagi hari, kebiasaan mencuci peralatan masak atau alat dapur menggunakan air sungai
dan kebiasaan memasak air sungai untuk di konsumsi. Kebiasaan atau budaya ini yang
ditanamkan sejak kecil akan berpengaruh terhadap kebiasaan pada seseorang ketika
dewasa.
Dari pembahasan diatas kesimpulan yang dapat ditarik yakni perilaku, sikap dan
budaya dapat mempengaruhi seseorang untuk menggunakan air sungai bahkan
mengkonsumsinya. Hal ini dapat berbahaya jika digunakan dalam jangka waktu panjang,
salah satunya dari segi kesehatan. Dapat menyebabkan berbagai macam penyakit yang
timbul paling seringnya yakni diare. Dari diare juga dapat mempengaruhi keadaan gizi
dalam tubuh manusia. Cara yang dapat dilakukan untuk membuat masyarakat merubah
kebiasaan buruk tersebut salah satunya perlu dilakukan pengalihan penggunaan air sungai
dengan peralatan yang tidak digunakan untuk konsumsi seperti mencuci kendaraan.
Menimbulkan kesadaran pada masyarakat tentang pentingnya penggunaan air bersih
dalam kehidupan sehari – hari untuk menghindari berbagai dampak buruk yang dapat
ditimbulkan. Lebih banyak memberikan informasi mengenai penyakit yang timbul dari
penggunaan air sungai serta penanggulannya dalam rangka pencegahan kejadian penyakit
selanjutnya. Membiasakan masyarakat untuk menggunakan air sudah jelas kualitas dan
kuantitasnya untuk melakukan kegiatan sehari – hari yang terkait konsumsi seperti sikat
gigi, mencuci peralatan memasak dan konsumsi air minum dan memasak. Bagi instansi
kesehatan terkait dapat menggiatkan promosi kesehatan tentang penggunaan sumber air
yang layak untuk dikonsumsi karena masih kuatnya pengaruh budaya di masyarakat
dengan menggandeng tokoh masyarakat setempat.
Jurnal 2 :
 Judul : Persepsi Masyarakat Dalam Pemanfaatan Air Bersih (Studi Kasus
Masyarakat Pinggir Sungai Di Palembang)
 Penulis : Anih Sri Suryani
 Tahun terbit : Vol 7, No 1 Juni 2016: 33-48
 Nama Jurnal : Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI

Kota Palembang mempunyai 108 sungai. Terdapat lima buah sungai yang dapat
dilayari yaitu Sungai Musi, Sungai Ogan, Sungai Komering, Sungai Keramasan, dan
Sungai Terusan. Sungai Musi melintasi Kota Palembang sepanjang 15 km, kedalaman 8–
12 m dengan lebar berkisar 220–313 m. Sedangkan panjang total Sungai Musi adalah 750
km, sungai terpanjang di Pulau Sumatera dengan hulu di Kepahiang Provinsi Bengkulu,
dan bermuara di kawasan Sungsang di Selat Bangka. Sungai lainnya yang melintasi Kota
Palembang tidak sepanjang dan selebar Sungai Musi. Sejak tiga tahun terakhir,
kekeruhan air dari Sungai Musi meningkat. Kekeruhan terjadi di puncak musim hujan,
dari tingkat kekeruhan ratarata 60–200 nephelometer turbidity unit (NTU) menjadi 1.200
NTU pada puncak musim hujan. Tingginya kekeruhan ini diduga karena sedimentasi
yang bertambah parah pada musim hujan. Partikel lumpur banyak yang terbawa dari hulu
yang akhirnya terakumulasi di hilir. Akibat kekeruhan yang tinggi ini PDAM Tirta Musi
terpaksa mengurangi produksi air bersihnya hingga 50 persen dari produksi ratarata
harian (Kompas, 22 April 2015).

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui penyediaan air bersih di
Provinsi Sumsel baik melalui pemipaan maupun nonpemipaan dan mengetahui gambaran
kualitas dan kuantitas air permukaan khususnya air sungai dihubungkan dengan kualitas
kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar sungai. Tujuan lainnya adalah untuk
mengetahui persepsi masyarakat dalam penggunaan dan pemanfaatan air bersih. Dengan
demikian tulisan ini diharapkan bermanfaat bagi pengambil kebijakan dalam penyediaan
air bersih dan pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan
lingkungan dan kesehatan masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
kualitatif. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara dengan stakeholder terkait dan
juga pustaka pendukung. Sedangkan data terkait perilaku dan persepsi masyarakat
dilakukan dengan penyebaran kuesioner kepada masyarakat yang bertempat tinggal di
sekitar sungai yang berada di Kota Palembang Provinsi Sumsel. Kuesioner kemudian
dioleh secara kuantitatif untuk mengetahui perilaku masyarakat terkait pengunaan air
bersih.

Terkait dengan kondisi dan kualitas perairan di Indonesia, hasil pemantauan yang
dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dari tahun 2008–2012 menunjukkan
kualitas air sungai cenderung menurun, terutama di Pulau Jawa dan Sumatera. Sumber
utama pencemar berasal dari aktivitas domestik yang terlihat dari parameter organik
(proporsi BOD/COD dan kandungan Coliform), terutama di Maluku, Sulawesi Tenggara
dan Sumatera Utara yang sebagian besar memiliki kandungan organik melebihi baku
mutu, yaitu 25 mg/l (Status Lingkungan Hidup 2012, 2013:24). Sedangkan kualitas air
danau yang juga dapat menjadi sumber air bagi manusia– berdasarkan pemantauan yang
dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup pada 15 danau utama pada tahun 2011
menunjukkan sebagian besar masuk dalam kategori eutrof (kondisi terestrial daerah
tangkapan air terancam dan kondisi sempadan danau terancam) (Status Lingkungan
Hidup 2012, 2013:27). Sedangkan untuk air tanah, di beberapa akuifer di kota-kota besar
di Pulau Jawa (Jakarta, Semarang, Surabaya) pengambilan air tanah telah melampaui
batas daya dukungnya yang berakibat terjadi intrusi air laut dan penurunan elevasi muka
tanah. Ketidaktersediaan sistem sanitasi dan pengolah limbah industri yang baik, juga
telah mengakibatkan terjadinya pencemaran air tanah dan sungai oleh buangan air rumah
tangga dan industri, terutama di musim kemarau.

Dari segi pencemaran, tingkat pencemaran Sungai Musi berada di skala sedang
dan berat. Selain keruh, air Sungai Musi juga kadang-kadang berbau. Bau busuk ini
berasal dari limbah pasar yang mengalir dari Sungai Aur yang bermuara ke Musi. Tingkat
pencemaran ini diketahui dari pengujian Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumsel di 72
lokasi Sungai Musi di Palembang dan sekitarnya. Tingkat pencemaran ini meningkat
dalam lima tahun terakhir. Zat pencemar tersebut diduga berasal dari aktivitas rumah
tangga, industri ataupun pembusukan sampah di sepanjang Sungai Musi. Intrusi air laut
ke Sungai Musi juga semakin parah karena debit air di muara yang lemah dan kerusakan
hutan mangrove di kawasan pesisir (Kompas, 22 April 2015). Sekitar 70 persen air
Sungai Musi tercemar limbah rumah tangga, sedangkan sisanya 30 persen tercemar
limbah perusahaan atau industri. Berdasarkan hasil pengujian 6 dari 10 anak sungai yang
airnya diteliti ternyata kualitas baku mutu sungai terus menurun.

lembang selain penurunan kualitas air sungai adalah banjir. Banjir yang kerap
melanda Palembang dan sekitarnya, penyebabnya adalah anak sungai yang seharusnya
mengalirkan air secara lancar, justru sudah tidak berbentuk lagi, sudah tertutup dan
tertimbun tanah sejajar dengan jalan. Selain itu, kadar lainnya yang melebihi baku mutu
adalah kandungan minyak dan lemak. Dari hasil analisis Praptiani (2012) menunjukkan
bahwa kandungan minyak dan lemak pada sungai Bendung telah melebihi baku mutu
yang ditetapkan yaitu 1 mg/l. Relatif tingginya kandungan minyak dan lemak di perairan
anak sungai Bendung tersebut diperkirakan disebabkan oleh limbah domestik dan limbah
kegiatan di sekitar pinggiran sungai seperti adanya bengkel dan perdagangan.
Kuesioner disebarkan kepada penduduk yang tinggal di sekitar Sungai Bendung
Kota Palembang. Sungai Bendung dipilih mengingat posisinya yang sangat strategis
terkait dengan pola drainase di Kota Palembang dan kualitasnya airnya sudah tidak sesuai
dengan baku mutu. Responden sebanyak 35 orang dengan gambaran responden sebagai
berikut: Usia responden bervariasi, dan hampir merata pada level usia antara 20–40
tahun, dan 50–60 tahun. Jenis kelamin sebagian besar laki-laki (60 persen) dan
perempuan (40 persen). Pekerjaan sebagaian besar buruh (37 persen), disusul ibu rumah
tangga (23 persen) dan kemudian swasta (20 persen). Dilihat dari jenis pendidikan,
sebagian besar merupakan lulusan SD (43 persen), kemudian SLTA (26 persen) dan
SLTP (23 persen), adapun yang telah mengecap perguruan tinggi hanya delapan persen.
Berdasarkan gambaran tersebut, terlihat bahwa responden sangat beragam, baik dari segi
usia, pekerjaan dan pendidikan dengan jumlah laki-laki dan perempuan relatif sebanding.
Sedangkan dilihat dari jenis pendidikan, sebagaian besar berpendidikan dasar (SD–SMP)
hanya delapan persen yang pernah mengecap pendidikan tinggi.

Gambaran pemanfaatan sumber air untuk berbagai keperluan baik itu keperluan
pokok (makan, minum, mencuci dan mandi) maupun keperluan tambahan seperti
mencuci kendaraan dan menyiram tanaman. Sebagian dari warga dibantaran sungai sudah
menggunakan sumur gali, dan PDAM, tetapi tidak banyak juga yang menggunakan air
sungai untuk bahan baku. Namun demikian masih ada sebagian kecil responden yang
menggunakan air sungai untuk kepentingan MCK (7,5 persen), dan mencuci pakaian (5
persen). Hal ini menunjukkan bahwa air sungai yang ada sudah tidak layak lagi
digunakan sebagai sumber air bersih, baik untuk mandi, memasak apalagi air minum.
Sebagian besar responden sudah mengetahui bahwa air sungai sudah tidak layak
digunakan, tetapi masih saja digunakan de

Dampak dari menurunnya kualitas air di daerah tersebut salah satunya adalah
timbulnya berbagai penyakit yang berbasis lingkungan seperti diare. Berdasarkan data
Profl Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan dan Kota Palembang menunjukkan bahwa
kasus diare di daerah tersebut relatif meningkat dari tahun ke tahun. Kondisi air bersih
dan sungai yang sedemikian turut memengaruhi persepsi masyarakat terhadap air sungai.
Berdasarkan hasil kuesioner terhadap masyarakat yang tinggal di pinggir sungai,
menunjukkan bahwa sungai sudah tidak layak dijadikan sebagai sumber air minum
maupun air bersih seperti memasak. mandi. dan mencuci. Responden setuju bahwa
memperbaiki kualitas air sungai sangat penting, termasuk menjaganya dari berbagai
sumber pencemar. Sikap masyarakat terhadap kebersihan air sungai terbentuk melalui
proses pembelajaran kondisi instrumental, yang mendorong lahirnya sikap positif mereka
terhadap kebersihan air sungai. Sikap ini kemudian memunculkan kesadaran masyarakat
untuk melakukan upaya-upaya perbaikan terhadap kondisi air sungai. Namun demikian,
sebagai sumber air minum, responden masih mempercayai bahwa air kemasan lebih
aman digunakan daripada air sumur apalagi air sungai.

Jurnal 3 :
 Judul : Pengaruh Perilaku Masyarakat Terhadap Kualitas Air Di Sungai Sekanak
Kota Palembang
 Penulis : Herda Sabriyah Dara Kospa, dan Rahmadi
 Tahun terbit : Vol 17, No 2 2019: 212-221
 Nama Jurnal : Jurnal Ilmu Lingkungan

Pemukiman di sekitar sungai sekanak kota Palembang merupakan pemukiman


padat penduduk, dimana rata-rata jarak antara rumah dengan sempadan sungai tidak
sesuai dengan Peraturan Menteri PUPR No.28/PRT/M 2015, selain itu di tengah sungai
terdapat rusun berbentuk blok blok yang menyumbang sampah rumah tangga menuju
satu arah, yaitu ke sungai. Masyarakat yang tinggal dibantaran sungai memanfaatkan
sungai sekanak untuk membuang limbah domestik, seperti MCK, limbah perdagangan
dan industry. Sebagai dampaknya sungai sekanak menjadi tercemar dan terjadi perubahan
warna menjadi kehitaman dan berbau menyengat. Pada penelitian ini mengkaji mengenai
perilaku masyarakat yang bermukim dibantaran Sungai sekanak dalam kegiatan sanitasi
maupun perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan pengaruhnya terhadap kualitas air.
Setelah dilakukan analisis uji Frequencies didapatkan hasil bahwa sebanyaj 50%
dari jumlah penduduk dibantaran sungai sekanak sudah mengetahui cara mengelola
sampah dengan benar dan sanitasi yang baik. Masyarakat juga sudah mengetahui
pentingnya menjaga kebersihan sungai. Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
individu yaitu pengetahuan, sekitar 50% tingkat pendidikan masyarakat dibantaran sungai
sekanak yaitu tamatan SMA dan pendidikan tinggi, sedangkan sisanya masih rendah.
Berdasarkan hasil kuesioner terhadap Tindakan masyarakat yang dibagikan ke warga
bantaran sungai sekanak menunjukkan bahwa 80% masyarakat telah rutin melakukan
PHBS dan sanitasi, diantaranya yaitu tidak membuang sampah ke sungai dan rutin
menjaga kerbersihan lingkungan sekitar rumah, menggunakan MCK pribadi dan
mengkonsumsi air bersih. Namun 20% masih belum menerapkan PHBS dan masih
membuang sampah ke sungai dan belum mengelola sampah dengan baik.
Tindakan masyarakat yang tinggal dibantaran sungai sekanak dibentuk
berdasarkan faktor keyakinan perilaku yaitu keyaninan yang diperoleh dari pengetahuan
atau pengalaman tentang kegiatan PHBS dan sanitasi, faktor lain yang berpengaruh yaitu
kebiasaan, persepsi, dan self-identitiy. Faktor keyakinan perilaku merupakan pengaruh
penting terhadap faktor perilaku yang artinya munculnya sikap untuk
mengimplementasikan PHBS dan sanitasi dengan tujuan agar memberikan dampak yang
bagus untuk sungai sekanak baik bagi kebersihan dan pelestarian lingkungan. Masyarakat
mampu dan berani membuang sampah kesungai dipengaruhi oleh anggapan bahwa arus
pasang surut sungai dianggap dapat membersihkan sampah termasuk membersihkan
sampah yang di letakkan di pinggiran sungai. Hasil penilaian status mutu air sungai
sekanak menunjukkan bahwa status mutu air dari muara sampai hulu pada seluruh titik
pantau menunjukkan tidak dapat dikonsumsi, sesuai dengan peruntukan air kelas 1 yaitu
untuk air baku air minum , dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut, sehingga diperlukan pengendalian Pencemaran Air
Sungai Sekanak agar dapat dimanfaatkan dan menjaga kualitas air sungai.
Berdasarkan hasil kuesioner tentang perilaku responden/masyarakat yang tinggal
dibantaran sungai sekanak masih membuang sampah ke sungai dan atau menumpuk
sampah di TPS illegal yang berada dekat dengan sungai. Keberadaan TPS illegal ini
mengancam kualitas sungai, karena jika musim penghujan datang sampah yang berada di
TPS illegal ini akan hanyut terbawa arus sungai. Hal ini juga dapat ditunjukkan dari nilai
COD dan BOD di seluruh titik pengamatan telah melampaui baku mutu air. Selain itu,
berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, rata-rata masyarakat yang tinggal di
bantaran sungai sekanak sudah memiliki WC pribadi, tetapi masih ditemui masyarakat
yang mencuci dan membuang sisa makanan ke sungai. Pasar sekanak yang dekat dengan
sungai menjadi penyumbang pencenaran limbah organic dan air limbah dari aktivitas
perdagangan. Program pemerintah untuk merestorasi sungai sekanak telah direncanakan
dari tahun 2016 dan dimulai pengerjaan pada awal tahun 2018 dengan dilakukan
pengerukan sedalam 2 meter ke dalam sungai. Selain Langkah revitalisasi yang dilakukan
oleh pemerintah, hal yang paling penting yaitu peningkatan kesadaran masyarakat,
kemampuan dan partisipasi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai sekanak terhadap
pelestarian sungai menjadi tantangan tersendiri yang terkait dengan Pendidikan, pelatihan
dan penyuluhan masyarakat.
III. KESIMPULAN
Perilaku, sikap, dan budaya dapat mempengaruhi seseorang untuk menggunakan
air sungai bahkan mengkonsumsinya. Hal ini dapat berbahaya jika digunakan dalam
jangka waktu panjang, salah satunya dari segi kesehatan. Dapat menyebabkan berbagai
macam penyakit yang timbul. Permasalahan penyediaan air bersih di Indonesia tidak
hanya terbatas pada minimnya ketersediaan air baku karena terbatasnya daerah resapan
air dan tingginya pencemaran air, tetapi juga pada cakupan layanan penyediaan air bersih
yang pada kenyataannya belum dapat menjangkau seluruh masyarakat. Kondisi air sungai
yang makin menurun, salah satunya karena pencemaran lingkungan. Banyak dari
penduduk yang tinggal di daerah aliran sungai masih membuang sampah, limbah rumah
tangga, dan MCK di aliran sungai tersebut, mengakibatkan sungai tidak layak dijadikan
sebagai sumber air minum maupun air bersih seperti memasak, mandi, dan mencuci.
Hal ini sebagai dasar permasalahan yang perlu segera dibenahi. Kekuatan terbesar
dalam suatu perubahan yang signifikan akan terjadi bila perilaku masyarakat dapat
dirubah. Perilaku dapat terbentuk dengan dorongan dari lingkungan maupun individu.
Dorongan terbesar pada perubahan persepsi dan perilaku dipengaruhi oleh lingkungan
maupun individu. Sedangkan faktor individu dipengaruhi oleh intelegensi, pengalaman
pribadi, sifat kepribadaian , dan motivasi.

DAFTAR PUSTAKA

Kospa, H.S.D., dan Rahmadi. Pengaruh Perilaku Masyarakat Terhadap Kualitas Air Di

Sungai Sekanak Kota Palembang. Jurnal Ilmu Lingkungan. 17(2): 212-221.

Suryani A.S. Persepsi Masyarakat Dalam Pemanfaatan Air Bersih (Studi Kasus Masyarakat

Pinggir Sungai Di Palembang). Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI. 7(1): 33-48.

Yunida M.S. 2018. Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Budaya Dengan Perilaku

Penggunaan Air Sungai. The Indonesia Journal Of Public Health. 13(2): 232-243.
LAMPIRAN JURNAL

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN BUDAYA DENGAN


PERILAKU PENGGUNAAN AIR SUNGAI
(Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura 2)

Sharah Monica Yunida


Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga,
Alamat Korespondensi: Sharah Monica Yunida
Email: chicha.hammy@gmail.com

ABSTRACT
Diarrhea is one of the most common infectious diseases. It has related three factors such ass environment, food and
contact with an infected person. One of the environmental factor of diarrhea is the domestic water use behavior.
The main objective of this study was to analyse the relation between knowledge, atitude and habit to domestic water
use behavior in Martapura 2 Public Health Center, work area Pasayangan Selatan Village, sub-district of
Martapura, Banjar, South Kalimantan Province. Case control study design was used in this study. The population
of the study were all diarrhea patients in Martapura 2 Public Health Center work area from february 2017 until
february 2018. The Lemeshow was used to determine research sample size. The study sample consisted of 45 case
diarrhea patients and 45 control non diarrhea patient. Samples were taken from all eligible cases and controls on
specified inclusion and exclusion criteria. Data will analysed use Chi Square. Based on the results of this study
comparing between case group and control group, most of the respondents in the case group have knowledge in
poor knowledege was 25 people (55.6%) and the control group in good knowledge that was 35 people (77.8) with
Chi Square, all p < 0,001. Attitudes of respondents in the case group were in the not good category is 26 people
(58.0%) and control group in good category that was 32 people (71,1%) with (p value 0,000 in case and control
0,004). Utilitation habit respondents in the case group were in the non-existent category of 26 persons (57.8%) and
the control group in the category of no 37 people (82.2%) with (p value in case 0.006 and control 0.000).
Conclusively, the variable of knowledge, attitude and habit have very significant relation on the group of case and
control.
Keyword: diarrhea, water use behavior, knowledge

ABSTRAK
Salah satu penyakit menular yang paling sering terjadi adalah diare. Diare memiliki tiga faktor yang erat kaitannya
dengan lingkungan, makanan serta kontak dengan orang yang terinfeksi. Salah satu faktor lingkungan penyebab
diare adalah perilaku penggunaan air sungai. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan
pengetahuan, sikap dan budaya terhadap perilaku penggunaan air sungai di wilayah kerja Puskesmas Martapura 2,
studi di Desa Pasayangan Selatan Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kasus kontrol. Populasi penelitian adalah seluruh penderita diare di wilayah kerja
Puskesmas Martapura 2 dari February 2017 sampai Februari 2018. Pengambilan sampel penelitian menggunakan
rumus Lemeshow. Sampel penelitian terdiri dari 45 responden kasus diare dan 45 responden control bukan pasien
diare. Sampel diambil dari semua yang memenuhi syarat kasus dan kontrol pada kriteria inklusi dan eksklusi yang
telah ditetapkan. Analisis data menggunakan Chi Square. Berdasarkan hasil penelitian membandingkan antar
kelompok kasus dan kontrol, sebagian besar responden pada kelompok kasus memiliki pengetahuan pada kategori
tidak tahu yaitu 25 orang (55,6%) dan kelompok kontrol pada kategori tahu yaitu 35 orang (77,8) dengan Chi
Square, keduanya p < 0,01. Sikap responden pada kelompok kasus berada pada kategori kurang baik yaitu 26 orang
(58,0%) dan kelompok kontrol pada kategori baik yaitu 32 orang (71,1%) dengan (p-value pada kasus 0,000 dan
pada kontrol 0,004). Utilitation habit responden pada kelompok kasus berada pada kategori tidak ada yaitu 26 orang
(57,8%) dan kelompok kontrol pada kategori tidak ada 37 orang (82,2%) dengan (p-value pada kasus 0,006 dan
kontrol 0,000). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah variabel pengetahuan, sika dan budaya terdapat hubungan
yang bermakna pada kelompok kasus dan kontrol.
Kata kunci: diare, perilaku penggunaan air sungai, pengetahuan

©2018 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl13il.2018. 232-243 Received 3 May 2018, received in revised form 19
May 2018 , Accepted 21 May 2018 , Published online: Decembe

PENDAHULUAN Kesehatan sebesar 51.416 dan yang dapat


Pada saat ini Indonesia sedang tertangani sebesar 31.314 dengan persentase
mengalami transisi epidemiologi dalam hal sebesar 60,9 (Profil Kesehatan Kalimantan
masalah kesehatan dimana kondisi penyakit Selatan, 2015).
menular yang belum dapat diatasi
seluruhnya. Permasalahan penyakit menular Dari 230 Puskesmas yang berada di
diantaranya yang paling sering terjadi adalah Provinsi Kalimantan Selatan, hampir semua
diare. Diare merupakan suatu keadaan Puskesmas di Provinsi ini memiliki kasus
terjadinya perubahan frekuensi dan diare. Salah satu Puskesmas yang memiliki
konsistensi tinja. Diare merupakan baung air kasus diare tertinggi di Provinsi ini adalah
besar dengan konsistensi lembek atau cair Puskesmas Pasayangan Martapura (Profil
yang berupa air saja yang frekuensinya lebih Kesehatan Kalimantan Selatan, 2015).
dari biasanya (tiga kali atau lebih dalam Berdasarkan penelitian sebelumnya
sehari) (Depkes RI, 2000). yang dilakukan oleh Felicia (2003), terdapat
Dikutip dari Profil Kesehatan hubungan antara faktor lingkungan yang
Indonesia (2015) penyakit diare merupakan meliputi sumber air minum (p=0,001). Ini
penyakit endemis di Indonesia. Diare juga berarti sumber air sebagai pemenuhan
merupakan penyakit potensial Kejadian Luar kebutuhan fisilogis manusia merupakan salah
Biasa (KLB) yang sering disertai dengan satu hal yang berperan dalam terjadinya
kematian. Pada tahun 2015 terjadi 18 kali KLB kejadian diare. Penggunaan sumber air yang
Diare yang tersebar di 11 provinsi, 18 dilakukan berulang kali, menentukan
kabupaten/kota, dengan jumlah penderita 1. kebiasaan perilaku menggunakan air.
213 orang dan kematian 30 orang (CFR Kalimantan Selatan memiliki banyak
2,47%). Salah satu dari provinsi yang menjadi sungai, sungai yang terdapat disana
lokasi terjadinya KLB adalah Provinsi digunakan sebagai sumber air bersih dan
Kalimantan Selatan (Profil Kesehatan banyak pemukiman yang berdiri di pinggir
Indonesia, 2015). sungai. Selain itu sungai juga menunjang
Diare merupakan salah satu masalah aktivitas masyarakat seperti MCK,
kesehatan masyarakat yang paling menonjol perdagangan, jalur transportasi ataupun
di Kalimantan Selatan, walaupun untuk pariwisata. Sungai memiliki definisi sebagai
program pencegahan dan pemberantasan tempat-tempat dan wadah-wadah serta
penyakit menular pun mengalami jaringan pengaliran air mulai dari mata air
peningkatan pencapaian, namun hal ini tetap sampai muara dengan dibatasi kanan dan
menjadi konsentrasi dalam rencana dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh
strategi. Berdasarkan rencana dan strategi garis sempadan (PP RI No 35 tahun 1991).
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan Seiring dengan adanya kemajuan pada
tahun 2016 -2021. Kasus diare di Provinsi teknologi masa kini, maka manusia difasilitasi
Kalimantan Selatan yang tercatat di Fasilitas untuk mendapatkan berbagai sumber air.
Seperti ketersediaan air PDAM dan air minum silang pada air sungai bisa saja terjadi.
juga adanya ketersediaan air minum air isi Perilaku masyarakat yang buruk tentang
ulang yang dapat dicapai dengan mudah. sanitasi terutama dalam hal penyediaan dan
Berdasarkan data yang telah disajikan penggunaan air bersih dapat menurunkan
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa derajat kesehatan masyarakat itu sendiri.
banyaknya penyakit diare setiap tahunnya
METODE PENELITIAN
cenderung menurun dan perbandingannya
Penelitian ini merupakan penelitian
lebih kecil dari angka maksimal. Hal tersebut
kuantitatif. Proses penggalian informasi
dikarenakan salah satunya pemahaman
diwujudkan dalam bentuk angka sebagai alat
masyarakat tentang penggunaan air bersih
untuk menemukan keterangan mengenai apa
dan sanitasi semakin meningkat dari tahun ke
yang diketahui (Notoadmojo, 2004).
tahun. Observasi yang dilakukan pada
Pendekatan yang digunakan adalah case
lingkungan masyarakat yang bermukim padat
control/ kasus kontrol adalah studi analitik
daerah aliran sungai (DAS) di sekitar
yang menganalisis hubungan kausa dengan
Martapura 2, sebagian besar masyarakat
menggunakan logika terbalik, yaiu
sudah memiliki kakus di rumahnya sendiri.
menentukan penyakit (outcome) terlebih
Sebagian masyarakat masih dahulu kemudian mengidentifikasi penyebab.
menggunakan air sungai untuk keperluan Riwayat paparan dalam penelitian ini dapat
MCK (mandi, cuci, kakus). Untuk keperluan dipelajari dari register medis atau
konsumsi masyarakat telah banyak berdasarkan wawancara dari responden
menggunakan air PDAM dan air sumur penelitian (Kuntjojo, 2009).
walaupun tidak dipungkiri bahwa air sungai
Studi kasus kontrol dilakukan dengan
pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 20-
mengindentifikasi kelompok kasus dan
21 bulan Mei tahun 2017, terlihat bahwa
kelompok kontrol, kemudian secara
masyarakat yang mengalami diare sebagian
retrospektif diteliti faktor risiko yang mungkin
besar tinggal pada daerah aliran sungai
dapat menerangkan apakah kasus dan kontrol
Martapura. Berdasarkan survei pendahuluan
dapat terkena paparan atau tidak. Populasi
diketahui bahwa sebagian besar masyarakat
Penelitian ini adalah seluruh penderita diare
wilayah kerja Puskesmas Martapura 2
di wilayah kerja Puskesmas Martapura 2.
memiliki kebiasaan mencuci pakaian maupun
peralatan dapur, buang air besar/kecil, Sampel penelitian ini adalah
mencuci kendaraan bermotor hingga masyarakat yang pernah mengalami penyakit
konsumsi untuk air minum diambil dan diare dalam waktu 1 tahun terakhir (Februari
dilakukan di sungai Martapura. 2017-Februari 2018) yang tercakup dalam
wilayah kerja Puskesmas Pasayangan.
Hasil survey pendahuluan pada
Penentuan sampel menggunakan kriteria
tanggal 20-21 bulan Mei tahun 2017 yang
inklusi yaitu penderita diare yang tercatat
dilakukan menjelaskan bahwa sebagian besar
dalam data Puskesmas Martapura 2 pada
masyarakat di wilayah aliran sungai
kurun waktu 1 tahun terakhir, penderita diare
Martapura masih melaksanakan berbagai
dengan alamat lengkap yang tercatat di
macam aktivitas di sungai sehingga
Puskesmas Martapura 2, dan dapat
kemungkinan untuk terjadinya kontaminasi
menyetujui menjadi responden. Kriteria
eksklusi yaitu penderita diare yang tercatat perilaku penggunaan air sungai dan jika nilai
dalam data Puskesmas (selain Februari 2017- signifikansi lebih dari 0,05, maka tidak
Februari 2018) Martapura 2, dan penderita terdapat hubungan antara pengetahuan,
diare dengan alamat diluar kelurahan sikap dan budaya terhadap perilaku
Pasayangan. penggunaan air sungai. Dasar pengambilan
keputusan adalah terbukti yang kemudian
Kriteria inklusi digunakan pada
diolah dan dianalisis menggunakan computer.
kelompok kasus diare sedangkan kriteria
Kemudian disajikan melalui tabel berdasarkan
eksklusi digunakan pada kelompok kontrol.
hasil yang telah diperoleh (Morton, 2009).
Menggunakan rumus lemeshow didapatkan
hasil yaitu 43 orang, dengan memperkirakan HASIL PENELITIAN
adanya kemungkinan eror yang terjadi Gambaran Karakteristik Responden
reponden digenapkan menjadi 45 responden Karakteristik responden digunakan
penderita diare dan karena menggunakan untuk mengetahui keragaman responden
case control denga menggunakan sampel berdasarkan umur, pendidikan, pekerjaan,
minimal 1 : 1 maka kontrol yang ada adalah riwayat sakit diare, tempat tinggal dan
45 responden yang tidak menderita diare jadi penggunaan air sungai. Hasil penelitian pada
total sampel adalah 90 responden Tabel 1. menjelaskan bahwa sebagian
responden berada pada umur kurang dari 20-
Penelitian ini menggunakan data 35 tahun, yaitu sejumlah 25 responden
primer. Data primer merupakan data yang (55,6%). Menurut tingkat pendidikan,
diperoleh langsung dari responden yang responden yang terkategori tidak sekolah
mnjadi sampel penelitian dengan yaitu 15 responden (33,33%). Sebagian besar
menggunakan kuisioner. Data sekunder responden memiliki pekerjaan wiraswasta
didapatkan dari jumlah kasus diare perbulan yaitu 18 orang (40,0%). Untuk riwayat sakit
wilayah Puskesmas Martapura 2 tahun 2009 - diare sebagian responden memiliki riwayat 1-
2013 dan 2014 dan jumlah kasus diare 2 kali sejumlah 37 orang (82,2%). Sedangkan
Perbulan wilayah Puskesmas Martapura 2 berdasarkan data yang diperoleh sebagian
tahun 2014- 2016, Data laporan bulanan diare responden memiliki tempat tinggal berjarak
Puskesmas Martapura 2. 0-2 km dari aliran sungai sejumlah 41 orang
Data tersebut kemudian dianalisis (91,1%). Berdasarkan penggunaan air sungai
menggunakan uji statistik uji Chi Square. Data oleh responden sejumlah 19 orang (42,2%)
yang dianalisis dengan uji Chi Square atau hampir setengah dari total jumlah responden
dengan tujuan mengetahui adanya hubungan kelompok kasus diare yaitu 45 orang.
pengetahuan, sikap dan budaya terhadap Berdasarkan penelitian diperoleh hasil
perilaku penggunaan air sungai. Nilai α pada mengenai karakteristik responden pada
uji signifikansi penelitian ini sebesar 5% atau kelompok kasus diare disajikan dalam Tabel 1.
0,05. Selain mengambil sampel pada kelompok
kasus diare, peneliti juga mengambil sampel
Penarikan kesimpulan dari analisis pada kelompok kontrol. Kelompok kontrol
adalah jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 pada sebuah penelitian berfungsi sebagai
maka terdapat hubungan antara pembanding, dari sebuah kelompok
pengetahuan, sikap dan budaya terhadap perlakukan atau observasi. Kelompok kontrol
dalam penelitian ini adalah kelompok yang
tidak pernah menderita diare dan berada
Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan
diluar kelurahan pasayangan serta berada
pada Tabel 2. menjelaskan bahwa sebagian
wilayah kerja Puskesmas Martapura 2.
responden berada pada umur 36 - 50 tahun,
Tabel 1. Karakteristik Kelompok Kasus Diare yaitu sejumlah 22 kelompok kasus diare
(48,9%).
Umur Jumlah %
< 20 – 35 th 25 55,6 Tabel 2. Karakteristik Kelompok Kontrol
36 – 50 th 15 33,3
Umur Jumlah %
>50 th 5 11,1 < 20 - 35 th 13 28,9
Total 45 100 36 – 50 th 22 48,9
Pendidikan Jumlah % > 50 th 10 22,2
Total 45 100
Tidak Sekolah 15 33,3
Pendidikan Jumlah %
SD 6 13,3 Tidak 6 13,3
SMP 9 20,0 Sekolah
SMA 12 26,7 SD 9 20,0
SMP 10 22,2
PT 3 6,7
SMA 16 35,6
Total 45 100 PT 4 8,9
Pekerjaan Jumlah % Total 45 100
PNS 3 6,7 Pekerjaan Jumlah %
PNS 1 2,2
Pegawai 1 2,2 Pegawai 0 0
swasta Swasta
Wiraswasta 18 40,0 Wiraswasta 19 42,2
IRT 8 17,8 IRT 10 22,2
Tidak 15 33,3
Tidak Bekerja 15 33,3 Bekerja
Total 45 100 Total 45 100
Riwayat sakit Jumlah % Riwayat Jumlah %
diare Sakit
Tidak 45 0
Tidak pernah 0 0 Pernah
1 – 2 kali 37 82,2 1-2 kali 0 0
3 – 5 kali 7 15,6 3-5 kali 0 0
>5 kali 1 2,22 >5 kali 0 0
Total 45 100
Total 45 100 Tempat Jumlah %
Tempat Frekuensi % Tinggal
tinggal 0-2 km 34 75,6
0-2 km 41 91,1 >2 km 11 24,4
Total 45 100
>2 km 4 8,9 Penggunaa Jumlah %
Total 45 100 n Air
Penggunaan Jumlah % Menggunak 13 28,9
air an
Tidak 32 71,1
Menggunakan 19 42,2 Menggunak
Tidak 26 57,8 an
Menggunakan Total 45 100
Total 45 100
Menurut tingkat pendidikan, hubungan antara pengetahuan pada
responden yang terkategori pada tingkat SMA kelompok kasus diare dan kontrol terhadap
yaitu sejumlah 16 kelompok kasus diare perilaku penggunaan air sungai. Sebagian
(35,6%). Berdasarkan data yang diperoleh, besar responden pada kelompok kasus
sebagian besar kelompok kasus diare memiliki berada pada tidak tahu yaitu 25 orang
jenis pekerjaan wiraswasta yaitu 19 orang (55,6%) dan kelompok kontrol pada tahu
(42,2%). Sebagian kelompok kasus diare yaitu 35 orang (77,8%).
memiliki tidak pernah memiliki riwayat sakit
Rendahnya pengetahuan pada
sejumlah 45 orang (100%).
kelompok kasus yang sebagian besar hanya
Sebagian kelompok kasus diare memiliki pada tingkat tidak sekolah/ tidak tamat SD
tempat tinggal berjarak 0-2 km dari aliran dapat dipengaruhi oleh pendidikan rendah
sungai sejumlah 41 orang (91,1%) serta umur yang masih tergolong muda
Berdasarkan penggunaan air sungai oleh
kurang dari 20- 35 tahun ini menyebabkan
kelompok kasus diare sejumlah 13 orang
(28,9%) atau sepertiga dari total jumlah yaitu pengalaman yang dimiliki sedikit sedangkan
45 orang. pengetahuan yang dimiliki kelompok kontrol.
Hubungan Tingkat Pengetahuan Hasil penelitian pada kelompok kontrol
Responden Terhadap Perilaku Penggunaan menunujukkan bahwa pendidikan yang cukup
Air Sungai dan umur yang tergolong cukup 36-50 tahun
Pengetahuan merupakan salah satu sehingga sebagian besar responden memiliki
faktor yang mempunyai pengaruh dalam pengetahuan pada tahu.
melakukan perilaku penggunaan air sungai.
Berdasarkan data primer yang diperoleh Hubungan Sikap Responden Terhadap
melalui wawancara dengan menggunakan Perilaku Penggunaan Air Sungai
Sikap merupakan salah satu komponen
kuesioner, diperoleh hubungan tingkat penting yang berpengaruh dalam perilaku
pengetahuan responden terhadap perilaku penggunaan air sungai karena tindakan yang
penggunaan air sungai sebagai berikut : dilakukan oleh seserang dapat tergambar dari
sikap yang diperlihat oleh seseorang tersebut.
Tabel 3. Hubungan Tingkat Pengetahuan Sikap menjadi sebuah hal yang penting.
Responden Terhadap Perilaku Penggunaan Berdasarkan data primer yang diperoleh
Air Sungai melalui wawancara dengan menggunakan
kuesioner, diperoleh hubungan sikap
Pengetahuan Jumlah % p value
Kasus responden terhadap perilaku penggunaan air
Tahu 20 44,4 0,000 sungai sebagai berikut:
Tidak Tahu 25 55,6 Tabel 4. Hubungan Sikap Responden
Total 45 100 Terhadap Perilaku Penggunaan Air Sungai
Pengetahuan Jumlah % p value
Kontrol Sikap Jumlah % p value
Tahu 35 77,8 0,000 Kasus
Tidak Tahu 10 22,2 Baik 18 40,0 0,000
Total 45 100 Kurang Baik 26 58,0
Hasil perhitungan Chi-Square Test pada Tabel Total 45 100
Sikap Jumlah % p value
3. pada kelompok kasus dan kontrol dapat Kontrol
diketahui nilai p = 0,000, artinya p kurang dari Baik 32 71,1 0,004
0,05. Sehingga bisa disimpulkan bahwa ada Kurang Baik 13 28,9
Total 45 100 Budaya Jumlah % p value
Hasil perhitungan Chi-Square Test Kasus
pada Tabel 4. pada kelompok kasus dapat Ada 19 42,2 0,006
diketahui nilai p = 0,000, artinya p kurang dari Tidak Ada 26 57,8
0,05. Sehingga bisa disimpulkan bahwa ada Total 45 100
Budaya Jumlah % p value
hubungan antara sikap pada kelompok kasus Kontrol
diare terhadap perilaku penggunaan air sungai. Ada 8 17,8 0,000
Sedangkan hasil perhitungan Chi-Square Test Tidak Ada 37 82,2
pada tabel 2 pada kelompok kontrol dapat Total 45 100
diketahui bahwa nilai p = 0,004, artinya p Hasil perhitungan Chi-Square Test
kurang dari 0,05. Sehingga bisa disimpulkan pada tabel 5. pada kelompok kasus dapat
bahwa ada hubungan antara pengetahuan pada diketahui nilai p = 0,006, artinya p kurang dari
kelompok kontrol diare terhadap perilaku 0,01. Sehingga bisa disimpulkan bahwa ada
penggunaan air sungai. Berdasarkan penelitian hubungan antara budaya pada kelompok kasus
yang dilakukan sebagian responden pada diare terhadap perilaku penggunaan air sungai.
kelompok kasus memiliki sikap kurang baik Sedangkan hasil perhitungan Chi-Square Test
yaitu 26 orang (58,0%) dan kelompok kontrol pada tabel 2 pada kelompok kontrol dapat
memilki sikap baik yaitu 32 orang (71,1%). diketahui bahwa nilai p = 0,000, artinya p
Sikap kurang baik yang dimiliki oleh kurang dari 0,01. Sehingga bisa disimpulkan
kelompok kasus dapat diperngaruhi oleh bahwa ada hubungan antara budaya pada
rendahnya pendidikan, umur yang muda serta kelompok kontrol diare terhadap perilaku
letak tempat tinggal yang dekat dari daerah penggunaan air sungai. Sebagian besar
aliran sungai sehingga hal tersebut mendorong responden pada kelompok kasus berada pada
responden melakukan perilaku penggunaan air tidak ada yaitu 26 orang (57,8%) dan
sungai. Sedangkan sikap baik yang dimilki kelompok kontrol pada kategori tidak ada
kelompok kontrol didukung oleh pengetahuan yaitu 37 orang (82,2%).
yang baik, pendidikan yang tinggi dan umur Keberadaan budaya dalam suatu
yang cukup yang dimiliki oleh responden kelompok masyarakat dipengaruhi oleh
sehingga hal tersebut mendorong responden berbagai macam hal, yang terbesar adalah
memiliki sikap yang baik dalam perilaku
kondisi jaman yang mempengaruhi budaya
penggunaan air sungai yaitu sikap yang
cenderung menjauhi perilaku seperti tidak tersebut bertahan dalam suatu tatanan
melakukan konsumsi terhadap air sungai dan masyarakat atau tidak. Pengaplikasian budaya
hanya menggunakan air sungai yang tidak berdasarkan kebiasaan yang ada tergantung
terkait dengan konsumsi. pada individu itu sendiri.
Hubungan Budaya Responden Terhadap
Perilaku Penggunaan Air Sungai PEMBAHASAN
Budaya merupakan hal yang tidak Gambaran Karakteristik Responden
dapat dipisahkan dalam kehidupan di Pada hasil penelitian diperoleh data
responden pada kelompok kasus diare yang
masyarakat karena budaya. Berdasarkan data
mendominasi adalah pada kategori umur
primer yang diperoleh melalui wawancara kurang dari 20 tahun - 35 tahun. Sedangkan
dengan menggunakan kuesioner, diperoleh pada kelompok konrol diare mayoritas
hubungan budaya responden terhadap responden berumur 36 tahun - 50 tahun. Hal
perilaku penggunaan air sungai sebagai ini sejalan dengan pernyataan Suraatmaja
berikut: (2007) bahwa semakin muda umur seseorang,
semakin tinggi kecenderungan terserang diare.
Tabel 5. Hubungan Budaya Responden Daya tahan tubuh yang rendah membuat
Terhadap Perilaku Penggunaan Air Sungai tingginya angka kejadian diare.
Salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk menerima informasi dan
perilaku kesehatan adalah umur. Menurut edukasi.
Suryabudhi (2003) semakin lama hidup Pada hasil penelitian diperoleh data
seseorang maka pengalaman hidupnya respoden pada kelompok kasus diare dan
semakin banyak, pengetahuannya semakin kontrol sebagian besar didominasi pekerjaan
luas, keahliannya semakin mendalam serta yaitu wiraswasta. Pada umumnya responden
kearifannya semakin baik dalam pengambilan memilih profesi wiraswasta seperti pedagang,
keputusan tindakannya. Semakin tua umur pengusaha, guru ngaji, tukang ojek dan
seseorang biasanya semakin banyak lainnya. Wiraswata merupakan pekerjaan yang
pengalaman yang dimiliki. Pengambilan termasuk dalam sector ini berdiri sendiri atau
keputusan yag didasari oleh pengalaman membentuk kelompok-kelompok kecil,
memiliki manfaat bagi pengetahuan praktis, berpindah-pindah dan bekerja dengan berbagai
karena dengan pengalaman yang dimiliknya, keterbatasan yang ada seperti modal yang
maka seseorang dapat memperkirakan sesuatu kecil, penguasaan teknologi yang terbatas dan
keadaan, serta dapat memperhitungkan rendahnya pengetahuan termasuk pengetahuan
untung-ruginya dan baik-buruknya akan dibidang kesehatan. Rendahnya pengetahuan
keputusan yang dihasilkan. pekerja informal akan kesehatan dan
Pada hasil penelitian diperoleh data keselamatan kerja ini menyebabkan mereka
respoden pada kelompok kasus diare sebagian sangat berisiko untuk terkena penyakit
besar responden terkategori berada pada (Kemenkes, 2015).
tingkat tidak sekolah / tidak tamat SD. Pekerjaan merupakan kegiatan yang
Sedangkan pada kelompok kontrol terkategori dilakukan seseorang untuk menghasilkan
berada pada tingkat SMA/Sederajat. Jenjang sesuatu serta memenuhi kebutuhannya.
pendidikan memegang peranan yang cukup Manusia memiliki kebutuhan pokok.
penting dalam kesehatan masyarakat. Lingkungan pekerjaan menjadikan seseorang
Pendidikan seseorang yang tinggi memperoleh pengalaman dan pengetahuan
memudahkan orang tersebut dalam baik secara langsung maupun tidak langsung.
penerimaan informasi, baik dari orang lain Pengalaman dan pengetahuan yang secara
maupun media masa. Banyaknya informasi tidak langsung diperoleh melalui pekerjaan
yang masuk akan membuat pengetahuan secara tidak langsung memberikan dampak
tentang penyakit diare semakin bertambah. terhadap perilaku kesehatan yang
Hal ini menggambarkan bahwa kelompok dilakukannya. Seperti guru ngaji yang
kasus diare banyak diderita oleh orang-orang menyatakan kebersihan sebagian dari iman
yang memiliki pendidikan rendah yang maka sudah pasti dia menerapkan cuci tangan
memungkingkan kurangnya dalam dan mandi teratur dalam rangka menjaga
penerimaan informasi yang diterima. kebersihan dirinya (Suhartini, 2007).
Menurut Johnnie (1993) pendidikan Pada hasil penelitian diperoleh data
merupakan proses mendapatkan pengetahuan pada kelompok kasus diare sebagian besar
dan menggunakan pengetahuan tersebut untuk responden memiliki riwayat 1-2 kali. Riwayat
memahami aktivitas dan lingkungan sekitar. sakit tersebut diderita dalam kurun waktu
Pendidikan menengah yang diperkirakan setahun terakhir yaitu februari 2017-2018
sudah cukup baik dalam menggunakan sesuai data register bulanan. Riwayat sakit
pengetahuan baik itu terkait diare yang akan dapat dipengaruhi perilaku yang dilakukan
berdampak pada perilaku yang akan responden. Pada kelompok kontrol tidak
dilakukannya juga. Didukung pula oleh Green terdapat responden yang menderita diare
(2005), yang menyatakan tingkat pendidikan dalam kurun waktu setahun terakhir.
seseorang dapat mempengaruhi pola pikir Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Anjar (2009) menyebutkan
bahwa riwayat penyakit yang terdapat dalam dimaksudkan adalah pengalaman individu
keluarga dapat mendorong seseorang untuk untuk dapat melakukan perilaku yang sama
berperilaku sehat dan melakukan deteksi dini atau berulang-ulang sehingga seseorang dapat
pada penyakit tersebut. Jika seseorang pernah memiliki keyakinan pada perilaku penggunaan
mengalami diare seharusnya dia mampu air sungai.
melindungi dirinya lebih baik dari seseorang Pada kelompok kontrol diperoleh hasil
yang pernah mengalami diare. Hal ini terdapat hubungan yang bermakna terhadap
disebabkan karena seseorang yang pernah perilaku penggunaan air sungai. Dari segi
diare dianggap mampu menghindari faktor – pendidikan maka control yaitu responden yang
faktor risiko yang dapat menyebabkan diare tidak menderita diare memiliki tingkat
seperti perilaku penggunaan air sungai. pendidikan cukup baik dengan sebagian besar
Pada hasil penelitian diperoleh data berada pada tingkat SMA. Semakin tinggi
pada kelompok kasus diare dan kontrol tingkat pendidikan seseorang maka semakin
menunjukkan responden bertempat tinggal banyak pengalaman, sehingga untuk cara
yaitu 0-2 Km dari aliran sungai. Tempat berfikirnya akan semakin berbeda, bersikap,
tinggal berkaitan dengan resources (sumber dan berperilaku dibandingkan dengan individu
daya) yang ada dalam salah satu komponen yang memiliki tingkat pendidikan lebih
Teori WHO hingga hal ini berpengaruh rendah. Seseorang yang memiliki tingkat
terhadap perilaku kesehatan yang pendidikan akan memandang suatu
menyebabkan kesakitan dalam penilitian ini permasalahan jauh lebih logis dan rasional.
yaitu diare. Tempat tinggal merupakan wujud Hasil penelitian ini sejalan dengan
bangunan rumah, tempat berteduh, atau penelitian yang dilakukan oleh Rudi (2008)
struktur lainnya yang digunakan sebagai tentang hubungan pengetahuan dan sikap ibu
tempat untuk tinggal. Didominasinya tempat dengan kejadiaan diare pada batita di Desa
tinggal yang dekat dengan sumber air tersebut Sawojajar, yang menyatakan bahwa terdapat
diasumsikan dapat menjadi salah satu faktor hubungan yang signifikan antara pengetahuan
masih terdapatnya perilaku penggunaan air ibu dengan tingkat kejadian diare pada
sungai oleh responden. anaknya. Dan penelitian oleh Dofi (2013)
Salah satu faktor yang menentukan derajat tentang hubungan antara pengetahuan dengan
kesehatan masyarakat adalah faktor kejadian diare pada anak di kelurahan
lingkungan dalam hal ini jarak tempat tinggal Pabbundukang, kecamatan Pangkajene,
termasuk juga dalam kemudahan akses pada kabupaten Pangkep juga menyatakan adanya
lingkungan fisik yaitu jarak yang dekat dengan hubungan antara pengetahuan terhadap
pemukiman (Blum, 1974) kejadian diare.
Hubungan Pengetahuan Terhadap Perilaku Pemikiran dan perasaan seseorang
Penggunaan Air Sungai digambarkan melalui pengetahuan dan sikap.
Pada penelitian ini diperoleh hasil Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan terjadi
terdapat hubungan yang bermakna pada setelah orang tersebut melakukan pengamatan
kelompok kasus diare terhadap perilaku dan penginderaan terhadap suatu obyek
penggunaan air sungai. Pengetahuan salah tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
satunya diperoleh dari pendidikan, dari segi indera manusia yaitu: indera penglihatan,
pendidikan kelompok kasus diare memiliki pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
pendidikan yang rendah. Maka peneliti Sebagian besar pengetahuan manusia
berasumsi pengetahuan rendah dimiliki diperoleh melalui mata dan telinga
kelompok kasus diare, didukung pula (Notoadmodjo, 2003). Pendidikan tinggi
pendidikan rendah selain itu informasi bisa mengajarkan orang untuk berpikir lebih logis
didapatkan melalui pengalaman yang dimiliki dan rasional untuk melihat sebuah isu dari
responden seperti pekerjaan. Pengalaman yang berbagai sisi, sehingga dapat melakukan
analisis dan memecahkan permasalahan ukur dan semakin khusus pula untuk kita
tertentu. Selain itu, pendidikan tinggi mengidentifikasi perilaku terkait, maka
memperbaiki keterampilan kognitif yang semakin besar kemungkinan kita dapat
diperlukan untuk dapat terus belajar di luar memperoleh hubungan yang signifikan
sekolah (Laflamme, 2004). diantara keduanya.
Hubungan Sikap Terhadap Perilaku Sikap jika dilihat dari sudut pandang
Penggunaan Air Sungai evaluasi. Sikap dapat diartikan sebagai suatu
Pada penelitian ini diperoleh hasil sistem evaluasi positif atau negatif, yakni
terdapat hubungan yang bermakna pada suatu kecenderungan untuk menyetujui atau
kelompok kasus diare dan kontrol pada sikap menolak. Sikap positif terbentuk apabila
responden terhadap perilaku penggunaan air rangsangan atau efek yang datang pada
sungai. Penelitian ini sejalan dengan penelitian seseorang memberikan pengalaman atau kesan
Ginting (2011) tentang hubungan antara yang menyenangkan (Sudaryat, 2010).
kejadian diare pada balita dengan sikap dan Sedangkan sikap negatif akan timbul bila
pengetahuan ibu tentang perilaku hidup bersih rangsangan yang datang memberi pengalaman
dan sehat di Puskesmas Siantan Hulu atau kesan yang tidak menyenangkan.
Pontianak Kalimantan Barat, menyatakan Perbedaan sikap tersebut berhubungan dengan
adanya hubungan yang bermakna antara sikap derajat kesukaan atau ketidaksukaan seseorang
dengan kejadian diare pada balita. terhadap suatu obyek, dengan kata lain sikap
Newcomb dalam Notoatmodjo (2005) berkaitan dengan kesiapan individu untuk
menyatakan sikap adalah kesiapan atau bereaksi terhadap obyek tertentu berdasarkan
kesediaan untuk bertindak. Fungsi sikap konsep penilaian positif-negatif.
belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) Sikap merupakan pernyatan evaluatif
atau aktivitas, akan tetapi merupakan baik yang menguntungkan atau tidak. Sikap
predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi pada responden kelompok kasus dan kontrol
terbuka. Sehingga sikap menjadi gambaran menggambarkan bahwa karakteristik
sebelum terjadi tindakan. responden mendorong hingga sikap memilki
Sikap terdiri dari sikap positif dan hubungan yang bermakna terhadap peilaku
negatif. Sikap positif akan membawa penggunaan air sungai. Sikap pada kelompok
sesseorang dalam melakukan perilaku yang kasus cenderung berada pada hal positif
baik khususnya yang berhubungan dengan sedangkan pada kelompok kontrol cenderung
kesehatan. Sedangkan sikap negatif akan berada pada hal negatif yag mendorong
membawa seseorang dalam perilaku yang perilaku penggunaan air sungai (Aditya,
kurang baik hingga berdampak buruk terhadap 2008).
kesehatan (Nasikin, 2007). Hubungan Budaya Terhadap
Seharusnya sikap yang baik Perilaku Penggunaan Air Sungai
mendorong seseorang untuk menjauhi perilaku Pada penelitian ini diperoleh hasil
yang negatif yaitu masih menggunaan air terdapat hubungan yang bermakna antara
sungai, ini berarti sikap yang ada belum habit terhadap perilaku penggunaan air sungai
sampai pada tahap melakukan tindakan yang pada kelompok kasus diare dan kelompok
baik pula. Masih besarnya kecenderungan kontrol. Ini berarti kebudayaan memberikan
responden menggunakan air sungai dapat peranan erat terkait dengan perilaku
menjadi salah satu penyebab terjadinya penggunaan air sungai yang dilakukan oleh
kesakitan (diare) pada responden. Sikap responden (Solahudin, 2008).
berpengaruh terhadap perilaku, yaitu bahwa Budaya merupakan suatu tatanan yang
sikap yang diyakini oleh seseorang meliputi pengetahuan, keyakinan, seni, moral,
menentukan apa yang akan dilakukan olehnya. adat-istiadat serta kemampuan dan kebiasaan
Semakin khusus sikap seseorang yang kita lain yang dimiliki manusia sebagai bagian
masyarakat (Hawkins, 2012). Habit ditemukan sungai dan tidak memiliki riwayat sakit diare
pada kelompok kasus penderita diare yaitu dalam kurun waktu setahun terakhir. Terdapat
kepercayaan mencuci tangan, kebiasaan mandi hubungan antara pengetahuan, sikap dan
di sungai bersama saat pagi hari, kebiasaan budaya terhadap perilaku penggunaan air
mencuci peralatan masak/alat dapur sungai pada kelompok kasus diare dan
menggunakan air sungai, kebiasaan mencuci kontrol.
pakaian di sungai, dan kebiasaan memasak air Bagi responden kelompok kasus diare
sungai untuk di konsumsi. dan kontrol bukan penderita diare yaitu
Budaya adalah suatu pandangan hidup melakukan pengalihan penggunaan air sungai
dari sekelompok orang dalam bentuk perilaku, dengan peralatan yang tidak digunakan untuk
kepercayaan, nilai, dan simbol-simbol yang konsumsi seperti mencuci kendaraan,
mereka terima tanpa sadar yang semuanya Menimbulkan kesadaran pada keluarga akan
diwariskan melalui proses komunikasi dari pentingnya pengunaan air bersih dengan
satu generasi ke generasi berikutnya. Sehingga pengolahan yang baik untuk menghindari
kebudayaan yang ada didapatkan dari warisan berbagai dampak buruk yang bisa
nilai-nilai yang ada sejak dulu. Budaya ditimbulkan, Lebih banyak menambah
merupakan aspek yang sangat erat kaitannya informasi mengenai diare dan
dengan kehidapan di masyarakat. Budaya penanggulangannya dalam rangka pencegahan
merupakan aspek yang susah dihilangkan, kejadian diare berikutnya, Sebaiknya
namun dapat berubah secara perlahan dan membiasakan untuk tidak menggunakan
bertahap mengikuti perkembangan zaman sumber air bersih yang belum melalui proses
(Adisasmito, 2007). pengolahan ataupun mutunya terjamin baik
Kebiasaan yang ditanamkan sejak secara kualitas dan kuantitas dan hanya
kecil akan berpengaruh terhadap kebiasaan menggunakan air yang sudah mengalami
pada seseorang ketika ia dewasa. Misalnya pengolahan dengan baik seperti air PDAM
saja, ketika manusia terbiasa menggunakan air atau air galon untuk melakukan kegiatan
sungai sejak kecil, akan sulit diubah kebiasaan sehari-hari yang terkait konsumsi seperti sikat
makannya setelah dewasa. Budaya dalam gigi, mencuci peralatan memasak, dan
penelitian ini terkait dengan masih konsumsi air minum dan memasak. Kepada
ditemukannya masyarakat yang mandi di instansi kesehatan yatu lebih menggiatkan
sungai, mencuci peralatan masak dengan air promosi kesehatan mengenai penggunaan
sungai, serta masih ada masyarakat yang sumber air yang layak untuk dikonsumsi
menggunakan air sungai untuk minum karena masih kuatnya pengaruh budaya di
(Jogiyanto, 2007). masyarakat dan menggandeng para tokoh
SIMPULAN masyarakat terkait untuk lebih gencar
Karakteristik responden pada kelompok kasus mempromosikan meminimalkan penggunaan
sebagian besar berada pada rentang umur air sungai.
kurang dari 20-35 tahun, terkategori pada DAFTAR PUSTAKA
tingkat pendidkan rendah (tidak sekolah/ tidak Adisasmito W. 2007. Faktor Risiko Diare
tamat SD), memilki pekerjaan wiraswasta, Pada Bayi Dan Balita Di Indonesia:
tempat tinggal berjarak 0-2 km dari aliran air Systematic Review Penelitian Akademik
sungai dan memiliki riwayat 1-2 kali diare dan Bidang Kesehatan Masyarakat. Fakultas
kurun waktu setahun terakhir. Sedangkan Kesehatan Masyarakat. Universitas
karakteristik responden pada kelompok Indonesia, Depok 16424, Indonesia.
kontrol sebagian besar berada pada rentang Makara, Kesehatan, Vol. 11, No. 1, Juni
umur 26-50 terkategori pendidikan pada 2007: 1-10.
tingkat SMA, memiliki pekerjaan wiraswasta, Aditya, D.P. 2008. Perilaku Menggunakan Air
tempat tinggal berjarak 0-2 km dari aliran air Sungai Ditinjau Dari Persepsi Terhadap
Kesehatan. Skripsi. Universitas Katolik Pengetahuan Ibu Tentang PHBS Di
Soegijapranata. Puskesmas Siantan Hulu Pontianak
Anjar, P.W. 2009. Hubungan Antara Faktor Kalimantan Barat. Jurnal Pendidikan
Lingkungan dan Faktor Sosiodemografi Bidan ISSN: 2089- 2225.
dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Green, L. 1980. Health Education Planning A
Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo Diagnostic Approach. Baltimore. The
Kabupaten Sragen Tahun 2009. Skripsi. John Hopkins University: Mayfield
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Publishing Co
Blum, Hendrik L. 1974. Planning for Health, Green L, Kreuter M. 2005. Health Promotion
Development and Aplication of Social Planning: An Educational and Ecological
Changes Theory. New York: Human Approach. Mountain View.CA :
Sciences Press Mayfield.
Depkes RI. 2010. Buku Pedoman Hawkins, P. 2012. Creating a Coaching
Pengendalian Penyakit Diare. Jakarta: Habit. New York: Bell and Bain Ltd.
Depkes RI. Jogiyanto, 2007. Sistem Informasi
Departemen Kesehatan RI. 2002. Rencana Keperilakuan Edisi Revisi. Yogyakarta:
Strategi Direktorat Jenderal Andi Offset
Pemberantasan Penyakit Menular dan Johnnie, P. 1993. Formal Education: A
Penyehatan Lingkungan, 2001-2004. Paradigm of Human Resource
Jakarta: Depkes RI Development. The International Journal
Depkes RI. 2003. Pedoman Pemberantasan of Educational Management.
Diare, Direktorat Jenderal Bina Kementrian Kesehatan. 2014. Profil
Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Depkes Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kemenkes
RI Kepmenkes RI Nomor
Depkes RI. 2005. Pedoman Pemberantasan 1216/Menkes/SK/X1/2001 tentang
Penyakit Diare Edisi 4. Jakarta: Depkes Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare.
RI. Jakarta: Depkes RI.
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, Kuntjojo. 2009. Metodelogi Penelitian.
2016. Profil Kesehatan Provinsi Kediri: Universitas Nusantara PGRI.
Kalimantan Timur 2015. Banjar: Dinas Laflamme L, K. Engström, J. Möller, J.
Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur Hallquist. 2004. Is perceived failure in
Dinkeskab Banjar. 2014. Profil Kesehatan schools performance a trigger of physical
Kabupaten Banjar. Martapura: Dinkes injury? A case-crossover study of
Kabupaten Banjar. children in Stockholm County. Journal of
Dofi, P. 2013. Hubungan Antara Penggunaan Epidemiology and Community Health, no.
Air Sungai dan Kejadian Diare pada 58, pp. 407–411.
Keluarga yang Bermukim Di Sekitar Morton, R. 2009. Panduan Studi
Sungai Kapuas Kelurahan Siantan Hilir Epidemiologi dan Biostatistik. Jakarta:
Pontianak. Naskah Publikasi. Universitas EGC.
Tanjung Pura. Nasikin M. 2007. Pemanfaatan Sungai Jjar
Feliciana, V.S.C.W. 2003. Hubungan Sarana Sebagai Sarana Mandi Cuci dan Kakus
Air Bersih, Jamban, dan Sarana (MCK); Studi Kasus Terhadap Perilaku
Pebuangan Air Limbah dengan Kejadian Masyarakat di Kelurahan Singorejo
Diare Pada Balita di Kabupaten Kecamatan Demak Kabupaten Demak.
Tangerang Tahun 2003. Skripsi. Thesis. Universitas Negeri Semarang
Universitas Indonesia. Notoatmodjo, S. 1997. Ilmu Kesehatan
Ginting. 2011. Hubungan Antara Kejadian Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.
Diare pada batita dengan Sikap dan Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
PPRI 35 Tahun 1991 Tentang Sungai. Jakarta:
Departemen Pekerjaan Umum
Solahudin, E. 2008. Buku Kiat Jitu
Mendapatkan Pekerjaan Idaman. Jakarta:
Escaeva
Sudaryat, S. 2010. Gastroenterologi Anak
Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
UNUD. Bali: Universitas Udayana.
Suhartin. 2007. Perbedaan Sikap Tentang
Perilaku Seks Pranikah Antara Remajja
Laki-Laki dan Perempuan di SMAN 1
Tenggarang, Bondowoso. DIV Kebidanan
UNS. KTI.
Sulthon, R.A.A. 2013. Faktor Penyebab
Masyarakat Melakukan Mandi Cuci
Kakus (MCK) Di Sungai. Skripsi.
Universitas Jember.
Suraatmaja S. 2007. Kapita
selektagastroenterologi. Jakarta: Sagung
Seto.
Suryabudhi, M. 2003. Cara Merawat Bayi
dan Anak-anak. Bandung: Alfabeta.
WHO. 1992. Reading on Diarrhoe. Geneva:
World Health Organization Digital
Library
PERSEPSI MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN AIR BERSIH (STUDI KASUS
MASYARAKAT PINGGIR SUNGAI DI PALEMBANG)
Public Perception on the Use of Clean Water (Case Study of Communities Living Along the Rivers in
Palembang)
Anih Sri Suryani
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI
Jl. Gatot Subroto Senayan Jakarta

Naskah diterima: 20 Maret 2016


Naskah dikoreksi: 5 Mei 2016
Naskah diterbitkan: Juni 2016

Abstract: South Sumatera Province, with Palembang as its capital, was formerly an area with abundant water resources
due to the many rivers that cross the region. But now the area is often lacking clean water because of the declining
capacity of the environment and pollution of the river. This paper aims to examine the water quality of the river in
Palembang linked to the health of the community, and also to find out the perception of the people who live along the
rivers in the utilization of clean water. Quantitative methods used by distributing questionnaires to people living along the
rivers in Palembang. Results of some research from various sources and papers showed that the pollution level in the Musi
River and some tributaries have caused declining potential of clean water in the area. Another effect is the reduced level of
public health with a variety of environment-based diseases. Results of the questionnaire showed that the river water is no
longer worthy of use as a source of clean water, either as a source of drinking, cooking, or washing perceived people. The
community considers that improving the quality of the river and community participation in the management of the river is
a thing that needs to be done.
Keywords: clean water, river pollution, people perception.

Abstrak: Provinsi Sumatera Selatan dengan ibukota provinsinya Palembang semula adalah daerah dengan sumber air yang
melimpah karena banyaknya sungai yang melintasi wilayah tersebut. Namun kini daerah tersebut kerap mengalami
kesulitan air bersih karena menurunnya daya dukung lingkungan dan pencemaran sungai. Tulisan ini bertujuan untuk
menelaah kualitas air sungai di Palembang dihubungkan dengan derajat kesehatan masyarakat, dan juga untuk mengetahui
persepsi masyarakat yang tinggal di pinggir sungai dalam pemanfaatan air bersih. Metoda kuantitatif dilakukan dengan
menyebarkan kuesioner kepada masyarakat yang tinggal di pinggir sungai di Palembang. Hasil telaahan dari berbagai
sumber menunjukkan bahwa tingkat pencemaran di Sungai Musi dan beberapa anak sungainya telah menyebabkan potensi
air bersih di daerah tersebut berkurang. Dampak lainnya adalah menurunnya derajat kesehatan masyarakat dengan
timbulnya berbagai penyakit berbasis lingkungan. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa masyarakat mempersepsikan air
sungai sudah tidak layak lagi digunakan sebagai sumber air bersih, baik itu sebagai sumber air minum, memasak, mencuci
dan sebagainya. Masyarakat menganggap bahwa perbaikan kualitas sungai dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
sungai adalah hal yang perlu di dilakukan.
Kata kunci: air bersih, pencemaran sungai, persepsi masyarakat.

Pendahuluan disebutkan Indonesia masih memiliki cadangan air


Air merupakan sumber kehidupan dan yang cukup besar yaitu sebanyak 2.530 km 3. Atau
sangat penting bagi manusia. Kebutuhan manusia menduduki peringkat ke lima di dunia. Meski
akan air sangat kompleks, antara lain untuk minum, begitu, sesungguhnya sebaran sumber daya air di
masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Dengan Indonesia tidak merata. Di wilayah barat cukup
demikian untuk kelangsungan hidup, air harus besar namun di wilayah timur dan selatan kurang
tersedia dalam jumlah yang cukup dan berkualitas sehingga ancaman krisis air di sejumlah wilayah di
yang memadai. Indonesia kerap terjadi dan dikhawatirkan akan
Air yang tersedia tidak terlepas dari semakin meluas. Hal ini diperparah dengan
pengaruh pencemaran karena fenomena alam bertambahnya jumlah penduduk yang tidak merata,
(seperti debu vulkanik dari letusan gunung berapi) seperti di Pulau Jawa yang hanya 7 persen dari luas
ataupun yang diakibatkan oleh ulah manusia. lahan di Indonesia, sekitar 65 persen penduduk
Beberapa bahan pencemar seperti bahan Indonesia tinggal di pulau ini dan potensi airnya
mikrobiologi (bakteri, virus, parasit), bahan organik hanya 4,5 persen dari potensi air di Indonesia.
(pestisida, deterjen), dan beberapa bahan anorganik Ketersediaan air bersih dan layak minum
(garam, asam, logam), serta beberapa bahan kimia menjadi masalah yang kian serius saat ini. Sumber
lainnya sudah banyak ditemukan dalam air yang daya air bersih untuk minum yang seharusnya dapat
kita pergunakan. Air yang sudah tercemar tersebut dinikmati dengan mudah oleh masyarakat pada
disamping terasa tidak enak kalau diminum juga kenyataannya kini makin sulit ditemui dan mahal
dapat menyebabkan gangguan kesehatan terhadap harganya. Bahkan, menurut data LIPI tahun 2012,
orang yang meminumnya (Darmono, 2001). Indonesia memiliki peringkat terburuk dalam
Air merupakan sumber daya alam yang pelayanan ketersediaan air bersih dan layak
melimpah karena dapat ditemukan di setiap tempat konsumsi se-Asia Tenggara. Fakta lainnya
di permukaan bumi. Kondisi umum sumber daya menunjukkan bahwa baru 29 persen masyarakat
air di Indonesia berdasarkan hasil riset Pusat yang dapat mengakses air bersih melalui perpipaan.
Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air Angka ini masih jauh dari target pemerintah untuk
Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2009 tahun 2019, yaitu 60 persen.1 Sumber air didapat
dari air tanah dan air permukaan. Untuk air tanah, sungai terpanjang di Indonesia. Namun demikian,
sejak tahun 1970– 2013, telah terjadi penurunan kota tersebut masih tetap menyisakan problem yaitu
permukaan air tanah yang mencapai 80 persen. kualitas air yang digunakan oleh masyarakat.
Sedangkan untuk air permukaan air bersih bisa Melimpahnya sumber daya air ini ternyata tidak
didapatkan dari sungai, laut dan danau. Kondisi dibarengi dengan percepatan pembangunan
sungai yang ada di beberapa wilayah di Indonesia infrastruktur air bersih. Padahal pada banyak
sudah jauh di atas ambang batas layak yang daerah di Indonesia umumnya masih berkutat pada
disyaratkan sebagai sumber air baku. Di tahun sumber air baku yang tidak dipunyai. Walhi
2010, disebutkan bahwa tingkat kekeruhan air telah (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) mencatat,
melampaui batas 1.000 NTU (Nephelometric hampir seluruh kota dan kabupaten di Sumsel
Turbidity Unit). Daerah Aliran Sungai (DAS) bermasalah terhadap ketersediaan sumber daya air
sebagai fungsi penyangga atau resapan makin jauh terutama air bersih. Berdasarkan catatan Walhi
dari angan-angan –sebagai sumber air baku– karena 2014–2015, kerusakan sumber daya air paling
sebagian besar rusak. Banyak DAS yang kritis dan tinggi terjadi di Kota Pagaralam dan Kabupaten
terjadi penebangan liar pada areal penyangga. OKU Selatan. Walhi mendata, krisis air disebabkan
Bahkan fungsi DAS telah banyak berubah, yang karena kerusakan lingkungan dan faktor penyerta
berdampak pada hilangnya volume besar air lainnya. Paling tinggi (78,4 persen) terjadi akibat
melalui aliran permukaan yang seharusnya dapat lingkungan Sumsel yang rusak, sementara
dikonservasi. Fakta menunjukkan semakin penyebab lainnya karena kombinasi kerusakan
meningkat defisit air di wilayah kekurangan air lingkungan lainnya.
atau menurunnya ketersediaan air di daerah surplus. Salah satu sungai yang berada di Sumsel
Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyulitkan adalah Sungai Ogan. Kondisi air Sungai Ogan
masyarakat dalam memperoleh air bersih sehingga sangat tidak layak digunakan. Air sungai ini tidak
derajat kelangkaan air semakin meningkat. hanya kotor, tapi juga menyebarkan bau
Ketiadaan air bersih dapat menjadi menyengat. Padahal di musim kemarau, warga
ancaman kesehatan yang serius bagi manusia. banyak memanfaatkan air sungai. Pasalnya, air
Menurut badan dunia yang mengatur soal air, sumur banyak mengering. Di Sungai Ogan sendiri
World Water Assessment Programme, krisis air banyak terdapat sampah plastik dan kotoran
memberi dampak yang mengenaskan: lainnya. Beragam penyakit pun akan mengancam
membangkitkan epidemi penyakit. Sebanyak 60 warga yang memanfaatkan air sungai tersebut.
persen sungai di Indonesia tercemar, mulai bahan Namun, kondisi ini tidak membuat warga
organik sampai bakteri coliform dan fecal coli menghentikan aktivitasnya di Sungai Ogan. Mereka
penyebab diare. Menurut data Kementerian memilih tetap bertahan mengonsumsi air yang
Kesehatan, dari 5.798 kasus diare, 94 orang dinilai sudah tidak layak lagi. Baik untuk mencuci,
meninggal. Menurut penelitian WHO, penyakit mandi, maupun diminum.4 Kondisi demikian
yang timbul akibat krisis air antara lain kolera, menyebabkan berbagai penyakit seperti penyakit
hepatitis, polymearitis, typoid, disentrin trachoma, kulit (kulit gatal, panas, dan merah merupakan
scabies, malaria, yellow fever, dan penyakit gejala dermatitis), diare dan penyakit lainnya kerap
cacingan. Di Indonesia, 423 per 1.000 penduduk mengancam masyarakat yang tinggal di sekitar
semua usia kena diare, dan setahun dua kali diare sungai.
menyerang anak di bawah 5 tahun. Jika tidak bisa Berdasarkan latar belakang dan
diatasi dengan gaya hidup sehat dan lingkungan permasalahan tersebut, maka pertanyaan pada
yang bersih, bisa lebih jauh terkena tifus dan tulisan ini adalah bagaimana gambaran penyediaan
kanker usus, yang tidak jarang menyebabkan air bersih di Kota Palembang Provinsi Sumsel,
kematian. Selain diare, penyakit kulit karena jamur bagaimana kondisi dan kualitas air sungai di daerah
berpotensi muncul. Di negara tropis seperti tersebut dan dihubungkan dengan derajat kesehatan
Indonesia, infeksi jamur cukup tinggi. Apalagi masyarakat, serta bagaimana gambaran perilaku
dalam kondisi air bersih terbatas. Kulit mudah dan persepsi masyarakat yang tinggal dekat dengan
berkeringat, lembap, terutama di daerah lipatan sungai dalam penggunaan air bersih. Adapun tujuan
kulit. dari penulisan ini adalah untuk mengetahui
Terbatasnya air bersih juga akan penyediaan air bersih di Provinsi Sumsel baik
mengganggu kebersihan lingkungan. Sementara itu, melalui pemipaan maupun nonpemipaan dan
100 juta rakyat Indonesia diperkirakan tidak mengetahui gambaran kualitas dan kuantitas air
memiliki akses terhadap air bersih. Ketiadaan air permukaan khususnya air sungai dihubungkan
bersih juga berdampak pada pemiskinan dengan kualitas kesehatan masyarakat yang tinggal
masyarakat yang sudah miskin, karena mereka di sekitar sungai. Tujuan lainnya adalah untuk
harus menyediakan biaya ekstra untuk memenuhi mengetahui persepsi masyarakat dalam penggunaan
kebutuhan akan air bersihnya. dan pemanfaatan air bersih. Dengan demikian
Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) dengan tulisan ini diharapkan bermanfaat bagi pengambil
ibukota provinsinya yakni Kota Palembang kebijakan dalam penyediaan air bersih dan pada
merupakan salah satu kota di Indonesia yang akhirnya diharapkan dapat meningkatkan derajat
memiliki sumber daya air tawar yang melimpah. kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Hal ini karena kota ini dilewati oleh Sungai Musi, Metoda kualitatif digunakan dalam penelitian kali
ini. Penelitian dilakukan di Kota Palembang 4. Unit distribusi/sistem distribusi (distribution
Provinsi Sumsel pada tanggal 20-26 April 2016. work).
Pengambilan data dilakukan dengan wawancara Sistem distribusi air bersih adalah sistem
dengan stakeholder terkait dan juga pustaka penyaluran air bersih berupa jaringan pipa yang
pendukung. Sedangkan data terkait perilaku dan menghubungkan antara reservoir dengan
persepsi masyarakat dilakukan dengan penyebaran daerah pelayanan atau konsumen yang berupa
kuesioner kepada masyarakat yang bertempat sambungan rumah, kran umum atau bahkan
tinggal di sekitar sungai yang berada di Kota yang belum terjangkau oleh sistem perpipaan
Palembang Provinsi Sumsel. Kuesioner kemudian yang dilayani melalui terminal air/tangki air
dioleh secara kuantitatif untuk mengetahui perilaku yang dipasok melalui mobil tangki. Sistem
masyarakat terkait pengunaan air bersih. distribusi ini yang terkait dengan umur jaringan
Sistem Penyediaan Air Bersih Menurut perpipaan merupakan sistem yang paling
Noerbambang dan Morimura (1985: 11), ada 4 penting dalam penyediaan air bersih. Hal ini
komponen utama yang termasuk kedalam sistem mengingat baik buruknya pelayanan air bersih
penyediaan air bersih, yaitu: unit pengumpul, unit dinilai dari baik tidaknya sistem distribusi,
pengolahan, unit transmisi dan unit distribusi. artinya masyarakat hanya mengetahui air
1. Unit pengumpul/intake air baku (collection or sampai ke pengguna atau konsumen, dan
intake work). masyarakat tidak melihat bagaimana prosesnya.
Sumber air baku terdiri dari lima sumber dan Menurut Noerbambang dan Morimura
sistem pengambilan/ pengumpulan (collection (1985:32), ada beberapa hal yang perlu
work) yang disesuaikan dengan jenis sumber diperhatikan dalam sistem distribusi air bersih
yang dipergunakan dalam sistem penyediaan air yaitu:
bersih. Sumber air baku sangat berperan penting 1. Air harus sampai pada masyarakat pengguna
dalam pemberian pelayanan air bersih kepada dengan kualitas baik dan tanpa ada
masyarakat. Sumber air baku itu sendiri terdiri kontaminasi (kualitas air yang diproduksi),
atas: 2. Dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
– Air hujan (air hasil kondensasi uap air yang setiap saat dan dalam jumlah yang cukup
jatuh kebumi), (kuantitas dan kontinuitas air yang
– Air tanah yang bersumber dari mata air, air diproduksi),
artesis atau air sumur dangkal maupun sumur 3. Sistem dirancang sedemikian rupa, sehingga
dalam, kebocoran atau tingkat kehilangan air pada
– Air permukaan (air waduk, air sungai dan air sistem distribusi dapat dihindari. Hal ini
danau), penting karena menyangkut efektifitas
– Air laut, pelayanan dan efisiensi pengelolaan,
– Air hasil pengolahan buangan. 4. Tekanan air dapat menjangkau daerah
Dari kelima sumber air baku di atas, sumber air pelayanan walaupun dengan kondisi air
baku yang berasal dari air permukaan bersih yang sangat kritis.
merupakan sumber alternatif yang banyak
dipilih karena kuantitasnya yang cukup besar. Kualitas Air Bersih
2. Unit pengolahan air/sistem produksi Menurut Kodoatie dan Sjarief (2008:174),
(purification or treatment work). kebutuhan air bagi kehidupan manusia ada dua
Proses pengolahan bertujuan untuk mengubah yaitu kebutuhan air domestik (keperluan rumah
air baku yang tidak memenuhi standar kualitas tangga) seperti untuk minum, memasak, mencuci
air bersih, menjadi air yang bersih dan siap mandi dan membersihkan kotoran yang ada di
untuk dikonsumsi. Sistem produksi dan sekitar rumah; dan kebutuhan air nondomestik yang
pengolahan air bersih disebut juga dengan meliputi pemanfaatan komersial, dan kebutuhan
Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang industri. Dalam penelitian ini kebutuhan manusia
merupakan instalasi pengolahan air dari air atas air bersih dibatasi pada kebutuhan air bersih
baku menjadi air bersih yang siap untuk untuk domestik.
diberikan kepada pihak konsumen. Volume rata-rata kebutuhan air setiap
3. Unit transmisi/sistem transmisi (transmision individu per hari berkisar antara 150–200 liter atau
work). 35 atau 40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi
Sistem transmisi dalam penyediaan air bersih dan bergantung pada keadaan iklim, standar
adalah pemindahan atau pengangkutan air dari kehidupan, dan kebiasaan masyarakat (Chandra,
sumber air bersih yang telah memenuhi syarat 2007:36). Batasan-batasan sumber air yang bersih
secara kualitas atau merupakan suatu bangunan dan aman, antara lain: (1) bebas dari kontaminasi
pengumpul (reservoir), hingga memasuki kuman atau bibit penyakit; (2) bebas dari substansi
jaringan pipa sistem distribusi. Lokasi atau kimia yang berbahaya dan beracun; (3) tidak berasa
topografi sumber air baku serta wilayah yang dan tidak berbau; (4) dapat dipergunakan untuk
berbukit-bukit dapat memengaruhi panjang mencukupi kebutuhan domestik dan rumah tangga;
atau pendeknya pipa serta cara pemindahan dan (5) memenuhi standar minimal yang ditentukan
baik secara gravitasi ataupun dengan sistem oleh WHO atau Kementerian Kesehatan RI
pemompaan. (Chandra, 2007:40).
Sumber air bersih dapat berasal dari air 4. Golongan D, air yang dapat dipakai untuk
permukaan (sungai, danau, rawa, situ, embung, keperluan pertanian dan dapat dimanfaatkan
ranu, waduk, telaga) dan air tanah (cekungan air untuk usaha perkotaan, industri dan listrik
tanah baik confined aquifer maupun unconfined tenaga air.
aquifer, dan mata air/spring) (Kodoatie, 2008:169). Dharmawan (2005) mengatakan, dengan
Permasalahan yang berkembang saat ini, banyak derajat kompleksitas dan kuatnya jalinan
sumber air bersih yang sudah tercemar (untuk air keterkaitan antar dimensi dalam pengelolaan
permukaan) dan terbatas keberadaannya (untuk air sumberdaya alam yang cukup tinggi, maka
tanah). Henry (2009) dalam Prasetyo (tt) persoalan memelihara derajat “kesehatan
menyatakan bahwa pencemaran perairan lingkungan” suatu Daerah Aliran Sungai (DAS)
merupakan peristiwa masuknya senyawa-senyawa akan dapat dipertahankan pada tingkat yang cukup
yang baik, jika DAS mampu menjamin kesediaan air
dihasilkan dari kegiatan manusia ditambahkan ke bersih untuk kehidupan penduduk dan industri,
lingkungan perairan sehingga menyebabkan serta mampu memasok air irigasi untuk kebutuhan
perubahan yang buruk terhadap kekhasan fisik, aktivitas produksi pertanian dengan baik. Secara
kimia dan biologis dan estetis. Pencemaran air sosiologis-ekonomis, “kesehatan lingkungan” DAS
sungai juga dapat terjadi karena pengaruh kualitas dikatakan lestari bila eksistensinya dapat menopang
air limbah yang melebihi baku mutu air limbah, dan tingkat kehidupan masyarakat hari ini dan generasi
juga debit air limbah yang dihasilkan. mendatang secara stabil. Secara sosio-politis, DAS
Suatu sungai dikatakan terjadi penurunan yang derajat kesehatan lingkungannya baik adalah
kualitas air, jika air tersebut tidak dapat digunakan DAS yang tidak menimbulkan perpecahan pada
sesuai dengan status mutu air secara normal. Status masyarakat, umumnya pada golongan-golongan
mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang yang berbeda ideologi dan kepentingan.
menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada Terkait dengan kondisi dan kualitas
suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan perairan di Indonesia, hasil pemantauan yang
membandingkan dengan baku mutu air yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup
ditetapkan. Penentuan status mutu air dapat dari tahun 2008–2012 menunjukkan kualitas air
dilakukan salah satunya dengan menggunakan sungai cenderung menurun, terutama di Pulau Jawa
Metode Indeks Pencemaran. Indeks Pencemaran dan Sumatera. Sumber utama pencemar berasal dari
(Pollution Index) digunakan untuk menentukan aktivitas domestik yang terlihat dari parameter
tingkat pencemaran relatif terhadap parameter organik (proporsi BOD/COD dan kandungan
kualitas air yang diizinkan. Indeks Pencemaran (IP) Coliform), terutama di Maluku, Sulawesi Tenggara
ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian dapat dan Sumatera Utara yang sebagian besar memiliki
dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi kandungan organik melebihi baku mutu, yaitu 25
seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu mg/l (Status Lingkungan Hidup 2012, 2013:24).
sungai (Ali dkk., 2013). Sedangkan kualitas air danau –yang juga dapat
Kriteria mutu air diterapkan untuk menjadi sumber air bagi manusia– berdasarkan
menentukan kebijakan perlindungan sumber daya pemantauan yang dilakukan Kementerian
air jangka panjang, sedangkan kriteria sumber air di Lingkungan Hidup pada 15 danau utama pada
Indonesia ditetapkan berdasarkan pemanfaatan tahun 2011 menunjukkan sebagian besar masuk
sumber-sumber air tersebut dan mutu yang dalam kategori eutrof (kondisi terestrial daerah
disyaratkan. Baku mutu air atau sumber air adalah tangkapan air terancam dan kondisi sempadan
batas kadar yang dibolehkan bagi zat atau bahan danau terancam) (Status Lingkungan Hidup 2012,
pencemar pada air, namun air tetap berfungsi sesuai 2013:27). Sedangkan untuk air tanah, di beberapa
peruntukannya. Dengan ditetapkannya baku mutu akuifer di kota-kota besar di Pulau Jawa (Jakarta,
air pada sumber air dan memperhatikan kualitas Semarang, Surabaya) pengambilan air tanah telah
airnya akan dapat dihitung berapa beban pencemar melampaui batas daya dukungnya yang berakibat
yang dapat ditenggang oleh air penerima sehingga terjadi intrusi air laut dan penurunan elevasi muka
sesuai dengan baku mutu air dan tetap berfungsi tanah. Ketidaktersediaan sistem sanitasi dan
sesuai peruntukannya. Berdasarkan Peraturan pengolah limbah industri yang baik, juga telah
Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang mengakibatkan terjadinya pencemaran air tanah
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian dan sungai oleh buangan air rumah tangga dan
Pencemaran Air, penentuan baku mutu air industri, terutama di musim kemarau.
didasarkan atas daya dukung air pada sumber air, Secara epidemiologis ada keterkaitan yang
yang disesuaikan dengan peruntukan air tersebut erat antara masalah air bersih dengan penyakit
sebagai berikut: kulit, maka oleh sebab itu dengan adanya tingkat
1. Golongan A, air yang dipakai sebagai air minum cakupan air bersih yang tinggi dapat menurunkan
secara langsung tanpa pengolahan lebih dulu. angka penyakit kulit. Dalam kaitan denganhal
2. Golongan B, air yang dapat dipakai sebagai air tersebut maka seharusnya air bersih yang
baku untuk diolah sebagai air minum dan untuk digunakan harus memenuhi persyaratan kualitas
keperluan rumah tangga. yang telah ditetapkan. Persyaratan kualitas tersebut
3. Golongan C, air yang dapat dipakai untuk telah tertuang dalam Permenkes No. 416 Tahun
keperluan perikanan dan peternakan.
1999 tentang Syarat-Syarat dan Kualitas Air bersifat mengabaikan, bahkan merusak. Manusia
Bersih. Manusia dan Lingkungan memiliki pandangan tertentu pada alam, di mana
Lingkungan memiliki hubungan dengan pandangan itu telah menjadi landasan bagi tindakan
manusia. Lingkungan memengaruhi sikap dan dan perilaku manusia terhadap alam. Demikian
perilaku manusia, demikian pula kehidupan juga persepsi, sikap, prasangka, dan perilaku saling
manusia akan memengaruhi lingkungan tempat berinteraksi dan saling memengaruhi satu dengan
hidupnya. Manusia hidup, tumbuh, dan yang lain.
berkembang dalam lingkungan alam dan sosial- Menurut Slameto (2010) persepsi adalah
budayanya. Dalam lingkungan alamnya manusia proses yang menyangkut masuknya pesan atau
hidup dalam sebuah ekosistem yakni suatu unit atau informasi ke dalam otak manusia, melalui persepsi
satuan fungsional dari makhluk-makhluk hidup manusia terus menerus mengadakan hubungan
dengan lingkungannya. Bertolak dari definisi dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan
“Ekologi ialah ilmu yang mempelajari hubungan lewat inderanya, yaitu indera penglihat, pendengar,
timbal balik antara manusia dengan peraba, perasa, dan pencium. Persepsi dan perilaku
lingkungannya”, maka perilaku manusia terhadap merupakan dua aspek yang memengaruhi gambaran
lingkungannya akan berdampak pada kadar diri seseorang.
ketersediaan sumber daya yang diberikan Persepsi merupakan pandangan atau
lingkungan kepada manusia. Perubahan alam konsep yang dimiliki seseorang mengenai sesuatu
lingkungan hidup manusia akan berpengaruh baik hal sedangkan perilaku adalah tindakan atau aspek
secara positif maupun secara negatif. Berpengaruh dinamis yang muncul dari persepsi tersebut.
bagi manusia karena manusia mendapatkan Persepsi masyarakat dipengaruhi oleh faktor
keuntungan dari perubahan tersebut, dan internal dan eksternal. Faktor internal adalah nilai-
berpengaruh tidak baik karena dapat mengurangi nilai dari dalam diri setiap individu yang diperoleh
kemampuan alam lingkungan hidupnya untuk dengan hal-hal yang diterima dirinya. Adapun
menyokong kehidupannya. faktor internal yang memengaruhi persepsi
Aristoteles mengatakan manusia seseorang di antaranya adalah motif, minat,
dipengaruhi oleh aspek geografis dan lembaga harapan, sikap, pengetahuan, dan pengalaman.
politik. Montesquieu menyatakan bahwa iklim Sedangkan faktor eksternal adalah nilai-nilai dari
memengaruhi perilaku politik dan semangat luar setiap diri individu yang dapat memengaruhi
manusia. Arnold Toynbee dalam Abrori (2007) persepsi misalnya objek dan situasi (Siagian, 1995).
menyatakan peradaban manusia akan tumbuh pada Dari persepsi tersebut maka akan dapat
lingkungan yang sukar dan penuh tantangan memengaruhi bentuk tingkah laku atau perilaku
sehingga melahirkan pribadi-pribadi yang vital dan individu dalam kehidupan sehari-harinya.
tangguh. Bucle menyatakan bahwa iklim, tanaman, Wilayah perairan merupakan sumber daya
dan tanah saling berkaitan dalam memengaruhi alam yang terkait erat dengan kehidupan manusia.
karakter dan sifat manusia. Dengan demikian Sejalan dengan konsep ekologis sebelumnya, ada
seperti dikemukakan sebelumnya, hubungan hubungan timbal balik antara manusia dengan
manusia dengan lingkungan terkait sangat erat dan lingkungan perairan tersebut. Sebagaimana
dapat saling memengaruhi. ditunjukkan oleh berbagai penelitian tentang
Manusia memandang alam lingkungannya persepsi masyarakat terkait perairan. Misalnya
dengan bermacam-macam kebutuhan dan Pujiasturi (2010) meneliti tentang persepsi
keinginan. Manusia bergulat dan bersaing dengan masyarakat terhadap pengendalian pencemaran
spesies lainnya dalam memenuhi kebutuhan perairan Waduk Gajah Mungkur Wonogiri (WGM),
hidupnya. Dalam hal ini manusia memiliki dengan responden masyarakat di sekitar WGM.
kemampuan lebih besar dibandingkan organisme Hasil penelitian menunjukkan persepsi masyarakat
lainnya, terutama pada penggunaan sumber-sumber pada daerah penelitian masih rendah terhadap
lainnya. Air sebagai salah satu sumber alam yang pengendalian pencemaran, upaya pencemaran,
terdapat dimana-mana, di bumi, sungai, danau, upaya pencegahan, upaya penanggulangan dan
lautan, dan di bawah tanah. Udara sebagai uap air upaya pemulihan di perairan WGM. Demikian juga
yang kesemuanya meliputi 4/5 bagian seluruh responden mempunyai persepsi rendah terhadap
permukaan bumi. Seyogianya manusia upaya partisipasi pengendalian pencemaran di
menggunakan air dengan baik dan berusaha perairan WGM. Hal ini disebabkan masyarakat di
mencegahnya dari pencemaran-pencemaran yang sekitar WGM mempersepsikan pengelolaan waduk
mengganggu berjalannya fungsi vital dari air. menjadi tanggung jawab pemerintah.
Menurut Abrori (2007) sikap dan perilaku Selanjutnya Cholis (2015) menyatakan
seseorang terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh bahwa terdapat pengaruh pengetahuan dan persepsi
bagaimana pandangannya terhadap sesuatu itu. masyarakat terhadap partisipasi masyarakat dalam
Apabila sesuatu hal dipandang sebagai berguna dan menanggulangi pencemaran sungai. Serta
penting, maka sikap dan perilaku terhadap sesuatu pencemaran sungai dan alih fungsi lahan di
itu lebih banyak bersifat menghargai. Sebaliknya bantaran sungai menjadi permukiman terjadi karena
jika sesuatu hal dipandang dan dipahami sebagai kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
sesuatu yang tidak berguna dan tidak penting, maka lingkungan hidup yang ada di sekitar mereka.
sikap dan perilaku yang muncul lebih banyak Penyediaan Air Bersih di Sumatera Selatan
Provinsi Sumsel adalah salah satu provinsi Trita Musi baru sekitar 62,29 persen saja (sekitar
yang juga mengalami pertumbuhan penduduk yang 250.000 sambungan). Itupun kualitas air di
cukup signifikan seiring dengan berkembangnya sejumlah tempat masih sering dikeluhkan warga
perekonomian dan pembangunan di provinsi karena keruh dan bau. Padahal sumber mata air
tersebut yang juga berdampak terhadap untuk Palembang sangat melimpah karena Sungai
meningkatnya kebutuhan atas air bersih. Musi dan beberapa anak sungai mengelilingi kota
Provinsi Sumsel mempunyai kawasan ini. Dari sejumlah 84.559 sambungan langganan,
bergambut mencapai 16,3 persen dari luas wilayah, rata-rata rekening terbayar setiap bulannya hanya
yang tersebar di Kabupaten OKI (500.000 ha), sekitar 60–70 persen. Hal ini perlu mendapat
Muba (250.000 ha), Banyuasin (200.000 ha), perhatian dari PDAM Tirta Musi untuk
Muara Enim (45.000 ha), dan Musi Rawas (35.000 mengevaluasi penyebab dari rekening-rekening
ha). Peranan gambut dalam memegang air sangat yang tidak membayar.
besar berkisar 300 hingga 800 persen dari Demikian juga dengan kondisi masyarakat
bobotnya, merupakan aspek penting dalam di pedesaan. Kekeringan yang melanda sejumlah
konservasi air dan sangat penting bagi ekosistem wilayah termasuk di Kabupaten OKU Timur
lahan rawa, khususnya karakteristik hidrologi lahan membuat warga kesulitan dalam mendapatkan air
(Prayitno, dkk, 2010). Danau Air Hitam dan bersih. Untuk mendapatkan air warga terpaksa
bentang lahan gambut di sekitar Kecamatan harus berjalan puluhan kilometer untuk mengambil
Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Ilir adalah air bersih. Kekeringan yang melanda sejak satu
salah satu danau yang terletak di tepi bentang lahan bulan terakhir membuat warga benar-benar
gambut (Kecamatan Kayuagung, Pedamaran, kesulitan memperoleh air bersih karena harus
Pedamaran Timur dan Pampangan) merupakan mengangkut air dari jarak yang cukup jauh.
lokasi penampungan air yang sangat baik dengan Terlebih saat ini kondisi kesehatan warga mulai
volume yang sangat besar. Disisi lain pada musim menurun karena jalanan dipenuhi oleh debu.
kemarau, khususnya masyarakat yang sangat Kondisi tersebut menyebabkan penyediaan
tergantung sumber air dari sungai, seperti di air bersih di Provinsi Sumsel pada umumnya dan
Kecamatan Pedamaran, air menjadi barang mahal, Kota Palembang pada khususnya menjadi masalah,
khususnya air untuk keperluan domestik (Prayitno, terutama pada musim kemarau. Air bersih di
dkk, 2010). Kelangkaan akan air bersih pada Provinsi Sumsel belum sepenuhnya dapat disuplai
musim-musim tertentu ini merupakan fenomena oleh PDAM setempat terutama untuk penduduk
yang terus berulang dalam tahun-tahun terakhir. yang berdomisili di pedesaan yang sebagian besar
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mengandalkan air sungai dan air sumur untuk
(Walhi) Sumsel sepanjang 2014–2015 mencatat ada keperluan air bersih.
60 kasus permasalahan air di Bumi Sriwijaya. Rata-rata cakupan penduduk dengan akses
Sebesar 64,7 persennya merupakan persoalan krisis berkelanjutan terhadap air bersih di Provinsi
air bersih yang dialami secara langsung oleh Sumsel pada tahun 2014 yaitu sebesar 67,02 persen
masyarakat. Dari persoalan krisis air tersebut, hal tersebut menunjukkan terjadi peningkatan bila
sekitar 49 persen disebabkan karena kasus dibandingkan dengan data akses tahun 2013 yaitu
kekeringan, 17,6 persen pencemaran sungai, dan 63,99 persen. Dari 17 Kabupaten/Kota di Sumsel
17,6 persen kemarauyang berkepanjangan. akses tertinggi Kabupaten Musi Rawas dengan
Dengan demikian apabila pencemaran akses 98,06 persen dan Kota Palembang dengan
sungai makin tinggi saat kemarau yang akses 90,38 persen. Sedangkan akses terendah
berkepanjangan maka persoalan terkait air bersih Kabupaten Muratara (tidak ada laporan) dan
akan makin meningkat di Sumsel ini. Kabupaten OKU Timur dengan cakupan 12,57
Sementara itu, Perusahaan Daerah Air persen (Profil Kesehatan Provinsi Sumsel Tahun
Minun (PDAM) Tirta Musi di Kota Palembang 2014). Peningkatan tersebut di samping karena
mengalami defisit air bersih karena dampak adanya program Pamsimas di Provinsi Sumsel juga
kemarau. Misalnya pada Oktober 2015 PDAM karena semakin meningkatnya kesadaran
mengalami defisit air 500 meter perdetik sehingga masyarakat akan pentingnya akses terhadap sarana
pelanggan yang berlokasi di ujung layanan air bersih. Dengan kata lain peningkatan tersebut
kesulitan mendapat distribusi air. Akibat defisit air tidak terlepas dari kesadaran masyarakat akan
bersih ini PDAM terpaksa menggilir jadwal penggunaan sarana air bersih baik yang dibangun
pengaliran air ke pelanggan. PDAM terpaksa secara mandiri maupun oleh pemerintah. Di
mengaliri pelanggan dua hari sekali, jadi sehari samping itu peran tenaga kesehatan yang
dialiri dan sehari tidak sehingga distribusi air memberikan bimbingan kepada masyarakat tentang
terhambat. Saat itu air Sungai Musi surut sekitar pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat.
tiga meter dan baru pasang saat malam hari Disadari juga bahwa penyakit yang timbul melalui
sehingga PDAM baru bisa menyedot dan mengolah media air ini cukup banyak. Untuk itu perlu terus
air bersih malam hari. Selain itu kualitas air Sungai disosialisasikan tentang pentingnya arti penggunaan
Musi juga keruh sehingga harus ekstra penjernihan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan baik
air sebelum bisa di distribusikan ke pelanggan. dari segi sarana maupun kualitas air yang
Sampai saat ini, penduduk Kota Palembang digunakan.
yang terlayani kebutuhan air bersihnya dari PDAM Kualitas Air Sungai di Palembang
Kota Palembang mempunyai 108 sungai. sekitarnya. Tingkat pencemaran ini meningkat
Terdapat lima buah sungai yang dapat dilayari yaitu dalam lima tahun terakhir. Zat pencemar tersebut
Sungai Musi, Sungai Ogan, Sungai Komering, diduga berasal dari aktivitas rumah tangga, industri
Sungai Keramasan, dan Sungai Terusan. Sungai ataupun pembusukan sampah di sepanjang Sungai
Musi melintasi Kota Palembang sepanjang 15 km, Musi. Intrusi air laut ke Sungai Musi juga semakin
kedalaman 8–12 m dengan lebar berkisar 220–313 parah karena debit air di muara yang lemah dan
m. Sedangkan panjang total Sungai Musi adalah kerusakan hutan mangrove di kawasan pesisir
750 km, sungai terpanjang di Pulau Sumatera (Kompas, 22 April 2015).12 Data BLH
dengan hulu di Kepahiang Provinsi Bengkulu, dan Sumselmenunjukkan, sekitar 70 persen air Sungai
bermuara di kawasan Sungsang di Selat Bangka. Musi tercemar limbah rumah tangga, sedangkan
Sungai lainnya yang melintasi Kota Palembang sisanya 30 persen tercemar limbah perusahaan atau
tidak sepanjang dan selebar Sungai Musi. Kota industri. Berdasarkan hasil pengujian 6 dari 10 anak
Palembang yang khas karena dibelah dan sungai yang airnya diteliti ternyata kualitas baku
dikelilingi Sungai Musi dan anak-anak sungainya, mutu sungai terus menurun. Dengan kata lain,
seharusnya lebih tepat menjadi kota sungai, namun terjadi kenaikan kadar kandungan zat berbahaya.
sayangnya pola pembangunan pada era lalu sangat Beberapa anak sungai di Kota Palembang berisiko
kuat dengan visi penyeragaman, sehingga dibentuk tercemar tersebut di antaranya, yaitu Sungai
sedemikian rupa menjadi kota daratan sebagaimana Bendung, Sungai Aur, Sungai Sekanak, Sungai
kota-kota lain di Pulau Jawa. Aliran sungai menjadi Buah, Sungai Ogan, Sungai Demang Jambul,
sempit, bahkan tertutup, rawa-rawa pun ditimbun Sungai Sintren, dan Sungai Jeurju. 13 Walaupun saat
lalu ketika hujan turun, genangan air dan banjir ini Sungai Musi masih dikategorikan peruntukan air
terjadi di mana-mana. Golongan B (sesuai dengan Perpres No. 82 Tahun
Kota Palembang memiliki sumber air 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
bersih yang melimpah, yaitu dari sungai Musi. Pengendalian Pencemaran Air), yakni air yang
PDAM Tirta Musi –selaku perusahaan daerah yang dapat dipakai sebagai bahan baku untuk diolah
bertanggung jawab memberikan pelayanan air sebagai air minum dan untuk keperluan rumah
bersih bagi masyarakat Kota Palembang– dan tangga, namun beberapa sungai lainnya (termasuk
masyarakat Kota Palembang menggunakan air anak Sungai Musi) sudah diduga hanya bisa
sungai Musi sebagai sumber air bersih mereka. dikategorikan Golongan C dan D. Hal ini karena
Namun seiring waktu, proses pembangunan di Kota kualitas air di sungai/anak sungai tersebut sudah
Palembang yang merupakan ibukota Provinsi tidak layak lagi sebagai air baku untuk air minum
Sumsel, telah berdampak terhadap kualitas, ataupun keperluan rumah tangga.
kuantitas, dan kontinuitas air sungai Musi. Dalam Ketua Forum Koordinator Daerah Aliran
lima tahun terakhir telah terjadi penurunan kualitas, Sungai (DAS) Sumsel mengatakan,
kuantitas, dan kontinuitas air sungai Musi karena penanggulangan agar DAS ini tidak semakin rusak
adanya pencemaran (limbah industri, limbah wajib menjadi prioritas lantaran sudah semakin
transportasi, limbah domestik, dan sampah), kritis. Menurutnya, kerusakan DAS tersebut juga
sedimentasi, dan intrusi air laut (Badan Lingkungan antara lain disebabkan penggunaan lahan yang
Hidup Kota Palembang, Wawancara, 22 April tidak sesuai dengan peruntukan, pencemaran
2015). Di sisi lain, rawa-rawa yang dulunya lingkungan berat, erosi, pendangkalan atau
merupakan daerah resapan air mulai berkurang sedimentasi yang amat tinggi. Salah satu penyebab
seiring dengan perkembangan Kota Palembang. erosi antara lain penggunaan lahan yang tidak
Sejak tiga tahun terakhir, kekeruhan air sesuai peruntukan yang dapat memengaruhi kondisi
dari Sungai Musi meningkat. Kekeruhan terjadi di seperti penurunan kapasitas mutu tanah. Begitu
puncak musim hujan, dari tingkat kekeruhan rata- juga terjadi pencemaran berat sehingga
rata 60–200 nephelometer turbidity unit (NTU) meningkatkan kandungan kebutuhan oksigen dan
menjadi 1.200 NTU pada puncak musim hujan. air.14 Kondisi tersebut perlu diwaspadai dan
Tingginya kekeruhan ini diduga karena sedimentasi diantisipasi sedini mungkin. Kerusakan DAS
yang bertambah parah pada musim hujan. Partikel tersebut perlu dipulihkan supaya aliran sungai
lumpur banyak yang terbawa dari hulu yang kembali normal mengingat Sumsel membutuhkan
akhirnya terakumulasi di hilir. Akibat kekeruhan sumber daya air yang terus meningkat.
yang tinggi ini PDAM Tirta Musi terpaksa Permasalahan lain yang dialami Kota
mengurangi produksi air bersihnya hingga 50 Palembang selain penurunan kualitas air sungai
persen dari produksi rata-rata harian (Kompas, 22 adalah banjir. Banjir yang kerap melanda
April 2015). Palembang dan sekitarnya, penyebabnya adalah
Dari segi pencemaran, tingkat pencemaran anak sungai yang seharusnya mengalirkan air
Sungai Musi berada di skala sedang dan berat. secara lancar, justru sudah tidak berbentuk lagi,
Selain keruh, air Sungai Musi juga kadang-kadang sudah tertutup dan tertimbun tanah sejajar dengan
berbau. Bau busuk ini berasal dari limbah pasar jalan. Lebih parahnya lagi anak sungai tersebut
yang mengalir dari Sungai Aur yang bermuara ke tertutup oleh dindingbeton yang cukup tinggi
Musi. Tingkat pencemaran ini diketahui dari sehingga tidak terlihat dari jalan. Anak sungai yang
pengujian Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumsel dimaksud adalah Sungai Bendung. Sungai Bendung
di 72 lokasi Sungai Musi di Palembang dan merupakan salah satu anak Sungai Musi yang
merupakan pintu air yang membawahi beberapa (Wawancara dengan masyarakat yang tinggal di
titik drainase di Kota Palembang, antara lain pinggir sungai, 23 April 2015).
kawasan Simpang Polda, Jalan Rajawali, Jalan R. Air merupakan faktor utama dalam kaitan
Sukamto, Sekip, Jalan Mayor Ruslan, dan Kawasan dengan masalah kesehatan karena air adalah bahan
Seduduk Putih. DAS Bendung sendiri memiliki utama dalam rantai jaringan aktivitas manusia.
luas 15,4 kilometer persegi yang merupakan salah- Masyarakat pinggir sungai sering kali mengabaikan
satu drainase sistem yang ada di Palembang, masalah-masalah yang sebenarnya sangat penting
panjang sungai sekitar 5,4 km. Dengan demikian dalam kaitannya dengan kebersihan dan kesehatan.
untuk mengantisipasi banjir di Kota Palembang, Penelitan Savitri (2009) menunjukkan bahwa
maka Pemerintah Daerah dan Balai Besar Wilayah masyarakat di sekitar Sungai Musi masih
Sungai (BBWS) VIII akan dilakukan normalisasi di berperilaku yang bertentangan dengan pola hidup
Sungai Bendung dan akan dibangun waduk raksasa sehat dan bersih. Hal ini ditunjukkan dengan masih
serta rumah pompa di sungai tersebut. adanya masyarakat pinggir sungai yang melakukan
Sama halnya dengan sungai induknya aktivitas mandi, cuci dan buang air bahkan buang
yakni Sungai Musi, kualitas air di Sungai Bendung sampah di sungai. Perilaku tersebut tentunya akan
pun cukup memprihatikan. Berdasarkan hasil berdampak pada tingkat kesehatan masyarakatnya.
analisis laboratorium, baik pada saat air sungai Terkait dengan derajat kesehatan
pasang maupun air sungai surut didapatkan bahwa masyarakat, indeks penyakit yang ada di
hasil untuk parameter COD, BOD5, Phosfat, dan masyarakat khususnya penyakit yang berbasis
minyak lemak kadarnya berada di atas ambang lingkungan di Provinsi Sumsel pada tahun 2014
batas Baku Mutu Air Sungai Kelas I yang diijinkan seperti kasus diare masih cukup tinggi. Penyebab
berdasarkan Peraturan Gubernur Sumsel No. 16 itu semua adalah dilihat dari Kesehatan Lingkungan
Tahun 2005 tentang Peruntukan Air dan Baku yang kurang memenuhi syarat terutama bagi
Mutu Air Sungai di Provinsi Sumatera Selatan sebagian penduduk yang tinggal di pedesaan, dan
(Praptiani, 2012).16 Konsentrasi COD dalam air daerah perkotaan (urban area/bantaran sungai).
permukaan pada seluruh lokasi contoh pada sungai Mereka belum bisa memenuhi standar hidup bersih
Bendung yang diamati telah melebihi baku mutu dan sehat, yang terlihat dari rendahnya cakupan
yang ditetapkan baik pada saat pasang maupun penduduk yang menggunakan dan memanfaatkan
surut. Nilai COD ini menunjukkan kandungan akses sarana kesehatan lingkungan yang layak.
bahan organik dan anorganik yang dapat (Profil Kesehatan Provinsi Sumsel Tahun 2014).
didegradasi, yang dinyatakan dengan jumlah Sedangkan di Kota Palembang sendiri,
oksigen yang dibutuhkan untuk proses melalui pengamatan terhadap angka kesakitan dari
degradasinya. Makin tinggi nilai COD dalam air tahun ke tahun dapat diketahui bahwa sepuluh
maka kualitas air tersebut makin buruk. Pada COD penyakit terbanyak pada kunjungan rawat jalan
yang tinggi akan terjadi defisit (berkurangnya) Puskesmas Kota Palembang masih didominasi
kandungan oksigen terlarut dan hal ini mengganggu penyakit infeksi dan penyakit menular. Dengan
kehidupan biota perairan seperti ikan dan plankton. masa transisi saat ini Kota Palembang masih
Selain itu, kadar lainnya yang melebihi mempunyai tiga beban (Triple Burden). Angka
baku mutu adalah kandungan minyak dan lemak. kesakitan berbagai kasus penyakit menular seperti
Dari hasil analisis Praptiani (2012) menunjukkan Diare mengalami peningkatan dari tahun
bahwa kandungan minyak dan lemak pada sungai sebelumnya. Jumlah kasus Diare pada tahun 2012
Bendung telah melebihi baku mutu yang ditetapkan adalah 57.576 mengalami peningkatan jika
yaitu 1 mg/l. Relatif tingginya kandungan minyak dibandingkan dengan kasus tahun 2011 yaitu
dan lemak di perairan anak sungai Bendung sebesar 45.707 kasus (Profil Kesehatan Kota
tersebut diperkirakan disebabkan oleh limbah Palembang Tahun 2012).
domestik danlimbah kegiatan di sekitar pinggiran Tabel 1. Gambaran Kasus Diare di Kota Palembang
sungai seperti adanya bengkel dan perdagangan. Tahun 2010–2014
Derajat Kesehatan Masyarakat
Kondisi Sungai Musi yang demikian terkait No Tahun Jumlah kasus %
erat dengan kondisi kesehatan lingkungan bagi Cakupan
masyarakat yang berdiam di sekitarnya. Daya Penderita Meninggal
dukung kehidupan warga di tepian Sungai Musi 1. 2010 49.897 0 81,06
menurun seiring memburuknya kualitas air sungai 2. 2011 45.593 0 76,19
itu. Beberapa keluarga yang masih tinggal di sekitar 3. 2012 57.576 0 94,27
Sungai Musi masih menggunakan air Musi untuk 4. 2013 51.226 0 155,54
memasak dan minum hingga sekitar tahun 2010. 5. 2014 44.213 0 130,72
Saat ini mereka tidak lagi mengonsumsi air dari Sumber: Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan,
Sungai Musi karena air yang semakin keruh. Air Profil Kesehatan Kota Palembang 2014
Sungai Musi hanya dimanfaatkan untuk keperluan
mandi, mencuci pakaian dan mencuci piring. Untuk Dari tabel di atas menunjukkan bahwa
memasak dan minum warga banyak yang membeli kasus diare tertinggi tahun 2012 yaitu 57.576 kasus
air tangki dan air galon dengan pengeluaran rata- dan terendah tahun 2014 yaitu 44.213 kasus
rata Rp 50.000,00– 200.000,00 per bulan (Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan, 2015).
Selama 5 tahun terakhir, cakupan penemuan diare sebagian besar responden menggunakan air hujan.
semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
Penyebab diare secara klinis dapat kebutuhan air bersih didapatkan dari sumur gali.
dikelompokkan kedalam enam golongan besar Berdasarkan wawancara langsung dengan
adalah infeksi, malabsorpsi, alergi, keracunan, responden, alasan utama penggunaan sumur gali
imunodefisiensi, dan sebab-sebab lain. Paling untuk berbagai keperluan tersebut karena harganya
sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah yang relatif murah, kualitasnya cukup bersih, dan
diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. ketersediaanya ada dalam jumlah yang mencukupi.
Walaupun pada tabel di atas tidak disebutkan Namun kadang saat musim kemarau kuantitas air di
secara rinci penyebab diare itu terjadi, namun untuk sumur gali tersebut mengalami penurunan.
Kota Palembang, kasus diare tinggi hanya di Sehingga untuk keperluan pokok seperti memasak
wilayah Kecamatan Seberang Ulu I, sedangkan lebih banyak memanfaatkan sumber air dari
kasus rendah ada di Kecamatan Gandus, Alang- PDAM.
Alang Lebar, Sako, Sematang Borang, Seberang Berkenaan dengan pemanfaatan air sungai,
Ulu II, dan Plaju. Secara Geografis Kecamatan di tidak berbagai pertanyaan di kuesioner.
Sebrang Ulu I melintas Sungai Musi hampir Berdasarkan jawaban responden tersebut
sepanjang sisi utara kecamatan tersebut. serta di sisi diharapkan dapat diketahui sumber pemenuhan
sebelah baratnya dibatasi oleh Sungai Ogan. Belum kebutuhan air bersih untuk masing-masing rumah
lagi beberapa anak sungai yang terdapat di tangga. Dan juga untuk keperluan apa saja air
Kecamatan tersebut. Dengan demikian banyak sungai selama ini dimanfaatkan oleh penduduk
masyarakat yang tinggal di seputar sungai dan anak yang bertempat tinggal di sepangjang sungai.
sungai. Oleh karena itu dapat diduga tingginya Terlihat bahwa untuk keperluan minum,
kasus diare di kecamatan tersebut terkait erat sebagian besar responden menggunakan air yang
dengan kondisi kebersihan dan kesehatan di sekitar bersumber dari sumur gali (52,50 persen) kemudian
sungai. disusul air yang bersumber dari air kemasan (27,50
persen) dan berikutnya air PDAM (12,5 persen).
Persepsi Masyarakat Pinggir Sungai dalam Tidak ada satu respondenpun yang menggunakan
Penggunaan dan Pemanfaatan Air Bersih air sungai untuk bahan baku air minum. Sedangkan
Kuesioner disebarkan kepada penduduk untuk keperluan memasak, respondenpun sebagian
yang tinggal di sekitar Sungai Bendung Kota besar masih memanfaatkan sumur gali (58,97
Palembang. Sungai Bendung dipilih mengingat persen), kemudian PDAM (17,95 persen) dan air
posisinya yang sangat strategis terkait dengan pola kemasan (12,82 persen). Untuk mencuci peralatan
drainase diKota Palembang dan kualitasnya airnya makan dan masak, mencuci pakaian, mandi (dan air
sudah tidak sesuai dengan baku mutu. Responden untuk MCK), dan mencuci kendaraan pun sebagian
sebanyak 35 orang dengan gambaran responden besar masih menggunakan sumur gali. Hanya
sebagai berikut: menyiram tanaman saja yang sebagian besar
Usia responden bervariasi, dan hampir responden menggunakan air hujan. Hal ini
meratapada level usia antara 20–40 tahun, dan 50– menunjukkan bahwa sebagian besar kebutuhan air
60tahun. Jenis kelamin sebagian besar laki- laki bersih didapatkan dari sumur gali. Berdasarkan
(60persen) dan perempuan (40 persen). Pekerjaan wawancara langsung dengan responden, alasan
sebagaian besar buruh (37 persen), disusul ibu utama penggunaan sumur gali untuk berbagai
rumah tangga (23 persen) dan kemudian swasta keperluan tersebut karena harganya
(20%). Dilihat dari jenis pendidikan sebagian besar yang relatif murah, kualitasnya cukup bersih, dan
merupakan lulusan SD (43%), kemudai SLTA ketersediaanya ada dalam jumlah yang mencukupi.
(26%) dan SLTP (23%), adapun yang telah Namun kadang saat musim kemarau kuantitas air di
mengecap perguruan tinggi hanya delapan persen. sumur gali tersebut mengalami penurunan.
Berdasarkan gambaran tersebut, terlihat bahwa Sehingga untuk keperluan pokok seperti memasak
responden sangat beragam, baik dari segi usia, lebih banyak memanfaatkan sumber air dari
pekerjaan dan pendidikn dengan jumlah laki – laki PDAM. Berkenaan dengan pemanfaatan air sungai,
dan perempuan relatif sebanding. Sedangkan dilihat tidak ada satupun responden yang menggunakan air
dari jenis pendidikan sebagian besar berpendidikan sungai untuk mencuci peralatan makan/minum,
dasar (SD – SMP) hanya delapan persen yang memasak dan sumber air minum. Air sungai paling
pernah mengecap pendidikan tinggi. digunakan
Gambaran pemanfaatan sumber air untuk untuk menyiram tanaman dan mencuci kendaraan.
berbagai keperluan baik itu keperluan pokok Namun demikian masih ada sebagian kecil
(makan, minum, mencuci dan mandi) maupun responden yang menggunakan air sungai untuk
keperluan tambahan seperti mencuci kendaraan dan kepentingan MCK (7,5 persen), dan mencuci
menyiram tanaman digali dari responsen melalui pakaian (5 persen). Hal ini menunjukkan bahwa air
persen) dan air kemasan (12,82 persen). Untuk sungai yang ada sudah tidak layak lagi digunakan
mencuci peralatan makan dan masak, mencuci sebagai sumber air bersih, baik untuk mandi,
pakaian, mandi (dan air untuk MCK), dan mencuci memasak apalagi air minum. Hal tersebut sejalan
kendaraan pun sebagian besar masih menggunakan dengan persepsi responden seperti pada tabel 2
sumur gali. Hanya menyiram tanaman saja yang berikut.
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa
sebagian besar responden sangat tidak setuju
apabila air sungai layak digunakan untuk mandi
dan mencuci peralatan makanan, dan tidak setuju
digunakan untuk mencuci pakaian dan juga sebagai
tempat anak-anak bermain.
Tabel 2. Persepsi Masyarakat Terkait Pemanfaatan Air Sungai (%)
No. SS S R TS STS
1. Air sungai layak digunakan untuk mandi - 2.63 5.26 21.0 71.05
5
2. Menurut saya tidak ada masalah mencuci - 2.86 2.86 34.2 60.00
peralatan makanan di air sungai 9
3. Menurut saya tidak ada masalah mencuci baju - 8.57 8.57 62.8 20.00
di air sungai 6
4. Menurut saya tidak ada masalah anak – anak - 14.29 2.86 42.8 40.00
bermain – main di air sungai. 6

Hanya sebagian kecil masyarakat setuju jika air merupakan hal yang dipersepsikan positif, dan
sungai dapat dimanfaatkan untuk mandi, mencuci sebagian besar responden tidak menyetujui
dan tempat bermain anak-anak. Hal tersebut tindakan-tindakan yang dapat merusak kualitas air
menunjukkan bahwa persepsi sebagian besar sungai. Walaupun berdasarkan kuesioner, sebagian
responden terhadap air sungai sudah sangat tidak responden menunjukkan setuju untuk menjaga
baik. Sungai Bendung khususnya dianggap tidak kualitas sungai, namun pada kenyataannya masih
layak lagi dimanfaatkan sebagai sumber air bersih, banyak warga masyarakat yang tinggal di sekitar
baik itu untuk keperluan mencuci, memasak apalagi sungai yang membuang sampahnya ke sungai,
air minum. Demikian juga apabila dilihat dari terutama sampah domestik. Hal ini terjadi karena
penampakan fisik air sungai saat itu. Secara fisik terbatasnya kertersediaan sarana-prasarana
air nampak kotor, warnanya keruh dan tingkat pengelolaan sampah di wilayah tersebut.
sedimentasinya sangat tinggi. Di samping itu, Pengangkutan sampah oleh Dinas Kebersihan tidak
berdasarkan pengamatan langsung, kualitas air melayani sampai masyarakat yang bertempat
sungai juga sangat buruk mengingat ada beberapa tinggal di pinggir sungai, tempat sampah maupun
WC yang posisinya persis di pinggir sungai dan air TPS (Tempat Penampungan Sampah) pun tidak
buangannya langsung disalurkan ke sungai tanpa tersedia di daerah tersebut. Selama ini masyarakat
pengolahan apapun. mengelola sampahnya secara mandiri, belum ada
Mengingat kondisi tersebut di atas, penting upaya pengelolaan dan pemilahan sampah di
pula untuk mengetahui persepsi responden terkait sumber, dengan demikian, dampaknya sungai
pengelolaan air sungai. Hasil kuesioner terkait hal menjadi tempah sampah massal bagi masyarakat
itu dapat dilihat pada Tabel 3 berikut: yang kurang kesadarannya dalam menjaga kualitas
Sebagian besar responden setuju bahwa dan kebersihan lingkungan. Demikian juga,
memperbaiki kualitas air sungai sangat penting dan menurut pengakuan masyarakat di daerah tersebut,
warga perlu diberi kesadaran untuk turut menjaga mereka belum terakses program-program
kebersihan air sungai. Perilaku membuang kotoran pemerintah dalam bidang sanitasi, misalnya
ke sungai, membuang limbah MCK dan industri Sanimas (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat).
langsung ke sungai adalah hal yang tidak disetujui
oleh sebagian besar responden.
Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa
menjaga dan memperbaiki kualitas air sungai

Tabel 3. Persepsi Responden Terkait Pengelolaan Sungai (%)


No. SS S R TS STS
1. Memperbaiki kualitas air sungai sangat penting 48.57 51.4 - - -
saat ini 3
2. Warga perlu diberi kesadaran untuk selalu 31.43 60.0 8.57 - -
menjaga kebersihan air sungai 0
3. Membuang sampah / kotoran ke sungai adalah 5.71 14.2 2.86 45.71 31.43
hal yang biasa 9
4. Limbah air saluran MCK dapat langsung 8.57 14.2 5.71 48.57 22.86
dibuang ke sungai 9
5. Menurut saya berlebihan jika 8.57 25.7 8.57 40.00 17.14
mengkhawatirkan limbah industri yang masuk 1
ke dalam sungai

Sehingga sebagian besar masyarakat di pinggir yang mengelola limbah cair di daerah tersebut.
sungai tersebut belum mempunyai MCK yang Nampaknya hal itu pula yang melatarbelakangi
bersih dan layak. Belum ada MCK komunal atau masih adanya limbah MCK yang dibuang langsung
Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) komunal ke sungai.
Kemudian berkaitan dengan persepsi Kondisi air bersih dan sungai yang
responden dalam hal pemanfaatan berbagai sumber sedemikian turut memengaruhi persepsi masyarakat
air untuk keperluan pokoknya dapat dilihat pada terhadap air sungai. Berdasarkan hasil kuesioner
Tabel 4 berikut: terhadap masyarakat yang tinggal di pinggir sungai,
Semua respoden setuju dan sangat setuju menunjukkan bahwa sungai sudah tidak layak
bahwa air kemasan dan air sumur lebih aman dijadikan sebagai sumber air minum maupun air
digunakan untuk masak dan minum daripada air bersih seperti memasak. mandi. dan mencuci.
sungai. dan juga setuju dan sangat setuju air sumur Responden setuju bahwa memperbaiki kualitas air
lebih aman digunakan untuk mandi daripada air sungai sangat penting, termasuk menjaganya dari
sungai (hanya 2,86 persen yang ragu-ragu). berbagai sumber pencemar. Sikap masyarakat
Kemudian terkait pemanfaatan air kemasan, terhadap kebersihan air sungai terbentuk melalui
sebagian besar responden setuju dan sangat setuju proses pembelajaran kondisi instrumental,
apabila air kemasan lebih aman untuk digunakan yangmendorong lahirnya sikap positif mereka
untuk memasak dan minum daripada air sumur, dan terhadap kebersihan air sungai. Sikap ini kemudian
ada 20 persen responden yang tidak setuju. memunculkan kesadaran masyarakat untuk
Berdasarkan wawancara langsung, memang ada melakukan upaya-upaya perbaikan terhadap kondisi
beberapa responden yang berpendapat bahwa air air sungai. Namun demikian, sebagai sumber air
sumur lebih aman digunakan untuk keperluan minum, responden masih mempercayai bahwa air
minum dan memasak daripada air kemasan, kemasan lebih aman digunakan daripada air sumur,
mengingat air sumur dimasak terlebih dahulu apalagi air sungai.
sebelum digunakan, dengan demikian mereka Saran
mempresepsikan kondisinya lebih aman dan bersih Untuk menjaga kualitas air sungai yang
untuk dikonsumsi. bersih, kontinyu dan memenuhi standar kesehatan
Berdasarkan pengolahan data kuesioner baik dari kualitas maupun kuantitas, perlu
tersebut terlihat bahwa air sungai bukan lagi diupayakan pengelolaan sungai dari mulai hulu
digunakan sebagai sumber air bersih oleh sampai dengan hilir. Di tingkat hulu, menjaga
masyarakat. Kondisi air sungai yang kotor ekosistem hutan dan sumber daya alam termasuk
membuat persepsi masyarakat dalam pemanfaatan tutupan lahan menjadi hal yang penting. Sedangkan
air sungai tersebut untuk berbagai keperluan pokok di tengah dan hilir, kualitas sungai perlu terus
menurun. Berbagai penyakit yang berkaitan dengan dijaga dengan meminimalisir tingkat pencemaran
penggunaan air yang kurang bersih kerap melanda lingkungan baik dari limbah domestik maupun
masyarakat. Hal tersebut nampaknya turut industri. Pengerukan di badan sungai maupun di
menambah makin enggannya masyarakat hilir memang dapat dilakukan untuk memperlancar
menggunakan air sungai untuk berbagai kebutuhan. aliran, namun hal tersebut bukan merupakan solusi
Penutup Simpulan jangka panjang, apabila beban pencemar dan
Permasalahan penyediaan air bersih di kerusakan lahan di hulu tetap dibiarkan.
Indonesia tidak hanya terbatas pada minimnya Peran serta masyarakat dalam menjaga
ketersediaan air baku karena terbatasnya daerah kualitas air sungai sangat penting, terlebih mereka
resapan air dan tingginya pencemaran air, tetapi sendiri yang terdampak apabila kualitas air sungai
juga pada cakupan layanan penyediaan air bersih menurun. Oleh karena itu promosi kesehatan untuk
yang pada kenyataannya belum dapat menjangkau berperilaku sehat dan menjaga lingkungan tetap
seluruh masyarakat. Seperti halnya masyarakat di bersih perlu dilakukan oleh institusi terkait. Namun
Kota Palembang Sumatera Selatan, masyarakat demikian, masyarakat pun perlu didukung oleh
yang sudah terlayani air bersih melalui perpipaan sarana prasarana lingkungan yang memadai,
baru sekitar 60 persen, selebihnya masyarakat misalnya sarana prasarana persampahan, MCK
berupaya mengakses air bersih melalui sumur gali yang sehat, dan juga sarana sanitasi lainnya.
dan sungai. Namun kondisi kualitas air sungai yang
makin menurun, salah satunya karena pencemaran DAFTAR PUSTAKA
lingkungan, menyebabkan potensi air bersih yang Buku
bersumber dari sungai sudah sangat berkurang. Boberg, Jill. 2005. Liquid Asset: How Demographic
Kekeruhan dan tingkat pencemaran Sungai Musi, Changes and Water Management Policies Affect
sebagai sungai terbesar di Palembang, terus Freshwater Resources. The Rand Corporation.
meningkat. Kondisi tersebut tidak hanya dialami Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan
Lingkungan. Cetakan 1. Palupi Widyastuti (editor).
oleh Sungai Musi, tetapi juga oleh anak sungai-
Jakarta: EGC.
anak sungai lainnya di sekitar Sungai Musi. Cholis, Nur. 2012. Pengaruh Pengetahuan dan Persepsi
Dampak dari menurunnya kualitas air di Masyarakat Terhadap Partisipasi Masyarakat
daerah tersebut salah satunya adalah timbulnya dalam Menanggulangi Pencemaran Sungai di
berbagai penyakit yang berbasis lingkungan seperti Kelurahan Kiduldalem Kecamatan Klojen Kota
diare. Berdasarkan data Profil Kesehatan Provinsi Malang, Skripsi Jurusan Geografi - Fakultas Ilmu
Sumatera Selatan dan Kota Palembang Sosial Universitas Negeri Malang.
menunjukkan bahwa kasus diare di daerah tersebut Clive Agnew and Philip Woodhouse. 2011. Water
relatif meningkat dari tahun ke tahun. Resources and Development. New York:
Routledge.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran Update. Washington DC: Population Action
(Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa International– Population and Environment
Logam). Jakarta: Universitas Indonesia Press. Program.
Darsono, Valentinus. 1995. Pengantar Ilmu Lingkungan.
Yogyakarta: Penerbit Universitas Atmajaya Jurnal
Yogyakarta. Dharmawan, Arya Hadi, dkk. 2004. Ali, Azwar, Soemarno, Mangku Purnomo. 2013. “Kajian
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata Kualitas Air dan Status Mutu Air Sungai Metro di
Pemerintahan Sumberdaya Alam (Decentralized Kecamatan Sukun Kota Malang.” Jurnal Bumi
Natural Resources Management and Governance Lestari,Volume 13 No. 2, Agustus 2013, hlm. 265–
System): Daerah Aliran Sungai Citanduy. Pusat 274.
Studi Pembangunan, Institut Pertanian Bogor Dharmawan, Arya Hadi. 2005. “Sistem Tata
Bekerjasama dengan Partnership for Governance Pemerintahan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Reform in Indonesia UNDP. di Daerah Aliran Sungai Citanduy Persfektif Politik
Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum dan Ekologi.” Jurnal Pusat Studi Pembangunan.
UNDP/UNCHS. 1997. Pengadaan Sarana dan Institut Pertanian Bogor.
Prasarana Kota di Indonesia. Jakarta. Masduqi, A., N. Endah, E. S. Soedjono, dan W. Hadi.
IPCC. 2007. Climate Change 2007: The Physical 2007. “Capaian Pelayanan Air Bersih Perdesaan
Science Basis. Cambridge: Cambridge University Sesuai Millennium Development Goals – Studi
Press, Cambridge, UK. Kasus Di Wilayah Das Brantas,” Jurnal Purifikasi,
Juha I. Uitto dan Asit K. Biswas. 2000. Water for Urban Vol. 8, No. 2, Desember 2007, hlm.: 115–120.
Areas: Challenges and Perspectives. Tokyo: McDonald, RI, et al. 2011. “Implications of Fast Urban
United Nations University Press. Growth for Freshwater Provision.” Ambio, 40 (5):
Kodoatie, Robert J. dan Roestam Sjarief. 2008. 437.
Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Prasetyo, Daniel Dwi. tt. “Analisis Kualitas Air Sungai
Yogyakarta: ANDI. Kalianyar Mojosongo.” Jurnal Kimia dan
Kodoatie, Robert J. Roestam Sjarief. 2010. Tata Ruang Teknologi. Volume 8 Nomor 1.
Air. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Dokumen
Linsley, Ray K, dan Yoseph B. Franzini. 1996. Teknik Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. 2015.
Sumber Daya Air. Jilid I. Jakarta: Erlangga. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun
Mays, Lary W. 1999. Water Distribution System Hand 2014.
Book. New York: Mc. Graw Hill. Dinas Kesehatan Kota Palembang. 2015. Profil
Mulyawan, Karim (editor). 2009. Ekspedisi Ciliwung: Kesehatan Kota Palembang Tahun 2014.
Laporan Jurnalistik Kompas. Jakarta: Penerbit Kementerian Lingkungan Hidup. Status Lingkungan
Buku Kompas. Hidup 2012.
Noerbambang, S. M., dan Morimura, Takeo. 1985.
Perancangan dan Pemeliharaan Sistem Plumbing. Koran
Jakarta: PT. Daimppon Gitakarya Printing. Akhmad Solihin, “Bencana Kelangkaan Air di
Prayitno, Muh Bambang, Sabaruddin. 2010. Potensi Perkotaan”, Harian Media Indonesia 17 Maret
Hidrologi Danau dan Lahan Gambut sebagai 2010.
Sumberdaya Air (Studi Kasus: Danau Air Hitam, Internet
Pedamaran, Oki), Jurusan Tanah Fakultas Pertanian “30 Penyakit ini Akibat Krisis Air Bersih”,
Universitas Sriwijaya, Prosiding Seminar Nasional, http://m.tempo.
13–14 Desember 2010. co/read/news/2011/09/07/060354927/30-Penyakit
Priyantoro, Dwi. 1991. Hidraulika Saluran Tertutup. IniAkibat-Krisis-Air-Bersih, diakses 19 Februari
Malang: Jurusan Pengairan Fakultas Teknik 2016.
Universitas Brawijaya. “5 Fakta Penting tentang Kondisi Air di Indonesia”,
Savitri, Rr Dita Nurul. 2009. Pengaruh Sanitasi http://www.womenshealth.co.id/article/5-fakta-
Lingkungan Sungai Terhadap Tingkat Kesehatan pentingtentang-kondisi-air-di-indonesia, diakses 19
Masyarakat Pinggir Sungai Musi Palembang. Februari 2016.
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah “Demi Air Bersih Berjalan Puluhan Kilometer”, http://
Palembang. sumsel.tribunnews.com/2015/09/17/demi-air-
Siagian, P. S. 1995. Teori Motivasi dan Aplikasinya. bersihberjalan-puluhan-kilometer, diakses tanggal
Jakarta: Rineka Cipta. 21 Oktober 2015.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang “Kondisi DAS Sumsel Kian Memprihatinkan”,
Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. http://www. kaganga.com/ budpar/ view/kondisi-
Studi Bank Dunia, 2008. Indonesia Urban Water, das-sumsel-kian-memprihatinkan. html, diakses 30
Sanitation And Hygiene Jawa Barat, DKI Jakarta, Maret 2016.
Banten. USAID. “LaporanAnak Sungai Kota Palembang 2012”, https:
Sularso, dan Harou Tahara. 2000. Pompa dan //www.academia.edu/9773539/Laporan_Sungai_A
Kompresor. Jakarta: PT. Pradnya Paramitha. nak_ su ngai_Kota_Palembang_2012, diakes 26
Susanta, Gatot, Hari Sutjahjo. 2007. Akankah Indonesia Februari 2016.
Tenggelam Akibat Pemanasan Global? Jakarta: “Makalah Pencemaran Sungai Musi”, http://www.
Niaga Swadaya. academia.edu/12323355/Makalah_Pencemaran_
Swyngedouw, Erik. 2004. Social Power and the Sungai_ Musi, diakses 30 Maret 2016.
Urbanization of Water: Flow of Power. Oxford “PDAM Tirta Musi Defisit Air Bersih”, http://sumsel.
University Press. tribunnews.com/2015/09/28/pdam-tirta-musi-
Tom Gardner-Outlaw and Robert Engelman. 1997. defisitair-bersih, diakses tanggal 21 Oktober 2015.
Sustaining Water, Easing Scarcity: A Second diakses tanggal 26 Maret 2016.
“Pemko Palembang Segera Normalisasi Sungai “Terpaksa Gunakan Air Kotor”, https://lemabang.
Bendung”, http://beritapagi.co. id/2016/04/10/ wordpress.com/2015/08/25/terpaksa-gunakan-air-
pemko-palembang-segera-normalisasi-sungai- kotor/, diakses 20 Februari 2016.
bendung. html, diakses 11 April 2016. Abrori, Mufti. 2007. “Makalah Manusia dan Lingkungan
“Pencemaran Sungai Ciptakan Krisis Air di Sumsel”, Ilmu Sosial Budaya Dasar”,
http://sumsel.tribunnews.com/2016/03/22/ http://www.academia.edu
pencemaran-sungai-ciptakan-krisis-air-di-sumsel, /8397048/Makalah_Manusia_dan_Lingkungan_ilm
diakes 26 Februari 2016. u_ sosial_budaya_dasar, diakses tanggal 24
“Pendahuluan”, http://repository.usu.ac.id/bitstream/ Februari 2016.
123456789/25321/5/Chapter%20I.pdf, diakses Pujiastuti, Peni. 2010. “Persepsi Masyarakat Terhadap
tanggal 26 Februari 2016. Pengendalian Pencemaran Perairan Waduk Gajah
“Sumsel Terancam Krisis Air”, http://www.koran- Mungkur Wonogiri.”
sindo.com/news.php?r=6&n=102&date=2016-03- http://124.40.252.4/snatkii/16. pdf, diakses tanggal
23, diakses 20 Februari 2016. 26 Februari 2016.
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)

Budaya Pemanfaatan Sungai Deli Sebagai Tempat Pembuangan Limbah


Kotoran dan Rumah Tangga Kelurahan Bahari Kota Medan

Sriwidari Zulfa1), Hidayat Amsani2), Fikarwin Zuska1)*

1)
Antropologi Sosial, Program Pasca Sarjana Unimed, Indonesia.
2)
Antropologi Sosial, Program Pasca Sarjana Unimed, Indonesia.
3)
Antropologi Sosial, Program Pasca Sarjana Unimed, Indonesia.
Corresponding author: E-mail : swidarizulfa@gmail.com

Abstrak

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui budaya pemanfaatan Sungai Deli oleh penduduk bantaran
Sungai Deli dengan memperlihatkan cara-cara mereka memberlakukan limbah rumah tangga, dan
berMCK. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan etnografi dan
tekhnik pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara. Hasil dari penelitian ini menjelaskan
tentang perilaku warga bantaran Sungai Deli yang tinggal dalam wilayah pemukiman illegal dalam
melakukan aktifitas MCK di sungai sekaligus menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan limbah
rumah tangga. Aktifitas-aktifitas yang bertujuan menjaga kebersihan diri dan kesehatan seperti mandi
dan mencuci piring serta pakaian dilakukan di sungai sekaligus tempat mereka membuang limbah
kotoran dan rumah tangga dan tentunya mempengaruhi kesehatan. Hal tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor terutama faktor ekonomi, dimana adanya keterbatasan warga untuk membangun
sarana prasana yang semestinya serta untuk pindah dari bantaran Sungai Deli.

Kata Kunci: Pemanfaatan, Perilaku, Pemukiman Bantaran Sungai

Abstract

This paper aims to find out the culture of the use of Sungai Deli by showing the ways they treat
household waste and do MCK. The research method used is a qualitative method with an ethnographic
approach and data collection techniques using observation and interviews. The results of this study
explain the behavior of residents on the banks of Sungai Deli who live in illegal settlement areas in
carrying out toilet activities in the river as well as making the river a place for household waste disposal.
Activities aimed at maintaining personal hygiene and health, such as bathing and washing dishes and
clothes, are carried out in the river as well as a place where they dispose of waste and household waste
and of course affect health. This is due to several factors, especially economic factors, where there are
limitations for residents to build proper facilities and to move from the banks of Sungai Deli.

Keywords: Utilization, Behavior, Riverbank Settlements


Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)

I. PENDAHULUAN

Profil kesehatan Indonesia tahun 2017 mengungkapkan sebanyak 97 juta atau 37%
dari penduduk Indonesia hingga saat ini belum memiliki akses terhadap air minum yang
layak. 120 juta atau 47% penduduk belum memiliki akses terhadap sanitasi yang layak, dan
51 juta penduduk masih melakukan praktek buang air besar (BAB) sembarangan di sungai,
laut, atau di permukaan tanah. Hal tersebut menjadi sebuah indikator, bahwa perilaku sehat
dan lingkungan sehat belum terlakoni.
Kajian-kajian mengenai kesehatan banyak dikaji dalam bidang budaya karena
masalah-masalah kesehatan bukan saja semata-mata masalah medis, melainkan juga
masalah sosial-budaya. Kebersihan sangat mendukung peningkatan kesehatan. Namun di
beberapa wilayah di Indonesia pengelolaan limbah secara tepat masih belum terpenuhi
sehingga masih banyak wilayah dengan kondisi sanitasi yang buruk. Hal itu dapat
berdampak langsung pada penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat,
sehingga menjadi permasalahan tersendiri dan menghambat proses peningkatan derajat
kesehatan di Indonesia. Pemanfaatan sungai sebagai sarana MCK sekaligus tempat
pembuangan limbah rumah tangga tentu mencemari sungai, dan imbasnya kembali pada
warga bantaran sungai, yang mana sungai akan menjadi sarana penyebaran penyakit.
Pemukiman bantaran sungai adalah salah satu masalah yang masih terus dihadapi oleh
sebagian Kota besar di Indonesia juga beberapa Negara berkembang lainnya.
Sungai merupakan salah satu tempat berkembangnya pola kebudayaan karena ia
menjadi salah satu sumber hidup manusia. Mendirikan hunian di dekat sumber air atau
bantaran sungai dianggap sebuah langkah bertahan di tengah kesulitan ekonomi bagi warga
dengan kondisi pendapatan rendah. Sanitasi buruk apabila tidak diatasi dan terus berlanjut,
tidak hanya berdampak pada penyebaran penyakit, tapi juga berperan dalam meningkatkan
angka stunting pada anak.Sebab lingkungan yang penuh tekanan dapat menyebabkan
pengasuhan yang kurang optimal pada anak. Selanjutnya, stunting pada anak akan
menyebabkan penurunan kualitas sumber daya manusia dan kembali menyebabkan
rendahnya kemampuan ekonomi. Pola inilah yang terus terbentuk hingga menyebabkan
sulitnya keluar dari kehidupan di bantaran sungai tersebut.
Relevan dengan pendapat bahwa kawasan permukiman bantaran sungai di beberapa
tempat di Indonesia, memikul beban yang sangat berat sehubungan dengan tingkat
kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan sumber daya alamnya yang
intensif sehingga kualitas lingkungannya semakin menurun dengan indikasi meningkatnya
kejadian tanah longsor, erosi, banjir, sedimentasi, kekumuhan dan penurunan kualitas
kesehatan penduduk. Hal ini mencerminkan bahwa kelestarian sungai ditentukan oleh pola
perilaku masyarakat, keadaan sosial ekonomi dan tingkat pengelolaan yang erat kaitannya
dengan pengaturan kelembagaan (Natsir, 2016:200).
Sungai meskipun sebagai salah satu sarana pemenuhan kebutuhan, namun juga
dimanfaatkan sebagai sarana pembuangan limbah sampah, limbah kotoran dan limbah
rumah tangga. Pemanfaatan sungai sebagai tempat pembuangan limbah sudah menjadi
budaya bagi penduduk bantaran sungai. Pemanfaatan sungai seperti demikian tidak hanya
merusak kualitas sungai tapi juga menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem yang mana
akan
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)

merugikan penduduk bantaran sungai itu sendiri karena ketidakseimbangan ekosistem pada
akhirnya akan menyebabkan penyakit.
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif dengan metode etnografi dariSpradlayuntuk memahami dan
mengungkapkan tentang permasalahan yang diangkat dan hendak diteliti oleh peneliti.
metode etnografi yangdigunakan oleh peneliti adalah di kenal dengan nama, Developmental
Research Sequence atau Alur Penelitian Maju Bertahap dan tujuan utamanya adalah
memahami pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli(native’s point of view),
sehingga data yang dikumpulkan adalah data kualitatif. (Spredley, 1997:3)
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara dan
observasi partisipasi dengan pengamatan sistematis dari aktivitas manusia dan pengaturan
fisik dimana kegiatan tersebut berlangsung secara terus menerus dari fokus aktivitas bersifat
alami untuk menghasilkan data lapangan. Studi pustaka digunakan dalam pengumpulan
data-data melalui sumber buku-buku, jurnal, tesis, desertasi dan media internet.

II. HASIL DAN PEMBAHASAN


Kelurahan Belawan Bahari adalah salah satu Kelurahan yang berada di Kecamatan
Medan Belawan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang berkembang sebagai daerah
nelayan, jasa perdagangan dan permukiman. Penduduk Kelurahan Belawan Bahari adalah
masyrakat yang heterogen yang terdiri dari banyak etnis. Namun, heterogenitas tersebut
tidak menimbulkan konflik bahkan menimbulkan harmoni yang serasi yang ditandai dengan
tidak adanya perselisihan antar etnis, bahkan menimbulkan rasa toleransi antar sesama
dalam lingkungan masyarakat Kelurahan Belawan Bahari. Sebagian penduduk Kelurahan
Bahari adalah penduduk yang tinggal di pemukiman bantaran Sungai Deli.
Konsep budaya adalah sentral dalam antropologi. Ketika kita berbicara tentang
budaya, yang dimaksud adalah cara hidup yang diikuti oleh kelompok tertentu. "Budaya" juga
berarti karakteristik unik manusia di mana penggunaan dan misi simbol, bahasa, nama dan
kategori, ritual, aturan, dan lainnya. Perilaku terpelajar memainkan peran yang sangat penting
dalam adaptasi manusia. Meskipun banyak sifat perilaku manusia jelas memiliki dasar
biologis, pola budaya dikategorikan sebagai atribut yang dibagi, dipelajari, dan nonbiologis,
berbeda dengan sifat-sifat genetik yang diprogram secara biologis
Sementara meminjam secara bebas dari berbagai pendekatan, landasan teoretis dari tema ini
adalah ekologi kesehatan. Kerangka kerja ini tidak menentukan lingkungan, faktor mental
menjaga kesehatan, tetapi menekankan bahwa lingkungan harus dipertimbangkan. Menyadari
bahwa perubahan dalam suatu ekosistem sering memengaruhi kesehatan.(McElroy dan
Townsend, 2009:14).
Ketika membahas ekologi kesehatan, maka berkaitan dengan pertanyaan dasar yaitu
bagaimana cara manusia bertahan hidup di lingkungan tersebut, bagaimana mereka
mengatasi kelaparan dan penyakit, sumber daya apa yang membantu mereka berurusan
dengan masalah yang mempengaruhi kesehatan mereka, apakah sumber daya dibatasi oleh
batas etnis dan kelas, apakah populasi pertumbuhan, dan seberapa cepat akan melebihi
sumber dayanya jika
pertumbuhan tidak diperiksa. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini mencerminkan
hubungan antar komunitas, lingkungan, dan kesehatan.
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)

Pemukiman bantaran Sungai Deli adalah pemukiman yang didirikan oleh


masyarakat tanpa perizinan resmi atau ilegal. Ada aturan-aturan pemerintah yang
menegaskan bahwa dilarangnya bermukim di bantaran sungai. Masyarakat secara
“terpaksa” membangun hunian di bantaran sungai dikarenakan tuntutan faktor ekonomi.
Para warga bantaran Sungai Deli sendiri rata-rata termasuk dalam kategori ekonomi
menengah ke bawah dengan sebagian besar mata pencaharian warga bantaran sungai adalah
sebagai nelayan, buruh atau usaha kaki lima.
Pemukiman bantaran Sungai Deli sendiri merupakan pemukiman dengan kondidi
lingkungan yang kurang baik dikarenakan perilaku-perilaku pemanfaatan sungai yang
buruk. Masih banyak bahkan sebagian besar rumah yang didirikan di bantaran Sungai Deli
Medan Belawan tidak memiliki kamar mandi atau toilet yang layak. Kegiatan MCK
dilakukan di pinggir sungai dengan mendirikan toilet yang terbuat dari terpal di atas sungai
dengan saluran pembuangan langsung ke sungai. Tidak hanya itu saja, kegiatan mencuci
peralatan makan dan pakaian juga dilakukan dipinggir sungai dan menggunakan air sungai.
Tidak ada fasilitas air bersih untuk berMCK.
Bagi warga bantaran sungai, Sungai Deli menjadi salah satu sumber air bagi warga.
Sungai Deli memenuhi kebutuhan air untuk segala kegiatan sehari-sehari dan juga
kebutuhan mata pencaharian warga bantaran sungai yaitu mencari ikan. Tinggal di bantaran
sungai merupakan langkah bertahan dari sulitnya ekonomi warga dimana banyak biaya
hidup yang tidak harus dikeluarkan dengan tinggal di pemukiman bantaran sungai. Biaya
hidup yang dimaksud misalnya biaya sewa apabila dibandingkan dengan menyewa rumah,
tidak mengeluarkan biaya lahan apabila dibandingkan dengan membangun rumah di
wilayah lain, pajak bangunan, biaya air PAM dan lainnya.
Pemukiman bantaran Sungai Deli di kelurahan bahari kecamatan Medan Belawan
salah satunya dilatarbelakangi oleh adanya keterbatasan ekonomi warga. Dengan minimnya
pendapatan ekonomi, banyak warga baik dari luar Kota maupun dari Medan Belawan
memutuskan untuk mencari tempat tinggal yang praktis untuk didapatkan serta minim
biaya. Daerah-daerah tersebut merupakan lahan kosong milik pemerintah, seperti bantaran
sungai.
Bagi warga bantaran Sungai Deli yang memiliki keterbatasan ekonomi, tinggal di
pemukiman bantaran sungai sangat membantu kehidupan. Seperti diketahui, sebagian besar
warga yang tidak tinggal di pemukiman bantaran Sungai Deli bebas biaya pajak tempat
tinggal, biaya listrik dan air.Hal tersebut dikarenakan sumber air yang melimpah yang
didapatkan secara Cuma-Cuma yaitu air sungai.
Dalam teori ekologi bahwa manusia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan
hidupnya. Ia membentuk dan terbentuk oleh lingkungan hidupnya. Dengan demikian
lingkungan pinggir laut dengan sungainya sengaja dipilih agar mudah dalam memenuhi
kehidupan sehari-hari karena berdekatan dengan sumber air dan sumber bahan makanan
serta sumber mata pencaharian.
Perilaku untuk menjaga dan mengupayakan kebersihan atau Perilaku hidup bersih
sehat adalah perilaku yang mengacu pada suatu usaha-usaha pencegahan penyakit dengan
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)

melenyapkan atau mengendalikan faktor-faktor risiko lingkungan yang merupakan mata


rantai penularan penyakit.
Hal tersebut tentunya dapat terwujud tidak hanya dengan peran warga pemukiman
bantaran sungai saja, namun juga harus dengan adanya kerjasama antara warga pemukiman
bantaran sungai, pemerintah, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga medis dan petugas
penyuluh kesehatan.
Sanitasi mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan
yang bebas dari resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia,
melalui pemukiman antara lain rumah tinggal dan asrama atau yang sejenisnya, melalui
lingkungan kerja antra perkantoran dan kawasan industry atau sejenis. Sedangkan upaya
yang harus dilakukan dalam menjaga dan memelihara kesehatan lingkungan meliputi
seluruh tempat kita tinggal/bekerja. Dan usaha-usaha yang tercakup dalam perilaku sanitasi
adalah;
1. Penyediaan air bersih/air minum (water supply)

2. Pengolahan makanan (food sanitation)

3. Pengolahan sampah

4. Pembuangan Kotoran Manusia dan Limbah Rumah Tangga

Salah satu faktor yang mendasari Perwujudan perilaku adalah pengetahuan serta
nilai- nilai yang melekat pada individu tersebut. Pengetahuan dan nilai-nilai tersebut
merupakan acuan bagi warga masyarakat dalam melakukan berbagai tindakan termasuk
melakukan aktivitas mandi, cuci, kakus serta pembuangan sampah, kotoran dan limbah
rumah tangga yang dilakukan di sungai. Begitu juga dengan kondidi lingkungan
pemukiman bantaran Sungai Deli saat ini. Pengetahuan adalah informasi yang diketahui
atau disadari oleh seseorang yang muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal
budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau
dirasakan sebelumnya. Pengetahuan yang hanya didasarkan pada penekanan pengetahuan
tapi tidak menekankan pada pengalaman biasanya akan mudah terlupakan.
Jenjang pendidikan tidak dapat mereprentasikan dan menjadi tolak ukur
pengetahuan warga masyarakat secara umum. Namun, tidak dapat dipungkiri dunia
pendidikan menjadi salah satu sarana awal ditanamkannya nilai-nilai mengenai kebersihan
dan kesehatan selain keluarga dan lingkungan sekitar suatu individu. Persepsi seseorang
terhadap suatu objek sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalamannya terhadap
objek yang bersangkutan. Pengetahuan dan pengalaman tersebut salah satunya didapatkan
dari pendidikan.
Pemahaman mengenai apa itu bersih dan sehat menurut para informan pemukiman
bantaran Sungai Deli pun beragam. Pemahaman mengenai bersih dan sehat tentu saling
berkaitan dan penting untuk dipahami. Bagaimana pola hidup bersih untuk mewujudkan
lingkungan yang baik dengan tujuan kesehatan.
Misalnya dalam dunia kesehatan, bersih merupakan indikator dari ukuran tersendiri
dan tentu terukur sebagai medis, namun bersih bagi masyarakat bantaran sungai tidak sama
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)
dengan persepsi medis. Sementara baik dari segi medis dan sosial-budaya keduanya juga
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)

penting. Sehingga banyak pengobatan-pengobatan dalam kesehatan yang tidak


menggunakan pendekatan sosial-budaya mengalami kegagalan. Oleh karena itu, begitu pula
dalam memahami dan mewujudkan bersih kita juga harus menggunakan pendekatan sosial
budaya.
Perilaku bersih didefinisikan sebagai suatu tindakan pemeliharaan kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis yang disengaja dalam
pembudayaan hidup bersih. Namun sebagian penduduk pemukiman bantaran sungai
mengartikan bersih secara sederhana seperti keadaan dimana tubuh tidak kotor atau
melakukan usaha-usaha yang menjauhkan kotoran yang kasat mata atau terlihat seperti
mandi, cuci tangan, menyapu rumah, mencuci pakaian, menyikat gigi dan sebagainya untuk
mencapai suatu kebersihan.
Proses mandi bagi penduduk bantaran sungai yang dilakukan di sungai adalah suatu
bentuk menjaga kebersihan. Meskipun hal tersebut tidak selaras dengan konsep bersih bagi
tenaga medis atau persepsi masyarakat lainnya yang menganggap air sungai kotor dan tidak
layak digunakan untuk mandi atau mencuci peralatan makan dan pakaian. Namun konsep
bersih yang dikonstruksi oleh penduduk Bantaran Sungai Deli air sungai sama dengan air
pada umumnya yaitu sarana untuk membersihkan diri dan mencuci.
Tatanan dan pola perilaku individu yang khas dalam suatu masyarakat dipandang
sebagai suatu representasi sekaligus pembentuk karakter yang khas dari suatu masyarakat.
Begitu pula karakter warga bantaran sungai yang sudah terbentuk dalam memanfaatkan
sungai. Karakter yang telah terbentuk itu pula disebut budaya pemanfaatan sungai.
Budaya pemanfaatan sungai sudah terbentuk sekian lamanya. Budaya pemanfaatan
sungai dimulai oleh penduduk yang pertama kali tinggal di bantaran Sungai Deli hingga
kemudian terus diikuti oleh penduduk lainnya yang tinggal di bantaran Sungai Deli maupun
anggota keluarga nya secara turun temurun. Budaya pemanfaatan sungai sebagan tempat
pembuangan limbah pun juga diwarisi secara turun temurun.

Pemanfaatan sungai

a. Mandi

Mandi merupakan salah satu perilaku dengan tujuan agar lebih sehat.Penduduk
bantaran Sungai Deli sebagian besar tidak memiliki kamar mandi yang layak yang berada di
dalam rumah. Kamar mandi yang digunakan sangat sederhana yaitu berupa bilik mandi
yang berada di belakang terpisah dari rumah berukuran 1x1 m, berdindingkan terpal dan
tidak tertutup bagian atasnya.
Bilik inipun hanya dipergunakan oleh orang tua saja untuk buang air besar. Para
orang tua dan anak-anak biasanya mandi langsung di sungai. Para anak-anak biasanya
mandi berbarengan disungai sebagai rutinitas kebutuhan bersih sekaligus sarana bermain
bagi anak- anak.

“iya kami semua (anak-anak dan orang tua) mandi di sungai ini lah memang dari dulu pun
udah biasa mandi situ(sungai) orang memang kamar mandi gaada, gaada pakek pakek air
pam jugak jadi di sungei lah”kata Masitah (53)
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)

Sejak pertama kali tinggal di pemukiman bantaran Sungai Deli dan pertama kali
membangun rumah disitu penduduk memang tidak membuat kamar mandi karena dari awal
memang sudah menganggap bahwa tinggal di pinggir sungai artinya sungai merupakan
salah satu bagian dari rumah itu sendiri dimana kebutuhan air dan aktifitas lainnya
dilakukan di sungai.

b. mencuci

Mencuci juga menjadi salah satu kegiatan serta kebutuhan penduduk bantaran
Sungai Deli yang menggunakan air sungai. Baik rutinitas mencuci pakaian maupun mencuci
piring semuanya dilakukan dipinggir sungai dan menggunakan air sungai.
Kata mencuci menurut KBBI memiliki arti membersihkan suatu benda
menggunakan air atau benda cair seperti sabun dan sejenisnya. Namun pada kenyataannya
mencuci pakaian dan piring serta peralatan rumah tangga lainnya di sunggai belum terjamin
kebersihannya melihat bagaimana sungai sudah tercemar oleh limbah sambah dan limbah
rumah tangga lainnya.Penduduk bantaran Sungai Deli yang pada umumnya belum memiliki
kamar mandi ataupun tempat mencuci yang khusus serta tidak memiliki sumber air lainnya
tidak punya pilihan selain tetap mencuci di sungai.

“kami biasa memang nyucinya di sungai karna enak nyucinya gampang puas pakek air
nya gadak repotnya lah bilas tinggal bilang gakpala isi-isi air dulu, lebih enak daripada
kalok dikamar mandi kamar mandi” Kata Zaitun (37).
Zaitun mengaku nyaman melakukan kegiatan mencuci pakaian dan mencuci piring
meskipun ia dan semua penduduk pemukiman melakukan MCK di Sungai serta menjadikan
sungai sebagai tempat pembuangan limbah sampah. Ia dan penduduk lain tidak merasakan
risih karena sudah terbiasa melakukannya.

“gakada jijik-jijik atau risih-risih lah dek, karena memang udah terbiasa. Ya bagi kami
ya airnya bersih aja orang namanya air mengalir ya bersih aja insyaAllah. Lagipula
kalau gak pake air itu(sungai) pun ya mau nyuci dimana lagi. Ha ha ha(sambil
tertawa)” Kata Sariah (40).
Mencuci di sungai bagi penduduk memang sudah hal lumrah dan biasa dilakukan
sekaligus ada nada keterpaksaan yang dilontarkan. Mencuci di sungai bagi penduduk
bantaran Sungai Deli memang sudah menjadi kebiasaan dan tradisi namun juga
dilatarbelakangi oleh tidak adanya pilihan lain sebagai alternatif untuk mencuci.

c. Buang air
WC atau kamar mandi pada dasarnya bukan lagi sebagai barang mahal dan langka
terutama di Kota besar seperti Medan sehingga keberadaan WC untuk membuang kotoran
(buang air besar) sangat diperlukan sebagai sarana untuk menjaga kebersihanMenurut
UNICEF (1999) perilaku buang air besar sembarangan atau tidak pada tempatnya seperti di
sungai, ladang, kebun, ataupun dibungkus plastik yang biasa disebut WC terbang menjadi
potensi sumber penyakit ke manusia karena di dalam kotoran terdapat berjuta-
jutamikroorganisme. Dengan tidak buang air besar di sembarang tempat dapat
mengurangi pencemaran air oleh limbah manusia serta mengurangi pencemaranlingkungan.
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)

Bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman


menyebabkan permasalahan terkait pembuangan kotoran manusia. Bila seorang yang
normal diperkirakan menghasilkan kotoran rata-rata sehari 330 gram dan menghasilkan air
seni 970 gram, bisa dibayangkan kotoran manusia akan menjadi permasalahan sangat besar
bagi kesehatan (Depkes RI, 2001).
Penduduk menganggap biasa saja orang buang air besar ke sungai karena perilaku
tersebut sudah menjadi kebiasaan di tempatnya sehingga mereka bersikap netral dan
menjadikan perilaku buang air besar ke sungai sebagai hal yang lumrah.
“Disini kami kan memang gak ada yang punya kamar mandi dalam rumah macam
biasa, gak ada WC ya jadi ke sungai lah. Rata semua disini begitu dari jaman dulu-
dulu pun yang tinggal disini ya (buang air) ke sungai” Kata zaitun (37).

d. Pembuangan Kotoran Manusia dan Limbah Rumah Tangga

Pembuangan Kotoran Manusia dan Limbah Rumah Tangga terkait dengan kegiatan
MCK penduduk bantaran sungai. Dari hasil penelitian di lapangan, ditemukan bahwa
hampir seluruh aktivitas MCK penduduk pemukiman bantaran Sungai Deli Kelurahan
bahari Kecamatan Medan Belawan dilakukan di Sungai.Seperti yang sudah dibahas
sebelumnya bahwa hampir seluruh penduduk bantaran Sungai Deli kelurahan Bahari tidak
memiliki toilet atau kamar mandi didalam rumah. Oleh karena itu seluruh penduduk baik
orang tua maupun anak-anak mandi dan buang air di Sungai. Begitu pula dengan limbah air
sisa mencuci baik mencuci piring dan pakaian langsung dibuang di Sungai.
Ditinjau dari sudut kesehatan, kotoran manusia merupakan masalah yang sangat
penting, karena jika pembuangannya tidak baik maka dapat mencemari lingkungan dan
akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan manusi. Penyebaran penyakit yang bersumber
pada kotoran manusia (feces) dapat melalui berbagai macam cara. Disamping dapat
langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, air, tanah, serangga (lalat, kecoa,
dan sebagainya), dan bagian-bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja dari
seseorang yang sudah menderita suatu penyakit tertentu merupakan penyebab penyakit bagi
orang lain. Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya
pertambahan penduduk, akan mempercepat penyebaran penyakitpenyakit yang ditularkan
lewat tinja. Penyakit-penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain tipus,
disentri, kolera, bermacam-macam cacing (cacing gelang, cacing kremi, cacing tambang,
cacing pita), schistosomiasis, dan sebagainya.
Untuk mencegah atau mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka
pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran
harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Beberapa penyakit yang dapat
disebarkan oleh tinja manusia antara lain tipus, disentri, kolera, bermacam cacing dan
sebagainyaDengan berbagai resiko penyakit tersebut, idealnya pembuangan tinja/ kotoran
itu harus ditempat yang khusus dan menggunakan sarana yang benar yaitu jamban menuju
ke “septic tank”. Namun hal tersebut tidak terjadi sebagaimana mestinya karena memang
lokasi tempat tinggal tidak memadai untuk pembuatan “septic tank” dan tidak ada yang
membangun toilet dengan alasan faktor ekonomi dan juga efisiensi dalam penggunaan air
sungai.Dengan tidak tersedianya WC ataupun jamban, bantuan pembangunan jamban atau
WC bukan
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)

merupakan solusi dari pemerintah yang harus dilakukan, karna hal tersebut tidak
menghilangkan ataupun mengurangi masalah sanitasi yang lainnya.

e. Pembuangan limbah sampah


Pengolahan sampah (refuse disposal), meliputi cara pembuangan sampah, peralatan
pembuangan sampah dan cara penggunaannya. Sampah bagi sebagian besar masyarakat kita
adalah benda yang semestinya segera dienyahkan dari pandangan, tidak dipakai lagi serta
tidak disenangi. Penanganan Sampah di masyarakat bervariasi mulai dari dibakar, dibuang
ketempat sampah pribadi kemudian diangkut oleh pengangkut sampah dari petugas
kebersihan pemerintah dan sebagainya.Menurut Depkes RI (2001), membakar sampah
sangat tidak dianjurkan dari sisi kesehatan karena polusi udara yang ditimbulkan tetapi
membakar sampah ternyata sering dilakukan oleh penduduk karena mudah dilakukan
(praktis) dan ekonomis.
Selain membakar sampah, pembuangan sampah langsung ke sungai juga menjadi
perilaku penanganan sampah oleh penduduk bantaran Sungai Deli. Sampah yang telah
dikumpulkan lalu kemudian dibuang ke sungai. Tentu saja hal ini menimbulkan masalah
pada lingkungan karena sampah dibuang tidak pada tempat yang seharusnya. Sungai yang
seharusnya dijaga dan dirawat dan air nya dapat dipergunakan sebagai sarana pemenuhan
kebutuhan dan membersihkan diri malah dijadikan tempat pembuangan sampah terbesar
seperti dokumentasi peneliti ke salah satu rumah penduduk.

Gambar. Kondisi belakang rumah penduduk yang penuh sampah berserakan


Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sampah yang berasal dari sungai ketika
pasang tertinggal dibagian belakang rumah penduduk dan hal tersebut tentu sangat
mengganggu kebersihan pemukiman bantaran.Namun perlu diketahui bahwa sampah
tersebut justru bukan sampah penduduk bantaran Sungai Deli kelurahan bahari saja,
meskipun kebiasaan membuang sampah di sungai dilakukan oleh penduduk bantaran
Sungai Deli kelurahan bahari. Sampah-sampah tersebut adalah limbah hasil perilaku
pengolahan sampah yang salah yang dilakukan hampir sebagian besar penduduk
pemukiman bantaran sungai dari mulai daerah hulu sungai hingga hilir sungai. Sampah-
sampah tersebut adalah wujud dan dampak dari dari degradasi nilai-nilai dan pemahaman
mengenai kebersihan bagi penduduk pemukiman bantaran sungai.
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)

Selain limbah sampah penduduk pemukiman bantaran sungai, “sumbangan”


sampah yang sangat besar juga diberikan oleh pabrik-pabrik, usaha-usaha industri yang
kurang bertanggung jawab bahkan BUMN milik pemerintah. Ada juga sistem pengolahan
sampah yang menurut peneliti merupakan sistem pengolahan sampah yang benar yaitu
sampah dikumpulkan di satu lokasi kemudian diambil oleh petugas kebersihan setempat
pada waktu tertentu. Sayangnya sistem ini tidak berjalan di semua tempat, termasuk di
pemukiman bantaran Sungai Deli.
Pengaruh sampah sendiri terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak
langsung. Pengaruh langsung karena adanya kontak langsung, misalnya dengan jenis
sampah beracun ataupun sarang kuman dan bakteri yang bisa saja terjadi kontak fisik
dengan anak- anak secara tidak sengaja. Sedangkan Pengaruh tidak langsung dapat
ditimbulkan akibat penumpukan sampah sehingga menghambat drainase yang dapat
mengakibatkan banjirkhususnya di musim penghujan. Perilaku buang sampah sembarangan
adalah refleksi perilaku masyarakat, khususnya perlakuan terhadap sampah yang masih
tidak baik.
Membahas bagaimana suatu kelompok masyarakat membangun sebuah pemukiman
liar di bantaran sungai karena alasan ekonomi mungkin merupakan pilihan yang harus
diambil sebangai bentuk adaptasi dan upaya untuk bertahan hidup. Namun suatu pola
perilaku pemanfaatan sungai adalah hal berbeda yang dapat berubah. Tatanan dan pola
perilaku individu yang khas dalam suatu masyarakat dipandang sebagai suatu representasi
sekaligus pembentuk karakter yang khas dari suatu masyarakat. Begitu pula karakter warga
bantaran sungai yang sudah terbentuk dalam memanfaatkan sungai.
Suatu kondisi lingkungan yang terbentuk di suatu wilayah merupakan wujud peran
orang banyak serta untuk kepentingan orang banyak pula baik di wilayah itu sendiri
maupun di wilayah lainnya. Sehingga untuk menciptakan suatu lingkungan yang baik
diperlukan kerjasama antar berbagai elemen masyarakat termasuk pemerintah, penyuluh
kesehatan maupun penduduk pemukiman itu sendiri sehingga dengan kerjasama yang baik
dapat tercipta lingkungan yang baik pula.
Pemanfaatan air sungai yang tidak tepat, memiliki dampak terjadinya
ketidakseimbangan ekosistem dimana ketidakseimbangan ekosistem tersebut juga
menyebabkan penyakit sebagaimana pernyataan Mc Elroy dan Townsend bahwa stimulus
penyakit yang langsung dapat dideteksi secara klinis mungkin virus, kekurangan vitamin,
atau parasit usus, tetapi penyakit itu sendiri pada akhirnya merupakan bagian dari rantai
faktor yang terkait dengan ketidakseimbangan ekosistem. Kedua, kesehatan dan penyakit
berkembang dalam satu set sistem fisik, biologis, dan budaya yang terus-menerus saling
mempengaruhi. Ketiga, lingkungan bukan hanya habitat fisik, tanah, udara, air, dan tempat
kita tinggal dan bekerja, tetapi juga lingkungan yang dibangun secara budaya: jalan dan
bangunan, pertanian dan taman, permukiman kumuh dan pinggiran kota (McElroy dan
Townsend, 2009:30).Dari pernyataan tersebut dapat kita ketahui bahwa penyakit yang
disebabkan oleh virus, kekurangan vitamin, ataupun parasit usus merupakan mata rantai dari
disebabkan oleh ketidakseimbangan ekosistem, selain itu pernataan tersebut juga
menyatakan bahwa kesehatan dan penyakit merupakan suatu sistem fisik, biologis dan
budaya yang terus menerus saling mempengaruhi. Budaya dalam hal ini termasuk juga
kebiasaan-kebiasaan perilaku penduduk sehari-hari yang secara terus-menerus
mempengaruhi kesehatannya.
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)

Pemanfaatan air yang tidak tepat akibat kurangnya sarana dan prasarana juga
berdampak pada masalah kesehatan selain diare yaitu seperti infeksi trachoma dan cacingan
juga Scabies atau bermacam penyakit kulit. Hampir sebagian besar Informan, anaknya
sedang mengalami penyakit kulit. Penyakit kulit yang umumnya terjadi pada anak yang
tinggal di pemukiman kumuh khususnya pemukiman bantaran sungai tidak terlalu dianggap
sebagai permasalahan serius bagi para orang tua. Penyakit kulit dianggap penyakit umum
yang biasa dialami anak-anak karena aktivitas anak yang suka bermain ditempat kotor dsan
penyakit kulit ini dianggap tidak menyebabkan kematian.
Namun meskipun penyakit kulit tidak menyebabkan kematian, penyakit kulit dengan
gejala yaitu rasa gatal yang menyengat akan mengganggu kenyamanan anak dan
mengganggu aktifitas anak. Rasa gatal akan semakin parah di malam hari dan akan
mengurangi kualitas tidur anak. Kualitas tidur yang kurang baik juga berpengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan anak. Belum lagi penyakit gatal akan mengganggu
aktifitas anak dalam mengenyam pendidikan.
Masyarakat Pemukiman bantaran Sungai Deli mempunyai persepsi dan beraksi
terhadap sakit dan bagaimana tipe pelayanan kesehatan yang akan dipilih. Hal itu perlu
diteliti untuk mengetahui mengenai budaya dan keadaaan sosial di komunitas tempat
tinggal mereka.
Pilihan perobatan yang dilakukan oleh kebanyakan informan di Bantaran Sungai
Deli adalah perobatan alami yang dilakukan sendiri di rumah dengan menggunakan resep-
resep turun temurun dari orang tua dahulu. Apabila tingkat sakit yang dialami lebih parah
maka warga akan ke Bidan terdekat untuk berobat. Namun, tidak ada yang memilih rumah
sakit atau dokter sebagai tujuan awal untuk melakukan perobatan ketika sakit.
Dari hasil penelitian di lapangan, kondisi yang mengacu pada kesehatan ibu dan bayi
adalah jumlah kematian bayi. Dalam profil kesehatan puskesmas belawan, angka kematian
bayi yang tercatat adalah nol. Namun pada saat dilakukan wawancara terhadap tenaga
kesehatan setempat, Ia mengatakan bahwa jumlah kematian bayi cukup tinggi dan sering
terjadi. Pada warga bantaran Sungai Deli sendiri, sebagian besar informan memiliki riwayat
meninggalnya salah satu anak pada saat usia bayi atau balita. Dari informasi tersebut, dapat
dilihat bahwa kematian anak usia dini di Pemukiman bantaran Sungai tidak jarang terjadi.
Namun sulit untuk menyimpulkan apa penyebab pasti dari meninggalnya anak dari
informan karena minimnya pengetahuan informan mengenai penyakit dan gangguan
kesehatan khususnya bayi. Selain kesehatan ibu dan anak, kekurangan gizi atau malnutrisi
adalah kasus yang sering terjadi di pemukiman dengan kondisi ekonomi menengah ke
bawah. McElroy mengatakan bahwa “Nutrition is heavily determined by ecology and
economics.” Yang maksudnya adalah bahwa Nutrisi sangat ditentukan oleh ekologi dan
ekonomi.

III. SIMPULAN
Perilaku pemanfaatan sungai di Pemukiman Bantaran Sungai Deli Kelurahan Bahari
dapat dikatakan tidak tepat. Hal itu dikarenakan warga Pemukiman Bantaran Sungai Deli
melakukan aktifitas pemanfaatan Sungai yang menurunkan kualitas lingkungan. Perilaku
Masyarakat daerah Bantaran sungai tersebut memiliki andil dalam pencemaran pada sungai
serta dalam jangka panjang akan merugikan orang banyak karena bisa memicu terjadinya
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)

banjir. Tidak hanya dampaknya pada lingkungan, Perilaku masyarakat pemukiman Bantaran
sungai Juga sangat berdampak pada kesehatan Warga bantaran Sungai. Kondisi sanitasi
Sungai Deli Kelurahan Bahari dipengaruhi antara lain faktor ekonomi, Pendidikan maupun
sosial budaya. Faktor-faktor tersebut saling terkait diantaranya adalah kurangnya
Pemahaman dan pengetahuan warga mengenai sanitasi, kurangnya kesadaran, keterbatasan
sarana dan prasarana dari pemerintah, serta kurangnya sosialisasi dan pandangan mengenai
lingkungan dan dampaknya bagi kesehatan.
Hal ini sebagai dasar permasalahan yang perlu segera dibenahi. Kekuatan terbesar
dalam suatu perubahan yang signifikan akan terjadi bila perilaku masyarakat dapat diubah.
Perilaku dapat terbentuk dengan dorongan dari lingkungan maupun individu. Dorongan
terbesar pada perubahan presepsi dan perilaku dipengaruhi oleh lingkungan. Sedangkan
faktor individu dipengaruhi oleh intelegensi, pengalaman pribadi, sifat kepribadian dan
motivasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahimsa, Shri Heddy. 1997.Sungai dan Air Ciliwung, sebuah kajian etnoekologi. Jakarta:
Prisma
Anderson Barbara, G. & Foster, George. M. 1986. Antropologi Kesehatan. Jakarta: Penerbit
Univerrsitas Indonesia
Benedict, Ruth. 1980. Patterns of Culture. Boston: Houghton Mifflin Co.
Emerson, Fretz. &linda L.Shaw. 1995. Writing Etnography Fieldnotes. Chicago and London
: The University Of Chicago Press.
Kiefer, Christie W. 2007. Doing Health anthropology: Research Methods
for CommunityAssessment and Change. Newyork: Springer Publishing Company,
LLC.
McElroy, Ann& Patricia K Townsend. 1985. Medical Anthropology in Ecological
Perspective. USA: Westview Press.
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muslimin, H. 2019. Perilaku Antropologi Sosial Budaya dan Kesehatan. Yogyakarta:
Deepublish Publisher
Pelly, Usman. 1994. Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan
Mandailing. Jakarta: LP3ES.
Spradley, P. James. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana Spradley,P.James.
1980. Participant Observation. Minnesota: Holt, Rinehart and Winston
Suparlan, Parsudi.2004. Masyarakat & Kebudayaan PerKotaan Perspektif. Jakarta : Penerbit
YPKIK.
T.O Ihromi. 2006. Pokok-Pokok Antropologi Budaya, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Van
Voorst, Roanne. 2018. Tempat Terbaik di Dunia (Pengalaman Seorang Antropolog
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)

Tinggal Di Kawasan Kumuh Jakarta). Jakarta: Gajah Hidup.


Wilce, James M. 2003. Social and Culturals Lives of Immune Systems. Newyork: Routledge
Womack, Mary. 2010. The Anthropology of health and Healing. United Kingdom: Altamira
Press.
Siregar, Leonard. 2002. ANTROPOLOGI DAN KONSEP KEBUDAYAAN. Jayapura. Jurnal
Antropologi Papua Universitas Cendrawasih. 1(1).
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)
Djoht, Djekky R. 2002. Penerapan Ilmu Antropologi Kesehatan dalam Pembangunan Kesehatan
Masyarakat. Jayapura. Jurnal Antropologi Papua Universitas Cendrawasih.1(1)
Ernawati, Dedi M Hilman dan Weishaguna. 2003. Problema Hubungan Antaretnik dalam
Kerangka Pemanfaatan Ruang Publik. Universitas Islam Bandung Jurnal ETHOS, 1(2) Nasikin,
Muhammad. 2007. Pemanfaatan Sungai Jajar Sebagai Sarana Mandi, Cuci, dan Kakus, Studi
Kasus Terhadap Perilaku Masyarakat di Kelurahan Singorejo Kecamatan
Demak Kabupaten Demak. Tesis. Semarang: Tesis. Program Pascasarjana UNNES. Bolo,
Andreas Doweng. Hendrikus Endar Suhendar. 2012. Potret Kebudayaa Masyarakat
Penghuni Bantaran Sungai Citarum: Studi kasus di Desa Citereup-Kec. Dayeuhkolot. Tesis.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Prahayangan
Natsir, Sofyan. 2016. Rencana Pengelolaan Sanitasi Lingkungan disekitar Aliran Sungai Mangolo
Kabupaten Kolaka. Kendari: Tesis. Program Pascasarjana Universitas Halu Oleo.
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)

Anda mungkin juga menyukai