DI SUSUN OLEH :
TAHUN 2021
I. PENDAHULUAN
Kawasan tepi sungai merupakan kawasan tempat bertemunya daratan dan air sungai.
(Lesteri, 2012). Sungai merupakan aliran yang besar dan memanjang yang mengalir
secara terus menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Suwondo (2004) memberi
pengertian bahwa sungai merupakan suatu bentuk ekosistem aquatic yang mempunyai
peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air
(catchment area) bagi daerah sekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat
dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan sekitarnya. Di Indonesia
masalah kebersihan daerah aliran sungai selalu menjadi polemik yang berkembang.
Masyarakat masih menganggap sungai sebagai halaman belakang yang dipandang
sebagai tempat pembuangan, sehingga perlu adanya perubahan pola pikir untuk
menjadikan sungai sebagai halaman depan yang harus dijaga dan dipelihara.
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks yang mempengaruhi
kesejahteraan masyarakat yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain diluar
kesehatan itu sendiri seperti masalah kesejahteraan, pola pikir, serta perilaku masyarakat.
Perilaku masyarakat merupakan penyebab paling besar terhadap kerusakan lingkungan
(Soekidjo, 2003). Faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun
kesehatan masyarakat. Untuk hal ini Hendrik L. Blum menggambarkan adanya empat
faktor yang mempengaruhi kesehatan, yaitu : keturunan, lingkungan,perilaku, dan
pelayanan kesehatan. Ruang lingkup kesehatan lingkungan daerah aliran sungai antara
lain mencakup pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan
sampah, pembuangan air kotor (air limbah), dan lain sebagainya.
Penurunan kualitas lingkungan dalam hal ini degridasi air adalah dampak dari limbah
buangan yang belum diolah ke badan sungai yang tidak terkendali. Tingginya aktivitas
pembangunan di sepanjang sungai menyebabkan daya dukung sungai terhadap polutan
tidak sesuai. Berdasarkan Supartiwi (2014) bahwa sekitar 60 hingga 70 persen
pencemaran sungai disebabkan oleh limbah domestik, sedangkan limbah yang dapat
diolah hanya 6,1 persen. Walaupun penurunan pencemaran sungai akibat limbah industri
telah mencpai 40 persen, tingginya konteribusi limbah rumah tangga menyebabkan
sungai masih terus tercemar. Berdasarkan uraian tersebut, penting untuk dilakukan
analisis mendalam mengenai bagaimana perilaku masyarakat yang bermukim di dekat
sungai dan pengaruhnya terhadap kualitas air sungai tersebut karena kunci keberhasilan
dari pelestarian sumber daya alam adalah adaanya partisipasi aktif dari masyarakat
setempat.
Kota Palembang mempunyai 108 sungai. Terdapat lima buah sungai yang dapat
dilayari yaitu Sungai Musi, Sungai Ogan, Sungai Komering, Sungai Keramasan, dan
Sungai Terusan. Sungai Musi melintasi Kota Palembang sepanjang 15 km, kedalaman 8–
12 m dengan lebar berkisar 220–313 m. Sedangkan panjang total Sungai Musi adalah 750
km, sungai terpanjang di Pulau Sumatera dengan hulu di Kepahiang Provinsi Bengkulu,
dan bermuara di kawasan Sungsang di Selat Bangka. Sungai lainnya yang melintasi Kota
Palembang tidak sepanjang dan selebar Sungai Musi. Sejak tiga tahun terakhir,
kekeruhan air dari Sungai Musi meningkat. Kekeruhan terjadi di puncak musim hujan,
dari tingkat kekeruhan ratarata 60–200 nephelometer turbidity unit (NTU) menjadi 1.200
NTU pada puncak musim hujan. Tingginya kekeruhan ini diduga karena sedimentasi
yang bertambah parah pada musim hujan. Partikel lumpur banyak yang terbawa dari hulu
yang akhirnya terakumulasi di hilir. Akibat kekeruhan yang tinggi ini PDAM Tirta Musi
terpaksa mengurangi produksi air bersihnya hingga 50 persen dari produksi ratarata
harian (Kompas, 22 April 2015).
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui penyediaan air bersih di
Provinsi Sumsel baik melalui pemipaan maupun nonpemipaan dan mengetahui gambaran
kualitas dan kuantitas air permukaan khususnya air sungai dihubungkan dengan kualitas
kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar sungai. Tujuan lainnya adalah untuk
mengetahui persepsi masyarakat dalam penggunaan dan pemanfaatan air bersih. Dengan
demikian tulisan ini diharapkan bermanfaat bagi pengambil kebijakan dalam penyediaan
air bersih dan pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan
lingkungan dan kesehatan masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
kualitatif. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara dengan stakeholder terkait dan
juga pustaka pendukung. Sedangkan data terkait perilaku dan persepsi masyarakat
dilakukan dengan penyebaran kuesioner kepada masyarakat yang bertempat tinggal di
sekitar sungai yang berada di Kota Palembang Provinsi Sumsel. Kuesioner kemudian
dioleh secara kuantitatif untuk mengetahui perilaku masyarakat terkait pengunaan air
bersih.
Terkait dengan kondisi dan kualitas perairan di Indonesia, hasil pemantauan yang
dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dari tahun 2008–2012 menunjukkan
kualitas air sungai cenderung menurun, terutama di Pulau Jawa dan Sumatera. Sumber
utama pencemar berasal dari aktivitas domestik yang terlihat dari parameter organik
(proporsi BOD/COD dan kandungan Coliform), terutama di Maluku, Sulawesi Tenggara
dan Sumatera Utara yang sebagian besar memiliki kandungan organik melebihi baku
mutu, yaitu 25 mg/l (Status Lingkungan Hidup 2012, 2013:24). Sedangkan kualitas air
danau yang juga dapat menjadi sumber air bagi manusia– berdasarkan pemantauan yang
dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup pada 15 danau utama pada tahun 2011
menunjukkan sebagian besar masuk dalam kategori eutrof (kondisi terestrial daerah
tangkapan air terancam dan kondisi sempadan danau terancam) (Status Lingkungan
Hidup 2012, 2013:27). Sedangkan untuk air tanah, di beberapa akuifer di kota-kota besar
di Pulau Jawa (Jakarta, Semarang, Surabaya) pengambilan air tanah telah melampaui
batas daya dukungnya yang berakibat terjadi intrusi air laut dan penurunan elevasi muka
tanah. Ketidaktersediaan sistem sanitasi dan pengolah limbah industri yang baik, juga
telah mengakibatkan terjadinya pencemaran air tanah dan sungai oleh buangan air rumah
tangga dan industri, terutama di musim kemarau.
Dari segi pencemaran, tingkat pencemaran Sungai Musi berada di skala sedang
dan berat. Selain keruh, air Sungai Musi juga kadang-kadang berbau. Bau busuk ini
berasal dari limbah pasar yang mengalir dari Sungai Aur yang bermuara ke Musi. Tingkat
pencemaran ini diketahui dari pengujian Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumsel di 72
lokasi Sungai Musi di Palembang dan sekitarnya. Tingkat pencemaran ini meningkat
dalam lima tahun terakhir. Zat pencemar tersebut diduga berasal dari aktivitas rumah
tangga, industri ataupun pembusukan sampah di sepanjang Sungai Musi. Intrusi air laut
ke Sungai Musi juga semakin parah karena debit air di muara yang lemah dan kerusakan
hutan mangrove di kawasan pesisir (Kompas, 22 April 2015). Sekitar 70 persen air
Sungai Musi tercemar limbah rumah tangga, sedangkan sisanya 30 persen tercemar
limbah perusahaan atau industri. Berdasarkan hasil pengujian 6 dari 10 anak sungai yang
airnya diteliti ternyata kualitas baku mutu sungai terus menurun.
lembang selain penurunan kualitas air sungai adalah banjir. Banjir yang kerap
melanda Palembang dan sekitarnya, penyebabnya adalah anak sungai yang seharusnya
mengalirkan air secara lancar, justru sudah tidak berbentuk lagi, sudah tertutup dan
tertimbun tanah sejajar dengan jalan. Selain itu, kadar lainnya yang melebihi baku mutu
adalah kandungan minyak dan lemak. Dari hasil analisis Praptiani (2012) menunjukkan
bahwa kandungan minyak dan lemak pada sungai Bendung telah melebihi baku mutu
yang ditetapkan yaitu 1 mg/l. Relatif tingginya kandungan minyak dan lemak di perairan
anak sungai Bendung tersebut diperkirakan disebabkan oleh limbah domestik dan limbah
kegiatan di sekitar pinggiran sungai seperti adanya bengkel dan perdagangan.
Kuesioner disebarkan kepada penduduk yang tinggal di sekitar Sungai Bendung
Kota Palembang. Sungai Bendung dipilih mengingat posisinya yang sangat strategis
terkait dengan pola drainase di Kota Palembang dan kualitasnya airnya sudah tidak sesuai
dengan baku mutu. Responden sebanyak 35 orang dengan gambaran responden sebagai
berikut: Usia responden bervariasi, dan hampir merata pada level usia antara 20–40
tahun, dan 50–60 tahun. Jenis kelamin sebagian besar laki-laki (60 persen) dan
perempuan (40 persen). Pekerjaan sebagaian besar buruh (37 persen), disusul ibu rumah
tangga (23 persen) dan kemudian swasta (20 persen). Dilihat dari jenis pendidikan,
sebagian besar merupakan lulusan SD (43 persen), kemudian SLTA (26 persen) dan
SLTP (23 persen), adapun yang telah mengecap perguruan tinggi hanya delapan persen.
Berdasarkan gambaran tersebut, terlihat bahwa responden sangat beragam, baik dari segi
usia, pekerjaan dan pendidikan dengan jumlah laki-laki dan perempuan relatif sebanding.
Sedangkan dilihat dari jenis pendidikan, sebagaian besar berpendidikan dasar (SD–SMP)
hanya delapan persen yang pernah mengecap pendidikan tinggi.
Gambaran pemanfaatan sumber air untuk berbagai keperluan baik itu keperluan
pokok (makan, minum, mencuci dan mandi) maupun keperluan tambahan seperti
mencuci kendaraan dan menyiram tanaman. Sebagian dari warga dibantaran sungai sudah
menggunakan sumur gali, dan PDAM, tetapi tidak banyak juga yang menggunakan air
sungai untuk bahan baku. Namun demikian masih ada sebagian kecil responden yang
menggunakan air sungai untuk kepentingan MCK (7,5 persen), dan mencuci pakaian (5
persen). Hal ini menunjukkan bahwa air sungai yang ada sudah tidak layak lagi
digunakan sebagai sumber air bersih, baik untuk mandi, memasak apalagi air minum.
Sebagian besar responden sudah mengetahui bahwa air sungai sudah tidak layak
digunakan, tetapi masih saja digunakan de
Dampak dari menurunnya kualitas air di daerah tersebut salah satunya adalah
timbulnya berbagai penyakit yang berbasis lingkungan seperti diare. Berdasarkan data
Profl Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan dan Kota Palembang menunjukkan bahwa
kasus diare di daerah tersebut relatif meningkat dari tahun ke tahun. Kondisi air bersih
dan sungai yang sedemikian turut memengaruhi persepsi masyarakat terhadap air sungai.
Berdasarkan hasil kuesioner terhadap masyarakat yang tinggal di pinggir sungai,
menunjukkan bahwa sungai sudah tidak layak dijadikan sebagai sumber air minum
maupun air bersih seperti memasak. mandi. dan mencuci. Responden setuju bahwa
memperbaiki kualitas air sungai sangat penting, termasuk menjaganya dari berbagai
sumber pencemar. Sikap masyarakat terhadap kebersihan air sungai terbentuk melalui
proses pembelajaran kondisi instrumental, yang mendorong lahirnya sikap positif mereka
terhadap kebersihan air sungai. Sikap ini kemudian memunculkan kesadaran masyarakat
untuk melakukan upaya-upaya perbaikan terhadap kondisi air sungai. Namun demikian,
sebagai sumber air minum, responden masih mempercayai bahwa air kemasan lebih
aman digunakan daripada air sumur apalagi air sungai.
Jurnal 3 :
Judul : Pengaruh Perilaku Masyarakat Terhadap Kualitas Air Di Sungai Sekanak
Kota Palembang
Penulis : Herda Sabriyah Dara Kospa, dan Rahmadi
Tahun terbit : Vol 17, No 2 2019: 212-221
Nama Jurnal : Jurnal Ilmu Lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
Kospa, H.S.D., dan Rahmadi. Pengaruh Perilaku Masyarakat Terhadap Kualitas Air Di
Suryani A.S. Persepsi Masyarakat Dalam Pemanfaatan Air Bersih (Studi Kasus Masyarakat
Pinggir Sungai Di Palembang). Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI. 7(1): 33-48.
Yunida M.S. 2018. Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Budaya Dengan Perilaku
Penggunaan Air Sungai. The Indonesia Journal Of Public Health. 13(2): 232-243.
LAMPIRAN JURNAL
ABSTRACT
Diarrhea is one of the most common infectious diseases. It has related three factors such ass environment, food and
contact with an infected person. One of the environmental factor of diarrhea is the domestic water use behavior.
The main objective of this study was to analyse the relation between knowledge, atitude and habit to domestic water
use behavior in Martapura 2 Public Health Center, work area Pasayangan Selatan Village, sub-district of
Martapura, Banjar, South Kalimantan Province. Case control study design was used in this study. The population
of the study were all diarrhea patients in Martapura 2 Public Health Center work area from february 2017 until
february 2018. The Lemeshow was used to determine research sample size. The study sample consisted of 45 case
diarrhea patients and 45 control non diarrhea patient. Samples were taken from all eligible cases and controls on
specified inclusion and exclusion criteria. Data will analysed use Chi Square. Based on the results of this study
comparing between case group and control group, most of the respondents in the case group have knowledge in
poor knowledege was 25 people (55.6%) and the control group in good knowledge that was 35 people (77.8) with
Chi Square, all p < 0,001. Attitudes of respondents in the case group were in the not good category is 26 people
(58.0%) and control group in good category that was 32 people (71,1%) with (p value 0,000 in case and control
0,004). Utilitation habit respondents in the case group were in the non-existent category of 26 persons (57.8%) and
the control group in the category of no 37 people (82.2%) with (p value in case 0.006 and control 0.000).
Conclusively, the variable of knowledge, attitude and habit have very significant relation on the group of case and
control.
Keyword: diarrhea, water use behavior, knowledge
ABSTRAK
Salah satu penyakit menular yang paling sering terjadi adalah diare. Diare memiliki tiga faktor yang erat kaitannya
dengan lingkungan, makanan serta kontak dengan orang yang terinfeksi. Salah satu faktor lingkungan penyebab
diare adalah perilaku penggunaan air sungai. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan
pengetahuan, sikap dan budaya terhadap perilaku penggunaan air sungai di wilayah kerja Puskesmas Martapura 2,
studi di Desa Pasayangan Selatan Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kasus kontrol. Populasi penelitian adalah seluruh penderita diare di wilayah kerja
Puskesmas Martapura 2 dari February 2017 sampai Februari 2018. Pengambilan sampel penelitian menggunakan
rumus Lemeshow. Sampel penelitian terdiri dari 45 responden kasus diare dan 45 responden control bukan pasien
diare. Sampel diambil dari semua yang memenuhi syarat kasus dan kontrol pada kriteria inklusi dan eksklusi yang
telah ditetapkan. Analisis data menggunakan Chi Square. Berdasarkan hasil penelitian membandingkan antar
kelompok kasus dan kontrol, sebagian besar responden pada kelompok kasus memiliki pengetahuan pada kategori
tidak tahu yaitu 25 orang (55,6%) dan kelompok kontrol pada kategori tahu yaitu 35 orang (77,8) dengan Chi
Square, keduanya p < 0,01. Sikap responden pada kelompok kasus berada pada kategori kurang baik yaitu 26 orang
(58,0%) dan kelompok kontrol pada kategori baik yaitu 32 orang (71,1%) dengan (p-value pada kasus 0,000 dan
pada kontrol 0,004). Utilitation habit responden pada kelompok kasus berada pada kategori tidak ada yaitu 26 orang
(57,8%) dan kelompok kontrol pada kategori tidak ada 37 orang (82,2%) dengan (p-value pada kasus 0,006 dan
kontrol 0,000). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah variabel pengetahuan, sika dan budaya terdapat hubungan
yang bermakna pada kelompok kasus dan kontrol.
Kata kunci: diare, perilaku penggunaan air sungai, pengetahuan
©2018 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl13il.2018. 232-243 Received 3 May 2018, received in revised form 19
May 2018 , Accepted 21 May 2018 , Published online: Decembe
Abstract: South Sumatera Province, with Palembang as its capital, was formerly an area with abundant water resources
due to the many rivers that cross the region. But now the area is often lacking clean water because of the declining
capacity of the environment and pollution of the river. This paper aims to examine the water quality of the river in
Palembang linked to the health of the community, and also to find out the perception of the people who live along the
rivers in the utilization of clean water. Quantitative methods used by distributing questionnaires to people living along the
rivers in Palembang. Results of some research from various sources and papers showed that the pollution level in the Musi
River and some tributaries have caused declining potential of clean water in the area. Another effect is the reduced level of
public health with a variety of environment-based diseases. Results of the questionnaire showed that the river water is no
longer worthy of use as a source of clean water, either as a source of drinking, cooking, or washing perceived people. The
community considers that improving the quality of the river and community participation in the management of the river is
a thing that needs to be done.
Keywords: clean water, river pollution, people perception.
Abstrak: Provinsi Sumatera Selatan dengan ibukota provinsinya Palembang semula adalah daerah dengan sumber air yang
melimpah karena banyaknya sungai yang melintasi wilayah tersebut. Namun kini daerah tersebut kerap mengalami
kesulitan air bersih karena menurunnya daya dukung lingkungan dan pencemaran sungai. Tulisan ini bertujuan untuk
menelaah kualitas air sungai di Palembang dihubungkan dengan derajat kesehatan masyarakat, dan juga untuk mengetahui
persepsi masyarakat yang tinggal di pinggir sungai dalam pemanfaatan air bersih. Metoda kuantitatif dilakukan dengan
menyebarkan kuesioner kepada masyarakat yang tinggal di pinggir sungai di Palembang. Hasil telaahan dari berbagai
sumber menunjukkan bahwa tingkat pencemaran di Sungai Musi dan beberapa anak sungainya telah menyebabkan potensi
air bersih di daerah tersebut berkurang. Dampak lainnya adalah menurunnya derajat kesehatan masyarakat dengan
timbulnya berbagai penyakit berbasis lingkungan. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa masyarakat mempersepsikan air
sungai sudah tidak layak lagi digunakan sebagai sumber air bersih, baik itu sebagai sumber air minum, memasak, mencuci
dan sebagainya. Masyarakat menganggap bahwa perbaikan kualitas sungai dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
sungai adalah hal yang perlu di dilakukan.
Kata kunci: air bersih, pencemaran sungai, persepsi masyarakat.
Hanya sebagian kecil masyarakat setuju jika air merupakan hal yang dipersepsikan positif, dan
sungai dapat dimanfaatkan untuk mandi, mencuci sebagian besar responden tidak menyetujui
dan tempat bermain anak-anak. Hal tersebut tindakan-tindakan yang dapat merusak kualitas air
menunjukkan bahwa persepsi sebagian besar sungai. Walaupun berdasarkan kuesioner, sebagian
responden terhadap air sungai sudah sangat tidak responden menunjukkan setuju untuk menjaga
baik. Sungai Bendung khususnya dianggap tidak kualitas sungai, namun pada kenyataannya masih
layak lagi dimanfaatkan sebagai sumber air bersih, banyak warga masyarakat yang tinggal di sekitar
baik itu untuk keperluan mencuci, memasak apalagi sungai yang membuang sampahnya ke sungai,
air minum. Demikian juga apabila dilihat dari terutama sampah domestik. Hal ini terjadi karena
penampakan fisik air sungai saat itu. Secara fisik terbatasnya kertersediaan sarana-prasarana
air nampak kotor, warnanya keruh dan tingkat pengelolaan sampah di wilayah tersebut.
sedimentasinya sangat tinggi. Di samping itu, Pengangkutan sampah oleh Dinas Kebersihan tidak
berdasarkan pengamatan langsung, kualitas air melayani sampai masyarakat yang bertempat
sungai juga sangat buruk mengingat ada beberapa tinggal di pinggir sungai, tempat sampah maupun
WC yang posisinya persis di pinggir sungai dan air TPS (Tempat Penampungan Sampah) pun tidak
buangannya langsung disalurkan ke sungai tanpa tersedia di daerah tersebut. Selama ini masyarakat
pengolahan apapun. mengelola sampahnya secara mandiri, belum ada
Mengingat kondisi tersebut di atas, penting upaya pengelolaan dan pemilahan sampah di
pula untuk mengetahui persepsi responden terkait sumber, dengan demikian, dampaknya sungai
pengelolaan air sungai. Hasil kuesioner terkait hal menjadi tempah sampah massal bagi masyarakat
itu dapat dilihat pada Tabel 3 berikut: yang kurang kesadarannya dalam menjaga kualitas
Sebagian besar responden setuju bahwa dan kebersihan lingkungan. Demikian juga,
memperbaiki kualitas air sungai sangat penting dan menurut pengakuan masyarakat di daerah tersebut,
warga perlu diberi kesadaran untuk turut menjaga mereka belum terakses program-program
kebersihan air sungai. Perilaku membuang kotoran pemerintah dalam bidang sanitasi, misalnya
ke sungai, membuang limbah MCK dan industri Sanimas (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat).
langsung ke sungai adalah hal yang tidak disetujui
oleh sebagian besar responden.
Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa
menjaga dan memperbaiki kualitas air sungai
Sehingga sebagian besar masyarakat di pinggir yang mengelola limbah cair di daerah tersebut.
sungai tersebut belum mempunyai MCK yang Nampaknya hal itu pula yang melatarbelakangi
bersih dan layak. Belum ada MCK komunal atau masih adanya limbah MCK yang dibuang langsung
Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) komunal ke sungai.
Kemudian berkaitan dengan persepsi Kondisi air bersih dan sungai yang
responden dalam hal pemanfaatan berbagai sumber sedemikian turut memengaruhi persepsi masyarakat
air untuk keperluan pokoknya dapat dilihat pada terhadap air sungai. Berdasarkan hasil kuesioner
Tabel 4 berikut: terhadap masyarakat yang tinggal di pinggir sungai,
Semua respoden setuju dan sangat setuju menunjukkan bahwa sungai sudah tidak layak
bahwa air kemasan dan air sumur lebih aman dijadikan sebagai sumber air minum maupun air
digunakan untuk masak dan minum daripada air bersih seperti memasak. mandi. dan mencuci.
sungai. dan juga setuju dan sangat setuju air sumur Responden setuju bahwa memperbaiki kualitas air
lebih aman digunakan untuk mandi daripada air sungai sangat penting, termasuk menjaganya dari
sungai (hanya 2,86 persen yang ragu-ragu). berbagai sumber pencemar. Sikap masyarakat
Kemudian terkait pemanfaatan air kemasan, terhadap kebersihan air sungai terbentuk melalui
sebagian besar responden setuju dan sangat setuju proses pembelajaran kondisi instrumental,
apabila air kemasan lebih aman untuk digunakan yangmendorong lahirnya sikap positif mereka
untuk memasak dan minum daripada air sumur, dan terhadap kebersihan air sungai. Sikap ini kemudian
ada 20 persen responden yang tidak setuju. memunculkan kesadaran masyarakat untuk
Berdasarkan wawancara langsung, memang ada melakukan upaya-upaya perbaikan terhadap kondisi
beberapa responden yang berpendapat bahwa air air sungai. Namun demikian, sebagai sumber air
sumur lebih aman digunakan untuk keperluan minum, responden masih mempercayai bahwa air
minum dan memasak daripada air kemasan, kemasan lebih aman digunakan daripada air sumur,
mengingat air sumur dimasak terlebih dahulu apalagi air sungai.
sebelum digunakan, dengan demikian mereka Saran
mempresepsikan kondisinya lebih aman dan bersih Untuk menjaga kualitas air sungai yang
untuk dikonsumsi. bersih, kontinyu dan memenuhi standar kesehatan
Berdasarkan pengolahan data kuesioner baik dari kualitas maupun kuantitas, perlu
tersebut terlihat bahwa air sungai bukan lagi diupayakan pengelolaan sungai dari mulai hulu
digunakan sebagai sumber air bersih oleh sampai dengan hilir. Di tingkat hulu, menjaga
masyarakat. Kondisi air sungai yang kotor ekosistem hutan dan sumber daya alam termasuk
membuat persepsi masyarakat dalam pemanfaatan tutupan lahan menjadi hal yang penting. Sedangkan
air sungai tersebut untuk berbagai keperluan pokok di tengah dan hilir, kualitas sungai perlu terus
menurun. Berbagai penyakit yang berkaitan dengan dijaga dengan meminimalisir tingkat pencemaran
penggunaan air yang kurang bersih kerap melanda lingkungan baik dari limbah domestik maupun
masyarakat. Hal tersebut nampaknya turut industri. Pengerukan di badan sungai maupun di
menambah makin enggannya masyarakat hilir memang dapat dilakukan untuk memperlancar
menggunakan air sungai untuk berbagai kebutuhan. aliran, namun hal tersebut bukan merupakan solusi
Penutup Simpulan jangka panjang, apabila beban pencemar dan
Permasalahan penyediaan air bersih di kerusakan lahan di hulu tetap dibiarkan.
Indonesia tidak hanya terbatas pada minimnya Peran serta masyarakat dalam menjaga
ketersediaan air baku karena terbatasnya daerah kualitas air sungai sangat penting, terlebih mereka
resapan air dan tingginya pencemaran air, tetapi sendiri yang terdampak apabila kualitas air sungai
juga pada cakupan layanan penyediaan air bersih menurun. Oleh karena itu promosi kesehatan untuk
yang pada kenyataannya belum dapat menjangkau berperilaku sehat dan menjaga lingkungan tetap
seluruh masyarakat. Seperti halnya masyarakat di bersih perlu dilakukan oleh institusi terkait. Namun
Kota Palembang Sumatera Selatan, masyarakat demikian, masyarakat pun perlu didukung oleh
yang sudah terlayani air bersih melalui perpipaan sarana prasarana lingkungan yang memadai,
baru sekitar 60 persen, selebihnya masyarakat misalnya sarana prasarana persampahan, MCK
berupaya mengakses air bersih melalui sumur gali yang sehat, dan juga sarana sanitasi lainnya.
dan sungai. Namun kondisi kualitas air sungai yang
makin menurun, salah satunya karena pencemaran DAFTAR PUSTAKA
lingkungan, menyebabkan potensi air bersih yang Buku
bersumber dari sungai sudah sangat berkurang. Boberg, Jill. 2005. Liquid Asset: How Demographic
Kekeruhan dan tingkat pencemaran Sungai Musi, Changes and Water Management Policies Affect
sebagai sungai terbesar di Palembang, terus Freshwater Resources. The Rand Corporation.
meningkat. Kondisi tersebut tidak hanya dialami Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan
Lingkungan. Cetakan 1. Palupi Widyastuti (editor).
oleh Sungai Musi, tetapi juga oleh anak sungai-
Jakarta: EGC.
anak sungai lainnya di sekitar Sungai Musi. Cholis, Nur. 2012. Pengaruh Pengetahuan dan Persepsi
Dampak dari menurunnya kualitas air di Masyarakat Terhadap Partisipasi Masyarakat
daerah tersebut salah satunya adalah timbulnya dalam Menanggulangi Pencemaran Sungai di
berbagai penyakit yang berbasis lingkungan seperti Kelurahan Kiduldalem Kecamatan Klojen Kota
diare. Berdasarkan data Profil Kesehatan Provinsi Malang, Skripsi Jurusan Geografi - Fakultas Ilmu
Sumatera Selatan dan Kota Palembang Sosial Universitas Negeri Malang.
menunjukkan bahwa kasus diare di daerah tersebut Clive Agnew and Philip Woodhouse. 2011. Water
relatif meningkat dari tahun ke tahun. Resources and Development. New York:
Routledge.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran Update. Washington DC: Population Action
(Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa International– Population and Environment
Logam). Jakarta: Universitas Indonesia Press. Program.
Darsono, Valentinus. 1995. Pengantar Ilmu Lingkungan.
Yogyakarta: Penerbit Universitas Atmajaya Jurnal
Yogyakarta. Dharmawan, Arya Hadi, dkk. 2004. Ali, Azwar, Soemarno, Mangku Purnomo. 2013. “Kajian
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata Kualitas Air dan Status Mutu Air Sungai Metro di
Pemerintahan Sumberdaya Alam (Decentralized Kecamatan Sukun Kota Malang.” Jurnal Bumi
Natural Resources Management and Governance Lestari,Volume 13 No. 2, Agustus 2013, hlm. 265–
System): Daerah Aliran Sungai Citanduy. Pusat 274.
Studi Pembangunan, Institut Pertanian Bogor Dharmawan, Arya Hadi. 2005. “Sistem Tata
Bekerjasama dengan Partnership for Governance Pemerintahan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Reform in Indonesia UNDP. di Daerah Aliran Sungai Citanduy Persfektif Politik
Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum dan Ekologi.” Jurnal Pusat Studi Pembangunan.
UNDP/UNCHS. 1997. Pengadaan Sarana dan Institut Pertanian Bogor.
Prasarana Kota di Indonesia. Jakarta. Masduqi, A., N. Endah, E. S. Soedjono, dan W. Hadi.
IPCC. 2007. Climate Change 2007: The Physical 2007. “Capaian Pelayanan Air Bersih Perdesaan
Science Basis. Cambridge: Cambridge University Sesuai Millennium Development Goals – Studi
Press, Cambridge, UK. Kasus Di Wilayah Das Brantas,” Jurnal Purifikasi,
Juha I. Uitto dan Asit K. Biswas. 2000. Water for Urban Vol. 8, No. 2, Desember 2007, hlm.: 115–120.
Areas: Challenges and Perspectives. Tokyo: McDonald, RI, et al. 2011. “Implications of Fast Urban
United Nations University Press. Growth for Freshwater Provision.” Ambio, 40 (5):
Kodoatie, Robert J. dan Roestam Sjarief. 2008. 437.
Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Prasetyo, Daniel Dwi. tt. “Analisis Kualitas Air Sungai
Yogyakarta: ANDI. Kalianyar Mojosongo.” Jurnal Kimia dan
Kodoatie, Robert J. Roestam Sjarief. 2010. Tata Ruang Teknologi. Volume 8 Nomor 1.
Air. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Dokumen
Linsley, Ray K, dan Yoseph B. Franzini. 1996. Teknik Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. 2015.
Sumber Daya Air. Jilid I. Jakarta: Erlangga. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun
Mays, Lary W. 1999. Water Distribution System Hand 2014.
Book. New York: Mc. Graw Hill. Dinas Kesehatan Kota Palembang. 2015. Profil
Mulyawan, Karim (editor). 2009. Ekspedisi Ciliwung: Kesehatan Kota Palembang Tahun 2014.
Laporan Jurnalistik Kompas. Jakarta: Penerbit Kementerian Lingkungan Hidup. Status Lingkungan
Buku Kompas. Hidup 2012.
Noerbambang, S. M., dan Morimura, Takeo. 1985.
Perancangan dan Pemeliharaan Sistem Plumbing. Koran
Jakarta: PT. Daimppon Gitakarya Printing. Akhmad Solihin, “Bencana Kelangkaan Air di
Prayitno, Muh Bambang, Sabaruddin. 2010. Potensi Perkotaan”, Harian Media Indonesia 17 Maret
Hidrologi Danau dan Lahan Gambut sebagai 2010.
Sumberdaya Air (Studi Kasus: Danau Air Hitam, Internet
Pedamaran, Oki), Jurusan Tanah Fakultas Pertanian “30 Penyakit ini Akibat Krisis Air Bersih”,
Universitas Sriwijaya, Prosiding Seminar Nasional, http://m.tempo.
13–14 Desember 2010. co/read/news/2011/09/07/060354927/30-Penyakit
Priyantoro, Dwi. 1991. Hidraulika Saluran Tertutup. IniAkibat-Krisis-Air-Bersih, diakses 19 Februari
Malang: Jurusan Pengairan Fakultas Teknik 2016.
Universitas Brawijaya. “5 Fakta Penting tentang Kondisi Air di Indonesia”,
Savitri, Rr Dita Nurul. 2009. Pengaruh Sanitasi http://www.womenshealth.co.id/article/5-fakta-
Lingkungan Sungai Terhadap Tingkat Kesehatan pentingtentang-kondisi-air-di-indonesia, diakses 19
Masyarakat Pinggir Sungai Musi Palembang. Februari 2016.
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah “Demi Air Bersih Berjalan Puluhan Kilometer”, http://
Palembang. sumsel.tribunnews.com/2015/09/17/demi-air-
Siagian, P. S. 1995. Teori Motivasi dan Aplikasinya. bersihberjalan-puluhan-kilometer, diakses tanggal
Jakarta: Rineka Cipta. 21 Oktober 2015.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang “Kondisi DAS Sumsel Kian Memprihatinkan”,
Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. http://www. kaganga.com/ budpar/ view/kondisi-
Studi Bank Dunia, 2008. Indonesia Urban Water, das-sumsel-kian-memprihatinkan. html, diakses 30
Sanitation And Hygiene Jawa Barat, DKI Jakarta, Maret 2016.
Banten. USAID. “LaporanAnak Sungai Kota Palembang 2012”, https:
Sularso, dan Harou Tahara. 2000. Pompa dan //www.academia.edu/9773539/Laporan_Sungai_A
Kompresor. Jakarta: PT. Pradnya Paramitha. nak_ su ngai_Kota_Palembang_2012, diakes 26
Susanta, Gatot, Hari Sutjahjo. 2007. Akankah Indonesia Februari 2016.
Tenggelam Akibat Pemanasan Global? Jakarta: “Makalah Pencemaran Sungai Musi”, http://www.
Niaga Swadaya. academia.edu/12323355/Makalah_Pencemaran_
Swyngedouw, Erik. 2004. Social Power and the Sungai_ Musi, diakses 30 Maret 2016.
Urbanization of Water: Flow of Power. Oxford “PDAM Tirta Musi Defisit Air Bersih”, http://sumsel.
University Press. tribunnews.com/2015/09/28/pdam-tirta-musi-
Tom Gardner-Outlaw and Robert Engelman. 1997. defisitair-bersih, diakses tanggal 21 Oktober 2015.
Sustaining Water, Easing Scarcity: A Second diakses tanggal 26 Maret 2016.
“Pemko Palembang Segera Normalisasi Sungai “Terpaksa Gunakan Air Kotor”, https://lemabang.
Bendung”, http://beritapagi.co. id/2016/04/10/ wordpress.com/2015/08/25/terpaksa-gunakan-air-
pemko-palembang-segera-normalisasi-sungai- kotor/, diakses 20 Februari 2016.
bendung. html, diakses 11 April 2016. Abrori, Mufti. 2007. “Makalah Manusia dan Lingkungan
“Pencemaran Sungai Ciptakan Krisis Air di Sumsel”, Ilmu Sosial Budaya Dasar”,
http://sumsel.tribunnews.com/2016/03/22/ http://www.academia.edu
pencemaran-sungai-ciptakan-krisis-air-di-sumsel, /8397048/Makalah_Manusia_dan_Lingkungan_ilm
diakes 26 Februari 2016. u_ sosial_budaya_dasar, diakses tanggal 24
“Pendahuluan”, http://repository.usu.ac.id/bitstream/ Februari 2016.
123456789/25321/5/Chapter%20I.pdf, diakses Pujiastuti, Peni. 2010. “Persepsi Masyarakat Terhadap
tanggal 26 Februari 2016. Pengendalian Pencemaran Perairan Waduk Gajah
“Sumsel Terancam Krisis Air”, http://www.koran- Mungkur Wonogiri.”
sindo.com/news.php?r=6&n=102&date=2016-03- http://124.40.252.4/snatkii/16. pdf, diakses tanggal
23, diakses 20 Februari 2016. 26 Februari 2016.
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)
1)
Antropologi Sosial, Program Pasca Sarjana Unimed, Indonesia.
2)
Antropologi Sosial, Program Pasca Sarjana Unimed, Indonesia.
3)
Antropologi Sosial, Program Pasca Sarjana Unimed, Indonesia.
Corresponding author: E-mail : swidarizulfa@gmail.com
Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui budaya pemanfaatan Sungai Deli oleh penduduk bantaran
Sungai Deli dengan memperlihatkan cara-cara mereka memberlakukan limbah rumah tangga, dan
berMCK. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan etnografi dan
tekhnik pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara. Hasil dari penelitian ini menjelaskan
tentang perilaku warga bantaran Sungai Deli yang tinggal dalam wilayah pemukiman illegal dalam
melakukan aktifitas MCK di sungai sekaligus menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan limbah
rumah tangga. Aktifitas-aktifitas yang bertujuan menjaga kebersihan diri dan kesehatan seperti mandi
dan mencuci piring serta pakaian dilakukan di sungai sekaligus tempat mereka membuang limbah
kotoran dan rumah tangga dan tentunya mempengaruhi kesehatan. Hal tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor terutama faktor ekonomi, dimana adanya keterbatasan warga untuk membangun
sarana prasana yang semestinya serta untuk pindah dari bantaran Sungai Deli.
Abstract
This paper aims to find out the culture of the use of Sungai Deli by showing the ways they treat
household waste and do MCK. The research method used is a qualitative method with an ethnographic
approach and data collection techniques using observation and interviews. The results of this study
explain the behavior of residents on the banks of Sungai Deli who live in illegal settlement areas in
carrying out toilet activities in the river as well as making the river a place for household waste disposal.
Activities aimed at maintaining personal hygiene and health, such as bathing and washing dishes and
clothes, are carried out in the river as well as a place where they dispose of waste and household waste
and of course affect health. This is due to several factors, especially economic factors, where there are
limitations for residents to build proper facilities and to move from the banks of Sungai Deli.
I. PENDAHULUAN
Profil kesehatan Indonesia tahun 2017 mengungkapkan sebanyak 97 juta atau 37%
dari penduduk Indonesia hingga saat ini belum memiliki akses terhadap air minum yang
layak. 120 juta atau 47% penduduk belum memiliki akses terhadap sanitasi yang layak, dan
51 juta penduduk masih melakukan praktek buang air besar (BAB) sembarangan di sungai,
laut, atau di permukaan tanah. Hal tersebut menjadi sebuah indikator, bahwa perilaku sehat
dan lingkungan sehat belum terlakoni.
Kajian-kajian mengenai kesehatan banyak dikaji dalam bidang budaya karena
masalah-masalah kesehatan bukan saja semata-mata masalah medis, melainkan juga
masalah sosial-budaya. Kebersihan sangat mendukung peningkatan kesehatan. Namun di
beberapa wilayah di Indonesia pengelolaan limbah secara tepat masih belum terpenuhi
sehingga masih banyak wilayah dengan kondisi sanitasi yang buruk. Hal itu dapat
berdampak langsung pada penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat,
sehingga menjadi permasalahan tersendiri dan menghambat proses peningkatan derajat
kesehatan di Indonesia. Pemanfaatan sungai sebagai sarana MCK sekaligus tempat
pembuangan limbah rumah tangga tentu mencemari sungai, dan imbasnya kembali pada
warga bantaran sungai, yang mana sungai akan menjadi sarana penyebaran penyakit.
Pemukiman bantaran sungai adalah salah satu masalah yang masih terus dihadapi oleh
sebagian Kota besar di Indonesia juga beberapa Negara berkembang lainnya.
Sungai merupakan salah satu tempat berkembangnya pola kebudayaan karena ia
menjadi salah satu sumber hidup manusia. Mendirikan hunian di dekat sumber air atau
bantaran sungai dianggap sebuah langkah bertahan di tengah kesulitan ekonomi bagi warga
dengan kondisi pendapatan rendah. Sanitasi buruk apabila tidak diatasi dan terus berlanjut,
tidak hanya berdampak pada penyebaran penyakit, tapi juga berperan dalam meningkatkan
angka stunting pada anak.Sebab lingkungan yang penuh tekanan dapat menyebabkan
pengasuhan yang kurang optimal pada anak. Selanjutnya, stunting pada anak akan
menyebabkan penurunan kualitas sumber daya manusia dan kembali menyebabkan
rendahnya kemampuan ekonomi. Pola inilah yang terus terbentuk hingga menyebabkan
sulitnya keluar dari kehidupan di bantaran sungai tersebut.
Relevan dengan pendapat bahwa kawasan permukiman bantaran sungai di beberapa
tempat di Indonesia, memikul beban yang sangat berat sehubungan dengan tingkat
kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan sumber daya alamnya yang
intensif sehingga kualitas lingkungannya semakin menurun dengan indikasi meningkatnya
kejadian tanah longsor, erosi, banjir, sedimentasi, kekumuhan dan penurunan kualitas
kesehatan penduduk. Hal ini mencerminkan bahwa kelestarian sungai ditentukan oleh pola
perilaku masyarakat, keadaan sosial ekonomi dan tingkat pengelolaan yang erat kaitannya
dengan pengaturan kelembagaan (Natsir, 2016:200).
Sungai meskipun sebagai salah satu sarana pemenuhan kebutuhan, namun juga
dimanfaatkan sebagai sarana pembuangan limbah sampah, limbah kotoran dan limbah
rumah tangga. Pemanfaatan sungai sebagai tempat pembuangan limbah sudah menjadi
budaya bagi penduduk bantaran sungai. Pemanfaatan sungai seperti demikian tidak hanya
merusak kualitas sungai tapi juga menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem yang mana
akan
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)
merugikan penduduk bantaran sungai itu sendiri karena ketidakseimbangan ekosistem pada
akhirnya akan menyebabkan penyakit.
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif dengan metode etnografi dariSpradlayuntuk memahami dan
mengungkapkan tentang permasalahan yang diangkat dan hendak diteliti oleh peneliti.
metode etnografi yangdigunakan oleh peneliti adalah di kenal dengan nama, Developmental
Research Sequence atau Alur Penelitian Maju Bertahap dan tujuan utamanya adalah
memahami pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli(native’s point of view),
sehingga data yang dikumpulkan adalah data kualitatif. (Spredley, 1997:3)
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara dan
observasi partisipasi dengan pengamatan sistematis dari aktivitas manusia dan pengaturan
fisik dimana kegiatan tersebut berlangsung secara terus menerus dari fokus aktivitas bersifat
alami untuk menghasilkan data lapangan. Studi pustaka digunakan dalam pengumpulan
data-data melalui sumber buku-buku, jurnal, tesis, desertasi dan media internet.
3. Pengolahan sampah
Salah satu faktor yang mendasari Perwujudan perilaku adalah pengetahuan serta
nilai- nilai yang melekat pada individu tersebut. Pengetahuan dan nilai-nilai tersebut
merupakan acuan bagi warga masyarakat dalam melakukan berbagai tindakan termasuk
melakukan aktivitas mandi, cuci, kakus serta pembuangan sampah, kotoran dan limbah
rumah tangga yang dilakukan di sungai. Begitu juga dengan kondidi lingkungan
pemukiman bantaran Sungai Deli saat ini. Pengetahuan adalah informasi yang diketahui
atau disadari oleh seseorang yang muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal
budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau
dirasakan sebelumnya. Pengetahuan yang hanya didasarkan pada penekanan pengetahuan
tapi tidak menekankan pada pengalaman biasanya akan mudah terlupakan.
Jenjang pendidikan tidak dapat mereprentasikan dan menjadi tolak ukur
pengetahuan warga masyarakat secara umum. Namun, tidak dapat dipungkiri dunia
pendidikan menjadi salah satu sarana awal ditanamkannya nilai-nilai mengenai kebersihan
dan kesehatan selain keluarga dan lingkungan sekitar suatu individu. Persepsi seseorang
terhadap suatu objek sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalamannya terhadap
objek yang bersangkutan. Pengetahuan dan pengalaman tersebut salah satunya didapatkan
dari pendidikan.
Pemahaman mengenai apa itu bersih dan sehat menurut para informan pemukiman
bantaran Sungai Deli pun beragam. Pemahaman mengenai bersih dan sehat tentu saling
berkaitan dan penting untuk dipahami. Bagaimana pola hidup bersih untuk mewujudkan
lingkungan yang baik dengan tujuan kesehatan.
Misalnya dalam dunia kesehatan, bersih merupakan indikator dari ukuran tersendiri
dan tentu terukur sebagai medis, namun bersih bagi masyarakat bantaran sungai tidak sama
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)
dengan persepsi medis. Sementara baik dari segi medis dan sosial-budaya keduanya juga
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)
Pemanfaatan sungai
a. Mandi
Mandi merupakan salah satu perilaku dengan tujuan agar lebih sehat.Penduduk
bantaran Sungai Deli sebagian besar tidak memiliki kamar mandi yang layak yang berada di
dalam rumah. Kamar mandi yang digunakan sangat sederhana yaitu berupa bilik mandi
yang berada di belakang terpisah dari rumah berukuran 1x1 m, berdindingkan terpal dan
tidak tertutup bagian atasnya.
Bilik inipun hanya dipergunakan oleh orang tua saja untuk buang air besar. Para
orang tua dan anak-anak biasanya mandi langsung di sungai. Para anak-anak biasanya
mandi berbarengan disungai sebagai rutinitas kebutuhan bersih sekaligus sarana bermain
bagi anak- anak.
“iya kami semua (anak-anak dan orang tua) mandi di sungai ini lah memang dari dulu pun
udah biasa mandi situ(sungai) orang memang kamar mandi gaada, gaada pakek pakek air
pam jugak jadi di sungei lah”kata Masitah (53)
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)
Sejak pertama kali tinggal di pemukiman bantaran Sungai Deli dan pertama kali
membangun rumah disitu penduduk memang tidak membuat kamar mandi karena dari awal
memang sudah menganggap bahwa tinggal di pinggir sungai artinya sungai merupakan
salah satu bagian dari rumah itu sendiri dimana kebutuhan air dan aktifitas lainnya
dilakukan di sungai.
b. mencuci
Mencuci juga menjadi salah satu kegiatan serta kebutuhan penduduk bantaran
Sungai Deli yang menggunakan air sungai. Baik rutinitas mencuci pakaian maupun mencuci
piring semuanya dilakukan dipinggir sungai dan menggunakan air sungai.
Kata mencuci menurut KBBI memiliki arti membersihkan suatu benda
menggunakan air atau benda cair seperti sabun dan sejenisnya. Namun pada kenyataannya
mencuci pakaian dan piring serta peralatan rumah tangga lainnya di sunggai belum terjamin
kebersihannya melihat bagaimana sungai sudah tercemar oleh limbah sambah dan limbah
rumah tangga lainnya.Penduduk bantaran Sungai Deli yang pada umumnya belum memiliki
kamar mandi ataupun tempat mencuci yang khusus serta tidak memiliki sumber air lainnya
tidak punya pilihan selain tetap mencuci di sungai.
“kami biasa memang nyucinya di sungai karna enak nyucinya gampang puas pakek air
nya gadak repotnya lah bilas tinggal bilang gakpala isi-isi air dulu, lebih enak daripada
kalok dikamar mandi kamar mandi” Kata Zaitun (37).
Zaitun mengaku nyaman melakukan kegiatan mencuci pakaian dan mencuci piring
meskipun ia dan semua penduduk pemukiman melakukan MCK di Sungai serta menjadikan
sungai sebagai tempat pembuangan limbah sampah. Ia dan penduduk lain tidak merasakan
risih karena sudah terbiasa melakukannya.
“gakada jijik-jijik atau risih-risih lah dek, karena memang udah terbiasa. Ya bagi kami
ya airnya bersih aja orang namanya air mengalir ya bersih aja insyaAllah. Lagipula
kalau gak pake air itu(sungai) pun ya mau nyuci dimana lagi. Ha ha ha(sambil
tertawa)” Kata Sariah (40).
Mencuci di sungai bagi penduduk memang sudah hal lumrah dan biasa dilakukan
sekaligus ada nada keterpaksaan yang dilontarkan. Mencuci di sungai bagi penduduk
bantaran Sungai Deli memang sudah menjadi kebiasaan dan tradisi namun juga
dilatarbelakangi oleh tidak adanya pilihan lain sebagai alternatif untuk mencuci.
c. Buang air
WC atau kamar mandi pada dasarnya bukan lagi sebagai barang mahal dan langka
terutama di Kota besar seperti Medan sehingga keberadaan WC untuk membuang kotoran
(buang air besar) sangat diperlukan sebagai sarana untuk menjaga kebersihanMenurut
UNICEF (1999) perilaku buang air besar sembarangan atau tidak pada tempatnya seperti di
sungai, ladang, kebun, ataupun dibungkus plastik yang biasa disebut WC terbang menjadi
potensi sumber penyakit ke manusia karena di dalam kotoran terdapat berjuta-
jutamikroorganisme. Dengan tidak buang air besar di sembarang tempat dapat
mengurangi pencemaran air oleh limbah manusia serta mengurangi pencemaranlingkungan.
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)
Pembuangan Kotoran Manusia dan Limbah Rumah Tangga terkait dengan kegiatan
MCK penduduk bantaran sungai. Dari hasil penelitian di lapangan, ditemukan bahwa
hampir seluruh aktivitas MCK penduduk pemukiman bantaran Sungai Deli Kelurahan
bahari Kecamatan Medan Belawan dilakukan di Sungai.Seperti yang sudah dibahas
sebelumnya bahwa hampir seluruh penduduk bantaran Sungai Deli kelurahan Bahari tidak
memiliki toilet atau kamar mandi didalam rumah. Oleh karena itu seluruh penduduk baik
orang tua maupun anak-anak mandi dan buang air di Sungai. Begitu pula dengan limbah air
sisa mencuci baik mencuci piring dan pakaian langsung dibuang di Sungai.
Ditinjau dari sudut kesehatan, kotoran manusia merupakan masalah yang sangat
penting, karena jika pembuangannya tidak baik maka dapat mencemari lingkungan dan
akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan manusi. Penyebaran penyakit yang bersumber
pada kotoran manusia (feces) dapat melalui berbagai macam cara. Disamping dapat
langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, air, tanah, serangga (lalat, kecoa,
dan sebagainya), dan bagian-bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja dari
seseorang yang sudah menderita suatu penyakit tertentu merupakan penyebab penyakit bagi
orang lain. Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya
pertambahan penduduk, akan mempercepat penyebaran penyakitpenyakit yang ditularkan
lewat tinja. Penyakit-penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain tipus,
disentri, kolera, bermacam-macam cacing (cacing gelang, cacing kremi, cacing tambang,
cacing pita), schistosomiasis, dan sebagainya.
Untuk mencegah atau mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka
pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran
harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Beberapa penyakit yang dapat
disebarkan oleh tinja manusia antara lain tipus, disentri, kolera, bermacam cacing dan
sebagainyaDengan berbagai resiko penyakit tersebut, idealnya pembuangan tinja/ kotoran
itu harus ditempat yang khusus dan menggunakan sarana yang benar yaitu jamban menuju
ke “septic tank”. Namun hal tersebut tidak terjadi sebagaimana mestinya karena memang
lokasi tempat tinggal tidak memadai untuk pembuatan “septic tank” dan tidak ada yang
membangun toilet dengan alasan faktor ekonomi dan juga efisiensi dalam penggunaan air
sungai.Dengan tidak tersedianya WC ataupun jamban, bantuan pembangunan jamban atau
WC bukan
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)
merupakan solusi dari pemerintah yang harus dilakukan, karna hal tersebut tidak
menghilangkan ataupun mengurangi masalah sanitasi yang lainnya.
Pemanfaatan air yang tidak tepat akibat kurangnya sarana dan prasarana juga
berdampak pada masalah kesehatan selain diare yaitu seperti infeksi trachoma dan cacingan
juga Scabies atau bermacam penyakit kulit. Hampir sebagian besar Informan, anaknya
sedang mengalami penyakit kulit. Penyakit kulit yang umumnya terjadi pada anak yang
tinggal di pemukiman kumuh khususnya pemukiman bantaran sungai tidak terlalu dianggap
sebagai permasalahan serius bagi para orang tua. Penyakit kulit dianggap penyakit umum
yang biasa dialami anak-anak karena aktivitas anak yang suka bermain ditempat kotor dsan
penyakit kulit ini dianggap tidak menyebabkan kematian.
Namun meskipun penyakit kulit tidak menyebabkan kematian, penyakit kulit dengan
gejala yaitu rasa gatal yang menyengat akan mengganggu kenyamanan anak dan
mengganggu aktifitas anak. Rasa gatal akan semakin parah di malam hari dan akan
mengurangi kualitas tidur anak. Kualitas tidur yang kurang baik juga berpengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan anak. Belum lagi penyakit gatal akan mengganggu
aktifitas anak dalam mengenyam pendidikan.
Masyarakat Pemukiman bantaran Sungai Deli mempunyai persepsi dan beraksi
terhadap sakit dan bagaimana tipe pelayanan kesehatan yang akan dipilih. Hal itu perlu
diteliti untuk mengetahui mengenai budaya dan keadaaan sosial di komunitas tempat
tinggal mereka.
Pilihan perobatan yang dilakukan oleh kebanyakan informan di Bantaran Sungai
Deli adalah perobatan alami yang dilakukan sendiri di rumah dengan menggunakan resep-
resep turun temurun dari orang tua dahulu. Apabila tingkat sakit yang dialami lebih parah
maka warga akan ke Bidan terdekat untuk berobat. Namun, tidak ada yang memilih rumah
sakit atau dokter sebagai tujuan awal untuk melakukan perobatan ketika sakit.
Dari hasil penelitian di lapangan, kondisi yang mengacu pada kesehatan ibu dan bayi
adalah jumlah kematian bayi. Dalam profil kesehatan puskesmas belawan, angka kematian
bayi yang tercatat adalah nol. Namun pada saat dilakukan wawancara terhadap tenaga
kesehatan setempat, Ia mengatakan bahwa jumlah kematian bayi cukup tinggi dan sering
terjadi. Pada warga bantaran Sungai Deli sendiri, sebagian besar informan memiliki riwayat
meninggalnya salah satu anak pada saat usia bayi atau balita. Dari informasi tersebut, dapat
dilihat bahwa kematian anak usia dini di Pemukiman bantaran Sungai tidak jarang terjadi.
Namun sulit untuk menyimpulkan apa penyebab pasti dari meninggalnya anak dari
informan karena minimnya pengetahuan informan mengenai penyakit dan gangguan
kesehatan khususnya bayi. Selain kesehatan ibu dan anak, kekurangan gizi atau malnutrisi
adalah kasus yang sering terjadi di pemukiman dengan kondisi ekonomi menengah ke
bawah. McElroy mengatakan bahwa “Nutrition is heavily determined by ecology and
economics.” Yang maksudnya adalah bahwa Nutrisi sangat ditentukan oleh ekologi dan
ekonomi.
III. SIMPULAN
Perilaku pemanfaatan sungai di Pemukiman Bantaran Sungai Deli Kelurahan Bahari
dapat dikatakan tidak tepat. Hal itu dikarenakan warga Pemukiman Bantaran Sungai Deli
melakukan aktifitas pemanfaatan Sungai yang menurunkan kualitas lingkungan. Perilaku
Masyarakat daerah Bantaran sungai tersebut memiliki andil dalam pencemaran pada sungai
serta dalam jangka panjang akan merugikan orang banyak karena bisa memicu terjadinya
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)
banjir. Tidak hanya dampaknya pada lingkungan, Perilaku masyarakat pemukiman Bantaran
sungai Juga sangat berdampak pada kesehatan Warga bantaran Sungai. Kondisi sanitasi
Sungai Deli Kelurahan Bahari dipengaruhi antara lain faktor ekonomi, Pendidikan maupun
sosial budaya. Faktor-faktor tersebut saling terkait diantaranya adalah kurangnya
Pemahaman dan pengetahuan warga mengenai sanitasi, kurangnya kesadaran, keterbatasan
sarana dan prasarana dari pemerintah, serta kurangnya sosialisasi dan pandangan mengenai
lingkungan dan dampaknya bagi kesehatan.
Hal ini sebagai dasar permasalahan yang perlu segera dibenahi. Kekuatan terbesar
dalam suatu perubahan yang signifikan akan terjadi bila perilaku masyarakat dapat diubah.
Perilaku dapat terbentuk dengan dorongan dari lingkungan maupun individu. Dorongan
terbesar pada perubahan presepsi dan perilaku dipengaruhi oleh lingkungan. Sedangkan
faktor individu dipengaruhi oleh intelegensi, pengalaman pribadi, sifat kepribadian dan
motivasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahimsa, Shri Heddy. 1997.Sungai dan Air Ciliwung, sebuah kajian etnoekologi. Jakarta:
Prisma
Anderson Barbara, G. & Foster, George. M. 1986. Antropologi Kesehatan. Jakarta: Penerbit
Univerrsitas Indonesia
Benedict, Ruth. 1980. Patterns of Culture. Boston: Houghton Mifflin Co.
Emerson, Fretz. &linda L.Shaw. 1995. Writing Etnography Fieldnotes. Chicago and London
: The University Of Chicago Press.
Kiefer, Christie W. 2007. Doing Health anthropology: Research Methods
for CommunityAssessment and Change. Newyork: Springer Publishing Company,
LLC.
McElroy, Ann& Patricia K Townsend. 1985. Medical Anthropology in Ecological
Perspective. USA: Westview Press.
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muslimin, H. 2019. Perilaku Antropologi Sosial Budaya dan Kesehatan. Yogyakarta:
Deepublish Publisher
Pelly, Usman. 1994. Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan
Mandailing. Jakarta: LP3ES.
Spradley, P. James. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana Spradley,P.James.
1980. Participant Observation. Minnesota: Holt, Rinehart and Winston
Suparlan, Parsudi.2004. Masyarakat & Kebudayaan PerKotaan Perspektif. Jakarta : Penerbit
YPKIK.
T.O Ihromi. 2006. Pokok-Pokok Antropologi Budaya, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Van
Voorst, Roanne. 2018. Tempat Terbaik di Dunia (Pengalaman Seorang Antropolog
Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 75-87
1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online)