Anda di halaman 1dari 17

PAPER SURVEILANS KESEHATAN MASYARAKAT

Evaluasi Penyelenggaraan Survailans ISPA di UPTD Puskesmas


Balowerti Kota Kediri

Dosen Pengampu : Forman Novrindo Sidjabat., S.KM., M.Kes (Epid).

DI SUSUN OLEH :

Dini Nadhila A (70120003)


Fyah Samsia P (70120004)
Izzatul Ula (70120006)
Nikmatul Jannah (70120008)
Vicky Oktaluthfianti D.P (70120013)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT ALIH JENJANG


FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANEJEMEN KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA KEDIRI
2022
PENDAHULUAN

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan


oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan
pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran
meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Salah satu sasaran pokok pembangunan
kesehatan yaitu meningkatnya pengendalian penyakit termasuk penyakit ISPA
(Infeksi Saluran Pernapasan Akut) (Kemenkes RI, 2015).
Menurut Riskesdas (2013) penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting
untuk diperhatikan, karena merupakan penyakit akut yang dapat menyebabkan
kematian pada balita di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia. ISPA
adalah infeksi akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh
infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun reketsia tanpa atau disertai dengan
radang parenkim paru (Wijayaningsih, 2013). ISPA adalah penyebab utama
morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Tingkat morbiditas sangat
tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara
dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah (WHO, 2007).
Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan angka
kematian pada balita di dunia pada tahun 2013 sebesar 45,6 per 1.000 kelahiran
hidup dan 15% diantaranya disebabkan oleh ISPA. Menurut data yang diperoleh
dari WHO pada tahun 2012, ISPA atau pneumonia merupakan penyakit yang
paling sering diderita oleh balita yaitu sebanyak 78% balita datang berkunjung ke
pelayanan kesehatan dengan kejadian ISPA. Setiap tahun, jumlah balita yang
dirawat di rumah sakit dengan kejadian ISPA sebesar 12 juta (Tazinya et al,
2018). Insiden ISPA pada balita di negara berkembang diperkirakan 0,29 anak
setiap tahun dan di negara maju sebanyak 0,05 anak setiap tahun. Penyebab
kematian akibat ISPA di negara berkembang lebih tinggi dibandingkan negara
maju yaitu sebesar 10-50 kali (Ramani et al, 2016).
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4
kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami ISPA setiap tahunnya.
40%-60% dari kunjungan di puskesmas adalah penyakit ISPA. Dari seluruh
kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20%-30%. Kematian terbesar
umumnya adalah karena pneumonia pada bayi kurang dari 2 bulan. Berdasarkan
hasil survei kematian balita tahun 2005 diketahui 23,6% balita meninggal karena
pneumonia sedangkan menurut SDKI 1991-2003 dan survei morbiditas ISPA
2004 angka kesakitan pneumonia balita mencapai 5,12% (Depkes, 2007).
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Kediri penyakit ISPA berada
dalam deretan 10 penyakit terbesar, dan menjadi urutan pertama dalam kurun
waktu 2017-2019. Pada tahun 2017 jumlah pasien ISPA mencapai 31.915 orang,
pada tahun 2018 pasien ISPA sedikit menurun dengan total yang terserang
mencapai 24.399 orang, sedangkan pada tahun 2019 angka kejadia ISPA
meningkat pesat yakni mencapai angka 43.035 orang (BPS Kota Kediri, 2019).
Hasil pengambilan data awal di Puskesmas Balowerti Kota Kediri didapatkan
bahwa ISPA masuk dalam 10 penyakit terbesar dan berada dalam urutan kedua
dengan total penderita 1.243 orang (Profil Puskesmas Balowerti, 2021).
Berdasarkan uraian fenomena diatas kelompok kami tertarik untuk
mengulas bagaimana sistem suvailans ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) di
Puskesmas Balowerti Kota Kediri.
PEMBAHASAN
1. INPUT
Komponen HASIL
Jumlah tenaga P2 ISPA di puskesmas tidak sesuai dengan
pedoman yang ada. Jumlah tenaga yang tersedia sebanyak 1
orang tenaga medis dan 1 orang paramedis,
sedangkan menurut pedoman tenaga P2 ISPA di puskesmas
seharusnya terdiri dari 1 orang tenaga medis dan 2 orang
Man tenaga paramedis. Ketidaksesuaian ini dikarenakan jumlah
tenaga puskesmas yang terbatas dan banyaknya program atau
upaya kesehatan yang harus dilaksanakan oleh puskesmas
sehingga tidak bisa memenuhi standar tersebut.
Beliau sudah terlatih manajemen program dan teknis P2 ISPA
yang sesuai dengan pedoman dan standart pelatihan

Money Pendanaan berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri

Pelaksanaan secara aktif,


Petunjuk teknis yang digunakan oleh petugas pemegang
program P2 ISPA puskesmas dalam menemukan penderita
ispa khususnya pada balita yaitu menurut bagan MTBS, sesuai
anjuran dan kesepakatan bersama antara petugas pemegang
program P2 ISPA Puskesmas dengan petugas pemegng
program P2 ISPA DKK.
Method
Ketersediaan petunjuk teknis P2 ISPA di puskesmas menjadi
hal yang penting dalam menjalankan program P2 ISPA
terutama untuk penemuan penderita ispa/pneumonia pada
balita karena membantu memudahkan petugas untuk
mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan surveilans
penemuan penderita ispa/pneumonia balita dengan baik dan
benar.
Bersadarkan hasil penelitian ketersediaan sarana-prasarana
pendukung pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari ketersediaan
ATK, ketersediaan buku pedoman (buku pedoman
pengendalian penyakit ISPA, buku pedoman tatalaksana
Matherial ispa/pneumonia balita, dan buku pedoman surveilans).,
ketersediaan media KIE pneumonia balita, ketersediaan
surveilans kits, ketersediaan formulir pengumpulan data P2
ISPA, dan ketersediaan alat bantu klasifikasi (ARI sound
timer), sudah sesuai dengan pedoman yang ada.
Formulir yang tersedia dan yang digunakan oleh petugas
pemegang program P2 ISPA untuk mengumpulkan data yaitu
form MTBS dan form laporan bulanan P2 ISPA, form
Evaluasi komponen input Man
Hasil evaluasi komponen input meliputi man, money, method, material,
dan machine. Sumber daya manusia merupakan unsur atau modal yang
paling penting dalam suatu organisasi karena SDM berperan dalam
menentukan arah dan tujuan organisasi, kemajuan organisasi dan
menentukan keberhasilan organisasi serta berperan pelaksana kegiatan
manajemen, ditemukan jumlah petugas surveilans terbatas dan harus
mengerjakan rangkap tugas surveilans dengan pelayanan lain di Puskesmas.
sedangkan menurut pedoman tenaga P2 ISPA di puskesmas seharusnya
terdiri dari 1 orang tenaga medis dan 2 orang tenaga paramedis.
Ketidaksesuaian ini dikarenakan jumlah tenaga puskesmas yang terbatas dan
banyaknya program atau upaya kesehatan yang harus dilaksanakan oleh
puskesmas sehingga tidak bisa memenuhi standar tersebut. Agar kegiatan
penemuan penderita pneumonia balita di puskesmas tetap berjalan maka
dalam pelaksanaan harian penemuan penderita pneumonia balita petugas
pemegang program P2 ISPA dibantu oleh semua petugas kesehatan yang
ada di puskesmas.
Sedangkan untuk ketersediaan tenaga puskesmas terlatih manajemen
program dan teknis P2 ISPA sudah sesuai dengan pedoman, meskipun jenis
pelatihan yang telah didapat belum sesuai dengan yang di pedoman. Karena
menurut pedoman pengendalian ISPA pelatihan yang seharusnya diterima
oleh tenaga kesehatan di puskesmas berupa pelatihan tatalaksana ISPA,
pelatihan manajemen program pengendalian ISPA dan pelatihan autopsi
verbal kematian pneumonia balita, namun pada kenyataannya petugas yang
sudah dilatih hanya mendapatkan pelatihan tatalaksana ISPA dan
manajemen ISPA. Petugas yang telah mendapatkan pelatihan tersebut
adalah petugas pemegang program P2 ISPA yang menjabat sebelumnya dan
petugas pemegang program P2 ISPA yang saat ini menjabat belum pernah
mengikuti pelatihan namun sudah mengikuti workshop autopsi verbal
kematian balita akibat pneumonia.
Meskipun sudah tersedia tenaga puskesmas yang terlatih manajemen
program dan teknis P2 ISPA namun jumlahnya masih kurang. Karena
petugas pemegang program P2 ISPA puskesmas hanya berjumlah 1 orang
tiap puskesmas. Kondisi ketersediaan tenaga terlatih yang ada di puskesmas
tersebut sejalan dengan hasil penelitian evaluasi pelaksanaan MTBS
pneumonia di puskesmas.
Evaluasi Input Material-Machine (Sarana Dan Prasarana Pendukung
Pelaksanaan Surveilans Penemuan Penderita ISPA)
ketersediaan sarana-prasarana pendukung pelaksanaan kegiatan penemuan
penderita pneumonia balita, yang terdiri dari ketersediaan ATK,
ketersediaan buku pedoman surveilans pneumonia, ketersediaan media KIE
pneumonia balita, ketersediaan surveilans kits, ketersediaan formulir
pengumpulan data P2 ISPA, dan ketersediaan alat bantu klasifikasi (ARI
sound timer), sudah sesuai dengan pedoman yang ada.
Evaluasi Input Method (Metode Pelaksanaan Surveilans Penemuan
Penderita ISPA)
Method merupakan aturan, kebijakan dan atau prosedur kerja yang
mengatur jalannya pelaksanaan kegiatan agar dapat berjalan sesuai dengan
yang diharapkan. Dalam pelaksanaan surveilans penemuan penderita
pneumonia balita terdiri dari target penemuan penderita pneumonia balita,
petunjuk teknis P2 ISPA dan pengelolaan data program P2 ISPA.
Berdasarkan hasil penelitian method dalam pelaksanaan surveilans
penemuan penderita pneumonia balita yang terdiri dari ketersediaan target
penemuan penderita pneumonia balita, ketersediaan petunjuk teknis, dan
pengelolaan data program P2 ISPA telah sesuai dengan pedoman yang ada.
Petunjuk teknis yang digunakan oleh petugas pemegang program P2 ISPA
puskesmas dalam menemukan penderita pneumonia balita yaitu bagan
MTBS, sesuai anjuran dan kesepakatan bersama antara petugas pemegang
program P2 ISPA Puskesmas dengan petugas pemegng program P2 ISPA
DKK. Ketersediaan petunjuk teknis P2 ISPA di puskesmas menjadi hal
yang penting dalam menjalankan program P2 ISPA terutama untuk
penemuan penderita pneumonia balita karena membantu memudahkan
petugas untuk mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan surveilans
penemuan penderita pneumonia balita dengan baik dan benar.
Evaluasi Input Money (Dana Pendukung Pelaksanaan Surveilans
Penemuan Penderita ISPA)
Komponen pendanaan (money) merupakan salah satu unsur yang juga
penting untuk menunjang keberlangsungan pelaksanaan program atau
kegiatan. Berdasarkan hasil penelitian, sumber dana puskesmas untuk
menjalankan program-programnya telah sesuai dengan pedoman yang ada,
alokasi dana untuk program P2 ISPA dari Dinas Kesehatan Kota Kediri.
2. PROSES
Komponen Hasil
Pengumpulan Data Untuk alur pengumpulan data didapatkan dari register
kunjungan pasien ke puskesmas, dari masyarakat,
RT/RW, kader kesehatan, posyandu, posbindu, BPS
(Bidan Praktek Swasta) dan klinik atau dokter praktek.
selanjutnya kasus ISPA dari sarana tersebut dilaporkan
ke puskesmas yang menangani wilayah kerja dari
sarana kesehatan yang bersangkutan, secara aktif
(melaporkan sendiri) maupun pasif (puskesmas
menjemput laporan dari sarana kesehatan di wilayah
kerjanya) dengan menggunakan instrumen standar
yang dibuat oleh puskesmas.
Pengolahan Data Data yang sudah terkumpul, baik dari institusi sendiri
maupun dari luar selanjutnya dilakukan pengolahan
dan analisa. pengolahan dan analisa data dilaksanakan
baik oleh puskesmas, kota maupun provinsi. Informasi
yang telah didapat akan disimpan di laporan mingguan
dan akan diolah setiap minggunya menggunakan
penyakit potensial wabah (W2) Penyajian hasil data
tersebut dalam bentuk tabulasi.
Analisa dan Data yang sudah terkumpul, dipantau
Interpretasi perkembangannya setiap minggu, dianalisa per
minggu dan akan digabungkan menjadi 1 bulan
menggunakan surveilans terpadu penyakit (STP)
kemudian diinterpretasikan dalam bentuk grafik, tabel,
diagram.
Diseminasi Penyebaran informasi dilakukan secara promotif dan
preventif, dengan cara pertemuan lintas sektor. Hasil
dari rekapan data tersebut dilaporkan langsung ke
dinas kesehatan kota kediri melalui E-Mail dengan
menggunakan server untuk rencana dan tindak lanjut
penanganan ISPA
Umpan Balik Dinas Kesehatan Kota Kediri memberikan umpan
balik berupa pengecekan kembali terkait spesifikasi
informasi yang telah dilaporkan.
Evaluasi Komponen Proses

Komponen proses meliputi kegiatan pengumpulan data,


pengolahan data, analisa dan interpretasi diseminasi, dan umpan balik. Hasil
evaluasi ditemukan proses pengolahan data register kunjungan pasien ke
puskesmas, dari masyarakat, RT/RW, kader kesehatan, posyandu, posbindu,
BPS (Bidan Praktek Swasta) dan klinik atau dokter praktek. Untuk
pengolahan data ISPA sendiri dilakukan menggunakan excel dengan rumus
yang sudah ditentukan oleh Dinas Kesehatan dan dilaporkan melalui E-mail
setiap minggunya dengan menggunakan server untuk rencana dan tindak
lanjut penanganan ISPA

3. OUTPUT

Komponen Hasil
Simplicity a) Informasi yang dibutuhkan untuk penegakan
kasus ISPA ditetapkan dengan pemeriksaan
laboratorium seperti tes bakteri dari dahak,
pemeriksaan darah lengkap, dan hasil
bronchoscopy. Informasi lain berupa
karakteristik nama, usia, jenis kelamin,
domisili, gejala klinis, faktor/kontak paparan
dan daftar kontak erat kasus
b) Sumber Pelaporan
kunjungan pasien ke puskesmas, dari
masyarakat, RT/RW, kader kesehatan,
posyandu, posbindu, BPS (Bidan Praktek
Swasta) dan klinik atau dokter praktek.
c) Penyaluran Informasi
Informasi laporan dikirimkan secara daring
setiap bulan ke dinas kesehatan kota kediri
dalam bentuk pesan melalui simpus
d) Organisasi yang terlibat
Dinas Kesehatan Kota Kediri, Perangkat Desa,
Kader, dan bidan/perawat.
e) Pelatihan yang dibutuhkan
Sudah dilakukan pelatihan dan peningkatan
pemahaman tentang cara pelaporan
f) Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan untuk kepentingan
pelaporan dan diinput dalam software
microsoft excel dalam bentuk tabel, sudah ada
rumus dari dinas kesehatan kota kediri dan
petugas dapat menguasai surveilans ISPA.
g) Pemakai Informasi
Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri,
Bidan/perawat, Perangkat Desa, Kader dan
Pemerintah Provinsi/Pusat untuk gambaran
rekapitulasi nasional.
h) Cara Penyebaran Pelaporan
Pelaporan ke dinas kesehatan atau instansi
terkait melalui e-mail, simpus. sedangkan
penyebaran kepada masyarakat melalui media
cetak/elektronik, penyuluhan rutin.
i) Waktu
Pelaporan dilakukan setiap minggu walaupun
tidak ditemukan kasus ISPA, petugas
surveilans tetap melakukan pelaporan pada
Dinas Kesehatan kota Kediri
Flexibility Sistem surveilans ISPA dapat dikatakan fleksibel
karena menerapkan sistem surveilans influenza dan
penyakit menular lain seperti SARS dan UPTD
puskesmas balowerti kota Kediri dapat menerapkan
dan menyesuaikan secara cepat perubahan definisi
kasus ISPA serta laporan kontak erat setelah diberi
pelatihan.
Acceptibility a) Petugas surveilans dapat mengisi formulir
dengan mudah dan lengkap. Isi formulir dapat
dipahami dan dikerjakan oleh Bidan/Perangkat
desa setempat
b) Laporan Terisi Lengkap
c) Kasus suspect bisa langsung di laporkan
melalui bidan desa dan kader
d) Laporan dikirim tiap bulan menggunakan
email atau simpus

Sensitivity Mempunyai sensitivitas yang cukup baik karena


mampu mendeteksi kasus ISPA berdasarkan gejala
yang mengarah ke ISPA dan hasil dari pemeriksaan
laboratorium atau X-Ray.
Positive Predictive Dalam sistem surveilans ISPA dapat dilakukan
Value pelacakan melalui gejala karena ISPA dapat menular
terutama pada orang terdekatnya.

Representativeness Pelaksanaan sistem surveilans ISPA cukup


representatif karena dapat menampilkan kejadian
ISPA berdasarkan orang, tempat, dan waktu dalalm
bentuk tabulasi.
Timeliness Pelaporan hasil pelaksanaan surveilans ISPA tepat
waktu, petugas melakukan pelaporan tiap bulan
kepada dinas kesehatan kota kediri melalui email atau
simpus.

Evaluasi Output dengan Atribut Surveilans


Hasil evaluasi komponen output berdasarkan atribut surveilans didapatkan dari
adanya kunjungan pasien ke puskesmas, dari masyarakat, RT/RW, kader
kesehatan, posyandu, posbindu, BPS (Bidan Praktek Swasta) dan klinik atau
dokter praktek. Kemitraan dan jejaring merupakan faktor yang penting untuk
menunjang keberhasilan program. Kemitraan jejaring kerja dalam program P2
ISPA di arahkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat, lintas program,
lintas sektor terkait dan pengambil kebijakan termasuk penyandang dana.
Pelaporan program harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya harus disusun
secara lengkap dengan format yang sudah ditentukan, kemudian harus bersifat
fakta dan dilaporkan tepat pada waktunya. Dari hasil penelitian diperoleh selama
ini Puskesmas Pegandan selalu tepat waktu dalam mengumpulkan laporan ke
Dinas Kesehatan Kota.
Pelaksanaan sistem surveilans ISPA cukup representatif karena dapat
menampilkan kejadian ISPA berdasarkan orang, tempat, dan waktu dalalm bentuk
tabulasi. Karena proses berjalan dengan optimal maka output yang dihasilkan juga
maksimal, sehingga didapatkan cakupan penemuan penderita sesuai dengan target
dari Dinas Kesehatan Kota.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan dari Evaluasi Penyelenggaraan Survailans ISPA di
UPTD Puskesmas Balowerti dari awal identifikasi input, proses, dan output
tidak ada kendala. Hanya saja petugas surveilans ISPA di UPTD Puskesmas
Balowerti tidak sesuai dengan pedoman yang ada yakni Jumlah tenaga yang
tersedia hanya sebanyak 1 orang tenaga medis dan 1 orang paramedis,
sedangkan menurut pedoman tenaga P2 ISPA di puskesmas seharusnya
terdiri dari 1 orang tenaga medis dan 2 orang tenaga paramedis.
Ketidaksesuaian ini dikarenakan jumlah tenaga puskesmas yang terbatas dan
banyaknya program atau upaya kesehatan yang harus dilaksanakan oleh
puskesmas sehingga tidak bisa memenuhi standart.

B. Saran
Diharapkan kepada pihak puskesmas terutama koordinasi dengan pihak
atasan/pimpinan terkait penambahan petugas pelaksana surveilans ISPA
tersebut agar program atau upaya kesehatan dapat dapat memenuhi standart.
Pemerintah daerah setempat perlu memperhatikan terkait keberlanjutan
sistem surveilans yang terintregasi agar nantinya siap dan tanggap dalam
menghadapi permasalahan kesehatan dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kota Kediri . 2019. Badan Pusat Statistik Kota Kediri
Dalam Angka 2019. BPS Kota Kediri.
Choiriyah, S. and Anggraini, D. N. (2015) ‘Evaluasi Input Sistem Surveilans
Penemuan Penderita Pneumonia Balita Di Puskesmas’, Unnes
Journal of Public Health, 4(4), pp. 136–145. doi:
10.15294/ujph.v4i4.9689.
Depkes RI, 2007, Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut
Yang Cenderung Menjadi Epidemi Dan Pandemi Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan,
http://www.who.int/esr/resouseces/puplications/
csrpublications/en/index7.html
Profil Kesehatan Puskesmas Balowerti Tahun 2021, Kota Kediri: Dinas
Kesehatan Kota Kediri
Kementrian Kesehatan RI. (2015). Pusat Data dan Informasi Profil Kesehatan
Indonesia 2014. Jakarta : Kemenkes RI
Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes Ri
National, G. and Pillars, H. (2018) ‘Buku Ajar Surveilans’.
Nugraheni, D. (2012) ‘Gambaran Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Penyakit
Demam Berdarah Dengue Ditinjau Dari Aspek Petugas Di Tingkat
Puskesmas Kota Semarang Tahun 2011’, 1, pp. 1–10.
Ramani, Vinod K, et al. (2016). Acute Respiratory Infections among Under-Five
Age Group Children at Urban Slums of Gulbarga City: a
Longitudinal Study. Journal of Clinical and Diagnostic Research:
JCDR, 10(5), 8. DOI: 10.7860/JCDR/2016/15509.7779
Sidjabat, F. N. and Arthameivia, R. E. (2021) ‘Evaluasi Penyelenggaraan
Surveilans COVID-19 di UPTD Puskesmas Pare Kabupaten
Kediri’, Journal of Health Epidemiology and Communicable
Diseases, 7(1), pp. 1–9.
World Health Organization (WHO). Maternal Mortality in 2005. Geneva :
Departement of Reproductive Health and Research WHO; 2007.
WHO. 2013. World Health Day 2013: Measure Your Blood Pressure, Reduce
Your Risk.
Wijayaningsih, K.S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM.

Anda mungkin juga menyukai