Anda di halaman 1dari 81

PANDUAN SKILL GIZI

SURVEY KONSUMSI DAN


KARTU MENUJU SEHAT (KMS)

Gita Sekar Prihanti dr. MPdKed

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan umum =
1. Mahasiswa mampu melakukan survey konsumsi gizi
2. Mahasiswa mampu menganalisa status gizi dan atau status kesehatan
berdasarkan Kartu Menuju Sehat

Tujuan khusus =
1. Mahasiswa mampu melakukan food recall 24 jam
2. Mahasiswa mampu menganalisa kecukupan kebutuhan energy
berdasarkan survey konsumsi
3. Mahasiswa mampu menggunakan food model ketika melakukan food
recall
4. Mahasiswa mampu mengisi Kartu Menuju Sehat pada masing-masing
kelompok usia
5. Mahasiswa mampu menganalisa status gizi dan atau status kesehatan
berdasarkan KMS pada masing-masing kelompok usia
BAB 1
SURVEI KONSUMSI GIZI

Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara baik secara
langsung maupun tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung yaitu
melalui metode antropometrik, biokimia, klinis, dan biofisik. Penilaian status gizi
secara tidak langsung melalui metode statistik vital, faktor ekologi, dan survei
konsumsi. Seorang petugas gizi profesional harus menguasai bagaimana menilai
status gizi individu, kelompok, dan masyarakat.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor
374/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi gizi disebutkan bahwa ada
beberapa kompetensi Ahli Gizi dengan dasar pendidikan S-1 Gizi yang
berhubungan penilaian status gizi yaitu menilai status gizi individu dengan kondisi
kesehatan kompleks, melakukan penilaian status gizi kelompok masyarakat,
mengawasi penapisan status gizi kelompok masyarakat, dan mengelola pemantauan
asupan makanan dan gizi klien. Sedangkan kompetensi Ahli Gizi dengan dasar
pendidikan D-III Gizi yang berhubungan dengan penilaian status gizi populasi
dan/atau kelompok masyarakat, membantu menilai status gizi populasi dan/atau
kelompok masyarakat, dan melakukan pengkajian gizi (nutritional assessment)
pasien tanpa komplikasi.
Jenis kualifikasi tenaga gizi ada bermacam-macam. Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan RI nomor 26 tahun 2013 tentang penyelenggaraan pekerjaan
dan praktek tenaga gizi disebutkan kualifikasi tenaga gizi ada 4 (empat) yaitu
lulusan Diploma II Gizi sebagai Ahli Madya Gizi, lulusan Diploma IV sebagi
Sarjana Terapan Gizi, lulusan Sarjana (S-1) sebagai Sarjana Gizi, dan tenaga gizi
lulusan pendidikan profesi sebagai Registered Diestisien. Jenis tenaga gizi tersebut
harus menguasai keterampilan bagaimana menilai status gizi. Dalam uraian
berikutnya ada dibahas bagaimana menilai status gizi dengan metode pengukuran
konsumsi makanan (dietary assessment).
A. PENGERTIAN PENGUKURAN KONSUMSI MAKANAN
Pengukuran konsumsi makanan adalah salah satu metode pengukuran status
gizi secara tidak langsung dengan cara mengukur kualitas dan kuantitas makanan
yang dikonsumsi baik tingkat individu, rumah tangga, dan masyarakat. Metode ini
sangat efektif digunakan untuk melihat tanda awal dari kekurangan gizi. Data
pengukuran konsumsi makanan dapat dipergunakan untuk melengkapi data-data
dari pengukuran antropometrik, biokimia, dan klinis. Hasil pengukuran makanan
ini sangat berguna untuk interval program gizi seperti pendidikan gizi dan pedoman
pemberian makanan.
Menurut Supariasa et al. (2001) mengatakan bahwa walaupun data survei
konsumsi makanan sering digunakan untuk mengukur status gizi secara tidak
langsung, namun hasilnya dapat digunakan sebagai bukti awal terjadinya
kekurangan gizi pada seseorang. Oleh karena itu metode ini sudah umum digunakan
oleh hampir semua negara termasuk penggunaannya di Indonesia. Di Indonesia
penggunaan metode ini sudah banyak dipakai mulai pada tahun 1970an dan sampai
sekarang. Hal ini dapat terlihat pada penelitian Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI.

B. METODE PENGUKURAN STATUS GIZI


Ada beberapa cara pengukuran status gizi yaitu secara langsung dan tidak
langsung. Penentuan status gizi secara langsung meliputi pengukuran
antropometrik, biokimia, klinis, dan biofisik. Pengukuran status gizi secara tidak
langsung meliputi survei konsumsi, statistik vital, dan faktorekologi. Beberapa
karakteristik penggunaan metode tersebut berdasarkan perkembangan terjadinya
kekurangan gizi seperit yang terlihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Penggunaan metode penilaian status gizi berdasarkan perkembangan


terjadinya gizi kurang
No. Tingkatan Metode
1 Ketidakcukupan zat gizi Pengukuran makanan (diet)
2 Perubahan/menurunnya cadangan jaringan Pengukuran biokimia
3 Perubahan cairan tubuh Pengukuran biokimia
4 Perubahan fungsi jaringan Pengukuran biokimia
5 Perubahan aktivitas enzim yang tergantung Pengukuran fungsi
zat gizi/mRNA untuk beberapa protein biokimia/teknik molekuler
6 Perubahan fungsi Pengukuran
perilaku/fisiologis
7 Gejala klinis Pengukuran klinis
8 Perubahan anatomi Pengujuran
antropometrik/klinis
Sumber: Seameo-Recfon, 2011. Nutritional Assessment, second edition, halaman
2.
Metode pengukuran status gizi dapat berdiri sendiri atau satu metode saja
dan akan lebih baik dapat juga merupakan kombinasi dari beberapa metode yang
ada. Pengukuran status gizi dengan survei makanan dapat digunakan pada tahap
awal dari kekurangan gizi. Perkembangan lanjutan dari kekurangan gizi dapat
diukur dengan pengukuran biokimia di mana persediaan cadangan zat gizi makin
menurun. Apabila telah terjadi perubahan dimensi ukuran tubuh seperti berat badan,
lingkar lengan atas, tebal lemak bawah kulit dapat dilakukan dengan pemeriksaan
antropometrik. Untuk mengetahui tanda dan gejala yang berhubungan dengan
kekurangan gizi seperti marasmus dan kwashiorkor dapat dilakukan dengan
pengukuran klinis. Secara ringkas pengukuran status gizi yang umum digunakan
dapat disingkat “ABCD” yaitu anthropometry (antropometrik), biochemical
(biokimia), clinical (klinis), dan dietary (diet).

C. ALASAN PENGGUNAAN METODE PENGUKURAN KONSUMSI


MAKANAN
Banyak pertimbangan mengapa metode ini sering digunakan. Menurut
Seameo Recfon, 2011 menyebutkan alasan penggunaan pengukuran makanan
sebagai berikut:
1. Untuk menilai dan memonitor asupan zat gizi. Sebagai contoh adalah
mengetahui persediaan pangan, memperkirakan kecukupan makanan dan zat
gizi pada individu dan kelompok, memonitor kecenderungan konsumsi zat gizi
dan makanan, dan untuk memperkirakan paparan bahan tambahan makanan
(food additive) dan perencanaan makanan.
2. Untuk menyusun dan mengevaluasi kebijakan di bidang pertanian dan
kesehatan. Hal ini menyangkut perencanaan distribusi dan produksi pangan,
peraturan di bidang pangan dan gizi, program pendidikan gizi dan penurunan
risiko penyakit gizi, dan menilai keberhasilan dan efektivitas program
pendidikan gizi.
3. Untuk mempelajari hubungan antara kesehatan dan gizi, dan mengidentifikasi
golongan yang rawan gizi atau berisiko terkena penyakit gizi akibat dari
konsumsi makanan.
4. Untuk membantu tujuan komersial atau perdagangan seperti kampanye iklan
makanan dan kampanye produk makanan yang baru.

D. TUJUAN SURVEI KONSUMSI


Secara umum tujuan survei konsumsi adalah untuk mengetahui kebiasaan
makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat
individu, rumah tangga dan kelompok/masyarakat serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Menurut Supariasa et al. (2001) mengemukakan bahwa secara
khusus tujuan survei konsumsi adalah sebagai berikut:
1. Menentukan tingkat kecukupan konsumsi pangan nasional, kelompok, dan
individu.
2. Menentukan status kesehatan dan gizi keluarga dan individu.
3. Menentukan pedoman kecukupan makanan dan program pengadaan pangan.
4. Sebagai dasar perencanaan dan pengembangan program gizi.
5. Sebagai sarana pendidikan gizi masyarakat khususnya golongan rawan gizi.
Menentukan peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan makanan,
kesehatan, dan gizi masyarakat.
E. METODE SURVEI KONSUMSI
1. Berdasarkan jenis data yang diperoleh
Berdasarkan jenis data yang diperoleh metode survei konsumsi dapat dibagi
2 (dua) yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kualitatif umumnya
untuk mengetahui frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi dan mengetahui
pola/kebiasaan makan. Ada 4 metode kualitatif yang digunakan yaitu:
a. Metode frekuensi makan (food frequency)
b. Metode riwayat makan (dietary history)
c. Metode telepon
d. Metode pendaftaran makanan (food list)
Metode kuantitatif dipergunakan untuk mengetahui tingkat konsumsi energi
dan zat-zat gizi baik individu maupun kelompok masyarakat. Untuk menghitung
kecukupan zat gizi umumnya dengan menggunakan daftar komposisi bahan
makanan (DKBM) dan menggunakan program yang telah ada seperti nutri survei.
Jenis metode kuantitatif yaitu:
a. Metode recall 24 jam (food recall 24 hours)
b. Metode perkiraan makanan (estimated food records)
c. Metode penimbangan makanan (food weighing)
d. Metode pencatatan (food account)
e. Metode inventaris (inventor method)
f. Metode pencatatan (household food records)

2. Berdasarkan saran pengamatan dan pengguna


Metode survei konsumsi berdasarkan sasaran pengamatan/pengguna dapat
dibagi 3 (tiga) yaitu tingkat nasional, tingkat rumah tangga, dan tingkat individu
atau perseorangan. Jenis-jenis metode tersebut seperti yang diuraikan di bawah ini.
a. Tingkat Nasional
Metode survei tingkat nasional yang digunakan adalah food balance sheets
(FBS). Penggunaan metode ini adalah untuk menghitung perkiraan kecukupan
persediaan makanan secara nasional. Hasil penghitungan FBS umumnya
digunakan untuk menentukan kebijakan di bidang pertanian, memperkirakan
pola konsumsi masyarakat, dan mengetahui perubahan pola konsumsi
masyarakat.
b. Tingkat rumah tangga
Ada 5 (lima) metode survei konsumsi tingkat rumah tangga yang umum
digunakan. Keempat metode tersebut yaitu:
1) Metode pencatatan (food account)
2) Metode pendaftaran (food lists)
3) Metode inventaris (inventor methods)
4) Metode pencatatan makanan rumah tangga (household food records)
5) Metode telepon
c. Tingkat individu/perseorangan
Pengukuran konsumsi makanan tingkat individu umumnya dilakukan pada
masyarakat yang rawan terhadap gizi antara lain anak balita, ibu
hamil/menyusui, dan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Metode
pengukuran survei konsumsi individu ada 5 (lima) yaitu:
1) Metode recall 24 jam
2) Metode perkiraan makanan
3) Metode penimbangan makanan
4) Metode riwayat makan
5) Metode frekuensi makanan

3. Berdasarkan waktu pengumpulan data


Ada 3 (tiga) metode survei konsumsi berdasarkan waktu pengumpulan data
yaitu metode prospektif, metode retrospektif, dan metode kombinasi antara
prospektif digabung dengan retrospektif. Metode prospektif adalah pengumpulan
data saat ini dan hari hari berikutnya. Metode retrospektif adalah pengumpulan data
konsumsi pada masa yang telah berlalu. Sedangkan metode kombinasi adalah
pengumpulan data konsumsi pada masa yang lalu dan konsumsi saat ini.
Metode survei konsumsi berdasarkan penekatan prospektif meliputi
penimbangan makanan, pencatatan makanan, dan riwayat makanan. Metode
dengan pendekatan retrospektif meliputi recall 24 jam, frekuensi makanan, dan
semi kuantitatif frekuensi makanan (semi quantitative food frequency
questionnaire). Sedangkan metode kombinasi yaitu pendaftaran makanan dengan
recall 24 jam.

F. PEMILIHAN METODE SURVEI KONSUMSI


Perlu diingat bahwa tidak ada satu pun metode yang cocok untuk semua
tujuan pengumpulan data survei konsumsi. Masing-masing metode mempunyai
keunggulan dan kelemahan. Untuk maksud tersebut ada beberapa pertimbangan
yang dipergunakan untuk memilih metode survei konsumsi yaitu:
1. Tujuan penelitian/pengumpulan data.
Tujuan penelitian bisa mendapatkan data kualitatif atau kuantitatif, tingkat
keakuratan data, dan mengetahui kebiasaan makan/pola makan. Dari tujuan
tersebut metode yang digunakan berbeda-beda. Contoh untuk mendapatkan data
yang akurat menggunakan metode penimbangan makanan, dan untuk
mendapatkan bahan makanan yang sering dikonsumsi menggunakan metode
frekuensi makanan.
2. Jumlah responden yang diteliti.
Apabila jumlah responden besar tidak memungkinkan menggunakan metode
penimbangan makanan. Responden dengan jumlah yang relatif kecil akan lebih
memungkinkan menggunakan recall 24 jam atau penimbangan makanan.
3. Umur responden.
Pemilihan metode perlu memperhatikan umum responden. Sebagai contoh
metode recall 24 jam hanya dapat dilakukan pada umur di atas 8 tahun sampai
umur 60 tahun. Anak umur kurang dari 8 tahun belum dapat diwawancarai
secara efektif karena jawaban tidak konsisten, sedangkan responden di atas 60
tahun mempunyai daya ingat yang sudah mulai terganggu.
4. Keadaan sosial ekonomi responden.
Keadaan sosial ekonomi yang relatif rendah belum memungkinkan
seseorang/keluarga mempunyai fasilitas dan sarana komunikasi seperti
memiliki telepon rumah atau telepon seluler/handphone. Pada kondisi ini,
penggunaan metode survei konsumsi dengan telepon tidak cocok.
5. Ketersediaan dana.
Ada beberapa metode yang memerlukan dana yang relatif banyak atau biaya
mahal. Contoh metode yang memerlukan biaya mahal seperti pengukuran
neraca bahan makanan (food balance sheets) karena umumnya metode ini
berskala nasional. Metode yang relatif murahan tidak kuantitatif adalah riwayat
makan.
6. Ketersediaan tenaga.
Secara konseptual tingkat pendidikan tenaga pengumpul data survei konsumsi
minimal tamat pendidikan Diploma I Gizi atau pada masa lalu tamat Sekolah
Pembantu Ahli Gizi (SPAG). Alumni Diploma I Gizi sudah mendapat materi
ilmu gizi, penggunaan daftar komposisi bahan makanan (DKBM), ukuran
rumah tangga (URT), angka kecukupan gizi (AKG), daftar bahan penukar
(DBP), penyerapan minyak, dan teknik wawancara. Apabila tidak ada tenaga
yang memenuhi syarat tersebut perlu dipilih tenaga kesehatan yang diberi
pelatihan yang memadai, sehingga tidak terjadi bias secara sistematik dan acak.
Penggunaan metode recall 24 jam membutuhkan tenaga dengan keahlian teknik
wawancara yang baik. Jadi kemampuan tenaga pengumpul data sangat perlu
dipertimbangkan dalam memilih metode survei konsumsi.
7. Pendidikan responden.
Responden yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi diasumsikan
sebagai responden yang memiliki kontribusi lebih besar terhadap validitas dan
akurasi data yang hendak dikumpulkan. Beberapa alasan yang mendukung
asumsi tersebut adalah kematangan psikologis yang didapatkan dari proses
pendidikan, tingkat rasionalitas berpikir yang lebih mantap, dan tingkat
pengetahuan yang lebih memadai dari pada responden yang tingkat pendidikan
lebih tinggi. Metode semi kuantitatif FFQ memerlukan responden dengan
tingkat pendidikan yang relatif tinggi.

8. Bahasa sehari-hari yang digunakan responden.


Penggunaan bahasa sehari-hari responden yang sering dikaitkan dengan
kemampuan berbahasa dari pengumpul data. Sebagai contoh orang Bali yang
tidak menguasai bahasa Jawa sebagai petugas pengumpul data di daerah
terpencil di Pulau Jawa yang penduduknya hanya bisa berbahasa Jawa akan
mengalami kesulitan dalam mendapatkan data yang akurat karena proses
wawancara tidak berjalan efektif dan efisien. Metode recall 24 jam
membutuhkan teknik wawancara yang baik.
9. Pertimbangan logistik.
Ada beberapa metode survei konsumsi yang memerlukan logistik yang
memadai. Contoh metode penimbangan makanan memerlukan timbangan yang
khusus di samping membutuhkan formulir pengumpulan data. Metode recall 24
jam membutuhkan logistik atau instrumen berupa food model dan sebagainya.

G. KESALAHAN DALAM SURVEI KONSUMSI


Berdasarkan pengamatan penulis dalam membimbing mahasiswa
melakukan survei konsumsi terjadi beberapa jenis kesalahan. Kesalahan dapat
dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu bias secara acak (random bias) dan bias
sistematis. Bias secara acak terjadi karena kesalahan pengukuran tetapi hasilnya
tidak mempengaruhi nilai rata-rata. Sedangkan bias sistematis terjadi karena
banyak faktor, antara lain;
1. Kesalahan dari kuesioner. Kuesioner tidak dirancang dengan baik, baik urutan
pertanyaan, isi pertanyaan dan disain pertanyaan.
2. Kesalahan pewawancara. Hal ini disebabkan karena pewawancara belum
memenuhi kriteria seperti tingkat pendidikan, apakah sudah mendapat pelatihan
sebelum mengumpulkan data, tingkat keseriusan pewawancara, tanggung
jawab, dan masalah kejujuran.
3. Kesalahan alat. Alat yang dipakai tidak akurat dan alat yang rusak masih tetap
dipakai. Hendaknya sebelum melakukan pengukuran alat harus dikalibrasi atau
ditera terlebih dahulu.
4. Kesalahan dari daftar komposisi bahan makanan (DKBM). Terbitan DKBM
sudah beberapa kali direvisi. Kesalahan terjadi apabila menggunakan DKBM
yang lama dan tidak semua bahan makanan yang dimakan responden ada dalam
DKBM.
Sumber bias dan kesalahan dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut
Supariasa et al. (2001) sumber kesalahan dapat disebabkan oleh 5 (lima) faktor,
yaitu:
1. Kesalahan dari pengumpul data.
Kesalahan pengumpul data terjadi karena beberapa pengaruh, antara lain:
a. Pengaruh sikap pewawancara. Pewawancara terlihat sombong, tergesa-
gesa, pertanyaan yang mengarahkan jawaban, dan cara bertanya yang tidak
sistematis.
b. Pengaruh situasi. Pada saat wawancara anak menangis, ada orang lain yang
ikut mendengarkan, dan pengaruh tempat yang kurang nyaman.
c. Pengaruh hubungan timbal balik antara pewawancara dengan responden.
Hubungan kurang baik dapat terjadi karena ada kesenjangan pengaruh status
pewawancara dan responden, pengaruh sikap pewawancara, dan pengaruh
penampilan pewawancara seperti penggunaan baju, sepatu, perhiasan yang
sangat berbeda dengan responden.
2. Kesalahan responden.
Kesalahan responden dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain:
a. Gangguan daya ingat yang disebabkan oleh bertambahnya umur.
b. Jawaban yang tidak tepat dalam memperkirakan bahan makanan.
c. Responden ada kecenderungan untuk menambah makanan yang kurang
dikonsumsi dan mengurangi makanan yang banyak dikonsumsi. Hal ini
sering disebut “the flat slope syndrome”.
d. Menambah makanan yang mempunyai nilai sosial tinggi. Contohnya dalam
keseharian jarang makan daging, tetapi karena daging mempunyai nilai
sosial yang tinggi maka jawaban responden daging selalu dikonsumsi.
e. Keinginan untuk menyenangkan pewawancara. Ada responden yang tidak
ingin mengecewakan pewawancara. Oleh karena itu responden melakukan
perbuatan yang tidak biasa dilakukan demi menyenangkan pewawancara.
Akibatnya jawaban tentang konsumsi dan perilaku makan tidak
menggambarkan yang sebenarnya.
f. Kesalahan dalam mencatat. Khusus penggunaan metode survei konsumsi
yang memerlukan pencatatan dari responden seperti food records
diperlukan pencatatan yang baik. Apabila pencatatan tidak dilakukan
dengan baik atau asal-asalan maka hasilnya tidak akan menggambarkan
konsumsi yang sebenarnya.
g. Kerja sama yang tidak baik. Apabila tidak terjadi kerja sama yang baik
antara responden dan pewawancara akan mengakibatkan hasil yang tidak
valid. Contoh responden menjawab agak ngawur dan sering menjawab tidak
tahu agar waktu proses wawancara cepat selesai.
3. Kesalahan alat.
Dalam survei konsumsi banyak alat dan bahan yang diperlukan. Alat tersebut
berupa timbangan, ukuran rumah tangga, dan kalkulator. Kesalahan terjadi
apabila timbangan tidak dikalibrasi, kalkulator yang rusak, dan ukuran rumah
tangga yang tidak sesuai dengan situasi di tempat pengumpulan data.
4. Kesalahan dari DKBM.
Tidak semua bahan makanan ada dalam DKBM, terutama bahan makanan yang
terdapat di daerah pedalaman dan jarang dikonsumsi oleh masyarakat.
Kesalahan terjadi dalam menentukan nama bahan makanan, perbedaan
kandungan zat gizi akibat kondisi tanah dan penggunaan pupuk yang berbeda
dan tingkat kematangan bahan makanan. Kesalahan juga terjadi akibat dalam
DKBM tidak terdapat informasi mengenai komposisi makanan jadi atau
jajanan.
5. Kesalahan kehilangan zat gizi.
Kehilangan zat gizi dapat terjadi dalam proses pemasakan. Hal ini tidak
dipertimbangkan dalam penentuan zat gizi dalam DKBM. Sebenarnya akibat
berbagai jenis proses pemasakan dan penyimpanan yang berbeda
mengakibatkan kandungan zat gizi makanan berbeda-beda.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi bias dalam survei
konsumsi terutama bias secara sistematik adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan sampel dalam jumlah yang besar. Semakin besar sampel semakin
kecil variasi datanya.
2. Melakukan pengulangan pengukuran. Contoh pelaksanaan recall 24 jam
dilaksanakan minimal selama 5 hari.
3. Selalu melaksanakan kalibrasi pada alat-alat. Lakukan secara rutin untuk
mengecek akurasi alat dengan cara melakukan peneraan atau kalibrasi.
4. Melaksanakan pelatihan kepada petugas pengumpul data. Hal ini sangat penting
untuk mendapatkan persepsi yang sama tentang pelaksanaan survei konsumsi
terutama waktu pelaksanaan survei konsumsi, cara pengisian kuesioner, teknik
pencatatan, jenis logistik yang harus dibawa, dan sebagainya.

H. PERENCANAAN DAN PENGORGANISASIAN


Untuk memperlancar pelaksanaan survei konsumsi perlu dilakukan
perencanaan dan pengorganisasian yang matang dari berbagai pihak yang terkait.
Manfaat dari pengorganisasian yang baik akan menghasilkan data yang lebih akurat
dan bermanfaat untuk pengambilan Keputusan yang tepat. Ada beberapa hal yang
perlu direncanakan dan diorganisir dalam survei konsumsi adalah sebagai berikut:
1. Pembentukan Panitia atau Tim Survei Konsumsi.
Dalam rangka menjalankan survei konsumsi harus dibentuk kepanitiaan atau
tim. Susunan panitia tidak ada patokan yang baku, namun yang penting semua
kegiatan dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Unsur-unsur yang harus
ada adalah penanggung jawab, ketua/wakil ketua, sekretaris, bendahara. Dalam
urusan teknis harus ada yang membidangi urusan logistik dan instrumen,
dokumentasi, supervisor, pengumpul data, pengolah dan analisis data, pelapor,
dan lain sebagainya. Besar dan ruang lingkup kepanitiaan sangat tergantung dari
jangkauan survei konsumsi, apakah tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kota,
tingkat kecamatan dan desa/kelurahan.
2. Penentuan Tenaga Pelaksana.
Tenaga pelaksana pengumpul data harus mempunyai kriteria. Kriteria tersebut
antara lain:
a. Tingkat pendidikan pengumpul data idealnya minimal tamatan Diploma I
Gizi, yang masa lampau disebut tamatan sekolah Pembantu Ahli Gizi
(SPAG). Apabila tidak memungkinkan dapat dicari tenaga kesehatan
lainnya seperti bidan dan perawat yang telah dilatih khusus untuk
pengumpul data.
b. Mempunyai latar belakang dan pengalaman dalam bidang perencanaan
menu dan penyelenggaraan makanan.
c. Mempunyai pengetahuan tentang ilmu gizi, ukuran rumah tangga (URT),
bahan makanan penukar, konversi makanan mentah ke makanan jadi atau
sebaliknya, dan penyerapan minyak.
d. Mempunyai karakter dan integritas yang tinggi.
e. Jujur dan bekerja penuh tanggung jawab.
f. Memahami adat istiadat dan budaya di daerah penelitian.
g. Mempunyai kemampuan yang memadai tentang teknik wawancara.
h. Tenaga wanita lebih cocok untuk mengumpulkan data, karena bisa lebih
fleksibel dan dekat dengan ibu-ibu rumah tangga, sehingga lebih terbuka
mengungkapkan masalah yang dimakan.
3. Pelatihan Tenaga.
Untuk mendapatkan persepsi yang sama di antara pengumpul data perlu
dilakukan pelatihan. Pelatihan ini mencakup materi survei konsumsi antara lain,
pengorganisasian, tujuan, metode, waktu, peralatan dan logistik, teknik
wawancara, pengisian kuesioner/formulir lainnya, teknik pencatatan dan cek
data, budaya dan bahasa pengantar, dan masalah-masalah teknik lainnya.
4. Penentuan Sasaran dan Besar Sampel.
Sasaran penelitian perlu ditentukan agar semua pihak terkait memahaminya.
Penentuan sasaran sangat tergantung dari tujuan. Tujuan penelitian bisa
mencakup tingkat konsumsi masyarakat, keluarga, dan perseorangan.
Penentuan besar sampel sangat tergantung dari tingkat homogenitas populasi
dan berhubungan dengan data lain yang dikumpulkan. Apabila populasi cukup
homogen, maka jumlah sampel yang diperlukan tidak terlalu banyak, sedangkan
apabila variasi populasi cukup banyak maka kebutuhan akan sampel akan lebih
banyak. Pengambilan sampel dapat dilakukan secara acak atau random.
5. Pemilihan Alat dan Bahan.
Alat dan bahan yang dipilih dan digunakan tergantung dari metode yang
digunakan. Ada beberapa metode yang membutuhkan alat yang spesifik.
Contoh metode penimbangan makanan pasti membutuhkan alat timbang dan
metode recall 24 jam pasti membutuhkan bahan food model dan ukuran rumah
tangga (URT), formulir recall, dan sebagainya. Pemilihan alat dan bahan ini
harus tepat untuk mendapatkan data yang akurat.
6. Periode Waktu Penelitian.
Dalam rangka mendapatkan gambaran yang komprehensif dari survei konsumsi
makanan maka waktu penelitian dilakukan yang dapat mewakili musim dalam
satu tahun. Siklus menu masyarakat sering juga menentukan waktu penelitian.
Siklus menu yang sangat bervariasi membutuhkan periode waktu yang relatif
lama dibanding masyarakat yang siklus menunya sangat sederhana. Sebaiknya
dihindari waktu pelaksanaan survei pada saat bencana alam (banjir, tsunami,
gunung meletus), musim paceklik, dan perayaan keagamaan karena konsumsi
pada saat itu tidak normal.
7. Persiapan Masyarakat.
Untuk memperlancar pelaksanaan survei konsumsi, masyarakat perlu
dipersiapkan secara baik. Tokoh masyarakat seperti Kepala Desa, Ketua
RT/RW, Bidan Desa, dan tokoh lainnya perlu diberitahu tentang pelaksanaan
survei. Hal ini dilakukan agar para tokoh tersebut dapat mendukung
pelaksanaan kegiatan. Masyarakat perlu diberi tahu bahwa kegiatan ini adalah
legal dengan cara menunjukkan izin pelaksanaan yang dikeluarkan oleh pejabat
yang berwenang.
BAB 2
METODE RECALL 24 JAM

A. PENGERTIAN
Metode recall 24 jam adalah salah satu metode survei konsumsi yang
menggali atau menanyakan apa saja yang dimakan dan diminum responden selama
24 jam yang berlalu baik yang berasal dari rumah maupun di luar rumah. Menurut
Patterson dan Pietinen (2005) menyatakan bahwa recall makanan 24 jam adalah
wawancara dengan meminta responden untuk menyebutkan semua makanan dan
minuman yang dikonsumsi selama 24 jam sebelumnya. Sedangkan menurut Gibson
(2005) metode recall 24 jam adalah suatu metode yang memberikan gambaran
informasi makanan yang dimakan 24 jam lalu atau sehari sebelumnya. Recall yang
tidak diberitahukan sebelumnya direkomendasikan untuk dilakukan karena
responden tidak dapat mengubah apa yang mereka makan secara retrospektif dan
dengan demikian instrumen ini tidak dapat mengubah pola makan responden.
Metode ini paling sering digunakan dalam suatu penelitian karena cukup akurat,
cepat pelaksanaannya, murah, mudah, dan tidak memerlukan peralatan yang mahal.
e-Siong, Dop, Winichagon (2004) dalam Widajanti (2009)
menyatakan bahwa metode survei konsumsi untuk individu disarankan
menggunakan recall 24 jam dan frekuensi makanan (FFQ). Dalam Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) mulai tahun 2010 – sekarang, metode recall 24 jam selalu
digunakan.

B. TUJUAN
Tujuan metode recall 24 jam adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan informasi tentang makanan yang sebenarnya dimakan 24
jam yang lalu. Makanan dapat berupa makanan utama dan makanan selingan
serta minuman yang nyata dimakan 24 jam yang lalu.
2. Untuk mengetahui rata-rata asupan dari masyarakat dengan catatan sampel
harus betul-betul mewakili suatu populasi.
3. Untuk mengetahui tingkat konsumsi energi dan zat-zat gizi tertentu. Zat gizi
yang umum diketahui yaitu yang dapat menggambarkan kuantitas dan kualitas
makanan seperti Energi (Karbohidrat) dan protein. Di samping itu pula dapat
ditentukan konsumsi lemak, vitamin, dan mineral.
4. Perbandingan internasional hubungan antara asupan zat gizi dengan kesehatan
dan golongan rawan gizi.

C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dari metode recall 24 jam dapat digunakan dalam skala
nasional, rumah tangga, dan individu. Di tempat pelayanan kesehatan seperti rumah
sakit, metode ini paling umum digunakan untuk mengetahui asupan makanan/zat
gizi pasien. Begitu juga dalam skala nasional, Direktorat Bina Gizi Masyarakat
Kementrian Kesehatan RI dalam melaksanakan survei konsumsi selalu
menggunakan metode recall 24 jam. Riset dalam skala nasional seperti Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) untuk mengetahui asupan zat gizi selalu
menggunakan metode recall 24 jam.

D. ALAT DAN BAHAN


Untuk mendapatkan data yang akurat, diperlukan alat dan bahan dalam
survei konsumsi dengan metode recall 24 jam, antara lain:
1. Timbangan makanan, dengan ketelitian/skala 1 gram.
2. Model makanan (food model).
3. Ukuran rumah tangga (URT).
4. Bahan makanan asli (real food).
5. Foto bahan makanan.
6. Daftar komposisi bahan makanan (DKBM)
7. Angka kecukupan gizi (AKG) untuk orang Indonesia.
8. Daftar bahan makanan penukar (DBMP).
9. Daftar kandungan zat gizi makanan jajanan (DKGJ).
10. Daftar konversi berat mentah masak (DKMM).
11. Daftar konversi penyerapan minyak (DKPM).
12. Daftar taksiran komposisi air susu ibu (ASI).
13. Kalkulator.
14. Formulir recall 24 jam.

E. KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN


Terdapat beberapa keunggulan dan kelemahan metode survei konsumsi. Di
bawah ini diuraikan hal tersebut berdasarkan (Gibson, 2005; Supariasa et al., 2001;
Seameo-Recfon, 2011) sebagai berikut:
1. Keunggulan
Banyak keunggulan dari metode recall 24 jam. Di antara keunggulan tersebut
antara lain:
a. Akurasi data dapat diandalkan.
b. Murah, tidak memerlukan biaya tinggi.
c. Sederhana, mudah, dan praktis dilaksanakan di masyarakat.
d. Waktu pelaksanaan relatif cepat, sehingga mencakup banyak responden.
e. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu
sehingga dapat dihitung asupan energi dan zat gizi sehari.
f. Memberikan gambaran kualitatif dari pola makan seperti asupan zat gizi.
g. Sangat berguna untuk mengukur rata-rata asupan untuk populasi yang besar,
oleh karena itu sering digunakan untuk survei konsumsi makanan.
h. Dapat digunakan bagi orang yang buta huruf maupun yang melek huruf.
i. Responden tidak perlu mendapat pelatihan.
j. Tidak membahayakan.
k. Memungkinkan jumlah sampel yang besar.
l. Lebih obyektif dari metode riwayat makan.
m. Sangat berguna dalam hal klinis.
n. Adanya unsur kejutan yang membuat kesempatan mengubah diet menjadi
berkurang.
o. Beban responden yang rendah menyebabkan tingkat respons biasanya
tinggi.
2. Kelemahan
Banyak kelemahan dari metode recall 24 jam. Kelemahan tersebut antara lain:
a. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila recall
dilakukan hanya satu hari.
b. Sangat tergantung pada daya ingat (subjek bisa saja gagal mengingat semua
makanan yang dimakan ataupun bisa jadi menambahkan makanan yang
sebetulnya tidak dimakan). Oleh karena itu responden harus mempunyai
daya ingat yang baik. Metode ini tidak cocok dilakukan pada anak yang
berusia di bawah 7 tahun, orang tua yang berusia di atas 70 tahun, dan orang
yang hilang ingatan atau orang yang pelupa.
c. The flat slope syndrome yaitu kecenderungan bagi mereka yang kurus untuk
melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden
yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate).
d. Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam
menggunakan alat bantu seperti URT dan food model.
e. Responden harus diberi penjelasan dan motivasi tentang tujuan
pengumpulan data/penelitian.
f. Untuk menggambarkan konsumsi makanan sehari-hari metode recall tidak
dapat digunakan pada saat panen raya, hari pasar, hari akhir pekan, saat
upacara keagamaan, selamatan, bencana alam, dan lain sebagainya.
g. Terkait dengan sifatnya yang retrospektif, metode recall 24 jam kurang
cocok diterapkan pada responden anak-anak dan usia lanjut.
h. Cenderung terjadi kesalahan dalam memperkirakan ukuran porsi yang
dikonsumsi (subyek bisa saja memberikan perkiraan yang lebih atau kurang
dari yang seharusnya).
i. Tidak mencerminkan asupan yang biasanya dikonsumsi dalam sebuah
kelompok jika recall tidak mewakili seluruh hari dalam satu Minggu.
j. Pewawancara harus mendapat pelatihan yang baik.
k. Proses tanya jawab yang terus menerus bisa melelahkan baik bagi
responden dan pewawancara serta dapat menghasilkan kesalahan.
l. Berpotensi menghasilkan kesalahan saat perkiraan ukuran porsi dikonversi
menjadi ukuran gram.
m. Berpotensi menghasilkan kesalahan dalam pemberian kode bahan makanan
jika jumlah bahan makanan dalam database terbatas.
n. Pengabaian bahan-bahan hiasan makanan, saus, dan minuman dapat
menjadikan perkiraan asupan energi menjadi lebih rendah dari sebenarnya.
o. Proses memasukkan data memerlukan tenaga dan waktu khusus.
p. Tidak dapat memastikan kebenaran, apakah dorongan sosial tidak
mempengaruhi jawaban responden yang sebenarnya.

Mengingat keberhasilan metode recall 24 jam sangat ditentukan oleh daya


ingat responden dan kesungguhan serta kesabaran dari pewawancara maka untuk
mendapatkan kualitas data dilakukan selama beberapa kali pada hari yang berbeda
atau tidak berturut-turut, tergantung dari variasi menu keluarga dari hari ke hari.

F. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN
Beberapa langkah dan prosedur dari pelaksanaan recall 24 jam adalah
sebagai berikut:
1. Responden mengingat semua makanan dan minuman yang dimakan 24 jam
yang lalu.
2. Responden menguraikan secara mendetail masing-masing bahan makanan yang
dikonsumsi seperti bahan makanan atau makanan jadi. Mulai dari makan pagi,
makan siang, makan malam, dan berakhir sampai akhir hari tersebut.
3. Responden memperkirakan ukuran porsi yang dimakan, sesuai dengan ukuran
rumah tangga yang biasa digunakan, antara lain dengan menggunakan food
model atau foto-foto bahan makanan asli dan alat-alat makan.
4. Pewawancara dan responden mengecek/mengulangi kembali apa yang dimakan
dengan cara mengingat kembali.
5. Pewawancara mengubah ukuran porsi menjadi setara ukuran gram.
Menurut Gibson (2002) dalam Essential of Human Nutrition dan Seamoe-
Recfon, 2011 terdapat empat tahapan yang sering digunakan dalam teknik
wawancara bertingkat ganda (multiple-pass interviewing technique), seperti
diuraikan di bawah ini:
1. Tahap pertama: mengumpulkan sebuah daftar lengkap yang memuat seluruh
makanan dan minuman yang dikonsumsi hari sebelumnya.
2. Tahap kedua: membuat deskripsi rinci dari tiap-tiap makanan dan minuman
yang dikonsumsi, termasuk cara memasak dan mereknya jika memungkinkan.
3. Tahap ketiga: mendapatkan perkiraan jumlah tiap-tiap bahan makanan dan
minuman yang dikonsumsi, secara umum dalam ukuran rumah tangga, serta
dimasukkan dalam lembaran data (datasheet) atau formulir pemasukan data
berbasis komputer. Informasi tentang bahan-bahan dalam masakan yang
dicampur juga harus dikumpulkan pada saat ini.
4. Tahap keempat: proses recall ditinjau kembali untuk meyakinkan bahwa semua
bahan makanan, termasuk penggunaan suplemen dan mineral, telah tercatat
dengan benar.

Pedoman untuk recall 24 jam pada anak seperti diuraikan di bawah ini:
1. Wawancara dapat dilakukan pada anak di atas 8 tahun dan usia dewasa. Orang
yang gangguan ingatan dan orang tua, wawancara recall 24 jam tidak boleh
dilakukan.
2. Anak usia 4-8 tahun, wawancara dilakukan bersamaan dengan pengasuh anak
tersebut. Anak yang di bawah 4 tahun, yang diwawancarai adalah pengasuh
utama anak tersebut.
3. Wawancara untuk beberapa orang sangat penting bila anak berada di sekolah
atau bermain di rumah temannya untuk meyakinkan bahwa makanan yang
dimakan di luar rumah tetap tercatat dan dilaporkan.
4. Untuk anak remaja, wawancara dapat dilakukan langsung kepada anak tersebut.
Kesepakatan dalam keluarga bahwa anggota keluarga atau saudara kandung
atau tempat dapat membantu mengingat apa yang dimakan, sehingga dapat
meningkatkan akurasi data.
Contoh Formulir Recall 24 Jam
(Riskesdas, 2010)

KONSUMSI MAKAN INDIVIDU – 24 JAM YANG LALU

1. Hari wawancara  2. Kondisi saat wawancara 


1. Senin-Jum’at 1. Biasa 4. Puasa
2. Sabtu-Minggu 2. Hajatan 5. Sakit
3. Hari Raya 6. Diit
Waktu Menu Bahan Kode Ukuran Berat
makanan Bahan Rumah (gram)
Makanan Tangga
Pagi

Selingan

Siang

Selingan

Malam

3. Apakah masih mendapat ASI: 4. Bila ya, frekuensi mendapat ASI:


a. Ya b. Tidak  Kali sehari semalam (24 jyl)
Contoh Formulir Recall 24 Jam
(Untuk Pasien Rumah Sakit)
Waktu Nama Bahan makanan
Makan Masakan Jenis Banyaknya
URT G
Pagi

Selingan

Siang

Selingan

Malam
FORM PENILAIAN WAWANCARA
RECALL 24 JAM

Nama Interviewer :
Nama Interviewee :
Tempat :
No. Kegiatan Dilaksanakan Keterangan
Ya Tidak
1 Salam, senyum, dan sapa
2 Perkenalkan diri
3 Membina hubungan baik (rapport)
4 Meminta kesediaan menjadi responden
(inform Concern)
5 Menjelaskan maksud dan tujuan
6 Memulai/pelaksanaan wawancara:
a. Sikap dan gaya bertanya yang baik
b. Memulai pertanyaan yang mudah
c. Melakukan paraphrase
d. Melakukan probing
e. Penggunaan URT
f. Konversi URT ke berat (gram)
g. Mencatat jawaban (lengkap)
7 Mengakhiri wawancara:
a. Mengecek kelengkapan jawaban
b. Memberi penghargaan (bila
perlu)/kompensasi
c. Memohon kesediaan diwawancarai
kembali
d. Memohon maaf bila ada
kesalahan/kekeliruan
e. Ucapan terima kasih
Catatan Khusus/Komentar:
1.
2.

Penulis/observer,
BAB 3
METODE PENIMBANGAN MAKANAN
(FOOD WEIGHING)

A. PENGERTIAN
Metode penimbangan makanan adalah salah satu metode survei konsumsi
kuantitatif. Pada dasarnya metode ini adalah responden atau petugas diminta
menimbang dan mencatat makanan dan minuman yang dikonsumsi selama satu
hari, termasuk cara memasak, merek makanan, dan komposisi (bila
memungkinkan). Asal makanan yang ditimbang adalah makanan yang berasal dari
rumah dan makanan yang berasal dari luar rumah. Hasil pengukuran metode ini
dapat dijadikan gold standard (standar baku) dalam rangka menentukan seberapa
banyak makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok
masyarakat tertentu.
Dalam suatu tempat yang khusus, seperti di institusi tempat kerja,
perusahaan, panti sosial, lembaga pemasyarakatan di mana seseorang tinggal
bersama-sama, maka metode ini sangat membantu menetapkan konsumsi makanan
secara benar dan tepat. Hal ini disebabkan karena makanan yang mereka makan
sudah tahu jenisnya, porsinya, ukurannya, mereknya, komposisinya yang
kesemuanya bisa dicatat dan ditimbang oleh petugas. Ini adalah menunjukkan
asupan yang sebenarnya (actual intake).
Penggunaan metode ini dilakukan di rumah tangga atau institusi khusus,
apabila tersedia timbangan makanan. Umumnya pedesaan di Indonesia jarang yang
mempunyai timbangan makanan. Oleh karena itu petugas survei atau pengumpul
data harus menyediakan timbangan. Timbangan ada beberapa jenis seperti
timbangan digital dan non digital atau menggunakan per. Skala timbangan
sebaiknya dalam gram.
Di negara-negara benua Eropa, metode penimbangan makanan lebih sering
digunakan karena rumah tangga di negara-negara tersebut terbiasa menimbang
berat bahan makanan sebelum diolah (Gibson, 2005). Pernyataan tersebut didukung
dengan penjabaran bahwa dalam penimbangan makanan yang diukur beratnya.
Responden, orang tua responden, atau pembantu rumah tangga diinstruksikan untuk
menimbang berat bahan makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh responden
dalam periode waktu tertentu. Hal-hal yang juga harus dicatat atau direkam secara
detail antara lain metode persiapan makanan, deskripsi tentang makanan, dan merek
bahan makanan (jika tercantum).
Karakteristik dari metode penimbangan makanan adalah sebagai berikut
(Seameo Recfon, 2011):
1. Makanan dan sisanya ditimbang menggunakan alat timbangan atau
menggunakan teknik komputerisasi yang disediakan oleh peneliti.
2. Metode paling tepat untuk memperkirakan asupan makanan dan zat gizi yang
biasa dikonsumsi seorang individu.
3. Lebih disarankan oleh beberapa peneliti untuk mengumpulkan data pada
individu.
4. Membutuhkan tingkat kerja sama yang lebih tinggi dibanding metode Perkiraan
Makanan (estimated food record) dan lebih cenderung memiliki dampak yang
lebih besar terhadap kebiasaan makan dibanding Perkiraan Makanan.
5. Biaya timbangan sangat mahal dalam beberapa kasus.
6. Tingkat ketepatan lebih tinggi dibanding Catatan Perkiraan Makanan karena
ukuran porsinya ditimbang dengan mengurangi kontribusi terhadap keragaman
dari kesalahan pengukuran.

B. TUJUAN
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dari metode penimbangan makanan, antara
lain:
1. Mengukur aktual asupan makanan dan zat gizi dari responden atau subyek
penelitian.
2. Hasilnya sebagai dasar untuk melaksanakan konseling gizi.
3. Menentukan gold standar bagi seseorang yang bekerja di institusi tertentu
seperti karyawan di suatu perusahaan, pasien di rumah sakit, dan orang-orang
yang tinggal di panti.
C. ALAT YANG DIBUTUHKAN
Alat dan bahan yang dibutuhkan agar pelaksanaan metode penimbangan
makanan dapat berjalan efektif dan efisien adalah sebagai berikut:
1. Timbangan makanan. Timbangan makanan ada 2 (dua) jenis yaitu timbangan
digital dan non digital atau timbangan menggunakan per. Kapasitas timbangan
yaitu 1 (satu) kg dan 4 (empat) kg. Gambar jenis timbangan dapat dilihat pada
Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.
2. Formulir penimbangan, seperti terlihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.
3. Buku saku untuk catatan khusus.
4. Ukuran rumah tangga (URT) dan ukuran porsi makanan.
5. Pensil dan bulpoin.
6. Karet penghapus.
7. Daftar komposisi bahan makanan (DKBM).
8. Kalkulator.
9. Software, antara lain Nutrisurvei dan Nutrsoft.
10. Pedoman survei.

Sumber: foto merupakan koleksi pribadi Sumber: foto merupakan koleksi pribadi
yang diambil di Laboratorium yang diambil di Laboratorium
Percobaan Makanan Percobaan Makanan
Departemen Gizi Masyarakat Departemen Gizi Masyarakat
FEMA IPB FEMA IPB.
Gambar 4.1 Timbangan Digital Gambar 4.2 Timbangan Non digital/per
D. KEBAIKAN DAN KELEMAHAN
1. Kebaikan
a. Metode survei konsumsi yang paling akurat, karena mengukur asupan yang
sebenarnya.
b. Data valid karena pengukuran sampai 5 hari.
c. Tidak tergantung pada daya ingat.
d. Dapat menganalisa pola makanan dan kebiasaan makan dalam
hubungannya dengan lingkungan sosial-kependudukan responden.
e. Dapat mendukung interpretasi data laboratorium, data antropometrik, dan
data klinik.
f. Pengukuran selama beberapa lebih hari akan lebih mewakili asupan yang
biasanya.
2. Kelemahan
a. Responden enggan menimbang makanan yang dimakan di luar rumah.
b. Beban tinggi yang diemban responden dapat menghasilkan tingkat respons
yang rendah.
c. Peneliti atau pengumpul data harus mencari/membeli makanan yang mirip
dimakan oleh responden jika responden makan di luar rumah. Di samping
itu responden diminta memperlihatkan porsi makanan yang dimakan untuk
kemudian ditimbang.
d. Menuntut motivasi dan pengertian yang tinggi dari kedua belah pihak yaitu
pengumpul data dan responden.
e. Perlu melatih atau menjelaskan kepada responden bagaimana cara
menimbang yang baik.
f. Tidak dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.
g. Responden dapat mengubah pola makannya.
h. Karena harus menimbang dan mencatat, kemungkinan responden kurang
bisa bekerjasama.
i. Memerlukan waktu yang lama.
j. Memerlukan tenaga analisis yang intensif dan mahal.
k. Kesalahan melaporkan yang signifikan masih bisa saja terjadi.
E. WAKTU PELAKSANAAN SURVEI
Banyak pendapat para ahli gizi atau ahli survei konsumsi tentang waktu
pelaksanaan survei. Idealnya survei dilaksanakan selama 7 (tujuh) hari, yaitu mulai
hari senin sampai Minggu. Hal ini sangat tergantung pada tujuan survei, tersedianya
tenaga, peralatan, dan dana yang tersedia. Apabila ada keterbatasan maka survei
dapat dilakukan minimal 3 hari dalam seminggu yang terdiri dari hari pertama dan
kedua tidak dilaksanakan secara berturut-turut, dan hari ketiga dilaksanakan saat
libur atau week end agar mewakili siklus menu atau hari selama satu Minggu
(Arisman, 2009; Widajanti, 2009).

F. LANGKAH-LANGKAH
Beberapa langkah dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1. Kunjungan pendahuluan.
Pada saat kunjungan ini peneliti atau pengumpul data ke tempat tinggal
responden untuk memberikan gambaran tentang beberapa hal tentang
pengumpulan data seperti tujuan, menunjukkan inform Concern, apa yang harus
diperhatikan dan dikerjakan responden, waktu pelaksanaan, dan pentingnya
kerja sama selama pengumpulan data.
2. Responden menimbang dan mencatat makanan dan minuman yang dimakan
selama satu hari. Makanan dan minuman yang ditimbang dapat berasal dari
dalam rumah maupun dari luar rumah. Untuk mengetahui makanan yang
dimakan dapat dilakukan penimbangan makanan dan minuman sebelum makan
dan menimbang kembali sisa makanan/minuman setelah selesai makan. Selisih
berat sebelum makan dan setelah makan adalah berat aktual makanan dan
minuman yang dikonsumsi oleh responden. Apabila responden mengalami
kesulitan dalam teknik penimbangan dapat didampingi oleh pengumpul data
atau interviewer.
3. Hal-hal yang perlu dicatat juga adalah cara memasak, merek makanan, dan
komposisi (bila memungkinkan).
4. Setelah seluruh data terkumpul (sesuai dengan berapa hari melakukan
penimbangan) maka dilakukan perhitungan konsumsi makanan baik energi dan
zat gizi lainnya. Perhitungan dapat dilakukan secara manual dengan
menggunakan daftar komposisi bahan makanan (DKBM) atau menggunakan
software yang telah ditentukan.
5. Lakukan analisis dengan cara membandingkan asupan energi dan zat gizi
dengan angka kecukupan gizi.

G. FORMULIR PENGUMPULAN DATA


Ada beberapa contoh dan model formulir pengumpulan data di mana
formulir yang satu dengan yang lain relatif berbeda tetapi maknanya hampir sama.
Perbedaan itu disebabkan karena tujuan dan disain dari penelitian yang berbeda.
Contoh formulir dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

Tabel 4.1 Contoh Formulir Penimbangan Makanan Rumah Tangga

Nama Keluarga : Tanggal :


Alamat Tinggal : Waktu :
Kota : Nama Makanan :
Jumlah anggota rumah tangga :

Anggota Deskripsi Berat Berat sisa Untuk kepentingan laboratorium


keluarga makanan sajian makanan saja
yang dan cara (gram/ons) (gram/ons)
mengonsums memasak * *
i makanan . Satu
(gunakan baris per Berat Asupa Kode
kode) makanan makanan n per makana
. (gram/ons) orangb n
*

Makanan yang dimakan di luar rumah: Deskripsikan makanan dan cara memasak. Perkirakan
beratnya.

a
Gambarkan sebuah lingkaran di sekitar unit yang diukur jumlahnya
b
Hitunglah dari total ‘man values’ menggunakan ‘Rome Scale’
Ibu (I) umur ..., Ayah (A) umur ..., Anak Lelaki Pertama (AL1) umur ..., Anak Lelaki Kedua (AL2)
umur ..., Anak Perempuan pertama (AP1) umur ..., Anak Perempuan kedua (AP2) umur ...,
Pengunjung Lelaki 1 (PL1) umur ..., Pengunjung Prempuan 1 (PP1) umur ...,
Sumber: Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Oxford University Press. New
York. Halaman 35.
Tabel 4.2 Contoh Formulir Penimbangan Makanan Rumah Tangga
Wakt Nama UR Jenis Berat Berat Sisa Jumla Rata-
u makana T bahan menta masak (gram h rata/orato
maka n makana h (gram ) orang r (Mentah)
n n (gram) ) yang
makan

Sumber: Modifikasi dari: Supariasa et al., 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta. Halaman 293.
BAB 5
METODE FOOD RECORD

A. FOOD RECORD METHOD


Survei konsumsi yang menggunakan metode food record biasanya
berlangsung selama satu Minggu atau 7 (tujuh) hari. Selama periode waktu tersebut,
semua pangan yang dikonsumsi pada setiap waktu makan diukur dengan cara
penimbangan maupun dengan menggunakan URT. Deskripsi lengkap mengenai
semua jenis pangan dicatat baik mengenai merek maupun cara penyiapannya (cara
memasak/mengolah makanan). Makanan yang tersisa pada setiap waktu makan
ditimbang dan dicatat dengan lengkap.
Bila memungkinkan, pangan yang dikonsumsi di luar rumah juga dicatat
dengan cara estimasi. Kalau data konsumsi pangan di luar rumah tidak tersedia,
perlu dilakukan penyesuaian. Jumlah anggota keluarga dan tamu yang makan pada
setiap waktu makan dicatat lengkap dengan umur dan jenis kelaminnya.
Metode food record merupakan metode yang paling akurat untuk metode
survei konsumsi pangan tingkat keluarga. Namun demikian metode ini juga
mempunyai kelemahan-kelemahan, yaitu: mahal, perlu partisipasi yang tinggi dari
responden, pola konsumsi pangan rumah tangga bisa berubah.
Food and Agricultural Organization (FAO) merekomendasikan metode ini
untuk digunakan di daerah pedesaan di negara-negara yang kurang berkembang.
Hal ini berdasarkan asumsi bahwa jenis pangan di daerah tersebut tidak begitu
banyak variasinya, pangan yang berasal dari produksi sendiri merupakan mayoritas
dari pangan yang tersedia dan satuan dari pangan yang dibeli tidak standard.

B. UNIT KONSUMSI
Unit konsumsi (UK) atau meal unit (MU) juga disebut Consumption Unit
(CU) adalah penyetaraan dari jumlah kali makan utama (meals) dalam sehari. Bila
seseorang atau keluarga dalam suatu masyarakat mempunyai kebiasaan makan
utama tiga kali sehari yaitu, sarapan, makan siang dan makan malam, maka satu
unit makan setara dengan 3 kali makan utama yang dilakukan di rumah. Apabila
seseorang hanya makan dua kali di rumah dan satu kali di luar rumah, maka dia
mempunyai 2/3 unit makan jika makanan yang dimakan di luar rumah tidak di catat.
Namun apabila makanan yang dikonsumsi di luar rumah dicatat, maka unit makan
yang berlaku untuk dia tetap satu (1).
Kalau kaidah di atas digeneralisir maka bisa menimbulkan kesalahan karena
setiap anggota keluarga mempunyai kebiasaan makan yang berbeda-beda.
Misalnya, anak balita mungkin mempunyai kebiasaan makan empat kali sehari,
orang-orang tertentu ada yang tidak pernah sarapan atau makan malam. Jadi
penggunaan angka koreksi dengan UM ini harus dilakukan per individu dari setiap
anggota keluarga. Dengan demikian harus diperoleh informasi apakah seseorang
makan di luar rumah atau tidak selama survei berlangsung. Dengan cara ini tentu
akan memperkecil kesalahan dalam perhitungan konsumsi per kapita maupun
tingkat kecukupannya.
Dengan demikian tidak selamanya 1 UM setara dengan 3 kali makan, atau
2 kali makan setara dengan 2/3 UM. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan makan
seseorang, keluarga atau masyarakat. Sebagai contoh seseorang yang biasa makan
utama dua kali dalam sehari, maka 1 UM sama dengan 2 kali makan.
Proporsi makanan antar waktu makan, kadang-kadang tidak sama. Pada
masyarakat tertentu makan pagi porsinya sedikit, makan siang dan sore jumlahnya
banyak dan makan malam adalah sisa makanan pada waktu makan siang. Di
Indonesia belum ada penelitian yang mengarah pada proporsi makanan untuk setiap
waktu makan. Dengan demikian untuk mendapatkan hasil yang akurat dalam
perhitungan konsumsi pangan keluarga, maka perlu dilakukan penelitian ke arah
sana, baik secara nasional maupun antar etnik. Kalaupun penelitian tersebut tidak
dapat dilakukan, setidaknya dalam setiap pengumpulan data sebelum diolah lebih
lanjut perlu dicari proporsi konsumsi setiap waktu makan khususnya energi.

Tabel 5.1 Rata-rata Persentase Kontribusi Makan terhadap Asupan Energi dan
11 Zat Gizi Selama Sehari
Waktu makan
Zat gizi Minum Makan Snack Makan Snack Makan
pagi pagi pagi siang siang sore
Energi 6 20 9 30 10 34
Protein 5 19 8 33 7 36
Lemak 5 17 7 32 9 37
Karbohidrat 7 22 10 28 12 31
Kalsium 10 24 13 26 10 29
Besi 2 21 6 33 7 37
Vit. A 5 17 7 34 7 37
Tiamin 5 33 7 29 6 30
Riboflavin 10 32 10 24 8 28
Asam nikotinat 5 24 7 32 6 33
Vit. C 6 14 7 36 7 37
Serat makanan 1 25 6 32 7 35
Makan utama saja 20 30 34
Cambridge Survei Pangan 21 29 34
Nasional
Sumber: Cameron dan Staveren, 1988

Di atas diberikan gambaran kebiasaan makan di Cambridge (Tabel 5.1).


Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa perbandingan proporsi antara makan pagi :
makan siang : makan sore : makan malam adalah 20 : 30 : 34 : 16 (Cameron dan
Staveren, 1988). Dengan demikian jika seseorang di Cambridge pada waktu survei
tidak makan siang di rumah, maka UM untuk dia adalah 0.70.
Dalam survei konsumsi yang dilakukan selama satu Minggu, satu unit
makan adalah setara dengan jumlah hari survei. Apabila seseorang pada waktu
survei dilakukan tidak makan di rumah selama satu hari, maka besarnya nilai unit
makannya adalah 1.00 dikurangi 1/7 atau 0.14 sama dengan 0.86.
Besarnya unit makan untuk satu hari konsumsi makan utama secara penuh
adalah 1/7 atau 0.14. besarnya unit makan untuk setiap makan berbeda-beda
tergantung proporsi makannya. Sebagai contoh untuk di Cambridge di mana
perbandingan makanan antar waktu makan (pagi, siang, sore dan malam) adalah 20
: 30 : 34 : 16, maka besarnya nilai unit makan dapat dihitung seperti berikut:
Makan pagi 0.20 : 7 = 0.03
Makan siang 0.30 : 7 = 0.04
Makan sore 0.34 : 7 = 0.05
Makan malam 0.16 : 7 = 0.02
+
Jumlah 1.00 : 7 = 0.14

Atas dasar itu maka apabila seseorang sewaktu survei dilakukan tidak
makan siang di rumah sebanyak tiga kali, maka dia kehilangan unit makan sebanyak
0.04 × 3= 0.12. Dengan demikian nilai unit makannya adalah sama dengan 0.88
UM.
Nilai konsumsi unit untuk satu keluarga dalam periode waktu survei
kemudian dijumlah. Satu keluarga dengan beranggotakan 5 orang. Di mana salah
satu di antara anggota keluarganya tidak makan siang satu kali pada waktu survei
dilakukan, maka mempunyai nilai 4,96 unit. Sedangkan untuk keluarga lain dengan
anggota keluarga yang sama, namun pada waktu makan siang kedatangan tamu satu
kali, maka unit makannya menjadi 5,04 unit.
Nilai konsumsi unit untuk setiap keluarga tersebut kemudian digunakan
untuk menghitung angka konsumsi per kapita untuk energi dan zat gizi lainnya.
Unit konsumsi dari masing-masing keluarga juga nantinya digunakan dalam
perhitungan kecukupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi selama survei.

Langkah-langkah Pengumpulan data food record


 Lakukan inventaris terhadap pangan yang tahan lama, dan tuliskan deskripsi
mengenai kemasan atau wadahnya.
 Catatlah dengan lengkap dan tepat deskripsi yang jelas dari setiap jenis pangan
seperti bentuk, warna dan karakteristik lainnya seperti contoh berikut:
 Beras, apakah disosoh atau tidak, beras merah atau putih.
 Wortel, apakah segar, layu, atau dikukus.
 Sayuran, apakah dimasak, olahan atau mentah, dan jika mentah bagian mana
yang digunakan, apakah batang, daun, bunga, dan jelaskan warnanya kalau
perlu.
 Buah-buahan, apakah mentah, olahan, atau dimasak, jelaskan tingkat
kematangan dan warnanya jika perlu.
 Gula, apakah gula merah atau gula pasir.
 Kopi, apakah instan atau tidak.
 Jika memungkinkan, deskripsi dari jenis pangan harus cocok dengan yang
tercantum dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
 Catat anggota rumah tangga yang makan di luar rumah; selain itu catat pula
tamu yang ikut makan lengkap dengan umur dan jenis kelaminnya.
 Periksalah, setiap jenis makanan yang ada pada menu.
 Periksalah, jumlah atau berat setiap jenis pangan yang dikonsumsi, apakah
sudah tercatat dalam kolom yang tepat.
 Tuliskan tanggal saat anda melakukan survei.
BAB 5
METODE FOOD FREQUENCY QUESTIONNAIRE (FFQ)

A. FREKUENSI PANGAN (FOOD FREQUENCY)


Penggunaan metode frekuensi pangan bertujuan untuk memperoleh data
konsumsi pangan secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi.
Metode ini umumnya tidak digunakan untuk memperoleh data kuantitatif pangan
ataupun asupan konsumsi zat gizi (Gibson, 2005). Namun metode frekuensi pangan
dapat juga digunakan untuk menilai konsumsi pangan secara kualitatif. Hal ini
tergantung dari tujuan studi, apakah hanya ingin menggali frekuensi penggunaan
pangan saja atau juga sekaligus dengan konsumsi zat gizinya. Dengan metode ini,
kita dapat menilai frekuensi penggunaan pangan atau kelompok pangan tertentu
(misalnya: sumber lemak, sumber protein, sumber vitamin A, dan lain sebagainya)
selama kurun waktu yang spesifik (misalnya: per hari, Minggu, bulan, tahun) dan
sekaligus memperkirakan konsumsi zat gizinya. Kuesioner mempunyai dua
komponen utama yaitu daftar pangan dan frekuensi penggunaan pangan.

B. METODE KOMBINASI
Tidak ada metode yang terbaik untuk semua tujuan studi. Hal ini terlihat
dari adanya kelemahan dan kelebihan dari setiap metode. Untuk mengurangi
kekurangan dari suatu metode biasanya dilakukan kombinasi dengan metode yang
lain yang dapat menutupi kekurangan dari suatu metode, atau melakukan
modifikasi seperlunya.
Kombinasi dari dua metode dapat memberikan informasi lebih, sehingga
informasi dari suatu hasil penelitian dapat lebih lengkap. Kombinasi yang dapat
dilakukan di antaranya adalah:
 Kombinasi antara metode penimbangan dengan metode estimasi, yaitu untuk
memperoleh informasi mengenai jumlah makanan yang dikonsumsi di luar
rumah.
 Kombinasi antara metode penimbangan langsung dengan metode “recall”
untuk menggali data konsumsi pangan di antara dua waktu makan (“snack).
 Kombinasi antara metode recall dengan riwayat makan.
 Kombinasi antara “recall” 24 jam yang lalu dengan food record (untuk tingkat
rumah tangga).
BAB 6
METODE DIETARY HISTORY

A. PENGERTIAN
Riwayat makan (Dietary history) dipergunakan untuk mengukur asupan gizi
individu dalam kurun waktu tertentu seperti beberapa Minggu, beberapa bulan atau
beberapa tahun yang lalu. Metode ini secara tradisional telah diasosiasikan dengan
pengukuran kebiasaan makan dan dikembangkan oleh BUrke pada tahun 1940-an.
Pada awalnya oleh Burke, metode ini melibatkan 4 (empat) langkah yaitu, pertama
mengumpulkan informasi yang bersifat umum tentang kesehatan (Health habits).
Kedua pertanyaan tentang pola makan. Ketiga, mengecek data yang dikumpulkan
pada langkah kedua. Keempat, melengkapi data responden tentang catatan makan
selama 3 hari.
Ahli gizi yang terlatih memulai wawancara dengan menanyakan pertanyaan
tentang jumlah menu yang dimakan sehari, nafsu makan, makanan yang tidak
disukai, mual dan muntah, suplemen yang dimakan, merokok, kebiasaan yang
berkaitan dengan tidur, istirahat, kerja dan olahraga, dan lain-lain. Ini
memungkinkan interviewer untuk mendapatkan informasi lebih lanjut. Selanjutnya
diikuti dengan recall 24 jam di mana interviewer menemukan pola umum makan
responden selama dan di antara menu yang disajikan, dimulai dengan makanan dan
minuman pertama pada hari itu.
Interviewer mencatat deskripsi mengenai apa yang biasa dimakan, termasuk
jenis makanan yang dimakan, ukuran saji, frekuensi dan waktu, dan variasi yang
paling sering dimakan. Dengan dicatatnya makanan responden, interviewer bisa
mengecek data dengan menanyakan tentang kebiasaan dan kesukaan responden.
Sebagai contoh responden mungkin mengatakan bahwa dia minum 8 (delapan) ons
susu tiap pagi. Interviewer kemudian harus mengumpulkan informasi tentang
kebiasaan minum susu responden untuk mengklarifikasi dan memverivikasi
informasi yang diberikan tentang asupan susu responden. Akhirnya, responden
ditanya untuk melengkapi food record selama 3 (tiga) hari, yang disajikan sebagai
cara tambahan untuk mengecek asupan yang masuk seperti biasanya (Lee dan
Nieman, 2010)

B. KELEBIHAN
Ada beberapa kelebihan dari metode dietary history, antara lain sebagai
berikut:
a. Lebih menggambarkan kebiasan makan, dibandingkan 7 (tujuh) hari food
weighing.
b. Dapat mendeteksi perubahan musim.
c. Dapat diperoleh semua data zat gizi.
d. Dapat dikorelasikan dengan data biokimia.

C. KEKURANGAN
Di bawah ini akan dikemukakan beberapa kekurangan metode dietary
history yaitu:
a. Memerlukan waktu wawancara lebih lama, yaitu kurang lebih 2 (dua) jam per
responden.
b. Overestimate asupan zat gizi dibanding metode penimbangan.
c. Dibutuhkan interviewer yang terlatih.
d. Tingkat kesulitan tinggi dan mahal.
e. Membutuhkan kerja sama yang baik dengan responden.
BAB 7
METODE FOOD ACCOUNT DAN FOOD INVENTORY

A. FOOD ACCOUNG METHOD


Metode ini bertujuan untuk mencatat semua pangan yang ada di rumah
tangga, yaitu yang berasal dari pembelian, pemberian atau yang diproduksi sendiri.
Jumlah masing-masing pangan dicatat dalam bentuk satuan dan URT. Dicatat pula
mengenai merek dagang dan harga dari setiap jenis pangan. Dalam metode ini
diasumsikan bahwa tidak ada perubahan yang berarti pada keadaan pangan di
rumah tangga selama periode survei. Sama halnya dengan metode pendaftaran,
pada metode ini juga tidak dicatat pangan yang dikonsumsi di luar rumah dan yang
dibuang sebagai sisa.
Kelebihan dari metode ini adalah murah, sehingga dapat mencakup sampel
yang besar. Metode ini menghasilkan data yang kurang akurat, karena pangan yang
dicatat berupa satuan dan URT, di mana diperlukan keahlian tenaga pengambil data
dalam mengonversikan URT ke dalam satuan berat. Kelemahan lainnya adalah
tidak memperhitungkan pangan yang dikonsumsi di luar rumah maupun yang
diberikan dan yang dibuang sebagai sisa.

Cara Pengumpulan Data


Prosedur survei menggunakan metode ini adalah hampir sama dengan
metode inventaris, hanya saja pada metode ini tidak dilakukan pengimbangan.
Pengukuran pangan yang dikonsumsi berdasarkan pangan yang tersedia untuk
dikonsumsi baik yang berasal dari pembelian, pemberian maupun yang dihasilkan
sendiri. Pengumpul data harus datang setiap hari untuk mencatat pangan apa saja
yang akan dikonsumsi pada hari itu.
Langkah-langkah survei konsumsi menggunakan metode ini adalah sebagai
berikut:
 Perkenalkan diri dan sampaikan tujuan dari survei konsumsi yang akan
dilakukan.
 Tanyakan identitas dan jumlah anggota rumah tangga berikut umur dan jenis
kelaminnya.
 Pada hari pertama tanyakanlah makanan apa saja yang akan dikonsumsi pada
hari ini dalam ukuran rumah tangga (URT) beserta asal dan harganya.
 Keesokan harinya cek kembali, kalau ada makanan lain yang dikonsumsi pada
hari kemarin yang belum tercatat.
 Lakukan langkah 3 dan 4 sampai survei selesai.

B. INVENTARIS MAKANAN (FOOD INVENTORY)


Tujuan dari metode inventaris adalah mencatat semua Perolehan dan
perubahan pangan yang ada di rumah tangga. Lamanya survei biasanya selama 7
(tujuh) hari. Pada hari pertama survei lakukan inventarisasi terhadap semua jenis
pangan yang ada di rumah tangga dengan cara penimbangan. Semua jenis pangan
yang ada pada hari pertama ini dianggap sebagai stok pangan di tingkat rumah
tangga. Kemudian pada hari-hari berikutnya catat perubahan-perubahan yang
terjadi pada pangan yang ada, baik yang berasal dari pembelian, pemberian maupun
yang diproduksi sendiri. Catat pula semua pangan yang dibuang, baik berupa sisa
(waste), maupun yang dipergunakan untuk makanan ternak, sehingga dapat
diperoleh jumlah dari setiap jenis pangan yang benar-benar dikonsumsi oleh
anggota keluarga.
Informasi lain yang harus dicatat adalah identitas seluruh anggota keluarga
yang tinggal di rumah selama survei berlangsung. Data yang perlu dikumpulkan
yaitu umur, jenis kelamin, aktivitas, status fisiologi dan ukuran antropometrik
terutama berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Setiap kali dilakukan
penimbangan pangan perlu dicatat siapa saja anggota keluarga yang makan,
termasuk bila ada tamu yang ikut makan, identitasnya (umur, jenis kelamin).
Informasi ini sangat berguna dalam menghitung rata-rata konsumsi per hari dan
rata-rata angka kecukupan energi dan zat gizi lainnya.
Kelebihan dari metode ini adalah data yang dihasilkan mempunyai akurasi
yang tinggi, karena dilakukan dengan cara penimbangan langsung pada pangan
yang tersedia. Kekurangannya adalah mahal, perlu banyak waktu, dan memerlukan
tenaga terlatih, perlu partisipasi yang tinggi dari tenaga pengumpul data maupun
respondennya, target sasaran dapat mengubah kebiasaan/pola konsumsi pangannya,
hanya mencatat pangan yang tersedia, tidak cocok untuk tipe masyarakat yang tidak
biasa menyimpan makanan.

Cara Pengumpulan Data


Survei konsumsi pangan menggunakan metode inventaris pangan biasanya
dilakukan selama 7 (tujuh) hari. Namun apabila tidak memungkinkan lamanya
survei bisa disesuaikan dengan dana yang tersedia, misalnya satu hari. Pada
prinsipnya dalam metode inventaris pengukuran dilakukan terhadap pangan yang
biasa telah tersedia (non-perisable foods) di tingkat rumah tangga.
Langkah-langkah survei konsumsi pangan menggunakan metode inventaris
pangan adalah sebagai berikut:
 Pertama-pertama perkenalkan diri dulu kemudian jelaskan tujuan dan survei.
 Tanyakan kepada responden susunan anggota keluarga berikut umur dan jenis
kelaminnya.
 Langkah selanjutnya adalah pengukuran pangan yang tersedia di rumah tangga
dengan tahap-tahap sebagai berikut:
 Pada hari pertama timbanglah pangan yang tersedia di rumah. Jumlah pangan
yang tersedia hari itu dianggap sebagai stok awal (Sai).
 Pada hari-hari berikutnya (hari ke-2 sampai sehari sebelum survei berakhir)
timbang dan catatlah terhadap semua pangan yang masuk (dibeli, pemberian
yang dimakan di luar rumah) (Pmi). Catat dan timbang semua jenis pangan yang
dikeluarkan untuk diberikan kepada orang lain (Pki) sejak hari kedua survei
sampai sehari sebelum survei berakhir.
 Pada hari terakhir survei catat dan timbang semua pangan yang ada di rumah.
Jumlah pangan yang tersedia hari itu dianggap sebagai stok akhir (Ski).
 Jumlah pangan yang dikonsumsi (Ki) oleh keluarga dapat dihitung dengan
persamaan ini:
Ki = Sai + Pmi – Pki – Ski
Ket: i = menunjukkan jenis pangan
 Konsumsi zat gizi keluarga dapat dihitung dengan cara:

𝐾𝐺𝑗17 = ∑ 𝐾𝑖 𝑁𝐺𝑗⁄100

Di mana:
KGj = Konsumsi zat gizi selama seminggu
NGj = Nilai gizi per 100 gram pangan
J = Jenis zat gizi
Ki = berat pangan ke-1
 Rata-rata konsumsi zat gizi per kapita per hari = KGj/N, di mana N adalah
jumlah anggota keluarga.
BAB 8
ANGKA KECUKUPAN GIZI

A. PENDAHULUAN
Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia. Pangan ini mengandung
energi dan zat gizi yang sangat dibutuhkan untuk mencapai status gizi yang baik.
Kekurangan dan kelebihan zat gizi akan mengakibatkan berbagai masalah gizi
antara lain kekurangan gizi seperti marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-
kwashiorkor dan kelebihan Gizi pada umumnya diperlihatkan dalam bentuk
kelebihan berat badan dan obesitas. Kebutuhan energi dan zat gizi sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain umur, jenis kelamin, aktivitas, berat
badan, dan iklim. Untuk mendapatkan gambaran kecukupan gizi, perlu disusun
angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia agar
mencapai status kesehatan dan gizi yang optimal.
Angka kecukupan gizi yang dianjurkan pertama kali dikeluarkan pada tahun
1968 dalam Widya Karya Pangan dan Gizi yang diselenggarakan oleh Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Berdasarkan konsep dan perkembangan Iptek
Gizi, perubahan demografi, dan pola penyakit maka AKG ditinjau kembali setiap
lima tahun sekali. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia
paling akhir dikeluarkan pada tahun 2013 melalui Surat Keputusan Menteri
Kesehatan nomor 75 tahun 2013.

B. PENGERTIAN
Para Ahli Gizi mendefinisikan angka kecukupan gizi (AKG) dengan cara
yang berbeda-beda ditinjau dari narasi yang disampaikan, namun makna dan
pengertiannya relatif sama. AKG dalam bahasa Inggris disebut Recommended
Dietary Allowances (RDA). Sunita Alamatsier, 2006 mendefinisikan AKG adalah
taraf konsumsi zat gizi esensial, yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup
untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat.
Menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) tahun 2003 para Direktori
Gizi Indonesia dalam Rangka Mensukseskan Program Perbaikan Gizi Indonesia
menyatakan bahwa AKG adalah jumlah energi dan zat gizi yang harus dipenuhi
oleh seseorang berdasarkan kelompok umur, berat badan, jenis kelamin, aktivitas
dan keadaan khusus (hamil dan menyusui). Tujuannya adalah agar dapat hidup
sehat dan melaksanakan aktivitas sehari-hari seperti bekerja, belajar, berolahraga,
berekreasi dan aktivitas lainnya.
Menurut Kemenkes, 2014 Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi
Bangsa Indonesia selanjutnya disingkat AKG adalah suatu kecukupan rata-rata zat
gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran
tubuh, aktivitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. AKG
merupakan kecukupan pada tingkat konsumsi sedangkan pada tingkat produksi dan
penyediaan pangan perlu diperhitungkan kehilangan dan penggunaan lainnya dari
tingkat produksi sampai tingkat konsumsi. Rata-rata kecukupan energi dan protein
bagi penduduk Indonesia masing-masing sebesar 2150 Kilo kalori dan 57 gram per
orang per hari pada tingkat konsumsi.

C. KEGUNAAN
Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 2013 tentang Angka Kecukupan
Gizi yang Dianjurkan bagi bangsa Indonesia, menyatakan bahwa kegunaan utama
dari AKG adalah untuk:
1. Acuan dalam menilai kecukupan gizi
2. Acuan dalam menyusun makanan sehari-hari termasuk perencanaan makanan
di institusi
3. Acuan perhitungan dalam perencanaan penyediaan pangan tingkat regional
maupun nasional
4. Acuan pendidikan gizi, dan
5. Acuan label pangan yang mencantumkan informasi nilai gizi.
Perlu diketahui bahwa AKG yang dianjurkan adalah di tingkat konsumsi
dan tingkat faal/fisiologis, oleh karena itu kalau merencanakan produksi pangan
harus mempertimbangkan kehilangan pangan yang terjadi pada tahan perlakuan
pasca panen. AKG ditetapkan dengan memperhatikan kebutuhan faal rata-rata
tubuh terhadap zat gizi yang susah diserap oleh tubuh. Penetapan ini pula
mempertimbangkan kehilangan karena penyerapan tubuh tidak sempurna. Dengan
demikian dalam AKG sudah mempertimbangkan faktor keamanan untuk setiap zat
gizi, kondisi faalinya, dan variasi antar penduduk.
Pada perhitungan kecukupan zat gizi yang dianjurkan, pada umumnya
sudah diperhitungkan faktor variasi kebutuhan individu, sehingga AKG kecuali
untuk energi setingkat dengan kebutuhan rata-rata ditambah 2 kali simpang baku
(standar deviasi). Dengan demikian kecukupan yang dianjurkan sudah mencakup
lebih dari 97,5 % populasi. Penetapan kecukupan vitamin dan mineral sudah
mencakup terciptanya cadangan zat gizi bersangkutan dalam tubuh. Cadangan ini
dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan pada waktu konsumsi zat gizi kurang dari
kebutuhan dalam waktu tertentu.
Penentuan AKG didasarkan pada patokan berat badan untuk masing-masing
kelompok umur dan jenis kelamin. Berat badan yang menjadi patokan adalah
penduduk yang mempunyai derajat kesehatan yang optimal. Berat badan ini adalah
rata-rata, oleh karena itu apabila ada penyimpangan berat badan seperti di suatu
populasi banyak yang kurus, maka angka kecukupan dapat dihitung dari berat
badan idealnya.
Angka kecukupan gizi yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI tahun
2013 terdiri dari 3 jenis tabel yaitu:
1. Angka Kecukupan Energi, protein, lemak, karbohidrat, serta dan air yang
dianjurkan untuk orang Indonesia (per orang per hari).
2. Angka Kecukupan Vitamin yang dianjurkan untuk orang Indonesia (per orang
per hari) Kelompok.
3. Angka Kecukupan Mineral yang dianjurkan untuk orang Indonesia (per orang
per hari).
Untuk lebih jelasnya tentang AKG yang dianjurkan untuk bangsa Indonesia
sesuai dengan Permenkes RI nomor 75 tahun 2013 dapat dilihat pada Lampiran 1.

D. INTERPRETASI KONSUMSI ENERGI DAN ZAT GIZI


Untuk menilai apakah konsumsi rata-rata keluarga/suatu populasi yang
didapat dari pengolahan data survei konsumsi, maka dilakukan perbandingan antara
rata-rata konsumsi yang diperoleh dari perhitungan dengan daftar kecukupan gizi
yang dianjurkan.
Interpretasi hasil AKG dari suatu populasi dan individu dapat menggunakan
persen kecukupan (% AKG). Hal ini menggambarkan tingkat konsumsi energi dan
zat gizi tertentu sesuai dengan tujuan pengumpulan data survei konsumsi.
Pengalaman di Kementerian Kesehatan RI dalam menetapkan patokan (cut of point)
dari tahun ke tahun relatif berbeda. Hal ini disesuaikan dengan perkembangan iptek
gizi, pola makan bangsa Indonesia, kecenderungan pola penyakit yang sedang
terjadi, dan perubahan demografi.
Pada tahun 1990 dan tahun 1996, Kementerian Kesehatan menetapkan cut
of point interpretasi hasil pengolahan data dibanding dengan AKG seperti terlihat
pada Tabel 9.1.

Tabel 9.1 Interpretasi hasil pengolahan data dibanding dengan AKG


No. Tahun 1990 Tahun 1996
1 Sama atau lebih: Baik Di atas 120 %: Di atas AKG
2 80 – 99 %: Sedang 90 – 120 %: Normal
3 70 – 79 %: Kurang 80 – 89 %: Defisit tingkat ringan
4 Kurang 70 %: Defisit 70 – 79 %: Defisit tingkat sedang
Kurang dari 70 %: Defisit tingkat
berat
BAB 9
DAFTAR KOMPOSISI BAHAN MAKANAN DAN DAFTAR BAHAN
MAKANAN PENUKAR

A. DAFTAR KOMPOSISI BAHAN MAKANAN (DKBM)


1. Pengertian
Di Indonesia, DKBM dibuat pertama kali pada tahun 1950 yang merupakan
data analisis yang dikerjakan oleh Lembaga Masyarakat Rakyat (LMR). Mulai
tahun 1967, DKBM yang digunakan di Indonesia adalah hasil analisis LMR
ditambah data DKBM dari negara lain. Selama periode sampai tahun 1993 DKBM
tersebut tetap digunakan oleh praktisi gizi dan petugas kesehatan lainnya (Depkes
RI, 1995).
Secara umum setiap negara mempunyai DKBM, di mana daftar bahan
makanan yang dianalisis sesuai dengan kondisi negara masing-masing. Istilah yang
umum digunakan oleh negara lain yang sama pengertiannya dengan DKBM adalah
Food Composition Table. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi gizi serta begitu banyaknya ada ragam bahan makanan di Indonesia yang
dapat dimanfaatkan dan digunakan, DKBM tahun 1967 dirasa belum lengkap. Pada
tahun 1993 Direktorat Bina Gizi masyarakat menerbitkan buku Komposisi Zat Gizi
Pangan Indonesia yang merupakan hasil kerja sama dengan Pusat Penelitian dan
pengembangan Gizi Departemen Kesehatan di Bogor. Pada tahun 1995,
Departemen Kesehatan RI menerbitkan buku Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan
Indonesia, edisi 1995. Buku ini berisi komposisi zat gizi berbagai pangan alami dan
komposisi zat gizi makanan terolah dan makanan siap santap.
Secara konseptual DKBM adalah suatu daftar yang berisi pengelompokan
bahan makanan yang dianalisis energi dan zat-zat gizi penting serta bagian yang
dapat dimakan (Bdd). Pengelompokan bahan makanan tersebut terdiri dari 10
golongan. Pembagian golongan ini mengikuti kesepakatan internasional sebagai
berikut:
1. Serealia dan umbi-umbian.
2. Biji-bijian dan kacang-kacangan.
3. Sayur-sayuran.
4. Buah-buahan.
5. Daging.
6. Telor.
7. Ikan, kerang dan udang.
8. Susu.
9. Lemak dan minyak.
10. Serba-serbi.
Idealnya setiap propinsi atau Kepulauan di Indonesia mempunyai DKBM
yang bersifat lokal. Hal ini dikarenakan kandungan zat gizi masing-masing daerah
sangat berbeda yang disebabkan oleh keadaan tanah, iklim, kondisi tanah, cara budi
daya, varietas, dan sebagainya. Angka tersebut sebagai pedoman untuk mengetahui
tinggi atau rendahnya kandungan zat gizi suatu bahan makanan. Untuk mengetahui
kandungan zat gizi suatu bahan makanan terlebih dahulu ditentukan bagian yang
dapat dimakan (Bdd). Contohnya jeruk dikeluarkan dulu kulit dan bijinya, ikan
dikeluarkan dulu tulangnya, telor dibuang dulu kulitnya, sayuran dibuang dulu
tangkainya yang tidak lazim dimakan, dan sebagainya. Bagian yang dapat dimakan
tersebut dinyatakan dalam satuan persen (%) dari berat bahan makanan
keseluruhan. Kandungan energi dan zat gizi dalam DKBM adalah dalam 100 gram
pangan yang dapat dimakan.
Menurut Depkes (1995), menyatakan bahwa pangan juga dapat digolongkan
menjadi 3 (tiga) menurut kondisinya yaitu pangan alami, terolah atau masak, dan
pangan siap santap. Pangan alami adalah pangan yang tidak mengalami proses
pengolahan atau pemasakan seperti contoh ikan teri. Pangan terolah adalah pangan
yang telah mengalami pengolahan tahap pertama atau kedua seperti contoh gandum
menjadi tepung terigu, kemudian diolah lagi menjadi mie. Pangan masak atau siap
santap adalah pangan yang telah mengalami proses pemasakan sehingga langsung
dapat disantap seperti kripik tempe.
B. KEGUNAAN
Ada beberapa kegunaan dibuatnya daftar komposisi bahan makanan.
Kegunaan tersebut antara lain:
1. Cara mudah bagi diestesien/Ahli Gizi dalam merencanakan dan menyusun
variasi menu. Menu yang disusun disesuaikan dengan kebutuhan, keadaan
fisiologis dan patologis, bahan makanan yang tersedia, ekonomi, dan budaya.
2. Sebagai instrumen untuk mengolah data survei konsumsi. Dalam pengolahan
data survei konsumsi dibutuhkan DKBM untuk menghitung jumlah energi dan
zat gizi. Jumlah energi dan zat gizi rata-rata sehari kemudian dibandingkan
dengan angka kecukupan gizi.
3. Untuk menilai apakah konsumsi sehari-hari seseorang, keluarga dan kelompok
masyarakat telah memenuhi kecukupan gizi.
4. Sebagai alat atau bahan untuk konseling gizi. Dalam proses konsultasi gizi,
DKBM sangat diperlukan oleh konselor gizi dalam menentukan menu dan
jumlah energi dan zat gizi pasien.

Dalam komposisi bahan makanan mempunyai beberapa kelemahan antara


lain banyak bahan makanan atau makanan yang tidak ada di DKBM mengingat di
Indonesia banyak varietas dan jenis bahan makanan. Oleh karena itu pada saat
analisis apabila tidak dijumpai bahan makanan dalam DKBM harus dicari
padanannya yang relatif sama kandungan zat gizinya. Di samping itu terjadi
perbedaan pengolahan bahan makanan yang menyebabkan kandungan zat gizi juga
berbeda.

C. DAFTAR BAHAN MAKANAN PENUKAR (DBMP)


1. Pengertian
Secara konseptual daftar bahan makanan penukar (DBMP) adalah
penggolongan beberapa bahan makanan dan makanan berdasarkan nilai gizi yang
setara atau hampir sama. Menurut Supariasa et al. (2001) menyatakan bahwa daftar
bahan makanan penukar adalah daftar dari bahan makanan dengan kandungan zat
gizi yang relatif sama antara ukuran rumah tangga (URT) dan ukuran berat pada
berbagai golongan bahan makanan, sehingga masing-masing bahan makanan
tersebut dapat ditukarkan. Selama ini penggolongan bahan makanan tersebut
dikelompokkan menjadi 8 (depalan) yaitu:
1. Golongan 1 : Sumber karbohidrat
2. Golongan 2 : Sumber protein hewani
3. Golongan 3 : Sumber protein nabati
4. Golongan 4 : Sayuran
5. Golongan 5 : Buah-buahan dan gula
6. Golongan 6 : Susu
7. Golongan 7 : Minyak
8. Golongan 8 : Makanan tanpa kalori

Bahan makanan tiap golongan dalam jumlah yang dinyatakan dalam daftar,
bernilai gizi hampir sama, oleh karena itu satu sama lain dapat saling menukar.
Karena satu sama lain saling bisa ditukar, maka istilah tersebut dinamakan 1 (satu)
satuan penukar.
Beberapa lembaga yang bergerak di bidang gizi banyak mengeluarkan
daftar bahan makanan penukar (DKBM) antara lain Direktorat Bina Gizi
Masyarakat, Kementrian Kesehatan RI, Instalasi Gizi di berbagai rumah sakit, dan
Dinas Kesehatan Propinsi. Masing-masing instansi mengeluarkan sesuai dengan
versi dan data yang dimiliki oleh instansi tersebut. Sebagai contoh Pusat Diabetes
& lipid Jakarta, RSCW/FKUI dan Instalasi Gizi RSCM, 2011 menyusun buku
Daftar Bahan Makanan Penukar. Buku tersebut berisi petunjuk praktis perencanaan
makan sehat, seimbang, bervariasi, dan sistem carbohydrate counting yang
dilengkapi dengan bahan makanan penukar berbagai masakan.

2. Kegunaan
Ada beberapa kegunaan dibuatnya daftar bahan makanan penukar.
Kegunaan tersebut antara lain:
a. Cara mudah bagi dietesin/Ahli Gizi dan pasien dalam merencanakan dan
menyusun variasi menu. Menu yang disusun disesuaikan dengan kebutuhan,
keadaan fisiologis dan patologis, bahan makanan yang tersedia, ekonomi, dan
budaya.
b. Sebagai alat untuk pengumpulan data survei konsumsi. Dalam pengumpulan
data di suatu daerah, kadang-kadang bahan makanan/makanan tidak dijumpai
dalam daftar komposisi bahan makanan (DKBM), oleh karena itu sangat
diperlukan daftar bahan makanan penukar sebagai padanan bahan makanan
daerah tersebut.
c. Sebagai alat atau bahan untuk konseling gizi. Dalam proses konsultasi gizi,
DBMP sangat diperlukan baik oleh konselor gizi maupun pasien/klien.
Biasanya sehabis konsultasi gizi pasien diberi leaflet DBMP untuk dapat
dijadikan dasar dalam penyusunan menu di rumah.

3. Kandungan Zat Gizi


Kandungan zat gizi dari masing-masing golongan bahan makanan dalam
satuan penukar berbeda-beda. Zat gizi yang dilihat adalah karbohidrat protein, dan
lemak. Pada umumnya yang paling utama menjadi perhatian dalam bahan penukar
tersebut adalah kandungan energinya. Perbedaan kandungan energi dan zat gizi
masing-masing golongan bahan penukar dapat dilihat pada Tabel 10.1.

Tabel 10.1 Kandungan Energi dan Zat Gizi Bahan Makanan Penukar
Bahan makanan penukar Karbohidrat Protein Lemak Energi
(gram) (gram) (gram) (Kkal)
I. Sumber karbohidrat 40 4 - 175
II. Sumber protein hewani
Rendah lemak  - 7 2 50
Lemak sedang* - 7 5 75
Lemak tinggi# - 7 13 150
III. Sumber protein nabati 7 5 3 75
IV. Sayuran
Golongan A - - - -
Golongan B 5 1 - 25
Golongan C 10 3 - 50
V. Buah-buahan dan gula 12 - - 50
VI. Susu
Tanpa lemak 10 7 - 75
Lemak sedang 10 7 6 125
Tinggi lemak 10 7 10 150
VII. Minyak
Lemak tidak jenuh - - 5 50
Lemak jenuh - - 5 50
VIII. Makanan tanpa kalori
 Protein rendah lemak (2g) *Protein lemak sedang (5g) #Protein tinggi lemak
(13g)
Sumber: Sarwono Waspadji, dkk. 2011. Daftar Bahan Makanan Penukar.
Badan Penerbit Fakultar Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Halaman 3.
BAB 10
TEKNIK WAWANCARA DALAM SURVEY KONSUMSI

Ada berbagai cara dan teknik pengumpulan data survei konsumsi. Di antara
teknik tersebut adalah dengan cara penimbangan, pencatatan, observasi, dan teknik
wawancara. Dalam pengumpulan data survei konsumsi teknik wawancara adalah
merupakan teknik yang paling sering digunakan. Untuk maksud tersebut di bawah
ini akan diuraikan secara komprehensif teknik wawancara yang meliputi,
pengertian, tujuan, jenis, kelebihan dan kelemahan, faktor-faktor yang
mempengaruhi, persiapan wawancara, teknik wawancara, wawancara efektif,
sumber kesalahan, dan penerapan dalam survei konsumsi.

A. PENGERTIAN
Salah satu metode pengumpulan data adalah dengan wawancara atau
interview. Wawancara merupakan salah satu bagian terpenting dalam pengumpulan
data terutama pada penelitian yang bersifat sosial dengan cara bertanya langsung
oleh pewawancara atau interviewer kepada responden atau interviewer. Umumnya
dalam wawancara menggunakan ceklist atau daftar pertanyaan.
Menurut notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa wawancara adalah suatu
metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, di mana peneliti mendapat
keterangan atau informasi secara lisan dari seseorang sasaran atau responden, atau
bercakap-cakap bertatap muka dengan orang tersebut (face to face
Communications). Joseph (2011) mengatakan wawancara adalah bentuk khusus
komunikasi antarpribadi. Dalam wawancara, dua orang berkomunikasi terutama
melalui bentuk tanya jawab untuk mencapai tujuan tertentu. Gejala sosial yang
tidak dapat terlihat melalui observasi dapat digali secara mendalam melalui teknik
wawancara. Menurut Hadi (2002), keterangan yang bersifat verbal dapat dicek
dengan ekspresi muka serta gerak gerik tubuh, sedangkan ekspresi dan gerak gerik
dapat dicek dengan pertanyaan verbal.
Pada saat interview berlangsung masing-masing pihak mempunyai
kedudukan yang berbeda. Pihak pertama berkedudukan sebagai pengejar
informasiasx (information hunter) sedangkan pihak kedua sebagai pemberi
informasi (information supplier) atau informan. Tugas pengejar informasi adalah
mengajukan pertanyaan, menilai jawaban, meminta penjelasan, melaksanakan
paraphrase, mencatat, dan mengadakan prodding atau menggali keterangan yang
lebih mendalam. Sedangkan tugas informan atau responden adalah menjawab
pertanyaan, memberikan penjelasan, dan kadang-kadang juga
membahas/mengajukan pertanyaan yang sulit dimengerti.
Dalam wawancara tidak hanya mendapatkan jawaban secara lisan dalam
bentuk beberapa variabel tetapi dengan wawancara peneliti mendapat beberapa hal
penting yaitu:
1. Memperoleh kesan langsung dari responden.
2. Menilai kebenaran yang dikatakan responden.
3. Membaca raut muka atau mimik dari responden.
4. Memberikan penjelasan bila pertanyaan tidak dimengerti responden.
5. Menggali jawaban bila diperlukan hal-hal yang mendetail.
Teknik wawancara bukan merupakan hal yang terpisah dari suatu penelitian
tetapi merupakan pelengkap bagi metode-metode lainnya. Dengan wawancara akan
diperoleh data yang mempunyai akurasi dan presisi yang tinggi. Oleh karena itu
hubungan antara pewawancara dan responden harus:
1. Saling melihat, saling mendengar, dan saling mengerti.
2. Proses komunikasi yang biasa, tidak terlalu formal.
3. Saling menghargai.
4. Saling menjaga hal-hal yang bersifat sensitif.
5. Fokus pada tujuan wawancara.
6. Membina suasana yang menyenangkan.
7. Adanya keterbukaan antara pewawancara dan responden.

B. TUJUAN
Secara umum dalam bidang kesehatan, tujuan wawancara ada 2 (dua) yaitu
untuk kepentingan diagnostik dan untuk pengobatan. Tujuan secara diagnostik
adalah untuk mengetahui kondisi dari responden seperti masalah yang dialami dan
penyebab masalah tersebut. Contoh di masyarakat sekarang banyak prevalensi anak
balita pendek sebanyak 35,6%. Penyebab terjadinya balita pendek tersebut akibat
konsumsi yang sangat kurang pada saat 1000 hari kehidupan atau saat dalam
kandungan sampai berumur 2 tahun.
Tujuan wawancara pengobatan adalah untuk mendapatkan data dengan
tujuan terapi. Contoh data berat badan dapat digunakan untuk menentukan dosis
obat pada pasien. Data tanda dan gejala seseorang dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis penyakit dan pada akhirnya dapat digunakan sebagai dasar
pengobatan.

C. JENIS WAWANCARA
Wawancara dapat dibedakan berdasarkan jenisnya. Menurut Notoatmodjo
(2010) ada 4 (empat) jenis wawancara yaitu wawancara tidak terpimpin (non
directive or unguided interview), wawancara terpimpin (structured interview),
wawancara bebas terpimpin, dan Free talk dan diskusi atau wawancara bebas tidak
terpimpin. Dalam pelaksanaan survei konsumsi umumnya menggunakan
wawancara terpimpin, seperti yang dilakukan pada saat pengumpulan data
konsumsi makanan Riskesdas tahun 2010. Di bawah ini akan diuraikan keempat
jenis wawancara tersebut di atas.

1. Wawancara tidak terpimpin


Makna wawancara tidak terpimpin mempunyai persepsi yang berbeda-beda.
Apa mungkin wawancara tidak terpimpin, minimal sudah dipimpin dengan tujuan
yang akan dicapai. Menurut Hadi (2002) wawancara tidak terpimpin adalah tidak
adanya kesengajaan pada pihak interviewer untuk mengarahkan tanya jawab ke
pokok permasalahan yang menjadi fokus dari pengumpulan data. Pelaksanaan
wawancara ini sangat tergantung pada pikiran, suasana hati, keinginan, dan
kecenderungan dari interviewer tanpa dikendalikan oleh suatu pedoman yang telah
dipersiapkan.
Kebaikan dari metode ini adalah cocok untuk penelitian pendahuluan, tidak
menuntut keahlian yang mendalam seperti jenis wawancara bebas terpimpin,
suasana saat wawancara sangat wajar tanpa tekanan, dan dapat menghasilkan data
yang khusus dan mendalam yang sangat kecil didapat dari jenis wawancara
terpimpin. Sedangkan kelemahan dari wawancara ini adalah mempunyai
kemampuan yang sangat terbatas sebagai alat penelitian ilmiah karena tidak adanya
pedoman yang terstandar, tidak dapat digunakan untuk mengecek secara efisien,
membutuhkan waktu yang terlalu lama, banyak tenaga, dan biaya relatif mahal, dan
hanya cocok untuk jenis penelitian eksploratif.

2. Wawancara terpimpin
Wawancara terpimpin merupakan kebalikan dari wawancara tidak
terpimpin. Ciri pokok dari wawancara ini adalah interviewer terikat oleh suatu
fungsi yang telah dipersiapkan sebelum pelaksanaan wawancara. Inti dari
wawancara terpimpin adalah adanya pedoman wawancara, sehingga siapa pun
sebagai interviewer harus mengikuti sistematika, tujuan, dan prosedur yang telah
ditetapkan.
Ada beberapa kebaikan dari wawancara terpimpin yaitu:
a. Pengumpulan dan pengolahan data berjalan dengan cermat dan teliti.
b. Interviewer dapat dilakukan oleh banyak orang, karena adanya buku pedoman
yang jelas.
c. Hasilnya dapat disajikan secara kualitatif dan kuantitatif.
d. Adanya pertanyaan yang sama akan memungkinkan hasilnya bisa
dibandingkan.
e. Pemecahan masalah dan pembuktian hipotesis akan lebih mudah dilakukan.
f. Hasil kesimpulan lebih valid dan reliabel.
Kelemahan dari jenis wawancara ini adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan wawancara terlihat kaku dan kurang fleksibel.
b. Hubungan dan suasana saat wawancara terlihat sangat formal dan data yang
diperoleh kurang mendalam. Seolah-olah suasana wawancara antara
interviewer dan interviewee seperti tanya jawab antara hakim dan terdakwa.
c. Interviewer terbatas menanyakan sesuatu, sehingga hasilnya kurang mendetail
atau mendalam.

3. Wawancara bebas terpimpin


Mengingat masing-masing jenis wawancara mempunyai kekurangan, maka
jenis wawancara bebas terpimpin paling sering digunakan, karena wawancara ini
merupakan kombinasi dan wawancara tidak terpimpin dan wawancara terpimpin.
Dalam wawancara ini, pewawancara membawa kerangka pertanyaan (framework
of questions), tetapi cara bertanya dan waktu serta irama diserahkan kepada
interviewer. Interviewer diberi kebebasan untuk menggali dengan cara probing
data-data yang diperlukan.
Ciri utama wawancara ini adalah fleksibilitas tinggi tetapi arahnya tetap
jelas. Untuk mengetahui psikis antropologi seperti latar belakang keyakinan,
motivasi suatu perbuatan, harapan-harapan dan unsur-unsur terpendam lainnya
yang bersifat pribadi wawancara bebas terpimpin saling sering digunakan.
Kelebihan wawancara ini adalah fleksibel, suasana terlihat santai, dan
interviewee dapat sebebas mungkin memberikan informasi. Kekurangannya,
apabila interviewer kurang terampil dalam teknik wawancara maka kadang tidak
terarah atau diarahkan oleh responden dan memerlukan waktu yang relatif lama.

4. Wawancara bebas tidak terpimpin


Wawancara bebas tidak terpimpin ini banyak digunakan dalam Action
Research. Di samping itu digunakan pula oleh tenaga medis untuk kepentingan
diagnosis atau terapeutik. Antara interviewer dan interviewee terjadi komunikasi
bebas dan terbuka. Masing-masing pihak menduduki dwi fungsi yaitu sebagai
information hunter dan information supplier. Mereka saling memberi keterangan
dengan cara yang bebas atau “free talk”. Oleh karena itu interviewer tidak hanya
pencari data, tetapi kadang-kadang juga sebagai sugester, motivator, dan educator.
Kelebihan metode ini adalah pihak informan akan merasa terangsang dan
merasa mendapatkan manfaat dari proses wawancara ini. Sedangkan kelemahannya
adalah kurang relevan untuk penelitian dalam rangka menguji hipotesis (Hadi,
2002).

D. KEBAIKAN DAN KELEMAHAN


Metode pengumpulan data dengan wawancara mempunyai kebaikan dan
kelemahan. Di bawah ini akan diuraikan lebih rinci mengenai hal tersebut menurut
Nasution (2005) sebagai berikut:
1. Kebaikan
a. Memperoleh keterangan yang mendalam tentang suatu masalah, khususnya
yang berkaitan dengan pribadi seseorang.
b. Dengan cepat memperoleh informasi yang dibutuhkan.
c. Dengan wawancara interviewer dapat memastikan bahwa respondenlah yang
memberi jawaban. Kalau menggunakan angket, kepastian ini tidak ada.
d. Dalam wawancara interviewer dapat berusaha agar pertanyaan benar-benar
dipahami oleh responden.
e. Wawancara memungkinkan fleksibel dalam cara-cara bertanya. Bila jawaban
meragukan dan kurang lengkap, interviewer dapat mengajukan pertanyaan lain
atau merumuskannya dengan kata-kata yang lain.
f. Interviewer yang efektif dapat menilai validitas jawaban berdasarkan gerak
tubuh, mimik, dan nada/suara responden.
g. Informasi yang diperoleh melalui wawancara akan lebih dipercaya
kebenarannya, karena salah tafsir/persepsi dapat dilakukan saat wawancara
berlangsung. Apabila memungkinkan interviewer dapat lagi mengunjungi
responden apabila ada data yang belum lengkap atau memerlukan penjelasan
yang lebih mendetail.
h. Dalam wawancara responden dapat memberikan keterangan tambahan, yang
tidak terdapat dalam angket tertulis.
2. Kelemahan
Metode wawancara juga mempunyai kelemahan. Hal ini perlu dipahami
agar interviewer dapat menghindari, agar validitas data yang dikumpulkan dapat
dipertanggungjawabkan. Kelemahan metode wawancara adalah sebagai berikut:
a. Apa yang dikatakan responden belum tentu sama dengan yang dilakukan.
Contohnya. Responden mengatakan makan lauk hewani setiap hari, pada
kenyataannya dia orang miskin dan jarang makan lauk hewani/daging.
b. Interviewer tidak konsisten dalam menghadapi responden satu dengan yang
lainnya. Kelelahan, faktor emosional, tingkat konsentrasi dan faktor lainnya
dapat menimbulkan penampilan interviewer yang berbeda-beda, sehingga dapat
mempengaruhi validitas data.
c. Apabila interviewer banyak maka terdapat kepribadian dan penampilan yang
berbeda, sehingga proses wawancara agak berbeda antara responden satu
dengan responden lainnya.
d. Ada kesulitan terhadap analisis dan pengolahan data, jika menggunakan alat
bantu untuk mengumpulkan data seperti tape recorder dan daftar pertanyaan
yang bersifat terbuka/bebas.
e. Belum ada sistem tentang pencatatan hasil wawancara. Apakah yang dicatat
maknanya, kalimat yang diucapkan, kata kunci saja, atau memparaphrase
setelah wawancara. Pencatatan saat wawancara memerlukan waktu dan
responden merasa terganggu oleh kesibukan interviewer mencatat. Pencatatan
secara lengkap hendaknya dilakukan segera setelah selesai wawancara, agar
tidak ada informasi yang hilang.
f. Menggunakan banyak interviewer memerlukan usaha yang cermat untuk
memilih, melatih, dan pengawasan di lapangan.
g. Menemui responden tidak mudah, khususnya responden di perkotaan yang
relatif sibuk. (Nasution, 1995; Notoatmodjo, 2010).

E. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH


Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan wawancara. Faktor
tersebut bisa dilihat dari responden, format dan isi pertanyaan, situasi saat
wawancara, dan pewawancara. Syarat menjadi pewawancara yang baik adalah
mempunyai keterampilan dalam wawancara, tanggung jawab, integritas tinggi,
jujur, komunikator yang baik, responsif, motivasi, dan mengetahui tujuan
wawancara. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses
wawancara, dapat dilihat dari Bagan 12.1.

Bagan 12.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi dalam Wawancara

Situasi Wawancara:
1. Waktu
2. tempat

Pewawancara: Responden:
1. Karakteristik sosial 1. Karakteristik sosial
2. Keterampilan 2. Kemampuan

Isi kuesioner:
1. Peka untuk
ditanyakan
2. Sukar

Sumber: Warwick Donald P, dkk dalam Singarimbun dan Efendi, 1987. Metode
Penelitian Survei. Halaman 146.

Dari bagan tersebut di atas terlihat bahwa antara pewawancara dengan


responden saling berinteraksi yang dipengaruhi oleh suasana karakteristik sosial
masing-masing, situasi dan lingkungan saat wawancara, dan format atau isi dari
daftar pertanyaan. Kondisi pewawancara dipengaruhi karakteristik sosial,
keterampilan dalam wawancara, motivasi, dan rasa aman. Sedangkan faktor
responden dipengaruhi oleh karakteristik sosial, kemampuan menangkap
pertanyaan, dan kemampuan untuk menjawab pertanyaan. Situasi dan tempat saat
pelaksanaan wawancara dipengaruhi oleh waktu, tempat, kehadiran orang lain, dan
sikap masyarakat. Faktor yang tidak bisa diabaikan dapat mempengaruhi
wawancara adalah format dari isi kuesioner, antara lain hal-hal yang peka untuk
ditanyakan, hal yang sulit ditanyakan, tingkat minat, dan sumber kekhawatiran.
F. PERSIAPAN WAWANCARA
Untuk memperlancar pelaksanaan wawancara diperlukan persiapan yang
matang, baik dari peneliti maupun dari pewawancara. Tim peneliti harus
mempersiapkan beberapa hal, antara lain:
1. Penentuan metode sampling. Agar penelitian ini mewakili populasi perlu
ditentukan metode sampling yang tepat. Umumnya metode sampling yang
digunakan tergantung tujuan, tingkat homogenitas/karakteristik sampel. Teknik
sampling. Yang sering digunakan adalah dengan cara acak atau random.
2. Syarat responden, baik syarat inklukasi maupun syarat eksklusif. Contoh dalam
survei konsumsi syarat responden adalah anak umur di atas 8 tahun, tidak ada
gangguan daya ingat, dan umur lansia tidak diperbolehkan.
3. Syarat mengganti responden karena sesuatu hal tidak dapat ditemui. Karena
sesuatu dan lain hal responden sulit ditemui seperti bepergian dalam waktu lebih
dari satu bulan, pindah alamat pada saat pengumpulan data, karena tugas ke luar
kota, dan sebagainya. Oleh karena waktu pengumpulan data terbatas dan untuk
mendapatkan responden yang jumlahnya sudah ditentukan, perlu ditentukan
syarat-syarat mengganti responden. Hal ini perlu diketahui oleh pewawancara.
4. Kuesioner sudah disusun dengan baik. Perlu disepakati apakah kuesioner
disusun dengan menggunakan bahasa Indonesia atau menggunakan bahasa
daerah. Bagaimana sistematika dari daftar pertanyaan tersebut agar
pewawancara mudah melaksanakannya.
5. Jadwal latihan pewawancara. Jadwal latihan harus direncanakan dengan baik
yang meliputi berapa lama waktu pelatihan, siapa yang memberi pelatihan, dan
tempatnya di mana. Sifat, materi, dan lamanya pelatihan, dan lamanya pelatihan
disesuaikan dengan kebutuhan survei. Dalam pelaksanaan latihan apakah perlu
kunjungan lapangan atau orientasi lapangan. Oleh karena itu perlu ada panitia
pelatihan untuk melaksanakan latihan ini. (Nasution, 1995; Singarimbun dan
Efendi, 1987).

Persiapan lapangan bagi pewawancara perlu dilakukan dengan cara


diadakannya pelatihan. Walaupun pewawancara sudah berpengalaman, pelatihan
ini mutlak dilakukan untuk menyamakan persepsi bagaimana teknis pelaksanaan di
lapangan. Pelatihan wawancara dilakukan untuk memberikan bekal keterampilan
kepada pewawancara untuk mengumpulkan data dengan baik. Ada beberapa hal
yang prinsip harus diberikan pada saat pelatihan, antara lain:
1. Penjelasan tentang tujuan penelitian dan pengumpulan data. Tujuan ini bisa
dibagi 2 (dua) yaitu berupa tujuan umum dan tujuan khusus. Dengan
pemahaman tujuan ini maka pelaksanaan wawancara akan terarah dan fokus.
2. Penjelasan tugas pewawancara. Tugas ini meliputi hal-hal yang harus dilakukan
dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan selama wawancara berlangsung.
Contoh, karena sifatnya pengumpulan data dasar, pewawancara tidak boleh
melakukan edukasi gizi selama proses wawancara langsung.
3. Penjelasan tiap nomor pertanyaan. Dalam hal ini dijelaskan tujuan setiap
pertanyaan, mengapa pertanyaan itu muncul, dan konsep yang terkandung di
dalamnya. Jadi pewawancara harus mengetahui dengan jelas maksud
pertanyaan tersebut.
4. Penjelasan cara mencatat jawaban responden. Hal-hal yang telah dijawab
responden harus dicatat secara langkap dan tidak boleh ada informasi penting
tidak dicatat. Apabila jawaban meragukan atau sulit dimengerti dapat digali lagi
dengan cara probing.
5. Penjelasan cara pengisian dan arti dari tanda-tanda dalam kuesioner.
Pewawancara harus bisa mengisi kuesioner. Pewawancara harus bisa mengisi
kuesioner sesuai pedoman dan mengisi tidak berdasarkan persepsi pribadi.
Begitu pula arti tanda-tanda yang ada dalam kuesioner harus dipahami secara
jelas.
6. Pemahaman tentang pedoman wawancara. Pedoman wawancara umumnya
berisi etika, sikap, persiapan, dan teknik wawancara. Di samping itu pula ada
beberapa kegiatan yang dilarang sesuai dengan kondisi lapangan yang
menyangkut budaya, adat istiadat, dan kebiasaan lainnya yang sangat sensitif
untuk ditanyakan dan dilakukan.
7. Prosedur wawancara. Bagaimana proses wawancara dari cara mulai,
pelaksanaan, dan mengakhiri wawancara. Proses wawancara harus efektif
dengan mengikuti sistematika yang telah ditentukan dalam panduan
wawancara.
8. Perkiraan masalah yang akan timbul saat pelaksanaan wawancara dan
bagaimana cara mengatasinya. Antisipasi masalah ini sangat perlu agar sampai
tidak terjadi penolakan oleh responden sehingga proses wawancara bisa gagal.
9. Latihan wawancara. Latihan ini dapat dilakukan di kelas dan di lapangan.
Latihan di kelas biasanya dengan metode simulasi yang jumlah kelompok
berjumlah 3 orang yang terdiri dari 1 orang sebagai responden, 1 orang sebagai
pewawancara, dan satu orang sebagai pengamat. Fungsi pengamat adalah untuk
memperhatikan kekurangan atau kesalahan saat wawancara. Peran ini dapat
dilakukan secara bergiliran. Latihan di lapangan dapat dilakukan untuk
mendekatkan sifat karakteristik responden yang sebenarnya.
10. Diskusi tentang masalah latihan wawancara. Beberapa hal yang perlu
didiskusikan meliputi:
a. Syarat-syarat responden meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan,
dan kriteria lainnya.
b. Bagaimana cara memilih responden. Apakah responden sudah ditentukan
atau pewawancara yang memilih. Seandainya dipilih oleh pewawancara,
dengan cara bagaimana.
c. Berapa kali responden harus dikunjungi. Apakah ada persyaratan minimal
kunjungan ke responden sehingga data dikumpulkan secara lengkap.
d. Prosedur melakukan kunjungan lapangan. Kalau kunjungan lapangan siapa
yang harus ditemui terlebih dahulu dan siapa-siapa saja yang harus terlibat
dalam proses kunjungan lapangan. Pesan apa yang harus disampaikan dan
apakah juga menyangkut administrasi perjalanan dan administrasi
keuangan.
e. Bila pewawancara mengalami kesulitan, kepada siapa harus ditanyakan agar
masalah tersebut segera bisa diatasi.
f. Kapan kuesioner yang sudah terisi diserahkan dan kepada siapa itu
diserahkan.
g. Penjelasan tugas anggota Tim di lapangan. Masing-masing anggota tim
mempunyai tugas sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang
terdapat dalam surat Keputusan pembentukan tim. Hal ini perlu diketahui
oleh para responden. (Singarimbun dan Efendi, 1987).

G. PENERAPAN DALAM SURVEI KONSUMSI


1. Persiapan wawancara
Sebelum pelaksanaan wawancara ada beberapa yang perlu dipersiapkan dan
direncanakan agar pada saat wawancara tidak mengalami hambatan. Persiapan itu
meliputi fisik yang sehat, psikis yang stabil, kelengkapan administrasi, dan alat-alat
yang diperlukan. Alat yang perlu dipersiapkan antara lain:
a. Buku catatan
b. Pensil dan bulpoin
c. Karet penghapus
d. Pengasah pensil
e. Kuesioner ekstra, apabila terjadi kerusakan
f. Stofmap plastik
g. Hardboard untuk menulis (jika diperlukan)
h. Food model
i. Ukuran rumah tangga (URT)
j. Daftar bahan makanan penukar (DBMP)
k. Surat pengantar atau surat keterangan diri
l. Surat izin survei/penelitian
m. Daftar responden
n. Peta, untuk melihat dan mencari lokasi
o. Daftar identitas pewawancara lainnya, seperti nama, alamat, email, dan nomor
telepon seluler

Persiapan lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah persiapan psikis,


mental, dan etika. Dalam bidang etika yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Jujur dalam mengisi kuesioner
b. Jujur dalam mencatat jawaban
c. Berpenampilan/berpakaian yang sopan
d. Sikap ramah tamah dan kelihatan tidak angkuh
e. Sanggup menjadi pendengar yang baik
f. Datang tepat waktu dan menepati janji
g. Teliti dan cermat
h. Objektif dalam menyampaikan pertanyaan
i. Netral, tidak mempengaruhi responden
j. Tulis jawaban responden selengkapnya. Tulisan harus jelas dan bisa terbaca.
k. Menaruh perhatian dan pengertian terhadap responden.
l. Sanggup membuat responden tenang dan dapat menjawab pertanyaan.
m. Menghargai responden
n. Perhatikan budaya dan adat istiadat. Tidak menjelek-jelekkan budaya setempat.

Hal lain yang perlu diperhatikan sebelum wawancara dimulai adalah:


a. Pelajar adat istiadat setempat pengambilan data
b. Pelajar kebiasaan makan
c. Pelajar tabu dan pantangan masyarakat setempat
d. Pelajar ukuran rumah tangga (URT) yang biasa digunakan
e. Pelajar hari-hari selamatan dan upacara keagamaan

2. Pelaksanaan wawancara
Pelaksanaan wawancara harus efektif dan efisien. Efektif artinya waktu
yang dibutuhkan singkat tapi mendapatkan data yang lengkap. Efisien artinya
tujuan tercapai dan tidak menimbulkan dampak yang negatif. Untuk maksud
tersebut di bawah ini akan diuraikan langkah-langkah wawancara survei konsumsi
agar efektif dan efisien, yaitu:
1. Memberi salam kepada responden. Jenis salam menyesuaikan dengan budaya
dan adat istiadat di daerah penelitian. Dalam layanan prima sekarang ini
beberapa instansi menyarankan “5 S” yaitu senyum, sapa, salam, sopan, dan
santun.
2. Memperkenalkan diri. Identitas yang perlu diperkenalkan adalah yang bersifat
netral, antara lain: nama, alamat, dan profesi.
3. Membina hubungan yang baik. Hubungan baik dapat dilakukan dengan
menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan kondisi fisik dan psikologis
responden seperti kondisi ruangan yang nyaman, letak rumah yang strategis,
foto dan gambar yang ada dalam ruangan, dan keadaan kesehatan responden.
Strategi yang bisa dilakukan adalah cara “rapport”. Rapport adalah suatu
kondisi psikologis yang menunjukkan bahwa responden bisa bekerjasama,
bersedia menjawab pertanyaan, dan memberikan informasi yang sebenarnya.
4. Meminta ketersediaan untuk menjadi responden. Jika diperlukan dalam bentuk
inform concent. Hal ini sangat perlu dilakukan untuk menghargai hak asasi
mereka. Kalau responden tidak bersedia, sebaiknya wawancara tidak perlu
diteruskan.
5. Menjelaskan maksud dan tujuan wawancara. Responden harus mengetahui
tujuan wawancara agar jawaban bisa lebih terarah sesuai dengan substansi
penelitian.
6. Memulai bertanya sesuai dengan kuesioner.
a. Dalam bertanya jangan memperlihatkan gaya seperti hakim (menghakimi),
perlihatkan kesungguhan, sikap dewasa, memperhatikan etika, cara
berbicara sesuai dengan kondisi responden, tunjukkan sikap empati, dan
menghargai setiap jawaban yang diberikan.
b. Mulai pertanyaan yang mudah dijawab responden seperti nama responden,
umur, alamat, jumlah anggota keluarga, dan lain-lain. Selanjutnya
pertanyaan mengikuti sistematika yang ada.
c. Apabila responden belum bisa menjawab karena pertanyaan belum
dimengerti, lakukan paraphrase. Paraphrase adalah mengubah pertanyaan
sesuai dengan bahasa pewawancara agar mudah dimengerti oleh responden.
d. Apabila menginginkan jawaban yang lebih rinci atau mendetail, lakukan
probing. Probing adalah menggali informasi lebih mendalam.
e. Apabila kesulitan dalam menentukan berat bahan makanan, gunakan URT
untuk mengonversi ke berat dalam gram.
f. Catat semua jawaban yang telah diberikan dalam kuesioner/atau lembar
catatan tersendiri. Bisa juga mencatat kejadian-kejadian khusus selama
wawancara berlangsung. Pewawancara jangan sibuk sendiri mencatat
sehingga ada jeda dan responden bosan menunggu pertanyaan berikutnya.
Ada kalanya saat wawancara hanya mencatat poin-poin saja, setelah
wawancara diisi secara lengkap. Jangan menunda mengisi karena semakin
lama diisi kemungkinan lupa lebih besar.

3. Mengakhiri wawancara
Dalam rangka mengakhiri wawancara lakukan hal berikut, antara lain:
a. Mengecek kembali jawaban responden sesuai kuesioner. Apabila ada yang
belum terisi, tanyakan kembali kepada responden.
b. Memohon maaf apabila ada tutur kata dan perilaku yang kurang berkenan.
c. Memberikan penghargaan atas ketersediaan menjadi responden (bila perlu
cinderamata/kompensasi).
d. Ucapan terima kasih.
e. Memohon kepada responden kesediaannya dikunjungi kembali, apabila
diperlukan.
f. Mengecek peralatan dan bahan jangan sampai ada yang tertinggal.
g. Memberikan kesan yang baik.
Contoh Formulir Recall 24 Jam
(Riskesdas, 2010)

KONSUMSI MAKAN INDIVIDU – 24 JAM YANG LALU

3. Hari wawancara  4. Kondisi saat wawancara 


5. Senin-Jum’at 7. Biasa 10. Puasa
6. Sabtu-Minggu 8. Hajatan 11. Sakit
9. Hari Raya 12. Diit
Waktu Menu Bahan Ukuran Berat Kalori
makanan Rumah (gram)
Tangga
Pagi

Selingan

Siang

Selingan

Malam

7. Apakah masih mendapat ASI: 8. Bila ya, frekuensi mendapat ASI:


b. Ya b. Tidak  Kali sehari semalam (24 jyl)
FORM PENILAIAN WAWANCARA
RECALL 24 JAM

Nama Interviewer :
Nama Interviewee :
Tempat :
No. Kegiatan Bobot Penilaian
0 1 2
1 Salam, senyum, Perkenalan diri 1
2 Pendahuluan : 1
a. Meminta kesediaan menjadi responden
(inform Concern)
b. Menjelaskan maksud dan tujuan
3 Menanyakan identitas (nama, usia, jenis kelamin, 1
pekerjaan, aktifitas, riwayat penyakit, faktor resiko)
4 Wawancara: 1
h. Sikap dan gaya bertanya yang baik dan
sopan
i. Menanyakan secara lengkap 24 jam
5 Penggunaan URT dan food model 2
6 Menanyakan atau mengukur antropometri (TB, 2
BB)
7 Mengakhiri wawancara: 1
f. Ucapan terima kasih
g. Salam
8 Kebutuhan kalori : 1
a. Menentukan BMR
b. Menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi kebutuhan kalori (usia,
penyakit, status gizi)
c. Menentukan kebutuhan kalori
9 Penilaian status gizi : 1
a. Menghitung IMT/z score
(BB/U,TB/U,BB/TB)
b. Interpretasi status gizi
10 Menganalisa kesesuaian antara data dengan 1
kecukupan/kebutuhan kalori dan
Memberikan rekomendasi terkait gizi
11 Mengeplot data pasien ke KMS 1 secara lengkap 2
12 Mengeplot data pasien ke KMS 2 secara lengkap 2
13 Mengeplot data pasien ke KMS 1 secara benar 2
14 Mengeplot data pasien ke KMS 2 secara benar 2
15 Melakukan interpretasi KMS 1 2
16 Melakukan interpretasi KMS 2 2

Penguji,

DAFTAR SINGKATAN
PTM : Penyakit Tidak Menular
WHO : World Health Organization
FFQ : Food Frequency Questionnaire
Gaki : Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
KVA : Kekurangan Vitamin A
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
NTB : Nusa Tenggara Barat
AKG : Angka Kecukupan Gizi
DKBM : Daftar Komposisi Bahan Makanan
NTT : Nusa Tenggara Timur
PKG : Pemantauan Konsumsi Gizi
PGRS : Pelayanan Gizi Rumah Sakit
ABCD” : Anthropometry (antropometrik), Biochemical (biokimia), Clinical
(klinis), dan Dietary (diet).
URT : Ukuran Rumah Tangga
DBMP : Daftar Bahan Makanan Penukar
DKGJ : Daftar Kandungan Zat Gizi Makanan Jajanan
DKMM : Daftar Konversi Berat Mentah Masak
DKPM : Daftar Konversi Penyerapan Minyak
ASI : Air Susu Ibu
FAO : Food and Agricultural Organization
UK : Unit Konsumsi
UM : Meal Unit
CU : Consumption Unit
BB : Berat Badan
TB : Tinggi Badan
RDA : Recommended Dietary Allowances
Persegi : Persatuan Ahli Gizi Indonesia
Bdd : Bagian yang dapat dimakan
5’ S : Senyum, sapa, salam, sopan, dan santun

Anda mungkin juga menyukai