Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Remaja

a. Definisi

Remaja atau dalam istilah lain adalah adolescence yang berasal dari kata

latin adolescence yang artinya remaja yang berarti “tumbuh atau tumbuh untuk

mencapai kematangan”. Remaja merupakan peralihan masa dari anak-anak ke

masa dewasa, yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai

persiapan memasuki masa dewasa (Pujiati dkk, 2015). Perubahan perkembangan

tersebut meliputi aspek fisik, psikis dan psikososial. WHO (World Health

Organization) memberikan definsi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual

dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan

sosial ekonomi. Peralihan terjadi dari ketergantungan sosial dan ekonomi yang

penuh kepada orang tua menuju keadaan yang relatif lebih mandiri. Perubahan

fisik ditandai dengan pertumbuhan badan yang pesat dan matangnya organ

reproduksi. Perubahan – perubahan yang terjadi pada remaja cenderung akan

menimbulkan berbagai permasalahan dan perubahan perilaku dikehidupan

remaja (Pujiati dkk, 2015). Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh remaja

ialah permasalahan yang berkaitan dengan status dan kebutuhan gizi.

Tumbuh kembang remaja dibagi dalam tiga tahap, yaitu masa remaja awal (10-13

tahun), remaja menengah (14-17 tahun), dan remaja akhir (18-20 tahun) (Adriani,

16
17

2016). Pra Remaja terjadi pada usia 11 atau 12-13 atau 14 tahun, Remaja Menengah

pada usia 13 atau 14 tahun - 17 tahun, Remaja Lanjut pada usia 17-20 atau 21 tahun

(Diananda, 2018).

b. Kebutuhan gizi remaja

Angka Kecukupan Gizi yang direkomendasikan dalam Widyakarya

Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) digunakan untuk perencanaan konsumsi dan

penyediaan pangan nasional dan wilayah, penilaian konsumsi pangan secara

secara agregatif (makro) tingkat nasional dan wilayah, serta penetapan

komponen gizi dalam perumusan garis kemiskinan dan upah minimum dengan

penyesuaian pada tingkat aktifitas. AKG tidak untuk digunakan untuk menilai

pemenuhan kecukupan gizi seseorang. Kebutuhan gizi remaja, relatif besar,

karena remaja masih mengalami masa pertumbuhan. Selain itu, remaja

umumnya melakukan aktivitas fisik lebih tinggi dibandingkan dengan usai

lainnya, sehingga diperlukan zat gizi yang lebih banyak (Adriani, 2016).

Selama masa remaja kebutuhan vitamin meningkat dikarenakan pada

masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang cepat. Kebutuhan energi

yang meningkat juga dibarengi dengan meningkatnya kebutuhan beberapa

vitamin yang diperlukan dalam proses metabolisme karbohidrat menjadi energi,

seperti vitamin B1, B2 dan Niasin. Sedangkan untuk sintesa DNA dan RNA

vitamin yang diperlukan yaitu vitamin D, dan vitamin A, C, E digunakan dalam

pembentukan dan penggantian sel. Selain itu, kebutuhan Zat gizi mineral

diantaranya yaitu kalsium, zat besi dan zink. Akselerasi muskular, skeletal atau

kerangka, dan perkembangan endokrin yang lebih besar pada masa remaja
18

menyebabkan kebutuhan kalsium relatif tinggi. Kebutuhan zat besi pada remaja

juga meningkat karena terjadi pertumbuhan yang cepat. Kurangnya konsumsi

zat besi atau kehilangan zat besi yang meningkat pada perempuan akan

menyebabkan anemia gizi besi atau rawan mengalami anemia gizi besi

dibandingkan dengan laki-laki. Efisiensi penyerapan zat besi dipengaruhi oleh

status zat besi yang terdapat didalam tubuh.

2. Status Gizi

a. Definisi

Menurut World Health Organization (WHO), status gizi adalah kondisi

tubuh seseorang yang dipengaruhi oleh asupan gizi dan keadaan kesehatan

secara umum. Status gizi dapat diukur dengan menggunakan beberapa parameter

seperti tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, dan indeks massa

tubuh. Status gizi adalah kondisi tubuh seseorang yang mencerminkan asupan

gizi yang diterima oleh tubuhnya. Menurut Departemen Kesehatan RI, status gizi

didefinisikan sebagai keadaan tubuh yang dipengaruhi oleh asupan makanan dan

keadaan kesehatan. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok

orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut

status gizinya baik ataukah tidak baik (Florence, 2017).

b. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi merupakan perbandingan keadaan gizi menurut hasil

pengukuran terhadap standar yang sesuai dari individu atau kelompok tertentu.

Penilaian status gizi secara antropometri merupakan suatu pengukuran dimensi

tubuh dan kombinasi dari berbagai tingkat umur dan gizi. Menurut Departemen
19

Kesehatan Republik Indonesia (2017), penilaian status gizi remaja akhir dapat

dilakukan dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar

pinggang. IMT dihitung dengan rumus berat badan (kg) dibagi dengan kuadrat

tinggi badan (m). Indeks IMT/U digunakan untuk menentukan kategori gizi

buruk, gizi kurang, gizi baik, berisiko gizi lebih, gizi lebih dan obesitas.

Penilaian status gizi pada remaja dilakukan dengan menghitung z – score dimana

nilai terstandar dilihat pada buku standar antropometri. Sedangkan lingkar

pinggang dapat diukur dengan pita pengukur di bagian terkecil lingkar pinggang.

Selain itu, penilaian juga dapat dilakukan dengan menggunakan pengukuran

komposisi tubuh seperti bioimpedansi listrik (BIA) dan densitometri ganda

sinar-X (DXA) (Kemenkes, 2018).

c. Faktor yang mempengaruhi status gizi

1) Faktor Langsung

a) Asupan Zat Gizi

Asupan makanan merupakan kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia

dan sumber energi utama yang digunakan untuk menunjang kegiatan dan

aktivitas sehari-hari. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Ruslie, 2012) asupan

makan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi. Hasil ukur

untuk asupan makan adalah asupan kurang dan cukup. Pengukuran konsumsi

makan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh

masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur status gizi dan

menemukan faktor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi.

b) Infeksi
20

Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak-balik.

Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai mekanismenya. Yang

penting adalah efek langsung dari infeksi sistemik pada katabolisme jaringan.

Walaupun hanya terhadap infeksi ringan sudah menimbulkan kehilangan

nitrogen. Infeksi adalah masuknya dan berkembangnnya serta bergandanya agen

penyakit menular dalam badan manusia atau binatang terasuk juga bagaimana

badan pejamu bereaksi terhadap agen penyakit terhadap agen tadi meskipun hal

ini terlalu tampak secara nyata. Mekanisme patologisnya dapat bermacam-

macam, baik secara sendiri-sendiri maupun bersamaan, yaitu penurunan asupan

zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorbsi dan kebiasaan

mengurangi makan pada saat sakit, peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat

penyakit diare, mual/muntah dan pendarahan terus menerus serta meningkatnya

kebutuhan baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit dan parasit yang

terdapat dalam tubuh. Hubungan antara kurang gizi dengan penyakit infeksi

tergantung dari besarnya dampak yang ditimbulkan oleh sejumlah infeksi

terhadap status gizi itu sendiri.

2) Faktor Tidak langsung

a) Status Ekonomi

Tingkat sosial ekonomi mampu mempengaruhi status gizi karena

berkaitan dengan pemilihan jenis makanan dan jumlah makanan yang

dikonsumsi. Kemakmuran masyarakat yang semakin meningkat dan pendidikan

masyarakat yang juga semakin tinggi mampu merubah gaya hidup dan pola

makanan masyarakat, mulai dari pola makanan tradisional ke pola makan yang
21

praktis dan siap saji, dimana makanan tersebut umumnya jauh dari gizi yang

seimbang. Salah satu status ekonomi yang mendukung adalah Pendidikan

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keadaan gizi. Latar belakang

pendidikan orang tua terutama ibu akan berpengaruh terhadap pengetahuan gizi

dan perilaku dalam mengelola rumah tangga khususnya dalam menyediakan

makanan dalam rumah tangga. Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi

ketersediaan pangan, pola asuh, dan pola makan keluarga yang selanjutnya

mempengaruhi kualitas dan kuantitas konsumsi pangan yang menjadi penyebab

dari kekurangan gizi (Lani, 2017).

b) Lingkungan

Masa remaja merupakan masa dimana remaja belum seutuhnya matang

dan umumnya mudah terpengaruh oleh lingkungan di sekitar mereka.

Banyaknya kegiatan yang mereka lakukan menyebabkan remaja sering

menkonsumsi jajanan yang tidak sehat. Kebiasan ini dipengaruhi oleh keluarga,

teman dan iklan-iklan di televisi. Faktor yang paling berpengaruh adalah teman

sebaya, apabila tidak mengikuti teman-teman sebayanya mereka takut akan

dikucilkan dan akan merusak kepercayaan dirinya, terutama mengenai pilihan

jenis makanan.

c) Genetik

Faktor genetik mempunyai pengaruh besar terhadap berat dan komposisi

tubuh seseorang. Apabila kedua orang tua mengalami obesitas, maka 75-80%

amak-anak juga akan mengalami obesitas. Jika salah satu orang tua mengalami

obesitas, maka 40% anak-anak akan mengalami obesitas. Namun, apabila kedua
22

orang tua tidak mengalami obesitas, maka peluang anak untuk mengalami

obesitas relative sangat kecil yaitu kurang dari 10%.

d) Aktifitas Fisik

Sebagian besar energi yang masuk melalui makanan pada anak remaja

dan orang dewasa seharusnya digunakan untuk aktivitas fisik. Kurangnya

aktivitas fisik menyebabkan banyak energi yang tersimpan sebagai lemak,

sehingga orang orang yang kurang melakukan aktivitas cenderung menjadi

gemuk begitupun sebaliknya jika asupan energi kurang tetapi aktivitas yang

dilakukan terlalu berat maka remaja cenderung memiliki status gizi yang kurang.

d. Gizi Kurang

Gizi kurang merupakan salah satu isu permasalahan penting

dikarenakan dalam jangka panjang akan mengakibatkan gangguan kesehatan

dan tentunya akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia (Kasmita dan

Saptutyningsih, 2019). Gizi kurang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara

asupan energi (energy intake) dengan kebutuhan gizi. Ketidakseimbangan

negatif yaitu asupan lebih sedikit dari kebutuhan. Secara umum, kekurangan gizi

menyebabkan beberapa gangguan dalam proses pertumbuhan, mengurangi

produktivitas kerja dan kemampuan berkomunikasi, pertahanan tubuh, struktur

dan fungsi otak, serta perilaku (Guthrie 2010 dalam Damayanti, 2016).

e. Masalah Gizi Pada Remaja

Gizi sangat penting dalam menjaga kondisi kesehatan remaja.

Kebutuhan gizi remaja yang sudah terpenuhi mereka bisa tumbuh dan

berkembang secara normal. Pola makan yang sehat juga dapat membantu remaja
23

lebih aktif dalam berpartisipasi di sekolah dan aktivitas fisik menjadi lebih

berenergi (Depertemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2011). Remaja yang

menderita gizi kurang akan berpengaruh pada kemampuan dan juga konsentrasi

belajar, menghambat perkembangan dan kecerdasan otak serta meningkatkan

risiko menderita penyakit infeksi karena daya tahan tubuh menurun. Akibat

kekurangan gizi remaja putri menjadi kurus, pendek, dan pertumbuhan tulang

menjadi tidak proposional khususnya dibagian panggul dan pelvis yang

berpotensi melahirkan bayi dengan BBLR (<2,5 kg) (Pratiwi, 2015).

3. Keanekaragaman Pangan

a. Definisi

Keanekaragaman pangan merupakan suatu proses pemilihan pangan

yang tidak hanya tergantung pada satu jenis pangan, akan tetapi memiliki

beragam pilihan atau alternatif terhadap berbagai bahan pangan yang

dikonsumsi untuk waktu tertentu. Keragaman pangan ditujukan tidak hanya

untuk mengurangi ketergantungan akan jenis pangan tertentu, akan tetapi

dimaksudkan juga agar mencapai keragaman komposisi gizi sehingga mampu

menjamin peningkatan kualitas gizi masyarakat serta salah satu pilar utama

dalam upaya untuk menurunkan masalah pangan dan gizi (Rachman dkk, 2016).

Alasan lain pentingnya konsumsi aneka ragam makanan adalah karena jenis dan

jumlah zat gizi yang terkandung dalam tiap jenis bahan makanan berbeda–beda.

Dengan makan beragam, kekurangan zat gizi dari satu makananakan dilengkapi

oleh makanan lain. Pangan yang beranekaragam umumnya memiliki mutu dan
24

gizi yang lebih tinggi daripada mutu masing – maisng pangan penyusunnya

(Aditianti et al., 2016).

b. Kelompok Pangan

Kelompok pangan dan status gizi seseorang memiliki hubungan yang

sangat erat. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) kelompok

pangan terdiri dari lima kelompok utama yaitu sumber karbohidrat, sumber

protein, sayuran, buah-buahan, dan susu serta produk susu. Asupan gizi yang

seimbang dari berbagai kelompok pangan sangat penting untuk menjaga

kesehatan dan status gizi seseorang. Seseorang yang memiliki asupan gizi yang

seimbang dari berbagai kelompok pangan akan memiliki status gizi yang baik.

Status gizi yang baik ditandai dengan berat badan yang sehat, kadar lemak tubuh

yang ideal, dan kadar gula darah yang normal. Konsumsi makanan dari berbagai

kelompok pangan dengan proporsi yang seimbang dapat membantu dalam

memperoleh gizi yang cukup untuk menjaga kesehatan dan status gizi yang baik.

Dalam memperhatikan konsumsi makanan dari kelompok pangan yang

seimbang dan cukup, juga harus diperhatikan kebutuhan asupan gizi yang

berbeda-beda pada setiap individu. Kebutuhan gizi dapat berbeda-beda

tergantung pada usia, jenis kelamin, tingkat aktivitas fisik, dan kondisi

kesehatan.

c. Skor Keragaman Pangan

FAO (2007) menyatakan bahwa household dietary diversity score

(HDDS) dan individual dietary diversity score (IDDS) adalah alat yang

digunakan untuk mengukur tingkat perbedaan keragaman pangan yang


25

dikonsumsi pada tingkat rumah tangga maupun indvidu. HDDS dan IDDS

memiliki pengelompokan dalam penilaian skor untuk menentukan jumlah

pangan yang dikonsumsi. Selain itu, kualitas konsumsi pangan rumah tangga

juga dapat diukur dengan menggunakan indikator food consumption score

(FCS). Kuesioner pengukuran keragaman pangan dari FAO dapat disesuaikan

dengan tujuan pengambilan data konsumsi pangan. Selain itu, jenis pangan yang

tercantum pada setiap kelompok pangan dapat disesuaikan dengan pangan yang

beredar di masyarakat sekitar (Kristiandi, 2015). Skor keragaman konsumsi

pangan ditentukan dengan menghitung jumlah kelompok makanan terpilih

yang dikonsumsi oleh rumah tangga atau individu. Skor ini dibuat dengan

menjumlahkan jumlah makanan individu atau kelompok makanan yang

dikonsumsi selama periode tertentu (umumnya dalam 24 jam). Metode skor

keragaman konsumsi pangan atau Dietary Diversity Score (DDS) memiliki

kelebihan dan kekurangan, antara lain: (FAO, 2013).

1) Kelebihan

a) Waktu yang dibutuhkan lebih sedikit

b) Tidak membebani partisipan penelitian

c) Melibatkan partisipan penelitian secara aktif dalam proses wawancara

2) Kekurangan

a) Tidak dapat mengambarkan pola konsumsi pangan

b) Analisis terbatas hanya 24 jam

DDS (Dietary Diversity Score) merupakan salah satu cara sederhana

untuk mengukur keanekaragaman konsumsi pangan pada tingkat individu.


26

Keanekaragaman pangan dapat diukur dengan menjumlahkan makanan atau

kelompok pangan yang dikonsumsi selama satu hari dengan menggunakan data

yang didapatkan dari metode recall. Adapun kategori scor IDDS sebagai berikut:

Tabel 1. Score IDDS


SKOR KETERANGAN
<3 Kurang
3–5 Sedang
>6 Baik
Sumber: Meisya, 2014

d. Perilaku Konsumsi Pangan Pada Remaja

Menurut (Grimm dan Steinle, 2011), perilaku makan merupakan

interaksi kompleks dari faktor fisiologis, psikologis, sosial, dan genetik yang

mempengaruhi waktu makan, kuantitas asupan makanan, dan preferensi atau

pemilihan makanan. Ketika individu memilih makan yang ingin disantap tidak

terjadi begitu saja, tetapi individu akan menentukannya. Perilaku makan

merupakan suatu respon perilaku yang berhubungan dengan makanan yang

dikonsumsi mencakup jenis makanan, jumlah dan waktu mengkonsumsi

makanan.

Faktor yang mempengaruhi perilaku makan secara langsung adalah

faktor individu dan faktor lingkungan. Faktor tersebut akan memperlihatkan

gaya hidup seseorang yang ditunjukkan dengan perilaku makan yang pada

akhirnya berpengaruh terhadap status kesehatan dan zat gizi (Pujiati, 2015).

Remaja yang merupakan kelompok yang rentan terhadap perubahan fisik ini

seringkali memiliki perilaku makan yang tidak sehat. Ini terlihat pada perilaku

remaja yang selalu dianggap benar oleh remaja itu sendiri seperti melakukan diet
27

yang ketat, mengurangi asupan makanan dengan melewatkan makan pagi, dan

menahan rasa lapar. Ini dilakukan agar remaja tetap memiliki tubuh langsing,

dan takut untuk menjadi gemuk.

e. Faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan

1) Status Ekonomi

Tingkat Pendapatan keluarga juga berpengaruh terhadap jumlah dan jenis

makanan. Semakin tinggi pendapatan keluarga maka kualitas makanan yang

dikonsumsi juga akan semakin baik (Sagala, 2016). Status ekonomi berkaitan

erat dengan kemampuan membeli makanan yang tidak hanya mencukupi, tapi

juga memiliki kualitas dan kandungan gizi yang cukup baik. Kondisi sosial

ekonomi yang sederhana memicu seseorang untuk memenuhi kebutuhan

makanan seadanya, sehingga berdampak buruk terhadap status gizi (Suhartini

dan Ahmad, 2018).

Tingkat pendidikan umumnya mencerminkan kemampuan seseorang

untuk memahami berbagai aspek pengetahuan, termasuk salah satunya

pengetahuan gizi. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka aksesnya

terhadap media massa (koran, majalah, dan media elektronik) juga makin tinggi

yang juga berarti aksesnya terhadap informasi yang berkaian dengan gizi juga

semakin tinggi.

2) Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan tentang pemilihan bahan

makanan dan konsumsi sehari-hari dengan baik dan memberikan semua zat gizi
28

yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi bahan

makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang (Florence, 2017).

3) Body Image

Pada usia remaja sudah mulai memperhatikan bentuk tubuh. Tubuh yang

langsing menjadi idaman bagi para remaja putri. Mereka akan melakukan

berbagai macam cara untuk membuat tubuhnya menjadi langsing dengan

melakukan diet ketat yang membuat remaja tidak mendapatkan makanan yang

bergizi dan seimbang. Kemudian banyaknya minuman atau obat pelangsing

membuat para remaja tertarik untuk mengkonsumsinya karena lebih instan dan

juga cepat. Apabila hal ini tidak dilakukan dengan benar maka kebutuhan gizi

mereka tidak terpenuhi yang dapat berakibat pada penurunan status gizinya

(Andriani, 2012).

4. Hubungan Keanekaragaman Pangan dengan Status Gizi

Keanekaragaman konsumsi pangan merupakan aneka ragam kelompok

pangan yang terdiri dari makanan pokok (karbohidrat), protein hewani dan

nabati, sayuran serta buah – buahan yang beranekaragaman atau bervariasi

dalam setiap kelompok pangan. Pangan yang beraneka ragam merupakan

persyaratan penting untuk menghasilkan pola pangan yang bermutu gizi

seimbang. Keragaman pangan yang dikonsumsi sangat berpengaruh terhadap

status gizi seseorang. Semakin beragam pangan yang dikonsumsi, semakin

banyak gizi yang masuk ke dalam tubuh, dan semakin baik status gizinya. Hal

ini juga terkait dengan konsep "pola makan seimbang" yang dianjurkan oleh

pemerintah. Menurut (Zerfu et al, 2018), keragaman makanan yang tinggi


29

terbukti berhubungan dengan status gizi yang lebih baik pada anak - anak di

Ethiopia. Selain itu, studi lain juga menunjukkan bahwa keragaman makanan

yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan status gizi pada wanita di Nepal

(Aryal et al., 2019).

Makin beragam pola hidangan makanan, makin mudah terpenuhi

kebutuhan akan berbagai zat gizi. Apabila konsumsi makanan sehari – hari

kurang beranekaragam, maka akan timbul ketidakseimbangan antara masukan

dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif.

Ketidakseimbangan anatara masukan dan kebutuhan gizi inilah yang

menyebabkan timbulnya masalah pada satatus gizi. Masalah status gizi kurang

dan status gizi lebih atau kegemukan terjadi akibat dari ketidakseimbangan

konsumsi dalam hal jumlah, jenis dan mutu pangan yang dikonsumsinya yang

mengakibatkan tidak optimalnya pertumbuhan dan perkembangan sehingga

sumber daya manusia yang dihasilkan tidak dapat mencapai potensi yang

maksimal (Aditianti et al., 2016).


30

B. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori

C. Kerangka konsep

Keanekaragaman Pangan

Status Gizi Kurang


Status Ekonomi
- Pekerjaan Ayah dan Ibu
- Pendidikan Ayah dan Ibu

Gambar 2. Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai