Latar Belakang
Ikan Sinodontis Synodontis eupterus merupakan ikan hias air tawar yang berasal dari Afrika,
tepatnya di sungai Niger. Suhu optimal untuk pemeliharaan ikan ini berkisar antara 22-26°C
dengan pH 6.5-7.5 (Alderton 2008). Ikan ini dijuluki featherfin squeaker karena memiliki sirip
dorsal yang panjang dan tegak serta dapat mengeluarkan suara (Shinkafi and Daneji 2011).
Kebiasaannya yang unik yaitu berenang secara terbalik, membuat ikan ini digemari dikalangan
hobis (Alderton 2008). Meskipun bukan ikan asli Indonesia, sinodontis banyak dibudidaya untuk
memenuhi permintaan pasar, baik lokal maupun ekspor (Priyadi et al. 2010). Pasar ekspor
meliputi Singapura, Hongkong, Jepang, Amerika Serikat dan Malaysia (Diatin 2014). Harga jual
ikan untuk tujuan ekspor dengan ukuran 2.50-3.75 cm sebesar $ 5 (Akuariumfish 2017). Akan
tetapi, produksi ikan masih terkendala oleh ketersediaan induk jantan di kalangan pembudidaya.
Jumlah induk ikan jantan hanya dijumpai 5-10% dari total populasi. Hal ini mengakibatkan
kendala dalam kegiatan produksi masal serta efisiensi budidaya akibat kurangnya ketersediaan
induk jantan.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi kendala ini adalah dengan teknik alih
kelamin (sex reversal). Perubahan seks pada ikan dapat dimanipulasi dengan pemberian hormon
steroid melalui penyuntikan (Mirza and Shelton 1988), perendaman (Zairin et al. 2002), dan
pemberian pakan (Mukti 2016). Hormon yang umum digunakan untuk maskulinisasi adalah
dengan menggunakan hormon 17α-metiltestosteron (MT) (Zairin 2002). Namun penggunaan
senyawa sintetik memiliki beberapa kelemahan yaitu tidak mudah terurai dalam tubuh, bersifat
karsinogenik, mencemari lingkungan serta peredarannya dibatasi oleh pemerintah
(Wiryowidagdo 2005). Oleh karena itu, perlu adanya bahan alternatif yang ramah lingkungan.
Hormon alami terbukti dapat digunakan untuk maskulinisasi antara lain penggunaan ekstrak
tepung testis sapi dosis 5 ml L-1 pada larva ikan nila umur empat hari dengan perendaman
mampu menghasilkan ikan nila jantan hingga 85.6% (Iskandar 2010).
Steroid sebagai hormon kelamin tidak hanya terdapat pada hewan, pada tumbuhan juga
ditemukan dan disebut sebagai fitosteroid (Cseke et al. 2006). Selanjutnya fitosteroid yang
bermanfaat dalam diferensiasi serta pembentukan kelamin jantan dan sifat kelamin sekunder
disebut fitoandrogen. Maskulinisasi menggunakan fitoandrogen pernah dilakukan antara lain
perendaman larva ikan nila berumur 12 hari dengan dosis madu dari sumber berbeda
(ternak, hutan dan bakau) 10 ml L-1 selama 10 jam perendaman menghasilkan persentase ikan
jantan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (Heriyati et al. 2015). Penggunaan ekstrak
purwoceng Pimpinella alpina dosis 20 mg L-1 pada ikan nila hitam umur empat hari setelah
menetas dengan perendaman dapat meningkatkan jumlah ikan jantan sebanyak 73.3%
(Putra 2011).
Alternatif bahan lain yang dapat digunakan yaitu cabe Jawa. Cabe Jawa Piper retrofractum
merupakan tanaman yang banyak digunakan oleh industri obat tradisional di Indonesia
(Usia 2012). Cabe Jawa memiliki efek stimulan terhadap sel syaraf dan efek hormonal sebagai
afrodisiak karena mempunyai efek androgenik dan anabolik (Moeloek et al. 2010). Tumbuhan
yang berperan sebagai afrodisiak mengandung senyawa-senyawa turunan steroid, saponin,
alkaloid dan tanin yang secara fisiologis dapat melancarkan sirkulasi darah (Himayani 2012).
Bagian cabe Jawa yang dimanfaatkan sebagai afrodisiak adalah bagian buahnya. Senyawa yang
diduga berkhasiat sebagai afrodisiak adalah senyawa piperin dan β-sitosterol (Usia 2012).
Penelitian terkait penggunaan cabe Jawa sebagai afrodisiak pada ikan telah dilakukan. Pada ikan
patin siam stadia juvenil (26±1.6 g) dan stadia calon induk (250±18.6 g) masing-masing
diberikan ekstrak cabe Jawa (ECJ) melalui pakan dengan dosis 37.5 mg kg ikan-1 hari-1 dan
187.5 mg kg ikan-1 hari-1 selama delapan minggu pemeliharaan dapat meningkatkan indeks
kematangan gonad dan kadar testosteron darah (Elisdiana et al. 2015). Pada induk ikan guppy
yang sedang bunting direndam menggunakan ekstrak cabe Jawa dengan dosis 2 mg L-1 dan 4
mg L-1 selama 24 jam perendaman, dapat meningkatkan persentase kelamin jantan dibandingkan
kontrol negatif (Yusrina 2015).
Perumusan Masalah
Jumlah populasi induk jantan dari total populasi induk hanya dijumpai 5-10%, sehingga
tidak dapat dilakukan produksi secara efisien dan masal. Jenis kelamin ikan ditentukan oleh
faktor genetik dan lingkungan. Perubahan sifat kelamin ikan dapat terjadi secara alami maupun
rekayasa. Perubahan seks pada ikan dapat dimanipulasi dengan pemberian hormon steroid.
Hormon yang umum digunakan untuk maskulinisasi adalah hormon 17α-metiltestosteron (MT),
namun penggunaannya telah dibatasi karena dikhawatirkan meninggalkan residu, baik di ikan
maupun perairan. Bahan alami dapat digunakan sebagai alternatif untuk maskulinisasi.
Salah satu bahan alami yang berasal dari tanaman dan bersifat androgenik adalah tanaman
cabe Jawa. Cabe Jawa merupakan bahan fitofarmaka bersifat afrodisiak yang memiliki efek
androgenik (fitoandrogen dan fitosteroid). Tanaman cabe Jawa dapat meningkatkan kadar
hormon testosteron darah. Senyawa kimia yang terdapat pada buah cabe Jawa yang diduga
memiliki efek androgenik adalah piperin dan sitosterol. Ekstrak etanol 95% simplisia buah cabe
Jawa mengandung zat pedas piperin sebanyak 7.09% sedangkan sitosterol sebanyak 0.83%.
Senyawa piperin diduga dapat menambah sekresi hormon testosteron yang bermanfaat dalam
proses spermatogenesis. Sedangkan sitosterol merupakan senyawa kolesterol yang dapat
dikonversikan menjadi hormon steroid yang bermanfaat dalam perkembangan gonad ikan
jantan. Sitosterol dapat memberikan umpan balik positif pada poros hipotalamus-pituitari-testis.
Penggunaan ekstrak cabe Jawa diharapkan mampu mengarahkan kelamin pada ikan sinodontis
menjadi jantan.
Tujuan Kajian
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak cabe Jawa melalui
perendaman untuk menghasilkan ikan sinodontis jantan sedangkan manfaat kajian ini menjadi
bahan bacaan dalam kegiatan produksi ikan sinodontis dengan menggunakan ekstrak cabe Jawa.
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Sinodontis merupakan catfish yang termasuk pada famili Mochokidae. Ikan ini berasal
dari Afrika tepatnya di sungai Niger. Ikan ini dapat menerima pakan pelet serta dapat mencapai
ukuran panjang 15 cm. Ikan sinodontis memiliki kulit tebal serta mukus yang banyak untuk
perlindungan, selain itu ikan ini tergolong ikan demersal (Alderton 2008).
Menurut Holden and Reed (1972) ikan yang tergolong genus sinodontis setidaknya terdapat
21 spesies yang teridentifikasi di Niger. Beberapa merupakan ikan konsumsi karena ukurannya
dan kandidat ikan hias air tawar karena warna dan kebiasaannya. Pembudidaya dalam
memproduksi ikan sinodontis masih menggunakan bantuan hormon, karena belum dapat
dipijahkan secara alami dengan perbandingan jantan dan betina 2:1. Di habitat aslinya ikan ini
memijah pada bulan Juli hingga Oktober yaitu saat musim hujan (Lalèyè et al. 2006). Induk
betina ukurannya lebih besar daripada induk jantan. Induk jantan dapat dibedakan dari induk
betina melalui gonadnya yaitu terdapat genital papila pada induk jantan. Ukuran panjang total
pada saat pertama kali matang gonad pada ikan betina 7.20 cm dengan bobot 5.70 g, sedangkan
pada ikan jantan matang gonad pertama kali dijumpai pada ikan berukuran panjang total 7.00 cm
dengan bobot 5.10 g (Shinkafi and Daneji 2011). Ikan sinodontis memiliki fekunditas berkisar
pada 2000-14000 telur dengan diameter 1.0-1.15 mm (Danson 1992).