Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

“SISTEM PERSEPSI SENSORI “


“CA NASOFARING PADA Tn. A “
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III

OLEH :
Orlando solambela (19142010068)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama ALLAH SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyanyang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang melimpahkan rahmat, hidayat, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Penyakit Ca
Nasofaring”
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Perkembangan
Perilaku Individu berdasarkan tokoh Sullivan ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Manado,06 oktober 2021

Kelpmpok III
BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan kepala leher terbanyak di


temukan di Indonesia. Tumor ini sifatnya menyebar secara cepat ke kelenjar limfe
leher dan organ jauh, seperti paru, hati, dan tulang. Karsinoma nasofaring (KNF)
adalah salah satu kanker kepala leher yang bersifat sangat invasif dan sangat mudah
bermetastasis (menyebar) dibanding kanker kepala leher yang lain. KNF merupakan
satu dari lima kanker tersering di Cina dan Hong Kong. Insiden tertinggi penyakit ini
didapatkan di Negara Cina bagian selatan terutama di propinsi Guangdong, Guangxi
dan di daerah yang banyak dihuni oleh imigran Cina di Asia Tenggara (Hongkong,
Singapura), Taiwan dan USA (California). Insiden yang lebih rendah dibandingkan
dengan tempat tersebut diatas dijumpai pada orang Eskimo di Greenland, penduduk
yang hidup di Kanada, Malaysia, Thailand,Vietnam dan Indonesia. Meningkatnya
angka kasus kejadian karsinoma nasofaring terjadi pada usia 40 sampai 50 tahun,
tetapi dapat juga terjadi pada anak-anak dan usia remaja. Angka perbandingan (rasio)
laki-laki dan perempuan pada karsinoma nasofaring adalah 2-3 :1.
Karsinoma nasofaring paling sering di fossa Rosenmulleryang merupakan daerah
transisional epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa. Karsinoma nasofaring
dibagi menjadi 3 tipe histopatologi berdasarkan klasifi kasi WHO 1991, tipe-1
(karsinoma sel skuamosa berkeratin) sekitar 10%, tipe-2 (karsinoma tidak berkeratin
berdiferensiasi) sekitar 15% dan tipe-3 (karsinoma tidak berkeratin tidak
berdiferensiasi), tipe yang ke-3 yang paling sering muncul (75%)
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI FISIOLOGI

( Gambar 1. Anatomi Nasofaring )

Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari


faring, tepatnya di sebelah do sal dari cavum nasi dan dihubungkan
dengan cavum nasi oleh koane. Nasofaring tidak bergerak, berfungsi
dalam proses pernafasan dan ikut menentukan kualitas suara yang
dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang
mempunyai batas-batas sebagai berikut :

Atas : Basis kranii.


Bawah : Palatum mole
Belakang : Vertebra servikalis
Depan : Koane
Lateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa
rosenmuler (resesus faringeus).
Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau
tonsila faringika
Nasofaring merupakan suatu ruangan yang berbentuk mirip
kubus, terletak dibelakang rongga hidung. Diatas tepi bebas palatum
molle yang berhubungan dengan rongga hidung dan ruang telinga
melalui koana dan tuba eustachius. Atap nasofaring dibentuk oleh
dasar tengkorak, tempat keluar dan masuknya saraf otak dan pembuluh
darah. Dasar nasofaring dibentuk oleh permukaan atas palatum molle.
Dinding depan dibentuk oleh koana dan septum nasi dibagian
belakang. Bagian belakang berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia
prevertebralis dan otot dinding faring. Pada dinding lateral terdapat
orifisium yang berbentuk segitiga, sebagai muara tuba eustachius
dengan batas superoposterior berupa tonjolan tulang rawan yang
disebut torus tubarius. Sedangkan kearah superior terdapat fossa
rossenmuller atau resessus lateral.
Nasofaring diperdarahi oleh cabang arteri karotis eksterna,
yaitu faringeal asenden dan desenden serta cabang faringeal arteri
sfenopalatina. Darah vena dari pembuluh darah balik faring pada
permukaan luar dinding muskuler menuju pleksus pterigoid dan vena
jugularis interna. Daerah nasofaring dipersarafi oleh saraf sensoris
yang terdiri dari nervus glossofaringeus (N.IX) dan cabang maksila
dari saraf trigeminus (N.V2), yang menuju ke anterior nasofaring.
Sistem limfatik daerah nasofaring terdiri dari pembuluh getah bening
yang saling menyilang dibagian tengah dan menuju ke kelenjar
Rouviere yang terletak pada bagian lateral ruang retrofaring,
selanjutnya menuju ke kelenjar limfa disepanjang vena jugularis dan
kelenjar limfa yang terletak dipermukaan superfisial.

B. PENGERTIAN
Nasofaring adalah suatu rongga dengan dinding kuku di atas, belakang
dan lateral yang anatomi termasuk bagian faring (Pearce, 2009).
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh pada
ephitalial pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan belakang
langit-langit rongga mulut dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap
nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan
leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % tumor ganas
daerah kepala dan leher merupakan kanker nasofaring., kemudian diikuti
tumor ganas hidung dan paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas
rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah (Huda Nurarif &
Kusuma, 2013).

C. ETIOLOGI
Kanker ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita dengan
rasio 2-3-1 dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti,
mungkin ada hubugannya dengan faktor genetic, kebebasan hidup, pekerjaan
dan lain-lain. Distribusi umur pasien dengan KNF berbeda-beda pada daerah
dengan insiden yang bervariasi. Pada daerah dengan insiden tinggi KNF
meningkat setelah umur 30 tahun, puncaknya pada umur 40-59 tahun dan
menurun setelahnya (Ernawati, Kadrianti, & Basri, 2004).
Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker nasofaring
adalah (Mangan, 2009):
1. Kerentanan Genetik
Walaupun Ca Nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi
kerentanan terhadap Ca Nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu
relatif menonjol dan memiliki fenomena agregasi familial. Analisis
korelasi menunjukkan gen HLA ( Human luekocyte antigen ) dan gen
pengode enzim sitokrom p4502E ( CYP2E1) kemungkinan adalah gen
kerentanan terhadap Ca Nasofaring, mereka berkaitan dengan timbulnya
sebagian besar Ca Nasofaring . Penelitian menunjukkan bahwa
kromosom pasien Ca Nasofaring menunjukkan ketidakstabilan,
sehingga lebih rentan terhadap serangan berbagai faktor berbahaya dari
lingkungan dan timbul penyakit.
2. Virus Epstein Barr
Metode imunologi membuktikan virus EB membawa antigen yang
spesifik seperti antigen kapsid virus (VCA), antigen membran (MA),
antigen dini (EA), antigen nuklir (EBNA), dll. Virus EB memiliki
kaitan erat dengan Ca Nasofaring , menurut (Zulkarnain Haq, 2011)
alasannya adalah:
a.      Di dalam serum pasien Ca Nasofaring ditemukan antibodi terkait
virus EB ( termasuk VCA-IgA, EA-IgA, EBNA, dll ) , dengan
frekuensi positif maupun rata-rata titer geometriknya jelas lebih
tinggi dibandingkan orang normal dan penderita jenis kanker lain,
dan titernya berkaitan positif dengan beban tumor . Selain itu titer
antibodi dapat menurun secara bertahap sesuai pulihnya kondisi
pasien dan kembali meningkat bila penyakitnya rekuren atau
memburuk.
b.      Di dalam sel Ca Nasofaring dapat dideteksi zat petanda virus EB
seperti DNA virus dan EBNA.
c.       Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan galur sel
mengandung virus EB, ditemukan epitel yang terinfeksi tersebut
tumbuh lebih cepat , gambaran pembelahan inti juga banyak.
d.      Dilaporkan virus EB di bawah pengaruh zat karsinogen tertentu
dapat menimbulkan karsinoma tak berdiferensiasi pada jaringan
mukosa nasofaring fetus manusia.
Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab
utama timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan
tetap tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka
waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu
mediator kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus
mulai dari masa kanak-kanak. Mediator yang berpengaruh untuk
timbulnya Ca Nasofaring (Menurut Huda Nurarif & Kusuma, 2013) ,sbb :
1.      Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.
2.      Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan
hidup.
3.      Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen,
benzoantrance, gas kimia, asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak
tumbuhan).
4.      Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia)
5.      Radang kronis nasofaring
6.      Profil HLA
3. Faktor Lingkungan Menurut (Zulkarnain Haq, 2011)
Faktor lingkungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir ini
menemukan zat berikut berkaitan dengan timbulnya Ca Nasofaring :
a. Hidrokarbon aromatik, pada keluarga di area insiden tinggi kanker
nasofaring , kandungan 3,4- benzpiren dalam tiap gram debu asap
mencapai 16,83 ug, jelas lebih tinggi dari keluarga di area insiden
rendah.
b. Unsur renik : nikel sulfat dapat memacu efek karsinognesis pada
proses timbulnya kanker nasofaring.
c. Golongan nitrosamin : banyak terdapat pada pengawet ikan asin.
Terkait dengan kebiasaan makan ikan asin waktu kecil, di dalam air
seninya terdeteksi nitrosamin volatil yang berefek mutagenik.

D. MANIFESTASI KLINIK
Pada Karsinoma nasofaring, paresis fasialis jarang menjadi manifestasi
awal. Karena lokasinya, karsinoma nasofaring menimbulkan sindrom
penyumbatan tuba dengan tuli konduktif sebagai keluhan. Perluasan infiltratif
karsinoma nasofaring berikutnya membangkitkan perdarahan dan
penyumbatan jalan lintasan napas melalui hidung. Setelah itu, pada tahap
berikutnya dapat timbul gangguan menelan dan kelumpuhan otot mata luar
(paralisis okular) (Muttaqin, 2008).
Gejala nasofaring yang pokok adalah (Huda Nurarif & Kusuma, 2013) :
1. Gejala Hidung
 Epiktasis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi
perdarahan
 Sumbatan Hidung : sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor
kedalam rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya adalah
pilek kronis, ingus kental, gangguan penciuman
2. Gejala Telinga
 Kataralis/Oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula pada fossa
rosenmuler, pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan
muara tuba (berdengung, rasa penuh, kadang gangguan pendengaran)
 Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran
 Sering kali pasien datang sudah dalam kondisi pendengaran menurun,
dan dengan tes rinne dan webber, biasanya akan ditemukan tuli
konduktif
3.Gejala Mata
 Pada penderita KNF seringkali ditemukan adanya diplopia
(penglihatan ganda) akibat perkembangan tumor melalui foramen
laseratum dan menimbulkan gangguan N. IV dan N. VI. Bila terkena
chiasma opticus akan menimbulkan kebutaan
4. Gejala Lanjut
 Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapt
mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel
tumbuh dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak
benjola di leher bagian samping, lama-kelamaan karena tidak
dirasakan kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot sehingga
sulit digerakkan
5. Gejala Kranial
 Gejala Kranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai
saraf-saraf kranialis. Gelajanya antara lain :
 Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase
secara hematogen
 Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang
 Kerusakan pada waktu menelan
 Afoni
 Sindrom Jugular Jackson atau sindrom reptroparotidean mengenai N.
IX, N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada Lidah,

E. PATOFISIOLOGI
Sel-sel epitel ganas nasofaring adalah sel poligonal besar dengan
komposisi syncytial. Sel-sel tidak menunjukkan parakeratosis atau kornifikasi
dan sering bercampur dengan sel-sel limfoid di nasofaring, sehingga dikenal
sebagai lymphoepithelioma. Sudah hampir dipastikan ca nasofaring
disebabkan oleh virus eipstein barr. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai
adanya protein-protein laten pada penderita ca. nasofaring. Sel yang terinfeksi
oleh EBV akan menghasilkan protin tertentu yang berfungsi untuk proses
proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein
tersebut dapat digunakan sebagai tanda adanya EBV, seperti EBNA-1 dan
LMP-1, LMP-2A dan LMP-2B. EBNA-1 adalah protein nuclear yang
berperan dalam mempertahankan genom virus. EBV tersebut mampu aktif
dikarenakan konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat
karsinogen yang  menyebabkan stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak
terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan proliferasi protein laten(EBNA-
1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker pada nasofaring, dalam
hal ini terutama pada fossa Rossenmuller (Huda Nurarif & Kusuma, 2013)
F. PATHWAY
( Gambar 2. Pathway Nasofaring)
(Huda Nurarif & Kusuma, 2013)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang antara lain :
1. Pemeriksaan radiologi konvensional.
Pada foto tengkorak potongan anteroposterior dan lateral, serta posisi
waters tampak jaringan lunak di daerah nasofaring. Pada foto dasar
tengkorak ditemukan destruksi atau erosi tulang daerah fossa serebri
media.
2. Pemeriksaan tomografi, CT Scan nasofaring.
Merupakan pemeriksaan yang paling dipercaya untuk menetapkan stadium
tumor dan perluasan tumor. Pada stadium dini terlihat asimetri dari
resessus lateralis,torus tubarius dan dinding posterior nasofaring.
3. Scan tulang dan foto torak untuk mengetahui ada tidaknya metastasis jauh.
4. Pemeriksaan serologi, berupa pemeriksaan titer antibodi terhadap virus
Epstein-Barr ( EBV ) yaitu lg A anti VCA (Viral Capsid Antigen) dan lg
A anti EA.(Early Antigen)
5. Pemeriksaan serologi, , bila tumor primer di nasofarin belum jelas dengan
pembesaran kelenjar leher yang diduga akibat metastasis karsinoma
nasofaring.
6. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk mendeteksi adanya
metastasis.

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan ada 2 yaitu : Menurut (Huda Nurarif & Kusuma, 2013)
1. Medis/Keperawatan
Stadium I : Radioterapi
Stadium II-III : Kemoradiasi
Stadium IV dengan N <6cm: Kemoradiasi
Stadium V dengan N >6cm : Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan
kemoradiasi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS
Tn.A usia 33 tahun datang ke poli rumah sakit, mengeluh hidung tersumbat
sebelah kanan, penciuman menurun bahkan kadang-kadang tidak bisa mencium
aroma sejak 6 bulan yang lalu, disertai kadang-kadang ada epistaksi dengan
sendirinya, pendengaran pada telinga sebelah kanan rasa berdengung dan ada
penurunan, hasil pemeriksaan garfu tala dikatakan bahwa Tn. A tuli konduktif
(tuli sedang), pada leher sebelah kanan nada pembesaran KGB yang menggangu
pergerakan leher untuk bergerak ke kanan disertai adanya gangguan menelan,
hasil pemeriksaan didalam mulut terlihat nya palatum mole.
I. ANAMNESIS
Hari Pengkajian :
A. IDENTITAS
1. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : laki-laki
Umur : 45 tahun
Alamat :-
Pekerjaan :-
Alamat :-
Status Perkawinan :-
Tanggal Masuk RS :-
Diagnosa Medis : Ca Nasofaring
No Rekam Medik :-

2. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama :-
Jenis Kelamin :-
Pekerjaan :-
Alamat :-
Hubungan dengan klien :-

B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluh hidung tersumbat sebelah kanan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Mengeluh hidung tersumbat sebelah kanan,penciuman menurun bahkan
kadang-kadang tidak bisa mencium aroma sejak 6 bulan yang lalu, disertai
kadang-kadang ada epistaksi dengan sendirinya, pendengaran pada telinga
sebelah kanan rasa berdengung dan ada penurunan. hasil pemeriksaan garfu
tala dikatakan bahwa Tn. M tuli konduktif (tuli sedang), pada leher sebelah
kanan nada pembesaran KGB yang menggangu pergerakan leher untuk
bergerak ke kanan disertai adanya gangguan menelan, hasil pemeriksaan
didalam mulut terlihat nya palatum mole.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Sejak 6 bulan yang lalu penciuman menurun, kadang ada epistaksi dengan
sendirinya, peradangan pada telinga kanan, dan berdengung.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
-
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
a. Kesadaran : Composmentis
b. Warna Kulit : sawo matang
c. Turgor kulit : < 2 detik
d. BB : -
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Simetris, rambut hitam, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
dan tidak ada lesi
b. Mata
Simetris, kornea normal, sklera tidak ikterik
c. Mulut
Kebersihan gigi dan mulut cukup, adanya palatum mole
d. Telinga
Simetris, pendengaran kurang baik sebelah kanan, konduktif (tuli
sedang), telinga sebelah kanan berdengung
e. Leher
Pada leher ada pembesaran KGB, gangguan menelan

f. Thorax
Simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, gerakan
teratur
g. Abdomen
Simetris, tidak ada lesi, tidak ada asites

D. KEBUTUHAN FISIK, PSIKOLOGI, SOSIAL DAN SPIRITUAL


1. Aktivitas dan Istirahat (di rumah/sebelum sakit dan di rumah sakit/saat
sakit)
Di rumah : -
Di RS :-
2. Personal Hygiene
Di rumah : -
Di RS :-
3. Nutrisi
Di rumah : -
Di RS :-

4. Eliminasi (BAB dan BAK)


Di rumah : -
Di RS :-
5. Seksualitas
Pasien berumur 13 tahun berjenis kelamin perempuan
6. Psikososial
7. Spiritual
E. DATA FOKUS

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


a. Pasien mengeluh a. Pasien tampak sulit
hidung tersumbat bernafas
b. Pasien mengeluh b. Hasil pemeriksaan
penciuman menurun garfu tala dikatakan
bahkan kadang-kadang bahwa Tn. M tuli
tidak bisa mencium konduktif (tuli
aroma sejak 6 bulan sedang),
yang lalu, disertai c. hasil pemeriksaan
kadang-kadang ada menunjukkan adanya
epistaksi dengan pembesaran KGB
sendirinya, pendengaran disertai adanya
pada telinga sebelah gangguan menelan
kanan rasa berdengung
dan ada penurunan
c. Pasien mengeluh
kesulitan menelan
II. Analisa Data

Data Masalah Etiologi


DS : pasien pola nafas tidak Gejala penyakit
mengeluh hidung efektif terkait
tersumbat
DO : pasien tampak
kesulitan bernafas
DS Gangguan sensori perubahan sensori
Pasien mengeluh Persepsi
-kadang ada
epistaksi dengan
sendirinya,
pendengaran pada
telinga sebelah
kanan rasa
berdengung dan ada
penurunan
DO
Hasil pemeriksaan
garfu tala dikatakan
bahwa Tn. M tuli
konduktif (tuli
sedang),

DS : pasien Gangguan menelan Pembesaran KGB


mengeluh kesulitan pada leher
dalam menelan
DO : hasil
pemeriksaan
menunjukkan
adanya pembesaran
KGB disertai
adanya gangguan
menelan
 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola Napas Tidak efektif berhubungan hambatan upaya napas
2. Gangguan presepsi sensori berhubungan dengan perubahan sensori persepsi
3. Gangguan Menelan berhubungan dengan Pembesaran KGB pada leher

III. INTERVENSI

No Dx SLKI SDKI
keperawatan
1. Pola napas Setelah dilakukan tindakan
tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam pasien
menunjukkan keefektifan OBSERVASI:
jalan nafas dibuktikan  monitor pola napas
dengan kriteria hasil :membaik  monitor bunyi napas
a. Mendemonstrasikan batuk  monitor sputum
efektif dan suara nafas yang TERAPEUTIK:
bersih, tidak ada sianosis dan  pertahankan kepatenan jalan
dispnea (mampu napas dengan head-tilld dan
mengeluarkan sputum, chin-lift
bernafas dengan mudah, tidak  posisikan semi fowler/fowler
ada pursed lips)
 berikan oksigen jika perlu
b. Menunjukkan jalan nafas
EDUKASI:
yang paten (klien tidak
 kolaborasi pemberan
merasa tercekik, irama nafas,
bronkobilator
frekuensi pernafasan dalam
 ekspotoran mikolitik,jika
rentang normal, tidak ada
perlu
suara nafas abnormal)
c. Mampu mengidentifikasikan
dan mencegah faktor yang
penyebab.

2.. Gangguan Setelah dilakukan tindakan OBSERVASI:


Persepsi keperawatan selama 1x24 jam  Monitor perilaku yang
Diharapakan gangguan persepsi
sensori meniditifikasi halusinasi
sensori teratasi.
Kriteria hasil:membaik  Monitor dan sesuaikan

a. Menunjukan tanda dan gejala tingkat aktivitas dan


persepsi dan sensori baik : stimulasi lingkukngan
penglihatan, pendengaran,
makan, dan minum baik.  Monitor isi halusinasi
b. Mampu mengungkapkan fungsi TERAPEUTIK:
persepsi dan sensori dengan tepat
 Pertahankan lingkungan
yang aman
 Lakukan tindakan
keselamatan ketika tidak
dapat mengontrol perilaku
EDUKASI:
 Anjurkan mendengarkan
melakukan distraksi
 Ajarkan pasien dan keluarga
mengontrol halusinasi
KOLABORASI:
 Kolaborasi pemberian obat
antisipkotik dan
antiesietas,jika perlu

3, Gangguan Setelah dilakukan tindakan OBSERVASI


menelan keperawatan selama 1x24 jam
 Monitor kemampuan
pasien tidak mengalami nyeri,
menelan
dengan kriteria hasil:membaik  Monitor status hidrasi pasien
a. Dapat mempertahankan
TERAPEUTIK:
makanan dalam mulut
b. Kemampuan menelan adekuat  Ciptakan lingkungan yang
c. Pengiriman bolus ke hipofaring menyenangkan selamma
selaras dengan refleks menelan makan
d. Kemampuan untuk  Atur posisi yang nyamaan
untuk makan
mengosongkan rongga mulut
 Lakukan oral hygiene
sebelum makan
 Sediakan sedotan untuk
minum
 Siapkan makanan denan
suhu yang meningkatkaan
napsu makan
 Sediakan makanan dan
minuman yang disukai

EDUKASI:

 Jelaskan posisi makan pada


pasien yang
mengalamiganguan
penglihataan

KOLABORASI:

 Kolaborasi pemberian obat


BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan kepala leher
terbanyak di temukan di Indonesia1. Tumor ini sifatnya
menyebar secara cepat ke kelenjar limfe leher dan organ jauh,
seperti paru, hati, dan tulang. Karsinoma nasofaring (KNF)
adalah salah satu kanker kepala leher yang bersifat sangat invasif
dan sangat mudah bermetastasis (menyebar) dibanding kanker
kepala leher yang lain
Kanker ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita
dengan rasio 2-3-1 dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan
dengan pasti, mungkin ada hubugannya dengan faktor genetic,
kebebasan hidup, pekerjaan dan lain-lain
B. SARAN
1. Pada Institut Pendidikan
Mengupdate ilmu secara teoritis dan Mendemonstrasikan
kepada mahasiswa tentang tindakan keperawatan yang benar
pada klien CARSINOMA NASOFARING.
2. Pada Mahasiswa
Diharapkan dapat melaksanakan tehknik komunikasi
terapeutik dan melakukan pengkajian agar kualitas
pengumpulan data dapat lebih baik sehingga dapat
melaksanakan Asuhan Keperawatan dengan baik.
3. Pada Klien dan Keluarga
Diharapkan klien dapat melaksanakan anjuran dan
penatalaksanaan pengobatan dan diit yang telah diinstruksikan
leh perawat dan dokter.

DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan


Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC
Jilid 2. Jakarta:EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien


Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika

Wilkinson, Judith M. & Nency, Ahern N. 2011. Buku Saku


Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai