Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS PADA ANAK

Orlando L. Solambela

19142010069

Soance Takaendengan

19142010075

Universitas pembangunan Indonesia manado


A. Definisi

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan karena kuman TB yaitu
Myobacterium Tuberculosis. Mayoritas kuman TB menyerang paru, akan tetapi kuman TB juga
dapat menyerang organ Tubuh yang lainnya.

B. Etiologi

TBC pada anak terjadi karena anak menghirup bakteri Mycobacterium tuberculosis yang berada
di udara. Bakteri tersebut kemudian berdiam di paru-paru dan dapat berkembang ke bagian
tubuh yang lain, seperti tulang belakang, ginjal, bahkan otak.

Menurut Smeltzer & Bare (2016), Penyakit TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis yang bisa menularkan dengan cara penderita penyakit TB paru aktif mengeluarkan
organisme. Individu yang rentan menghirup droplet dan bisa terinfeksi. Bakteria ditransmisikan
ke alveoli dan dapat memperbannyak diri. Reaksi inflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan
bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan fibrosa. Menurut Muttaqin Arif (2012), Ketika
pasien TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tidak sengaja bisa tertular droplet
nurkei dan jatuh ke tanah, lantai atau tempat lainya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu
panas, droplet atau nuklei dapat menguap. Menguapnya droplet bakteri tuberculosis yang
terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Jika bakteri terhirup oleh orang sehat maka
orang itu berpotensi terkenan TB Paru.Resiko tinggi yang tertular virus Tuberkulosis menurut
Smeltzer & Bare (2016) yaitu:
1. Mereka yang terlalu dekat kontak dengan pasien TB Paru yang mempunyai TB Paru aktif.
2. Individu imunnosupresif (lansia, pasien dengan kanker, meraka yang dalam terapi
kortikosteroid atau mereka yang terkontaminasi oleh HIV).

3. Mengunakan obat-obatan IV dan alkhoholik.

4. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan, etnik dan juga ras
minoritas, terutama pada anak-anak di bawah uiasa 15 tahun dan dewasa muda sekitar usia 15
sampai 44 tahun).
5. Gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, dan
penyimpanan gizi).

6. Individu yang tinggal di daerah perumahan yang kumuh atau sub stardar.
7. Pekerjaan (tenangga kerja kesehehatan, terutama yang melakukan aktivitas yang mempunyai
resiko tinggi).
C. Patofisiologi

Patofisiologi Tuberkulosis paru (TB paru) melibatkan inhalasi Mycobacterium tuberculosis,


suatu basil tahan asam (acid-fast bacilli). Setelah inhalasi, ada beberapa kemungkinan
perkembangan penyakit yang akan terjadi, yaitu pembersihan langsung dari bakteri
tuberkulosis, infeksi laten, atau infeksi aktif.

Ketika seorang pengidap TB paru aktif batuk, bersin, menyanyi, atau meludah, orang ini dapat
mengeluarkan titik-titik air liur kecil (droplets) ke udara bebas. Droplets yang berisi
Mycobacterium tuberculosis ini, apabila terinhalasi orang lain akan masuk sampai di antara
terminal alveoli paru. Organisme kemudian akan tumbuh dan berkembang biak dalam waktu 2-
12 minggu sampai jumlahnya mencapai 1000-10.000. Jumlah tersebut akan cukup untuk
mengeluarkan respon imun seluler yang mampu dideteksi melalui reaksi terhadap tes
tuberkulin. Namun, tubuh tidak tinggal diam, dan akan mengirimkan pertahanan berupa sel-sel
makrofag yang memakan kuman-kuman TB ini. Selanjutnya, kemampuan basil tahan asam ini
untuk bertahan dan berproliferasi dalam sel-sel makrofag paru menjadikan organisme ini
mampu untuk menginvasi parenkim, nodus-nodus limfatikus lokal, trakea, bronkus
(intrapulmonary TB), dan menyebar ke luar jaringan paru (extrapulmonary TB). Organ di luar
jaringan paru yang dapat diinvasi oleh Mycobacterium tuberculosis diantaranya adalah sum-
sum tulang belakang, hepar, limpa, ginjal, tulang, dan otak. Penyebaran ini biasanya melalui
rute hematogen.

D. Tanda Dan gelaja tbc pada anak

1. Demam tak kunjung sembuh

2. Penurunan berat badan

3. Pertumbuhan yang buruk

4. Batuk lebih dari 3 minggu

5. Pembengkakan kelenjar getah bening

6. Panas dingin

7. Muntah darah

8. Tubuh lemah

9. Kurang napsu makan


E. Penatalaksanaan

Secara umum, pengobatan TB pada anak dilakukan dalam jangka waktu yang lama, yaitu antara
6 hingga 12 bulan, tergantung orang yang mengalami kelainan. Khusus untuk penyakit
tuberkulosis paru, masa pengobatan adalah minimal 6 bulan. Pada prinsipnya, tujuan
pengobatan TB pada anak sama seperti pada TB dewasa, yaitu menyembuhkan pasien TB,
mencegah kematian akibat TB atau efek jangka panjangnya, mencegah TB relaps, mencegah
terjadinya resistensi obat, menurunkan tranmisi TB, mencegah sumber infeksi di masa yang
akan datang .Untuk pengobatan TB paru pada anak digunakan obat antituberkulosis dalam
bentuk paduan beberapa obat. Obat-obat antituberkulsis yang sering digunakan adalah:
Isoniazid, rifampisin, pirazinamid. Dosis Isoniazid 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300
mg/hari dengan efek samping yaitu hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas. Dosis Rifampisin
10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 600 mg/hari Pengobatan TB pada anak dilakukan
dalam dua fase (tahap), yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Fase intensif berlangsung dalam 2
bulan dengan kombinasi obat 2RH (INH, Rifampisin, dan Pirazinamid), sedangkan fase lanjutan
dinjutkan menjadi 4 bulan dengan kombinasi obat 4RH (INH dan Rifampisin). Beberapa hal
penting dalam tatalaksana TB anak adalah obat TB diberikan dalam panduan obat, tidak boleh
diberikan sebagai terapi tunggal (monoterapi), pengobatan diberikan setiap hari, pemberian gizi
yang adekuat, serta mencari penyakit penyerta lainnya, jika ada maka diberikan tatalaksana
secara bersamaan.5,6,10Obat TB tersedia dalam 2 bentuk yaitu obat tunggal (masing-masing
obat terpisah) dan obat dalam bentuk kombinasi dosis tetap (KDT). Ada beberapa sedian obat
TB dalam bentuk kombinasi, yaitu RHZ (kombinasi INH, Rifampisisn, dan pirazinamid). Bantuk
lainnya adalah RH (kombinasi INH, Rifampisin). Dosis dalam kombinasi ini sudah tetap, yaitu:
INH: 50 mg, Rifampisin 75 mg, dan pirazinamid 150 mg). Untuk memudahkan penggunaannya,
obat dihitung berdasarkan berat badan

1. Pengobatan TB Paru menurut Kemenkes RI (2014) yaitu:


a. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).

b. Prinsip Pengobatan
Pengobatan TB Paru dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: OAT harus diberikan
dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam dosis cukup dan dosis tepat sesuai dengan
kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (Monoterapi). Pemakaian OAT Kombinasi
Dosis Tetap (KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
F. Komplikasi

1. Kerusakan pada Otak

Jika tidak ditangani dengan baik, bakteri penyebab TB dapat menyebar melalui aliran darah
sehingga menimbulkan dampak kesehatan serius terhadap organ tubuh lainnya. Salah satu
organ yang paling rawan terkena dampaknya adalah otak.

Bakteri penyebab tuberkulosis dapat menyerang cincin tulang belakang dan selaput sekeliling
otak (meninges). Kondisi tersebut dikenal sebagai meningitis tuberkulosis. Gejala umum yang
muncul akibat komplikasi TB otak adalah hilangnya kemampuan mendengar, meningkatnya
tekanan pada otak, stroke, penurunan kesadaran, bahkan kematian.

2. Gangguan Fungsi Penglihatan

Bakteri penyebab TB yang sudah menyebar melalui aliran darah juga dapat

menyebabkan gangguan dan kerusakan pada mata. Hal tersebut dapat terjadi melalui infeksi
langsung maupun tidak langsung. Ada beberapa bagian mata yang paling sering diserang,
seperti konjungtiva, kornea, dan sklera. Jika hal ini terjadi, gejala awal yang akan dialami adalah
pandangan yang mengabur dan kondisi mata yang tiba-tiba menjadi terlalu sensitif terhadap
cahaya.

3. erusakan pada Tulang dan Sendi

Komplikasi pada tulang dan sendi menjadi salah satu kasus komplikasi yang paling sering terjadi
akibat penyebaran bakteri penyebab TB yang tidak terkendali. Sebagian besar kasus komplikasi
TB tulang dan sendi menyerang tulang belakang sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan
serius, kerusakan saraf, hingga rusaknya bentuk tulang belakang.

4. erusakan Fungsi Hati

Hati menjadi bagian tubuh yang rawan terkena komplikasi bakteri penyebab tuberkulosis.
Aliran darah yang terkontaminasi dapat menyebabkan hepatic tuberculosis dan menyebabkan
berbagai gangguan kesehatan lain, mulai dari pembengkakan pada hati hingga menguningnya
kulit dan lapisan mukosa akibat ketidakseimbangan bilirubin.

5. erusakan pada Ginjal

Komplikasi tuberkulosis kerap menyerang ginjal melalui infeksi bagian luar (cortex) yang secara
perlahan menginfeksi hingga ke bagian yang lebih dalam (medula). Kondisi ini menimbulkan
komplikasi lain, seperti penumpukan kalsium, hipertensi, pembentukan jaringan nanah, hingga
gagal ginjal.

6. Kerusakan pada Jantung

TB pada jantung merupakan kasus yang tidak terlalu sering terjadi. Pada kondisi ini, bakteri
akan menyerang pericardium, myocardium atau bahkan katup jantung. Komplikasi TB pada
jantung, jika tidak ditangani dengan baik, maka dapat menyebabkan gagal jantung yang
berujung pada kematian.

Asuhan keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi pada
jalan napas.

•intervensi

a) Monitor respirasi dan status oksigenasi. R/: Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan
atelektasis

b) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction. R/: Pengeluaran sulit bila sekret sangat kental.
c) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi dengan cara semi fowler. R/: Posisi
membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan.
d) Aukskultasi suara napas. R/: Mencatat adanya suara tambahan.
e) Berikan oksigenasi dengan nasal. R/: Memenuhi kebutuhan oksigen.
f) Kolaborasi dalam pemberian obat dengan tim medis. R/: Untuk pemberian terapi medis.

2. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang
mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung

•intervensi

a) Kaji dispnea, tarkipnea, bunyi pernapasan abnormal, peningkatan upaya respirasi,


keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.R/: TB paru dapat menyebabkan meluasnya
jangkauan paru-paru.
b) Berikan oksigenasi dengan nasal. R/: Memfasilitasi suction nasotrakeal.
c) Monitor respirasi dan status oksigenasi. R/: Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan
atelektasis.
d) Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.R/: Mengurangi
konsumsi oksigen pada periode respirasi.
e) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction. R/: Pengeluaran sulit bila sekret sangat kental.
f) Aukskultasi suara napas. R/: Mencatat adanya suara tambahan

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake nutrisi yang tidak adekuat akibat
mual dan nafsu makan yang menurun.

•intervensi

a) Kaji adanya alergi makanan. R/: Menghindari makanan yang membuat alergi.
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien. R/: Takaran gizi yang sesuai.
c) Monitor adanya mual dan muntahR/: Mengidentifikasi intervensi yang diperlukan oleh
pasien.
d) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori. R/: Mengetahui intake yang masuk kedalam
tubuh.
e) Monitor adanya penurunan berat badan. R/: Mengetahui apakah ada perubahan dalam
pemenuhan nutrisi.
f) Berikan makanan sedikit tapi sering selagi masih hangat. R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi
pasien.
g) Modifikasi makanan. R/: Memberikan daya tarik pasien terhadap makanan.
4. Resiko penyebaran infeksi b.d kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman
patogen

•intervensi

a) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain. R/: Mengurangi resiko penyebaran infeksi.
b) Batasi pengunjung bila perlu. R/: Mengidentifikasi resiko penularan kepada orang lain.
c) Gunakan alat pelindung untuk batuk/bersin. R/: Mencegah terjadinya penularan infeksi.
d) Instruksikan pasien untuk minium obat antibiotik sesuai resep dan pentingnya tidak
menghentikan/tidak putus obat. R/: Mempercepat proses penyembuhan.
e) Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara periodik terhadap sputum. R/: Mengawasi
keefektifan obat dan efek serta respon pasien terhadap terapi.
f) Pertahankan teknik isolasi. R/: Mengurangi resiko penularan

5. Hipertemia b.d dehidrasi


•intervensi

a) Monitor suhu lingkungan sesering mungkin. R/: Mengidentifikasi seberapa besar derajat
demam pasien.
b) Monitor tekanan darah, nadi dan pernapasan. R/: Mengetahui keadaan umum pasien.
c) Berikan kompres hangat. R/:Menyebabkan vasodilatasi sehingga terjadi perpindahan panas.
d) Monitor warna dan suhu kulit. R/:Untuk mengetahui suhu kulit.
e) Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan cairan intravena. R/: Dapat menyeimbangkan
pengeluaran yang adekuat.

Anda mungkin juga menyukai