Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

"ASPIRASI PADA ANAK"

Oleh:

ORLANDO L. SOLAMBELA (19142010068)

FLANDEIN FRANS KATTY (19142010066)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA DI


MANADO

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala


rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai
dengan selesai.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami
berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.Bagi kami sebagai
penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Manado 18 maret 2022

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Benda asing terus menjadi masalah serius pada anak-anak dan dewasa
dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Cakir et al., 2012).
Benda asing harus dikeluarkan segera mungkin sebelum menimbulkan
komplikasi yang dapat mengancam nyawa (Sahadan et al., 2011). Peristiwa
tertelan dan tersangkutnya benda asing pada esofagus juga terus merupakan
masalah utama pada semua umur (Yunizaf, 2011).
Sekitar 75 sampai 85% kasus aspirasi benda asing terdapat pada anak-
anak dibawah umur 15 tahun, dimana penderita terbanyak adalah anak kurang
dari 3 tahun (Ṣentṻrk and Ṣen, 2011). Anak-anak sering meletakkan benda
asing di dalam mulut dan secara tidak sadar akan menelan benda asing
tersebut. Benda asing tersebut akan menetap di dalam esofagus sebanyak 80%
dan dapat juga ditemukan pada saluran nafas sebanyak 20% (Abdurehim et
al., 2014).
Jenis benda asing yang sering dijumpai pada traktus trakeobronkial
adalah jenis organik seperti sisa-sisa makanan (jenis kacang-kacangan yang
paling sering dijumpai) dan jenis anorganik seperti plastik (Orji and Akpeh,
2010). Pada esofagus, koin merupakan benda asing terbanyak yang dapat
dijumpai dan diikuti oleh tulang ayam, tulang ikan, dan peniti (Ekim, 2010).
Pada penderita aspirasi benda asing sering diawali dengan gejala
tersedak (74%), diikuti dengan batuk (73%), mengi (50%), dan sesak nafas
(47%) (Orji and Akpeh, 2010). Gejala lain yang sering ditemukan bila benda
asing terdapat pada esofagus adalah kesulitan menelan, nyeri, dan air liur yang
berlebihan (Ekim, 2010).
Di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat 3500 – 6000 pasien
meninggal dunia setiap tahunnya akibat aspirasi benda asing dimana 600
orang diantaranya anak-anak dibawah 15 tahun (Saki et al., 2009). Selain itu,
tercatat juga 1500 – 1600 pasien meninggal dunia setiap tahunnya akibat
komplikasi dari tertelannya benda asing (Erbil et al., 2013).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep dasar aspirasi benda asing pada anak-anak ?
2. Bagaimana initial assesment pada kasus aspirasi benda asing pada
anak ?
3. Bagaimana manajemen pelatalaksanaan sepsis benda asing pada
anak?
1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep asuhan
Keperawtan Kegawatdaruratan pada Anak dengan Aspirasi Benda
Asing.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa Mampu menjelaskan Pathway aspirasi benda asin
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian survey primer dan
sekunder klien dengan aspirasi benda asing
c. Mahasiswa Mampu menjelaskan Manajemen
Kegawatdaruratan dengan sepsis benda asing.

1.4 Manfaat
Dengan makalah ini diharapkan agar para pembaca bisa memahami
konsep Asuhan Keperawtan Kegawat Daruratan pada anak dengan aspirasi
benda asing.
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar


2.1.1 Pengertian
Benda asing didalam suatu organ ialah benda yang berasal
dari luar tubuh atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal
tidak ada. Benda asing pada esofagus adalah benda tajam maupun
tumpul atau makanan yang tersangkut dan terjepit di esofagus
karena tertelan, baik secara sengaja maupun tidak sengaja
(Yunizaf, 2011).

2.1.2 Etiologi
Benda asing pada esofagus dapat dibagi menjadi golongan
anak dan dewasa. Pada anak-anak dapat disebabkan oleh anomali
kongenital termasuk stenosis kongenital, web, fistel
trakeoesofagus, dan pelebaran pembuluh darah. Belum tumbuhnya
gigi molar untuk dapat menelan dengan baik, koordinasi proses
menelan dan sfingter laring yang belum sempurna pada usia 6
bulan sampai 1 tahun, retardasi mental, gangguan pertumbuhan,
dan penyakit neurologik juga dapat menjadi faktor predisposisi
pada anak-anak. Pada orang dewasa, tertelannya benda asing sering
dialami oleh pemakai gigi palsu, pemabuk, dan pada pasien
gangguan mental (Yunizaf, 2011). Pemakaian gigi palsu
merupakan hal yang paling sering terjadi pada orang dewasa
karena menurunnya sensasi pada rongga mulut (Rathore et al.,
2009).
Kasus tertelannya benda asing sering terjadi pada populasi
anak-anak. Aspirasi benda asing dapat menyebabkan kelainan yang
serius dan bahkan menyebabkan kematian. Menurut data National
Safety Council tahun 1995, sesak napas karena penyebab mekanik
mencakup 5% (167 kasus) dari semua penyebab kematian yang
tidak disengaja pada populasi anak di bawah usia 4 tahun di
Amerika Serikat.Sebagian besar dari kematian ini terjadi pada anak
berusia kurang dari 1 tahun (81 kematian, yang mencakup 10%
dari kematian yang tidak disengaja pada anak yang berusia kurang
dari 1 tahun)2,3. Sebagian besar kasus terjadi pada anak berusia
kurang dari 3 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa usia
rata-rata adalah 1–2 tahun.
Tiga faktor penyebab utama adalah anak-anak mempunyai
kecenderungan untuk memasukkan benda asing ke dalam mulut
atau menangis, berlari dan bermain dengan membawa benda di
mulut mereka; dan mereka belum mempunyai gigi molar untuk
mencerna makanan tertentu.Berbeda dengan orang dewasa, benda-
benda asing yang tertelan oleh anak-anak cenderung tersangkut di
sisi kanan. Hal ini disebabkan karena anatomi bronkus anak-anak
memiliki sudut yang lebih landai pada bronkus kanan
dibandingkan bronkhus kiri hingga usia kurang lebih 15 tahun.

2.1.3 Patofisiologi
Sebagian besar benda asing yang tertelan adalah organik
(81%). Benda asing organik, seperti kacang-kacangan, mempunyai
sifat higroskopik sehingga mudah menjadi lunak dan mengembang
oleh air. Dapat juga terjadi jaringan granulasi di sekitar benda
asing sehingga gejala sumbatan bronkus makin mengebat
akibatnya timbul gejala laringotrakeobronkitis, toksemia, batuk dan
demam yang tidak terus menerus (iregular).
Benda asing anorganik menimbulkan reaksi jaringan yang
lebih ringan dan lebih mudah didiagnosa dengan pemeriksaan
radiologis karena umumnya bersifat radioopak.Benda asing yang
terbuat dari metal tipis, seperti peniti atau jarum, dapat masuk ke
dalam bronkus yang lebih distal dengan gejala batuk spasmodik.
Benda-benda asing yang lama berada di bronkus dapat
menyebabkan terjadi perubahan patologik jaringan sehingga dapat
menimbulkan komplikasi, seperti penyakit paru-paru kronik
supuratif, bronkiektasis, abses paru dan jaringan granulasi yang
menutupi benda asing.
Benda asing di bronkus biasanya terjadi pada anak di
bawah usia 2 tahun. Biasanya didapatkan riwayat yang khas, yaitu
pada saat benda atau makanan di dalam mulut, sang anak tertawa
atau menjerit sehingga pada saat inspirasi laring terbuka dan
makanan atau benda asing tersebut masuk ke dalam laring. Pada
saat benda asing tersebut terjepit di sfingter laring, pasien batuk
berulang-ulang (paroksismal) sehingga terjadi sumbatan pada
trakea, mengi dan sianosis. Bila benda asing telah masuk ke dalam
trakea atau bronkus, kadang-kadang terjadi fase asimtomatik
selama 24 jam atau lebih, kemudian diikuti oleh fase pulmonar,
dengan gejala yang bergantung pada derajat sumbatan bronkus.
Riwayat batuk bersifat sangat sensitif tetapi tidak spesifik
untuk gejala aspirasi benda asing. Sedangkan riwayat sianosis atau
stridor sangat spesifik namun tidak sensitif untuk aspirasi benda
asing.
Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing
ke dalam saluran napas antara lain faktor personal (umur, jenis
kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, dan tempat tinggal), kegagalan
mekanisme proteksi (tidur, kesadaran menurun, alkoholik, dan
epilepsi), faktor fisik (kelainan dan penyakit neurologik), proses
menelan yang belum sempurna pada anak, faktor gigi, medikal dan
surgikal (tindakan bedah, ekstraksi gigi, dan belum tumbuhnya gigi
molar pada anak berumur <4 th), faktor kejiwaan (emosi dan
gangguan psikis), ukuran dan bentuk serta sifat benda asing, dan
faktor kecerobohan (meletakkan benda asing di mulut, persiapan
makanan yang kurang baik, makan atau minum tergesa-gesa,
makan sambil bermain pada anak-anak, dan memberikan kacang
atau permen pada anak yang gigi molarnya belum lengkap).
2.1.4 WOC
2.1.5 Tanda dan Gejala

Gejala yang timbul akibat aspirasi benda asing tergantung


pada jenis, ukuran, lokasi, dan sifat iritasi benda asing terhadap
mukosa (Novialdi and Rahman, 2012). Aspirasi benda asing dapat
muncul tanpa gejala dan tidak terdeteksi dalam hitungan jam,
bahkan sampai tahunan (Fitri et al., 2012). Gejala utama yang
ditimbulkan oleh aspirasi benda asing pada anak-anak maupun
orang dewasa adalah batuk. Selain batuk, gejala lain yang dapat
ditimbulkan adalah tersedak, dispnea, sianosis, mengi, stridor,
demam, dan kadang-kadang tidak menimbulkan gejala. Sianosis
dan dispnea sering ditemukan pada pasien yang didiagnosis secara
terlambat (Saki et al., 2009). Selain itu, dapat juga terjadi suara
pernafasan yang melemah unilateral dan adanya ronkhi (Orji and
Akpeh, 2010).
Gejala klinis yang timbul sangat bergantung pada sifat
benda asing, lokasi, ukuran, dan derajat sumbatan yang
ditimbulkan. Benda asing yang berukuran besar dapat menutup
total saluran respiratorik bagian atas yang dapat mengancam jiwa.
Sedangkan benda asing yang berukuran lebih kecil, berada di
dalam cabang utama atau saluran bronkus lobaris dan akan
menimbulkan gejala yang lebih lama dan lebih ringan.
Gejala klinis yang timbul dapat dibagi menjadi dua, yaitu
berdasarkan urutan atau perjalanan gejala, dan berdasarkan bentuk
gejala yang dapat ditimbulkan.

Berdasarkan urutan atau perjalanan gejala

Berdasarkan perjalanan atau urutannya, gejala klinis yang


timbul dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu gejala awal,
periode laten, dan gejala susulan atau lanjutan.

Gejala awal
Gejala awal yang timbul dapat berupa tersedak, serangan
batuk keras dan tiba-tiba, sesak napas, rasa tidak enak di dada,
mata berair, rasa perih di tenggorokan dan di kerongkongan. Gejala
awal seringkali ringan dan berlangsung singkat, sehingga gejala ini
sering tidak diperhatikan.
Periode laten atau tanpa gejala
Setelah gejala awal dilalui diikuti periode bebas gejala yang
disebut masa laten. Masa laten ini mulai beberapa jam sampai
beberapa tahun. Pada periode ini dapat dijumpai gejala sakit
menelan karena terjadinya pembengkakan di daerah laring.
Gejala susulan atau lanjutan
Gejala susulan tidak spesifik, sebagai akibat perubahan
fisiologis atau patologis yang ditimbulkan benda asing. Gejala
susulan ini sangat bergantung pada lokasi dan bentuk kelainan
yang ditimbulkannya.
a. Benda asing di dalam hidug
Gejala yang ditimbulkan oleh benda asing di dalam
hidung umumnya unilateral, seperti hidung tersumbat, beringus
kental, dan berbau.
b. Benda asing di dalam nasofaring.
Benda asing yang masuk ke dalam nasofaring akan
menimbulkan gejala seperti yang disebutkan pada gejala awal
di atas. Lintah yang dapat masuk ke dalam hidung atau
nasofaring dapat menimbulkan perdarahan berulang dari
hidung.
c. Benda asing di dalam laring.
Laring merupakan daerah yang sempit dan peka,
sehingga mudah mengalami peradangan, edema, spasme,
dan lain-lain. Oleh karena itu, benda asing yang masuk ke
dalam laring dapat menimbulkan gejala yang beragam,
seperti sesak napas, stridor, mengi, nyeri pada saat
menelan, berbicara, atau bernapas dalam, serak atau parau
hingga afoni, batuk serak disertai stridor, hemoptisis,
retraksi interkostal, epigastrial, dan supraklavikular, serta
detak jantung yang meningkat. Bila terjadi sumbatan total,
dapat timbul sianosis dan kematian.
d. Benda asing didalam trakea
Benda asing di dalam trakea akan dikeluarkan melalui
batuk dan eskalasi mukosiliar. Apabila gagal benda asing
tersebut akan menetap di dalam trakea atau masuk ke dalam
bronkus. Di dalam trakea benda asing dapat menimbulkan
berbagai akibat yang dapat berubah-ubah karena masih dapat
berpindah tempat(mobile). Akibat yang ditimbulkan dapat
berupa obstruksi, reaksi peradangan, atau konstriksi. Gejala
patognomonik terdiri dari batuk, sesak, dan suara mengi yang
terdengar sangat mirip dengan asma, sehingga disebut sebagai
asmatoid.
Apabila benda asing masih dapat berpindah tempat
(mobile) pada saat batuk atau ekspirasi dengan pemeriksaan
auskultasi di daerah tiroid, dapat didengar suara hentakan
benda asing ke pita suara atau daerah subglotis. Tanda ini
disebut audible slap. Dengan palpasi tanda ini kadang-kadang
dapat dirasakan dan disebut sebagai palpatory thud. 
e. Benda asing didalam bronkus
Bentuk ini merupakan bentuk tersering, dan dapat
mencapai 83−90% kasus. Gejala yang terjadi merupakan akibat
langsung dari benda asing yang teraspirasi, seperti obstruksi
atau konstriksi (sesak napas, suara napas yang melemah atau
berkurang, mengi yang kadang-kadang bilateral dan sulit
sembuh), peradangan (bronkitis, bronkiektasis, pneumonia
lobaris yang sering berulang, abses, empiema), atau merupakan
akibat yang tidak langsung seperti atelektasis dan emfisema.
Gejala mengi dapat timbul segera setelah aspirasi terjadi, atau
dapat berjalan kronis. Apabila obstruksi terjadi pada kedua
bronkus utama, dapat terjadi sesak yang berat hingga anoksia.
Kadang-kadang dapat terjadi hemoptisis setelah beberapa bulan
atau tahun. Apabila benda asing tersebut berasal dari tumbuhan
disebut sebagai bronkitis arakiditis atau vegetalis, dengan
gejala batuk, demam septik, dan sesak.
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
Pada setiap pasien yang diduga mengalami aspirasi benda
asing, dapat dilakukan pemeriksaan radiologik untuk membantu
menegakkan diagnosis. Benda asing yang berupa radioopak dapat
dibuat foto rontgen segera setelah kejadian, sedangkan pada benda
yang berupa radiolusen hanya terlihat komplikasi yang terjadi
seperti emfisema atau atelektasis setelah 24 jam pertama.
Pemeriksaan rontgen pada benda asing radiolusen dalam waktu
kurang dari 24 jam setelah kejadian sering menunjukkan gambaran
radiologis yang belum berarti (Yunizaf, 2011).
Pemeriksaan radiologik tidak hanya menunjukkan lokasi
benda asing, namun dapat juga menunjukkan jumlah dan ukuran
benda asing. Selain itu, komplikasi yang terjadi juga dapat terlihat
(Ambe et al., 2012).
Bronkoskopi harus dilakukan pada pasien aspirasi benda
asing pada saluran nafas jika benda asing tidak dapat didiagnosis
melalui pemeriksaan radiologik. Pemeriksaan bronkoskopi perlu
dilakukan dengan cepat, karena semakin cepat pemeriksaan
dilakukan semakin sedikit komplikasi yang akan terjadi. Selain
sebagai sarana diagnosis, pemeriksaan bronkoskopi juga dilakukan
sebagai terapi pada pasien dengan kasus benda asing pada saluran
nafas (Saki et al., 2009).

2.1.7 Komplikasi
Keterlambatan diagnosis merupakan faktor utama
terjadinya komplikasi pada aspirasi benda asing. Terlalu lama nya
benda asing didalam saluran nafas dapat memicu terbentuknya
jaringan granulasi dan infeksi paru yang rekuren. Penyebab lain
terjadinya komplikasi adalah keterlambatan dilakukannya
bronkoskopi. Pasien yang menjalani bronkoskopi lebih dari 24 jam
setelah aspirasi benda asing memiliki komplikasi dua kali lipat
dibandingkan dengan pasien yang menjalani bronkoskopi pada 24
jam pertama (Shlizerman et al., 2010).
Komplikasi dapat terjadi baik dari benda asing nya sendiri
maupun dari prosedur pengangkatan benda asing. Komplikasi yang
dapat terjadi berupa pneumonia, edema jalan nafas, sesak nafas,
bronkiektasis, bronkitis, jaringan granuloma, trakeitis, dan
pneumothorax (Sahadan et al., 2011). Beberapa peneliti
menganjurkan penggunaan kortikosteroid sebelum dan sesudah
bronkoskopi untuk mengurangi kejadian edema jalan nafas pasca
intervensi (Yetim et al., 2012).

2.1.8 Penatalaksanaan
Manajemen pada fase akut biasanya timbul sebelum anak
datang ke Rumah Sakit. Sebagian besar anak akan batuk dengan
hebat sebagai refleks untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Selama anak masih dapat batuk, berbicara dan menangis, tidak
dibutuhkan tindakan secepatnya. Tidak diperbolehkan melakukan
tindakan memasukkan jari tangan ke daerah orofaringeal pada anak
kecuali benda asing yang masuk tersebut terlihat di daerah
posterior faring. Pada anak kurang dari 1 tahun, tindakan chest
thrush dan back slap dengan posisi tengkurap adalah tindakan yang
dianjurkan untuk mengatasi benda asing tersebut.Untuk anak lebih
dari 1 tahun, abdominal thrush merupakan tindakan yang
direkomendasikan. Tindakan ini ditujukan untuk memberikan
tekanan pada diafragma sehingga tekanan intratorakal meningkat
dan pada akhirnya terjadi peningkatan tekanan intratrakeal yang
dapat mengeluarkan benda asing tersebut.
Sebelum ditemukannya bronkoskopi pada awal 1900,
kematian akibat aspirasi benda asing dapat mencapai angka 50%.
Saat ini, angka tersebut jauh menurun hingga kurang dari 1%.
Perkembangan terhadap teknik operasi, instrumentasi dan anestesia
modern, menyebabkan bronkoskopi dapat bermanfaat pada lebih
dari 95% pasien dengan komplikasi kurang dari 1%. Bronkoskopi
yang digunakan merupakan bronkoskopi tipe rigid yang dilakukan
di meja operasi dengan anak dibawah anastesi umum. Sebaiknya
tidak menggunakan ventilasi tekanan positif karena dapat
memperdalam masuknya benda asing. Bronkoskopi yang lebih
fleksibel tidak memiliki peran dalam tatalaksana. Bronkoskopi tipe
ini berguna untuk tujuan diagnostik. Pengobatan konservatif seperti
antibiotik dan bronkodilator dapat diberikan menyertai tindakan
diatas. Sebagian besar anak sudah diperbolehkan pulang dalam
waktu 24 jam setelah tindakan. Beberapa benda asing yang masuk
ke saluran napas tidak dapat dikeluarkan dengan tindakan
bronkoskopi. Untuk kasus tersebut diperlukan tindakan
torakokotomi terbuka. Terapi inhalasi dan drainase postural tidak
memiliki peran pada kelainan ini. Tindakan tersebut dapat
menimbulkan komplikasi lebih berat seperti obstruksi jalan napas
dan gagal jantung.
2.2 Initial Assessment
2.2.1 Primary Survey
a. Airway
Pada anak yang menderita aspirasi benda asing ini dapat
mengakibatkan rasa tercekik (chocking), wheezing
sehingga saat diauskultasi dapat menimbulkan suara stridor
sebagai salah satu tanda dari sumbatan saluran pernapasan
Jika terdapat sumbatan pada jalan nafasnya maka dapat
dilakukan tindakan back blows, abdominal thrusts, atau
Heimlich kepada klien.
b. Breathing
Pada anak yang menderita Aspirasi Benda Asing umumnya
memiliki pernafasan dispneu, dengan proses pertukaran
udara yang tidak adekuat. Dapat diberikan tindakan
perberian oksigen tambahan pada klien dengan menderita
Aspirasi Benda Asing ini sesuai dengan advise dokter.
c. Circulation
Pada anak yang menderita Aspirasi Benda Asing dapat
terlihat pucat atau nampak kebiruan pada kulitnya akibat
rendahnya kadar oksigen pada sel darah merah. Frekuensi
nadi umumnya akan takikardi, dengan kekuatan yang lemah
dan terasa kecil setiap denyutan nadinya.
d. Disability
Pada anak yang menderita Aspirasi Benda Asing umumnya
akan mengalami penurunan kesadaran sehingga pentingnya
dilakukan tindakan dalam menentukan kesadaran baik
secara kualitas maupun kualitas menggunakan ukuran
Glasgow Coma Scale.
e. Exposure
Pada anak yang menderita Aspirasi Benda Asing ini
seringkali nampak kebiruan pada kulitnya (sianosis).
f. Foley Catheter
Pada anak yang menderita Aspirasi Benda Asing tidak perlu
dilakukan pemasangan foley catheter.
g. Gastric Tube
Pada anak yang menderita Aspirasi Benda Asing tidak
dilakukan pemasangan NGT.
h. Heart Monitor
Pada anak yang menderita Aspirasi Benda Asing dapat
dicek aktivitas jantungnya menggunakan EKG untuk
menemukan sejumlah kemunculan masalah dalam system
kardiovaskulernya.

2.2.2 Secondary Survey


1. Head to toe
a. Kepala
A) Kulit dan rambut
Inspeksi :
Umumnya terlihat muka terlihat sianosis
Palpasi :
Suhu pada permukaan kulit meningkat.
B) Mata
Inpeksi:
Konjungtiva umumnya akan terlihat pucat.
Palpasi :
Teraba hangat pada daerah orbital dan bola mata.
C) Hidung
Inpeksi: -
Palpasi :
Memiliki kemungkinan untuk teraba hangat
D) Telinga
Inpeksi: -
Palpasi : -
E) Mulut
Inpeksi: -
Palpasi : -
b. Leher
Inpeksi :-
Palpasi :-
c. Toraks :
Terlihat adanya retraksi dada.
A) Paru-Paru
Inspeksi:- :
Palpasi : -
Auskultasi : Terdengar bunyi suara paru tambahan
yaitu stridor.
B) Jantung
Inpeksi: -
Palpasi : -
Auskultasi:-
d. Abdomen
Inspeksi :-
Palpasi :-
Perkusi :-
Auskultasi :-
e. Ekstremitas
A) Reflex :-
B) Atas : Terpasang infus.
C) CRT : mampu lebih dari 2 detik.
f. Genitalia
Inspeksi :-
Palpasi :-
2. Vital Sign :
Umumnya akan memiliki tekanan darah yang rendah, suhu tubuh
yang tinggi, pernafasan yang cepat, nadi yang cepat, lemah, dan kecil.
3. AMPLE
a. Allergic :
Tanyakan kepada klien tentang alergi terhadap obat apa saja, agar
pengobatan lebih tepat dan efektif.
b. Medication :
Tanyakan kepada klien mengenai obat obat yang sering
dikomsumsi ataupun terakhir dikonsumsi yang dapat menyebabkan
penurunan perlawanan tubuh terhadap penyakit yang sedang
diderita.
c. Past Illness :
Tanyakan pada klien mengenai penyakit terdahulunya yang dapat
menyebabkan penurunan respon perlawanan tubuh terhadap
penyakit yang sedang diderita.
d. Last oral intake :
Tanyakan makanan terakhir yang klien makan .
e. Evident & Environment :
Perlu ditanyakan tempat dimana klien terakhir beraktivitas.
4. Data penunjang
a. Foto toraks
Bidang anterior, posterior, lateral, dan oblik. Untuk mengevaluasi
lokasi benda asing yang opaque, untuk benda asing nonopaque,
mengkaji film sinar x untuk adanya daerah atelektasis, atau dengan
film insipratori dan ekspiratori, untuk mengkaji udara yang
terperangkap
b. Bronkoskopi
Dengan anastesi umum, dikamar operasi, memberi visualisasi
langsung kedalam trakea bagian atas sebuah teleskop dapat
digunakan untuk menentukan lokasi benda asing , dan pembuangan
nya dengan memasukan sebuah forsep optikal
c. Fluoroskopi
Memberikan bayangan struktur struktur yang bergerak dinamis
dibawah pemeriksaan sinar x , lebih bermanfaat dari pemeriksaan
sinar x saja dalam hal menunjukan udara yang terperangkap
dibagian distal leak benda asing
d. Xeroradiografi (teknik sinar x dengan menggunakan film sinar x
khusus)
Memberi resolusi gambar yang lebih besar seperti benda asing
nonmetalik
5. Terapi definitive
Penatalaksanaan darurat terhadap asvirasi benda asing berupa
manuver Heimlich atau pukulan di punggung dapat dilakukan sebelum
hospitalisasi untuk obstruksi yang mengancam kehidupan. Setelah
dicurigai adanya asfirasi benda asing , beri perhatian segera dengan
langsung melakukan tindakan diagnostic yang agresif, seperti
bronkoskopi untuk mengidentifikasi dan mengeluarkan benda asing
untuk mencegah komplikasi.
Obat obat yang dapat digunakan adalah sebagiai berikut :
a. Bronkodilator inhalasi terhadap laringospasme atau
bronkospasme
b. Kortikosteroid untuk mengurangi edema jalan napas
Antibiotic sistemik untuk kasus kasus yang di dalamnya
terdapat kecurigaan adanya fragmen sisa yang tertinggal ,
adanya secret purulen dijalan napas, atau tanda dan gejala
pneumonia.

2.3 Manajemen Kegawatdaruratan dengan Sepsis Benda Asing


2.3.1 Pengertian
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan
disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok
septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik
pengendalian infeksi, melakukan teknijk aseptik yang cermat,
melakukan debriden luka ntuk membuang jarinan nekrotik,
pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci
tangan secara menyeluruh.
2.3.2 Penyebab
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif.
Ketika mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan
menunjukkan suatu respon imun. Respon imun ini membangkitkan
aktivasi berbagai mediator kimiawi yang mempunyai berbagai efek
yang mengarah pada syok. Peningkatan permeabilitas kapiler, pada
perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi adalah dua efek
tersebut.
2.3.3 Tanda dan Gejala
Sepsis merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia. Pada saat
bakteriemia menyebabkan perubahan dalam sirkulasi menimbulkan
penurunan perfusi jaringan dan terjadi shock sepsis. Sekitar 40%
pasien sepsis disebabkan oleh mikroorganisme gram-positive dan
60% disebabkan mikroorganisme gram-negative. Pada orang
dewasa infeksi saluran kencing merupakan sumber utama
terjadinya infeksi. Di rumah sakit kemungkinan sumber infeksi
adalah luka dan kateter atau kateter intravena. Organisme yang
paling sering menyebabkan sepsis adalah staphylococcus aureus
dan pseudomonas . Pasien dengan sepsis dan shock sepsis
merupakan penyakit akut. Pengkajian dan pengobatan sangat
diperlukan. Pasien dapat meninggal karena sepsis. Gejala umum
adalah:
Demam
a. Berkeringat
b. Sakit kepala
c. Nyeri otot
2.3.4 Diagnosis
a. Fase dini tanda klinis hangat, vasodilatasi.
b. Fase lanjut tanda klinis dingin, vasokontriksi.
2.3.5 Tatalaksana penanganan
a. Menghilangkan/mereduksi kuman penyebab infeksi dengan
cara pemberian antibiotik yang adekuat, diperlukan walaupun
belum ada hasil mikrobiologi mengingat sepsis merupakan
infeksi dengan resiko bahaya kematian bagi penderita yang
cukup tinggi.
b. Melakukan drainase eksudat, eksisi jaringan nekrosis,
pengeluaran benda asing dan tindakan bedah lainnya untuk
menghilangkan sumber infeksi .
c. Mengembalikan perubahan hemodinamik yang terjadi dan
mengembalikan agar perfusi jaringan berlangsung baik, dengan
cara pemberian cairan, pemberian cairan ini berdasarkan pada
perubahan fisiologis yang terjadi pada penderita dehidrasi
akibat diare, yaitu : 10 – 20 ml/kg BB dalam 20 menit.
d. Mempertahankan dan memulihkan fungsi organ tubuh yang
terganggu :
1. Memperbaiki jalan nafas : oksigenasi cukup, jalan nafas
harus baik (bebas obstruksi).
2. Pemberian cairan yang adekuat : guna mempertahankan
volume darah , hal ini diperlukan untuk mengembalikan
fungsi homeostasis.
3. Perawatan intensif pasca bedah yang baik.
4. Evaluasi pasca bedah untuk mengetahui sumber infeksi lain
yang tidak terdrainase sehingga memerlukan pembedahan
kedua.
5. Pemberian Kortikosteroid
Pemberian Kortikosteroid masih menjadi suatu hal yang
kontroversial, beberapa ahli beranggapan pemberian
kortikosteroid diharapkan dapat memutuskan proses
patofisiologi, yang merupakan respon tubuh terhadap
infeksi sistemik. Obat ini memberikan efek antara lain :
stabilisasi membran sel dan lisosom, inhibisi agregasi
granulosit, inhibisi proses cascade yang terjadi,
diaktifasinya sistem komplemen, pengeluaran radikal
oksigen bebas dan mengurangi produksi TNF oleh
makrofag.
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas Klien

2. Riwayat kesehatan terdahulu

a. Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya

b. Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat atau faktor lingkungan

c. Kaji riwayat pekerjaan pasien

3. Pengkajian keperawatan pasien yang mempunyai masalah pernapasan


difokuskan pada ventilasi, perfusi, kegnisi, dan eliminasi

a. Ventilasi

1) Bunyi napas

Ronkhi basah atau mengi dapat terdengar pada banyak masalah


pernapasan. Hilangnya atau berkurangnya bunyi napas merupakan temuan yang
signifikan dan mungkin mengindikasikan pneumothoraks atau beberapa bebtuk
konsolidasi alveolar. Bunyi napas dapat saja hilang atau berkurang sebagai akibat
konstriksi bronkus kanan yang disebabkan oleh adanya aspirasi benda asing.

2) Pernapasan

Tentukan karakter pernapasan. Frekuensi pernapasan >50


pernapasan/menit pada bayi atau >40 pernapasan/menit pada anak-anak usia <3
tahun merupakan kondisi sensitif dan spesitifik adanya infeksi saluran pernapasan
bawah.

3) Laju aliran ekspirasi


Jika pasien PPOK atau asma, periksa laju aliran ekspirasi puncak dengan
menggunakan peak flometer. Jika nilainya <200 l/m, triage segera keruang
tindakan.

4) Saturasi oksigen

Tentukan tingkat SpO2 dengan oksimetri nadi kontinu. Jika tingkat SpO2
91% atau kurang, diperkirakan pasien harus dirawat dirumah sakit.

5) Sputum

Jelaskan produksi sputum. Sputum merah muda yang berbusa merupakan


tanda edema alveoli paru kardiogenik.

6) Dispnea

Kaji dispnea dengan menggunakan skala yang mudah distandarisasi.

b. Perfusi

1) Bunyi jantung

Bunyi jantung ketiga seting kali terdengar pada kasus0kasus gagal jantung.

2) Titik impuls maksimal

Palpasi titik impuls maksimal. Bagian apeks jantung biasanya sampai pada
dingin anterior dada atau dekat dengan ruang interkosta lima kiri di garis
midclavikula.

3) Distensi vena jugularis

Tentukan ada tidaknya distensi vena jugularis. Ubah posisi pasien


nmenjadi semifowler dengan kepala miring ke kanan atau ke kiri.

c. Kognisi

1) Lakukan pengkajian neurologis dan catat nilai GCS. Medikasi misalnya teofilin
dan alupent. Yang digunakan untuk mengatasi gangguan pulmonal menimbulkan
efek pada sistem saraf puat seperti, kegelisahan, takikardia, dan agitasi.
Hipoksemia dan hiperkapnia dapat menyebabkan kegelisahan dan penurunan
kesadaran.

2) Kondisi pernapasan

a) Dapat menjawab, lengkap tidak terputus-putus, tidak tersendat-sendat, tidak


menggah-menggah dan fungsi pernapasan baik

b) Bila menjawab, terputus-putus, tersendat-sendat, menggah-menggah dan fungsi


pernapasan terganggu

c) Bila tidak menjawab, tidak ada suara, tidak ada gerakan napas, tidak ada hawa
napas dan pernapasan berhenti

3) Jika pengobatan mencakup pembedahan, peting artinya jika perawat


mengetahui sifat dari pembedahan sehingga dapat merencanakan asuhan
keperawatan yang sesuai. Jika pasien diperkirakan akan tidak mempunyai suara
lagi, evaluasi pasca operatif olehi terapi wicara diperlukan. Kemampuan pasien
untuk mendengar, melihat, membaca dan menulis dikaji, keruskaan visual dan
buta huruf fungsional dapat menimbulkan masalah tambahan

B. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d adanya benda asing

2. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai O2

3. Pola napas tidak efektif b.d tidak adekuatnya ventilasi

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi


Kriteria Hasil

1. Bersihan jalan napas tidak efektif Jalan napas bersih 1.1 Kaji kepatenan
b.d adanya benda asing dari sumbatan jalan napas

1.2 Kaji
pengembangan
dada, kedalaman
dan kemudahan
bernapas dan
auskultasi bunyi
paru

1.3 Monitor
tekanan darah,
frekuensi
pernapasan dan
denyut nadi

1.4 Perhatikan
bentuk yang
berlebihan,
meningkatnya
dispnea

1.5 Beri O2 jika


diperlukan

1.6 Berikan posisi


semifowler

1.7 Bantu klien


melakukan latihan
batuk efektif bila
memungkinkan

2. Gangguan pertukaran gas b.d Perbaikan 2.1 Kaji atau


gangguan suplai O2 ventilasi dan awasi secara rutin
oksigen jaringan keadaan kulit
adekuat klien dan
membrane mukosa

2.2 Awasi tanda-


tanda vital dan
irama jantung

2.3 Berikan
oksigen tambahan
seuai dengan
indikasi hasil
AGDA dan
toleransi klien

2.4 Catat danya


derajat dispnea,
ansietas, distress
pernapasan dan
penggunaan obat

2.5 Tempatkan
klien pada posisi
nyaman
(semifowler)

2.6 Kolaborasi
dengan tenaga
medis lain untuk
pemberian obat
sesuai indikasi

3. Pola napas tidak efektif b.d tidak Pola napas 3.1 Kaji atau
adekuatnya ventilasi adekuat awasi secara rutin
keadaan kulit dan
membrane mukosa

3.2 Berikan
oksigen

3.3 Atur posisi


pasien semifowler

3.4 Pantau
kecepatan, irama,
kedalaman, dan
upaya pernapasan

3.5 Pantau
pernapasan yang
berbunyi seperti
mendengkur

3.6 Kolaborasi
dalam pemberian
obat
BAB 4

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Benda asing didalam suatu organ ialah benda yang berasal dari
luar tubuh atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak
ada. Benda asing pada esofagus adalah benda tajam maupun
tumpul atau makanan yang tersangkut dan terjepit di esofagus
karena tertelan, baik secara sengaja maupun tidak sengaja
(Yunizaf, 2011).
Gejala klinis yang timbul sangat bergantung pada sifat benda
asing, lokasi, ukuran, dan derajat sumbatan yang ditimbulkan.
Benda asing yang berukuran besar dapat menutup total saluran
respiratorik bagian atas yang dapat mengancam jiwa. Sedangkan
benda asing yang berukuran lebih kecil, berada di dalam cabang
utama atau saluran bronkus lobaris dan akan menimbulkan gejala
yang lebih lama dan lebih ringan.
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan
disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok
septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik
pengendalian infeksi, melakukan teknijk aseptik yang cermat,
melakukan debriden luka ntuk membuang jarinan nekrotik,
3.2 Saran
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang akan
menjadi seorang perawat mampu mengenali tanda dan gejala
asirasi benda asing dan syok sepsis ketika menemukan klien yang
mengalami yang mengalami hal tersebut sehingga dapat
melakukan pertolongan segera. Dan mahasiswa mampu
mengaplikasikan teri kegawat daruratan syok sehingga mampu
mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah
syok.
Daftar Pustaka

Betz,L.Cecily, dkk.2002.Buku Saku Keperawatan Pediatri.Jakarta:EGC

ISBN : 979-448-580-2

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.

Zmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C. 1997. Diagnosis and


Management of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support.
Society of Critical
Penatalaksanaan aspirasi bendaasing pada pasien pediatrik. Journal.perdatin.org

https://www.scribd.com/document/397016525/woc-aspirasi

Anda mungkin juga menyukai