Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


“GASTROENTERITIS AKUT (GEA)”

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Klinik Profesi Ners Tahap 2 Pada Mata
Kuliah Keperawatan Anak

Di Susun Oleh:
Rizky Adithia Rhama
(202106068)

PROGARAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKES KARYA HUSADA KEDIRI

2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini dibuat dalam rangka memenuhi

tugas Praktek Klinik Profesi Ners Tahap 2 Pada Mata Kuliah Keperawatan Anak

pada tanggal 14-26 Maret 2022 oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi

Ners STIKES KARYA HUSADA KEDIRI.

Nama : Rizky Adithia Rhama


NIM : 202106068
Tanggal : 11-16 April 2022
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Dengan
Diagnosa Medis “Gastroenteritis Akut (GEA)”

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini telah disetujui oleh:

Kediri, 14 April 2022

Pembimbing Akademik
Mahasiswa

(Laviana Nita Ludyanti, S.Kep,.Ns,. M.Kep)


(Rizky Adithia Rhama)
LEMBAR PENILAIAN PRAKTEK PROFESI NERS

Nama : Rizky Adithia Rhama


NIM : 202106068
Tanggal : 11-16 April 2022
Departemen : Keperawatan Anak
Judul Askep : Laporan Pendahuluan Dan Konsep Asuhan Keperawatan Dengan
Diagnosa Medis “Gastroenteritis Akut (GEA)”
NO ELEMEN NILAI TOTAL NILAI TT Preceptor
(0- 1a+1b+1c++2+3 Klinik
5
100)

1.
Asuhan Keperawatan
a. Pre Conference
b. Post Conference
c. Laporan Asuhan
Keperawatan

2. Attitude/Sikap

3. Ketrampilan Klinis

TOTAL
NILAI NILAI TT Preceptor
NO ELEMEN (0-
1+2+3 Pendidikan
100)
3
1. Laporan Pendahuluan
(LP)
2. Asuhan Keperawatan

3. Responsi

(Laviana Nita Ludyanti,


S.Kep,.Ns,. M.Kep)
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN PADA An.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS
“GASTROENTERITIS AKUT (GEA)”

1.1. Konsep Penyakit Gastroenteritis Akut (GEA)

1.1.1. Pengertian Gastroenteritis Akut (GEA)

Gastroenteritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung

yang akut dengan kerusakan erosi pada bagian superficial (Mattaqin &

Kumala, 2013). Gastroenteristis akut yang ditandai dengan diare dan pada

beberapa kasus muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan elektrolit

yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit (Betz

& Linda, 2014).

GEA (gastroenteritis akut) adalah pengeluaran feces yang tidak normal

dan berbentuk cair/encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya

dalam sehari lebih dari 5 kali disertai perubahan konsistensi tinja mejadi

cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu

minggu (Dewi, 2014).

1.1.2. Klasifikasi Gastroenteritis Akut (GEA)

Berdasarkan lamanya gastroenteritis antara lain seperti gastroenteritis akut

akut dan gastroenteritis akut kronik.

1) Gastroenteritis akut

gastroenteritis yang berlangsung kurang dari 14 hari

2) Gastroenteritis kronik

gastroenteritis yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan kehilangan

berat badan atau berat badan tidak bertambah (selama masa

gastroenteritis tersebut (Suraatmaja, 2017).


1.1.3. Etiologi Gastroenteritis Akut (GEA)

Menurut (Sodikin, 2014) hampir sekitar 70% - 90% penyebab dari

gastroenteritis akut atau diare akut sudah dapat dipastikan. Secara garis

besar penyebab gastroenteritis akut atau diare akut dikelompokkan

menjadi penyebab langsung atau faktor-faktor yang dapat mempermudah

atau mempercepat terjadinya diare. Penyebab diare akut dapat dibagi

menjadi dua golongan, diare sekresi (secretory diarrhoea) dan diare

osmotis (osmotic diarrhea). Diare sekresi dapat disebabkan oleh faktor-

faktor antara lain :

1. Infeksi virus, kuman-kuman patogen atau penyebab lainnya (seperti

keadaan gizi/gizi buruk, hygiene atau sanitasi yang buruk, kepadatan

penduduk, sosial budaya, dan sosial ekonomi).

2. Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan

kimia, makanan (seperti keracunan makanan, makanan yang pedas

atau terlalu asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan

saraf, hawa dingin atau alergi, dan sebagainya.

3. Defisiensi imun terutama SigA (Secretory Immunoglobulin A) yang

mengakibatkan berlipat gandanya bakteri atau flora usus dan jamur

(terutama Candida).

4. Diare osmotik (osmotic diarrhea) disebabkan oleh malabsorpsi

makanan, kekurangan kalori protein (KKP), bayi berat badan lahir

rendah (BBLR), dan bayi baru lahir.

1.1.4. Manifestasi klinis Gastroenteritis Akut (GEA)

Menurut Lestari (2016) tanda dan gejala pada ada anak yang mengalami
gastroenteritis akut atau diare akut:

1. Sering BAB dengan konsistensi feses cair atau encer

2. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi (turgor kulit jelek, elastisitas

kulit menurun, ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa

mulut dan bibir kering)

3. Kram atau kaku abdomen

4. Demam, mual, muntah dan anoreksia

5. Badan lemah, pucat dan perubahan TTV (nadi dan napas cepat)

6. Urine menurun atau tidak ada pengeluaran (anuria)

Dehidrasi merupakan gejala paling umum yang menyertai GEA. Pada

anak-anak GEA dapat ditandai dengan jarang buang air kecil, mulut

kering, menangis tanpa mengeluarkan air mata. Pada keadaan dehidrasi

berat, anak dapat terlihat cenderung mengantuk, tidak responsive, mata

cekung, serta turgor kulit jelek. Sedangkan dehidrasi pada orang dewasa,

antara lain kelelahan, badan lemas dan tidak bertenaga, kehilangan nafsu

makan, mulut kering pusing dan nyeri kepala.

Menurut (Esmi Sinaga, 2018) beberapa respon sistem tubuh pada anak

dalam keadaan gastroenteritis akut atau diare akut adalah :

1) Sistem Integument

Anak yang mengalami diare akut dengan dehidrasi ringan hingga

berat turgor kulit biasanya kembali sangat lambat. Karena tidak

adekuatnya kebutuhan cairan dan elektrilit pada jaringan tubuh anak

sehingga kelembapan kulit pun menjadi berkurang.

2) Sistem Respirasi
Kehilangan air dan elektrolit pada anak diare akut mengakibatkan

gangguan keseimbangan asam basa yang menyebabkan pH turun

karena akumulasi asam nonvolatile. Terjadilah hiperventilasi yang

akan menurunkan pCO2 menyebabkan pernapasan jadi cepat, dan

dalam (pernapasan kusmaul).

3) Sistem Pencernaan

Anak yang diare akut biasanya mengalami gangguan pada nutrisi,

yang disebabkan oleh kerusakan mukosa usus dimana usus tidak dapat

menyerap makanan. Anak akan tampak lesu, malas makan, dan

letargi. Nutrisi yang tidak dapat diserap mengakibatkan anak bisa

mengalami gangguam gizi yang bisa menyebabkan terjadinya

penurunan berat badan dan menurunnya daya tahan tubuh sehingga

proses penyembuhan akan lama.

4) Sistem Muskoloskeletal

Kekurangan kadar natrium dan kalium plasma pada anak yang diare

akut dapat menyebabkan nyeri otot, kelemahan otot, kram dan detak

jantung sangat lambat.

5) Sistem Sirkulasi

Akibat dari diare akut dapat terjadi gangguan pada system sirkulasi

darah menyebakan darah melemah, tekanan darah rendah, kulit pucat,

akral dingin yang mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik.

6) Sistem Otak

Syok hipovolemik dapat menyebabkan aliran darah dan oksigen

berkurang. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran


dan bila tidak segera ditolong dapat mengakibatkan kematian.

7) Sistem Eliminasi

Warna tinja anak yang mengalami diare makin lama berubah

kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah

sekitarnya akan lecet karena sering defesaki dan tinja makin asam

sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa

yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare.

1.1.5. Patofisiologi Gastroenteritis Akut (GEA)

Secara patofisiologi, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan

kerusakan mukosa lambung, meliputi (1) kerusakan mukosa barrier yang

menyebabkan difusi balik ion H+ meningkat; (2) perfusi mukosa lambung

yang terganggu; dan (3) jumlah asam lambung yang tinggi. Faktor- faktor

tersebut biasanya tidak berdiri sendiri, contohnya, stress fisik akan

menyebabkan perfusi mukosa lambung terganggu sehingga timbuk daerah-

daerah infark kecil, selain itu sekresi asam lambung juga terpacu.

Mucosal barrier pada pasien strees fisik biasanya tidak terganggu.

Gastroenteristis akibat infeksi H. pylori biasanya bersifat asimtomatik.

Bakteri yang masuk akan memproteksi dirinya dengan lapisan mukus.

Proteksi lapisan ini akan menutupi mukosa lambung dan melindungi dari

asam lambung. Penetrasi atau daya tembus bakteri ke lapisan mukosa yang

menyebabkan terjadinya kontak dengan sel-sel epithelial lambung dan

terjadi adhesi (pelengketan) sehingga menghasilkan respons peradangan

melalui pengaktifan enzim untuk mengaktifkan IL-8. Hal tersebut

menyebabkan fungsi barier lambung terganggu dan terjadilah


gastroenteristis akut (Santacroce dalam Muttaqin & Kumala, 2013).

Widagdo (2014) menjelaskan bahwa virus tersebar dengan cara fekaloral

bersama makanan dan minuman, dari beberapa ditularkan secara airbone

yaitu norovirus, Virus penyebab diare secara selektif menginfeksi dan

merusak selsel di ujung jonjot yang rata disertai adanya sebukan sel radang

mononuclear pada lamina propania sedang pada mukosa lambung tidak

terdapat perubahan walaupun penyakit dikenal sebagai gastroenteristis.

Gambaran patologi tidak berkorelasi dengan gejala klinik, dan terlihat

perbaikan proses sebelum gejala klinik hilang. Kerusakan akibat virus

tersebut mengakibatkan adanya adanya absorpsi air dan garam berkurang

dan terjadi perubahan keseimbangan rasio sekresi dan absorpsi dari cairan

usus, serta aktivitas disakaridase menjadi berkurang dan terjadilah

malabsorpsi karbohidrat terutama laktosa. Faktor penyebab gastroenteristis

virus lebih banyak mengenai bayi dibandingkan dengan anak besar adalah

fungsi usus berkurang, imunitas spesifik kurang, serta menurunnya

mekanisme pertahanan spesifik seperti asam lambung dan mukus. Enteritis

virus juga meningkatkan permiabilitas terhadap makromolekul di dalam

usus dan ini diperkirakan sebagai penyebab meningkatnya resiko

terjadinya alergi makanan.


1.1.6. WOC Gastroenteritis Akut (GEA)
1.1.7. Komplikasi Gastroenteritis Akut (GEA)

Menurut Suharyono dalam Nursalam (2018), komplikasi yang dapat

terjadi dari diare akut maupun kronis, yaitu :

1) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik atau hipertonik).

2) Renjatan hipovolemik.

3) Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,

bradikardi, perubahan elektrokardiogram).

4) Hipoglikemia.

5) Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi

enzim laktosa.

6) Kejang yang terjadi pada dehidrasi hipertonik.

7) Malnutrisi energi protein akibat muntah dan diare, jika lama atau

kronik

8) Hipoglikemia

Hypoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita

diare dan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah

menderita kekurangan kalori protein (KKP).

9) Gangguan Gizi

Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi sehingga

terjadi penurunan berat badan.

10) Gangguan Sirkulasi

Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka dapat

terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau syok

hipovolemik.
1.1.8. Pemeriksaan Penunjang Gastroenteritis Akut (GEA)

Menurut (Lestari, 2016) diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil

pemeriksaan fisik :

1. Pemeriksaan darah

Darah perifer lengkap, analisa gas darah dan elektrolit (terutama Na,

Ca, K dan P serum pada diare yang disertai kejang), anemia

(hipokronik, kadang-kadang nikrosiotik) dan dapat terjadi karena

malnutrisi/malabsorbsi tekanan fungsi sumsum tulang (proses

inflamasi kronis) peningkatan sel-sel darah putih, pemeriksaan kadar

ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.

2. Duodenal intubation Untuk mengetahui kuman penyebab secara

kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik

3. Pemeriksaan Feses

a) Makroskopis

Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua

penderita dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak

dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah

biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau

disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang

mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri

yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang

menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E.

histolytica, B. coli dan T. trichiura. Tinja yang berbau busuk


didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia,

Cryptosporidium dan Strongyloides.

b) Mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat

memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis

serta adanya proses peradangan mukosa.

4. pH dan kadar gula dalam tinja

5. Bila perlu dilakukan uji bakteri untuk mengetahui organism

penyebabnya, dengan melakukan pembiakan terhadap contoh tinja.

1.1.9. Penatalaksanaan Gastroenteritis Akut (GEA)

Penatalaksanaan gastroenteritis akut adalah penanganan dehidrasi dan

manajemen infeksi pada gastroenteritis yang disebabkan oleh bakteri.

Prinsip penatalaksanaan adalah pemberian cairan untuk rehidrasi,

antibiotik bila diperlukan, zinc, nutrisi, dan edukasi.

1. Rehidrasi

a. Rehidrasi pada Anak tanpa Dehidrasi

Pada pasien tanpa dehidrasi, rehidrasi dapat dilakukan oral sesuai

dengan kebutuhan cairan harian dan ditambah cairan yang hilang.

b. Rehidrasi pada Anak dengan Dehidrasi Ringan-Sedang

Pada pasien dengan dehidrasi ringan-sedang dapat diberikan New

Oralit atau Oral rehydration solution (ORS) hipoosmolar

sebanyak 75 ml/kgBB dalam 3 jam untuk mengganti kehilangan

cairan yang telah terjadi dan tambahan 5-10 ml/kgBB setiap kali

diare. Cara pemberian adalah sedikit-sedikit tapi sering, sesuai


kemampuan pasien agar tidak menginduksi mual.

Rehidrasi parenteral dibutuhkan pada pasien yang muntah setiap

diberi minum, sehingga rehidrasi oral dianggap gagal. Pemberian

cairan intravena didasarkan pada berat badan, dengan

menggunakan Ringer Laktat, NaCl, ataupun KaEN 3B. Dosis

cairan pada anak berat badan 3-10 kg adalah 200 ml/kgBB/hari,

pada anak berat badan 10-15 kg adalah 175 ml/kgBB/hari, dan

pada anak berat badan >15 kg adalah 135 ml/kgBB/hari.

c. Rehidrasi pada Anak dengan Dehidrasi Berat

Pada pasien dengan dehidrasi berat diberikan cairan parenteral

berupa ringer laktat atau ringer asetat dengan dosis 100 ml/kgBB.

2. Anti Diare

Pilihan antidiare yang dipakai adalah antisekresi selektif, opiat,

absorben, dan probiotik

3. Medikamentosa yang umum digunakan adalah Zinc/seng yang

terbukti bermanfaat untuk gastroenteritis. Terkadang diperlukan

antibiotik pada gastroenteritis bakterialis. Obat lainnya adalah obat

yang bersifat suportif, seperti antiemetik dan antidiare. Pada orang

dewasa dapat diberikan antidiare, sedangkan pada anak tidak

disarankan memberikan antidiare.

4. Zinc/Seng

Berikan 10-20 mg zinc kepada anak diare tiap hari untuk 10-14 hari.

Zinc dapat diberikan sebagai sirup atau tablet terlarut, disesuaikan

dengan keinginan ibu memilih mana yang mudah diberikan, tersedia


dan ekonomis. Dengan pemberian Zinc ini diharapkan lama dan

keparahan diare akan cepat menurun, begitu pula risiko dehidrasinya

akan menurun.

5. Antiemetik

Berikan Ondansetron sekali saja untuk bayi usia >6 bulan, atau berat

badan >8 kg. Dengan pemberian ondansentron, muntah dapat berhenti

sehingga ORS dapat dilanjutkan dan menurunkan angka rujukan ke

rumah sakit. Dosis pemberian ondansentron adalah:

 Bayi/anak dengan berat badan 8-15 kg, berikan 2 mg

 Bayi/anak dengan berat badan 15-30 kg, berikan 4 mg

 Bayi/anak dengan berat badan >30 kg, berikan 8 mg

 Pada dewasa dapat diberikan 4-8 mg/ hari, dengan dosis


maksimal 8 mg/hari

6. Antibiotitik

Antibiotik kadang diperlukan pada gastroenteritis bakterial.

1.2. Konsep Tumbuh Kembang

1.2.1. Definisi pertumbuhan dan perkembangan

Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu

bertambahnya jumlah, ukuran, dimensipada tingkat sel, organ maupun

individ. Anak tidak hanya bertambah besar secara fisik, melainkan juga

ukuran dan struktur organ tubuh dan otak (soetjiningsih, 2013).

Perkembangan adalah proses kualitatif yang mengacu pada

penyempurnaan fungsi sosial dan psikologis dalam diri seorang anak dan

berlangsung sepanjang hidup manusia ( F. B. Harlock dalam


syamsusbahri, 2013).

1.2.2. Aspek-aspek pertumbuhan dan perkembangan

1. Aspek pertumbuhan

Untuk menilai pertumbuhan anak dilakukan pengukuran antopometri,

meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar

lengan atas dan lingkar dada (saputri, 2014).

Aspek pertumbuhan pada anak usia 4 tahun yaitu:

1) Berat badan

Untuk menilai hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan

pada tubuh. Pada anak usia 4 tahun berat badan normal yaitu 16-

17kg.

2) Tinggi badan

Untuk menilai status perbaikan gizi disamping faktor genetik. Pada

anak usia 4 tahun tinggi badan normal yaitu 100-110 cm.

3) Lingkar kepala

Untuk menilai pertumbuhan otak. Pada anak usia 4 tahun lingkar

kepala normal yaitu 48,5-49,5.

2. Aspek perkembangan

Aspek perkembangan pada anak usia 4 tahun yaitu:

1) Motorik kasar (gross motor )

Meliputi aktifitas otot besar seperti gerakan lengan, duduk, berdiri,

berjalan (saputri, 2014). Pada anak usia 4 tahun motorik kasar yaitu
dapat berdiri pada satu kaki selama 3 detik-5 detik, melompat

dengan satu kaki.

2) Motorik halus (fine motor skills)

Melibatkan otot kecil dan koordinasi mata dan tangan. Pada anak

usia 4 tahun motorik halus yang sudah dapat dilakukan yaitu

menilih garis yang lebih panjang, menggambar orang.

3) Bahasa (launguage)

Kemampuan memberikan respon terhadap suara, berkomunikasi.

Pada anak usia 4 tahun bahasa yang sudah dapat dilakukan yaitu

mengerti 4 kata depan, menyebutkan 4 warna, dan menartikan 5

kata.

4) Personal sosial

Kemampuan mandiri anak, berpisah dengan ibu / pengasuh,

bersosialisasi dan berinteraksi. Pada anak usia 4 tahun personal

sosial yang sudah dapat dilakukan yaitu menggambil makanan,

menggosok gigi tanpa bantuan, berpakaian tanpa bantuan, bermain

ular tangga dan kartu.

1.2.3. Ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan

1. Ciri-ciri pertumbuhan

1) Pertumbuhan ukuran

Pertambahan BB, TB, dll

2) Proporsi tubuh

3) Hilangnya ciri lama

4) Proses hilangnya kelenjar timus, lepasnya gigi susu, dll


5) Muncul ciri baru

2. Ciri-ciri perkembangan

Perkembangan melibatkan perubahan, misalnya perkembangan sistem

reproduksi disertai dengan perubahan organ kelamin. Perubahan

perkembangan awal menentukan perkembangan selanjutnya.

1.2.4. Faktor tumbuh kembang

1. Faktor internal

Meliputi faktor genetik dan hormonal

2. Faktor eksternal

Meliputi faktor prenatal seperti gizi, mekanis, toksin/tatkimia,

endokrin, radiasi, infeksi, kelainan imun. Lalu faktor persalinan

seperti trauma kepala, asfiksia, kemudian faktor pasca persalinangizi,

penyakit / kelainan kongenital (rusmil,2014).

1.3. Konsep bermain pada anak


1.3.1. Pengertian

Bermain adalah kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk

memperoleh kesenangan atau kepuasan. Bermain merupakan cerminan

kemampuan fisik, intelektual, emosional dan soaial.

Bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain

anak-anak akan secara otomatis berkomunikasi, menyesuaikan diri,

mengenal waktu, dll (saputri, 2014).

1.3.2. Tujuan

1. Melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal

2. Mengekspresikan perasaan, keinginan, fantasi dan ide-ide

3. Mengembangkan kreatifitas dan kemampuan memecahkan masalah


4. Beradaptasi secara afektif terhadap stres

1.3.3. Faktor yang mempengaruhi

1. Tahap perkembangan anak

2. Status kesehatan anak

3. Jenis kelamin anak

4. Lingkungan

5. Alat dan jenis permainan

1.3.4. Klasifikasi

Berdasarkan isi:

1. Sosial afektif play

2. Sense of pleasure play

3. Skill play

4. Games

5. Unocappied behavior

6. Dramatical play

1.3.5. Terapi bermain

Pada anak usia 4 tahun terapi bermain yaitu Bermain sepeda roda tiga,

bermain boneka.

1.4. Konsep hospitalisasi


1.4.1. Pengertian

Hospitalisasi merupakan suatu keadaan krisis pada anak saat sakit dan

dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk

beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga

kondisi tersebut menjadi faktor stresor bagi anak dan keluarga.


1.4.2. Stresor dan reaksi anak

1. Cemas karena perpisahan

2. Kehilangan kendali

3. Cedera tubuh dan nyeri

1.4.3. Stresor dan reaksi keluarga

1. Tidak percaya dengan penyakit anaknya

2. Marah, merasa bersalah karena tidak bisa merawat anak

1.4.4. Dampak hospitalisasi

1. Ketika anak dirawat, mereka akan mudah mengalami stres

2. Anak akan terbatas koping dalam mengatasi masalahnya

3. Mengalami gangguan emosional

4. Gangguan perkembangan

1.4.5. Reaksi hospitalisasi

Pada anak usia 4 tahun reaksi hospitalisasi yaitu anak protes, menangis,

menjerit, menolak perhatian, menolak makan dan banyak bertanya.

1.5. Konsep Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa Medis Gastroenteritis


Akut (GEA)

1.5.1. Pengkajian

1. Data umum pasien

Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan,

pendidikan, alamat, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.

Untuk umur pasien pada diare akut, sebagian besar adalah anak

dibawah 2 tahun. Insiden paling tinggi pada umur 6-11 bulan karena

pada masa ini mulai diberikan makanan pendamping. Kejadian diare

akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Tetapi
tidak jarang terjadi juga pada usia remaja hingga dewasa

(Susilaningrum, 2013).

2. Keluhan utama

Biasanya pasien mengalami buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali

sehari dan cair (diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair

(dehidrasi ringan/ sedang), atau BAB >10 kali (dehidrasi berat).

Apabila diare berlangsung <14 hari maka diare tersebut adalah diare

akut, sementara apabila berlangsung selama 14 hari atau lebih adalah

diare persisten. (Nursalam, 2018).

3. Riwayat penyakit sekarang

Biasanya bayi atau anak akan mengalami :

a. Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin

meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan

kemungkinan timbul diare.

b. Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah.

Warna tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur

empedu.

c. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi

dan sifatnya makin lama makin asam.

d. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.

e. Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan eletrolit, maka

gejala dehidrasi mulai tampak.

f. Diuresis: terjadi oliguria bila terjadi dehidrasi. Urine normal pada

diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan


atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam (dehidrasi berat)

(Nursalam, 2018).

4. Riwayat kesehatan dahulu

1) Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan

(antibiotik), makan makanan basi, karena faktor ini merupakan

salah satu kemungkinan penyebab diare.

2) Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja,

menggunakan botol susu, tidak mencuci tangan setelah buang air

besar, dan tidak mencuci tangan saat menjamah makanan.

3) Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia dibawah 2

tahun biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi

sebelumnya, selama, atau setelah diare. Informasi ini diperlukan

untuk melihat tanda dan gejala infeksi lain yang menyebabkan

diare seperti OMA, tonsilitis, faringitis, bronkopneumonia, dan

ensefalitis (Nursalam, 2018).

5. Riwayat penyakit keluarga

Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya, yang

dapat menular ke anggota keluarga lainnya dan juga makanan yang

tidak dijamin kebersihannya yang disajikan kepada anak. Riwayat

keluarga melakukan perjalanan ke daerah tropis (Nursalam, 2018).

6. Riwayat nutrisi

1) Konsumsi makanan penyebab GE, pantangan makanan atau

makanan yang tidak biasa dimakannya.

2) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus
(minum biasa). Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa

haus ingin minum banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, anak

malas minum atau tidak bisa minum (Nursalam, 2018).

7. Riwayat Tumbuh Kembang

Biasanya tidak ada permasalahan dalam pola tumbuh kembang anak

dengan gastroenteritis

8. Riwayat Imunisasi

Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak. Diare lebih sering

terjadi pada anak-anak dengan campak atau yang baru menderita

campak dalam 4 minggu terakhir, sebagai akibat dari penuruan

kekebalan tubuh pada pasien. Selain imunisasi campak, anak juga

harus mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG,

imunisasi DPT, serta imunisasi polio

9. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

 Diare tanpa dehidrasi: baik, sadar

 Diare dehidrasi ringan atau sedang: gelisah, rewel

 Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar

b. Berat badan

Menurut S. Partono dalam Nursalam (2008), anak yang

mengalami diare dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan

berat badan, sebagai berikut:

% Kehilangan Berat Badan


Tingkat Dehidrasi
Bayi Anak
Dehidrasi Ringan 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg)

Dehidrasi Sedang 5-10% (50-100 ml/kg) 6% (60 ml/kg)

Dehidrasi Berat 10-15% (100-150 9% (90 ml/kg)


ml/kg)

c. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada anak dengan gastroenteritis akut meliputi

inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut sampai

ujung kaki.

1) Pemeriksaan Kepala dan leher

Kebersihan kepala, warna rambut, tidak ada kelainan bentuk

kepala, tidak ada nyeri tekan.

2) Pemeriksaan dada/thorak

a) Paru-paru Inspeksi : Pergerakan dada simetris, Palpasi :

Kaji ada tidaknya nyeri tekan, vokal fremitus sama antara

kanan dan kiri. Perkusi : Terdengar sonor Auskultasi :

Normalnya terdengar vasikuler pada kedua paru, tidak

terdapat suara tambahan

b) Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak Palpasi :

Ictus cordis teraba di ICS 4 & 5 mid clavicula sinistra.

Perkusi : Normalnya terdengar pekak Auskultasi :

Normalnya terdengar tunggal suara jantung pertama dan

suara jantung kedua.

3) Pemeriksaan abdomen
Inspeksi:tidak terdapat lesi/luka Auskultasi : Bising usus

meningkat Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada abdomen

Perkusi :Kaji suara apakah timpani atau hipertimpani

4) Ekstremitas

Secara umum klien GEA tidak mengalami gangguan pada

ekstremitas.

5) Integritas kulit

Warna kulit, kelembaban, akral dingin, CRT (Capilary Refil

Time)< 2 detik, turgor kulit menurun.

10. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mengetahui adanya peningkatan

Hemoglobin, leukosit, eritrosit, dan lain-lain.

1.5.2. Diagnosa keperawatan


Diagnosa yang mungkin muncul menurut NANDA/SDKI pada

gastroenteritis akut (GEA) antara lain:

1. Risiko ketidakseimbangan elektrolit (D.0037)

2. Hipovolemia (D.0023)

3. Defisit nutrisi (D.0019)

4. Hipertermia (D.0130)

5. Nyeri (akut) (D.0077)

Diagnosa yang mungkin muncul menurut NANDA/SDKI pada anak

akibat gastroenteritis akut (GEA) antara lain:

1. Resiko Gangguan Perkembangan (D.0107)


2. Resiko Gangguan Pertumbuhan (D.0108)
1.5.3. Intervensi dan luaran Keperawatan
N Diagnosa SLKI SIKI
o Keperawatan
1 Risiko Setelah dilakukan PEMANTAUAN
ketidakseimbanga intervensi ELEKTROLIT (I.03122)
n elektrolit keperawatan selama Tindakan
(D.0037) 3x24 jam, maka: Observasi
Luaran utama: 1. identifikasi penyebab
Keseimbangan cairan ketidakseimbangan elektrolit
(L.03020) 2. monitor mual,munatah dan
Ekspektasi: diare
Meningkat 3. monitor tanda gejala
Kriteria hasil: hyperkalemia
1. Asupan cairan 4. Monitor tanda dan gejala
meningkat (5) hypernatremia
2. kelembaban mukosa Terapeutik
meningkat (5) 1. atur interval waktu
3. dehidrasi menurun pemantauan
(5) 2. dokumentasikan hasil
4. Turgor kulit pemantauan
membaik (5) Edukasi
5. Berat badan 1. jelaskan tujuan dan prosedur
membaik (5) pemantauan
6. membran mukosa 2. informasikan hasil
membaik (5) pemantauan jika perlu
7. Asupan makanan
meningkat (5) MANAJEMEN CAIRAN
8. Denyut nadi(I.03098)
membaik (5) Tindakan
Observasi
1. monitor status hidrasi (mis.
Frekuensi nadi, akral, turgor
kulit)
2. monitor berat badan harian
3. monitor hasil pemeriksaan
laboratorium (mis. Hematokrit,
Na, K, Cl, berat jenis urin)
Terapeutik
1. catat intake output dan hitung
balans cairan dalam 24 jam
2. berikan asupan cairan sesuai
kebutuhan
3. berikan cairan intravena jika
perlu
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian
deuretik, jika perlu
2 Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen diare
(D.0023) intervensi (I. I.03101)
keperawatan selama Tindakan
3x24 jam, maka: Observasi
Luaran utama: 1. Identifikasi penyebab diare
Status nutrisi 2. Monitor warna, volume,
(L.03030) frekuensi dan konsistensi
Ekspektasi: 3. Monitor jumlah pengeluaran
Membaik diare
Kriteria hasil: 4. Monitor tanda dan gejala
1. Diare menurun (5) hipovolemia (mis. BB
2. Berat badan menurun, mukosa bibir
membaik (5) kering)
3. Frekuensi makan Terapeutik
membaik (5) 1. Berikan asupan cairan oral
4. Nafsu makan 2. Pasang jalur intravena
membaik (5) 3. Berikan cairan intravena
5. Bising usus (mis. RL)
membaik (5) 4. Ambil sampel darah
6. Membran mukosa Edukasi
membaik (5) 1. Anjurkan makan porsi
sedikit tapi sering
2. Anjurkan menghindari
makanan pedas
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan tim
medis tentang pemberian
cairan (mis. RL, Ka-en 3b)
3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (I.
(D.0019) intervensi 03119)
keperawatan selama
3x24 jam, maka: Tindakan
Luaran utama: Observasi
Status nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
(L.03030) 2. Identifikasi alergi dan
Ekspektasi: intoleransi makanan
Membaik 3. Identifikasi makanan yang
Kriteria hasil: disukai
1. Porsi makan yang 4. Identifikasi kebutuhan kalori
dihabiskan dan jenis nutrient
meningkat (5) 5. Monitor asupan makanan
2. Nyeri abdomen 6. Monitor berat badan
menurun (5) 7. Monitor hasil pemeriksaan
3. Frekuensi makan laboratorium
membaik (5) Terapeutik
4. Nafsu makan 1. Lakukan oral hygiene
membaik (5) sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan,
jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
4 Hipertermia Setelah dilakukan MANAJEMEN
(D.0130) intervensi HIPERTERMIA (I.15506)
keperawatan selama
3x24 jam, maka: Tindakan
Luaran utama: Observasi
termoregulasi
(L.14134) 1. Identifkasi penyebab
Ekspektasi: hipertermi
Membaik 2. Monitor suhu
Kriteria hasil: 3. Monitor haluaran urin
1. Suhu tubuh
membaik (5) Terapeutik
2. Suhu kulit 1. Sediakan lingkungan yang
membaik (5) dingin
2. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
3. Berikan caran oral
4. Kompres dingin pada dahi,
leher, dada, abdomen dan
aksila
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. kolaborasi cairan dan
elektrolit intravena
5 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
(D.0077) intervensi Tindakan
keperawatan selama Observasi
3x24 jam, maka: 1. Lokasi, karakteristik, durasi,
Luaran utama: frekuensi, kualitas, intensitas
Tingkat nyeri nyeri
(L.08066) 2. Identifikasi skala nyeri
Ekspektasi: 3. Identifikasi respon nyeri non
Menurun verbal
Kriteria hasil: 4. Identifikasi faktor yang
1. Keluhan nyeri memperberat dan
menurun (5) memperingan nyeri
2. Meringis menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan
(5) keyakinan tentang nyeri
3. Gelisah menurun 6. Identifikasi pengaruh nyeri
(5) pada kualitas hidup
4. Kesulitan tidur 7. Monitor keberhasilan terapi
menurun (5) komplementer yang sudah
5. Muntah menurun diberikan
(5) 8. Monitor efek samping
6. Mual menurun (5) penggunaan analgetik
7. Frekuensi nadi Terapeutik
membaik (5) 1. Berikan teknik
8. Nafsu makan nonfarmakologis untuk
membaik (5) mengurangi rasa nyeri (mis.
9. Pola tidur TENS, hypnosis, akupresur,
membaik (5) terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain, teknik nafas
dalam)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

Pemberian Analgesik (I.08243)


Tindakan
Observasi
1. Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus, pereda,
kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi
obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. Narkotika,
non-narkotika, atau NSAID)
dengan tingkat keparahan
nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
5. Monitor efektifitas analgesik

Terapeutik
1. Diskusikan jenis analgesik
yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan respon
pasien
4. Dokumentasikan respon
terhadap efek analgesic dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
6 Resiko Gangguan Setelah dilakukan PROMOSI
Perkembangan PERKEMBANGAN ANAK
intervensi
(D.0107) Tindakan:
keperawatan selama
Obervasi
3x24 jam
1. Identifikasi kebutuhan
maka khusus anak dan
kemampuan adaptasi anak
Luaran utama:
Status Terapeutik

perkembanga 1. Fasilitasi hubungan anak


n Ekspektasi: dengan teman sebaya
2. Berikan mainan yang sesui
Membaik dengan usia anak
Kriteria 3. Sediakan mainan berpa
puzzle dan maze
Hasil: 4. Dukung anak
1. Afekmembai berinteraksi dengan anak
lain
k Edukasi
2. Keterampila 1. Ajarkan sikap kooperatif
2. Ajarkan teknik asertif pada
n, anak
perilaku sesuai Kolaborasi
usia meningkat 1. Rujuk untuk konseling, jika
(5) perlu

7 Resiko Gangguan Setelah dilakukan SKRINING KESEHATAN


Pertumbuhan intervensi Tindaka
(D.0108) keperawatan selama n:
3x24 jam Observa
maka si
Luaran utama: 1. Identifikasi target
Status populasi skrining
pertumbuhan kesehatan
Ekspektasi:
Membaik Terapeutik
Kriteria Hasil: 1. Lakukan anamnesis
riwayat kesehatan
2. Lakukan pemeriksaan
1. Berat badan
fisik
sesuai usia
3. Sediakan lingkungan
meningkat (5)
yang nyaman selama
2. Panjang/
prosedur skrining
tinggi badan
kesehatan
sesuai usia
meningkat (5) Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur skrining kesehatan
2. Informasikan hasil
skrining kesehatan
Kolaborasi
1. Rujuk untuk pemeriksaan
lanjut
MENEJEMEN NUTRISI
Tindakan:
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi makana
3. Identifikasi makanan yang
disukai
4. Monitor asupan berat badan
5. Monitor asupan makanan
Terapeutik
1. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
2. Berikan makanan yang
tinggi kalori dan tinggi
protein
3. Berikan suplemen
makana, jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan diet
yang
diprogamkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu

1.5.4. Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah realita rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan, implementasinya berupa pengumpulan data

berkelanjutan, mengobservasi respon pasien selama dan sesudah

melakukan pelaksanaan (Kasjimir & Yoga, 2015).

Adapun implementasi keperawatan dengan diagnosa medis gastroenteritis

akut adalah sebagai berikut:

1. Monitor mual, muntah dan diare

2. Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi, akral, turgor kulit)

3. Memonitor kebutuhan nutrisi

4. Memonitor kebutuhan cairan dan elektrolit

1.5.5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan

dapta dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan

yang berkait (Nurarif & Kusuma, 2015).

Adapun evaluasi keperawatan dengan diagnosa medis gastroenteritis akut

adalah sebagai berikut:

1. Mual muntah dan diare berkurang

2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi

3. Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi


DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin dan kumala (2013). Gangguan Gastroentestinal-Aplikasi Asuhan

Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba medika

Mattaqin & Kumala (2013). Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem

Gastrointestinal .Jakarta: salemba medika

Nurarif dan Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan

Penerapan Diagnosa SLKI SIKI Dalam Berbagai Kasus Ed. Revisi Jilid 1.

Yogjakarta: Mediaction

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

(SDKI),  Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia

(SLKI),  Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018.  Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI),  Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai