Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS TIPE 2

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah
Dosen Koordinator : H. Hikmat Rudyana, S.Kp., M.kep
Dosen Pembimbing : Dedi Supriadi, S.Kep., Ners., M.Kep.

DISUSUN OLEH :
TITA HARTATI
214121027

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2021
1

A. Konsep Teori
1. Definisi
Diabetes melitus adalah penyakit menahun (kronik) berupa gangguan

metabolik yang ditandai dengan kadar gula darah yang melebihi batas normal,

kenaikan kadar gula darah tersebut menjadi landasan pengelompokkan jenis

diabetes melitus. Diabetes melitus tipe 2 yaitu diabetes yang disebabkan

kenaikan gula darah karena penurunan sekresi insulin yang rendah oleh

kelenjar pankreas (Litbangkes Kementrian Kesehatan RI, 2020).

Adapun menurut Nuraini & Supriatna (2016) diabetes melitus tipe 2

didefinisikan sebagai penyakit diabetes yang disebabkan karena sel-sel tubuh

tidak menggunakan insulin sebagai sumber energi atau sel-sel tubuh tidak

merespon insulin yang dilepaskan pankreas, sehingga dinamakan dengan

resistensi insulin. Kebanyakan penderita akan memiliki kelebihan berat

badan.

Begitu juga Suzanne et al. (2013) mengemukakan diabetes melitus tipe

2 merupakan diabetes melitus yang disebabkan menurunnya sensitifitas

terhadap insulin (resistensi insulin) atau produksi insulin tidak adekuat.

Penderita akan mengalami kenaikan berat badan yang cukup signifikan.

Berdasarkan pengertian tentang diabetes melitus tipe 2 diatas, maka

diabetes melitus tipe 2 dapat disimpulkan yaitu diabetes yang disebabkan oleh

kenaikan gula darah karena sel-sel tubuh tidak menggunakan insulin sebagai

sumber energi yang dilepaskan oleh pankreas (resistensi insulin atau produksi

insulin tidak adekuat).


2

2. Etiologi
Hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif yang menjadi latar

belakang terjadinya resistensi insulin atau ketidakefektifan penggunaan

insulin di dalam tubuh. Diabetes melitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang

paling banyak dialami oleh seseorang di dunia dan paling sering disebabkan

oleh karena berat badan berlebih dan aktivitas fisik yang kurang. Tanda dan

gejala dari diabetes melitus tipe 2 ini hampir sama dengan diabetes melitus

tipe 1, tetapi diabetes melitus tipe 2 dapat didiagnosis setelah beberapa tahun

keluhan dirasakan oleh pasien dan pada diabetes melitus komplikasi dapat

terjadi. Diagnosis klinis diabetes melitus umumnya akan dipikirkan bila ada

keluhan khas berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Menurut Yasmara et al. (2017) diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh

kombinasi faktor genetik yang berhubungan dengan gangguan sekresi insulin

dan resistansi insulin dan faktor-faktor seperti :

a. Usia (resistansi cenderung meningkat di usia 65 tahun)

b. Obesitas, makan berlebih, kurang olahraga, stress, dan penuaan.

c. Riwayat keluarga dengan diabetes.

3. Faktor Risiko
Faktor risiko diabetes melitus menurut Suiraoka (2012)

dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu :

a. Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Diubah


3

1) Umur

Manusia mengalami penurunan fisiologis setelah umur

40 tahun. Diebetes melitus muncul setelah manusia memasuki

umur rawan tersebut, semakin bertambah umur, maka risiko

menderita diabetes melitus akan meningkat terutama umur 45

tahun (kelompok risiko tinggi).

2) Jenis Kelamin

Distribusi penderita diabetes melitus menurut jenis

kelamin sangat bervariasi. Di Amerika Serikat penderita

diabetes melitus lebih banyak terjadi pada perempuan dari

pada laki-laki. Namun, mekanisme yang menghubungkan jenis

kelamin dengan diabetes melitus belum jelas.

3) Faktor Keturunan

Diabetes melitus cenderung diturunkan. Adanya riwayat

diabetes melitus dalam keluarga terutama orang tua memiliki

risiko lebih besar terkena penyakit ini dibandingkan dengan

anggota keluarga yang tidak menderita diabetes melitus. Ahli

menyebutkan bahwa diabetes melitus merupakan penyakit

yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Umumnya, laki-

laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan perempuan

sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada

anak-anaknya.

4) Riwayat Penderita Diabetes Melitus Gestasional


4

Diabetes melitus gestasional dapat terjadi sekitar 2-5%

pada ibu hamil. Biasanya diabetes melitus akan hilang setelah

anak lahir. Namun, dapat pula terjadi diabetes melitus

dikemudian hari. Ibu hamil yang menderita diabetes melitus

akan melahirkan bayi besar dengan berat lebih dari 4000 gram.

Apabila hal ini terjadi, maka kemungkinan besar si ibu akan

mengidap diabetes melitus tipe 2 kelak.

b. Faktor Risiko Yang Dapat Diubah

1) Obesitas

Berdasarkan beberapa teori menyebutkan bahwa obesitas

merupakan faktor predisposisi terjadinya resistensi insulin.

Semakin banyak lemak pada tubuh maka tubuh semakin

resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh

terkumpul di daerah sentral atau perut. Lemak dapat

memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut

ke dalam sel dan menumpuk dalam pembuluh darah, sehingga

terjadi peningkatan kadar glukosa darah. Obesitas merupakan

faktor risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2 dimana sekitar

80-90% penderita mengalami obesitas.

2) Aktivitas Fisik Kurang

Berdasarkan penelitian bahwa aktivitas fisik yang

dilakukan secara teratur dapat menambah sensitivitas insulin.

Prevalensi diabetes melitus mencapai 2-4 kali lipat terjadi pada


5

individu yang kurang aktif dibandingkan dengan individu yang

aktif. Semakin kurang aktivitas fisik, maka semakin mudah

seseorang terkena penyakit diabetes melitus.

Olahraga atau aktivitas fisik dapat sangat untuk

mengontrol berat badan. Glukosa dalam darah akan dibakar

menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif

terhadap insulin. Selain itu, aktivitas fisik yang teratur juga

dapat melancarkan peredaran darah, menurunkan faktor risiko

terjadinya diabetes melitus.

3) Pola Makan

Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi

atau kelebihan berat badan. Kedua hal tersebut dapat

meningkatkan risiko terkena diabetes melitus. Kurang gizi

(malnutrisi) dapat mengganggu fungsi pankreas dan

mengakibatkan gangguan sekresi insulin. Sedangkan kelebihan

berat badan dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin.

4. Patofisiologi dan Partway


Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi

menurun, sehingga kadar gula dalam plasma tinggi (hiperglikemia). Jika

hiperglikemia parah dan melebihi ambang ginjal maka akan timbul

glukosuria. Glukosuria ini akan menyebabkan diuresis osmotik yang

meningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi)

sehingga terjadi dehidrasi. Glukosuria mengakibatkan keseimbangan kalori


6

negatif sehingga menimbulkan rasa lapar yang tinggi (polipagia). Penggunaan

glukosa oleh sel menurun mengakibatkan produksi metabolisme energi

menjadi menurun, sehingga tubuh menjadi lemah. Hiperglikemia dapat

mempengaruhi pembuluh darah kecil, sehingga suplai makanan dan oksigen

ke perifer menjadi berkurang yang kemudian akan menyebabkan luka tidak

cepat sembuh.

Gangguan pembuluh darah akan menyebabkan aliran darah ke retina

menurun, sehingga suplai makanan dan oksigen ke retina berkurang,

akibarnya pandangan menjadi kabur. Diabetes mempengaruhi syaraf perifer,

sistem syaraf otonom dan sistem syaraf pusat sehingga mengakibatkan

neuropati (Hermawan, 2014)


1

Pathway

Gambar 1. Pathway Diabetes Melitus

Sumber : Oktafiani (2019)


2

5. Manifestasi
Tabel 1. Perbandingan Diabetes Melitus Tipe 1 dan Tipe 2

Diabetes Melitus Tipe 1 Diabetes Melitus Tipe 2


Awitan muda : biasanya terjadi Awitan dimasa dewasa dapat

sebelum usia 30 tahun. terjadi pada setiap usia, tetapi

biasanya terjadi setelah usia 30

tahun.
Awitan mendadak biasanya Awitan terjadi secara lambat dan

muncul sebagai ketoasidosis progresif selama beberapa tahun

diabetic, yang merupakan kondisi atau beberapa decade. Diabetes

kedaruratan medis. melitus tipe 2 biasanya ditemukan

secara tidak sengaja saat

kunjungan ke dokter karena

menderita infeksi.
Mencakup 5%-10% dari semua Merupakan sebagian besar dari

kasus diabetes. seluruh kasus diabetes (90%-

95%)
Pankreas memproduksi sedikit Pankreas memproduksi sedikit

atau tidak memproduksi insulin : insulin, tetapi tidak cukup untuk

90% sel beta yang memproduksi mengimbangi jumlah glukosa

insulin rusak secara permanan, yang dikonsumsi.

sehingga memerluhkan terapi

insulin seumur hidup.


Pasien biasanya kurus karena Pasien biasanya obesitas karena

tubuh tidak mampu menggunakan sindrom metabolic memperlambat


3

atau menyimpan glukosa. sekresi normal insulin yang

Kelebihan glukosa ini dibuang diinduksi glukosa. Lebih banyak

melalui urine. Kelaparan yang remaja kini mengalami sindrom

terus-menerus memicu metabolic, menyebabkan insidensi

metabolisme lemak dan jaringan diabetes tipe 2 meningkat di

otot untuk mendapatkan energi. kelompok usia kurang dari 30

tahun.
Sumber : Hurst (2016)

Adapun manifestasi klinis dari diabetes mellitus berdasarkan

klasifikasinya yaitu :

a. Diabetes Melitus Tipe 1

Menurut Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes

Melitus Tipe 1 (2015) sebagian besar penderita DM Tipe 1

mempunyai riwayat perjalanan klinis yang akut. Poliuria, polidipsia,

nokturia, enuresis, penurunan berat badan yang cepat dalam 2-6

minggu sebelum diagnosis ditegakkan, terkadang disertai polifagia

dan gangguan penglihatan. Manifestasi klinis pada diabetes melitus

tipe 1 bergantung pada tingkat kekurangan insulin dan gejala yang

ditimbulkan bisa ringan hingga berat. Orang dengan DM Tipe 1

membutuhkan sumber insulin eksogen (eksternal) untuk

mempertahankan hidup.

b. Diabetes Melitus Tipe 2

Penyandang DM tipe 2 mengalami awitan manifestasi yang

lambat dan sering kali tidak menyadari penyakit sampai mencari


4

perawatan kesehatan untuk beberapa masalah lain. Manifestasi yang

biasa muncul yaitu poliuria dan polidipsia, polifagia jarang dijumpai

dan penurunan berat badan tidak terjadi. Manifestasi lain juga akibat

hiperglikemia: penglihatan buram, keletihan, parastesia, dan infeksi

kulit (LeMone et al., 2015).

6. Komplikasi
a. Akut

1) Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah keadaan dimana penderita DM memiliki

gula darah diatas rentang normal atau tinggi. Menurut Hurst (2016)

hiperglikemia terjadi karena terlalu banyak makan, insulin tidak

cukup. Setiap kali gula darah menjadi terlalu tinggi penderita akan

langsung mengalami NHNK dan KAD.

2) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolat Nonketotik (HHNK)

Menurut Yasmara et al. (2017) komplikasi yang banyak

dijumpai pada penderita diabetes tipe 2 adalah Sindrom

Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK) yaitu peningkatan

glukosa darah yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin,

resistansi insulin ataupun dapat mengakibatkan hiperglikemia berat

dengan kadar glukosa darah lebih dari 300 mg/100mL. Peningkatan

glukosa ini akan menyebabkan ambang batas ginjal untuk glukosa,

sehingga muncul manifestasi glukosuria yang diikuti dnegan diuresis

osmotik.
5

3) Ketoasidosis Diabetik (KAD)

Ketoasidosis diabetik adalah keadaan dekompensasi kekacauan

metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia. Menurut Yasmara et

al. (2017) akibat adanya gangguan pada sekresi hormon insulin dan

kerja insulin atau oleh keduanya pada pasien diabetes melitus tipe 2

dan kerusakan sel beta pulau langerhans pada DM tipe 1, pasien DM

akan mengalami kondisi hiperglikemia akibat penurunan uptake

glukosa ke dalam sel yang diikuti pengingkatan lipolisis,

gluconeogenesis di hepar dan pemecahan protein. Peningkatan

lipolisis dapat mengakibatkan peningkatan oksidasi asam lemak dan

peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan bend

aketon (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton), bend aketon keluar

melalui urine (ketonuria), peningkatan aseton dalam tubuh akan

menyebabkan bau napas seperti buah (aseton).

4) Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan dimana penderita DM memiliki

gula darah dibawah rentang normal atau rendah. Menurut Hurst

(2016) hipoglikemia terjadi karena tidak cukup makan, terlalu

banyak insulin, terlalu banyak aktivitas fisik. Hipoglikemia berat

dapat menyebabkan kehilangan kesadaran dan kematian.

b. Kronik

Menurut Yasmara et al. (2017) bahwa kekurangan insulin akan

menggangu jalur poliol (glukosa, sorbitol, fruktosa) yang akhirnya


6

menyebabkan penimbunan sorbitol. Penimbunan sorbitol dalam lensa

menyebabkan katarak dan kebutaan.

Sedangkan pada jaringan saraf penimbunan sorbitol dan fruktosa

dan penurunan kadar mioinositol dapat berefek pada kondisi neuropati.

Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan menggangu kegiatan

metabolik sel schwann dan menyebabkan kehilangan akson. Pada tahap

dini kecepatan konduksi motorik akan berkurang selanjutnya muncul

keluhan nyeri, parestesia, berkurang sensasi getar dan proprioseptik dan

gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks tendon, kelemahan

otot, dan atrofi (Yasmara et al., 2017).

Neuropati dapat menyerang saraf perifer, saraf kranial atau saraf

otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal,

keterlambatan pengosongan lambung, hipotensi postural dan imptensi.

Akibar peningkatan glukosa dapat menyebabkan beberapa keadaan

seperti peningkatan sorbitol dalam intima vascular, hyperlipoproteinemia

dan kelainan pembekuan darah. Akibatnya kerusakan pada pembuluh

darah besar atau dikenal dengan makroangiopati. Makroangiopati akan

mengakibatkan penyumbatan vascular (Yasmara et al., 2017).

Jika menyumbat pada arteri perifer maka dapat mendapatkan

insufisiensi vaskular perifer maka dapat mengakibatkan insufisiensi

vaskular perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan gangren

ekstremitas, jika pembuluh darah arteria koronarioa dan aorta yang


7

terkena maka pasien dapat mengalami infark dan angina (Yasmara et al.,

2017).

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan penunjang untuk DM sebagai berikut (FKUI, 2011) :
1) Glukosa darah sewaktu
2) Kadar glukosa darah puasa
3) Tes toleransi glukosa
b. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes melitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl

8. Pencegahan
Berikut pencegahan diabetes melitus menurut Suzanne et al. (2013):

a. Melakukan pemeriksaan glukosa darah secara rutin untuk mengontrol

kadar gula darah dalam batas normal.

b. Mengatur pola makan dengan mencukupi kebutuhan makan dan tidak

melewatkan waktu malam.

c. Membatasi jumlah karbohidrat yang dimakan.

d. Mengkonsumsi obat sesuai dosis dan waktu.

e. Memberikan dukungan psikologis kepada pasien untuk meningkatkan

rasa percaya diri.


8

f. Memberikan informasi kepada pasien diabetes melitus tipe 2 yang

mengkonsumsi obat sulfonylurea oral bahwa gejala hipoglikemia dapat

terjadi.

g. Memberikan informasi kepada pasien tentang pengaruh istirahat dan

aktivitas fisik.

9. Penetalaksanaan
Pilar penatalaksanaan DM menurut Tanto et al. (2016) :

a. Edukasi

Edukasi mengenai pengertian diabetes melitus, promosi perilaku

hidup sehat, pemantauan glukosa darah mandiri, serta tanda dan gejala

hipoglikemia atau hiperglikemia beserta cara mengatasinya perlu

dipahami oleh penderita.

b. Terapi Nutrisi Medis (TNM)

TNM merupakan aspek penting dari penatalaksanaan DM secara

menyeluruh yang membutuhkan keterlibatan multidisiplin (dokter, ahli

gizi, petugas kesehatan, pasien, serta keluarga pasien). Prinsip

pengaturan diet pada penyandang DM adalah menu seimbang sesuai

kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing pasien, serta perlu

ditekankan pentingnya keteraturan jadwal, jenis, dan jumlah makanan.

Kebutuhan kalori dilakukan dengan memperhitungkan kalori

basal. Kebutuhan kalori ini besarnya 25 (perempuan) – 30 kalori (laki-

laki)/KgBB ideal, ditambah atau dikurangi tergantung dari beberapa

faktor seperti jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.


9

Perhitungan berat badan idel (BBI) dilakukan dengan rumus Broca

yang dimodifikasi, yaitu :

1) BBI = 90% x (tinggi badan dalam cm – 100) x 1 kg

2) Bagi pria dengan tinggi badan < 160 cm dan perempuan < 150

cm, rumus dimodifikasi menjadi : BBI = (tinggi badan dalam

cm – 100) x 1 kg

3) BB normal : BBI ± 100%, kurus < BBI – 10%, gemuk > BBI +

10%

c. Aktivitas Fisik

Kegiatan jasmani yang dianjurkan adalah intensitas sedang (50-

70% denyut nadi maksimal) minimal 150 menit/minggu atau aerobik 75

menit/minggu. Aktivitas dibagi dalam tiga hari perminggu dan tidak ada

dua hari berturutan tanpa aktivitas fisik. Jika tidak ada kontraindikasi,

pasien DMT2 diedukasi melakukan latihan resistensi sekurangnya 2

kali/minggu. Untuk penyandang DM degan penyakit kardiovaskular,

latihan jasmani dimulai dengan intensitas rendah dan durasi singkat lalu

secara perlahan ditingkatkan. Aktivitas fisik sehari-hari juga dapat

dilakukan, misalnya berjalan kaki ke tempat kerja, menggunakan tangga

(tidak menggunakan elevator).

d. Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis diterapkan bersama-sama dengan pengaturan

diet dan Latihan jasmani. Terapi farmakologis dapat berupa ADP atau

insulin. Bersadarkan cara kerjanya, ADP dibagi menjadi 5 golongan :


10

1) Pemicu sekresi insulin : sulfonylurea (dikonsumsi 15-30 menit

sebelum makan).

2) Peningkat sensitivitas terhadap insulin : metformin

(dikonsumsi sebelum/saat/sesudah makan) dan tiazolidindion

(tidak bergantung jadwal makan).

3) Metformin.

4) Penghambat absopsi glukosa : penghambat glucosidase alfa

(bersamamakan suapan pertama).

5) DPP-IV inhibitor (bersama makan atau sebelum makan)

B. Konsep Asuhan Keperawatan (sesuai teori)


1. Pengkajian/Pemeriksaan Fisik Sesuai Data Fokus (Sesuai
Teori)
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber

data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.

Pengkajian merupakan dasar pemikiran dalam memberikan asuhan

keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien (Padila, 2012). Menurut Santosa

(2008) :

a. Identitas Klien Meliputi :

Nama klien, tanggal lahir, umur, agama, jenis kelamin,

status perkawanin, pendidikan, pekerjaan, dan nomor rekam

medis.
11

b. Keluhan Utama

1) Kondisi Hiperglikemi

Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing,

dehidrasi, suhu tubuh meningkat, dan sakit kepala.

2) Kondisi Hipoglikemi

Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa

lapar, sakit kepala, susah konsentrasi, vertigo, konfusi,

penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir, pelo,

perubahan emosional,

penurunan kesadaran.

c. Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-

gatal pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh,

kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping

itu klien juga mengeluh poliurea, polidipsi, anorexia, mual dan

muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut,

kram otot, gangguan tidur/istirahat, haus, pusing/sakit kepala,

kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.

d. Riwayat Kesehatan Dahulu

DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas,

gangguan penerimaan insulin, gangguan hormonal, konsumsi


12

obat-obatan seperti glukokortikoid, furosemid, thiazid, beta

bloker, kontrasepsi yang mengandung estrogen.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM

f. Pemeriksaan Fisik

1) Aktivitas dan Istirahat

Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram

otot, tonus otot menurun, gangguan istirahat dan tidur.

Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat

atau dengan aktivitas, letargi, disorientasi, koma.

2) Sirkulasi

Gejala : adanya riwayat penyakit hipertensi, infark

miokard akut, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,

ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.

Tanda : takikardia, perubahan TD postural, nadi

menurun, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan

kemerahan, bola mata cekung.

3) Integritas ego

Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah

finansial yang berhubungan dengan kondisi.

Tanda : ansietas, peka rangsang.

4) Eliminasi
13

Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia,

rasa nyeri terbakar, kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan

abdomen, diare.

Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus

lemah, hiperaktif pada diare.

5) Makanan dan cairan

Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak

mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat,

penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.

Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan,

distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid, napas bau aseton

6) Neurosensori

Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,

parastesia, gangguan penglihatan.

Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma,

gangguan memori, refleks tendon menurun, kejang.

7) Kardiovaskuler

Takikardi, bradikardi, perubahan TD postural, hipertensi

dysritmia, krekel, DVJ (GJK).

8) Pernapasan

Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau

tanpa sputum.

Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.


14

9) Seksualitas

Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan

orgasme pada Wanita

10) Gastro intestinal

Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen,

anseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising usus

lemah/menurun.

11) Muskulo skeletal

Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus

pada kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada

tungkai.

12) Integumen

Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung,

turgor jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat

banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulku


15

2. Analisa Data (Sesuai Teori)


No Data Penunjang Etiologi Masalah
1. Hipoglikemia Obesitas, usia Ketidakstabilan kadar
DS : ↓ glukosa darah
1. Mengantuk Defisit insulin
2. Pusing ↓
3. Palpitasi Glukosa oleh sel ↓
4. Mengeluh lapar ↓
DO : Kadar glukosa dalam
1. Gangguan koordinasi plasma ↑
2. Kadang glukosa dalam ↓
darah/urin rendah Fleksibilitas darah ↓
3. Gemetar ↓
4. Kesadaran menurun Pelepasan O2
5. Perilaku aneh ↓
6. Sulit bicara Hipoksia perifer
7. Berkeringat ↓
Ketidakefektifan perfusi
Hiperglikemia jaringan perifer
DS : ↓
1. Lelah atau lesu Ketidakstabilan kadar
2. Mulut kering glukosa darah
3. Haus meningkat
DO :
1. Kadar glukosa dalam
darah/urin tinggi
2. Jumlah urin meningkat
16

2. DS : Obesitas, usia Ketidakefektifan


1. Parastesia ↓ perfusi jaringan perifer
2. Nyeri ekstremitas Defisit insulin
(klaudikasi intermiten) ↓
DO : Glukosa oleh sel ↓
1. Pengisian kapiler > 3 ↓
detik Kadar glukosa dalam
2. Nadi perifer menurun plasma ↑
atau tidak teraba ↓
3. Akral teraba dingin Fleksibilitas darah ↓
4. Warna kulit pucat ↓
5. Turgor kulit menurut Pelepasan O2
6. Edema ↓
7. Penyembuhan luka Hipoksia perifer
lambat ↓
8. Indeks ankle-brachial Ketidakefektifan perfusi
< 0,90 jaringan perifer
9. Bruit femoral

3. DS : Obesitas, usia Defisit volume cairan


1. Merasa lelah ↓
2. Mengeluh haus Defisit insulin
DO : ↓
1. Membran mukosa Glukosa oleh sel ↓
kering ↓
2. Volume urin menurun Kadar glukosa dalam
3. Konsentrasi urin plasma ↑
meningkat ↓
4. Berat badan turun tiba- Hiperglikemia melebihi
tiba ambang batas ginjal

Poliuria

Polidipsi

Dehidrasi

Defisit volume cairan

4. DS : Obesitas, usia Kerusakan integritas


- ↓ kulit
DO : Defisit insulin
1. Kerusakan jaringan ↓
dan/atau lapiran kulit Glukosa oleh sel ↓
2. Nyeri ↓
3. Perdarahan Kadar glukosa dalam
17

4. Kemerahan plasma ↑
5. Hematoma ↓
Fleksibilitas darah ↓

Pelepasan O2

Hipoksia perifer

Neuropati

Klien merasa tidak sakit
pada saat luka

Nekrosis luka

Gangren

Kerusakan integritas kulit

(Sutoto, 2016)

3. Menentukan Masalah Keperawatan


a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah

Kemungkinan berhubungan dengan :

1) Diabetes melitus

2) Ketoasidosis diabetik

3) Hipoglikemia

4) Hiperglikemia

5) Diabetes gestasional

b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

Kemungkinan berhubungan dengan :

1) Diabetes melitus

2) Tromboflebitis
18

3) Hiperglikemia

4) Kekurangan volume cairan

c. Defisit volume cairan

Kemungkinan berhubungan dengan :

1) Poliuria

2) Polidipsi

3) Kehilangan cairan aktif

4) Kekurangan intake cairan

d. Kerusakan integritas kulit

Kemungkinan berhubungan dengan :

1) Diabetes melitus

2) Perubahan sirkulasi

3) Neuropati

(Sutoto, 2016)

4. Rencana Asuhan Keperawatan


No Diagnosa Intervensi
.
1. Ketidakstabilan kadar Hiperglikemia
19

glukosa darah Observasi


1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
2. Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan
insulin meningkat
3. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
Terapeutik
1. Berikan asupan cairan oral
2. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
Edukasi
1. Anjurkan menghindari olahraga saat kadar
glukosa darah > 250 mg/dL
2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara
mandiri
3. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
Kolabolari
1. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu

Hippoglikemia
Observasi
1. Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
2. Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia
Terapeutik
1. Berikan karbohodrat sederhana, jika perlu
2. Berikan glukagon

Edukasi
1. Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap
saat
2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah
20

3. Jelaskan interaksi antara diet, insulin/agen oral


dan olahraga
Kolabolari
1. Kolaborasi pemberian dekstose, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian glukagon, jika perlu
2. Ketidakefektifan perfusi Observasi
jaringan perifer 1. Lakukan penilaian komprehensif sirkulasi perifer
(mis. memeriksa nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, dan suhu)
2. Pantau status hidrasi
Terapeutik
1. Pertahankan pembatasan cairan dan diet
2. Distribusikan asupan cairan yang diprogramkan
secara tepat selama periode 24 jam
Edukasi
1. Pentingnya mematuhi program diet dan medikasi
Kolabolari
1. Berikan medikasi berdasarkan instruksi atau
protokol (mis. medikasi antikoagulan, diuretik)
3. Defisik volume cairan Observasi
1. Monitor status hidrasi (mis. frekuensi nadi.
Kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler,
kelembapan mukosa, turgor kulit)
2. Monitor berat badan harian
3. Monitor hasil pemeriksaan labolatorium
Terapeutik
1. Catat intake-output dan hitung balans cairan 24
jam
2. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
3. Berikan cairan intravena jika perlu
Kolaborasi
21

1. Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu


4. Kerusakan integritas kulit Observasi
1. Identfikasi penyebab gangguan integritas kulit
(mis. perubahan sirkulasi)
Terapeutik
1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
2. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit
3. Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak
pada kulit
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
(Aprisunadi, 2018)

5. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan

untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini perawat

menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar

manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan, penemuan

perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan komplikasi,

penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan

lingkungan, implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa

aman, nyaman dan keselamatan klien (Oktafiani, 2019).


22

6. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana

mengenai kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan

dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga

kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk

mengatasi pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur

hasil dari proses keperawatan (Oktafiani, 2019).

C. Daftar Pustaka

Aprisunadi. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan

Tidakan Keperawatan. Jakarta : DPP PPNI

Badan Litbangkes Kementrian Kesehatan RI. (2019). Pusat Data dan Informasi

- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

https://pusdatin.kemkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-data-

pusat-data-dan-informasi.html.

Haryati Oktafiani. (2019). Penerapan Senam Kaki Diabetes Melitus Pada

Pasien Diabetes Tipe II Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah

Sewaktu Di RSUD Ajibarang. Dm, 7–24. Universitas Muhammadiyah

Purwokerto

Hermawan, A. (2014). Ilustrasi Berwarna Patofisiologi Penyakit Untuk

Perawat, Bidan, dan Paramedis. Tangerang Selatan : Binarupa


23

Aksara Publisher.

Hurst, M. (2016). Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC.

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 1. (2015).

Konsesus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus tipe 1. In

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 1.

http://www.idai.or.id/wp-content/uploads/2016/06/Konsensus

Endokrin DM tipe 1 (2015).pdf

LeMone, Burke, & Bauldoff. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah. Jakarta : EGC.

Nuraini, H. Y., & Supriatna, R. (2016). Hubungan Pola Makan, Aktivitas

Fisik dan Riwayat Penyakit Keluarga Terhadap Diabetes Melitus Tipe

2. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat.

https://doi.org/10.33221/jikm.v5i1.14

Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan

Keperawatan Pada Sistem Cardio, Perkemihan, Integumen,

Persyarafan, Gastrointestinal, Muskuloskletal, Reproduksi, Endokrin,

dan Respirasi. Yogyakarta : Nuha Medika.

Santosa, Budi. 2008. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.

Jakarta : Prima Medika

Suiraoka, I. P. (2012). 9 Penyakit Degeneratif Dari Perspektif Preventif

(Mengenal, Mencegah dan Mengurangi Faktor Resiko 9 Penyakit

Degeneratif). Medical Book.

Sutoto. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan


24

Indikator Diagnistik. Jakarta : DPP PPNI

Suzanne, S., Jannuce, H., & Kerry, C. (2013). Keperawatan Medikal Bedah.

Jakarta : EGC.

Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta, E. A. (2016). Kapita Selekta

Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Yasmara, D., Nursiswati, & Arafat, R. (2017). Rencana Asuhan

Keperawatan Medikal-Bedal. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai