Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM


ENDOKRIN PADA NY “S” DENGAN CARCINOMA PAROTIS
DI RUANG LILY 3B RSUD Dr. TADJUDDIN CHALID
MAKASSAR

Oleh :
Kelompok 1
Ruang Lily 3B

1. Natalia Delsi, S.kep NS0622082


2. Nia Elvira Makase, S.Kep NS0622083
3. Nirmala, S.Kep NS0622084
4. Nurhalisah, S.Kep NS0622085
5. Nurul Awalia, S.Kep NS0622086
6. Rasnawati, S.Kep NS0622087

CI Lahan CI Institusi

Basri Syam, S.Kep., Ns., M.Kes Eva Arna Abrar, S.Kep., Ns., M.Kep
NIP. NIDN. 0909059003

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
NANI HASANUDDIN MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan karunianya
sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan Laporan Kelompok Keperawatan Medikal
Bedah dengan judul “Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Endokrin pada Ny.S
Dengan Carcinoma Parotis di Ruang Lily 3B RSUD. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar”
menjadi salah satu langkah awal pembelajaran dalam mengenyam pendidikan di dunia
kesehatan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang
telah membantu, memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis mulai dari penyusunan
awal pembuatan laporan hingga selesainya laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, baik
dalam penyajian sistematika penulisannya, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat diharapkan untuk perbaikan laporan ini.

Semoga laporan tentang “Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Endokrin pada


Ny.S Dengan Carcinoma Parotis di Ruang Lily 3B RSUD. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar”
ini bermanfaat bagi penulis khususnya, dan untuk pengembangan dalam pembuatan laporan
selanjutnya.

Makassar, Maret 2023

Penulis,

Kelompok I
BAB I
KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
Nama Kelompok : Kelompok I NIM : Tertera pada Sampul

DATA UMUM PASIEN

Nama : Ny. S No. Medical Record : 100298


Umur : 38 Tahun Diagnosa Medis : Carsinoma
Jenis Kelamin : Perempuan Parotis Dextra
Agama : Islam Tanggal Pengkajian : 15 Maret 2023
Suku : Makassar Tanggal Masuk RS : 14 Maret 2023
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Perumahan Buka
Mata Residence

INFORMAN/ KELUARGA

Nama : Tn. A
Umur : 40 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Hubungan dengan Pasien : Suami

GENOGRAM
? ? ?

? ?

47 38 35

Keterangan : 44
40

: Laki-laki : Keturunan

: Perempuan ? : Tidak diketahui

: Meninggal : Serumah

: Menikah : Pasien

Generasi I : Kakek dan nenek telah meninggal dunia dikarenakan


faktor usia.
Generasi II : Orang tua pasien masih hidup. Ibu pasien dan saudara
perempuan dari kedua orang tua pasien tidak ada yang
mengalami penyakit seperti pasien.
Generasi III : Pasien menderita penyakit ca parotis dextra. Pasien
tinggal serumah dengan suami dan anaknya.

RIWAYAT KESEHATAN

Keluhan Utama : Nyeri


Riwayat Keluhan Utama : Pasien mengalami nyeri sejak 3 bulan yang lalu pada parotis
dextra. Namun, baru saat ini pasien memberanikan diri untuk datang ke Rumah Sakit Dr.
Tadjuddin Chalid Makassar memeriksakan kondisi penyakit yang dialaminya dikarenakan
khawatir dengan kondisi luka pada bagian leher dextra yang semakin parah, dan
didapatkan pengkajian nyeri PQRST, sebagai berikut :
P : Nyeri karena adanya benjolan
Q : Terasa seperti tertusuk-tusuk
R : Parotis dextra
S : VAS : 5
T : Secara terus menerus
Riwayat Penyakit/Gejala yang Pernah Dialami : Pasien pernah mengalami gejala
demam, nyeri kepala dan kaku pada leher.
Riwayat Opname : Pasien tidak pernah diopname sebelumnya
Pernah Operasi : Pasien sehari setelah pengkajian dioperasi untuk pemasangan
chemoport dengan intervensi kemoterapi siklus 1.
Riwayat Kesehatan Sekarang : Pasien mengalami nyeri pada luka bagian leher dextra.
Sehari setelah pengkajian pasien dilakukan operasi pemasangan chemoport di ruang
Instalasi Bedah Sentral dan pasien merasa tidak terlalu nyaman karena baru pertama kali
merasakan penggunaan alat tersebut.
Riwayat Alergi : Pasien tidak alergi terhadap makanan dan obat.
Riwayat Medikasi : Pasien tidak pernah mendapat pengobatan sebelumnya.
Kesadaran : Composmentis
GCS : 15
E :4
V :5
M :6

PEMERIKSAAN FISIK (HEAD TO TOE)

1. Kepala
Inspeksi :
Warna rambut : Hitam
Kuantitas rambut : Lebat
Distribusi rambut : Merata
Kulit kepala : Tidak ada benjolan
Bentuk kepala : Mesochephalus
Wajah : Tidak simetris, ekspresi sedih
Kulit wajah : warna cerah, tidak berbulu, ada lesi
Palpasi :
Tekstur rambut : Halus
Kulit kepala : Tidak ada benjolan
Kulit wajah : Halus, ada nyeri tekan, ada benjolan
2. Mata
Uji Penglihatan :
Tajam penglihatan : Visus 6/6
Lapang pandang : Normal (Superior 40 derajat, lateral 90 derajat, medial
60 derajat, inferior 70 derajat)
Inspeksi :
Posisi/kesejajaran : Sejajar
Alis mata : Tidak ada dermatitis seborea
Kelopak mata : Tidak ada bengkak pada tepi kelopak mata
Aparatus lakrimal : Tidak ada pembengkakan sakus lakrimalis
Konjungtiva : Merah
Sklera : Putih
Kornea, iris, lensa : Tidak ada opasitas kornea, tidak ada katarak
Pupil : Ukuran 3 mm, bentuk normal, simetris, dan bereaksi
terhadap cahaya
Otot Ekstraokuler : Ada keseimbangan muscular refleks kornea terhadap
cahaya tengah
Enam arah cardinal pandangan : Mengikuti segala arah
Palpasi :
Kelopak mata : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, bola mata
teraba lunak
3. Telinga
Inspeksi :
Aurikula : Tidak ada keloid
Liang telinga : Tidak ada serumen, tidak ada bengkak, tidak ada
eritema
Gendang telinga : Tidak menonjol, tidak ada kemerahan, tidak ada
perforasi
Palpasi :
Tragus, mastoid : Tidak nyeri tekan
Aurikula : Tidak ada benjolan
Uji Pendengaran :
Uji bisikan : Dapat mendengar bisikan
Uji detik jam : Dapat mendengar detik jam tangan
Uji garputala : Rinne (tidak dilakukan pemeriksaan), weber (tidak
dilakukan pemeriksaan)
4. Hidung dan Sinus
Inspeksi :
Hidung luar : Lurus
Hidung dalam : Tidak ada pembengkakan pada mukosa nasal, tidak ada
deviasi pada septum nasal
Palpasi :
Hidung, sinus : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembengkakan, tidak ada
benjolan
5. Mulut dan Faring
Inspeksi
Bibir : Lembab
Mukosa oral : Lembab, tidak ada luka
Gusi : Tidak ada gingivitis, tidak ada penyakit periodontis
Gigi : Tidak ada karies dentis
Palatum : Tidak ada torus palatines
Lidah : Selaput merah
Kelenjar parotis : Ada kemerahan, ada benjolan, ada pembengkakan
Dasar mulut : Tidak ada benjolan
Faring : Tidak ada kemerahan, palatum durum simetris
Palpasi
Bibir, mukosa oral : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
Lidah : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
Kelenjar parotis : Ada benjolan, ada nyeri tekan
6. Leher
Inspeksi :
Leher : Tidak ada jaringan parut, ada massa, tidak ada tortikollis
Trakea : Tidak ada deviasi trakea
Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran
Palpasi :
Kelenjar limfe : Tidak ada limfadenopati servikal
Trakea : Tidak ada deviasi trakea
Denyut karotis : Ada amplitudo, ada kontur denyut karotis
Kelenjar tiroid : Tidak ada nodul, tidak ada goiter, tidak ada nyeri tekan
Auskultasi :
Arteri karotis : Tidak ada bruit
Kelenjar tiroid : Tidak ada bruit

7. Torak dan Paru-Paru


Inspeksi :
Toraks, gerak nafas : Tidak ada deformitas, tidak ada gangguan atau
penyimpangan gerakan pernapasan, pengembangan
dada simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi
inspirasi supraklavikular, tidak ada retraksi
interkostal, tidak ada kontraksi inspirasi
sternokleidomastoideus
Bentuk dada pasien : Normochest
Dada posterior : Tidak ada deformitus atau asimetris, tidak ada
retraksi inspirasi supraklavikular, tidak ada
kelambanan gerak pernafasan unilateral
Palpasi :
Dada : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada fraktur iga, tidak ada
massa, tidak ada saluran sinus, ekspansi dada
simetris, taktil fremitus seimbang
Perkusi :
Paru-Paru : Resonan
Auskultasi :
Frekuensi dan irama : 20 x/menit
Bunyi nafas : Vesikular
Bunyi nafas tambahan : Tidak ada
Bunyi suara nafas yang ditransmisikan : Tidak ada
8. Jantung
Inspeksi :
Thrill : Tidak ada thrill
Impuls apical : Letak (ICS 5 garis midklavikularis kiri)
Amplitudo normal
Palpasi :
Parasternum kiri, area kiri : Tidak ada pembesaran ventrikel kanan
Interkostal kanan dan kiri dekat sternum : Tidak ada pulsasi, S2 tidak menonjol, tidak
ada thrill

Perkusi :
Jantung : Tida redup pada area jantung
Auskultasi :
Bunyi jantung : Bunyi jantung 2 Aorta (ICS II garis parasternal kanan)
murni dan teratur
Bunyi jantung 2 Pulmonal (ICS II garis parasternal kiri)
murni dan teratur
Bunyi jantung 1 Trikuspid (ICS IV garis parasternal
kiri) murni dan teratur
Bunyi jantung 1 Mitral (ICS 5 garis midclavicularis
kiri) murni dan teratur
Bunyi tambahan : Tidak ada murmur, tidak ada bunyi jantung 3 dan 4
9. Payudara dan Aksila
Inspeksi
Payudara : Ukuran besar, simetris
Putting : Ukuran besar, bentuk bulat, tidak ada ruam, tidak ada ulkus,
tidak ada rabas putting
Aksila : Tidak ada ruam, tidak ada infeksi, tidak ada pigmentasi, tidak
ada limfadenopati
Palpasi
Payudara : Konsistensi keras, tidak ada nyeri tekan
Aksila : Tidak ada bengkak, tidak ada nyeri tekan
10. Abdomen
Inspeksi :
Kulit : Tidak ada jaringan parut, tidak ada striae
Umbilikus : Tidak ada hernia, tidak ada inflamasi
Bentuk, kesimetrisan : Tidak ada penonjolan pinggang, tidak ada
penonjolan suprapubik, tidak ada pembesaran hati atau limfa, tidak ada tumor
Gelombang peristaltik : Tidak ada obstruksi gastrointestinal
Pulsasi : Tidak ada peningkatan aneurisma aorta
Auskultasi :
Bising usus : Normal
Bruit : Tidak terdengar
Peristaltik usus : 15 x/menit
Perkusi :
Abdomen : Bunyi timpani
Hepar : 4-8 cm pada garis midsternal dan 6-12 cm garis
midklavikular kanan
Limfa : Pekak pada kiri bawah dada anterior
Palpasi :
Ringan : Tidak ada nyeri otot, tidak ada nyeri lepas, tidak ada
nyeri tekan
Dalam : Tidak ada tumor, tidak ada nyeri tekan
Dinding abdomen : Tidak kaku seperti papan
Hati : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa tumor
Limfa : Teraba
Ginjal : Tidak ada pembesaran, tidak ada nyeri tekan
Aorta : Tidak ada pulsasi aorta
Ascites : Tidak ada pegeseran bunyi pekak, tidak gelombang
cairan
11. Genitalia dan Anus
Inspeksi :
Kulit : Tidak ada ruam, tidak ada perubahan warna kulit, tidak ada
jaringan parut
Anus : Tidak ada haemorhoid, tidak ada kutil, tidak ada herpes, tidak
ada tumor
Vagina : Tidak ada kemerahan, ada rambut pubis, tidak ada benjolan,
tidak ada rabas, tidak ada rabas, tidak ada kista, tidak ada
herpes
Palpasi :
Kulit : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, kontur halus
Anus : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada rabas
Vagina : Tidak ada pembesaran kelenjar bartholini, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada benjolan

12. Ekstremitas
Inspeksi :
Bahu : Kontur bahu normal, lingkar bahu tidak ada atrofi
dan tidak ada dislokasi, rentang gerak sendi normal
Siku : Tidak ada dislokasi, rentang gerak sendi normal
Pergelangan tangan : rentang gerak normal, kontur normal, tidak ada
deformitas, tidak ada atrofi, tidak ada pembengkakan
Pinggul : Cara berjalan baik, rentang gerak normal, kontur
normal, tidak ada dislokasi
Lutut : Gaya berjalan baik, kesejajaran baik, kontur normal,
tidak ada pembengkakan patella
Pergelangan kaki : Tidak ada hallux valgus, tidak ada corns, tidak ada
kalus, rentang gerak normal, tidak ada kontur, tidak
ada deformitas, tidak ada atrofi
Palpasi :
Bahu, Siku, Pergelangan : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada peradangan, tidak ada jaringan parut, tidak ada
krepitasi
Pinggul, Lutut, Pergelangan : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada peradangan, tidak ada jaringan parut, tidak
ada krepitasi

Refleks :
Refleks Biceps : Fleksi pada perkusi 2 (0-4)
Refleks Triceps : Ekstensi pada perkusi 2 (0-4)
Achilles Percussion Reflex : Plantar fleksi pada perkusi 2 (0-4)
Knee Percussion Reflex : Ekstensi pada perkusi 2 (0-4)
Babinsky Reflex : Kelima jari kaki plantar flexi
Kaku kuduk : Dagu bisa menyentuh dada
Brudsinsky I : Tungkai fleksi pada saat dagu ditekuk ke dada
Brudsinsky II : Tungkai kanan fleksi pada saat tungkai kiri
difleksikan pada panggul dan lutut
Kernig Sign : Fleksi panggul 90 derajat kemudian
mengekstensikan lutut pasien, tidak nyeri pada paha
Laseque : Tidak nyeri sepanjang m. ischiadika pada saat
tungkai diangkat ke atas lurus
13. Nervus
Nervus I (Olfaktorius) :
Dapat membedakan bau
Nervus II (Optikus) :
Ketajaman penglihatan : 6/6
Hasil pemeriksaan lapang pandang : Normal
Nervus III (Okulomotorius)
Reaksi pupil terhadap cahaya : Ada
Nervus IV (Troklearis)
Bola mata bergerak ke semua arah : Ya
Nervus V (Trigeminalis)
Uji nyeri dan sensasi sentuhan ringan pada wajah area oftalmik, maksillaris, dan
mandibularis : Ya, terasa nyeri
Kontraksi otot temporalis dan masseter : Ada
Refleks kornea : Ada
NervusVI (Abdusen)
Bola mata bergerak ke semua arah : Ya
Nervus VII (Fasialis)
Mengangkat kedua alis : Bisa
Cemberut : Bisa
Menutup mata dengan rapat : Bisa
Memperlihatkan gigi : Bisa
Tersenyum : Bisa
Menggembungkan pipi : Bisa
Nervus VIII (Akustikus)
Uji kemampuan pendengaran : Normal
Rinne : Tidak teruji
Weber : Tidak teruji
Nervus IX (Glossofaring)
Menelan : Bisa
Nervus X (Vagus)
Mengeluarkan suara : Bisa
Palatum durum naik saat pasien mengatakan “ah” : Bisa
Refleks muntah : Bisa
Nervus XI (Aksesorius)
Mengangkat bahu : Bisa
Memalingkan kepala melawan tangan : Tidak bisa
Nervus XII (Hipoglosal)
Artikulasi suara : Ada
Lidah bergerak ke segala arah : Bisa

KEBUTUHAN DASAR

Nutrisi
TB : 156 cm BB : 51 Kg IMT : 21 Kg/cm2
Kebiasaan makan : 3 x/hari (teratur)
Keluhan saat ini : Tidak nafsu makan (tidak)
Mual (tidak)
Muntah (tidak)
Sukar/ sakit saat menelan (ya)
Nyeri ulu hati (tidak)
Sakit gigi (tidak)
Konjungtiva : Pink/merah
Sklera : Putih
Pembesaran tyroid : Tidak ada
Hernia/ massa : Tidak ada
Holitosis : Tidak ada
Kondisi gigi/ gusi : Bersih, tidak ada lesi
Penampilan lidah : Lidah warna pink
Bising usus : <5 x/menit
Porsi makan yang dihabiskan : 1 Piring yang disediakan dari pihak
gizi
Makanan yang disukai : Ayam krispy
Diet : Makanan tinggi lemak
Data lain : Tidak ada
Cairan
Kebiasaan minum : ±1500 cc/hari, jenis air mineral
Turgor kulit : Elastis
Warna : Sawo matang
CRT : ≤2 detik
Mata cekung : Tidak
Edema : Tidak
Distensi vena jugularis : Tidak terdapat distensi
Asites : Tidak
Spider naevi : Tidak
Data lain : Tidak ada
Eliminasi
BAB : 1 x/hari
Warna : Kuning
Konsistensi : Padat
Bau : Khas bau makanan
BAK : >3 x/hari
Warna : Kuning
Bau : Khas
Tampilan : Jernih
Volume : ±200 ml tiap
berkemih
Penggunaan kateter : Tidak
Oksigenasi
Bentuk dada : Normochest
Bunyi napas : Vesikuler
Respirasi : TAK
Jenis pernapasan : Pernapasan dada dan perut
Fremitus : Vibrasi normal
Sputum : Tidak ada penumpukan sputum
Sirkulasi oksigenasi : TAK
Dada : TAK
Data lain : Tidak ada
Istirahat dan Tidur
Kebiasaan tidur : Malam (Jam : 23.00 s/d 04.00 WITA)
Siang (Jam : 14.00 s/d 14.30 WITA)
Lama tidur : Malam : 5 jam Siang : 30 menit
Kebiasaan tidur : Berdzikir
Faktor yang mempengaruhi : Nyeri pada leher dan pipi
Cara mengatasi : Tetap tenang
Data lain : Tidak ada
Personal Hygiene
Kebiasaan mandi
Sebelum masuk RS : 2 x/hari
Selama masuk RS : Tidak pernah
Kebiasaan mencuci rambut
Sebelum masuk RS : 2 x/minggu
Selama masuk RS : Tidak pernah
Kebiasaan memotong kuku
Sebelum masuk RS : 1 x/minggu
Selama masuk RS : Tidak pernah
Kebiasaan mengganti baju
Sebelum masuk RS : 2 x/hari
Selama masuk RS : 1 x/hari
Aktivitas – Latihan
Aktivitas waktu luang : Istirahat
Aktivitas/ hoby : Badminton
Kesulitan bergerak : Ya
Kekuatan otot :
444
4444
4
444
4444
4

Tonus otot :

Hipotoni Hipotoni
Hipotoni Hipotoni
Postur : Tegap
Tremor : Tidak
Rentang gerak (ROM) :
Ekstremitas atas kanan
(√) Fleksi (√) Ekstensi (√) Abduksi (√) Adduksi
(√) Supinasi (√) Pronasi (√) Sirkumduksi
Ekstremitas atas kiri
(√) Fleksi (√) Ekstensi (√) Abduksi (√) Adduksi
(√) Supinasi (√) Pronasi (√) Sirkumduksi
Ekstremitas bawah kanan
(√) Fleksi (√) Ekstensi (√) Abduksi (√) Adduksi
(√) Supinasi (√) Pronasi (√) Sirkumduksi

Ekstremitas atas bawah kiri


(√) Fleksi (√) Ekstensi (√) Abduksi (√) Adduksi
(√) Supinasi (√) Pronasi (√) Sirkumduksi
Keluhan saat ini : Nyeri sendi
Penggunaan alat bantu : Tidak
Pelaksanaan aktivitas : Mandiri
Jenis aktivitas yang perlu dibantu : Tidak ada

PENGKAJIAN RISIKO JATUH

Faktor Risiko Skala Skor

Riwayat jatuh baru atau dalam 3 bulan Ya 25


terakhir Tidak 0

Diagnosa medis sekunder >1 Ya 15


Tidak 0

Menggunakan alat bantu Furniture 30


Tongkat 15
penopang, walker 0
Bed rest

Obat (sedative, hipnotik, antidepresan, Ya 20


phenotiazin, narkotik/metadon, laksatif, Tidak 0
diuretic)

Gaya berjalan Terganggu 20


Lemah 0

Kesadaran Lupa/pelupa 15
Baik 0

Total Skor 0

Keterangan :
Resiko tinggi : ≥45
Resiko sedang : 25-44
Resiko rendah : 0-24

DATA FOKUS (Wajah dan Leher)

1. Inspeksi : Ada pembengkakan (Tumor)


2. Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Palpasi : Ada benjolan, ada nyeri tekan
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 128/85 mmHg
Nadi : 97 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,7 oC
2. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium

Jenis Hasil Satuan Nilai Rujukan


Pemeriksaan

Hematologi Lengkap

WBC 8.7 10^3/u1 4.0 – 10.0

RBC L 3.20 10^6/uL 4.20 – 5.40

HB L 9.5 g/dL 12.0 – 16.0

HCT L 27.0 % 34.0 – 45.0

MCV 84.4 fL 80.0 – 95.0

MCH 29.7 Pg 25.6 – 32.2

MCHC 35.2 g/L 32.2 – 35.5

PLT 258 10^3/u1 150 – 400

RDW-SD 39.8 fL 37 – 54

RDW-CV 13.1 % 10.0 – 15.0

PDW L 9.2 fL 10.0 – 18.0

MPV 9.5 Fl 9.0 – 13.0

P-LCR 19.9 % 13.0 – 43.0

PCT 0.25 % 0.17 – 0.35

Hitung Jenis

Neutrofil 61.4 % 50 – 70

Limfosit L 19.9 % 20 – 70

Monosit H 8.1 % 2–8

Eosinofil H 9.8 % 0–4

Basofil 0.8 % 0–1


NLR 3.1 - -

Kimia Darah

Glukosa Darah 126 mg/dL ˂140

SGOT 30 U/L ˂38

SGPT 6 U/L ˂41

Ureum Darah 15 mg/dL 10 – 50

Kreatinin

Kreatinin Darah 0.71 mg/dL ˂1.1

eGFR 108.8 ml/min/1.7m2

Elektrolit Darah

Natrium Darah L 132.3 mmol/L 135.0 – 148.0

Kalium Darah 3.85 mmol/L 3.5 – 4.5

Klorida Darah H 107.2 mmol/L 98.0 – 107.0

Pemeriksaan X-Ray
Thorax
Pemeriksaan Patologi Anatomik (Biopsi)

Bentuk Jaringan
PSIKOSOSIAL

1. Bagaimana pasien menghadapi penyakit yang diderita ?


Pasien mengatakan harus tetap sabar dalam menghadapi penyakit yang dideritanya.
a. Apakah tugas/peran yang diemban pasien dalam keluarga dan masyarakat?
Peran pasien dalam keluarga sebagai ibu rumah tangga, dan pasien tidak
mengemban tugas dalam masyarakat.
b. Bagaimana inisiatif pasien dalam memenuhi tugas/peran dan tanggungjawab
tersebut ?
Setiap hari pasien melakukan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga.
2. Bagaimana hubungan pasien dengan keluarga dan masyarakat ?
Pasien mengatakan memiliki hubungan baik dengan suami dan anak-anaknya, serta
memiliki hubungan baik dengan masyarakat sekitar.
3. Apakah kondisi ini membuat anda stress ?
Pasien mengatakan khawatir karena penyakit yang dialaminya sudah mengganggu
persendian pada bagian leher, sehingga pasien tidak bisa untuk menoleh ke kanan
ataupun kiri.
4. Apakah anda pernah mengalami berbagai macam stress yang mempengaruhi kondisi
ini ?
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami stress.
5. Uraikan apa yang anda lakukan bila anda merasa stress ?
Pasien mengatasi stress dengan tetap berpikir positif, berdoa dan berdzikir serta
membaca buku.
6. Uraikan bagaimana hubungan atau aktivitas spesifikasi membantu anda mengatasi
masalah ini ?
Pasien mengatakan dengan melakukan aktivitas yang disenangi (baca buku dan
menonton) dapat membantu pasien dalam mengalihkan perhatian terhadap penyakit
yang dialaminya.
7. Uraikan keyakinan atau praktek budaya spesifikasi yang mempengaruhi cara
perawatan dan perasaan anda mengenai masalah ini ?
Pasien mengatakan tidak ada budaya spesifik yang mempengaruhi perawatan selama
sakit.
8. Apakah ada yang mengganggu keyakinan spiritual anda, kebutuhan atau praktek
selama sakit anda ? Apa yang dapat saya atau pemberi asuhan lain untuk membantu
kebutuhan spiritual anda ?
Pasien mengatakan tidak dapat melakukan sujud pada saat sholat dikarenakan tumor
dengan ukuran besar yang menjalar pada bagian pipi dan leher.
9. Apakah ada terapi spesifikasi yang tidak ingin anda gunakan untuk mengobati kondisi
ini ?
Pasien mengatakan tidak ada.
10. Apakah ada terapi spesifikasi yang tidak ingin anda gunakan untuk mengobati kondisi
ini ?
Pasien mengatakan tidak ada.
PATHWAY
Faktor idiopatik Faktor genetik Faktor lingkungan

- Perjalanan lama radiasi


- Alkoholisme
- Obesitas
- Junk food, makanan
berlemak

Sel berkembang tidak terkembali

Hiperplasie pada sel

CA PAROTIS

Menekan jaringan Mendesak sel Mendesak pembuluh


sekitar syaraf darah aliran darah
terhambat

Peningkatan Penekanan sel kanker Hipoksia


konsistensi parotis pada syaraf

Nekrosis jaringan
Ukuran parotis Nyeri Akut/
membesar Kronis
Bakteri pathogen
Gangguan Citra
Tubuh
Resiko Infeksi
No Analisa data Masalah Keperawatan
1. DS : Pasien mengatakan nyeri pada bagian leher Nyeri Kronis
dan kesulitan menelan
DO : Pasien tampak meringis
Frekuensi nadi meningkat
TD : 140/76 mmHg
N : 105 x/menit
S : 37.6 oC
P : 20 x/menit
SpO2 : 99 %
2. DS : pasien mengatakan merasa lemah, Gangguan Citra Tubuh
merasa khawatir dengan kondisi yang
dialami
DO : pasien tampak lemah, khawatir, tampak
menghindari untuk melihat langsung
penyakit yang dialami pada bagian leher.
TD : 140/76 mmHg
N : 105 x/menit
S : 37,6 oC
P : 20 x/menit
SpO2 : 99 %
3. DS : pasien mengatakan nyeri pada daerah Risiko Infeksi
leher.
DO : pasien tampak lemas, tampak bengkak
pada daerah leher
TD : 140/76 mmHg
N : 105 x/menit
S : 37.6 oC
P : 20 x/menit
SpO2 : 99 %
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan infiltrasi tumor (D. 0078) (SDKI, Hal 174)
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh (D.0083) (SDKI,
Hal 186)
3. Risiko Infeksi dengan faktor risiko penyakit kronis (Ca Parotis) (D. 0142) (SDKI, Hal
304)

C. Intervensi Keperawatan
Rencana Tindakan Keperawatan
N Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
o Keperawatan Intervensi
Hasil
1 2 3 4
1 Nyeri kronis Selalah dilakukan Manajeman nyeri
berhubungan intervensi selama 3x 24 Observasi :
dengan jam, diharapkan nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
infiltrasi tumor menurun dengan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
kriteria hasil: nyeri
1. Frekuensi nadi 2. Identifikasi skala nyeri
membaik 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
2. Pola napas Terapeutik :
membaik 4. Berikan tehnik nonfarmakologi
3. Keluhan nyeri untuk mengurangi rasa nnyeri
menurun Edukasi :
4. Meringis menurun 5. Ajarkan tehnik nonfarmakologi
5. Gelisah menurun untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
6. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.

2 Gangguan citra Setelah dilakukan Tindakan


tubuh tindakan Observasi :
berhubungan keperawatan 3x 24 1. Identifikasi harapan citra tubuh
dengan jam diharapkan berdasarkan tahap perkembangan
perubahan gangguan citra tubuh 2. Identifikasi budaya, agama, jenis
fungsi tubuh dapat teratasi dengan kelamin, dan umur terkait citra tubuh
kriteria hasil: 3. Identifikasi perubahan citra tubuh
1. Melihat bagian yang mengakibatkan isolasi sosial
tubuh meningkat 4. Monitor frekuensi pernyataan kritik
2. Verbalisasi terhadap diri sendiri
perasaan negatif 5. Monitor apakah pasien bias melihat
tentang perubahan bagian tubuh yang berubah
tubuh menurun Terapeutik :
3. Verbalisasi 1. Diskusikan perbedaan penampilan
kekhawatiran fisik terhadap harga diri diskusikan
pada penolakan kondisi stress yang mempengaruhi
atau reaksi orang citra tubuh
lain menurun 2. Diskusikan persepsi pasien dan
4. Verbalisasi keluarga tentang perubahan citra
perubahan gaya tubuh
hibup menurun Edukasi :
5. Respon nonverbal 1. Jelaskan kepada keluarga tentang
pada perubahan perawatan perubahan citra tubuh
tubuh membaik 2. Anjurkan mengikuti kelompok
6. Hubungan sosial pendukung
membaik
3 Risiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
dengan faktor tindakan Observasi :
risiko penyakit keperawatan 3x24 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
kronis (Ca jam, diharapkan local dan sistemik
Parotis) risiko infeksi dapat Terapeutik
teratasi dengan 1. Batasi jumlah pengunjung
kriteria hasil : 2. Berikan perawatan kulit pada
1. Kebersihan badan area edema
meningkat 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
2. Nafsu makan kontak dengan pasien dan
meningkat lingkungan pasien
3. Nyeri menurun 4. Pertahankan teknik aseptik pada
4. Periode malaise pasien berisiko tinggi
menurun Edukasi :
5. Gangguan 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
kognitif menurun 2. Ajarkan cara mencuci tangan
yang benar
3. Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
4. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
5. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu

D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Nama : Ny “S” No Medical Record : 100298


Umur : 38 tahun Diagnosa Medis : Carsinoma Parotis Dextra
Jenis Kelamin : Perempuan Ruang Rawat : Lily 3B
Tanggal/ Diagnosa
Implementasi Evaluasi
Pukul Keperawatan
16-03-23 Nyeri kronis 1. Mengidentifikasi S : Pasien mengatakan nyeri pada
10.30 berhubungan lokasi, karakteristik, bagian leher dan kesulitan
dengan infiltrasi durasi, frekuensi, menelan
tumor kualitas, intensitas O : 1. Pasien tampak meringis
nyeri 2. Frekuensi nadi meningkat
H/ Nyeri pada bagian 3. Skala nyeri 5
leher seperti tertusuk- 4. Tanda-tanda vital
tusuk, dan berlangsung TD : 127/78 mmHg
selama 2-3 menit N : 109 x/menit
2. Mengidentifikasi skala S : 37,8 oC
nyeri P : 20 x/menit
H/ Skala nyeri 5 SpO2 : 99 %
3. Memberikan teknik A : Nyeri belum teratasi
norfarmakologi untuk P : Lanjutkan intervensi
mengurangi rasa nyeri 1. Identifikasi lokasi,
H/ Pasien melakukan karakteristik, durasi,
teknik relaksasi nafas frekuensi, kualitas,
dalam untuk intensitas nyeri
mengurangi nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
4. Mengkolaborasi 3. Berikan teknik
dalam pemberian norfarmakologi untuk
analgetik mengurangi rasa nyeri
H/ pasien tampak 4. Kolaborasi pemberian
kooperatif dalam analgetic
pemberian obat
10.39 Gangguan citra 1. Mengidentifikasi S : pasien mengatakan masih
tubuh harapan citra tubuh merasa lemah, merasa khawatir
berhubungan berdasarkan tahap dengan jondisi yang dialami
dengan perkembangan O: pasien tampak lemah,
perubahan 2. Mendiskusikan kondisi khawatir, tampak menghindari
fungsi tubuh stress yang untuk melihat langsung
mempengaruhi citra penyakit yang dialami pada
tubuh bagian leher.
3. Mendiskusikan persepsi TD : 127/78 mmHg
pasien dan keluarga N : 109 x/menit
tentang perubahan citra S : 37.8 oC
tubuh (mis. Penyakit , P : 20 x/menit
pembedahan) SpO2 : 99 %
A : Belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Monitor frekuensi
pernyataan kritik terhadap
diri sendiri
2. Monitor apakah pasien bisa
melihat bagian tubuh yang
berubah
3. Diskusikan perbedaan
penampilan fisik terhadap
harga diri
4. Diskusikan kondisi stress
yang mempengaruhi citra
tubuh
5. Diskusikan persepsi pasien
dan keluarga tentang
perubahan citra tubuh
6. Jelaskan kepada keluarga
tentang perawatan
perubahan citra tubuh
7. Anjurkan mengikuti
kelompok pendukung

10.45 Risiko Infeksi 1. Memonitor tanda dan S : pasien mengatakan nyeri


dengan faktor gejala infeksi local dan pada daerah leher.
risiko penyakit sistemik O : pasien tampak lemas,
kronis (Ca 2. Memberikan tampak bengkak pada daerah
Parotis) perawatan kulit pada leher
area edema TD : 127/78 mmHg
3. Mencuci tangan N : 109 x/menit
sebelum dan sesudah S : 37.8 oC
kontak dengan pasien P : 20 x/menit
dan lingkungan pasien SpO2 : 99 %
4. Mempertahankan A : Masalah Belum Teratasi
teknik aseptik pada P : lanjutkan Intervensi
pasien berisiko tinggi 1. Memonitor tanda dan
5. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi lokal dan
gejala infeksi sistemik
6. Mengajarkan cara 2. Membatasi jumlah
mencuci tangan yang pengunjung
benar 3. Memberikan perawatan
7. Menganjurkan kulit pada area edema
meningkatkan asupan 4. Mempertahankan teknik
cairan aseptik pada pasien
berisiko tinggi
5. Menganjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
6. Menganjurkan
meningkatkan asupan
cairan

Nama : Ny. “S” No Medical Record : 100298


Umur : 38 tahun Diagnosa Medis : Carsinoma Parotis Dextra
Jenis Kelamin : Perempuan Ruang Rawat : Lily 3B
Tanggal/ Diagnosa
Implementasi Evaluasi
Pukul Keperawatan
17-03-23 Nyeri kronis 1. Mengidentifikasi S : Pasien mengatakan masih
14.05 berhubungan lokasi, karakteristik, merasa nyeri pada bagian
dengan infiltrasi durasi, frekuensi, leher dan kesulitan menelan
tumor kualitas, intensitas nyeri O : 1. Pasien tampak meringis
H/ Nyeri pada bagian 2. Frekuensi nadi meningkat
leher seperti tertusuk- 3. Skala nyeri 4
tusuk, dan berlangsung 4. Tanda-tanda vital
selama 2-3 menit TD : 144//80 mmHg
2. Mengidentifikasi skala N : 97 x/menit
nyeri S : 37,5 oC
H/ Skala nyeri 4 P : 20 x/menit
3. Memberikan teknik SpO2 : 98 %
norfarmakologi untuk A : Nyeri belum teratasi
mengurangi rasa nyeri P : Lanjutkan intervensi
H/ Pasien melakukan 1. Identifikasi lokasi,
teknik relaksasi nafas karakteristik, durasi,
dalam untuk frekuensi, kualitas,
mengurangi nyeri intensitas nyeri
4. Mengkolaborasikan 2. Identifikasi skala nyeri
pemberian analgetik 3. Berikan teknik
H/ pasien tampak norfarmakologi untuk
kooperatif dalam mengurangi rasa nyeri
pemberian obat 4. Mengkolaborasikan
pemberian analgetik
14.16 Gangguan citra 1. Memonitor frekuensi S : pasien mengatakan masih
tubuh pernyataan kritik merasa lemah, merasa
berhubungan terhadap diri sendiri khawatir dengan kondisi yang
dengan 2. Memonitor apakah dialami, dan tidak percaya
perubahan pasien bisa melihat diri.
fungsi tubuh bagian tubuh yang O : pasien tampak lemah,
berubah khawatir, tampak
3. Mendiskusikan menghindari untuk melihat
perbedaan penampilan langsung penyakit yang
fisik terhadap harga dialami pada bagian leher.
diri TD : 144//80 mmHg
4. Mendiskusikan kondisi N : 97 x/menit
stress yang S : 37,5 oC
mempengaruhi citra P : 20 x/menit
tubuh SpO2 : 98 %
5. Mendiskusikan A : Belum teratasi
persepsi pasien dan P : Lanjutkan intervensi
keluarga tentang 1. Memonitor apakah pasien
perubahan citra tubuh bisa melihat bagian tubuh
6. Menjelaskan kepada yang berubah
keluarga tentang 2. Mendiskusikan perbedaan
perawatan perubahan penampilan fisik terhadap
citra tubuh harga diri
7. Menganjurkan 3. Mendiskusikan kondisi
mengikuti kelompok stress yang mempengaruhi
pendukung citra tubuh
4. Mendiskusikan persepsi
pasien dan keluarga
tentang perubahan citra
tubuh
5. Menganjurkan mengikuti
kelompok pendukung
14.20 Risiko Infeksi 1. Memonitor tanda dan S : pasien mengatakan nyeri
dengan faktor gejala infeksi lokal dan pada daerah leher.
risiko penyakit sistemik O : pasien tampak lemas,
kronis (Ca 2. Membatasi jumlah tampak bengkak pada daerah
Parotis) pengunjung leher
3. Memberikan perawatan TD : 144//80 mmHg
kulit pada area edema N : 97 x/menit
4. Mempertahankan teknik S : 37,5 oC
aseptik pada pasien P : 20 x/menit
berisiko tinggi SpO2 : 98 %
5. Menganjurkan A : Masalah Belum Teratasi
meningkatkan asupan P : lanjutkan Intervensi
nutrisi 1. Memonitor tanda dan
6. Menganjurkan gejala infeksi local dan
meningkatkan asupan sistemik
cairan 2. Memberikan perawatan
kulit pada area edema
3. Mempertahankan teknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi
4. Menganjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
5. Menganjurkan
meningkatkan asupan
cairan

Nama : Ny “S” No Medical Record : 100298


Umur : 38 tahun Diagnosa Medis : Carsinoma Parotis Dextra
Jenis Kelamin : Perempuan Ruang Rawat : Lily 3B
Tanggal/ Diagnosa
Implementasi Evaluasi
Pukul Keperawatan
18-0-23 Nyeri kronis 1. Mengidentifikasi S : Pasien mengatakan masih
09.25 berhubungan lokasi, karakteristik, merasa nyeri pada bagian leher
dengan infiltrasi durasi, frekuensi, dan kesulitan menelan
tumor kualitas, intensitas O : 1. Pasien tampak meringis
nyeri 2. Frekuensi nadi meningkat
H/ Nyeri pada bagian 3. Skala nyeri 3
leher seperti tertusuk- 4. Tanda-tanda vital
tusuk, dan TD : 134//88 mmHg
berlangsung selama 2- N : 88 x/menit
3 menit S : 37,2 oC
2. Mengidentifikasi skala P : 20 x/menit
nyeri SpO2 : 99 %
H/ Skala nyeri 3 A : Nyeri belum teratasi
3. Memberikan teknik P : Lanjutkan intervensi
norfarmakologi untuk 1. Identifikasi lokasi,
mengurangi rasa nyeri karakteristik, durasi,
H/ Pasien melakukan frekuensi, kualitas,
teknik relaksasi nafas intensitas nyeri
dalam untuk 2. Identifikasi skala nyeri
mengurangi nyeri 3. Berikan teknik
4. Mengkolaborasikan norfarmakologi untuk
pemberian analgetik mengurangi rasa nyeri
H/ pasien tampak 4. Mengkolaborasikan
kooperatif dalam pemberian analgetik
pemberian obat

09.29 Gangguan citra 1. Memonitor apakah S : pasien mengatakan masih


tubuh pasien bisa melihat merasa lemah
berhubungan bagian tubuh yang O: pasien masih tampak
dengan berubah khawatir, tampak menghindari
perubahan 2. Mendiskusikan untuk melihat langsung
fungsi tubuh perbedaan penampilan penyakit yang dialami pada
fisik terhadap harga diri bagian leher.
3. Mendiskusikan kondisi TD : 134//88 mmHg
stress yang N : 88 x/menit
mempengaruhi citra S : 37,2 oC
tubuh P : 20 x/menit
4. Mendiskusikan persepsi SpO2 : 99 %
pasien dan keluarga A : Belum teratasi
tentang perubahan citra P : Lanjutkan intervensi
tubuh 1. Memonitor apakah pasien
bisa melihat bagian tubuh
yang berubah
2. Mendiskusikan perbedaan
penampilan fisik terhadap
harga diri
3. Mendiskusikan kondisi
stress yang mempengaruhi
citra tubuh
4. Mendiskusikan persepsi
pasien dan keluarga tentang
perubahan citra tubuh
09.33 Risiko infeksi 1. Memonitor tanda dan S : pasien mengatakan nyeri
gejala infeksi local dan pada daerah leher.
sistemik O : pasien tampak lemas,
2. Memberikan tampak bengkak pada daerah
perawatan kulit pada leher
area edema TD : 134//88 mmHg
3. Mempertahankan N : 88 x/menit
teknik aseptik pada S : 37,2 oC
pasien berisiko tinggi P : 20 x/menit
4. Menganjurkan SpO2 : 99 %
meningkatkan asupan A : Masalah Belum Teratasi
nutrisi P : lanjutkan Intervensi
5. Menganjurkan 1. Memonitor tanda dan
meningkatkan asupan gejala infeksi local dan
cairan sistemik
2. Memberikan perawatan
kulit pada area edema
3. Mempertahankan teknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi
4. Menganjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
5. Menganjurkan
meningkatkan asupan
cairan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kelenjar ludah adalah kelenjar tubuloasiner, yang terdiri atas gabungan
kelompok alveoli bentuk kantong dan yang membentuk lubang-lubang kecil. Saluran-
saluran dari tiap alveolus bersatu untuk membentuk saluran yang lebih besar dan
mengantar sekretnya ke saluran utama dan melalui ini secret dituangkan ke dalam
mulut. Secara embriologis pertama kali muncul pada sekitar 6 minggu kehamilan.3
Kelenjar berasal dari lapisan germinal ektodermal dan lapisan germinal endodermal,
Kelenjar ludah dapat di bagi menjadi dua golongan.(Kertanadi et al., 2019)
Kelenjar parotis ialah yang terbesar. Satu di sebelah kiri satu di sebelah kanan
dan terletak di depan agak bawah telinga. Sekretnya dituangkan ke dalam mulut
melalui saluran parotis atau saluran stensen, yang bermuara di pipi sebelah dalam,
berhadapan dengan geraham (molar) kedua atas. Ada dua struktur penting yang
melintasi kelenjar parotis, yaitu arteri karotis externa dan saraf cranial ketujuh (saraf
fasialis).
Kelenjar submandibularis nomer dua besarnya sesudah kelenjar parotis.
Terletak di bawah kedua sisi tulang rahang, dan berukuran kira-kira sebesar buah
kenari. Sekretnya dituangkan ke dalam mulut melalui saluran submandibularis atau
saluran Wharton, yang bermuara di dasar mulut, dekat frenulum linguae. Kelenjar
sublingualis adalah yang terkecil. Letaknya di bawah lidah di kanan dan kiri frenulum
linguae dan menuangkan sekretnya ke dalam dasar mulut melalui beberapa muara
kecil.
Kelenjar parotis adalah kelenjar ludah terbesar pada manusia dan sering
terlibat dalam beberapa proses penyakit. Seluruh kelenjar dilapisi oleh fasia padat
sehingga pembengkakan kelenjar, seperti pada mumps misalnya, menimbulkan nyeri
yang sangat. Kelenjar parotis menempati posisi di sekitar liang telinga. Kelenjar ini
terletak di bagian luar otot masseter dengan batas atas pada zygomaticus, bagian
bawah dibatasi otot disgatrikus, bagian belakang dibatasi liang telinga dan bagian
depan otot sternokledomastoideus. (Tanoto et al., 2020)
Karsinoma didefinisikan sebagai pembengkakan abnormal dalam tubuh yang
disebabkan oleh neoplasma ganas, yang timbul dan berkembang biaknya sel secara
tidak terkendali sehingga selsel ini tumbuh terus merusak bentuk dan fungsi organ
tempat tumbuhnya.12 Kelenjar Parotis adalah kelenjar air liur terbesar yang terletak di
depan telinga.(Tanoto et al., 2020)
Karsinoma parotis adalah neoplasma ganas yang paling sering ditemukan
pada kelenjar liur mayor dan minor. Karsinoma parotis ini adalah tumor ganas
terbanyak yang paling sering terjadi di kelenjar parotis. Karsinoma parotis adalah
neoplasma maligna yang berasal dari sel epithelial yang terjadi di kelenjar liur yang
terbesar yang terletak di anteroinferior dari telinga yang disebut parotis. (Melliany,
2019)

B. Patofisiologi
Kelainan peradangan biasanya muncul sebagai pembesaran kelenjer difus atau
nyeri tekan. Infeksi bakterial adalah akibat obstruksi duktus dan infeksi retograd oleh
bakteri mulut. Parotitis bacterial akut dapat dijumpai pada penderita pascaoperasi
yang sudah tua yang mengalami dehidrasi dan biasanya disebabkan oleh
staphylococcus aureus. Tumor-tumor Dari semua tumor kelenjer saliva, 70% adalah
tumor benigna, dan dari tumor benigna 70% adalah adenoma plemorfik. Adenoma
plemorfik adalah proliferasi baik sel epitel dan mioepitel duktus sebagaimana juga
disertai penigkatan komponen stroma. Tumor-tumor ini dapat tumbuh membesar
tanpa menyebabkan gejala nervus vasialis. Adenoma plemorfik biasanya muncul
sebagai masa tunggal yang tak nyeri pada permukaan lobus parotis. Degenerasi
maligna adenoma plemorfik terjadi pada 2% sampai 10%. Tumor-tumor jinak dari
glandula parotis yang terletak di bagian medial n.facialis, dapat menonjol ke dalam
oropharynx, dan mendorong tonsil ke medial. Tumor-tumor jinak bebatas tegas dan
tampak bersimpai baik dengan konsistensi padat atau kistik. Tumor parotis juga dapat
disebabkan oleh infeksi telinga yang berulang dan juga dapat menyebabkan ganguan
pendengaran. Tumor parotis juga dapat disebabkan oleh peradangan tonsil yang
berulang.(Tanoto et al., 2020)
Clinical pathway

Faktor idiopatik Faktor genetik Faktor lingkungan

- Perjalanan lama radiasi


- Alkoholisme
- Obesitas
- Junk food, makanan
berlemak

Sel berkembang tidak terkembali

Hiperplasie pada sel

Ca parotis

Peningkatan mensuplai nutrisi Mendesak pembuluh darah


Menekan jaringan sekitar Mendesak sel syaraf
ke jaringan ca \ aliran darah terhambat

Peningkatan konsistensi
Hipermetabolisme ke jaringan parotis Penekanan sel
Hipoksia
kanker pada syaraf

Suplai nutrisi kurang dari Ukuran parotis membesar


kebutuhan Nyeri Nevkrosis jaringan

Berat badan turun Gangguan citra tubuh


Bakteri pathogen

Ketidak seimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan
tubuh Resiko infeksi
C. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Radiologis
a. USG : untuk membedakan massa padat dan kistik. USG pada pemeriksaan
penunjang berguna untuk evaluasi kelainan vaskuler dan pembesaran jaringan
lunak dari leher dan wajah, termasuk kelenjar saliva dan kelenjar limfe
b. CT-Scan : gambaran CT-scan tumor parotis yaitu suatu penampang yang
tajam dan pada dasarnya mengelilingi lesi homogeni yang mempunyai suatu
kepadatan yang lebih tinggi dibanding glandula tissue. Tumor mempunyai
intensitas yang lebih besar ke area terang (intermediate brightness). Focus
dengan intensitas signal rendah (area gelap/rediolusen) biasanya
menunjukkan area fibrosis atau kalsifikasi distropik. Klasifikasi ditunjukkan
dengan tanda kosong (signal void) pada neoplasma parotid sebagai tanda
diagnose.
c. MRI : pemeriksaan ini dapat membedakan massa parotis benigna atau
maligna. Pada massa parotis benigna, lesi biasanya memiliki tepi yang halus
dengan garis kapsul yang kaku. Namun demikian, pada lesi maligna dengan
grade rendah terkadang mempunyai pseudokapsular dan memiliki gambaran
radiografi seperti lesi benigna. Lesi maligna dengan grade tinggi memiliki
tepi dengan gambaran infiltrasi.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SGPT, alkali
fosfatase, BUN/Kreatinin, globulin, albumin, serum elektrolit, faal
homeostasis, untuk menilai keadaan umum dan persiapan operasi.
3. Pemeriksaan Patologi Anatomi
a. FNAB : Fine Needle Aspiration Biopsy. Merupakan tindakan pemeriksaan
suatu bagian tubuh dengan cara menyuntikkan jarum halus dan diambil
sebagian sampel.
b. Biopsy insisional : dikerjakan pada tumor yang inoperable.
c. Biopsy Eksisional : pada tumor parotis yang operable dilakukan
parotidektomi duperfisial.(Firdaus & Fitria, 2022)
D. Penatalaksanaan medis
Setiap pelaksaan kasus tumor selalu menyertakan eksisi bedah, tetapi pemilihan
pengobatan definitif didasarkan pada tidak hanya stadium tumor, namun juga terajat
tumor. Menurut Prinsip pembedahan pada tumor parotis yalah mengangkat seluruh
tumornya (ablasi), dan preservasi nervus fasialis. Macam pembedahan pada tumor
parotis, dapat berupa :
1. Parotidektomi superfisial, yaitu mengangkat lobus superfisial parotis, sebelah
lateral nervus fasialis. Indikasi operasi ini untuk tumor jinak dan tumor ganas
dini (Tl, T2) dengan derajat keganasan rendah. Tumor yang letaknya pada
lobus superfisial dilakukan parotidektomi superfisial, jaringan yang diperoleh
dari operasi ini dilakukan pemeriksaan VC. Bila hasil VC jinak maka operasi
selesai, tetapi bila hasil VC positif ganas maka operasi dilanjutkan dengan
mengangkat lobus profunda (parotidektomi total) dengan usaha maksimal
untuk menyelamatkan (preservasi) nervus fasialis.
2. Parotidektomi total, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar parotis beserta
tumornya. Indikasi operasi ini untuk tumor jinak yang rekuren, tumor jinak
lobus profunda dan tumor ganas parotis terutama keganasan derajat tinggi.
Pada kasus keganasan, untuk mendapatkan bukti radikalitas operasi (negative
free margin) secara rutin di bagian-bagian tepi jaringan yang dikeluarkan saat
operasi dilakukan pemeriksaan VC. Bila klinis teraba pembesaran kelenjar
getah bening leher (kel. sentinel di daerah subdigastrikus) dan hasil VC positif
ganas, dilakukan juga diseksi leher radikal (RND) atau modifikasi (modified
radical neck dissection). Pada kasus tumor jinak lobus profunda, dilakukan
usaha menyelamatkan nervus fasialis semaksimal mungkin. Oleh karena itu,
setiap dokter yang melakukan operasi parotis harus mampu melakukan teknik
pengeluaran tumor dengan benar agar terhindar dari komplikasi terputusnya
syaraf fasialis. Sedangkan tumor ganas pada kelenjar parotis, biasanya nervus
fasialis sudah rusak (putus) sehingga memang tidak bisa dipertahankan lagi.
Bila nervus fasialis masih utuh (jarang) maka diusahakan menyelamatkan
syaraf yang penting ini, tetapi seringkali terpaksa harus dikorbankan untuk
memperoleh radikalitas pembedahan. Bila bagian tepi ujung-ujung syaraf
fasialis didapakan hasil VC negatif, dianjurkan untuk segera melakukan nerve
grafting dengan nervus aurikularis magnus, atau suralis (end to end
anastomosis) dengan teknik bedah mikro.
3. Parotidektomi radikal. Disini dilakukan parotidektomi total disertai
pemotongan otot maseter, ramus mandibula dan jaringan sekitarnya yang
dianggap perlu. Nervus fasialis tak diperhatikan lagi karena sudah rusak.
Biasanya hasil FNAB atau VC kelenjar leher positip (ganas) sehingga
dilanjutkan dengan RND. Indikasi operasi ini untuk tumor ganas parotis yang
infiltratif, mengenai struktur di sekitarnya (T3,T4). Perlu seleksi ketat sebelum
memutuskan melakukan pembedahan yang besar (radikal) ini, harus
dipertimbangkan benar tentang resiko pembedahan dan biaya yang
dikeluarkan dibandingkan dengan manfaat/hasil pembedahan. (Maelissa &
Sabir, 2021)(Lia, 2022)

E. Etiologi
1. Idiopatik adalah jenis yang paling sering dijumpai. Siklus ulserasi yang sangat nyeri
dan penyembuhan spontan dapat terjadi beberapa kali didalam setahun. Infeksi
virus, defisiensi nutrisi, dan stress emosional, adalah faktor etiologik yang umum.
2. Genetik : Resiko kanker / tumor yang paling besar diketahui ketika ada kerabat
utama dari pasien dengan kanker / tumor diturunkan dominan autososom. Onkogen
merupakan segmen DNA yang menyebabkan sel meningkatkan atau menurunkan
produk produk penting yang berkaitan dengan pertumbuhan dan difesiensi sel.
akibatnya sel memperlihatkan pertumbuhan dan penyebaran yang tidak terkendali
semua sifat sieat kanker fragmen fragmen genetik ini dapat merupakan bagian dari
virus virus tumor.
3. Bahan-bahan kimia obat-obatan hormonal, Kaitan hormon hormon dengan
perkembangan kanker tertentu telah terbukti. Hormon bukanlah karsinogen, tetapi
dapat mempengaruhi karsigogesis Hormon dapat mengendalikan atau menambah
pertumbuhan tumor.
4. Faktor imunologis: Kegagalan mekanisme imun dapat mampredisposisikan
seseorang untuk mendapat kan kanker tertentu. Sel sel yang mempengaruhi
perubahan (bermutasi}berbeda secara antigenis dari sel sel yang normal dan harus
dikenal oleh system imun tubuh yang kemudian memusnahannya. Dua puncak
insiden yang tinggi untuk tumbuh nya tumor pada masa kanak kanak dan lanjut
usia, yaitu dua periode ketika system imun sedang lemah.(Utomo & Wahyudi,
2021).

F. Klasifikasi
Karsinoma parotis dapat dikelompokkan menjadi low grade carcinoma dan high grade
carcinoma. Low grade carcinoma terdiri atas acinic cell ca, adenoid cystic ca, low-
grade mucoepidermoid ca sedangkan high grade carcinoma terdiri dari
adenocarcinoma, squamoous cell ca dan high-grade mucoepidermoid ca. (Alamanda,
2019)
1. Karsinoma Mukoepidermoid
a. Jenis terbanyak dari keganasan kelenjar liur (sekitar 30%).
b. Insidens kejadian paling tinggi ditemukan pada usia 30-40 tahun.
c. Insidens keganasan kelenjar liur yang paling sering ditemukan pada anak-
anak.
d. Tumor ini berasal dari sel epithelial lobar intralobar duktus saliva. Tumor ini
tidak berkapsul serta metastase kelenjar limfe ditemukan sebanyak 30-40%.
e. Penentuan derajat keganasan berdasarkan patologi klinik terdiri dari derajat
rendah, menengah dan tinggi.
f. Tumor derajat rendah menyerupai adenoma pleomorfik (berbentuk oval, batas
tegas serta adanya carian mukoid). Tumor derajat rendah dan tinggi ditandai
dengan adanya proses infiltratif. Pasien-pasien usia muda biasanya ditemukan
yang berderajat rendah.
2. Adenokarsinoma
a. Berasal dari tubulus terminal dan intercalated atau strained sel duktus.
b. Sebagian besar (80%) tanpa gejala, 40% ditemukan terfiksasi di jaringan
diatas atau dibawahnya, 30% metastasis ke nodus servical, 20% menderita
paralisis nervus facialis dan 15% mengeluhkan sakit pada wajahnya.
c. Jenis-jenis yang lain adalah jenis keganasan yang tidak berdiferensiasi secara
keseluruhan dan mempunyai angka harapan hidup yang buruk.
3. Karsinoma adenokistik
a. Neoplasma kelenjar liur spesifik yang termasuk neoplasma dengan potensial
keganasan tinggi.
b. Didapat pada 3% seluruh neoplasma parotis, 15% neoplasma submandibular
dan 30% neoplasma kelenjar liur minor.
c. Sebagian pasien merasa asimptomatik, walaupun sebagian besar terfiksasi
pada struktur diatas atau dibawahnya.
d. Ditandai dengan adanya penyebaran perineural awal. Asalnya dipikirkan dari
sel mioepitel.
e. Mempunyai perjalanan penyakit yang panjang ditandai oleh kekambuhan lokal
yang sering dan dapat terjadi kekambuhan setelah 15 tahun.
4. Karsinoma sel asiner
a. Terjadi pada sekitar 3% neoplasma parotis.
b. Lebih sering terjadi pada wanita. - Puncak insidens antara lain dekade ke 5
atau ke 6 kehidupan.
c. Terdapat metastasis ke nodus servikal, kira-kira 15% kasus.
d. Tanda patologik khas adalah amiloid.
e. Asalnya diperkirakan dari komponen serosa asinar dan sel ductus intercalated.
5. Karsinoma sel skuamosa
a. Sering terjadi pada pria berusia tua dan ditandai dengan pertumbuhannya
yang cepat.
b. Insidens metastase ke nodus limfatikus sebanyak 47%.
c. Biasanya terdapat pada kelenjar parotis.
d. Dipikirkan berasal dari sel duktus ekskretorius

G. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian harus menggerakan semua indra dan tenaga untuk
melakukan pengkajian secara cermat baik melalui wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik untuk menggali data akurat meliputi (Kasiati & Rosmalawati,
2016). Adapun pengkajian yang dilakukan menurut (Yanuar, 2018) :
1) Identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnose medis, dan nomor
registrasi.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus ini adalah munculnya benjolan di
sekitar telinga,pipi,rahang hingga dalam mulut, kesulitan menelan dan membuka
mulut,muncul cairan dari dalam telinga hingga pada daerah wajah yang takunjung
sembuh
3) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien mengeluh nyeri pada benjolan di dekat telinga sebelah kiri.

4) Riwayat penyakit dahulu


Kaji tentang peyakit apa yang pernah diderita oleh klien, apakah klien memang
mempunyai riwayat penyakit yang sama sebelumnya

5) Riwayat penyakit keluarga


Faktor genetik juga diduga menigkatkan resiko carcinoma parotis ,namun hal ini
sangat jarang dan para ahli masih belum yakin bahwa riwayat keluarga
berpengaruh terhadap munculnya carcinoma parotis.
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
7) Pemeriksaan fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu: pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam. Gambaran umum perlu menyebutkan: Keadaan umum: baik atau
buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti: Kesadaran penderita: apatis,
sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien. Kesakitan,
keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur
biasanya akut. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin.
a) Kepala:
Tidak ada gangguan yaitu, normocephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri dan tidak ada lesi.
b) Leher:
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
c) Wajah:
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tidak edema.
d) Mata:
Konjungtiva anemis jika terjadi perdaraha hebat dan tidak ada sekret.

e) Telinga:
Terdapat benjolan ,Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. ada
lesi atau nyeri tekan.
f) Hidung:
Tidak ada deformitas, simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak
ada sekret.
g) Mulut dan Faring:
Ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat.
h) Thoraks:
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
i) Paru-paru
- Inspeksi: Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
- Palpasi: Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
- Perkusi: Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya.
- Auskultasi: Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
j) Jantung
- Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
- Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
- Perkusi : tidak ada pembesaran jantung.
- Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur
k) Abdomen
- Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
- Palpasi : Tugor baik, tidak ada benjolan, tidak ada defands muskuler,
hepar tidak teraba.
- Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
- Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
l) Genetalia- anus
Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran lymphe, tidak ada kesulitan BAB

b. Diagnosa Keperawatan
Berikut beberapa diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan carcioma
parotis (SDKI, 2017) :
a) Nyeri akut berbubungan dengan agen cidera fisiologi
b) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan menelan makanan
c) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur /bentuk tubuh
d) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses penyakit
e) Risiko infeksi dengan factor risiko : proses penyakit (ca.parotis)

c. Intervensi Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisiologi
Kriteria hasil: (SLKI 2018)
1) keluhan nyeri menurun
2) meringis menurun
3) frekuensi nadi membaik,
4) frekuensi nafas membaik,
5) tekanan darah membaik
Intervensi: manajemen nyeri (SIKI, 2018)
Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi,frekuensi,intensitas,kuantitas nyeri
2) Identifikasi skla nyeri
3) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingankan nyeri
4) Identifikasi pengetahuan budaya terhadap respon nyeri
5) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
6) Monitor evek samping penggunaananalgetik
7) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
Terapeutik
1) Berikn tekniknon farmakologis untuk mengurangi nyeri
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa neri
3) Fasilitasi istrahat tidurpertimbangkan jenis dan sumber nyeri
Edukasi
1) Jelakan penyebab,periode dan pemicu nyeri
2) Jelakan stategi meredahkan nyeri
3) Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Anjurkan theknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
b) Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan menelan makanan
Kriteria hasil (SLKI, 2019) :
1) kekuatan otot menelan menigkat,
2) kekuatan otot mengunya menigkat,
3) frekuensi makan membaik
Intervensi : Manajemen nutrisi (SIKI, 2018)
Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intoleransi maakanan
3) Identifikasi perlunya penggunaan nasogastrik
4) Identifikasi kebutuhan kalori
5) Monitor asupan makanan
6) Monitor berat badan
7) Monitor hasil laboratorium
Terapeutik
1) Lakukan oral hygiene sebelum makan,
2) Fasilitasi menentukan pedoman diet
3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesui
4) Berikan suplemen makanan,jika perlu
5) Berikan makanan yang tinggi kalori
6) Berikan makanan yang tinggi serat untuk mencegah terjadinya kontipasi
Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk
2) Ajarkan diet yang di program
Kolaborasi
1) Kolaborai pemberian medikasi sebelum makan
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang diberikan

c) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur bentuk tubuh


Kriteria hasil : citra tubuh menigkat (SLKI, 2019)
Intervensi: promosi citra tubuh
Observasi
1) identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
2) Identifikasi budaya, agama,jenis kelamin,umurterkaitcitra tubuh
3) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosil
4) Monitor apakah pasien bisa melihat bagian yang berubah
Terapeutik
1) Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
2) Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
3) Diskusikan perubahan akibat pubertas,kehamilan dan penuaan
4) Diskusikan kondisi tres yang mempengaruhi citra tubuh
5) Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realitas
6) Diskusikan persepsi pasien dan keluargaakibat perubahan citra tubuh
Edukasi
1) Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh
2) Anjurkan menggunakan gambaran diri terhadap citra tubuh
3) Anjurkan menggunakan alat bantu
4) Anjurkan mengikuti kelompok pendukung
5) Lati fugsi tubuh yang di miliki
6) Latih penigkatan penampilan diri
7) Latih pengungkapan kemampuan dirii kepada orang lain

d) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit


Kriteria hasil :
1) keluhan tidak nyaman menurun,
2) kesulitan tidur menurun,
3) pola tidur membaik
Intervensi : pengaturan posisi
Observasi
1) monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah merubah posisi
2) monitor alat traksi agar selalu tepat

Terapeutik
1) Tempatkan pada matras/tempat tidur
2) Tempatkan pada posisi terapeutik
3) Tempatkan objek yang sering digunakan dam jangkauan
4) Tmpatkan bel atau lampu panggilan dalam jangkauan
5) Sediakan matra
6) Atur posisi tidur yang disukais yang kokoh
7) Atur posisi meningkaatkan drainage
8) Atur posisi untuk mengurangi sesak
9) Posisi pada kesejajaran tubuh yang tepat
10) Berikan bantal yang tepat pada leher
11) Imobilisasi dan topang bagian tubuh yang ceder
12) Tinggikan bagian tubuh yang sakit dengan tapat
13) Tinggikan tempat tidur bagian kepala
14) Berikan topangan pada area edema
15) Motifasi melakukan ROM aktif dan pasif
16) Hindari menempatkan pada posisi yang dapat menempatkan nyeri
17) Hindari posisi yang menimbulkan ketegangan pada luka
18) Ubah posisi setiap 2 jam
19) Ubah posisi dengan teknik log roll
Edukasi
1) Informasikan saat akan dilakukan perubahan posisi
2) Ajarkan cara menggunakan postur yang baik
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian premedikasi sebelum mengubah posisi

e) Risiko infeksi
Kriteria Hasil (SLKI, 2019) :
1) Kebersihan tangan meningkat
2) Kebersihan badan meningkat
3) Nafsu makan meningkat
4) Demam menurun
5) Kemerahan menurun
6) Nyeri menurun
7) Bengkak menurun
8) Kadar sel darah putih membaik
9) Cairan berbau busuk menurun
10) Drainase purulent menurun

Intervensi (SIKI, 2018) : Pencegahan Infeksi


Observasi
1) Monitor tanda dan gejala infeksi sept dan sistemik
Terapeutik
1) Batasi jumlah pengunjung
2) Berikan perawatan kulit pada area edema
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
4) Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3) Ajarkan etika batuk
4) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
5) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6) Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

d. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi adalah tindakan yang direncanakan dalam rencana
keperawatan.Perawat melakukan pengawasan perkembangan pasien terhadap
pencapaian tujuan atau hasil yang diharapkan.Pelaksanaan atau implementasi
keperawatan adalah suatu komponen dari proses keperawatan yang merupakan
kategori dari perilaku keperawatan di mana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang
dilakukan dan diselesaikan (Nurdiansyah, 2020)

e. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan untuk
mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke
arah pencapaian tujuan .Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang terjadi pada
setiap langkah dari proses keperawatan dan pada kesimpulan.Evaluasi keperawatan
dicatat disesuaikan dengan setiap diagnosa keperawatan. Evaluasi untuk setiap
diagnosa keperawatan meliputi data subyektif (S), data obyektif (O), analisa
permasalahan (A) klien berdasarkan S dan O, serta perencanaan ulang (P)
berdasarkan hasil analisa data diatas. Evaluasi ini juga disebut evaluasi proses.
Semua itu dicatat pada formulir catatan perkembangan (Nurdiansyah, 2020)
BAB III
ANALISIS

A. Analisis Tindakan Keperawatan yang Diberikan Dengan Konsep dan Penelitian


Terkait
a. Tindakan Keperawatan terapi Non- Farmakologi
Pada pasien kanker, seorang penderita itu mengalami penurunan kondisi fisik dan
psikologis. Nyeri merupakan problem yang sering terjadi pada pasien kanker. Nyeri
bisa disebabkan oleh kanker itu sendiri, tumor dapat menekan atau mengiritasi organ
dan saraf lain yang dapat menyebabkan nyeri. Tindakan keperawatan yang
diperlukan untuk mengelola nyeri meliputi farmakologis dan non farmakologis
seperti relaksasi, distraksi, guide imager (Putri & Juliansyah, 2022).
1) Teknik Relaksasi napas dalam
Pada penelitian yang dilakukan (Sumilat et al., 2020), didapatkan bahwa latihan
Teknik relaksasi napas dalam membantu pasien beradaptasi secara fisiologis
untuk mengurangi nyeri dan mengatasi kelelahan pada pasien kanker selama
kemoterapi sehingga membuat tubuh menjadi rileks.
Teori lain yang mendukung bahwa Teknik relaksasi napas dalam efektif
menurunkan skala nyeri adalah Teori Huges, dkk (2015) dalam (Lestari et al.,
2022), mengatakan bahwa dalam keadaan tertentu tubuh mampu mengeluarkan
opoid endogen yaitu endorphin dan enkefalin, yang mana zat-zat tersebut
memiliki sifat mirip morfin dengan efek analgetik yang membentuk suatu system
penekan nyeri.
2) Guided Imagery
Guided imagery merupakan salah jenis tindakan mind-body yang digunakan
untuk mengelola gejala yang berhubungan dengan kanker dan pengobatannya.
Guided imagery adalah intervensi yang biasa digunakan individu untuk
manajemen nyeri meliputi relaksasi otot progresif, latihan pernapasan dalam,
yoga, taichi dan meditasi (Eaton & Hulett, 2019). Menurut penelitian (Hasaini et
al., 2020) bahwa guided imagery merupakan Teknik komplementer yang
ekonomis, mudah dan efektik jika digabungkan dengan teknik relaksasi napas
dalam, dan relaksasi otot progresif yang dapat menurunkan nyeri secara efektif.
Pada penelitiannya didapatkan dengan GI efektif menurunkan nyeri, serta
memberikan efek positif bagi pasien kanker seperti menurunkan kecemasan,
mual dan gejala distress lainnya.
3) Distraksi
Distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang
lain. Macam distraksi ada distraksi penglihatan dan distraksi pendengaran,
distraksi pernafasan, distraksi intelektual, teknik pernafasan, imajinasi
terbimbing. Distraksi pendengaran bisa dengan mendengarkan musik, suara
burung, serta gemercik air (Arif & Sari, 2019).
Menurut penelitian (Puspitasari & Waluyo, 2016) bahwa terapi music dapat
membantu menurunkan skala nyeri yang dirasakan sehingga meningkatkan rasa
kenyamanan dan kualitas hidup pasien kanker, sehingga kualitas hidup
penderitanya akan meningkat.
Didukung juga penelitian menurut (Howlin & Rooney, 2021) bahwa terapi
music merupakan bagian dari terapi non farmakologi yang memiliki fungsi
mendukung proses terapi penyembuhan pasien. Mekanisme mendengarkan
music dalam manajemen mengatasi nyeri terdiri dari berbagai proses kognitif.
Prosef kognitif yang terlibat diantaranya perhatian yang muncul, badan kognitif,
memahami makna dan kenikmatan dari pemberian terapi music.
Dan berdasarkan penelitian yang dilakukan (Risnah et al., 2022) bahwa terapi
spiritual yaitu dzikir, murottal dan berdoa merupakan terapi yang memiliki efek
yang baik dalam mengendalikan nyeri yang dirasakan pasien kanker. Ketiga
terapi ini efektif menurunkan nyeri, serta memberikan ketenangan jiwa pada
pasien yang mengalami kanker kronik seperti kanker, sehingga juga bisa
digunakan untuk mengendalikan kecemasan serta emosi yang dirasakan pasien
kanker sebagai efek diagnosis yang diterima.

B. Alternatif Pemecahan Masalah


Alternatif pemecahan masalah dengan diagnose nyeri pada Ny. S yaitu :
a. Pemberian terapi relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri yang dirasakan
pada pasien kanker dan mengatasi kelelahan selama kemoterapi.
b. Memberikan terapi distraksi dengan dzikir dan mendengarkan murattar dapat
memberikan efek yang baik dalam mengendalikan nyeri pada pasien kanker dan
memberikan ketenangan jiwa pada pasien.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny.S dengan diagnosis medis Ca.
Parotis dan merawat menggunakan dengan metode pendekatan asuhan keperawatan,
maka dapat disimpulkan bahwa mahasiswa telah mampu menerapkan asuhan
keperawatan pada Ny. S :
1) Berdasarkan hasil Analisa data didapatkan ada tiga diagnosis keperawatan yang
diangkat yaitu Nyeri kronis berhubungan dengan infiltrasi tumor, Gangguan citra
tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh karena proses penyakit, serta
Risiko Infeksi dengan factor risiko penyakit kronis (Ca. Parotis).
2) Pada diagnosa keperawatan Nyeri kronis dilakukan intervensi berdasarkan (SIKI,
2018) yaitu Manajemen nyeri diharapkan tingkat nyeri pasien menurun, pada
diagnosa keperawatan Gangguan citra tubuh dilakukan intervensi yaitu Promosi
citra tubuh, dan pada diagnose keperawatan risiko infeksi diharapkan tingkat
infeksi menurun.

B. Saran
1) Bagi Pasien
Diharapkan bagi pasien memiliki pengetahuan tentang penyakitnya dan selalu
menjaga kesehatan, serta mematuhi program pengobatan, minum obat secara
teratur sesuai indikasi dan selalu melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin
ke pelayanan kesehatan terdekat.
2) Bagi Pelayanan Keperawatan
Diharapkan bagi pelayanan keperawatan mampu mempertahankan dan
meningkatkan pelayanan keperawatan yang telah sesuai dengan standar prosedur
yang ada sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat khususnya
pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Alamanda, C. (2019). Literature Review: Self Pain Management sebagai Intervensi Nyeri
pada Pasien Kanker. Ejournal Unsri, 1(4), 86–89.
Arif, M., & Sari, Y. P. (2019). Efektifitas Terapi Musik Mozart Terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi Fraktur. Jurnal Kesehatan Medika Saintika.
https://doi.org/10.30633/jkms.v10i1.310
Eaton, L. H., & Hulett, J. M. (2019). Mind-Body Interventions in the Management of Chronic
Cancer Pain. Seminars in Oncology Nursing, 35(3), 241–252.
https://doi.org/10.1016/j.soncn.2019.04.005
Firdaus, M. A., & Fitria, H. (2022). Penatalaksanaan Tumor Warthin Parotis. 1–6.
Hasaini, A., Keperawatan Medikal Bedah dan Gawat Darurat, D., & Diploma Tiga
Keperawatan STIKES Intan Martapura, P. (2020). Efektivitas Guided Imagery Terhadap
Nyeri Pasien Kanker: a Randomized Controlled Trial Literature Review the
Effectiveness of Guided Imagery on Cancer Pain: a Randomized Controlled Trial
Literature Review. Journal.Umbjm.Ac.Id, 4(2), 2020.
https://journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing/article/view/596
Howlin, C., & Rooney, B. (2021). The cognitive mechanisms in music listening interventions
for pain: A scoping review. Journal of Music Therapy, 57(2), 127–167.
https://doi.org/10.1093/JMT/THAA003
Kasiati, & Rosmalawati, N. W. D. (2016). KEBUTUHAN DASAR MANUSIA 1. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kertanadi, Sudipta, & Ardika. (2019). Parotidektomi Superfisial Pada Adenoma Pleomorfik
Parotis. Medicina, 45(1), 43–46.
Lestari, S., Faridasari, I., Hikhmat, R., Kurniasih, U., & Rohmah, A. (2022). Pengaruh
Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Skala Nyeri. Jurnal Kesehatan, 13(1), 1–6.
https://doi.org/10.38165/jk.v13i1.254
Lia, S. (2022). Tumor Parotis Post Operasi parotidektomi di Ruang Baituussalam 1 Rsi
Sultan Agung Semarang. 8.5.2017, 2003–2005.
Maelissa, R. D., & Sabir, M. (2021). Tumor parotis sinistra. 3(2), 143–148.
Melliany, O. (2019). Konsep Dasar Proses Keperawatan Dalam Memberikan Asuhan
Keperawatan ( Askep ) Pendahuluan. In Askep.
Nurdiansyah. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Tn. R Dengan Demam Berdarah Dengue
(Dbd) Di Ruang Lamen Kelas I Rumah Sakit Umum Daerah Bahteramas Kendari. Ilmu
Keperawatan, Demam Berdarah Dengue (DBD), 1–77.
Puspitasari, M. R., & Waluyo, A. (2016). Pemberian Terapi Musik Dalam Mengurangi Nyeri
Pasien Kanker. Jurnal Keperawatan SIlampari, 6, 1–23.
https://doi.org/https://doi.org/10.31539/jks.v6i1.4036
Putri, P., & Juliansyah, R. A. (2022). Self-Management Nyeri Pasien Kanker Dengan Metode
Non-Farmakologi ( Cancer Patient Pain ’ S Self- Management With Method Non-
Pharmacology ). Jurnal Abdikemas, 4, 52–56. https://doi.org/10.36086/j.abdikemas.v4i2
Risnah, Risdawati, & Ani Auli Ilmi. (2022). Terapi Berbasis Spiritualitas Dalam Penanganan
Nyeri Pasien Kanker Payudara : a Literatur Review. Jurnal Midwifery, 4(2), 53–61.
https://doi.org/10.24252/jmw.v4i2.29194
SDKI, P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Edisi 1). Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
SIKI, P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Edisi I :). Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
SLKI, P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Edisi 1). Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Sumilat, V. J., Prabawati, D., & Supardi, S. (2020). Effectiveness of Relaxation Breathing
Exercise To Fatigue in Cancer Patients Who Undergoing Chemotherapy. Jurnal Ilmiah
Perawat Manado, 08(01), 144–158.
Tanoto, E., Pertiwi, J. M., & Tumewah, R. (2020). Tinjauan Patofisiologi Tumor Otak
Metastasis Dari Kanker Kelenjar Parotis – Laporan Kasus Pathophysiology Review of
Metastasic Brain Tumor From Parotis Glands Cancer - Case Report. Jurnal Sinaps, 3(1),
1–15.
Utomo, E. K., & Wahyudi, T. (2021). Nyeri Dan Pasien Kanker : Literature Review.
Prosiding Seminar Informasi Kesehatan Nasional (SIKesNas), 352–362.
Yanuar, C. T. S. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Pre Op Close Fraktur Femur
Dengan Masalah Ketidak Efektifan Perfusi Jarinagn Perifer Di Ruangan Melati Rsud
Bangil Pasuruan. STIKES INSAN CENDEKIA MEDIKA MEDIKA JOMBANG.

Anda mungkin juga menyukai