Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asuhan Keperawatan pada Ibu Post Partum Spontan


Asuhan keperawatan pada karya tulis ini disusun berdasarkan data fokus
pada ibu postpartum spontan dengan ketidaknyamanan karena involusio uteri,
maka mulai dari pengkajian sampai evaluasi data dan intervensinya fokus pada
masalah tersebut. Dalam pelaksanaan asuhan keperawatannya tetap melakukan
asuhan berdasarkan biopsikososiospiritual pasien.

2.1.1 Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan untuk mengetahui keluhan yang dirasakan
pasien, dengan mengkaji data subyektif dan data obyektif sebagai berikut :
Tabel 2.1
Data Subjektif dan Data Objektif pada ibu postpartum
Data Minor
Data Mayor
Data Subjektif Data Subyektif
Pasien mengeluh tidak nyaman
Data Objektif
1. Tampak meringis Data Obyektif
2. Terdapat kontraksi uterus 1. Tekanan darah meningkat
3. Luka episiotomi 2. Frekuensi nadi meningkat
3. Meringis/ merintih
4. Berkeringat berlebihan
(Sumber : PPNI, 2017)
2.1.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang muncul sesuai dengan data yang
diperoleh berdasarakan SDKI menurut PPNI (2017) adalah
ketidaknyamanan pasca partum berhubungan dengan involusi uterus,
proses pengembalian ukuran rahim ke ukuran semula ditandai dengan
mengeluh tidak nyaman, tampak meringis, terdapat kontraksi uterus, luka
episiotomi, tekanan darah meningkat, frekuensi nadi meningkat,
berkeringat berlebihan.

2.1.3 Perencanaan
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan
dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk
memenuhi kebutuhan klien. Proses perencanaan keperawatan meliputi
penetapan tujuan keperawatan, penetapan kriteria hasil , pemilihan
intervensi yang tepat, dan rasionalisasi dari intervensi dan
mendokumentasikan rencana keperawatan (Setiadi,2012).
Rencana keperawatan yang bersifat multikategori atau dapat
diklasifikasikan ke dalam lebih dari satu kategori, maka diklasifikasikan
berdasarkan kecenderungan yang paling dominan pada salah satu kategori
(PPNI,2018 dalam Suryandari,2019).
Pedoman dalam penulisan tujuan kriteria hasil keperawatan
berdasarkan SMART, yaitu S : Spesific (rumusan tujuan harus jelas), M :
Measurable (dapat diukur, dilihat, didengar, diraba, dirasakan ataupun
dibau). A : Achievable (dapat dicapai, ditetapkan bersama klien), R :
Realistic (dapat tercapai dan nyata). T : Timing (harus ada target waktu)
(Aziz AH, 2017). Karakteristik rencana asuhan keperawatan adalah
berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah (rasional), berdasarkan kondisi klien,
digunakan untuk menciptakan situasi yang aman dan terapeutik,
menciptakan situasi pengajaran, menggunakan sarana prasarana yang sesuai
(Putri,Fayu 2019).
Luaran yang ingin dicapai (tujuan dan kriteria) dan intervensi untuk
masalah keperawatan ketidaknyamanan pasca partum menurut PPNI (2017)
adalah :

Tabel 2.3 Rencana Asuhan Keperawatan Pada Ibu Post Partum Normal
dengan Ketidaknyamanan Pasca Partum
Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi
Keperawatan Keperawatan Keperawtaan
Indonesia (SLKI) Indonesia (SIKI)
Ketidaknyamanan Setelah dilakukan intervensi Perawatan pasca
pasca partum keperawatan selama...maka persalinan
berhubungan dengan status kenyamanan pasca Manajemen nyeri
involusi uterus partum meningkat dengan - Terapi relaksasi
kriteria hasil : Edukasi menejemen nyeri
1. Status kenyamanan - Perawatan kenyamanan
pasca partum Edukasi perawatan
2. Kontrol gejala perineum
3. Dukungan keluarga - Perawatan pasca
4. Pola tidur persalinan
5. Status kenyamanan Edukasi teknik napas
6. Status pasca partum - Terapi pemijatan
7. Tingkat keletihan Dukungan hipnosis diri
8. Tingkat nyeri - Terapi relaksasi
Manajemen nyeri persalinan
- Yoga
Pemantauan nyeri
(Sumber : PPNI, Standar Luaran Keperawatan Indonesia; Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia,2017)

Ketidaknyamanan pasca partum berhubungan dengan involusi


Luaran utama : Status Kenyamanan Pasca Partum
1. Dukungan keluarga
2. Kontrol gejala
3. Pola tidur
4. Status kenyamanan
5. Tingkat keletihan
6. Tingkat nyeri
2.1.4 Implementasi / Pelaksanaan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi,2012).
Terdapat beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk mengurangi
ketidaknyamanan akibat involusi uterus yang dialami oleh ibu post partum.
Implementasi lebih ditunjukan pada upaya perawatan pasca persalinan
(PPNI,2018 dalam Suryandari,2019). Implementasi yang dilakukan
berdasarkan rencana keperawatan yang telah disusun untuk mengatasi
ketidaknyamanan post partum akibat involusi uterus.

2.1.5 Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga
dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi dilakukan mengacu kepada luaran
atau tujuan dan kriteria yang diharapkan setelah pasien diberi tindakan.
Format evaluasi menggunakan S : Data subjektif yaitu data yang diutarakan
klien dan pandangannya terhadap data tersebut, O : Data objektif yaitu data
yang di dapat dari hasil observasi perawat, termasuk tanda-tanda klinik dan
fakta yang berhubungan dengan penyakit pasien (meliputi data fisiologis,
dan informasi dan pemeriksaan tenaga kesehatan), A : Analisa adalah analisa
ataupun kesimpulan dari data subjektif dan objektif, P : Planning adalah
pengembangan rencana segera atau yang akan datang untuk mencapai status
kesehatan klien yang optimal. (Hutaen,2010 dalam Putri,2019).
Evaluasi dilihat berdasarkan luaran yang telah ditetapkan dengan
uraian, status kenyamanan pasca partum, kontrol gejala, dukungan keluarga,
pola tidur, status kenyamanan, status pasca partum, tingkat keletihan, tingkat
nyeri
2.2 Mobilisasi Dini
2.2.1 Masa Nifas / Postpartum / Puerperium
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya
plasenta sampai dengan 6 minggu (Dewi & Sunarsih, 2011).
2.2.2 Pengertian Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin
membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya
selekas mungkin berjalan (jannah,2011 dalam Sariasmara,2016)
Mobilisasi dini adalah beberapa jam setelah setelah melahirkan segera
bangun dari tempat tidur dan bergerak agar lebih kuat dan lebih baik.
Gangguan berkemih dan buang air besar juga dapat teratasi
(Anggraini,2010 dalam Sariasmara,2016). Pada persalinan normal ,
baiknya mobilisasi dini dikerjakan setelah 2 jam, ibu boleh miring kiri
dan miring kanan untuk mencegah adanya trombosis vena. Sekarang
tidak perlu lagi menahan ibu post partum terlentang di tempat tidurnya
selama 7-14 hari setelah melahirkan. Mobilisasi sangat penting dalam
mencegah trombosis vena. Setelah persalinan normal jika gerakannya
tidak terhalang oleh pemasangan infus dan tanda-tanda vitalnya juga
memuaskan, biasanya ibu diperbolehkan untuk mandi dan pergi ke kamar
mandi dengan di bantu selama satu atau dua jam setelah melahirkan
secara normal (Saleha,2009 dalam Sariasmara,2016).
2.2.3 Manfaat Mobilisasi Dini
Meniurut (Jannah,2011 dalam Sariasmara,2016), keuntungan
mobilisasi dini antara lain :
a. Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat
b. Faal tubuh dan kandung kemih menjadi lebih baik
c. Memungkinkan bidan untuk memberikan bimbingan kepada ibu
mengenai cara merawat bayinya
d. Lebih sesuai dengan keadaan indonesia (lebih ekonomis)
Menurut (Dewi,2011 dalam Sariasmara,2016) keuntungan mobilisasi
diantara lain :
a. Ibu merasa lebih sehat dan kuat
b. Faal usus dan kandung kemih lebih baik
c. Kesempatan yang baik untuk mengajarkan ibu merawat atau
memelihara anaknya.
d. Tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal
e. Tidak mempengaruhi penyembuhan luka episiotomi atau luka diperut
f. Tidak memperbesar kemungkinan prolabs atau retrofleksi.
2.2.4 Rentang Gerak dan Tahapan Mobilisasi Dini
Mobilisasi menurut Lia (2009) dalam Sariasmara (2016) terdapat tiga
rentang gerak, yaitu :
a. Rentang gerak pasif, berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dalam menggerakan otot orang lain secara pasif. Misalnya
perawat mengangkat dan menggerakan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif, hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan
otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif
misalnya berbaring pasien menggerakan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional, berguna untuk memperkuat otot-otot dan
sendi dengan melakukan aktivitas yang diperlukan.
Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan, lebih-lebih bila
persalinan berlangsung lama, karena ibu harus cukup istirahat,
dimana ibu harus tidur terlentang selama dua jam post partum untuk
mencegah perdarahan post partum. Mobilisasi ini dimulai dengan
gerakan yang tidak berat menurut (Hidayah,2009 dalam
Ningsih,2019) yaitu:
1) Miring kiri dan kanan
Dengan memiringkan badan ke kiri dan ke kanan adalah
mobilisasi yang ringan dan gerakan yang baik dilakukan untuk
pertama kali melakukan mobilisasi. Selain dapat mempercepat
proses penyembuhan, gerakan ini juga dapat membantu
mempercepat kembalinya fungsi usus dan kandung kemih dengan
normal.
2) Menggerakan kaki
Setelah melakukan gerakan miring kiri dan miring kanan
dilanjutkan dengan gerakan kedua, yaitu dengan menggerakan
kedua kaki. Menggerakan kedua kaki ini bertujuan agar tidak
timbulnya varises. Karena jika kaki terlalu lama berada di atas
tempat tidur dan tidak digerakan dapat menyebabkan terjadinya
pembekuan darah sehingga akan timbul varises.
3) Duduk
Duduk dilakukan apabila kondisi ibu sudah merasa lebih ringan.
Apabila timbul rasa tidak nyaman jangan dipaksakan. Lakukan
pelan-pelan hingga akhirnya merasa nyaman.
4) Berdiri atau turun dari tempat tidur
Apabila posisi duduk dapat menimbulkan rasa pusing, lanjutkan
dengan mencoba turun dari tempat tidur serta berdiri. Jika terasa
sakit ataupun ada keluhan, sebaiknya dihentikan terlebih dahulu
dan coba kembali apabila kondisi sudah merasa lebih nyaman.
5) Ke kamar mandi
Hal ini perlu untuk dicoba setelah dipastikan bahwa keadaan ibu
sudah benar-benar dalam kondisi baik dan tidak ada keluhan. Hal
ini dapat membantu untuk melatih mental ibu karena ada rasa
takut pasca persalinan.
Tahapan mobilisasi dini dilakukan setelah kala IV. Setelah
kala IV ibu bisa turun dari tempat tidurnya dan beraktivitas
seperti biasa, hal ini dikarenakan pada masa persalinan kala IV
ibu memerlukan istirahat yang cukup untuk memulihkan tenaga
pada proses penyembuhan (Mitayani,2012 dalam Ningsih,2019).
Dalam persalinan normal setelah 1 atau 2 jam persalinan ibu
harus melakukan rentang gerak dalam tahapan mobilisasi dini,
jika ibu belum melakukannya dalam rentang waktu tersebut maka
ibu belum melakukan mobilisasi secara dini (late ambulation).
Ibu dianjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam
sebelum
melakukan tahap-tahap mobilisasi dini. Mobilisasi dini dimulai
setelah tanda-tanda vital sudah dalam keadaan stabil, fundus
keras, tidak ada pendarahan (Hidayah,2009 dalam Ningsih,2019).
Mobilisasi dini dilakukan secara bertahap, yakni miring
kanan atau miring kiri setelah 2 jam post partum, duduk sendiri
setelah 6-8 jam post partum, dan berjalan setelah 12 jam post
partum (Dewi,2011 dalam Sariasmara,2016).
2.2.5 Risiko Tidak Melakukan Mobilisasi Dini
Menurut (Lia,2009 dalam Hidayah,2017), kerugian tidak melakukan
mobilisasi dini antara lain:
a. Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi yang tidak baik
sehingga sisa darah yang tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan
infeksi, salah satunya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh.
b. Pendarahan yang abnormal, dengan mobilasasi dini kontraksi uterus
akan baik, sehingga fundus uteri keras, maka resiko pendarahan yang
abnormal dapat dihindarkan. Karena kontraksi membentuk
penyempitan pembuluh darah yang terbuka.
c. Involusi uteri yang tidak baik, apabila tidak melakukan mobilisasi
dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga
menyebabkan terganggunya kontaksi uterus.
2.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi Dini
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ibu melakukan mobilisasi
dini antara lain (Hidayah,2009 dalam Ningsih,2019) :
a. Faktor Fisiologis
Jika terdapat perubahan mobilisasi, dapat menyebabkan sistem tubuh
beresiko untuk terjadi gangguan, tingkat dari kepararahan gangguan
tersebut dipengaruhi oleh kondisi kesehatan secara keseluruhan dan
tingkat imobilisasi yang dialami.
b. Faktor Emosional
Biasanya yang dapat mempengaruhi pelaksanaan mobilisasi dini
adalah kecemasan.
c. Faktor Umur dan Paritas
Paritas adalah jumlah kelahiran hidup yang dimiliki seorang wanita,
dan umur merupakan lamanya hidup seseorang yang dihitung dalam
tahun, dihitung mulai sejak lahir.
d. Faktor psikososial
Imobilisasi menyebabkan respon emosional, intelektual sensori dan
sosiokultural. Orang yang cenderung depresi atau suasana hati yang
tidak menentu beresiko tinggi mengalami efek psikososial selama
tirah baring atau imobilisasi.
2.2.7 Perubahan Sistem Reproduksi
a. Sistem reproduksi pada masa nifas
Involusi digunakan untuk menunjukan kemunduran yang terjadi pada
setiap organ dan saluran reproduktif, kadang lebih banyak mengarah
secara spesifik pada kemundurun uterus yang mengarah ke ukurannya
(Sukarni & Margareth,2015). Dalam masa nifas alat-alat genetalia
interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti
keadaan sebelum hamil. Perubahan alat-alat genetalia ini dalam
keseluruhannya disebut involus. Perubahan yang terjadi di dalam
tubuh seorang wanita sangatlah menakjubkan. Uterus atau rahim
yang berbobot 60 gram sebelum kehamilan secara perlahan-lahn
bertambah besarnya hingga 1kg selama masa kehamilan dan setelah
persalinan akan kembali ke keadaan sebelum hamil.
1) Involusi uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses
dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan bobot
hanya 60 gram. Involusi uteri dapat juga dikatakan sebagai proses
sebagai proses kembalinya uterus pada keadaan semula atau
keadaan sebelum hami. Involusi uterus melibatkan reorganisasi
dan penanggalan decidua / endometrium dan pengelupasan
lapisan pada tempat implantasi plasenta sebagai tanda penurunan
ukuran
dan berat serta perubahan tempat uterus, warna dan jumlah lochia.
Proses involusi uterus sebagai berikut :
a) Iskemia Miometrium
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus
dari uterus setelah pengeluaran plasenta membuat uterus
relatif anemi dan menyebabkan serat oto atrofi.
b) Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi
didalam otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan
jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali
panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari semula
selama kehamilan atau dapat juga dikatakan sebagai
pengrusakan secara langsung jaringan hipertropi yang
berlebihan hal ini disebabkan karena penurunan hormon
esterogen dan progesteron.
c) Efek Oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot
uterin sehingga akan menekan pembuluh darah yang
mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus proses ini
membantu untuk mengurangi situs atai tempat implantasi
plasenta serta mengurangi pendarahan.
2) Involusi tempat plasenta
Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan
permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan.
Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya
sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Regenerasi
endometrium terjadi ditempat implantasi plasenta selama sekitar 6
minggu.
3) Perubahan ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur-
angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang
ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak
uterus menjadi retroflexi. Tidak jarang pula wanita mengeluh
“kandungan turun” setelah melahirkan oleh karena ligamen, fasia,
jaringan penunjang alat genetalia menjadi kendor.
4) Perubahan pada serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-
perubahan yang terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk
serviks yang akan menganga seperti corong. Bentuk ini
disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi,
sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada
perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam
cincin. Warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena
penuh pembuluh darah.
5) Lochia
Dengan adanya involus uterus, maka lapisan luas dari decidua
yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua
yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran
antara darah dan decidua tesebut dinamakan lochia, yang
biasanya berwarna merah muda atau putih pucat.
Lochia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas
dan mempunyai reaksi biasa / alkalis yang dapat membuat
organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang
ada pada vagina normal. Lochia mempunya bau yang amis
meskipun tidak terlalu menyengat. Lochia mengalami perubahan
karena proses involusi. Pengeluaran lochia dapat dibagi
berdasarkan waktu dan warnanya diantaranya :
a) Lochia Rubra / merah (kruenta)
Lochia ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga masa
postpartum, sesuai dengan namanya, warnanya biasanya
merah dan mengandung darah dari perobekan / luka pada
plasenta.
b) Lochia Serosa
Lochia ini muncul pada hari kelima sampai kesembilan
postpartum. Warnanya biasanya kekuningan atau kecoklatan.
Lochia ini terdiri dari lebih sedikit darah dan lebih banyak
serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta.
c) Lochia Alba
Lochia ini muncul lebih dari hari kesepuluh postpartum.
Warnanya lebih pucat, putih kekuningan dan lebih banyak
mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut
jaringan yang mati.
Bila pengeluaran lochia tidak lancar maka disebut Lochiastasis.
Kalau lochia tetap berwarna merah setelah 2 minggu ada
kemungkinan tertinggalnya sisa plasenta atau karena involusi
yang kurang sempurna yang sering disebabkan retroflexio uteri.
1) Perubahan pada Vulva, Vagina dan Perineum
Vulva dan vagina mengalami penekanan dan peregangan yang
sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari
pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan
kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan
tidak hamil dan dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul
kembali sementara llabia menjadi menonjol. Segera setelah melahirkan,
perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan
kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5, perineum
sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap
lebih ,kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.ukuran vagina
akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan
pertama (Sukarni & Margareth,2015).

Anda mungkin juga menyukai