OLEH
KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis
atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan
volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah
penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau
penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Smeltzer & Bare,
2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai
lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron
(Mansjoer dkk, 2007).
B. Klasifikasi
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s
Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus,
menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I.
Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan
oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar
gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II.
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten
insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan
pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah
menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin
dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi
paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka
yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik
gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestational Diabetes Mellitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengidap diabetes.
C. Etiologi
Penyebab dari DM Tipe II antara lain (FKUI, 2011):
1. Penurunan fungsi cell β pancreas
Penurunan fungsi cell β disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
a) Glukotoksisitas
Kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebabkan
peningkatan stress oksidatif, IL-1b DAN NF-kB dengan akibat
peningkatan apoptosis sel β.
b) Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa dalam
proses lipolisis akan mengalami metabolism non oksidatif menjadi
ceramide yang toksik terhadap sel beta sehingga terjadi apoptosis.
c) Penumpukan amyloid
Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat sehingga kadar
glukosa darah akan meningkat, karena itu sel beta akan berusaha
mengkompensasinya dengan meningkatkan sekresi insulin hingga terjadi
hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi insulin juga diikuti dengan sekresi
amylin dari sel beta yang akan ditumpuk disekitar sel beta hingga menjadi
jaringan amiloid dan akan mendesak sel beta itu sendiri sehingga akirnya
jumlah sel beta dalam pulau Langerhans menjadi berkurang. Pada DM
Tipe II jumlah sel beta berkurang sampai 50-60%.
d) Efek incretin
Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan cara
meningkatkan proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin dan
mengurangi apoptosis sel beta.
e) Usia
Diabetes Tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin sering
terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada usia lanjut.
Usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50 –
92%. Proses menua yang berlangsung setelah usia 30 tahun
mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan
dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan ahirnya pada
tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen
tubuh yang mengalami perubahan adalah sel beta pankreas yang
mengahasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan terget yang menghasilkan
glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar glukosa.
f) Genetik
2. Retensi insulin
Penyebab retensi insulin pada DM Tipe II sebenarnya tidak begitu jelas, tapi
faktor-faktor berikut ini banyak berperan:
a) Obesitas
Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap glukosa darah
berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel diseluruh tubuh termasuk di
otot berkurang jumlah dan keaktifannya kurang sensitif.
b) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
c) Kurang gerak badan
d) Faktor keturunan (herediter)
e) Stress
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi sistem saraf
simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis adrenal medular dan bila stress
menetap maka sistem hipotalamus pituitari akan diaktifkan. Hipotalamus
mensekresi corticotropin releasing faktor yang menstimulasi pituitari
anterior memproduksi kortisol, yang akan mempengaruhi peningkatan
kadar glukosa darah
D. Faktor Resiko
Faktor resiko yang tidak dapat diubah:
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Keturunan
Faktor resiko yang dapat diubah:
1. Hipertensi
2. Kolesterol tinggi
3. Obesitas
4. Merokok
5. Alkohol
6. Kurang aktivitas fisik
E. Patofisiologi
Patogenesis diabetes melitus Tipe II ditandai dengan adanya resistensi
insulin perifer, gangguan “hepatic glucose production (HGP)”, dan penurunan
fungsi cell β, yang akhirnya akan menuju ke kerusakan total sel β. Mula-mula
timbul resistensi insulin yang kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin
untuk mengkompensasi retensi insulin itu agar kadar glukosa darah tetap normal.
Lama kelamaan sel beta tidak akan sanggup lagi mengkompensasi retensi insulin
hingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta makin menurun saat
itulah diagnosis diabetes ditegakkan. Penurunan fungsi sel beta itu berlangsung
secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mensekresi
insulin (FKUI, 2011).
Pada diabetestipe2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2
disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk
mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukagon dalam darah
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadi diabetes mellitus tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas diabetes mellitus tipe 2, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi
pada diabetes mellitus tipe II. Meskipun demikian, diabetes mellitus tipe 2 yang
tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan
sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Pada keadaan tertentu glukosa dapat meningkat sampai dengan 1200 mg/dl
hal ini dapat menyebabkan dehidrasi pada sel yang disebabkan oleh
ketidakmampuan glukosa berdifusi melalui membran sel, hal ini akan merangsang
osmotik reseptor yang akan meningkatkan volume ekstrasel sehingga
mengakibatkan peningkatan osmolalitas sel yang akan merangsang hypothalamus
untuk mengsekresi ADH dan merangsang pusat haus di bagian lateral (Polidipsi).
Penurunan volume cairan intrasel merangsang volume reseptor di hypothalamus
menekan sekresi ADH sehingga terjadi diuresis osmosis yang akan mempercepat
pengisian vesika urinaria dan akan merangsang keinginan berkemih (Poliuria).
Penurunan transport glukosa kedalam sel menyebabkan sel kekurangan glukosa
untuk proses metabolisme sehingga mengakibatkan starvasi sel. Penurunan
penggunaan dan aktivitas glukosa dalam sel (glukosa sel) akan merangsang pusat
makan di bagian lateral hypothalamus sehingga timbul peningkatan rasa lapar
(Polipagi).
Pada Diabetes Mellitus yang telah lama dan tidak terkontrol, bisa terjadi
atherosklerosis pada arteri yang besar, penebalan membran kapiler di seluruh
tubuh, dan degeneratif pada saraf perifer. Hal ini dapat mengarah pada komplikasi
lain seperti thrombosis koroner, stroke, gangren pada kaki, kebutaan, gagal ginjal
dan neuropati.
F. PATHWAY
G. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat DM Tipe II, antara lain
(Stockslager L, Jaime & Liz Schaeffer, 2007) :
1. Hipoglikemia
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diabetes yang di
obati dengan insulin atau obat-obatan antidiabetik oral. Hal ini mungkin di
sebabkan oleh pemberian insulin yang berlebihan, asupan kalori yang tidak
adekuat, konsumsi alkohol, atau olahraga yang berlebihan. Gejala hipoglikemi
pada lansia dapat berkisar dari ringan sampai berat dan tidak disadari sampai
kondisinya mengancam jiwa.
2. Ketoasidosis diabetic
Kondisi yang ditandai dengan hiperglikemia berat, merupakan kondisi
yang mengancam jiwa. Ketoasidosis diabetik biasanya terjadi pada lansia
dengan diabetes Tipe 1, tetapi kadang kala dapat terjadi pada individu yang
menderita diabetes Tipe 2 yang mengalami stress fisik dan emosional yang
ekstrim.
3. Sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar (Hyperosmolar
hyperglycemic syndrome, HHNS) atau koma hyperosmolar
Komplikasi metabolik akut yang paling umum terlihat pada pasien
yang menderita diabetes. Sebagai suatu kedaruratan medis, HHNS di tandai
dengan hiperglikemia berat(kadar glukosa darah di atas 800 mg/dl),
hiperosmolaritas (di atas 280 mOSm/L), dan dehidrasi berat akibat deuresis
osmotic. Tanda gejala mencakup kejang dan hemiparasis (yang sering kali
keliru diagnosis menjadi cidera serebrovaskular) dan kerusakan pada tingkat
kesadaran (biasanya koma atau hampir koma).
4. Neuropati perifer
Biasanya terjadi di tangan dan kaki serta dapat menyebabkan kebas
atau nyeri dan kemungkinan lesi kulit. Neuropati otonom juga bermanifestasi
dalam berbagai cara, yang mencakup gastroparesis (keterlambatan
pengosongan lambung yang menyebabkan perasaan mual dan penuh setelah
makan), diare noktural, impotensi, dan hipotensi ortostatik.
5. Penyakit kardiovaskuler
Pasien lansia yang menderita diabetes memiliki insidens hipertensi 10
kali lipat dari yang di temukan pada lansia yang tidak menderita diabetes.
Hasil ini lebih meningkatkan resiko iskemik sementara dan penyakit
serebrovaskular, penyakit arteri koroner dan infark miokard, aterosklerosis
serebral, terjadinya retinopati dan neuropati progresif, kerusakan kognitif,
serta depresi sistem saraf pusat.
6. Infeksi kulit
Hiperglikemia merusak resistansi lansia terhadap infeksi karena
kandungan glukosa epidermis dan urine mendorong pertumbuhan bakteri. Hal
ini membuat lansia rentan terhadap infeksi kulit dan saluran kemih serta
vaginitis.
H. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes
adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes (FKUI, 2011) :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk DM sebagai berikut (FKUI, 2011) :
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus:
1. Aktivitas / istirahat
Tanda : - Takikardia
4. Eliminasi
Gejala : - Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia
5. Makanan / cairan
- Mual / muntah
- Tidak mengikuti diet : peningkatan masukan glukosa /
karbohidrat.
- Penurunan BB lebih dari periode beberapa hari / minggu
- Haus
- Penggunaan diuretic (tiazid)
Tanda : - Disorientasi : mengantuk, letargi, stupor / koma (tahap lanjut).
Ganguan memori (baru, masa lalu) kacau mental.
6. Nyeri / kenyamanan
7. Pernafasan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan masukan oral, mual,
anoreksia, peningkatan metabolisme protein dan lemak
2. Devisit volume cairan dean elektrolit b/d diuresis osmotic
3. Intoleransi aktivitas b/d penurunan simpanan energi
4. Gangguan integritas kulit b/d gangren
5. Gangguan citra diri b/d ekstremitas gangren
6. Resiko injuri b/d gangguan penglihatan
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Huda, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.
Smeltzer, S. C., & Bare B. G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth (Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC.
Stockslager L, Jaime dan Liz Schaeffer. 2007. Asuhan Keperawatan Geriatric.
Jakarta:EGC.