Anda di halaman 1dari 24

PBL FP

DIABETEL MELLITUS TYPE 2

1. Definisi
Diabetes mellitus adalalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat, jika telah berkembang penuh secara klinis maka diabetes mellitus
ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerosis dan
penyakit vaskular mikroangiopati.
Diabetes Mellitus adalah defek sekresi insulin, dimana pancreas tidak mampu
menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan glukosa plasma yang
normal, sehingga terjadi hiperglikemia yang disebabkan insensitifitas seluler
akibat insulin.( Elizabeth, J Corwin. 2009)
Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas
sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikitmenurun atau berada dalam
rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka
diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin dependent diabetes
mellitus.
Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai
oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin).

2. Epidemiologi
International Diabetes Federation(IDF) menyebutkan bahwa prevalensi
Diabetes Melitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai
penyebab kematian urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2012 angka
kejadian diabetes mellitus didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa dimana
proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang
menderita diabetes mellitus.
Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan prevalensi DM di
Indonesia membesar sampai 57%. Tingginya prevalensi Diabetes Melitus tipe 2
disebabkan oleh faktor risiko yang tidak dapat berubah misalnya jenis kelamin,
umur, dan faktor genetik. Yang kedua adalah faktor risiko yang dapat diubah
misalnya tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok,
konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh, lingkar pinggang dan umur. Kejadian DM
Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Wanita lebih berisiko mengidap
diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa
tubuh yang lebih besar.
Diabetes Mellitus disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Penyakit yang akan ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan mata, katarak,
penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan
membusuk/gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke dan
sebagainya. Tidak jarang, penderita DM yang sudah parah menjalani amputasi
anggota tubuh karena terjadi pembusukan.Untuk menurunkan kejadian dan
keparahan dari Diabetes Melitus tipe 2 maka dilakukan pencegahan seperti
modifikasi gaya hidup dan pengobatan seperti obat oral hiperglikemik dan insulin
(Restyana, 2015).

3. Etiologi
a. Penurunan fungsi cell b pankreas
Penurunan fungsi cell b disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Glukotoksisitas
Kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebkan
peningkatan stress oksidatif, IL-1b DAN NF-kB dengan akibat
peningkatan apoptosis sel beta
2. Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan
adiposa dalam proses lipolisis akan mengalami metabolism non
oksidatif menjadi ceramide yang toksik terhadap sel beta sehingga
terjadi apoptosis
3. Penumpukan amyloid
Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat sehingga
kadar glukosa darah akan meningkat, karena itu sel beta akan
berusaha mengkompensasinya dengan meningkatkan sekresi
insulin hingga terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi insulin
juga diikuti dengan sekresi amylin dari sel beta yang akan
ditumpuk disekitar sel beta hingga menjadi jaringan amiloid dan
akan mendesak sel beta itu sendiri sehingga akirnya jumlah sel
beta dalam pulau Langerhans menjadi berkurang. Pada DM Tipe II
jumlah sel beta berkurang sampai 50-60%.
4. Efek inkretin
Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan cara
meningkatkan proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin dan
mengurangi apoptosis sel beta.
5. Umur
Diabetes Tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan
semakin sering terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus
meningkat pada usia lanjut. Usia lanjut yang mengalami gangguan
toleransi glukosa mencapai 50 – 92%. Proses menua yang
berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan
anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat
sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan ahirnya pada tingkat organ
yang dapat mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen tubuh
yang mengalami perubahan adalah sel beta pankreas yang
mengahasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan terget yang
menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang
mempengaruhi kadar glukosa.
6. Genetik

b. Retensi insulin
Penyebab retensi insulin pada DM Tipe II sebenarnya tidak begitu jelas, tapi
faktor-faktor berikut ini banyak berperan:
1. Obesitas terutama yang bersifat sentral ( bentuk apel )
Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap glukosa
darah berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel diseluruh tubuh
termasuk di otot berkurang jumlah dan keaktifannya kurang sensitif.
2. Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
3. Kurang gerak badan
4. Faktor keturunan ( herediter )
5. Stress
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi sistem
saraf simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis adrenal medular dan
bila stress menetap maka sistem hipotalamus pituitari akan diaktifkan.
Hipotalamus mensekresi corticotropin releasing factor yang
menstimulasi pituitari anterior memproduksi kortisol, yang akan
mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah (FKUI, 2011)

Menurut Smeltzer & Bare (2002) DM tipe II disebabkan kegagalan relatif sel β
dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glikosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini
sepenuhnya, artinya terjadi defensiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini
terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun
pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain.
Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
Kombinasi antara faktor genetik, faktor lingkungan, resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin merupakan penyebab DM tipe 2. Faktor lingkungan
yang berpengaruh seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, stres, dan
pertambahan umur (KAKU, 2010). Faktor risiko juga berpengaruh terhadap
terjadinya DM tipe 2. Beberapa faktor risiko diabetes melitus tipe 2 antara lain
berusia ≥ 40 tahun, memiliki riwayat prediabetes ( A1C 6,0 % - 6,4 % ), memiliki
riwayat diabetes melitus gestasional, memiliki riwayat penyakit vaskuler,
timbulnya kerusakan organ karena adanya komplikasi, penggunaan obat seperti
glukokortikoid, dan dipicu oleh penyakit seperti HIV serta populasi yang berisiko
tinggi terkena diabetes melitus seperti penduduk Aborigin, Afrika, dan Asia (Ekoe
et al., 2013).

4. Faktor Resiko
Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2, berkaitan
dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah, faktor risiko
yang dapat diubah dan faktor lain. Menurut American Diabetes Association
(ADA) bahwa DM berkaitan dengan faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi
riwayat keluarga dengan DM (first degree relative), umur ≥45 tahun, etnik,
riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat
pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan berat badan rendah
(<2,5 kg).1,9 Faktor risiko yang dapatdiubah meliputi obesitas berdasarkan IMT
≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada wanita dan ≥90 cm pada laki-laki,
kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemi dan diet tidak sehat
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita polycystic
ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metabolikmemiliki riwatyat toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler seperti stroke, PJK, atau
peripheral rrterial Diseases (PAD), konsumsi alkohol,faktor stres, kebiasaan
merokok, jenis kelamin,konsumsi kopi dan kafein
a) Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah,
pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan
kadar glukosa darah menjadi 200mg%.
b) Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak
tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam
tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
c) Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes.
Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang
bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes
Mellitus.
d) Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma
insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien
Diabetes.
e) Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus
adalah > 45 tahun.
f) Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi >
4000gram
g) Faktor Genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental Penyakit
ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko
emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam
kali lipat jika orang tua atau saudara kandung mengalami penyakitini.
h) Alkohol dan Rokok
Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan peningkatan
frekuensi DM tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan ini dihubungkan
dengan peningkatan obesitas dan pengurangan ketidak aktifan fisik, faktor-
faktor lain yang berhubungan dengan perubahan dari lingkungan tradisional
kelingkungan kebarat- baratan yang meliputi perubahan-perubahan dalam
konsumsi alkohol dan rokok, juga berperan dalam peningkatan DM tipe 2.
Alkohol akan menganggu metabolisme gula darah terutama pada penderita
DM, sehingga akan mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan
tekanan darah. Seseorang akan meningkat tekanan darah apabila
mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60ml/hari yang setara dengan 100 ml
proof wiski, 240ml wine atau 720 ml.
Faktor resiko penyakit tidak menular, termasuk DM Tipe 2, dibedakan
menjadi dua. Yang pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat berubah
misalnya umur, faktor genetik, pola makan yang tidak seimbang jenis kelamin,
status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan
merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh.

5. Patofisiologi
Otot dan hati yang mengalami resistensi insulin menjadi penyebab utama DM
tipe 2. Kegagalan sel beta pankreas untuk dapat bekerja secara optimal juga
menjadi penyebab dari DM tipe 2 (Perkeni, 2015). DM tipe 2 adalah jenis DM
yang paling umum diderita oleh penduduk di Indonesia. Kombinasi faktor risiko,
resistensi insulin dan sel-sel tidak menggunakan insulin secara efektif
menyebabkan DM tipe 2 (NIDDK, 2014).
Resistensi insulin pada otot dan hati serta kegagalan sel beta pankreas telah
dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2. Kegagalan sel
beta pada DM tipe 2 diketahui terjadi lebih dini dan lebih berat daripada
sebelumnya. Otot, hati, sel beta dan organ lain seperti jaringan lemak
(meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pancreas
(hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi
insulin) ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa
pada DM tipe 2 (Perkeni, 2015). DM tipe 2 pada tahap awal perkembangannya
tidak disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan jumlah insulin dalam tubuh
mencukupi kebutuhan (normal), tetapi disebabkan oleh sel-sel sasaran insulin
gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal (Fitriyani, 2012).
Penderita DM tipe 2 juga mengalami produksi glukosa hepatik secara
berlebihan tetapi tidak terjadi kerusakan pada sel-sel beta langerhans seperti
pada DM tipe 1. Keadaan defisiensi insulin pada penderita DM tipe 2 umumnya
hanya bersifat relatif. Defisiensi insulin akan terjadi seiring dengan
perkembangan DM tipe 2. Sel-sel beta langerhans akan menunjukkan gangguan
sekresi insulin fase pertama yang berarti sekresi insulin gagal mengkompensasi
resistensi insulin. Perkembangan DM tipe 2 yang tidak ditangani dengan baik
akan menyebabkan kerusakan sel-sel beta langerhans pada tahap selanjutnya.
Kerusakan sel-sel beta langerhans secara progresif dapat menyebabkan
keadaan defisiensi insulin sehingga penderita membutuhkan insulin endogen.
Resistensi insulin dan defisiensi insulin adalah 2 penyebab yang sering
ditemukan pada penderita DM tipe 2 (Fitriyani, 2012)
6. Klasifikasi
Klasifikasi etiologis DM menurut American Diabetes Association 2010 (ADA
2011), dibagi dalam 4 jenis yaitu:
a) Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab
autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi
insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit
atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini
adalah ketoasidosis.
b) Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes
Mellitus/NIDDM
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa
membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin
yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi
glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin
sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan
mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan
berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi
insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi
terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu
gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan akan
mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe ini
sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.
c) Diabetes Melitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik fungsi sel
beta, defek genetic kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit
metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan
kelainan genetik lain.
d) Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa
didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua
dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi
perinatal. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar untuk
menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah
melahirkan.
7. Manifestasi Klinis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
a) Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b) Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. (Perkeni, 2015).

8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang DM Tipe II antara lain:
a) Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa dapat diukur dari sample berupa darah biasa atau plasma.
Pemeriksaan kadar glukosa darah lebih akurat karena bersifat langsung
dan dapat mendeteksi kondisi hiperglikemia dan hipoglikemia.
Pemeriksaan kadar glukosa darah menggunakan glukometer lebih baik
daripada kasat mata karena informasi yang diberikan lebih objektif
kuantitatif (FKUI, 2011).
b) Pemeriksaan Kadar Glukosa Urine
Pemeriksaan kadar glukosa urin menggambarkan kadar glukosa darah
secara tidak langsung dan tergantung pada ambang batas rangsang
ginjal yang bagi kebanyakan orang sekitar 180 mg/dl. Pemeriksaan ini
tidak memberikan informasi tentang kadar glukosa darah tersebut,
sehingga tak dapat membedakan normoglikemia atau hipoglikemia.
(FKUI, 2011)
c) Kadar Glukosa Serum Puasa dan Pemeriksaan Toleransi Glukosa
Memberikan diagnosis definitif diabetes. Akan tetapi, pada lansia,
pemeriksaan glukosa serum postprandial 2 jam dan pemeriksaan
toleransi glukosa oral lebih membantu menegakan diagnosis karena
lansia mungkin memiliki kadar glukosa puasa hampir normal tetapi
mengalami hiperglikemia berkepanjangan setelah makan. Diagnosis
biasanya dibuat setelah satu dari tiga kriteria berikut ini terpenuhi:
1) Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg/dl atau lebih tinggi.
2) Konsentrasi glukosa darah puasa 126 mg/dl atau lebih tinggi.
3) Kadar glukosa darah puasa setelah asupan glukosa per oral 200
mg/dl atau lebih. (Jaime Stockslager L dan Liz Schaeffer, 2007)
d) Pemeriksaan Hemoglobin Terglikosilasi (hemoglobin A atau HbA1c)
Menggambarkan kadar rata-rata glukosa serum dalam 3 bulan
sebelumnya, biasanya dilakukan untuk memantau keefektifan terapi
antidiabetik. Pemeriksaan ini sangat berguna, tetapi peningkatan hasil
telah ditemukan pada lansia dengan toleransi glukosa normal. (Jaime
Stockslager L dan Liz Schaeffer, 2007)
e) Fruktosamina serum
Menggambarkan kadar glukosa serum rata-rata selama 2 sampai 3
minggu sebelumnya, merupakan indicator yang lebih baik pada lansia
karena kurang menimbulkan kesalahan. Sayangnya pemeriksaan ini tidak
stabil sehingga jarang dilakukan. Namun pemeriksaan ini dapat
bermanfaat pada keadaan dimana pengukuran AIC tidak dapat dipercaya,
misalnya pada keadaan anemia hemolitik. (Jaime Stockslager L dan Liz
Schaeffer, 2007)
f) Pemeriksaan keton urin
Kadar glukosa darah yang terlalu tinggi dan kurang hormone insulin
menyebabkan tubuh menggunakan lemak sebagai sumber energy. Keton
urin dapat diperiksa dengan menggunkan reaksi kolorimetrik antara
benda keton dan nitroprusid yang menghasilkan warna ungu. (FKUI,
2011)

9. Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi
akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua
kategori, yaitu :
1) Komplikasi akut
a. Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawahnilai
normal (< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita
DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali per minggu, Kadar gula darah
yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan
energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan.
(Restyana, 2015).
b. Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah
meningkat secara tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan
metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik, Koma
Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis. (Restyana,
2015).
2) Komplikasi Kronis
a) Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yangumum
berkembang pada penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan
darah pada sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner (PJK),
gagal jantung kongetif, dan stroke. (Restyana, 2015).
b) Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi
pada penderita DM tipe 1 seperti nefropati, diabetik retinopati
(kebutaan), neuropati, dan amputasi (Restyana, 2015).

10. Tatalaksana Medis


Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai
dengan Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien DM.
Tujuan Penatalaksanaan DM adalah :
a. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
b. Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
1. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masingmasing individu. Pada
penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam
hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Standar yang
dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%. Untuk menentukan
status gizi, dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh
(IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupupakan alat atau cara yang
sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang
berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Untuk mengetahui
nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
IMT = BeratBadan (Kg)
Tinggi Badan (m)Xtinggi Badan (m)
2. Exercise (latihan fisik/olahraga)
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval,
Progresive, Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan kemampuan pasien.
Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit.
Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.
3. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan
kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat
resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok
pasien DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier
diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM dengan penyulit
menahun.
4. Obat : oral hipoglikemik, insulin
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak
berhasil mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian
obat hipoglikemik
Obat – Obat Diabetes Melitus
a) Antidiabetik oral
Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar
gula darah dan mencegah komplikasi. Lebih khusus lagi dengan
menghilangkan gejala,optimalisasi parameter metabolik, dan
mengontrol berat badan. Bagi pasien DM tipe 1 penggunaan insulin
adalah terapi utama. Indikasi antidiabetik oral terutama ditujukan untuk
penanganan pasien DM tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal
dikendalikan dengan pengaturan asupan energi dan karbohidrat serta
olah raga. Obat golongan ini ditambahkan bila setelah 4-8 minggu
upaya diet dan olah raga dilakukan, kadar gula darah tetap di atas 200
mg% dan HbA1c di atas 8%. Jadi obat ini bukan menggantikan upaya
diet, melainkan membantunya.
Pemilihan obat antidiabetik oral yang tepat sangat menentukan
keberhasilan terapi diabetes. Pemilihan terapi menggunakan
antidiabetik oral dapat dilakukan dengan satu jenis obat atau kombinasi.
Pemilihan dan penentuan regimen antidiabetik oral yang digunakan
harus mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit DM serta kondisi
kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan
komplikasi yang ada. Dalam hal ini obat hipoglikemik oral adalah
termasuk golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan
insulin sensitizing.
2) Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada
manusia. Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua
rantai yang dihubungkan dengan jembatan disulfide, terdapat perbedaan
asam amino kedua rantai tersebut.
Untuk pasien yang tidak terkontrol dengan diet atau pemberian
hipoglikemik oral, kombinasi insulin dan obat-obat lain bisa sangat
efektif. Insulin kadangkala dijadikan pilihan sementara, misalnya selama
kehamilan.
Namun pada pasien DM tipe 2 yang memburuk, penggantian insulin
total menjadi kebutuhan. Insulin merupakan hormon yang
mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein
dan lemak. Fungsi insulin antara lain menaikkan pengambilan glukosa
ke dalam sel–sel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian
glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati
dan otot serta mencegah penguraian glikogen, menstimulasi
pembentukan protein dan lemak dari glukosa (Restyana, 2015).

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas
1. Nama :Tn. A
2. Usia : 65 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
b. Status kesehatan saat ini
1. Keluhan utama : penurunan kesadaran
2. Faktor Pencetus : hipoglikemi
3. Upaya yang pernah dilakukan : di bawa ke RS
4. Diagnosa medis : DM tipe 2
c. Riwayat Kesehatan saat ini
-
d. Riwayatan Kesehatan terdahulu
menderita DM tipe 2sejak 2 tahun yang lalu
e. Pola nutrisi dan metabolik
Kebiasaan makan tidak menentu kadang mual jadi tidak makan, apabila
mualhilang pola makan berlebih
f. Pemeriksaan fisik
1. TB : 170 cm
2. BB : 50 kg
3. GDS : 468 mg/dl
g. Pemeriksaan Kaki
akral dingin, ada perubahan bentuk kaki (lihat gambar), didapatkan kallus
tebal pada mata kaki, nadi dorsalis pedis teraba sangat lemah
h. Pemeriksaan laboratorium
Data pH 7,36, HbA1C 7,5%
i. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan monofilament menunjukkan skor 2/10
2) Injeksi insulin 4 kali sehari namun injeksi nya tidak rutin, sesuai
kebutuhan saja.

2. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1 DS : Faktor resiko usia Ketidakefektifan
 Klien menyatakan ↓
Perfusi Jaringan
Jumlah sel beta
berkali kali Perifer
pankreas menurun
mengalami luka di ↓
kaki karena lecet, Defisiensi insulin

sembuh dalam Hiperglikemia
waktu rata rata 1 ↓
Fleksibilitas sel darah
bulan, dan hal itu
merah terganggu
menurut klien biasa ↓
saja tidak perlu Pelepasan O2
dikhawatirkan terganggu
DO : ↓
 Terdiagnosis DM Terjadi hipoksia perifer

type 2 sejak 2 Ketidakefektifan perfusi
tahun yang lalu jaringan perifer
 Pemeriksaan kaki
pasien didapatkan
data: akral dingin,
ada perubahan
bentuk kaki, kallus
tebal pada mata
kaki, nadi dorsalis
 pedis teraba
sangat lemah.
 Pemeriksaan
monofilament
menunjukkan skor
2/10.
 Nampak
kemerahan pada
beberapa bagian
kaki.
2 DO : Resistensi Insulin Resiko
- BB : 50 kg
Ketidakseimbanhan
- GDS 468 mg/dL Diabetes tipe 2
- pH 7,36 Glukosa Darah
- HbA1C 7,5% Injeksi insulin tidak
rutin
DS :
Metabolisme protein
- Riwayat DM 2
meningkat
tahun yang lalu
- Injeksi insulin tidak Asam amino darah
rutin meningkat
- memiliki
Glukoneogenesis,
glucometer, namun
glukosa uptake
tidak dipergunakan
- klien mengatakan menurun
mengatur gula
Hiperglikemi
darah adalah
Resiko ketidakstabilan
pekerjaan yang sulit
- klien mengatakan kadar glukosa darah
mengalami luka
berkali-kali di kaki
karena lecet,
sembuh dalam
waktu rata-rata 1
bulan

3 DS: DM
Klien mengatakan
Viskositas darah
berkali kali mengalami
meningkat
luka di kaki Karena
lecet dan sembuh Hipertensi
dalam waktu rata-rata
1 bulan Kerusakan pembuluh
darah perifer
DO:
- Akral dingin
Gangguan suplai darah
- Perubahan bentuk
perifer (Kaki) Luka
kaki
- Kallus tebal pada
Tidak medapat/ sedikit
mata kaki
suplai darah
- Nadi dorsalis pedis
teraba sangat Hipoksia Jaringan
lemah
Resiko Keruskan
- Nampak
Integritas jaringan
kemerahan pada
beberapa bagian
kaki
4 DS : Dibetes mellitus Ketidakefektifan
- Di rumahnya klien ↓
manajemen
Defisiensi insulin
memiliki
↓ kesehatan
glucometer, namun Tidak mengatur diet,
tidak dipergunakan minum obat seperlunya

karena baterai nya
Kadar glukosa darah
sudah lama habis.
meningkat
- Klien menyatakan

mengatur gula Ketidakefektifan
darah adalah manajemen kesehatan
pekerjaan yang
sulit, sehingga dia
melakukan nya
secukupnya saja
DO :
- Saat MRS
didapatkan glukosa
darah klien 35mg/dl
- GDS 468 mg/dl
HbA1C 7,5%

3. Prioritas Diagnosa
a. Resiko Ketidakseimbangan Glukosa Darah
b. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer
c. Resiko Kerusakan Integritas Jaringan
d. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan

4. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Dx : Risiko Ketidakstabilan Kadar
Glukosa Darah b.d. Hiperglikemi d.d. BB : 50 kg, GDS 468 mg/dL, pH
7,36, HbA1C 7,5%
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan glukosa darah klien
stabil
Kriteria Hasil : sesuai dengan indikator dan skor pada NOC
NOC : Kadar Glukosa Darah
No. Indikator 1 2 3 4 5

1. Glukosa Darah

2. Hemoglobin Glikosilat

Note : 1: berat 2: cukup besar 3: sedang 4: ringan 5: tidak ada

NOC : Keparahan Hiperglikemi


No. Indikator 1 2 3 4 5

1. Mual

2. Peningkatan A1C

3. Peningkatan glukosa darah

Note : 1: berat 2: besar 3: sedang 4: ringan 5: tidak ada

NIC : Manajemen Hiperglikemi


1. Berikan insulin sesuai resep
1. Monitor kadar glukosa darah sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemi
3. Monitor nadi dan tekanan darah ortostatik, sesuai
indikasi
4. Dorong pemantauan sendiri kadar glukosa darah
5. Konsultasikan dengan dokter tanda dan gejala
hiperglikemia yang menetap atau memburuk
6. Review riwayat kadar glukosa darah pasien dan/atau
keluarga
NIC : Manajemen Pengobatan
1) Tentukan obat apa yang diperlukan dan kelola menurut resep
dan/ atau protocol
2) Monitor efektifitas cara pemberian obat yang sesuai
3) Pantau kepatuhan mengenai regimen obat

2. Dx : Ketidakefektifan Perfusi
Jaringan Perifer b.d. penurunan sirkulasi darah ke perifer d.d. luka
tidak kunjung sembuh.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan sirkulasi darah perifer
baik
Kriteria hasil : sesuai dengan indikator dan skor pada NOC
NOC : Perfusi Jaringan : perifer
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Kekuatan denyut nadi pedal (kanan)
2. Kekuatan denyut nadi pedal ( kiri )
3. Tekanan darah sistolik
4. Tekanan darah diastolik
5. Kerusakan kulit
6. Rubor
Note : 1: berat 2: cukup berat 3: sedang 4: ringan 5: tidak ada

NIC : Perawatan Sirkulasi : Insufisiensi Vena


1. Lakukan penilaian sirkulasi perifer secara komprehensif
(misalnya, mengecek nadi perifer, udem, waktu pengisian
kapiler, warna, dan suhu kulit).
2. Inspeksi kulit apakah terdapat luka tekan dan jaringan yang tidak
utuh.
3. Lindungi ekstremitas dari trauma.
4. Instruksikan pasien melakukan perawatan kaki yang benar.

NIC : Perawatan Sirkulasi : Insufisiensi Arteri


1) Lakukan pemeriksaan fisik system kardiovaskular atau penilaian
yang komprehensif pada sirkulasi perifer
2) Evaluasi edema dan denyut pada kaki dan tangan
3) Lindungi ujung kaki dan tangan dari cidera

3. Resiko Kerusakan Integritas


Jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kerusakan integritas jaringan pasien dapat teratasi.
Kriteria Hasil: sesuai indicator pada NOC
NOC : Integritas Jaringan : Kulit dan Membran Mukosa
No Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan
1 Sensasi
1 : Sangat terganggu
2 Lesi pada kulit
3 Nekrosis 2 : Banyak terganggu
4 Eritema 3 : Cukup terganggu
4 : Sedikit terganggu
5 : Tidak terganggu

NIC : Perawatan Luka


1. Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran,
dan bau.
2. Ukur luas luka.
3. Bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak
beracun.
4. Berikan perawatan ulkus pada kulit.
5. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka.
6. Periksa luka setiap kali perubahan balutan.
7. Bandingkan dan catat setiap perubahan luka.
8. Tempatkan alat-alat untuk mengurangi tekanan (yaitu, tempat
tidur isi udara, bussa, bantalan kaki).

4. Ketidakefetifan Manajemen
Kesehatan b.d. klien tidak rutin injeksi insulin dan merasa kesulitan
mengontrol gula darah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan klien rutin minum obat
Kriteria hasil : sesuai dengan indikator dan skor NOC
NOC : Perilaku Patuh : Pengobatan yang Disarankan
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Mengkonsumsi semua obat sesuai Interval
yang ditentukan
2. Minum obat sesuai dosis
3. Memantau efek terapeutik obat
4. Memantau efek samping obat
5. Melaporkan respon terapi ke profesional
kesehatan
Note (menunjukkan) : 1: tidak pernah 2: jarang 3: kadang 4: sering 5:
konsisten

NOC : Manajemen Diri : Diabetes


No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Menjalani aturan pengobatan sesuai
resep
2. Memantau glukosa darah
3. Mengobati gejala hiperglikemia
4. Melaporkan gejala komplikasi
7. Menggunakan obat-obatan sesuai resep
8. Menyesuaikan kehidupan rutin untuk
kesehatan yang optimal
Note (menunjukkan) : 1: tidak pernah 2: jarang 3: kadang 4: sering 5:
konsisten

NIC : Manajemen Pengobatan


1. Tentukan kemampuan pasien untuk mengobati diri sendiri dengan
cara yang tepat.
2. Pantau kepatuhan mengenai rejimen obat.
3. Pertimbangkan faktor-faktor yang dapat menghalangi pasien untuk
mengkonsumsi obat yang diresepkan.
4. Kembangkan strategi bersama pasien untuk meningkatkan
kepatuhan mengenai rejimen obat yang diresepkan.
5. Berikan pasien dan anggota keluarga mengenai informasi tertulis
dan visual untuk meningkatkan pemahaman diri mengenai
pemberian obat yang tepat.

NIC: Pengajaran: peresepan diet


1) Ajarkan nama nama makanan yang sesuai dengan diet yang
disarankan
2) Bantu pasien memilih makanan kesukaan yang sesuai dengan
diet yang disarankan
3) Observasi bagaimana pasien memilih makanan
4) Sediakan contoh menu makanan yang sesuai
5) Rujuk pasien ke ahli gizi jika diperlukan
6) Libatkan pasien dan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. Diagnosis And Classification Of Diabetes Mellitus.
Diabetes Care 2011;34:s62-9.
Elizabeth, J Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Fatimah, Restyana Noor. 2015. Review Artikel : Diabetes Melitus Tipe 2. Universitas
Lampung : Fakultas Kedokteran.
Fitriyani. 2012. Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2di Puskesmas Kecamatan
Citangkil Dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak Kotacilegon. Skripsi. UI.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. Penatalaksanaan Diabetes
Melitus Terpadu Edisi kedua, Jakarta : Balai Penerbit FKUI
National Institute of Diabetic and Digestive and Kidney Disease (NIDDK). 2014.
Prevent Diabetes Problem : Keep Yout Feet and Skin Healthy. Diakses dari
[diakses pada 28 agustus 2018].
O'Connor, N. R., & McLaughlin, M. L. (2008). Newborn Skin: Part I. Common
Rashes. Am Fam Physician , 77 (1), 47-52. Retrieved 03 22, 2017, from
American Family Physician: http://www.aafp.org/afp/2008/0101/p47.html
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan
diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2011. hlm.4-10, 15-29
Perkeni. 2015. KONSENSUS PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI INDONESIA 2015. Jakarta: PB Perkeni.
Restyana Noor . 2015. Diabetes melitus tipe 2. Lampung : j majority, Volume 4
Nomor 5:93-101PB PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan
diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta; 2011
Schwartz, R. A., & et al. (2006). Seborrheic Dermatitis: An Overview. Am Fam
Physician , 74 (1), 125-132. Retrieved 03 21, 2017, from American Family
Physician: http://www.aafp.org/afp/2006/0701/p125.html#abstract
LOGBOOK
PBL FP DAN NC
DIABETES MELLITUS TIPE 2

(Disusun untuk memenuhi tugas Blok Endokrin)

Dosen Pembimbing : Ns. Ikhda Ulya, M.Kep

Disusun Oleh:
Kelompok 2 Reguler 2
Choirunnisa Aprilia Setyo Putri 155070200111014
Dika Febrianti 165070200111002
Nafisah 165070200111004
Nurmalia Filda Syafiky 165070200111006
Tyas Febry Ghea Rachmadi 165070200111008
Samuel Bayu Santoso 165070200111010
Adelia Rekha Miranda 165070201111012
Shifa Resti Sahara 165070201111014
Juliana Savtri Harianja 165070201111016
Ratna Dilla Fitrianti 165070207111020
Amira Diana Islami 165070207111004

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018

Anda mungkin juga menyukai